ASMA
DI RUANG ICU RSUD DR LOEKMONOHADI KUDUS
Disusun Oleh :
B. Etiologi
Diperkirakan penyebabnya adalah lebih besar faktor lingkungan daripada
genetik. Serangan pertama dapat timbul pada masa kanak-kanak sampai masa
setengah umur.
Berikut faktor-faktor yang umum sebagai etiologi asthma:
1. Faktor Predisposisi (Faktor Pendukung)
Predisposisi pada orang-orang tertentu untuk mendapatkan asthma
didasarkan atas adanya kecenderungan hiper-reaktivitas bronkus (HRB).
Mengingat bahwa HRB bisa dipicu oleh begitu banyak faktor,
diperkirakan bukan hanya satu gen saja yang dapat menimbulkannya.
Perlu juga diingat, bahwa walaupun seseorang mempunyai
predisposisi untuk asthma karena memang mempunyai keturunan keluarga
asthma, selama yang bersangkutan bebas dari semua faktor penyebab
maupun pencetus, orang tersebut tidak akan menderita Asthma.
2. Faktor Presipitasi (Faktor Pencetus)
a. Jalur Alergi
1) Alergen inhalan : Debu rumah tangga, Alergen kecoa, Spora
jamur, Alergen serpihan kulit / bulu-bulu halus hewan-hewan
peliharaan, Serbuk bunga /tepung sari (pollen).
2) Alergen inhalan lain : alergen berbagai makanan / minuman
tertentu misalnya makanan laut (seafood), kacang-kacangan, telor,
susu sapi, buah-buahan tertentu (strawberry, mangga, durian, dll).
b. Jalur Rangsangan Fisik dan Kimiawi (RFK) melalui udara pernafasan,
baik outdoor maupun indoor.
1) Seringkali RFK berasal dari cuaca dan udara disekitar kita yang
kita hirup sehari-hari (outdoor). RFK dapat berwujud rangsangan
fisik murni (misalnya pendinginan saluran pernapasan) maupun
polusi udara (partikel debu, asap, uap, dan gas).
2) Zat-zat kimia tertentu (termasuk didalamnya asap rokok dan
berbagai insektisida, detergen, solven, dsb) dapat juga secara
langsung merangsang ujung-ujung saraf saluran pernapasan yang
kemudian akan mengeluarkan neuropeptida dan selanjutnya
menimbulkan inflamasi neurogenik.
c. Jalur Rangsangan Jalur Infeksi Virus, Bakteri, Jamur, dll.
1) Berbagai virus yang menyerang TR (antara lain Rhinovirus yang
menjadi sebab pada >50% kasus infeksi virus pada paru, Corona
Virus, Influenza, Respiratory Syncitial Virus, dll)
2) Infeksi TR oleh bakteri atipik, seperti Mycoplasma pneumoniae
dan Chlamidophyla
3) Infeksi paru oleh jamur (antara lain Aspergillus)
d. Jalur Stress Psikis
e. Jalur Stress Fisik : melakukan aktivitas fisik berat
Penyakit asthma yang belum jelas jalur patogenesisnya:
1. Nocturnal Asthma (NA)
2. Asthma dan Penyakit Reflux Gastroesophageal (PRGE)
3. Asthma karena Kerja (Occupational Asthma)
(Danusantoso, 2013).
5. Takikardia
4. Retraksi interkostal 6. Dada terasa sesak
6. Kegelisahan hebat
5. Wheezing akibat kesulitan
Biasanya muncul tiba- bernapas
tiba
Umumnya episodik 7. Berkeringat
Dapat hilang dengan
sendirinya
Bisa bertambah berat
saat malam hari atau
dini hari
Bertambah berat jika
bernapas di udara dingin
Bertambah berat dengan
olahraga
Bertambah berat dengan
adanya heartburn
(refluks)
Perbaikan dengan
penggunaan obat yang
tepat
D. Patofisiologi
Patofisiologi asma meliputi limitasi aliran udara dan inflamasi saluran
napas. Etiologi pasti limitasi aliran udara pada asma masih belum diketahui,
meskipun terdapat beberapa faktor yang telah dikaitkan dengan hal ini.
