Adoc - Pub - Kultur Kalus Dan Suspensi Sel
Adoc - Pub - Kultur Kalus Dan Suspensi Sel
Pendahuluan
Inisiasi pembentukan kalus merupakan salah satu langkah penting yang
menentukan keberhasilan teknik kultur in vitro. Kalus merupakan massa sel yang
tidak terorganisir, pada mulanya sebagai respon terhadap pelukaan (wounding).
Pembelahan selnya menjadi tidak terkendali, sel-selnya mengalami proliferasi
yaitu membelah terus menerus dengan sangat cepat, hal ini dimungkinkan
karena sel-sel tumbuhan yang secara alamiahnya bersifat autotrof dikondisikan
menjadi heterotrof oleh adanya nutrisi yang cukup komplek dan zat pengatur
tumbuh didalam medium kultur. Selain dari luka bekas irisan, kalus juga dapat
berasal dari pembelahan sel-sel kambium yang terus membelah dan
berproliferasi. Proliferasi sel-sel akan terjadi lebih baik jika eksplan yang
digunakan berasal dari jaringan yang masih muda. Sel-sel kalus secara fisiologis
dan biokimia sangat berbeda dengan sel-sel eksplannya yang sudah
terdiferensiasi. Sel-sel pada kalus bersifat meristematik dan merupakan salah
satu wujud dari dediferensiasi. Dediferensiasi merupakan reversi dari sel-sel
hidup yang telah terdiferensiasi menjadi tidak terdiferensiasi, atau dengan kata
lain menjadi meristematik kembali. Dediferensiasi merupakan langkah awal bagi
perbanyakan vegetatip dengan teknik kultur in vitro karena merupakan dasar
terjadinya primordia tunas dan akar.
Kalus dapat diperbanyak secara tidak terbatas dengan cara
memindahkan sebagian kecil kalus kedalam medium baru (sub kultur). Kalus
dengan sel-selnya yang bersifat meristematik, dapat didispersikan didalam
medium cair sehingga dapat diperoleh kultur suspensi sel.
Pendahuluan
Teknik kultur jaringan dimulai dengan mengisolasi bagian-bagian
tanaman (sel, jaringan, organ) kemudian menumbuhkannya secara aseptis
diatas atau didalam suatu medium budidaya sehingga bagian-bagian tanaman
tersebut dapat memperbanyak diri, dalam 1 - 2 bulan, tergantung dari jenis
tumbuhannya, akan terbentuk kalus. Kalus biasanya terjadi pada eksplan
ditempat irisan, karena jaringan kalus ini merupakan jaringan yang bertujuan
menutup luka. Pembelahan sel-sel pada kalus dipacu oleh hormon endogen dan
eksogen auksin dan sitokinin yang ditambahkan pada medium kultur. Kalus juga
dapat timbul karena adanya infeksi dari mikroorganisme tertentu seperti
Agrobacterium tumefaciens, gigitan serangga dan nematoda. Kalus yang
diakibatkan oleh infeksi Agrobacterium disebut tumor (crown gall). Pembentukan
kalus tergantung dari jenis tumbuhan, asal eksplan, umur fisiologi dari tanaman
donor dan komposisi medium kultur. Pada kenyataannya sulit untuk memperoleh
kalus dari hasil kultur jaringan yang eksplannya diambil dari sembarang bagian
jaringan tumbuhan. Kultur kalus bertujuan untuk mendapatkan kalus dari eksplan
yang ditumbuhkan diatas medium kultur secara terus menerus.
Kalus dari eksplan yang berasal dari satu macam tipe sel akan
mengandung sel-sel yang seragam pula, misalnya sel-sel parenkim floem dari
wortel. Eksplan batang, akar dan daun sel-sel penyusunnya sangat heterogen,
kalus yang terbentuk dari eksplan tersebut sel-selnya juga sangat heterogen dan
terdiri dari bermacam-macam tipe sel misalnya sel-sel meristematik (ditengah),
sel-sel yang parenchymatous, sel-sel yang mengandung vacuola, sel-sel
raksasa, sel-sel seperti tracheid dsb, heterogenitas ini mencerminkan asal dari
eksplannya. Sel-selyang heterogen dari jaringan yang kompleks menunjukkan
pertumbuhan yang berbeda. Dengan mengubah komposisi media, terjadi seleksi
sel-sel yang mempunyai sifat khusus. Media seleksi dapat didasarkan pada
unsur-unsur hara atau zat pengatur tumbuh yang ditambahkan kedalam media.
Selain dari eksplannya, sel-sel yang heterogen pada kalus juga dapat
disebabkan karena masa kultur yang terlalu lama melalui serangkaian sub kultur
yang berulang-ulang. Masa kultur yang terlalu lama menyebabkan adanya
perubahan terhadap kebutuhan zat pengatur tumbuh eksogen, ketidak
tergantungan sel-sel untuk terus membelah tanpa adanya zat pengatur tumbuh
eksogen disebut habituasi. Sel-sel dapat mengalami habituasi terhadap auksin
maupun sitokinin. Masa kultur yang terlalu lama juga dapat menyebabkan
adanya heterogenitas karyologis, yang dicerminkan dengan adanya perubahan
dari siklus sel dan ketidak teraturan pembelahan mitosis selama masa kultur.
Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berupa:
(i) Poliploidi meningkat secara progresif sejalan dengan lamanya kultur
kalus, zat pengatur tumbuh 2,4-D dapat menigkatkan frekuensi poliploidi.
(ii) Aneuploidi yang kerapkali berkaitan dengan fragmentasi inti dan
abnormalitas dari mitotic spindle.
(iii) Perubahan structural pada kromosom, misalnya disentrik, fragmen
aksentrik, ring kromosom dsb.
(iv) Transposisi urutan DNA
(v) Amplifikasi gen, jumlah gen untuk sifat tertentu per genom haploid
bertambah
(vi) Delesi, hilangnya suatu gen
Cara kerja
1. Persiapan eksplan
Umbi akar wortel dicuci bersih dengan cara disikat permukaannya dengan
menggunakan sikat gigi dan detergent. Umbi kemudian dipotong
melintang pada bagian tengah setebal kira-kira 1 cm. Masukkan segera
5-8 potong umbi kedalam beker glass, kemudian segera dibawa kedalam
Laminar air flow.
2. Sterilisasi eksplan
a. Bersihkan permukaan meja kerja dengan menyemprotkan alkohol
70% dan melapnya dengan kertas tissue. Sterilisasi eksplan
dilakukan dengan Clorox 10%. Masukkan potongan-potongan
umbi kedalam beker glass steril, tuangkan 100 ml clorox kedalam
beker glass yang berisi potongan eksplan, biarkan kira-kira 10
menit, sesekali beker glass digoyang-goyang.
b. Dengan pipet steril, pindahkan potongan-potongan eksplan dari
larutan Clorox kedalam beker glass kosong yang steril. Bilaslah
eksplan dengan akuades steril dua kali masing-masing selama 10
menit.
3. Pemotongan eksplan
a. Pindahkan potongan umbi kedalam petridish yang berisi kertas
saring steril, dengan menggunakan skalpel yang tajam, potongan
umbi ditipiskan ukurannya menjadi setebal kira-kira 0,5 cm
b. Buatlah potongan umbi menjadi kubus dengan ukuran kira-kira 0,5
x 0,5 cm
Pengamatan:
1. Amati awal terbentuknya kalus, dari bagian mana kalus terbentuk
2. Lakukan subkultur pada minggu ke 3
3. Amati tekstur, struktur dan warna kalus
4. Ukurlah berat basah dan berat kering kalus
Gambar 5.2. Gambar skematis induksi kalus umbi akar wortel
Latihan soal-soal:
1. Apa yang disebut kalus, Jelaskan proses terbentuknya kalus!
2. Jelaskan bagaimana proses diferensiasi pada tanaman bersifat reversible
3. Jelaskan eksplan yang baik digunakan untuk induksi kalus!
4. Jelaskan apa yang terjadi pada kalus yang dipelihara untuk masa yang
panjang!
5. Jelaskan mengapa pada kultur kalus perlu dilakukan subkultur!
Pendahuluan
Kalus mengandung sel-sel yang lebih homogen dibandingkan dengan sel-
sel yang terdapat pada eksplan, namun demikian sel-sel pada kalus tidaklah
seragarn. Kalus mengandung sel-sel yang mempunyai tingkat perkembangan
yang berbeda-beda (asynchronous) hal ini disebabkan karena kalus dikulturkan
pada medium padat, sehingga hanya bagian dasar dari kalus saja yang kontak
dengan medium kultur, akses ternauap nutrient menjadi berbeda. Sinkronisasi
dapat dilakukan dengan mengkulturkan kalus yang friabel kedalam medium cair
yang diinkubasi dengan penggojokan, setelah dua atau tiga minggu akan
terbentuk suspensi sel yang tumbuh aktip.
Kultur suspensi sel merupakan suatu system yang ideal untuk
mempelajari metabolisme sel, pengaruh berbagai persenyawaan pada sel dan
mempelajari diferensiasi sel. Dari segi praktis kultur suspensi sel dapat
digunakan sebagai sumber protoplas untuk difusikan atau manipulasi genetik,
untuk membuat single cell clone, untuk produksi embryo somatik , sel-sel pada
kultur suspensi sel juga dapat diperlakukan sebagai pabrik untuk memproduksi
metabolit sekunder.
Pada saat inokulasi, sel-sel pada medium kultur berada dalam tahap
persiapan untuk membelah, sel-sel berada pada lag fase. Sel-sel kemudian
mengalami fase pertumbuhan eksponensial yang pendek, ditandai dengan laju
pembelahan yang maksimal. Kemudian diikuti dengan fase pertumbuhan linear,
pembelahan sel melambat tetapi laju ekspansi/pembentangan sel meningkat.
Pembelahan dan pembentangan sel menurun selama fase progressive
deceleration. Akhirnya sel-sel masuk ke fase stationary. Selama fase stationary
jumlah sel pada kultur kurang lebih konstan karena sel-sel tidak membelah lagi.
Siklus ini dapat diulang bilamana pada awal fase stationary sel-selnya disubkultur
pada medium segar.
Pada setiap metode pengukuran pertumbuhan, kultur suspensi sel
mempunyai kurve perumbuhan yang berbeda. Pada suatu kultur suspensi sel
mungkin saja didapatkan lag fase yang sangat pendek, setelah mencapai fase
stationary kemudian menurun sangat drastik, ini menunjukkan adanya sejumlah
sel yang mengalami lisis. Pada kultur yang lain setelah fase stationary kurva naik
lagi ini disebabkan karena sel-selnya membesar.
Metode sederhana untuk mengukur laju pertumbuhan pada kultur
suspensi sel dikembangkan oleh Dr. Christianson dari Michigan state Univ. Dasar
teknik ini adalah pengukuran volume sel yang terendapkan pada periode waktu
tertentu. Sebagai contoh: 50 ml suspensi sel dimasukan dalam gelas ukur atau
tabung sentrifugasi yang berskala, sel-sel dibiarkan mengendap sampai tidak
ada penambahan volume sel-sel yang mengendap. Waktu pengendapan sel
untuk setiap kali pengukuran harus sama, misalnya V30 artinya volume
pengendapan sel-sel selama 30 menit. Waktu yang diperlukan untuk
mengendapkan sel-sel ini berbeda-beda, tergantung dari tipe kultur suspensinya.
Metode ini sangat menguntungkan karena kecepatannya dan tidak ada sampel
yang terbuang.
Yang perlu diperhatikan pada proses pemeliharaan kultur suspensi sel
adalah menyeleksi tipe-tipe sel yang tumbuh dan membelah pada medium cair.
Laju pertumbuhan sel yang sangat cepat dapat diseleksi dengan sering
melakukan subkultur dengan hanya menggunakan sel-sel tunggal atau agregat-
agregat kecil sebagai inokulum. Untuk memisahkan sel-sel dari agregat-agregat
besar dan kecil dapat dilakukan dengan menyaring suspensi sel dengan
menggunakan nilon filter atau stainless stell filter sebelum disubkultur.
Penyaringan ini biasanya hanya dilakukan pada subkultur yang pertama,
subkultur yang kedua dan seterusnya tidak perlu dilakukan penyaringan, teknik
penyaringan ini merupakan salah satu usaha sinkroninasi pada kultur suspensi
sel.
Kultur sel yang sinkronous adalah jika sebagian terbesar dari populasi sel
melewati setiap fase dari siklus sel (Gi, S, 62 dan M) secara serentak. Untuk
mempelajari pembelahan sel dan metabolisme sel pada kultur suspensi sel,
sebaiknya digunakan kultur suspensi sel yang sinkronous, yang memperlihatkan
amplifikasi dari setiap kejadian dari siklus sel dibandingkan dengan kultur yang
tidak sinkronous. Pada umumnya kultur suspensi sel itu tidak sinkronous,
sehingga perlu dilakukan sinkronisasi. Ada dua metoda yang dapat digunakan
untuk sinkronisasi pada kultur suspensi sel:
1. Starvation, metode ini dikerjakan pertama, dengan menahan sel-sel
pada G1 atau G2 dari siklus sel dengan mengkulturkan sel-sel pada
medium starvasi hormon dan nutrien, proses pelaparan ini akan
mengakibatkan sel- sel berada pada fase pertumbuhan yang stasioner.
Setelah periode starvasi dilewati, sel-sel kemudian disubkultur dengan
medium yang mengandung nutrient penuh dan hormon, sel-sel yang
berada pada fase stationary akan membelah secara sinkronous. Kultur
suspensi sel Acer pseudoplatanus yang ditumbuhkan dengan medium
starvasi nitrogen berada pada fase stationary, dapat membelah secara
sinkronous setelah disubkultur pada medium segar yang diperkaya. Sel-
sel yang berada pada fase stationary tertahan pada fase G1 siklus sel,
yang kemungkinan disebabkan karena ketiadaan ion nitrat pada medium
starvasi. Pada kultur sel A. pseudoplatanus dengan skala besar, derajat
sinkronitas dapat dipertahankan lebih dari lima siklus sel, seperti yang
ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah sel pada setiap
tahapan sitokinesis yang berurutan. Hal serupa juga terjadi pada kultur
sel Vinca rosea yang dikulturkan pada medium starvasi phosphate
selama 4 hari kemudian ditransfer kedalam medium yang mengandung
phosphate.