KAMUS BESAR:
begal/begal/ /bgal/ n penyamun;
membegal/membegal/ v merampas di jalan; menyamun;
pembegalan/pembegalan/ n proses, cara, perbuatan membegal; perampasan di jalan;
penyamunan: - sering terjadi sehingga penduduk di daerah itu tidak berani memakai
perhiasan kalau bepergian
AKARTA, KOMPAS Anak-anak di bawah umur direkrut untuk menjadi begal
dan pencuri motor. Harus ada upaya serius untuk memutus mata rantai yang
menjerumuskan anak-anak dan remaja ke dalam perilaku kriminal tersebut.
Kriminolog Universitas Indonesia, Erlangga Masdiana, mengatakan, memutus
mata rantai regenerasi penjahat ini tidak mudah. "Setiap organisasi kejahatan
pasti merekrut kelompok-kelompok muda. Kepolisian sulit memutus mata rantai
kalau tidak dibantu pemerintah. Mata rantai itu konteksnya terkait pendidikan,
kemudian pengetahuan yang terkait dengan kesadaran hukum, beretika,
berperilaku. Juga soal ekonomi, mereka melakukan itu biasanya itu karena
miskin," kata Erlangga, Minggu (26/4).
Perekrutan anak-anak sekolah dan remaja untuk menjadi begal terungkap saat
polisi membongkar kelompok begal SR (35). SR sendiri tewas tertembus peluru
polisi setelah terjadi baku tembak di kawasan Tamansari, Jakarta Barat, Jumat
(24/4).
Polisi turut menangkap lima anggota komplotan SR, termasuk dua rekrutan
terbaru, AN alias RAS (16) dan FR (17) yang masing-masing duduk di bangku
SMP dan SMA. Keduanya mendapatkan bagian Rp 500.000-Rp 700.000 untuk
setiap motor yang dicuri. SR yang berasal dari Lampung ini diduga lebih dari 150
kali melakukan pembegalan dan pencurian sepeda motor dan merekrut banyak
anggota baru.
Erlangga menjelaskan, di sejumlah daerah, internalisasi nilai kekerasan dan
kejahatan itu bahkan terjadi di masyarakat. "Untuk memutus hal itu, diperlukan
proses edukasi pada tingkat pendidikan formal, peningkatan perekonomian, serta
mendorong peran tokoh masyarakat dalam pembinaan. Ini penting karena di
sejumlah daerah pelaku kriminal itu bahkan dilindungi masyarakat," ujarnya.
Kerapuhan anak
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, penjahat
mengeksploitasi dengan memanfaatkan kerapuhan anak-anak. "Trio sindikat
narkoba, begal, dan penadah ini tahu persis kebutuhan anak-anak remaja
sekarang, seperti gadget dan iming-iming lainnya. Untuk mendapatkan itu,
mereka harus mengonsumsi narkoba. Ketika anak-anak tergantung narkoba,
mereka diorganisasi, disuruh membegal oleh penadah. Tidak untuk dijual, tapi
sebagai transaksi dan uangnya untuk narkoba," katanya.
Belakangan ini hampir setiap hari media massa dipenuhi berita mengenai begal motor. Sudah
tak terhitung jumlah korban yang mengalami pembegalan. Bukan sekedar kehilangan motor,
tapi mereka juga harus mengalami luka berat. Bahkan di Depok, Abdul Rahman meninggal
dunia dengan 3 luka tusukan di punggung dan di pinggang kanannya. Sementara motor milik
Abdul Rahman, Suzuki Satria berhasil digasak pelaku.
Sejauh ini belum ada tindakan yang memuaskan dari aparat selain himbauan agar berhati-hati
saat mengemudi kendaraan roda dua di malam hari.
Padahal tanpa dihimbau pun sebaiknya kita selalu berhati-hati. Bukan hanya pengendara roda
dua, tapi pejalan kaki, pengendara roda empat, atau sekedar penumpang bis pun harus tetap
berhati-hati. Cukupkah dengan berhati-hati? Rupanya menghadapi para begal ini, nyali kita
harus lebih besar dibanding nyali pelaku pembegalan.
Seperti yang dialami Sri, korban pembegalan di Pondok Aren. Nyalinya tidak serta merta ciut
menghadapi begal berpedang. Alih-alih berhasil merampas motor yang ditumpangi Sri, begal
di Pondok Aren malah ikut terjatuh dan jadi bulan-bulanan massa. hasilnya? Begal itu dibakar
hidup-hidup oleh massa.
Miris memang. Di tengah rasa tidak aman dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja
aparat, akhirnya masyarakat memilih melakukan tindakan main hakim sendiri. Dari beberapa
komentar yang ada, tidak sedikit yang setuju dengan aksi massa membakar begal tersebut.
Semoga jadi efek jera bagi pelaku begal lainnya, begitu kata mereka.
Seperti biasa, grup yang saya ikuti selalu membahas berita terkini, termasuk soal begal ini.
Seorang teman memberitahu kalau begal ini berkelompok, bahkan sejumlah 250 orang begal
diimpor langsung dari sebuah daerah di Sumatera.
Terlepas darimana begal ini berasal, orang yang berada dalam kondisi ekonomi lemah dan
terdesak kebutuhan hidup, ditambah kurangnya iman, cenderung berpikir pendek. Boleh
dibilang, akan menghalalkan segala cara agar kebutuhan hidupnya ini bisa terpenuhi,
termasuk dengan membegal.
Mayoritas pelaku begal merupakan anak-anak muda yang belum atau tidak memiliki
pekerjaan tetap. Lalu untuk apa mereka membegal? Sepertinya tuntutan pergaulan juga ambil
bagian di sini. Para remaja yang seharusnya sekolah atau masuk usia kerja malah kumpul
tidak jelas. Tak jarang diantara mereka banyak yang terjerumus perjudian/narkoba. Uangnya
dari mana? Orang tua jelas tidak akan memberi anak-anaknya uang untuk digunakan hal-hal
seperti itu. Lalu? Ya terpaksa membegal.
Dari hasil penelusuran media, ternyata para pelaku begal yang tertangkap (dan juga dianiaya
massa) memang tidak memiliki pekerjaan tetap. Di jaman seperti sekarang ini, mencari
sebuah pekerjaan memang tidak mudah. Begitu juga dengan menciptakan lapangan
pekerjaan. Dibutuhkan keberanian yang lebih besar untuk dapat menciptakan lapangan
pekerjaan.
Berdasarkan data dari BPS, sepanjang bulan Februari hingga Agustus 2014, jumlah
pengangguran di Indonesia bertambah 0,09 juta orang dari 7,15 juta orang meningkat 7,24
juta orang. Jumlah ini diperkirakan masih akan bertambah karena pertumbuhan ekonomi
yang melambat di 5,01%.
Coba saja tengok sekeliling kita, berapa banyak jumlah pengangguran yang ada di sekitar
kita?
Yang jelas, begal memang bukan hanya masalah kriminal. Tapi juga masalah sosial.
Penuntasan kasus begal ini bukan hanya tugas aparat dan pemerintah, tapi juga jadi tugas kita
sebagai makhluk sosial.
Sanggupkah kita mengatasinya?
JAKARTA - Wakapolri Komjen (Pol) Badrodin Haiti membeber strateginya dalam
memerangi perampas motor alias begal jika kelak calon Kapolri itu menjadi orang nomor 1 di
Korps Bhayangkara. Menurutnya, upaya memerangi begal adalah dengan pencegahan dan
penindakan.
Badrodin memaparkan strategi Polri dalam memerangi begal itu saat menjalani fit and proper
test calon Kapolri di Komisi III DPR, Kamis (16/4). Pada fit and proper test itu, anggota
Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Junimart Girsang menanyakan strategi Badrodin
memberantas begal karena persoalan itu bukan menyangkut keamanan tetapi juga sosial.
Badrodin menjelaskan, Polri telah melakukan pendataan dan analisis kasus-kasus begal yang
sudah terjadi. Analisis itu menyangkut waktu, tempat kejadian perkara, lokasi-lokasi yang
rawan, jumlah pelaku hingga modus operandi dan jenis motor yang digunakan para begal.
Dari situ kita bisa simpulkan jam-jam dan daerah yang rawan, katanya.
Karenanya, kata Badrodin, ada dua pendekatan untuk memberantas begal. Yakni dengan
pencegahan dan penindakan.
Untuk pencegahan, langkah pertama yang dilakukan Polri adalah memberikan penyuluhan ke
masyarakat agar tidak menjadi korban pembegalan. Kita beri tip-tip untuk menghindari
begal, katanya.
Cara kedua untuk mencegah begal adalah melakukan patroli. Patroli ini secara terbuka dan
tertutup, sebutnya.
Langkah ketiga, katanya, polisi juga melakukan pendataan terhadap mantan-mantan begal
yang sudah keluar dari penjara. Kita pantau, lakukan pembinaan dan monitor, tegasnya.
Sedangkan untuk upaya penindakan, katanya, POlri juga menggencarkan operasi, razia,
ataupun penyelidikan. Jadi biasanya (pelaku pembegalan, red) teridentifikasi dari jaringan
yang sudah tertangkap, tandasnya.
Mantan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri itu menegaskan,
sebenarnya untuk periode Januari hingga Maret 2015 ini terjadi penurunan angka kasus
perampasan motor dengan kekerasan dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Penurunannya 3,2 persen, katanya.
Di sisi lain, kata Badrodin, penyelesaian kasus begal secara hukum pada Januari-Maret 2015
justru meningkat dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, Meningkat 14 persen,
sebutnya.(fat/ara/jpnn)
Patroli bisa lebih diintensifkan di daerah yang rawan tindak kejahatan, minimal di
tempat yang biasa muncul aksi kejahatan itu. Ketiga, masyarakat harus
menghadirkan lingkungan yang mendukung terciptanya perdamaian.
Sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Pramono dari kepolisian bahwa lingkungan
keluarga yang buruk (broken home) dan lingkungan-lingkungan buruk lainnya di
masyarakat adalah faktor utama timbulnya kenakalan remaja dan kejahatan
lainnya. (*)