Anda di halaman 1dari 6

POTENSI PENGEMBANGAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DI INDONESIA 

Pakan hijauan ternak merupakan salah satu komoditi utama dalam usaha
peternakkan, dimana hijauan berperan penting dalam pemberian nutrisi ternak, seperti
yang kita ketahui bahwa di indonesia peternakkan ruminansia masih di pegang oleh
masyarakat lokal dengan teknik tradisional, hal ini mengakibatkan perkembangan
daerah usaha peternakkan menjadi tersebar kebeberapa setra setra usaha peternakkan
yang mana tidak semua memiliki lahan penunjang yang cukup untuk penyediaan
hijauan seperti legume dan rumput. 
Yang dimaksud dengan padang rumput disini adalah padang rumput alam.
Sumber pakan ternak terutama berupa rumput alam tersebut. Perbaikan biasanya
dengan penanaman lamtoro yang populer dengan nama “lamtoronisasi”. Pembuatan
dam-dam pengendali akan memungkinkan pengembangan tanaman pangan dan
hortikultura tetapi bukan dalam kawasan yang luas. Meskipun demikian sudah ada
kemungkinan peningkatan pakan berupa limbah pertanian. Dampak utama dari
pembangunan dan pengendali maka akan berkembang dua macam usaha produksi
peternakan yaitu sistem ekstensif (pengembalaan) dan sistem intensif
(penggemukan). 
Dewasa ini masalah lahan untuk peternakan menjadi isu nasional yang cukup
menarik perhatian. Dengan lajunya peningkatan jumlah penduduk, maka terjadi
persaingan yang ketat dalam penggunaan lahan, terutama sebagai pemukiman dan
untuk penanaman tanaman pangan yang langsung untuk konsumsi. Akibatnya ialah
tiada tanah yang tersisa bagi kepentingan peternakan, apalagi yang bersifat spesialitis
seperti khusus untuk produksi daging atau susu yang pengusahanya komersial
(Atmadilaga, 1976). 

Disatu pihak ketersediaan lahan untuk usaha peternakan semakin sempit,


cukup besar (Mulyadi, Sabrani dan Panjaitan ,1981). Pada dasarnya sumber daya
lahan ditiap-tiap wiulayah mempunyai potensi dan faktor-faktor pembatas yang
berbeda, antara lain topografi, jenis tanah, iklim, dan keadaan sumber air. Selanjutnya
dikatakan, bahwa informasi mikro dan makro sangat diperlukan untuk pengembangan
budidaya pertanian pada umumnya dan peternakan pada khususnya. 

Kebutuhan lahan bagi pengembangan ternak ruminansia dirasakan sangat


penting terutama sebagai sumber hijauan pakan. Akan tetapi kenyataan menunjukan,
bahwa semakin padatnya penduduk, lahan yang tersedia untuk hiajuan pakan ternak
semakin menyempit. Akibatnya didaerah padat penduduk ternak lebih banyak
tergantung pada limbah pertanian walaupun pada kenyataannya tidak seluruh limbah
pertaian tersedia secara efektif untuk makanan ternak (Soewardi,1985). Peningkatan
pengadaan pakan erat hubungannya dengan keberhasilan peningkatan tanaman
pangan, khususnya palawija. Bahkan atmadilaga (1976) mengemukakan, bahwa
sekurang-kurangnyan untuk dewasa ini dan untuk pulau jawa, maka maju mundurnya
pertanian pun erat hubungannya dengan maju mundurnya peternakan. 
Pada daerah-daerah pertanian yang intensif, lahan sawah maupun tegalan
sangat berperan bagi penyediaan pakan ternak. Sedangkan pada tanah kritis, misalnya
tanah pasir akibat gunung berapi yang belum dapat ditanami tanaman pangan dapat
dihijaukan dengan rumput maupun leguminosa. Selanjutnya dikatakan, untuk tanah
tebing dan jurang yang tidak terlalu terjal dapat dimanfaatkan untuk ternak dengan
sistem potong dan angkut. 
Untuk usaha penyediaan hijauan pakan ada beberapa cara yang dapat
ditempuh. Salah satu adalah integrasi antara tanaman pangan dengan ternak
merupakan suatu alternatif untuk mencukupi perkembangan kebutuhan pakan.
Sedang Soewardi (1985) mengatakan, peningkatan produksi pakan ternak dapat
dilakukan melalui manipulasi pola pertanian tanaman pangan dan tanaman pemulihan
kesuburan tanah. 
Prasetyastuti (1985) mengemukakan bahwa lahan yang potensial untuk
pengembangan peternakan ruminansia potong adalah lahan garapan tanaman pangan
(sawah, tanah tegalan dan ladang), lahan padang rumput dan lahan rawa. Sedangkan
Soewardi (1985) mengelompokkan lahan untuk ternak ruminansia dalam lahan
sawah, lahan kering tanaman perkebunan, padang rumput dan lahan hutan. 

Menurut Soewardi (1985) menyatakan bahwa dipandang dari kepentingan


yang lebih luas dan dalam jangka panjang maka penggunaan lahan alang-alang lebih
menguntungkan dibandingkan dengan lahan pasang surut dan lahan hutan. Dipandang
dari daya dukung sumberdaya pakan hijauan maka pada tahap-tahap awal lahan
alang-alang adalah yang paling potensial dan dapat dikembangkan lebih cepat dan
lebih murah menjadi sumber hijauan pakan. Oleh karena itu usaha pokok peternakan
seyogyanya diletakkan dilahan alang-alang terutama kalau ternak ruminansia dipilih
sebagai usaha pokok. 
Di indonesia sendiri usaha peternakkan lebih di sarankan di daerah NTT dan
NTB serta Sumatra mengingat potensi lahan gembalaan yang besar di bandingkan
dengan di daerah jawa yang padat penduduk atau kalimantan yang berawa. Salah satu
setra peternakkan ruminansia yang terkenal di indonesia adalah di pulau bali. Dimana
pulau bali memiliki hewan khas asli yaitu sapi bali yang di lindungi
perkembangannya. 
Hijauan Makanan Ternak (Forages) merupakan bahan makanan atau pakan
utama bagi kehidupan ternak serta merupakan dasar dalam usaha pengembangan
peternakan terutama untuk ternak ruminansia termasuk didalamnya sapi perah, sapi
potong (pedaging). Untuk meningkatkan produktivitas ternak, salah satu faktor
penting yang harus diperhatikan adalah penyediaan pakan hijauan sepanjang tahun
baik kualitas dan kuantitas yang cukup agar pemenuhan kebutuhan zat-zat makanan
ternak untuk mempertahankan kelestarian hidup dan keutuhan alat tubuh ternak
(kebutuhan hidup pokok) dan tujuan produksi (kebutuhan produksi) dapat
berkesinambungan. Hal ini dimungkinkan bila kita mampu mengelola strategi
penyediaan pakan hijauan baik rumput maupun legum. 
Di Indonesia dengan kondisi iklim dan tanah yang subur membuat peternak
tidak pernah memikirkan dan merencanakan penyediaan pakan hijauan yang cukup
baik kualitas maupun kuantitasnya. Sebagian besar peternak umumnya belum
memiliki lahan yang cukup untuk budidaya hijauan, bahkan ada yang tidak memiliki
lahan kebun rumput. Keterbatasan lahan untuk penanaman hijauan merupakan
kendala bagi peternak. Di samping itu para peternak belum mengupayakan lahan
kebun rumputnya dikelola secara baik dan efektif sehingga produktivitasnya belum
optimal. 
Produksi rumput dari kebun rumput bila dipelihara secara optimum pada
bulan basah akan menghasilkan hijauan yang maksimum, tetapi hal ini perlu
dilakukan penanganan secara baik dan benar untuk dijadikan cadangan pada musim
kemarau, sehingga memenuhi kebutuhan hijauan untuk ternaknya baik secara
kuantitas maupun kualitas. Hal ini dapat dilakukan jika sistem pengelolaan
penyediaan hijauan dari pemotongan kemudian diberikan langsung kepada ternak,
menjadi dari kebun rumput ke gudang hijauan baru diberikan kepada ternak.
Perubahan ini tidak mudah tetapi jika dicoba akan memberikan hasil yang efisien dan
efektif dengan memfungsikan gudang pakan sebagai sentral manajemen pakan. Pada
lingkup gudang pakan inilah perencanaan pakan peternak bermula, dari mulai panen
hijauan hingga prosesing hijauan untuk persediaan dimusim sulit pakan. 

Penyediaan hijauan sepanjang tahun dengan teknik yang sederhana dan murah dapat
terlaksana tergantung kepada kemapuan dan kemauan dari setiap pengelola kandang
dalam pemeliharaan ternaknya. 

Beberapa cara pengolahan hijauan untuk menyediakan hijauan sepanjang tahun antara
lain : 

1. Pengolahan dengan pembuatan silase 

(proses fermentasi dengan tidak mengubah zat gizi hijauan tersebut) 


2. Pengolahan dengan pembuatan hay 

(proses penyimpanan secara kering dengan mengurangi kandungan air hijauan


tersebut) 

3. Pengolahan dengan proses amoniasi 

(proses pengolahan dengan bantuan urea (NH3) untuk meningkatkan kandungan


protein kasar dan mengurangi kandungan lignin) 

Bandini, Y. 1997. Sapi Bali. Penebar Swadaya, PT. Jakarta. 

Skerman, P.J. 1977. Tropical Forage Legumes. Food and Agriculture Organization of
the United Nations. Rome. 

Skerman, P.J. and Reveros, F. 1989. Tropical Grasses. Food and Agriculture
Organization of the United Nations. Rome. 

Tomaszewaka, M. W., Sutama, I.K., Putu, I.G. dan Chaniago, T.D. 1991.
Reproduksi, Tingkah laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta 

Kartadisastra, H.R. (1997). Penyediaan & Pengelolaan Pakan ternak Ruminansia


(Sapi, Kerbau, Domba, Kambing). Yogyakarta, Kanisius 
Budi Pratomo (1986). Cara Menyusun ransum ternak. Poultri Indonesia. 

Suara Karya, 3 Maret 1992. Mengenal Pakan Ternak Jenis Unggul. 

Neraca, 6 Juni 1991. Jenis Pakan Yang Cocok Untuk Ternak. 

Suara Karya, 19 Januari 1993. Memanfaatkan Sisa Pakan. 

Suara Karya, 2 Juni 1992. Silase, Pakan Ternak Musim Kemarau. 

Neraca, 1 Juli 1991. Pemgolahan Jerami Menjadi Pakan Yang Disukai ternak. 

Pikiran Rakyat, 21 Mei 1990. Perlakuan Khusus Terhadap Biji-bijian Bahan Pakan
Ternak. 

Neraca, 20 juli 1990. Pembuatan Hijauan Makanan Ternak. 

Suara Karya, 15 September 1992. Cara Menanam Rumput Gajah. 

Kedaulatan Rakyat, 21 Juni 1990. Prospek Industri Makanan Ternak Limbah Coklat
di Wonosari Cerah.

Anda mungkin juga menyukai