Komponen yang paling sering menjadi penyebab adalah kontraksi otot polos
bronkus (bronkokontriksi), edema jalan napas, hipersekresi mukus dan
remodeling jalan napas (hipertrofi dan hiperplasia). Inflamasi saluran napas
muncul pada pasien asma meskipun gejalanya tidak muncul. Hal ini terjadi
pada semua tipe asma (alergik maupun nonalergik) (Clark, 2013).
Asma pada anak terjadi karena adanya penyempitan pada jalan napas dan
hiperaktif dengan respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain, dengan
adanya bahan iritasi atau allergen seperti adanya debu , asap rokok, bulu
binatang, hawa dingin terpapar dan ternyata sistem dalam tubuh tidak
mengenali sehingga dianggap sebagai benda asing (antigen), anggapan itu yang
memicu dikeluarkannya antibodi yang berperan sebagai respon reaksi
hepersensitif seperti neutrofil, basofil, dan immunoglobulin E, masuknya
antigen pada tubuh yang memicu reaksi antigen akan menimbulkan reaksi
antigen antibodi yang membentuk ikatan seperti key and lock (gembok dan
kunci). Ikatan antigen dan antibodi akan merangsang peningkatan pengeluaran
mediator kimiawi seperti histamine, neutrophil chematotic slow acting,
epineprin, neropineprin, dan prostaglandin (Sukarmin dan Riyadi, 2014).
Peningkatan mediator-mediator kimia tersebut akan merangsang
peningkatan permeabilitas kapiler, pembengkakan pada mukosa saluran
pernapasan (terutama bronkus). Pembengkakan yang hampir merata pada
semua bagian bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus
(bronkokontriksi) dan sesak napas. Penyempitan bronkus akan menurunkan
jumlah oksigen luar yang masuk saat inspirasi sehingga menurunkan oksigen
yang ada dalam darah. Kondisi akan berakibat pada penurunan oksigen
jaringan sehingga penderita terlihat pucat dan lemah. Pembengkakan mukosa
bronkus juga akan meningkatkan sekresi mukus dan meningkatkan pergerakan
silia pada mukosa penderita jadi sering batuk dengan produksi mukus yang
cukup banyak (Sukarmin dan Riyadi, 2014).
Respon asma terjadi dalam tiga tahap, pada tahap pertama yaitu tahap
immediate yang ditandai dengan bronkokontriksi (1-2 jam), kemudian tahap
delayed dimana bronkokontriksi dapat berulang dalam 4-6 jam dan terus
menerus 2-5 jam lebih lama, tahap yang terakhir adalah late yang ditandai
dengan peradangan dn hiperresponsif jalan napas beberapa minggu atau bulan
(Sukarmin dan Riyadi, 2014).
Asma juga terjadi karena faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan
atau udara dingin, karena selama serangan asmatik, bronkiolus menjadi
meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan
napas menjadi bengkak kemudian meningkatkan resistensi jala napasdan dapat
menimbulkan distress pernapasan. Anak yang mengalami asma mudah untuk
inhalasi dan sukar dalam ekhalasi karena edema pada jalan napas dan ini
menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran gas jalan
napas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi O2,
sehingga terjadi penurunan PO2 (hipoksia), selama serangan asmatikus CO2
bertahan dengan meningkatnya resistensi jalan napas selama ekspirasi dan
menyebabkan asidosis respiratori dan hipercapnea. Kemudian sistem
pernapasan akan mengadakan komopensasi dengan meningkatkan pernapasan
(tachipnea), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat
menurunkan kadar CO2 dalam darah (hipocapnea) (Sukarmin dan Riyadi,
2014).
E. Pathway
Allergen
Reaksi antigen
Napas cepat
Ketidakefektifan (hiperventilasi)
Bersihan Jalan
Memicu dikeluarkannya antibodi
Napas
Penyempitan bronkus
Batuk dg produksi mukus (Bronkokontriksi)
yang cukup banyak
Kelelahan
Intoleransi Aktivitas
G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol
manifestasi klinis dari penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan asma yang terkontrol (Putri, 2016).
Penanganan asma :
1. Agonis beta : untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan meningkatkan
gerakan sililaris. Contoh obat : epineftrin, albutenol, meta profenid, iso
proterenoliisoetharine, dan terbutalin. Obat-obat ini biasa digunakan secara
parenteral dan inhalasi.
2. Bronkodilator, merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan gerakan
mukus dalam jalan nafas. Contoh obat : aminophyllin, teophyllin,
diberikan secara IV dan oral.
3. Antikolinergik, contoh obat : atropin, efeknya : bronkodilator, diberikan
secara inhalasi.
4. Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor.
Contoh obat : hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat diberikan
secara IV dan oral.
5. Inhibitor sel mast, contoh obat : natrium kromalin , diberikan melalui
inhalasi untuk bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
6. Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2 pada tingkat 55
mmHg.
7. Fisioterapi dada, teknik pernafasan dilakukan untuk mengontrol dispnea
dan batuk efektif untuk meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi dan
postural drainage dilakukan hanya pada pasien dengan produksi sputum
yang banyak.
Pertolongan pertama pada penderita asma :
1. Jangan panik dan tenangkan diri anda dan penderita diri asma tersebut
sampai benar-benar rileks.
2. Bawa penderita ke tempat yang nyaman dengan udara yang bersih serta
sirkulasinya baik. Hindari penderita dari allergen yang mungkin memicu
asma.
3. Atur posisi duduk yang nyaman pada pasien.
4. Bantulah penderita untuk menghirup inhaler-nya.
5. Sarankan penderita untuk bernafas dalam dan perlahan.
6. Jika serangan asma berhenti dalam 5-10 menit, sarankan agar penderita
untuk menghirup kembali 1 dosis inhaler.
7. Hubungi dokter jika serangan asma tersebut adalah serangan yang pertama
kali dialami.
8. Jika inhaler tidak berfungsi dan serangan asma tidak berhenti dalam 5-
10 menit, segera bawa penderita ke rumah sakit terdekat secepatnya.
9. Jika penderita berhenti bernafas atau kehilangan kesadaran, periksa
pernafasan serta peredaran darahnya. Lalu lakukan resusitasi pada
penderita.
Penatalaksanaan medis :
1. Oksigen 4-6 liter / menit
2. Pemenuhan hidrasi via infus
3. Terbutalin 0,25 mg / 6 jam secara subkutan (SC)
4. Bronkodilator / antibronkospasme dengan cara :
a. Nebulizer (via inhalsi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg
(Bricasma), fenoterol HBr 0,1 % solution (berotec), orciprenaline sulfur
0,75 mg (Allupent).
b. Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminophillin)
bolus IV 5-6 mg/ kg BB
c. Peroral dengan aminofillin 3x150 mg tablet, agonis B2 (salbutamol 5
mg atau feneterol 2,5 mg atau terbutaline 10 mg)
d. Antiedema mukosa dan dinding bronkus dengan golongan
kortikosteroid, deksamethasone 4 mg IV setiap 8 jam
e. Mukolitik dan ekspektoran :
1) Bronhexime HCL 8 mg per oral 3x1
2) Nebulizer (via inhalsi) dengan golongan bronhexime HCL 8
mg dicampur dengan aquades steril
(Nugroho, 2016).
H. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata klien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, status perkawinan, alamat, tanggal masuk RS,
No.RM, diagnose medis) dan biodata penanggungjawab (nama, umur,
jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan
dengan pasien).
b. Riwayat Kesehatan:
1) Keluhan utama (keluhan yang paling dirasakan oleh pasien dan
membahayakan diri pasien)
2) Riwayat penyakit sekarang (mulai pasien merasakan sakit
dirumah sampai dibawa ke RS, kemudian di UGD dilakukan
tindakan apa dan terapi yang diberikan sampai pasien dipindah ke
bangsal)
3) Riwayat penyakit dahulu (apakah pasien mempunyai riwayat
penyakit yang sama, kalau punya sejak kapan penyakit itu
diderita)
4) Riwayat penyakit keluarga (apakah ada anggota keluarga yang
mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan pasien)
5) Riwayat alergi (apakah klien/pasien mempunyai riwayat alergi
obat : seperti antibiotic, dll, alergi makanan, udara/angin, dll)
6) Genogram (gambarkan silsilah keluarga dengan 3 generasi (jika
ada riwayat penyakit keturunan seperti: hipertensi, asma, dll)
c. Pola Pengkajian (Menurut Gordon)
Pengkajian yang dilakukan menggunkan 11 pola fungsional menurut
Gordon, yaitu :
1) Pola pemeriksaan kesehatan
Pola kasus asma hal yang sering dijumpai pada pola
pemeliharaan kesehatan adalah adanya riwayat keluarga yang
mempunyai penyakit asma, selain itu juga adanya kebiasaan
merokok dalam keluarga dan lingkungan sekitar yang kurang
sehat, dimana terdapat allergen yang dapat memicu serangan
asma.
2) Pola nutrisi metabolik
Pada kasus asma dapat muncul mual dan anoreksia sebagai
dampak penurunan oksigen jaringan gastrointestinal. Anak
biasanya mengeluh badannya lemah karena penurunan asupan
nutrisi, terjadi penurunan berat badan.
3) Pola tidur-istirahat
Data yang dapat muncul pada penyakit asma adalah anak
mengalami kesulitan tidur karena sesak napas. Penampilan anak
terlihat lemah, sering menguap, mata merah, anak juga sering
menangis pada malam hari karena ketidaknyamanan tersebut.
4) Pola eliminasi
Pada kasus asma yang terjadi pada pola eliminasi adalah
penderita pada anak-anak jarang mengalami gangguan buang air
besar maupun buang air kecil.
5) Pola aktivitas dan latihan
Pada pola aktivitas dan latihan biasanya ditemukan
terjadinya kelemahan fisik, anak tampak lebih banyak minta
digendong orangtuanya atau bedrest.
6) Pola persepsi kognitif
Pada pasien asma terjadi penurunan kognitif untuk
mengingat apa yang pernah disampaikan biasanya sesaat akibat
penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak. Pada saat
dirawat anak tampak bingung kalau ditanya tentang hal-hal yang
baru disampaikan.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan asma akan tampak gambaran orangtua
terhadap anak diam, kurang bersahabat, tidak suka bermain,
ketakutan terhadap orang lain meningkat.
8) Pola peran hubungan dengan sesama
Pada pasien asma anak tampak malas kalau diajak bicara
baik dengan teman sebaya maupun yang lebih besar, anak lebih
banyak diam, dan selalu bersama dengan orang terdekat pasien.
9) Pola reproduksi seksualitas
Pada kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji. Pada
anak yang sudah mengalami pubertas mungkin terjadi gangguan
menstruasi pada wanita tetapi bersifat sementara dan biasanya
penundaan.
10) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Pada kasus asma mekanisme koping dan toleransi terhadap
stress adalah biasanya anak menangis dan ansietas serta perasaan
menjadi takut kepada orang lain.
11) Pola sistem-nilai keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan
kebutuhan untuk mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT.
(Sukarmin dan Riyadi, 2014)
d. Pemeriksaan fisik
Menurut Wijaya dan Putri (2014) pengkajian yang digunakan
pada pasien dengan asma yaitu :
1) Identitas klien : Meliputi nama, Usia, Jenis Kelamin, ras, dll
2) Informasi dan diagnosa medik penting
3) Data riwayat kesehatan
Pernah menderita penyakit asma sebelumnya, menderita
kelelahan yang amat sangat dengan sianosis pada ujung jari.
4) Riwayat kesehatan sekarang
a) Biasanya klien sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah,
pucat tidak ada nafsu makan, sakit pada dada dan pada jalan
nafas.
b) Sesak setelah melakukan aktivitas
c) Sesak nafas karena perubahan udara dan debu
d) Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.
5) Riwayat kesehatan keluarga
a) Riwayat keluarga yang memiliki asma
b) Riwayat keluarga yang menderita penyakit alergi seperti
rinitis alergi, sinustis, dermatitis, dan lain-lain.
6) Ativitas / istirahat
a) Keletihan, kelelahan, malaise
b) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
c) Ketidakmampuan untuk tidur perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi.
d) Dispnea pada saat istirahat, aktivitas dan hiburan.
7) Sirkulasi : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
8) Integritas ego terdiri dari peningkatan faktor resiko dan perubahan
pola hidup
9) Makanan dan cairan : mual/muntah, nafsu makan menurun,
ketidakmampuan untuk makan
10) Pernafasan
a) Nafas pendek, dada rasa tertekan dan ketidakmampuan untuk
bernafas
b) Batuk dengan produksi sputum berwarna keputihan
c) Pernafasan biasanya cepat, fase ekspirasi biasanya
memanjang
d) Penggunaan otot bantu pernafasan
e) Bunyi nafas mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinanselama inspirasi berlanjut sampai penurunan/
tidak adanya bunyi nafas.
11) Keamanan : riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat
e. Harapan keluarga
Perlu dikaji harapan keluarga terhadap perawat (petugas
kesehatan) untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang
terjadi.
2. Diagnosa Keperawatan
(Nanda, 2015)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan secret pada jalan nafas.
Domain 11 : Keamanan / perlindungan
Kelas 2. Cedera fisik
Kode 00031
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Domain 4 : Aktivitas / Istirahat
Kelas 4. Respons kardiovaskular / Pulmonal
Kode 00032
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakefektifan
ventilasi-perfusi
Domain 3 : Eliminasi dan pertukaran
Kelas 4. Fungsi respirasi
Kode 00030
d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
Domain 4 : Aktivitas / Istirahat
Kelas 4. Respons kardiovaskular / Pulmonal
Kode 00092
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk
Domain 4 : Aktivitas / Istirahat
Kelas 1. Tidur dan istirahat
Kode 000198
3. Intervensi Keperawatan
(Nanda, 2015)
Tujuan dan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
Kriteria Hasil
1 Bersihan Jalan Nafas NOC : NIC :
tidak Efektif Respiratory Airway suction
Definisi : status : Pastikan kebutuhan oral /
Ketidakmampuan untuk Ventilation tracheal suctioning
membersihkan sekresi Respiratory Auskultasi suara nafas
atau obstruksi dari saluran status : sebelum dan sesudah
pernafasan untuk Airway suctioning.
mempertahankan patency Informasikan pada klien dan
kebersihan jalan nafas. Aspiration keluarga tentang suctioning
Control Minta klien nafas dalam
Batasan Karakteristik : sebelum suction dilakukan.
Dispneu, Penurunan Kriteria Berikan O2 dengan
suara nafas Hasil : menggunakan nasal untuk
Orthopneu Mendemons memfasilitasi suksion
Cyanosis trasikan nasotrakeal
Kelainan suara nafas batuk Gunakan alat yang steril
(rales, wheezing) efektif dan sitiap melakukan tindakan
Kesulitan berbicara suara nafas Anjurkan pasien untuk
Batuk, tidak efekotif yang bersih, istirahat dan napas dalam
atau tidak ada tidak ada setelah kateter dikeluarkan
Mata melebar sianosis dan dari nasotrakeal
Produksi sputum dyspneu Monitor status oksigen
Gelisah (mampu pasien
Perubahan frekuensi mengeluark Ajarkan keluarga bagaimana
dan irama nafas an sputum, cara melakukan suksion
mampu Hentikan suksion dan
Faktor-faktor yang bernafas berikan oksigen apabila
berhubungan: dengan pasien menunjukkan
Lingkungan : mudah, bradikardi, peningkatan
merokok, tidak ada saturasi O2, dll.
menghirup asap pursed lips)
rokok, perokok Menunjukka Airway Management
pasif-POK, n jalan nafas Buka jalan nafas, guanakan
infeksi yang teknik chin lift atau jaw
Fisiologis : paten(klien thrust bila perlu
disfungsi tidak Posisikan pasien untuk
neuromuskular, merasa memaksimalkan ventilasi
hiperplasia tercekik, Identifikasipasienperlunyape
dinding bronkus, irama nafas, masanganalatjalannafasbuat
alergi jalan nafas, frekuensi an
asma. pernafasan Pasang mayo bila perlu
Obstruksi jalan dalam Lakukanfisioterapi dada
nafas : spasme rentang jikaperlu
jalan nafas, normal, Keluarkansekretdenganbatu
sekresi tertahan, tidak ada katausuction
banyaknya suara nafas Auskultasisuaranafas,
mukus, adanya abnormal) catatadanyasuaratambahan
jalan nafas Mampu Lakukansuctionpada mayo
buatan, sekresi mengidentif Berikanbronkodilator bila
bronkus, adanya ikasikan dan perlu
eksudat di mencegah BerikanpelembabudaraKass
alveolus, adanya factor yang abasahNaClLembab
benda asing di dapat Aturintakeuntukcairanmeng
jalan nafas. menghamba optimalkankeseimbangan.
t jalan nafas Monitor respirasi dan status
O2
2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
Definisi : Pertukaran Respiratory Airway Management
udara inspirasi dan/atau status : Buka jalan nafas, guanakan
ekspirasi tidak adekuat Ventilation teknik chin lift atau jaw
Respiratory thrust bila perlu
Batasan karakteristik : status : Posisikan pasien untuk
Penurunan tekanan Airway memaksimalkan ventilasi
inspirasi/ekspirasi patency Identifikasipasienperlunyape
Penurunan pertukaran Vital sign masanganalatjalannafasbuat
udara per menit Status an
Menggunakan otot Pasang mayo bila perlu
pernafasan Kriteria Lakukanfisioterapi dada
tambahan Hasil : jikaperlu
Nasal flaring Mendemons Keluarkansekretdenganbatu
Dyspnea trasikan katausuction
Orthopnea batuk Auskultasisuaranafas,
Perubahan efektif dan catatadanyasuaratambahan
penyimpangan suara nafas Lakukansuctionpada mayo
dada yang bersih, Berikanbronkodilator bila
Nafas pendek tidak ada perlu
Assumption of 3-point sianosis dan BerikanpelembabudaraKass
position dyspneu abasahNaClLembab
Pernafasan pursed-lip (mampu Aturintakeuntukcairanmeng
Tahap ekspirasi mengeluark optimalkankeseimbangan.
berlangsung an sputum, Monitor respirasi dan status
sangat lama mampu O2
Peningkatan diameter bernafas
anterior-posterior dengan Terapi Oksigen
Pernafasan rata- mudah, Bersihkan mulut, hidung dan
rata/minimal tidak ada secret trakea
- Bayi : < 25 atau pursed lips) Pertahankan jalan nafas
> 60 Menunjukka yang paten
- Usia 1-4 : < 20 n jalan nafas Atur peralatan oksigenasi
atau > 30 yang Monitor aliran oksigen
- Usia 5-14 : < paten(klien Pertahankan posisi pasien
14 atau > 25 tidak Onservasi adanya tanda
- Usia > 14 : < merasa tanda hipoventilasi
11 atau > 24 tercekik, Monitor adanya kecemasan
Kedalaman pernafasan irama nafas, pasien terhadap oksigenasi
- Dewasa volume frekuensi
tidalnya 500 ml pernafasan Vital sign Monitoring
saat istirahat dalam Monitor TD, nadi, suhu,
- Bayi volume rentang dan RR
tidalnya 6-8 normal, Catat adanya fluktuasi
ml/Kg tidak ada tekanan darah
Timing rasio suara nafas Monitor VS saat pasien
Penurunan kapasitas abnormal) berbaring, duduk, atau
vital Tanda berdiri
Tanda vital Auskultasi TD pada
Faktor yang dalam kedua lengan dan
berhubungan : rentang bandingkan
Hiperventilasi normal Monitor TD, nadi, RR,
Deformitas (tekanan sebelum, selama, dan setelah
tulang darah, nadi, aktivitas
Kelainan pernafasan) Monitor kualitas dari
bentuk dinding nadi
n Monitor pola
Aini, Fitri., Yesi Hasneli dan Yulia Irvani Dewi (2015). Faktor-Faktor Risiko
Yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Kekambuhan Pasien Asma. E-jurnal
Arsip RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Carpenito, Lynda Juall. (2011). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Praktek Klinis,
Edisi 6. EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. (2014). Patofisiologi : Buku Saku, Edisi 3. EGC. Jakarta
Clark, Margaret Vernell. (2013). ASMA : Panduan Penatalaksanaan Klinis. EGC.
Jakarta.
Danusantoso, Halim. (2013). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Edisi 2. EGC.
Jakarta.
Kemenkes, RI. (2013). Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta.
DiGiulio, Mary. (2014). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi I. Rapha Publishing.
Yogyakarta.
Husada, K,. (2013). Hubungan Polusi Udara Dan Perubahan Cuaca Dengan
Kejadian Serangan Asma. FKUI. Jakarta.
NANDA. (2015). NANDA International Inc. Nursing Diagnosis Keperawatan :
Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. EGC. Jakarta
Ringel, Edward. (2012). Buku Saku Hitam Kedokteran Paru. Indeks. Jakarta
Riyadi, Sujono, Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Graha Ilmu.
Yogyakarta
Somantri, Irman. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Sistem
Pernapasan, Edisi 2. Salemba medika. Jakarta.
Syaifuddin, Haji. (2013). Anatomi fisiologi : kurikulum berbasis kompetensi untuk
keperawatan dan kebidanan, edisi 4. EGC. Jakarta