Anda di halaman 1dari 6

Pertemuan ke 13

REKAYASA HAYATI (BIO-ENGINEERING)


(Oleh: Diky Setya Diningrat)
Indikator
Melalui pembelajaran Biorekayasa, maka mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan rekayasa hayati!.
2. Mendeskripsikan sejarah rekayasa hayati!.
3. Menjelaskan rekayasa hayati (Bio-engineering) dan revolusi industri 4.0
4. Memahami peranan rekayasa hayati (Bio-engineering) bagi keanekaragaman hayati
Indonesia

A. Definisi Rekayasa Hayati (Bio-engineering)


Rekayasa Hayati (Bio-engineering) merupakan interdisiplin llmu Biologi (Bio-sciences)
dan Teknik (Engineering) yang diaplikasikan dalam perekayasaan berbasis biosistem untuk
meningkatkan efisiensi fungsi dan manfaat biosistem untuk bioindustri (Bio-industry). Orang
yang ahli dalam bidang rekayasa hayati kita sebut Bio-engineers. Rekayasa disini mencakup
pengertian, seperti rekayasa proses biologis, pengoperasian agen hayati terekayasa,
pembuatan peralatan baru berbasis biosistem atau teknologi untuk pengembangan biomaterial
(Bio-material). Bio-engineering dapat diaplikasikan dalam perekayasaan sistem produksi
untuk pengembangan industri bio-produk (Bio-product).
Sebagai upaya revitalisasi industri di Indonesia saat ini giat dikembangkan industri berbasis
Sumber Daya Hayati (SDH). Salah satu industri bioproduk penting di Indonesia adalah
produksi Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai upaya pemanfaatan energi alternatif. Dalam
pengembangan bioindustri produk nabati, baik BBN atau bioproduk lainnya, akan dibutuhkan
kemampuan dalam bidangrekayasa hayati yang memiliki latar belakang bidang llmu Biologi
dan Teknik serta mampu mengoptimalkan efisiensi produksi melalui perekayasaan berbasis
biosistem. Bio-engineers yang dibutuhkan harus memahami bahwa agen tumbuhan sebagai
"mesin produksi" dan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem produksi.
Perkembangan llmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang pesat selama beberapa dekade
terakhir ini, dalam bidang pertanian, kesehatan, industri obat-obatan, makanan - pakan,
menuntut pengembangan tahap hilir untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas agen
hayati dalam skala industri. Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan penguasaan ilmu
teknik yang terkait terutama dalam perancangan sistem produksi massal, perhitungan
struktur, mekanisasi, labor/SDM dan teknologi proses hilir. Karena itu, diperlukan daya
dukung dari rekayasa hayati (Bio-engineering) yang melakukan perekayasaan berbasis sistem
hayati. Bio-engineering sangat dibutuhkan untuk perancangan sistem dan produksi massal
dari biomaterial dan bioproduk, seperti misalnya enzim, therapeutic proteins, senyawa
bioaktif, bioenergi, biomembran atau biodegradable plastics.

B. Sejarah Rekayasa Hayati (Bio-engineering)


Berdasarkan definisi di atas sejarah Bio-engineering dimulai sebelum Perang Dunia II,
Bio-engineering baru saja mulai diakui sebagai cabang teknik, dan merupakan konsep yang
sangat baru bagi masyarakat pada saat itu. Pasca Perang Dunia II, cabang ilmu ini mulai
tumbuh lebih cepat, sebagian karena istilah "bioteknologi" yang diciptakan oleh ilmuwan
Inggris dan penyiar radio Heinz Wolff pada tahun 1954 di British National Institute for
Medical Research. Wolff lulus pada tahun yang sama dan menjadi direktur Divisi Biological
Engineering di universitas tersebut. Ini adalah pertama kalinya Bio-engineering diakui
sebagai cabang ilmu sendiri di universitas.
Teknik elektro dianggap ikut mendukung perintisan sektor rekayasa ini karena pekerjaannya
dengan peralatan medis dan mesin. Ketika para insinyur dan ilmuwan biologi mulai bekerja
bersama, para insinyur mengakui masalah yang para insinyur tidak cukup tahu yaitutentang
biologi yang sebenarnya. Untuk mengatasi masalah ini, insinyur yang ingin masuk ke Bio-
engineeringlebih banyak menghabiskan waktu dan studi mereka untuk memahami rincian
dan proses yang ada pada bidang biologi, psikologi, dan kedokteran, karenanya kemudian
ditawarkan cabang khusus yaitu Bio-engineering.
Istilah rekayasa hayati (Bio-engineering) juga dapat diterapkan untuk modifikasi lingkungan
seperti perlindungan tanah permukaan, stabilisasi lereng, aliran air dan perlindungan garis
pantai, penahan angin, hambatan vegetasi termasuk penghalang kebisingan dan layar visual,
dan peningkatan ekologis suatu daerah. Karena disiplin ilmu lain juga menangani organisme
hidup, istilah rekayasa biologi dapat diterapkan secara lebih luas untuk memasukkan teknik
pertanian.
Program studi rekayasa hayati (Bio-engineering)pertama kali dibuat di University of
California, San Diego pada tahun 1966, dan menjadi kurikulum rekayasa hayati (Bio-
engineering)pertama di Amerika Serikat. Baru kemudian menyusul program ini diluncurkan
di MIT dan Utah State University. Banyak jurusan teknik pertanian lama di universitas-
universitas di dunia telah mengubah diri mereka sebagai menjadi rekayasa pertanian dan
biologi atau rekayasa pertanian dan biosistem, karena rekayasa hayati (Bio-
engineering)secara keseluruhan menjadi bidang yang berkembang pesat dengan kategorisasi
fluida. Menurut Profesor Doug Lauffenburger dari MITrekayasa hayati (Bio-
engineering)memiliki basis luas yang menerapkan prinsip-prinsip rekayasa untuk berbagai
ukuran dan kompleksitas sistem yang sangat besar. Sistem ini beragam mulai dari tingkat
molekuler (biologi molekuler, biokimia, mikrobiologi, farmakologi, kimia protein, sitologi,
imunologi, neurobiologi dan neurosains) hingga sistem seluler dan jaringan (termasuk
perangkat dan sensor), hingga keseluruhan organisme makroskopik (tumbuhan, hewan), dan
bahkan dapat menjangkau seluruh ekosistem.
Di Indonesia ITB menjadi satu-satunya universitas yang memiliki program studi rekayasa
hayati (Bio-engineering). Program Studi (Prodi) Sarjana Rekayasa Hayati ITB diharapkan
tidak saja dapat menjembatani bidang ilmu Teknik dan Biologi, tapi juga dapat menjawab
kebutuhan masyarakat akan Sarjana Rekayasa Hayati (Bio-engineers) yang mampu
mengaplikasikan dasar-dasar llmu Teknik dalam pengembangan industri bioproduk dengan
penekanan pada produk nabati.

C. Rekayasa Hayati (Bio-engineering) dan Revolusi Industri 4.0


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia sebagaimana
revolusi generasi pertama telahmengukir sejarah ketika tenaga biologis manusia dan hewan
digantikan tenaga mekanis. Salah satunya ditemukannya mesinuap abad ke-18. Revolusi ini
dicatat sejarah berhasil mendongkrak kenaikan perekonomian secara spektakuler. Di
mana,selama dua abad setelah revolusi industri terjadi, peningkatan rata-rata enam kali lipat
pendapatan per kapita Negara-negaradi dunia. Sedangkan revolusi industri generasi keempat
(4.0) ini, ditandai hadirnya teknologi super komputer, robot pintar, kendaraan tanpa
pengemudi, rekayasa genetik dan perkembangan neoroteknologi yang memungkinkan
manusia lebihmengoptimalkan fungsi otaknya.
Fenomena inilah yang diilustrasikan Klaus Schwab dalam bukunya berjudul “The Fourth
Industrial Revolution”. Fenomenaini tentu saja juga mempengaruhi kemajuan perkembangan
ilmu dan pengetahuan di bidang biologi era industry 4.0 ini.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan dan pergeseran sudut pandang di
bidang biologi, perubahanpersepsi masyarakat terhadap biologi dan perubahan orientasi
keilmuan yang berkembang di masyarakat profesi, sudahdilakukan pembenahan
penyelenggaraan pendidikan biologi dan bioteknologi di Indonesia. Pembenahan didasarkan
padaargumen bahwa penyelenggaraan aktivitas biologi saat ini sudah tidak lagi didasarkan
pada model biologi konvensional, tetapi sepenuhnya mengarah pada penyelenggaraan
akvititas sistem bioteknologi berkelanjutan yangtidak lagi memisahkan aktivitas budidaya,
pengolahan manufaktur dan pemasaran, tetapi menjadikanya sebagai satukesatuan. Perubahan
ini menyebabkan domain cakupan material biologi tidak lagi sebagai obyek kajian, sehingga
harusbergeser ke arah cakupan material sistem teknologi industri berbasis biologi.
Dinamika perubahan cakupan material dari bioscience ke bioteknologi menjadikan peta
cakupan formal dan material, sertakompetensi bidang studi dapat dibuat lebih jelas learning
outcome-nya, dan selanjutnya dimungkinkan melakukan sejumlahpengaturan kembali nama
program studi dan fakultas/jurusan saat sedang ini mengalami proses perubahan.Inovasi dan
perkembangan teknologi komputer hampir empat dekade ini, mempengaruhi perkembangan
teknologi di bidang biologi. Perkembangan teknologi digital ini memacu para ahli melakukan
kuantifikasi sistem hayati, akhirnya mendorong berkembangnya bioteknologi yang begitu
spektakuler.
Kemajuan teknologi di bidang biologi tersebut, mempengaruhi cara pandang ilmuwan
terhadap biologi. Perkembangan bioteknologi dan Bio-engineering mendorong ilmuwan
melihat proses biologi secara lebih rinci, sebagai proses sistem hayati yang kompleks
menjalar di seluruh dunia. Perubahan cara pandang ini mengakibatkan terjadi pula pergeseran
bidang ilmu yang dipelajari di lingkup biologi. Di mana, ilmu Teknik Pertanian/Agricultural
Engineering dianggap berjasa melahirkan keberhasilan dalam pelaksanaan rekayasa
engineering, bergeser ke arah Teknik Sistem Hayati (Biosystem Engineering). Di bidang
Teknik Sistem Hayati, proses perekayasaan masuk skala lebih kecil dan kompleks, sesuai
kompleksitas sistem hayati dan habitat hidupnya.
Tantangan mempelajari sistem hayati yang sangat kompleks dan berukuran sangat kecil,
memacu perkembangan teknologi nano. Lewat teknologi ini, dimungkinkan memasukkan
program dalam hardware berukuran nano, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperoleh
informasi atau menjalankan tugas tertentu melalui pengintegrasian dalam masa yang hendak
dikaji. Teknologi ini berdampak sangat besar pada keilmuan bioteknologi. Sebagaimana
diperagakan dalam teknologi pangan, uji kualitas bahan pangan seperti uji serosis lebih
mudah dilakukan lewat teknologi.
Perkembangan teknologi bidang biologi ini sangat tergantung pada perkembangan tiga
teknologi, yaitu teknologi informasi, hayati dan nano. Dengan memperhatikan arah
perkembangan teknologi tersebut, maka reorientasi program studi, arah dan bentuk
penyesuaian kurikulum dilakukan harus memperhatikan perkembangan berbagai teknologi
tersebut. Hal ini tak mungkin dielakkan lagi di era industri 4.0.Perubahan yang nampak
tersebut menunjukkan bahwa sudah terjadi peralihan paradigma biologi di kalangan
profesional ke level teknologi bidang sistem hayati, dengan cakupan material benda hidup
dan lingkungan. Perubahan paradigma ini menuntut konsekuensi pengembangan teknologi
bersifat mikro/ nano untuk menghasilkan pengetahuan teknis dan produk teknologi mampu
mengoptimalkan kinerja sistem industri berbasis biologi, sekaligus menekan risiko kerusakan
lingkungan yang dapat mengancam keberlanjutan sistem bioindustri pertanian.
Bila diamati program studi yang bersifat keteknologian, jati diri keilmuan terletak pada
karakteristik cakupan formal teknologi bersifat blended antara ilmu dan kerekayasaan, karena
dasar teknologi dilahirkan dari ilmu/ pengetahuan melalui proses perekayasaan (engineering
arts). Ilmu yang dimaksud dapat berupa ilmu yang dihasilkan melalui penelitian ilmiah
(scientific research) maupun penelitian kerekayasaan (engineering research). Meskipun
demikian, karena teknologi memiliki makna sebagai bentuk produk/ proses, kegiatan
pengembangan cakupan formal yang berwujud penelitian ilmiah/ rekayasa tersebut harus
berujung pada produk teknologi.

D. Peranan Rekayasa Hayati (Bio-engineering) bagi Keanekaragaman Hayati


Indonesia
Rekayasa Hayati (Bio-engineering) memang penting jika dikaitkan dengan kekayaan hayati
di negeri ini. Indonesia adalah negara nomor dua terbesar di dunia setelah Brasil
yangmemiliki keragaman hayati. Bukan itu saja, secara spesifik, dua negara berkembang ini
saling bersaing dalam menunjukkan kekayaan hayati yang dimilikinya,Brasil mempunyai
jumlah keanekaragaman tumbuhan nomor satu, sedangkan Indonesia mempunyai
keanekaragaman mamalia terbesar di dunia. Bedanya,
Brasil, negara yang mempunyai daratan sangat luas yaitu hutan Amazonia. Sedangkan
Indonesia mempunyai jumlah pulau dan laut yang luas.Indonesia merupakan negara, memang
telah lama memperhitungkan pengembangan potensi bioteknologi. Sedangkan beberapa
negara dengan kawasan yangkecil, seperti Israel, Jepang, Thailand dan Singapura sudah
sangat jauh lebih dahulu mengembangkan bidang ini. Saat ini di Singapura, misalnya,
telahmemiliki pusat pengembangan Rekayasa Hayati (Bio-engineering) yang dinamai
Biopolis untuk mengembangkan obat-obatan, sedangkan di Malaysia didirikan Bio Valley
yangberfokus pada pengembangan minyak sawit dan karet.
Selain itu, negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Australia, telah
lama mengadakan riset terpadu di bidang bioteknologi, bahkanmereka telah menjual produk-
produk baru dengan hak paten dari hasil biotek dan rekayasa genetika, seperti antibiotik,
obat-obatan, bahan kosmetik, bahanmakanan serta tanaman transgenik, dan sebagainya.
Indonesia membutuhkan kalian mahasiswa biologi UNIMED Bangkitlah…

Rangkuman
Rekayasa hayati.
Sejarah rekayasa hayati.
Rekayasa hayati (Bio-engineering) dan revolusi industri 4.0
Peranan rekayasa hayati (Bio-engineering) bagi keanekaragaman hayati Indonesia

Evaluasi dan Diskusi


1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan rekayasa hayati!.
2. Deskripsikan dengan teratur dan jelas sejarah rekayasa hayati!.
3. Jelaskan rekayasa hayati (Bio-engineering) dalan revolusi industri 4.0
4. Uraikan peranan rekayasa hayati (Bio-engineering) bagi keanekaragaman hayati
Indonesia

Sumber:

Tim Dosen, 2019. Biologi Umum. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Anda mungkin juga menyukai