Anda di halaman 1dari 9

Pengaruh Hindu dan Buddha di

Kehidupan Masa Kini


Anda, tahu nggak kalau berdasarkan arkeologi, terdapat beberapa pembabakan zaman di
Indonesia. Dimulai dari zaman prasejarah, zaman klasik atau dikenal juga dengan zaman
Hindu-Buddha, zaman Islam, dan zaman kolonial. Zaman Hindu-Buddha di Indonesia
disebut juga sebagai masa klasik karena pengaruh kehadirannya yang kuat di Indonesia.
Bahkan, jika ditelisik lebih jauh, pengaruh kehadiran Hindu-Buddha di Indonesia masih
dapat kita lihat dan rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Simak yuk pengaruh Hindu dan
Buddha di masa kini!

Pengaruh-pengaruh tersebut ada yang berupa pengaruh fisik dan nonfisik.  Pengaruh
fisik merupakan tinggalan dari zaman Hindu-Buddha yang dapat kita lihat secara
fisik pada benda-benda masa kini. Sedangkan pengaruh nonfisik merupakan tinggalan
yang memengaruhi adat, pola pikir, ataupun perilaku pada masyarakat masa kini.
Penasaran apa saja pengaruh Hindu-Buddha di masa kini?

1. FISIK

a. Wilayah Nusantara
Wilayah Indonesia saat ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh kehadiran kerajaan-
kerajaan Hindu-Buddha, yaitu Singasari, Sriwijaya, dan Majapahit. Pada
masa Sriwijaya, wilayah kekuasaannya meliputi daerah Malayu di sekitar Jambi, daerah
yang saat ini menjadi Pulau Bangka, daerah Lampung Selatan, serta usaha Sriwijaya untuk
menaklukan Pulau Jawa. Di masa Singasari, wilayah kekuasaannya meliputi wilayah
Pahang (saat ini Malaysia), Malayu (saat ini Sumatera Barat), Gurun (nama pulau di
Indonesia bagian timur), Bali, seluruh Pulau Jawa, Bakulapura dan Tanjungpura (saat ini
wilayah di barat daya Kalimantan).

Peradaban Majapahit yang lebih maju dalam perniagaan dan seni serta wilayah kekuasaan
yang luas, mengantarkannya menjadi salah satu kerajaan besar yang pernah ada di Asia
Tenggara. Kerajaan maritim Hindu-Buddha memiliki pengaruh yang luas karena tidak
terbatas hanya di daratan saja, sehingga dapat melakukan penjelajahan mengarungi lautan
untuk menyebarluaskan pengaruh di bidang politik, ekonomi, dan budaya.

Pada akhirnya, wilayah-wilayah kerajaan yang terbentuk pada masa itu membentuk
wawasan tentang wilayah Nusantara yang sebagian besar menjadi negara Indonesia.

-1-
Peta wilayah kekuasaan Majapahit. (Sumber: en.wikipedia.org)

b. Bidang Arsitektur

Salah satu pengaruh yang masih bertahan hingga saat ini adalah arsitektur pada
bangunan di masa lalu yang banyak digunakan oleh bangunan masa kini. Beberapa
bagian bangunan yang terpengaruh adalah pembagian bangunan dan halaman, atap
bangunan, dan gapura.

Pertama adalah bagian bangunan. Candi terdiri dari tiga bagian utama yaitu bhurloka
(dunia manusia), bhuvarloka (dunia orang-orang yang tersucikan), dan svarloka (dunia para
dewa). Konsep ini kemudian diadaptasi dan saat ini dapat kamu lihat pada rumah-rumah
tradisional Bali. Biasanya rumah tradisional Bali memiliki halaman yang luas dan dibagi ke
dalam tiga bagian tersebut. Bangunan rumahnya terdiri dari bagian utama (bagian atas
bangunan), madya (badan bangunan), dan nista (kaki bangunan).

Pembagian bagian-bagian bangunan pada rumah tradisional Bali.

-2-
Selain itu, pembagian tersebut juga dapat dilihat pada halaman rumah yang dibagi
menjadi tiga, yaitu jaba (halaman depan), jaba tengah (halaman tengah), dan jeroan
(halaman belakang/dalam).

Selain pada pembagian bagian bangunan, pengaruh arsitektur juga dapat dilihat
pada atap bangunan. Contohnya adalah Masjid Agung Demak yang menggunakan atap
tumpang seperti pada pura.

Atap tumpang pada Masjid Agung Demak. (Sumber: greatnesia.id)

 Selain dua hal di atas, bagian gapura juga dapat mengalami pengaruh dari Hindu-
Buddha.

Gapura Bajang Ratu dengan gaya arsitektur Paduraksa. (Sumber: id.wikipedia.org).

-3-
Misalnya, Masjid Kudus yang dibangun oleh Sunan Kudus tahun 1549 M. Masjid ini
memiliki arsitektur seperti bangunan pura pada bangunan. Selain itu, pada bagian
gerbangnya memiliki bentuk gapura jenis candi bentar.

Gapura (siluet) dan menara Masjid Agung Kudus. (Sumber: m.tribunnews.com)

2. NONFISIK

a. Teknologi Perkapalan
Teknologi perkapalan semakin maju sejak masa Hindu-Buddha khususnya Sriwijaya. Ciri
khasnya antara lain adalah badan (lambung) kapal berbentuk seperti huruf V.

Macam-macam bagian lambung kapal. Bentuk pertama (atas) adalah bentuk lambung kapal V. (Sumber:
maratimeworld.web.id).

-4-
Ciri khas lainnya adalah bentuk haluan dan buritan yang simetris, tidak ada sekat-sekat
kedap air di bagian lambungnya, tidak menggunakan paku besi dalam pembuatannya,
serta kemudi berganda di kiri dan kanan buritan. Biasanya, kapal-kapal ini dibuat dengan
teknik menyambung satu papan dengan papan lainnya, kemudian mengikatnya dengan
tali ijuk.

Kapal pada masa klasik, yang muncul pada relief di Candi Borobudur dan rekonstruksinya. (Sumber:
hurahura.wordpress.com)

b. Navigasi Pelayaran

Pelayaran bangsa Indonesia pada masa kuno bergantung pada sistem angin musim.
Pengetahuan tentang angin darat dan angin laut penting bagi pelaut. Untuk mengetahui
arah, pada siang hari para pelaut memanfaatkan matahari, lalu di malam hari mereka
menggunakan letak kelompok bintang tertentu di langit, seperti bintang mayang, bintang
biduk, dan sebagainya.

c. Sistem Pendidikan

Jika saat ini kamu banyak menemukan sekolah yang memiliki asrama, itu adalah salah satu
warisan masa klasik. Salah satu kerajaan yang terkenal dengan pendidikan agama Buddha-
nya dan memiliki asrama adalah Sriwijaya. Saat itu kerajaan memiliki asrama (mandala)
sebagai tempat untuk belajar ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu lainnya. Asrama biasanya
terletak di sekitar kompleks candi dan digunakan oleh para murid.

-5-
d. Bahasa dan Sistem Aksara

Pada masa awal Hindu-Buddha masuk ke Indonesia dari India, Bahasa Sanskerta hanya
digunakan oleh kaum pendeta. Bahasa lain yang digunakan oleh masyarakat pada masa itu
adalah Bahasa Pali. Pada akhirnya, Sanskerta-lah yang banyak memengaruhi Bahasa
Indonesia. Berikut beberapa kata yang telah diserap atau sering digunakan dalam Bahasa
Indonesia:

 durhaka dari kata drohaka.


 Bahagia dari kata bhagya.
 Manusia dari kata manusya.
 Tirta berarti air.
 Eka, dwi, tri berarti satu, dua, tiga.

 e. Upacara/Tradisi

Upacara/tradisi di masa Hindu dan Buddha banyak yang bertahan hingga saat ini.
Beberapa upacara atau tradisi yang bertahan hingga saat ini seperti upacara ngaben,
tradisi potong gigi, hari raya Waisak, ataupun wayang. Ngaben adalah upacara kematian
dengan membakar mayatnya dan abunya dibuang ke laut. Tujuannya adalah untuk
melepaskan Sang Atma (roh) dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah
bersatu dengan Tuhan (Mokshatam Atmanam).

Upacara Ngaben di Bali. (Sumber: brilio.net)

-6- 
Tradisi wayang juga masih bertahan hingga saat ini. Wayang mengalami percampuran
dengan kebudayaan India melalui cerita-cerita seperti cerita Ramayana dan Mahabarata.
Pagelaran wayang hingga sekarang masih sering diadakan di Indonesia mulai dari
pagelaran wayang kulit, wayang golek.

f. Sistem Kepercayaan.

Sejak zaman prasejarah bangsa Indonesia telah memiliki kepercayaan berupa pemujaan terhadap
roh nenek moyang dan juga kepercayaan terhadap benda-benda tertentu. Kepercayaan itu disebut
animism dan dinamisme. Dengan masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia, terjadilah
akulturasi. Sebagai contoh, dalam upacara keagamaan atau pemujaan terhadap para dewa di candi,
terlihat pula adanya unsur pemujaan terhadap roh nenek moyang. Dalam bangunan candi terdapat
pripih yang di dalamnya terdapat benda-benda lambang jasmaniah raja yang membangun candi.
Sehingga candi berfungsi sebagai makam. Di atas pripih terdapat arca dewa yang merupakan
perwujudan raja dan pada puncak candi terdapat lambang para dewa (biasanya berupa gambar
teratai pada batu persegi empat). Jadi, upacara keagamaan atau pemujaan terhadap dewa yang ada
pada candi tersebut pada hakekatnya juga merupakan pemujaan terhadap roh nenek moyang, dan di
situlah letak akulturasinya. Dengan nama yang lain tetapi esensinya adalah pemujaan terhadap roh
nenek moyang.

g. Filsafat (maknanya secara sederhana alam pikiran, berpikir secara mendalam).

Wujud akulturasi Indonesia dan Hindu—Budha di bidang filsafat dapat ditemukan dalam cerita
wayang. Isi cerita tersebut mengandung nilai filosofis, yaitu bahwa kebenaran dan kejujuran akan
berakhir dengan kebahagiaan dan kemenangan. Sebaliknya, keserakahan dan kecurangan akan
berakhir dengan kehancuran.

h. Pemerintahan.

Sebelum masuknya pengaruh budaya Hindu-Budha, pemerintahan di Indonesia berlangsung secara


demokratis, yaitu untuk menentukan seorang pemimpin (kepala suku) dilakukan melalui pemilihan.
Setelah masuknya budaya Hindu-Budha dikenal sistem pemerintahan kerajaan yang tidak lagi
dipilih secara demokratis, tetapi secara turun temurun. Namun, dalam perkembangannya sifat
pemerintahan demokratis tetap menampakkan kembali ciri khasnya. Pemerintah kerajaan tetap
menerapkan musyawarah dalam mengambil keputusan. Kekuasaan raja tidak bersifat mutlak seperti
di India. Dalam pergantian raja tidak selalu dilakukan secara turun-temurun. Unsur musyawarah
sangat menentukan, terutama bila raja tidak mempunyai putra mahkota.

i. Seni Rupa.

Masuknya kebudayan Hindu-Budha berpengaruh terhadap perkembangan seni rupa di Indonseia.


Contoh, seni hias yang berupa relief pada dinding candi di Indonesia menunjukkan adanya
akulturasi antara budaya Indonesia dan Hindu-Budha.

-7-

Hiasan relief pada candi biasanya merupakan suatu cerita yang berhubungan dengan agama.
Relief pada dinding Candi Borobudur seharusnya adalah cerita tentang riwayat Sang Budha
Gautama. Namun, yang digambarkan adalah suasana kehidupan masyarakat Indonesia karena
ditemukannya hiasan gambar perahu bercadik, rumah panggung, dan burung merpati. Pada Candi
Jago di Jawa Timur dijumpai tokoh Punakawan, yaitu orang yang menjadi pengawal seorang
ksatria. Cerita itu hanya ditemukan di Indonesia.

j. Seni Sastra.

Pengaruh seni sastra India juga turut memberi corak dalam seni sastra Indonesia. Bahasa Sansekerta
besar pengaruhnya terhadab sastra Indonesia. Prasasti di Indonesia, seperti Kutai, Tarumanegara,
dan prasasti di Jawa tengah pada umumnya ditulis dalam bahasa sansekerta dan huruf pallawa.
Dalam perkembangan bahasa Indonesia dewasa ini, pengaruh bahasa sansekerta cukup dominan,
terutama dalam istilah pemerintahan. Seperti kata-kata patih lebet (sebuah jabatan yang
mengkordinasi pemerintahan dalam istana). Pada masa Sultan Agung Titayasa di Banten, patih
lebet dijabat oleh Adipati Mandaraka.

Candrasangkala adalah angka huruf yang berupa susunan kalimat atau gambar. Setiap kata dalam
kalimat tersebut dapat diartikan dengan angka, kemudian dibaca dari belakang maka akan terbaca
tahun Saka. Beberapa gambar harus dapat diartikan ke dalam kalimat.

-8-

Anda mungkin juga menyukai