Anda di halaman 1dari 6

LEMBAR KERJA DISKUSI KELOMPOK

TEKNOLOGI EKSTRAKSI BAHAN ALAM


OPTIMASI EKSTRAKSI

Fokus diskusi kelompok : Pengaruh faktor tertentu pada ekstraksi terhadap kadar senyawa
aktif dalam ekstrak

Judul : Pengaruh Metode Ekstraksi Pada Rimpang Kunyit

Pendahuluan
Tanaman kunyit berasal dari Asia Tenggara, termasuk dalam family Zingiberaceae dan
merupakan salah satu jenis tanaman temu-temuan. Kunyit mempunyai khasiat sebagai jamu dan
obat tradisional untuk berbagai jenis penyakit. Senyawa utama yang terkandung dalam rimpang
kunyit adalah kurkuminoid dan minyak atsiri. Kandungan kurkuminoid berkisar antara 3-5% yang
terdiri dari kurkumin dan turunannya yaitu demetoksikurkumin dan bisdemetoksi kurkumin.
Senyawa yang terkandung dalam kunyit ini mempunyai peranan sebagai antioksidan, antikanker,
anti tumor, antimikroba, anti pikun, dan anti racun (Hartati, 2013).
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan
tumbuhan/hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Ekstrak adalah sediaan pekat yang
diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dengan menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian, hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI, 1995).
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan menggunakan
pelarut, yaitu yang dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material
lainnya. Secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar
yaitu :
1. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel, biasanya
melalui proses difusi.
2. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk fase ekstrak.
3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel
(Wilson, et al., 2000).
Ekstraksi dilakukan dengan pelarut yang didasarkan pada kelarutan komponen terhadap
komponen lain dalam campuran, Bahan yang akan diekstrak biasanya berupa bahan kering yang
telah dihancurkan, biasanya berbentuk bubuk atau simplisia (Sembiring, 2007). Tujuan ekstraksi
bahan alam (senyawa antimikroba dan antioksidan) adalah untuk menarik komponen kimia pada
bahan alam. Ekstraksi secara umum dapat digolongkan menjadi dua, yaitu ekstraksi padat-cair
yaitu metode pemisahan senyawa dari campuran yang berupa padatan ;dan ekstraksi cair-cair,
yaitu senyawa yang dipisahkan terdapat dalam campuran yang berupa cairan.
Melihat besarnya manfaat kurkumin dalam kesehatan, diperlukan peningkatan
penyediaan kadar kurkumin dalam jumlah yang tinggi dengan optimasi ekstraksi, yaitu melihat
dan membandingkan pengaruh masing-masing metode ekstraksi terhadap rimpang kunyit.
Parameter yang dapat dilihat, yaitu rendemen hasil, pengaruh jumlah material yang digunakan,
lamanya waktu proses ekstraksi, dan lain-lain dengan mempertimbangkan kelebihan dan
kekurangan masing-masing metode.

Metode Ekstraksi
A. Maserasi
Maserasi melibatkan perendaman bahan tanaman (kasar atau bubuk) dalam
wadah tertutup dengan pelarut dan dibiarkan pada suhu kamar selama minimal 3 hari
dengan pengadukan yang sering. Setelah 3 hari, campuran ditekan atau disaring dengan
penyaringan. Panas dipindahkan melalui konveksi dan konduksi. Pemilihan pelarut akan
menentukan jenis senyawa yang diekstraksi dari sampel (Azwanida, 2015).
Metode maserasi menggunakan suhu ruang, sehingga proses ekstraksi kurang
sempurna dan senyawa menjadi kurang terlarut, sehingga perlu diperhatikan suhu untuk
mengoptimalkan proses ekstraksi (Ningrum, 2017). Semakin tinggi suhu, kelarutan zat
aktif yang diekstrak akan bertambah, tetapi suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
kerusakan pada bahan yang sedang diproses (Margaretta et al., 2011). Faktor lain yang
perlu diperhatikan adalah waktu. Semakin lama kontak antara pelarut dengan bahan,
sehingga akan memperbanyak jumlah sel yang pecah dan bahan aktif yang terlarut
(Wahyuni dan Widjanarko, 2015). Kondisi ini akan terus berlanjut hingga tercapai kondisi
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam bahan dengan konsentrasi senyawa
pada pelarut.

B. Perkolasi
Perkolasi merupakan metode yang lebih efisien daripada maserasi karena
merupakan proses berkelanjutan dimana pelarut jenuh secara konstan digantikan oleh
pelarut baru. Hal ini disebabkan tidak terjadinya kesamaan gradien konsentrasi yang
menyebabkan perbedaan konsentrasi selalu ada sehingga yang dihasilkan lebih banyak
dibandingkan proses maserasi (Zhang, Lin, and Ye 2018).
Metode ini memerlukan jumlah pelarut yang banyak. Namun dapat diatasi dengan
melakukan penguapan cairan penyari untuk mengambil lagi pelarut yang telah digunakan
sehingga dapat digunakan kembali. Metode perkolasi memerlukan proses pembahasan
serbuk simplisia terlebih dahulu dan tidak bisa dilakukan secara langsung karena serbuk
rimpang kunyit merupakan suatu bahan yang mudah mengembang. Apabila langsung
diberikan larutan penyari maka cairan penyari tidak dapat menembus dan memisahkan
zat secara baik karena tidak seluruh sel mengembang. Salah satu permasalahan
penggunaan perkolasi adalah munculnya gelembung udara yang dapat mengganggu
penyarian. Namun dapat diatasi dengan menjaga simplisia tetap tergenangi penyari atau
dapat disogok secara langsung untuk menghilangkan gelembung yang muncul (kartika,
2002).

C. Infundasi
Infundasi merupakan metode ekstraksi dengan cara menyari simplisia dalam air
pada suhu 90°C selama 15 menit. Infundasi merupakan penyarian yang umum dilakukan
untuk menyari zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Ekstraksi dengan
metode ini menghasilkan sari/ekstrak yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman
dan kapang. Sehingga, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari
24 jam. Umumnya infus selalu dibuat dari simplisia yang memiliki jaringan lunak, yang
mengandung minyak atsiri, dan zat-zat yang tidak tahan pemanasan lama (Depkes
RI,1979).
Cara Kerja Infundasi yaitu, simplisia yang telah dihaluskan sesuai dengan derajat
kehalusan yang telah ditetapkan dengan campuran udara secukupnya dalam sebuah
panci. Dipasang dalam tangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu dalam panci
mencapai 90°C, sambil sekali-sekali diaduk. Infusa diserkai sewaktu masih panas melalui
kain flanel. Untuk mencukupi kekurangan udara, ditambahkan udara melalui ampasnya.
Infusa simplisia yang mengandung minyak atsiri harus diserkai setelah dingin.

D. Soxhletasi
Soxhletasi merupakan metode panas yang berlangsung secara kontinu yang
mana simplisia ditumbuk halus dan ditempatkan pada kantong berpori atau thimble yang
terbuat dari kertas saring atau selulosa yang kuat, yang ditempatkan dalam ruang di
dalam soxhlet. Pelarut ekstraksi dipanaskan dalam labu bawah, kemudian akan menguap
ke dalam bidal sampel, lalu mengembun di kondensor dan menetes kembali. Ketika
kandungan cairan mencapai siphon lengan, isi cairan dikosongkan ke dalam labu bawah
lagi dan proses dilakukan secara berulang-ulang.
Metode soxhletasi membutuhkan pelarut dengan jumlah lebih sedikit. Namun,
terdapat beberapa kerugian, yaitu pelarut yang digunakan biasanya mudah menguap
sehingga mudah terbakar. Pelarut yang digunakan dalam sistem ekstraksi harus memiliki
kemurnian tinggi yang mana memungkinkan senyawa tersebut memiliki toksisitas yang
tinggi. Prosedur ini dianggap tidak ramah lingkungan dan dapat berkontribusi pada
masalah polusi dibandingkan dengan metode ekstraksi lanjutan seperti cairan superkritis
ekstraksi (SFE). Sampel ideal untuk ekstraksi dengan metode ini juga terbatas pada
padatan kering dan terbagi halus. Selain itu, terdapat faktor lain, seperti suhu, rasio
pelarut-sampel dan kecepatan agitasi perlu dipertimbangkan untuk metode ini.

Metode Kelebihan Kekurangan

Perkolasi - Hasil rendemen akhir lebih - Cairan penyari terlalu banyak


tinggi dibandingkan maserasi - Resiko cemaran mikroba
- Cocok untuk senyawa yang untuk penyari air karena
tidak tahan terhadap panas dilakukan secara terbuka
- Efek gaya gravitasi dapat
mempercepat proses ekstraksi
yang terjadi (Sulaiman,2007).

Maserasi - Metode mudah, sederhana, dan - Memerlukan waktu yang lama


paling banyak digunakan. - Pelarut yang digunakan cukup
- Baik untuk skala kecil maupun banyak
skala industri. - Besar kemungkinan beberapa
- Menghindari rusaknya senyawa senyawa hilang
yang bersifat termolabil - Beberapa senyawa mungkin
(Mukhriani, 2014). sulit diekstraksi pada suhu
kamar (Mukhriani, 2014).

Infundasi - Unit alat yang dipakai sederhana - Zat-zat yang tertarik


- Biaya operasionalnya relatif kemungkinan sebagian akan
rendah mengendap kembali jika
- Mudah dan biasa dilakukan di kelarutannya sudah mendingin
masyarakat dalam sediaan (lewat jenuh)
rebusan - Hilangnya zat-zat atsiri
- Tidak cocok untuk senyawa
yang tidak tahan panas

Soxhletasi - Hasil jumlah rendemen lebih - Ditujukan untuk senyawa


baik dibandingkan metode yang mudah menguap
lainnya - Tidak cocok untuk senyawa
- Pelarut yang digunakan lebih yang tahan panas
sedikit sehingga lebih efisien - Tidak cocok untuk skala
- Waktu yang digunakan lebih industri terkait dengan alat
cepat - Tidak ada agitasi yang dapat
- Waktu pemanasan dapat dijaga mempercepat proses

Perbandingan Antara Metode


- Maserasi x Soxhletasi
Pada suatu penelitian, dikatakan soxhlet lebih unggul daripada maserasi dari segi
jumlah larut yang digunakan, yang dilihat dari penggunaan pelarut soxhlet 3 kali lebih
sedikit dibandingkan pada penggunaan maserasi. Hal ini tidak berarti komponen
kurkuminoid dapat terekstraksi dengan baik pada pelarut yang lebih tinggi (Voigt, 1971).

Metode Jumlah Jenis Jumlah Rata-rata Rata 2x Rata 2x


serbuk pelarut pelarut ekstrak Kadar MA kadar
simplisia (ml) kental (g) (v/b%) kurkumin
(g) (%)

Maserasi 100 Etanol 3000 14,7732 19,3105 46,2636


95%

Soxhletasi 100 Etanol 544,6 17,3418 17,221 54,162


95%
Uji statistik dengan Uji T bahwa kadar kurkuminoid antara metode ekstraksi
maserasi dan dengan alat soxhlet berbeda significant, maka adanya pengaruh metode
terhadap hasil kadar kurkuminoid dimana yang paling baik adalah alat soxhlet. Pada uji
kadar minyak atsiri dilakukan perhitungan statistik dengan Uji T menunjukkan bahwa
kadar minyak atsiri antara metode maserasi dan soxhlet tidak berbeda significant
sehingga kedua metode sama baiknya (Joice, 2010).

- Maserasi x Perkolasi
Pada penelitian, uji pada metode perkolasi memiliki hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan metode maserasi. Uji kadar dilakukan menggunakan KLT-
densitometri untuk mengetahui perbedaan kadar tersebut. Hasil yang didapatkan adalah
kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunyit yang dibuat secara perkolasi lebih tinggi,
karena pada perkolasi cairan penyari mampu bekerja lebih maksimal, yang ditunjukkan
dengan adanya aliran dari cairan penyari yang terus menerus mengalir dan terjadi
pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah
sehingga akan meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. Kemudian dilakukan uji
statistik menggunakan Uji T dan didapatkan bahwa ada perbedaan significant antara hasil
kadar menggunakan metode perkolasi dan maserasi (Kartika, 2002).

Kesimpulan
● Metode ekstraksi dengan soxhletasi merupakan metode ekstraksi terbaik untuk ekstraksi
rimpang kunyit.
● Ekstraksi dengan metode soxhletasi memiliki jumlah rendemen tertinggi dibandingkan
dengan metode lain.
● Kadar kurkuminoid paling baik adalah alat soxhlet dibandingkan dengan maserasi.
● Pada metode Soxhletasi, pelarut yang digunakan lebih sedikit sehingga lebih efisien,
waktu yang digunakan lebih cepat dan waktu pemanasan dapat dijaga.

Daftar Pustaka
Azwanida NN, 2015, A Review on the Extraction Methods Use in Medicinal Plants, Principle,
Strength and Limitation. Med Aromat Plants 4:196. doi:10.4172/2167-0412.1000196
Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Jakarta.
Endah, Kartika Noor (2002). Perbedaan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunyit
[Curcuma domestica Val.] yang dibuat secara maserasi dan perkolasi. Skripsi thesis,
Sanata Dharma University.
Hartati, S.Y., 2013, Khasiat Kunyit sebagai Obat Tradisional dan Manfaat Lainnya, Warta
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 19(2):5-9.
Joice, 2010. Pengaruh Variasi Metode Ekstraksi Secara Maserasi dan Dengan Alat Soxhlet
Terhadap Kandungan Kurkuminoid dan Minyak Atsiri Dalam Ekstrak Etanolik Kunyit.
Skripsi, Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta.
Margaretta, S., Handayani, N. Indraswati dan H. Hindraso. 2011. Estraksi senyawa phenolics
Pandanus amaryllifolius Roxb. sebagai antioksidan alami. Widya Teknik. 10(1):21-30
Mukhriani, 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif, Jurnal
Kesehatan, 7(2):361-367
Ningrum, M.P. 2017. Pengaruh Suhu dan Lama Waktu Maserasi terhadap Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Metanol Rumput Laut Merah (Euchema cottonii). Tesis. Tidak dipublikasikan.
Fakultas Teknologi Pertanian
Sembiring B. 2007. Teknologi Penyiapan Simplisia Terstandar Tanaman Obat. Warta
Puslitbangbun Vol 13 No 12 Agutus 2007. Balitro.litbang.depta.go.id
Sulaiman. Yogyakarta: Laboratorium Teknologi Farmasi UGM. Hal 102, 149-150, 2007. 88, 2007.
Teknologi Sediaan Farmasi. DW Kurniawan, TNS Sulaiman.
Wahyuni, D.T. dan S.B. Widjanarko. 2015. Pengaruh jenis pelarut dan lama ekstraksi terhadap
ekstrak karotenoid labu kuning dengan metode gelombang ultrasonik. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 3(2):390-401.
Wilson I. D, Michael C, Colin F P, Edward R A. 2000. “Encyclopedia of Separation Science”.
Academic Press. 118-119.
Voigt, 1971, Buku Pembelajaran Teknologi Farmasi, Edisi Pertama, diterjemahkan oleh
Soendani Noerono, 141-142, 163-164,172-178 Gajah Mada University Press,
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai