Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA
DI RUANG ICU RSUD DR LOEKMONOHADI KUDUS

Disusun Oleh :

Nama : Diska Puspita

Prodi : Profesi Ners

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


Jl. GANESHA 01 PURWOSARI KUDUS
TAHUN AJARAN 2021 / 2022
A. Pengertian
Asma merupakan suatu penyakit paru yang terjadi akibat radang dan
penyempitan saluran nafas, dengan gejala nafas yang berbunyi apabila pasien
menghembuskan nafasnya, tetapi ada juga pasien yang tidak mengalami nafas
bunyi namun hanya mengalami batuk terutama pada saat malam hari atau
setelah melakukan aktivitas (Somantri, 2014).
Asma biasanya dikenal sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya wheezing (mengi) intermitten yang timbul sebagai respon akibat
paparan terhadap suatu zat iritan atau allergen. Secara fisiologis asma
merupakan kaskade kompleks kondisi dan interaksi yang dapat mengakibatkan
obstruksi aliran udara akut, meningkatkan produksi mucus, hiperreaktivitas
bronkus dan inflamasi jalan napas (Clark, 2013).
Pedoman terapi The Global Initiative for Asthma (GINA) 2014
mengklasifikasikan asma menjadi:
1. Asma Terkontrol
a. Gejala siang hari: dua kali atau kurang per minggu
b. Keterbatasan aktivitas: tidak ditemukan
c. Gejala nokturnal/terbangun malam hari: tidak ditemukan
d. Penggunaan obat pelega jalan napas/penyelamat jiwa: dua kali atau
kurang per minggu
e. Fungsi paru (PEF atau VEP1): normal
2. Asma Terkontrol Parsial
a. Gejala siang hari: lebih dari dua kali per minggu
b. Keterbatasan aktivitas: apapun
c. Gejala nokturnal/terbangun malam hari: apapun
d. Penggunaan obat pelega jalan napas/penyelamat jiwa: lebih dari dua
kali per minggu
e. Fungsi paru (PEF atau VEP1): <80% dari perkiraan atau yang terbaik
(fungsi paru bukan merupakan pemeriksaan penunjang yang bisa
diandalkan untuk anak usia <5 tahun)
3. Asma Tidak Terkontrol
a. Terdapat >3 gejala asma terkontrol parsial yang muncul setiap
minggunya
b. Setiap serangan asma yang muncul harus dianggap sebagai asma yang
tidak terkontrol dan memerlukan evaluasi lebih lanjut tentang
penilaian status asma (Clark, 2013).

B. Etiologi
Diperkirakan penyebabnya adalah lebih besar faktor lingkungan daripada
genetik. Serangan pertama dapat timbul pada masa kanak-kanak sampai masa
setengah umur.
Berikut faktor-faktor yang umum sebagai etiologi asthma:
1. Faktor Predisposisi (Faktor Pendukung)
Predisposisi pada orang-orang tertentu untuk mendapatkan asthma
didasarkan atas adanya kecenderungan hiper-reaktivitas bronkus (HRB).
Mengingat bahwa HRB bisa dipicu oleh begitu banyak faktor,
diperkirakan bukan hanya satu gen saja yang dapat menimbulkannya.
Perlu juga diingat, bahwa walaupun seseorang mempunyai
predisposisi untuk asthma karena memang mempunyai keturunan keluarga
asthma, selama yang bersangkutan bebas dari semua faktor penyebab
maupun pencetus, orang tersebut tidak akan menderita Asthma.
2. Faktor Presipitasi (Faktor Pencetus)
a. Jalur Alergi
1) Alergen inhalan : Debu rumah tangga, Alergen kecoa, Spora
jamur, Alergen serpihan kulit / bulu-bulu halus hewan-hewan
peliharaan, Serbuk bunga /tepung sari (pollen).
2) Alergen inhalan lain : alergen berbagai makanan / minuman
tertentu misalnya makanan laut (seafood), kacang-kacangan, telor,
susu sapi, buah-buahan tertentu (strawberry, mangga, durian, dll).
b. Jalur Rangsangan Fisik dan Kimiawi (RFK) melalui udara pernafasan,
baik outdoor maupun indoor.
1) Seringkali RFK berasal dari cuaca dan udara disekitar kita yang
kita hirup sehari-hari (outdoor). RFK dapat berwujud rangsangan
fisik murni (misalnya pendinginan saluran pernapasan) maupun
polusi udara (partikel debu, asap, uap, dan gas).
2) Zat-zat kimia tertentu (termasuk didalamnya asap rokok dan
berbagai insektisida, detergen, solven, dsb) dapat juga secara
langsung merangsang ujung-ujung saraf saluran pernapasan yang
kemudian akan mengeluarkan neuropeptida dan selanjutnya
menimbulkan inflamasi neurogenik.
c. Jalur Rangsangan Jalur Infeksi Virus, Bakteri, Jamur, dll.
1) Berbagai virus yang menyerang TR (antara lain Rhinovirus yang
menjadi sebab pada >50% kasus infeksi virus pada paru, Corona
Virus, Influenza, Respiratory Syncitial Virus, dll)
2) Infeksi TR oleh bakteri atipik, seperti Mycoplasma pneumoniae
dan Chlamidophyla
3) Infeksi paru oleh jamur (antara lain Aspergillus)
d. Jalur Stress Psikis
e. Jalur Stress Fisik : melakukan aktivitas fisik berat
Penyakit asthma yang belum jelas jalur patogenesisnya:
1. Nocturnal Asthma (NA)
2. Asthma dan Penyakit Reflux Gastroesophageal (PRGE)
3. Asthma karena Kerja (Occupational Asthma)
(Danusantoso, 2013).

C. Tanda dan Gejala


Mendefinisikan tanda dan gejala asma sering tidak mudah. Hal ini
disebabkan oleh manifestasi klinis yang bervariasi antara satu individu dengan
individu lainnya. Sebagian besar penderita asma menunjukkan gejala
wheezing. Meskipun demikian, beberapa tidak menunjukkan gejala tersebut.
Berikut tabelyang diadaptasi dari National Library of Medicine dan National
Jewish Health :

Gejala asma yang sering Gejala yang mungkin


Gejala asma berat
dijumpai terkait asma
1. Angka aliran puncak berada 1. Pola pernapasan 1. Angka aliran puncak
pada zona kuning/waspada abnormal yang ditandai berada pada zona
(biasanya 50-80% dari dengan ekspirasi yang bahaya/merah
normal) memanjang (biasanya <50% dari
normal
2. Batuk dengan atau tanpa 2. Napas terhenti 2. Sianosis
produksi mukus, sering sementara
bertambah berat saat malam 3. Perubahan kesadaran
hari atau dini hari sehingga (seperti mengantuk,
3. Postur tubuh
membuat anak sulit tidur bingung) saat
membungkuk
serangan asma

3. Kesulitan bernapas yang 4. Nyeri dada 4. Kesulitan bernapas


bertambah berat dengan yang hebat
olahraga atau aktivitas 5. Napas cuping hidung

5. Takikardia
4. Retraksi interkostal 6. Dada terasa sesak

6. Kegelisahan hebat
5. Wheezing akibat kesulitan
 Biasanya muncul tiba- bernapas
tiba
 Umumnya episodik 7. Berkeringat
 Dapat hilang dengan
sendirinya
 Bisa bertambah berat
saat malam hari atau
dini hari
 Bertambah berat jika
bernapas di udara dingin
 Bertambah berat dengan
olahraga
 Bertambah berat dengan
adanya heartburn
(refluks)
 Perbaikan dengan
penggunaan obat yang
tepat

D. Patofisiologi
Patofisiologi asma meliputi limitasi aliran udara dan inflamasi saluran
napas. Etiologi pasti limitasi aliran udara pada asma masih belum diketahui,
meskipun terdapat beberapa faktor yang telah dikaitkan dengan hal ini.
Komponen yang paling sering menjadi penyebab adalah kontraksi otot polos
bronkus (bronkokontriksi), edema jalan napas, hipersekresi mukus dan
remodeling jalan napas (hipertrofi dan hiperplasia). Inflamasi saluran napas
muncul pada pasien asma meskipun gejalanya tidak muncul. Hal ini terjadi
pada semua tipe asma (alergik maupun nonalergik) (Clark, 2013).
Asma pada anak terjadi karena adanya penyempitan pada jalan napas dan
hiperaktif dengan respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain, dengan
adanya bahan iritasi atau allergen seperti adanya debu , asap rokok, bulu
binatang, hawa dingin terpapar dan ternyata sistem dalam tubuh tidak
mengenali sehingga dianggap sebagai benda asing (antigen), anggapan itu yang
memicu dikeluarkannya antibodi yang berperan sebagai respon reaksi
hepersensitif seperti neutrofil, basofil, dan immunoglobulin E, masuknya
antigen pada tubuh yang memicu reaksi antigen akan menimbulkan reaksi
antigen antibodi yang membentuk ikatan seperti key and lock (gembok dan
kunci). Ikatan antigen dan antibodi akan merangsang peningkatan pengeluaran
mediator kimiawi seperti histamine, neutrophil chematotic slow acting,
epineprin, neropineprin, dan prostaglandin (Sukarmin dan Riyadi, 2014).
Peningkatan mediator-mediator kimia tersebut akan merangsang
peningkatan permeabilitas kapiler, pembengkakan pada mukosa saluran
pernapasan (terutama bronkus). Pembengkakan yang hampir merata pada
semua bagian bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus
(bronkokontriksi) dan sesak napas. Penyempitan bronkus akan menurunkan
jumlah oksigen luar yang masuk saat inspirasi sehingga menurunkan oksigen
yang ada dalam darah. Kondisi akan berakibat pada penurunan oksigen
jaringan sehingga penderita terlihat pucat dan lemah. Pembengkakan mukosa
bronkus juga akan meningkatkan sekresi mukus dan meningkatkan pergerakan
silia pada mukosa penderita jadi sering batuk dengan produksi mukus yang
cukup banyak (Sukarmin dan Riyadi, 2014).
Respon asma terjadi dalam tiga tahap, pada tahap pertama yaitu tahap
immediate yang ditandai dengan bronkokontriksi (1-2 jam), kemudian tahap
delayed dimana bronkokontriksi dapat berulang dalam 4-6 jam dan terus
menerus 2-5 jam lebih lama, tahap yang terakhir adalah late yang ditandai
dengan peradangan dn hiperresponsif jalan napas beberapa minggu atau bulan
(Sukarmin dan Riyadi, 2014).
Asma juga terjadi karena faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan
atau udara dingin, karena selama serangan asmatik, bronkiolus menjadi
meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan
napas menjadi bengkak kemudian meningkatkan resistensi jala napasdan dapat
menimbulkan distress pernapasan. Anak yang mengalami asma mudah untuk
inhalasi dan sukar dalam ekhalasi karena edema pada jalan napas dan ini
menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran gas jalan
napas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi O2,
sehingga terjadi penurunan PO2 (hipoksia), selama serangan asmatikus CO2
bertahan dengan meningkatnya resistensi jalan napas selama ekspirasi dan
menyebabkan asidosis respiratori dan hipercapnea. Kemudian sistem
pernapasan akan mengadakan komopensasi dengan meningkatkan pernapasan
(tachipnea), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat
menurunkan kadar CO2 dalam darah (hipocapnea) (Sukarmin dan Riyadi,
2014).
E. Pathway
Allergen

Peningkatan Sesak Masuk tubuh


sekresi mukus napas

Reaksi antigen

Napas cepat
Ketidakefektifan (hiperventilasi)
Bersihan Jalan
Memicu dikeluarkannya antibodi
Napas

Pola Napas Merangsang peningkatan mediator


Tidak Efektif kimia Seperti (histamine,
Meningkatkan
bradikinin, prostaglandin)
pergerakan silia
pada mukosa

Pembengkakan membran mukosa


Rangsangan saluran pernapasan (terutama bronkus)
batuk

Penyempitan bronkus
Batuk dg produksi mukus (Bronkokontriksi)
yang cukup banyak

Menurunkan jml kadar O2


Gangguan Pola Tidur yg masuk saat inspirasi
Gangguan
Pertukaran
O2 dalam darah ↓
Gas

Pucat dan lemas

Kelelahan

Intoleransi Aktivitas

Sumber : Clark, Margaret Vernell (2013)


F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru- paru yakni
rodiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut :
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hillus akan
bertambah
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran inflitrate pada
paru
d. Dapat pula menimbulkan atelektasis lokal
e. Bila terjadi pneumonia mediastrium, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi
pada empisema paru yaitu :
a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right aixs
devisiasi dan clockwise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung yakni
terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
c. Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara
yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20 % menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon
aerosol bronkodilator lebih dari 20 %. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai
berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi (Medicafarma,
2013).
5. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis
Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang
paling rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-
faktor yang menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan
profilaksis berlangsung dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat
sebagai berikut:
a. Menghambat pelepasan mediator
b. Menekan hiperaktivitas bronkus
Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :
a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik
b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid
c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai
d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi
serangan dan meringankan beratnya serangan.
Obat profilaksis yang biasa digunakan adalah :
a. Steroid dalam bentuk aerosol
b. Disodium Cromolyn
c. Ketotifen
d. Tranilast
6. Foto sinus paranasalis
Diperlukan jika asma sulit terkontrol untuk melihat adanya sinusitis
(Hasdianah & Suprapto, 2016)

G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol
manifestasi klinis dari penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan asma yang terkontrol (Putri, 2016).
Penanganan asma :
1. Agonis beta : untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan meningkatkan
gerakan sililaris. Contoh obat : epineftrin, albutenol, meta profenid, iso
proterenoliisoetharine, dan terbutalin. Obat-obat ini biasa digunakan secara
parenteral dan inhalasi.
2. Bronkodilator, merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan gerakan
mukus dalam jalan nafas. Contoh obat : aminophyllin, teophyllin,
diberikan secara IV dan oral.
3. Antikolinergik, contoh obat : atropin, efeknya : bronkodilator, diberikan
secara inhalasi.
4. Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor.
Contoh obat : hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat diberikan
secara IV dan oral.
5. Inhibitor sel mast, contoh obat : natrium kromalin , diberikan melalui
inhalasi untuk bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
6. Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2 pada tingkat 55
mmHg.
7. Fisioterapi dada, teknik pernafasan dilakukan untuk mengontrol dispnea
dan batuk efektif untuk meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi dan
postural drainage dilakukan hanya pada pasien dengan produksi sputum
yang banyak.
Pertolongan pertama pada penderita asma :
1. Jangan panik dan tenangkan diri anda dan penderita diri asma tersebut
sampai benar-benar rileks.
2. Bawa penderita ke tempat yang nyaman dengan udara yang bersih serta
sirkulasinya baik. Hindari penderita dari allergen yang mungkin memicu
asma.
3. Atur posisi duduk yang nyaman pada pasien.
4. Bantulah penderita untuk menghirup inhaler-nya.
5. Sarankan penderita untuk bernafas dalam dan perlahan.
6. Jika serangan asma berhenti dalam 5-10 menit, sarankan agar penderita
untuk menghirup kembali 1 dosis inhaler.
7. Hubungi dokter jika serangan asma tersebut adalah serangan yang pertama
kali dialami.
8. Jika inhaler tidak berfungsi dan serangan asma tidak berhenti dalam 5-
10 menit, segera bawa penderita ke rumah sakit terdekat secepatnya.
9. Jika penderita berhenti bernafas atau kehilangan kesadaran, periksa
pernafasan serta peredaran darahnya. Lalu lakukan resusitasi pada
penderita.
Penatalaksanaan medis :
1. Oksigen 4-6 liter / menit
2. Pemenuhan hidrasi via infus
3. Terbutalin 0,25 mg / 6 jam secara subkutan (SC)
4. Bronkodilator / antibronkospasme dengan cara :
a. Nebulizer (via inhalsi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg
(Bricasma), fenoterol HBr 0,1 % solution (berotec), orciprenaline sulfur
0,75 mg (Allupent).
b. Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminophillin)
bolus IV 5-6 mg/ kg BB
c. Peroral dengan aminofillin 3x150 mg tablet, agonis B2 (salbutamol 5
mg atau feneterol 2,5 mg atau terbutaline 10 mg)
d. Antiedema mukosa dan dinding bronkus dengan golongan
kortikosteroid, deksamethasone 4 mg IV setiap 8 jam
e. Mukolitik dan ekspektoran :
1) Bronhexime HCL 8 mg per oral 3x1
2) Nebulizer (via inhalsi) dengan golongan bronhexime HCL 8
mg dicampur dengan aquades steril
(Nugroho, 2016).

H. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata klien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, status perkawinan, alamat, tanggal masuk RS,
No.RM, diagnose medis) dan biodata penanggungjawab (nama, umur,
jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan
dengan pasien).
b. Riwayat Kesehatan:
1) Keluhan utama (keluhan yang paling dirasakan oleh pasien dan
membahayakan diri pasien)
2) Riwayat penyakit sekarang (mulai pasien merasakan sakit
dirumah sampai dibawa ke RS, kemudian di UGD dilakukan
tindakan apa dan terapi yang diberikan sampai pasien dipindah ke
bangsal)
3) Riwayat penyakit dahulu (apakah pasien mempunyai riwayat
penyakit yang sama, kalau punya sejak kapan penyakit itu
diderita)
4) Riwayat penyakit keluarga (apakah ada anggota keluarga yang
mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan pasien)
5) Riwayat alergi (apakah klien/pasien mempunyai riwayat alergi
obat : seperti antibiotic, dll, alergi makanan, udara/angin, dll)
6) Genogram (gambarkan silsilah keluarga dengan 3 generasi (jika
ada riwayat penyakit keturunan seperti: hipertensi, asma, dll)
c. Pola Pengkajian (Menurut Gordon)
Pengkajian yang dilakukan menggunkan 11 pola fungsional menurut
Gordon, yaitu :
1) Pola pemeriksaan kesehatan
Pola kasus asma hal yang sering dijumpai pada pola
pemeliharaan kesehatan adalah adanya riwayat keluarga yang
mempunyai penyakit asma, selain itu juga adanya kebiasaan
merokok dalam keluarga dan lingkungan sekitar yang kurang
sehat, dimana terdapat allergen yang dapat memicu serangan
asma.
2) Pola nutrisi metabolik
Pada kasus asma dapat muncul mual dan anoreksia sebagai
dampak penurunan oksigen jaringan gastrointestinal. Anak
biasanya mengeluh badannya lemah karena penurunan asupan
nutrisi, terjadi penurunan berat badan.
3) Pola tidur-istirahat
Data yang dapat muncul pada penyakit asma adalah anak
mengalami kesulitan tidur karena sesak napas. Penampilan anak
terlihat lemah, sering menguap, mata merah, anak juga sering
menangis pada malam hari karena ketidaknyamanan tersebut.
4) Pola eliminasi
Pada kasus asma yang terjadi pada pola eliminasi adalah
penderita pada anak-anak jarang mengalami gangguan buang air
besar maupun buang air kecil.
5) Pola aktivitas dan latihan
Pada pola aktivitas dan latihan biasanya ditemukan
terjadinya kelemahan fisik, anak tampak lebih banyak minta
digendong orangtuanya atau bedrest.
6) Pola persepsi kognitif
Pada pasien asma terjadi penurunan kognitif untuk
mengingat apa yang pernah disampaikan biasanya sesaat akibat
penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak. Pada saat
dirawat anak tampak bingung kalau ditanya tentang hal-hal yang
baru disampaikan.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan asma akan tampak gambaran orangtua
terhadap anak diam, kurang bersahabat, tidak suka bermain,
ketakutan terhadap orang lain meningkat.
8) Pola peran hubungan dengan sesama
Pada pasien asma anak tampak malas kalau diajak bicara
baik dengan teman sebaya maupun yang lebih besar, anak lebih
banyak diam, dan selalu bersama dengan orang terdekat pasien.
9) Pola reproduksi seksualitas
Pada kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji. Pada
anak yang sudah mengalami pubertas mungkin terjadi gangguan
menstruasi pada wanita tetapi bersifat sementara dan biasanya
penundaan.
10) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Pada kasus asma mekanisme koping dan toleransi terhadap
stress adalah biasanya anak menangis dan ansietas serta perasaan
menjadi takut kepada orang lain.
11) Pola sistem-nilai keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan
kebutuhan untuk mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT.
(Sukarmin dan Riyadi, 2014)
d. Pemeriksaan fisik
Menurut Wijaya dan Putri (2014) pengkajian yang digunakan
pada pasien dengan asma yaitu :
1) Identitas klien : Meliputi nama, Usia, Jenis Kelamin, ras, dll
2) Informasi dan diagnosa medik penting
3) Data riwayat kesehatan
Pernah menderita penyakit asma sebelumnya, menderita
kelelahan yang amat sangat dengan sianosis pada ujung jari.
4) Riwayat kesehatan sekarang
a) Biasanya klien sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah,
pucat tidak ada nafsu makan, sakit pada dada dan pada jalan
nafas.
b) Sesak setelah melakukan aktivitas
c) Sesak nafas karena perubahan udara dan debu
d) Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.
5) Riwayat kesehatan keluarga
a) Riwayat keluarga yang memiliki asma
b) Riwayat keluarga yang menderita penyakit alergi seperti
rinitis alergi, sinustis, dermatitis, dan lain-lain.
6) Ativitas / istirahat
a) Keletihan, kelelahan, malaise
b) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
c) Ketidakmampuan untuk tidur perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi.
d) Dispnea pada saat istirahat, aktivitas dan hiburan.
7) Sirkulasi : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
8) Integritas ego terdiri dari peningkatan faktor resiko dan perubahan
pola hidup
9) Makanan dan cairan : mual/muntah, nafsu makan menurun,
ketidakmampuan untuk makan
10) Pernafasan
a) Nafas pendek, dada rasa tertekan dan ketidakmampuan untuk
bernafas
b) Batuk dengan produksi sputum berwarna keputihan
c) Pernafasan biasanya cepat, fase ekspirasi biasanya
memanjang
d) Penggunaan otot bantu pernafasan
e) Bunyi nafas mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinanselama inspirasi berlanjut sampai penurunan/
tidak adanya bunyi nafas.
11) Keamanan : riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat
e. Harapan keluarga
Perlu dikaji harapan keluarga terhadap perawat (petugas
kesehatan) untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang
terjadi.

2. Diagnosa Keperawatan
(Nanda, 2015)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan secret pada jalan nafas.
Domain 11 : Keamanan / perlindungan
Kelas 2. Cedera fisik
Kode 00031
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Domain 4 : Aktivitas / Istirahat
Kelas 4. Respons kardiovaskular / Pulmonal
Kode 00032
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakefektifan
ventilasi-perfusi
Domain 3 : Eliminasi dan pertukaran
Kelas 4. Fungsi respirasi
Kode 00030
d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
Domain 4 : Aktivitas / Istirahat
Kelas 4. Respons kardiovaskular / Pulmonal
Kode 00092
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk
Domain 4 : Aktivitas / Istirahat
Kelas 1. Tidur dan istirahat
Kode 000198
3. Intervensi Keperawatan

(Nanda, 2015)
Tujuan dan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
Kriteria Hasil
1 Bersihan Jalan Nafas NOC : NIC :
tidak Efektif  Respiratory Airway suction
Definisi : status :  Pastikan kebutuhan oral /
Ketidakmampuan untuk Ventilation tracheal suctioning
membersihkan sekresi  Respiratory  Auskultasi suara nafas
atau obstruksi dari saluran status : sebelum dan sesudah
pernafasan untuk Airway suctioning.
mempertahankan patency  Informasikan pada klien dan
kebersihan jalan nafas.   Aspiration keluarga tentang suctioning
Control  Minta klien nafas dalam
Batasan Karakteristik : sebelum suction dilakukan.
 Dispneu, Penurunan Kriteria  Berikan O2 dengan
suara nafas Hasil : menggunakan nasal untuk
 Orthopneu  Mendemons memfasilitasi suksion
 Cyanosis trasikan nasotrakeal
 Kelainan suara nafas batuk  Gunakan alat yang steril
(rales, wheezing) efektif dan sitiap melakukan tindakan
 Kesulitan berbicara suara nafas  Anjurkan pasien untuk
 Batuk, tidak efekotif yang bersih, istirahat dan napas dalam
atau tidak ada tidak ada setelah kateter dikeluarkan
 Mata melebar sianosis dan dari nasotrakeal
 Produksi sputum dyspneu  Monitor status oksigen
 Gelisah (mampu pasien
 Perubahan frekuensi mengeluark  Ajarkan keluarga bagaimana
dan irama nafas an sputum, cara melakukan suksion
mampu  Hentikan suksion dan
Faktor-faktor yang bernafas berikan oksigen apabila
berhubungan: dengan pasien menunjukkan
 Lingkungan : mudah, bradikardi, peningkatan
merokok, tidak ada saturasi O2, dll.
menghirup asap pursed lips)
rokok, perokok  Menunjukka Airway Management
pasif-POK, n jalan nafas  Buka jalan nafas, guanakan
infeksi yang teknik chin lift atau jaw
 Fisiologis : paten(klien thrust bila perlu
disfungsi tidak  Posisikan pasien untuk
neuromuskular, merasa memaksimalkan ventilasi
hiperplasia tercekik,  Identifikasipasienperlunyape
dinding bronkus, irama nafas, masanganalatjalannafasbuat
alergi jalan nafas, frekuensi an
asma. pernafasan  Pasang mayo bila perlu
 Obstruksi jalan dalam  Lakukanfisioterapi dada
nafas : spasme rentang jikaperlu
jalan nafas, normal,  Keluarkansekretdenganbatu
sekresi tertahan, tidak ada katausuction
banyaknya suara nafas  Auskultasisuaranafas,
mukus, adanya abnormal) catatadanyasuaratambahan
jalan nafas  Mampu  Lakukansuctionpada mayo
buatan, sekresi mengidentif  Berikanbronkodilator bila
bronkus, adanya ikasikan dan perlu
eksudat di mencegah  BerikanpelembabudaraKass
alveolus, adanya factor yang abasahNaClLembab
benda asing di dapat  Aturintakeuntukcairanmeng
jalan nafas. menghamba optimalkankeseimbangan.
t jalan nafas  Monitor respirasi dan status
O2
2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
Definisi : Pertukaran  Respiratory Airway Management
udara inspirasi dan/atau status :  Buka jalan nafas, guanakan
ekspirasi tidak adekuat Ventilation teknik chin lift atau jaw
 Respiratory thrust bila perlu
Batasan karakteristik : status :  Posisikan pasien untuk
 Penurunan tekanan Airway memaksimalkan ventilasi
inspirasi/ekspirasi patency  Identifikasipasienperlunyape
 Penurunan pertukaran  Vital sign masanganalatjalannafasbuat
udara per menit Status an
 Menggunakan otot  Pasang mayo bila perlu
pernafasan Kriteria  Lakukanfisioterapi dada
tambahan Hasil : jikaperlu
 Nasal flaring  Mendemons  Keluarkansekretdenganbatu
 Dyspnea trasikan katausuction
 Orthopnea batuk  Auskultasisuaranafas,
 Perubahan efektif dan catatadanyasuaratambahan
penyimpangan suara nafas  Lakukansuctionpada mayo
dada yang bersih,  Berikanbronkodilator bila
 Nafas pendek tidak ada perlu
 Assumption of 3-point sianosis dan  BerikanpelembabudaraKass
position dyspneu abasahNaClLembab
 Pernafasan pursed-lip (mampu  Aturintakeuntukcairanmeng
 Tahap ekspirasi mengeluark optimalkankeseimbangan.
berlangsung an sputum,  Monitor respirasi dan status
sangat lama mampu O2
 Peningkatan diameter bernafas
anterior-posterior dengan Terapi Oksigen
 Pernafasan rata- mudah,  Bersihkan mulut, hidung dan
rata/minimal tidak ada secret trakea
- Bayi : < 25 atau pursed lips)  Pertahankan jalan nafas
> 60  Menunjukka yang paten
- Usia 1-4 : < 20 n jalan nafas  Atur peralatan oksigenasi
atau > 30 yang  Monitor aliran oksigen
- Usia 5-14 : < paten(klien  Pertahankan posisi pasien
14 atau > 25 tidak  Onservasi adanya tanda
- Usia > 14 : < merasa tanda hipoventilasi
11 atau > 24 tercekik,  Monitor adanya kecemasan
 Kedalaman pernafasan irama nafas, pasien terhadap oksigenasi
- Dewasa volume frekuensi
tidalnya 500 ml pernafasan Vital sign Monitoring
saat istirahat dalam  Monitor TD, nadi, suhu,
- Bayi volume rentang dan RR
tidalnya 6-8 normal,  Catat adanya fluktuasi
ml/Kg tidak ada tekanan darah
 Timing rasio suara nafas  Monitor VS saat pasien
 Penurunan kapasitas abnormal) berbaring, duduk, atau
vital  Tanda berdiri
Tanda vital  Auskultasi TD pada
Faktor yang dalam kedua lengan dan
berhubungan : rentang bandingkan
 Hiperventilasi normal  Monitor TD, nadi, RR,
 Deformitas (tekanan sebelum, selama, dan setelah
tulang darah, nadi, aktivitas
 Kelainan pernafasan)  Monitor kualitas dari
bentuk dinding nadi

dada  Monitor frekuensi dan

 Penurunan irama pernapasan

energi/kelelaha  Monitor suara paru

n  Monitor pola

 Perusakan/pele pernapasan abnormal

mahan  Monitor suhu, warna,

muskulo- dan kelembaban kulit

skeletal  Monitor sianosis perifer


 Monitor adanya cushing
 Obesitas
triad (tekanan nadi yang
 Posisi tubuh
melebar, bradikardi,
 Kelelahan otot
peningkatan sistolik)
pernafasan
 Identifikasi penyebab
 Hipoventilasi
dari perubahan vital sign
sindrom
 Nyeri
 Kecemasan
 Disfungsi
Neuromuskuler
 Kerusakan
persepsi/kogniti
f
 Perlukaan pada
jaringan syaraf
tulang belakang
 Imaturitas
Neurologis
3 Gangguan pertukaran NOC : NIC :
gas  Respiratory Airway Management
Definisi : Kelebihan Status: Gas  Buka jalan napas, gunakan
atau kekurangan exchange teknik chin lift atau jaw
dalam oksigenasi  Respiratory thrust bila perlu
dan atau Status:  Posisikan pasien untuk
pengeluaran CO2 di ventilation memaksimalkan ventilasi
dalam membran  Vital sign  Identifikasi pasien perlunya
kapiler alveoli status pemasangan alat jalan napas
buatan
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil :  Pasang mayo bila perlu
 Gangguan  Mendemons  Lakukan fisioterapi dada
penglihatan trasikan jika perlu
 Penurunan CO2 peningkatan  Keluarkan sekret dengan
 Takikardi ventilasi batuk atau suction
 Hiperkapnia dan  Auskultasi suara napas, catat
 Keletihan oksigenasi adanya suara tambahan
 Somnolen yang  Lakukan suction pada mayo
 Iritabilitas adekuat  Berikan bronkodilator bila
 Hypoxia  Memelihara perlu
 Kebingungan kebersihan  Berikan pelembab udara
 Dyspnoe paru-paru  Atur intake untuk cairan
 Nasal faring dan bebas mengoptimalkan
 AGD Normal dari tanda- keseimbangan
 Sianosis tanda  Monitor respirasi dan status
 Warna kulit distress O2
abnormal (pucat, pernapasan
kehitaman)  Mendemons Respiratory Monitoring
Hipoksemia trasikan  Monitor rata-rata,
 Hiperkarbia batuk kedalaman , irama dan usaha
 Sakit kepala ketika efektif dan respirasi
bangun suara napas  Catat pergerakan dada,
 Frekuensi dan yang bersih, amati kesimetrisan,
kedalaman napas tidak ada penggunaan otot tambahan,
abnormal sianosis dan retraksi otot supraclavicular
dyspneu dan intercostal
Faktor-faktor yang (mampu  Monitor suara napas, seperti
berhubungan : mengeluark dengkur
 Ketidakseimbangan an sputum,  Monitor pola napas:
perfusi ventilasi mampu bradipnea, takipnea,
 Perubahan membran bernapas kussmaul, hiperventilasi,
kapiler-alveolar dengan cheyne stokes, biot
mudah,  Catat lokasi trakea
tidak ada  Monitor kelelahan otot
pursed lip) diafragma (gerakan
 Tanda-tanda paradoksis)
vital dalam  Auskultasi suara napas, catat
rentang area penurunan / tidak
normal adanya ventilasi dan suara
tambahan
 Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
 Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
4 Intoleransi aktifitas NOC : NIC :
Definisi :  Energy Activity Therapy
Ketidakcukupan conservatio  Kolaborasikan dengan
energi secara n Tenaga Rehabilitasi Medik
fisiologis maupun  Self Care : dalam merencanakan
psikologis untuk ADLs program terapi yang tepat
meneruskan atau  Bantu klien untuk
menyelesaikan mengidentifikasi aktivitas
aktifitas yang Kriteria Hasil: yang mampu dilakukan
diminta atau aktifitas  Berpartisipa  Bantu untuk memilih
sehari hari si dalam aktivitas konsisten yang
aktivitas sesuai dengan kemampuan
Batasan Karakteristik : fisik tanpa fisik, psikologi dan sosial
 Melaporkan secara disertai  Bantu untuk
verbal adanya peningkatan mengidentifikasi dan
kelelahan atau tekanan mendapatkan sumber yang
kelemahan darah, nadi diperlukan untuk aktivitas
 Respon abnormal dan RR yang diinginkan
dari tekanan  Mempu  Bantu untuk mendapatkan
darah atau nadi melakukan alat bantuan aktivitas seperti
terhadap aktifitas aktivitas kursi roda, krek
 Perubahan EKG sehari-hari  Bantu untuk
yang (ADLs) mengidentifikasi aktivitas
menunjukkan secara yang disukai
aritmia atau mandiri  Bantu klien untuk membuat
iskemia jadwal latihan diwaktu luang
 Adanya dyspneu  Bantu pasien/keluarga untuk
atau mengidentifikasi
ketidaknyamanan kekurangan dalam
saat beraktifitas beraktivitas
 Sediakan penguatan positif
Faktor-faktor yang bagi yang aktif beraktivitas
berhubungan :  Bantu pasien untuk
 Tirah baring atau mengembangkan motivasi
imobilisasi diri dan penguatan
 Kelemahan  Monitor respon fisik, emosi,
menyeluruh sosial dan spiritual
 Ketidakseimbangan  Observasi adanya
antara suplai oksigen pembatasan klien dalam
dengan kebutuhan melakukan aktivitas

 Gaya hidup yang  Dorong anak untuk

dipertahankan mengungkapkan perasaan


terhadap keterbatasan
 Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
 Monitor nutrisi dan sumber
energi yang adekuat
 Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi
secara berlebihan
 Monitor respon
kardiovaskuler terhadap
aktivitas
 Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
5 Gangguan Pola Tidur NOC : NIC :
 Anxiety  Tentukan pola tidur/aktivitas
Definisi : Gangguan control pasien
kualitas dan  Comfort  Perkirakan tidur/siklus
kuantitas waktu tidur level bangun pasien didalam
akibat faktor  Pain level perawatan perencanaan
eksternal  Rest :  Jelaskan pentingnya tidur
Extent and yang cukup selama
Batasan Karakteristik : pattern kehamilan, penyakit,
Kesulitan jatuh  Sleep : tekanan psikososial, dan
tertidur Extent and lain-lain
 Ketidakpuasan tidur pattern  Tentukan efek dari obat
 Menyatakan tidak [yang dikonsumsi] pasien
merasa cukup Kriteria terhadap pola tidur
istirahat Hasil :  Monitor/catat pola tidur
 Penurunan  Jumlah jam pasien dan jumlah jam tidur
kemampuan tidur dalam  Monitor pola tidur pasien,
berfungsi batas dan catat kondisi fisik
Perubahan pola tidur normal (misalnya, apnea tidur,
normal  Pola tidur, sumbatan jalan napas,
 Sering terjaga tanpa kualitas nyeri/ketidaknyamanan, dan
jelas dalam batas frekuensi buang air kecil)
penyebabnya normal dan/atau psikologis
 Perasaan (misalnya, ketakutan atau
Faktor-faktor yang fresh kecemasan) keadaan yang
berhubungan : sesudah mengganggu tidur
 Gangguan karena tidur/istirah  Anjurkan pasien untuk
pasangan tidur at memantau pola tidur
 Halangan  Mampu  Monitor partisipasi dalam
lingkungan (mis., mengidentif kegiatan yang melelahkan
bising, pajanan ikasi hal-hal selama terjaga untuk
cahaya/gelap, yang mencegah penat yang
suhu/kelembabap meningkatk berlebihan
an, lingkungan an tidur  Sesuaikan lingkungan
yang tidak (misalnya, cahaya,
dikenal) kebisingan, suhu, kasur, dan
 Imobilisasi tempat tidur) untuk
 Kurang privasi meningkatkan tidur
 Pola tidur tidak  Dorong pasien untuk
menyehatkan menetapkan rutinitas tidur
(mis., karena untuk memfasilitasi
tanggung jawab perpindahan dari terjaga
menjadi menuju tidur
pengasuh,  Fasilitasi untuk
menjadi orang mempertahankan rutinitas
tua, pasangan waktu tidur pasien yang
tidur) biasa, tanda-tanda sebelum
 Kelelahan : Efek tidur/alat peraga, dan benda-
yang benda yang lazim digunakan
mengganggu (misalnya, untuk anak-anak,
 Tingkat kelelahan selimut/mainan favorit,
 Penampilan peran ayunan, dot, atau cerita ;
 Gangguan gaya untuk orang dewasa, buku
hidup bagi untuk dibaca, dan lain-lain),
caregiver yang sesuai
 Stresor caregiver  Bantu untuk menghilangkan
 Kepuasan klien : situasi stress sebelum tidur

Lingkungan fisik  Monitor makanan sebelum

 Status tidur dan intake minuman


kenyamanan : yang dapat
Lingkungan memfasilitasi/mengganggu
 Tingkat depresi tidur
 Anjurkan pasien untuk
menghindari makanan
sebelum tidur dan minuman
yang mengganggu tidur
 Bantu pasien untuk
membatasi tidur siang
dengan menyediakan
aktivitas yang meningkatkan
kondisi terjaga, dengan tepat
 Ajarkan pasien bagaimana
melakukan relaksasi otot
autogenik atau bentuk non-
farmakologi lainnya untuk
memancing tidur
 Diskusikan dengan pasien
dan keluarga mengenai
teknik untuk meningkatkan
tidur
 Berikan pamflet dengan
informasi mengenai teknik
untuk meningkatkan tidur
DAFTAR PUSTAKA

Aini, Fitri., Yesi Hasneli dan Yulia Irvani Dewi (2015). Faktor-Faktor Risiko
Yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Kekambuhan Pasien Asma. E-jurnal
Arsip RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Carpenito, Lynda Juall. (2011). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Praktek Klinis,
Edisi 6. EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. (2014). Patofisiologi : Buku Saku, Edisi 3. EGC. Jakarta
Clark, Margaret Vernell. (2013). ASMA : Panduan Penatalaksanaan Klinis. EGC.
Jakarta.
Danusantoso, Halim. (2013). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Edisi 2. EGC.
Jakarta.
Kemenkes, RI. (2013). Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta.
DiGiulio, Mary. (2014). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi I. Rapha Publishing.
Yogyakarta.
Husada, K,. (2013). Hubungan Polusi Udara Dan Perubahan Cuaca Dengan
Kejadian Serangan Asma. FKUI. Jakarta.
NANDA. (2015). NANDA International Inc. Nursing Diagnosis Keperawatan :
Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. EGC. Jakarta
Ringel, Edward. (2012). Buku Saku Hitam Kedokteran Paru. Indeks. Jakarta
Riyadi, Sujono, Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Graha Ilmu.
Yogyakarta
Somantri, Irman. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Sistem
Pernapasan, Edisi 2. Salemba medika. Jakarta.
Syaifuddin, Haji. (2013). Anatomi fisiologi : kurikulum berbasis kompetensi untuk
keperawatan dan kebidanan, edisi 4. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai