Anda di halaman 1dari 2

Nama pedangdut Saipul Jamil akhir-akhir ini ramai dibicarakan.

Diketahui, Saipul saja bebas


setelah menjalani hukuman penjara atas kasus pencabulan dan penyuapan panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Utara.  Kebebasannya dari penjara mengundang sorotan publik. Kebebasannya
dari penjara mengundang sorotan publik. Bahkan, Saipul Jamil langsung mendapat tempat lagi di
televisi Tanah Air.

Meskipun sudah dihukum, tetapi perilaku tersebut dapat cenderung berulang. Tindakan
permisif dan terbuka dari media elektronik kepada Saipul Jamil tentunya tidak dapat ditolerir
dalam bentuk apapun. menilai jika glorifikasi Saipul Jamil melalui media massa sangat
berbahaya. Ia melihat Saipul seolah-olah mendapat dukungan publik atas perbuatannya sebagai
penjahat seksual.

Media elektronik jangan hanya mengejar keuntungan dan mengorbankan moralitas dan nurani.
Dengan glorifikasi yang berlebihan dan orang yang berkepentingan, tentunya tidak terlihat ada
penyesalan itu seolah-olah menjadi napi hanyalah lelucon yang tidak membuat si pelaku jera
sama sekali seakan akan kasusnya dia hanya lucu-lucuan belaka. Ini sama saja seperti
memaklumi atas apa yang sudah ia perbuat, dan ini sama sekali tidak sensitif terhadap perasaan
korban.

Fenomena itu juga memunculkan seruan perlunya dilakukan pembatasan gerak bagi bekas
pelaku kejahatan seksual, khususnya terhadap anak, di ruang publik termasuk televisi dalam
jangka waktu tertentu. Tujuannya guna mencegah terulangnya kejahatan serupa, penghormatan
terhadap korban yang berjuang menyembuhkan diri, dan juga menguatkan pandangan di
masyarakat bahwa kekerasan seksual adalah kejahatan serius.

"Glorifikasi" kebebasan Saipul Jamil membuka fenomena bahwa perlu adanya sanksi tambahan
berupa pembatasan gerak di ruang publik dalam waktu tertentu bagi eks pelaku kejahatan
seksual. Sanksi tambahan kepada para pelaku telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70
Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi
Elektronik, Rehabilitasi dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Disini saya sangat menyayangkan segala bentuk "glorifikasi" dan euforia kebebasan Saipul Jamil
hingga kemunculannya di televisi. Tindakan tersebut menunjukkan rendahnya sensitivitas dan
penghormatan kepada korban. Korban kekerasan seksual, khususnya anak, memiliki trauma
mendalam dan membutuhkan pemulihan dalam waktu yang lama.

Korban akan kembali trauma melihat pelaku SJ dielu-elukan layaknya pemenang medali emas
dalam sebuah olimpiade, di tengah kejadiannya 2016, masih baru. Jika ini terus terjadi, maka
proses rehabilitasi korban tidak akan tuntas dalam waktu dekat bahkan bisa membuat lebih
trauma.

Dalam beberapa kasus, hampir seluruh korban kejahatan seksual anak memilik trauma mendalam
saat mendengar bahkan melihat para pelaku.
Bayangkan itu terjadi ke keluarga kita, ke anak kita, apakah kalian bisa menerima itu? Pasti akan
sulit menerima situasi seperti ini, kita harus bersama mengedukasi bahwa pelaku kejahatan
seksual itu bukan kasus biasa, tapi kasus yang sangat serius.

Glorifikasi Saipul Jamil terkesan menunjukkan tidak adanya efek penjeraan dari kejahatan yang
pernah dilakukan dan menimbulkan kesan secara moral dan sosiologis seakan tidak ada
penjeraan, tapi yang ada glorifikasi. Jadi yang dilihat adalah rasa gembira, padahal perbuatan
yang dilakukan adalah kejahatan serius. Empati kepada korban tidak terwujud dalam kasus ini

Glorifikasi mantan pelaku kekerasan seksual anak merupakan bentuk kontradiktif dari
perjuangan yang tengah dilakukan guna menciptakan efek jera. Berdasarkan data Kementerian
PPPA, kekerasan seksual pada anak dan perempuan pada tahun 2020 yakni sekitar 7.191 kasus.
Kasus tertinggi dari seluruh kekerasan pada anak dan perempuan sebesar 11.637 kasus. Data
KPAI, selain glorifikasi Saipul Jamil, terdapat dua kasus kekerasan seksual pada anak yang
menyita perhatian publik dalam beberapa waktu terakhir. Pertama, kejahatan jual beli anak-anak
NTT dalam bisnis pedofilia di Puncak, Cianjur, Jawa Barat. Kedua, kasus kejahatan seksual anak
oleh biarawan gereja di Depok, L alias "Bruder Angelo" yang hingga kini proses hukumnya tidak
jelas ujungnya.

Stasiun televisi menyambutnya dengan meriah, sampai-sampai KPI melayangkan surat


peringatan kepada 18 stasiun televisi. Masyarakat seolah lupa apa yang sudah dilakukan Saipul
Jamil, atau memang menjadi masyarakat ‘pemaaf’ karena hal ini sering terjadi—tidak hanya
pada kasus Saipul Jamil—tetapi pada politikus, pemimpin, dan pengusaha yang terlibat kasus
korupsi. (Beberapa) masyarakat Indonesia dinilai mudah melupakan berbagai kasus yang
dilakukan pesohor negeri ini, pemimpin yang terjerat kasus, artis yang dipuja dan lainnya.

Bahkan yang dulu dicaci, dihujat dan digugatnya dengan demonstrasi, lalu berbalik dipuja.
Media yang seharusnya bisa menjadi pilar keempat demokrasi yang berfungsi mengawasi
pemerintah juga tidak berjalan secara efektif. Karena, terkadang efek pemberitaan media selalu
lemah karena masyarakat mudah lupa. Sikap mudah lupa dan melupakan tindakan yang dianggap
tidak baik merupakan hal yang harus dikorekasi. Media secara ideal memiliki peran yang tidak
hanya semata saluran suara publik tapi bisa jadi tindakan kolektif orang yang menghendaki
perubahan secara signifikan di tengah-tengah masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai