Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

PERCOBAAN KE-2

SISTEM EKSRESI URINARI

Asisten Penanggung Jawab:

apt. Muhammad Fakhrur Rajih, M.Farm

Kelompok 6/D

1. Rasyid Fadhilah (10060321184)


2. Salma Awalya Putri Yuliani (10060321185)
3. Bintan Arfian Hadista (10060321186)
4. Muhammad Yeoh Valent (10060321187)
5. Dwi Fahira (10060321188)
6. Salma Nur Sahara (10060321189)
7. Silvi Nur Sundari (10060321190)
8. Azzahra Rahmanita (10060321191)

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITA ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2021 M/1442 H
I. Tujuan Percobaan

1. Menjelaskan pentingnya sistem eksresi urinari dalam menjaga homeostasis tubuh.

2. Mengenal beberapa karakteristik urin normal sehungga dapat melakukan Analisa secara
sederhana adanya kelainan-kelainan dalam tubuh berdasarkan pemeriksaan sampel urin.

II. Teori Dasar

Sistem urinaria (ginjal) terdiri dari organ-organ yang memproduksi urine dan
mengeluarkannya dari tubuh. Sistem urinari merupakan salah satu sistem utama untuk
mempertahankan homeostasis (kekonstanan lingkungan internal). Sistem urinaria adalah
suatu sistem tempat terjadi proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang
tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh.
Zat-zat yang dipergunakan oleh tubuh larutan dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air
kemih). (Pearce,2006).

Gambar 1.Organ Sistem Ekresi Urinari


Urin dibentuk oleh ginjal dalam menjalankan sistem homeostatik. Sifat dan susunan
urin dipengaruhi oleh faktorfisiologis (misalkan masukan diet, berbagai proses dalam tubuh,
suhu,lingkungan, stress, mental, dan fisik) danfaktor patologis (seperti pada
gangguanmetabolisme misalnya diabetes mellitusdan penyakit ginjal). Pemeriksaan urine
berguna untuk menunjang diagnosissuatu penyakit. Pada penyakit tertentu,dalam urine dapat
ditemukan zat-zat patologik antara lain glukosa, protein danzat keton. (Probosunu, 1994 ).

Komponen sistem urinari terdiri dari dua ginjal yang memproduksi urine, dua ureter
yang membawa urine ke dalam sebuah kandung kemih sebagai tempat penampungan
sementara, dan uretra yang mengalirkan urine keluar dari tubuh melalui orifisium uretra
eksterna. (Sloane,2003).

Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat sisa metabolisme baik berupazat cair
ataupun zat gas. Zat-zat sisa tersebut dapat berupa urine (ginjal), keringat(kulit), empedu
(hati), dan CO2 (paru-paru). Zat-zat ini harus dikeluarkan daridalam tubuh jika tidak
dikeluarkan dari dalam tubuh akan mengganggu prosesyang ada di dalam tubuh bahkan
meracuni tubuh. (Waluyo, 2007).

Ginjal merupakan organ tubuh manusia yang sangat vital. Karena ginjal merupakan
salah satu organ perkemihan (ginjal-ureter kandung kemihuretra). Penyakit ginjal dapat
meningkatkan risiko kematian bagipenderita dan dapat juga menjadi pemicu timbulnya
penyakit jantung. Apabila penyakit ginjal bisa dideteksi secara dini, penyakit lain
yang menyebabkan kematian bisa segera dicegah. Karena ketidaknormalan fungsi ginjal
sering kali menggambarkan tahapan awal dari gejala penyakit jantung (Oktaviana.2012 :1-2).
Menurut Ramdhany et al. (2007:87), ginjal adalah organ yang terdapat pada daerah lumbal
dan termasuk ke dalam bagian dari sistem urinari. 

Gambar 2.Struktur Ginjal


Fungsi dari ginjal adalah mem-filter darah, mengekskresikan urin dan mengatur
konsentrasi hidrogen, sodium, potasium, fosfat dan ion-ion lain yang terdapat di dalam cairan
ekstrasel. Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah.Oleh karena
itu, berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah
tinggi.Jika terjadi penyempitan arteri yang menuju kesalah satu ginjal, maka bisa
menyebabkan peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal, selain itu juga bisa
menaikkan tekanan darah. Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara. Jika
tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air yang akan
menyebabkan berkurangnya volume darah serta mengembalikan tekanan darah ke kondisi
normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang
disebut renin yang memicu pembentukan hormon angiotensi yang kemudian akan memicu
pelepasan.

Proses pembentukan urin dalam ginjal dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap
filtrasi (penyaringan), tahap reabsorpsi (penyerapan kembali), dan augmentasi (pengeluaran
zat) (Pearce, 2009).

 Penyaringan (Filtrasi)
Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi di kapiler
glomerulus, sel-sel kapiler glomerulus yang berpori (podosit), tekanan dan
permeabilitas yang tinggi pada glomerulus mempermudah proses penyaringan, selain
penyaringan di glomerulus juga terjadi penyerapan kembali sel-sel darah , keeping
darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan yang kecil terlarut di dalam
plasma darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, dan
urea dapat melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di
glomerulus disebut filtrate glomerulus atau urin primer, mengandung asam amino,
glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam lainnya (Pearce, 2009).
 Penyerapan kembali reabsorpsi

Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urine primer akan di serap kembali di
tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus kontortus distal terjadi
penambahan zat-zat sisa dan urea. Meresapnya zat-zat pada tubulus ini melalui dua
cara yaitu gula dan asam amino yang meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air
melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi pada tubulus proksinal dan tubulus
distal substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan asam amino dikembalikan
lagi ke darah. Zat ammonia, obat-obatan seperti penisilin, kelebihan garam dan bahan
lain pada filtrate di keluarkan bersama urin, stelah terjadi reabsorpsi maka tubulus
mengasilkan urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi,
Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah
misalnya urea (Pearce, 2009).

 Augmentasi

   Urin sekunder dari tubulus kontortus distal akan turun menuju tubulus pengumpul.
Pada tubulus pengumpul ini masih terjadi penyerapan ion Na+, Cl-, dan urea sehingga
terbentuklah urin sesungguhnya. Dari tubulus pengumpul, urin di bawa ke pelvis
renalis, dari pelvis renalis, urin mengalir melalui ureter menuju vesika urinaria
(kandung kemih) yang merupakan tempat penyimpanan sementara urin (Pearce,
2009).

Keseimbangan air bergantung pada regulasi pergerakan zat terlarut antara cairan internal dan
lingkungan eksternal. Sebagian besar pergerakan ini ditangani oleh sistem eksresi. Sistem-sistem ini
penting untuk homeostasis karena membuang zat-zat buangan metabolik dan mengontrol komposisi
cairan tubuh. Berbagai spesies menghasilkan zat buangan cair yang disebut urin. Pada langkah
pertama, cairan tubuh (darah, cairan selom, atau hemolimfe) bersentuhan dengan membran permeable
selektif dari epitelium transport. Pada sebagian kasus, tekanan hidrostatik mendorong suatu proses
filtrasi (filtration). Sel-sel, seperti protein dan molekul-molekul besar yang lain, tidak dapat melintasi
membran epitel dan tetap berada di dalam cairan tubuh. Sebaliknya, air dan zat-zat terlarut yang kecil,
seperti garam, gula, asam amino, dan zat-zat buangan bernitrogen, melintasi membran tersebut,
membentuk suatu cairan yang disebut filtrat (filtrate) (Campbell, 2010:124).

III. Alat dan Bahan

Alat Bahan
Indikator universal Asam asetat glasial
Kaca objek Asam asetat pekat
Kaca penutup Asam nitrat
Lampu spirtus Larutan fehling A dan B
Mikroskop Larutan KOH / NaOH 1N
pH meter Larutan Na-nitroprusida
Piknometer Perak nitrat
Pipet tetes
Tabung reaksi
Tabel 1.Alat dan Bahan
IV. Prosedur Pekerjaan
IV.1 Anatomi
IV.2 Fisiologi

a. Pengamatan Mikroskopik Urin


Urin sebanyak 10 ml ditampung ke dalam tabung sentifuga. Kemudian urin
disentifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Setelah itu, cairan yang
diatasnya dibuang. Lalu dikocok endapan atau sedimen yang ada dengan sedikit sisa
cairannya. Kemudian diteteskan pada kaca objek berutup dengan diserapkan dari
pinggir kaca objek agar tidak timbul gelembung udara. Urin diamati di bawah
mikroskop untuk di identifikasi sedimen mikro.

b. Uji Karakteristik Urin


Urin diambil sedikit untuk diamati warna serta bau urin. pH urin diukur
dengan menggunakan indikator universal atau pH meter. Kemudian di tentukan bobot
jenis urin menggunakan piknometer dengan cara piknometer ditimbang. Diperoleh
nilai W1. Lalu diisi piknometer dengan akuades bebas gas. Bagian luar piknometer
dilap hingga kering, kemudian ditimbang diperoleh nilai W2. Selanjutnya akuades
dibuang dari piknometer, lalu piknometer dibilas dengan alkohol dan dikeringkan
(sebaiknya di dalam oven). Setelah kering, piknometer diisi dengan sampel urin,
kemudian ditimbang diperoleh nilai W3. Bobot jenis urin dapat dihitung dengan
persamaan: Bj = (W3 - W1) / (W2 - W1)
c. Analisa Kimia Zat-zat yang Terlarut dalam Urin
 Penetapan Urea
Urin diteteskan sebanyak 2 tetes pada kaca objek. Kemudian pada sampel
urin diteteskan sebanyak 2 tetes asam nitrat. Lalu sampel urin dipanaskan
perlahan-lahan atau dibiarkan hingga cairan menguap. Setelah itu diamati ada
atau tidaknya kristal rhombis atau heksagonal dari urea nitrat.

 Penetapan Ion Klorida


Urin 5ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, Kemudiaan ditambahkan
beberapa tetes perak nitrat ke dalam tabung reaksi yang berisi urin. Setelah itu
diamati terjadinya kekeruhan atau endapan putih yang menunjukkan adanya
ion klorida.

 Penetapan Aseton
Urin 3ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian sampel urin
dibasakan dengan cara ditambahkan beberapa tetes larutan KOH / NaOH.
Setelah itu ditambahkan beberapa tetes larutan Na-nitroprusid, lalu dikocok.
Selanjutnya ditambahkan beberapa tetes asam asetat pekat lalu dikocok
kembali. Sampel yang dikocok diamati terjadinya warna ungu sampai merah
yang menunjukkan adanya aseton. Sedangkan warna merah menunjukkan
adanya alkohol, asam asetat, aldehid, dan asam diasetat (badan keton).

 Penetapan Gula Pereduksi


Fehling 1ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian diencerkan
dengan 4 ml akuades, setelah itu dipanaskan perlahan. Lalu ke dalam tabung
reaksi ditambahkan urin sebanyak 1 ml sedikit demi sedikit, sampai warna
biru tepat hilang. Sampel diamati terjadinya endapan merah bata yang
menunjukkan adanya gula pereduksi. Kemudian dihitung jumlah gula dalam
urin dalam g/100 ml atau % b/v.

 Penetapan Kualitatif Albumin


Urin di masukkan ke dalam tabung reaksi kira-kira sampai 1 /4 isi tabung.
Kemudiaan urin di didihkan perlahan-lahan, lalu diamati apa yang terjadi.
Setelah itu, ditambahkan sebanyak 2-3 tetes larutan asam asetat glasial : air =
(1:1) ke dalam tabung reaksi, kemudian larutan tersebut dikocok, selanjutnya
diamati terjadinya kekeruhan yang menunjukkan adanya albumin. Tingkat
kekeruhan setara dengan jumlah albumin yang ada.

V. Data Pengamatan
a. Uji karakteristik urin
Dik : W1 = 10,82 gram
W2 = 17,36 gram
W3 = 17,37 gram

Dit : Bj?

Jawab :

Bj = (W3 - W1) / (W2 - W1)

= (17,37 - 10,82) / (17,36 - 10,82)


= 6,55 / 6,54
= 1,001 gram
b. Kondisi urin normal dan pH normal

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Literatur


Warna Normal (kuning bening) Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
pH 6 6,6
Bau Khas baunya Aromatik
Bobot jenis 1,001 1,001-1,035
Mikroskopik - -
Urea Bentuk kristal heksagonal Ada
Ion klorida Keruh Ada
Aseton/badan keton Tidak ada perubahan Tidak ada
Gula pereduksi Tidak ada perubahan Tidak ada
Albumin Tidak ada perubahan Tidak ada

1. Hasil pemeriksaan jika dibandingkan dengan literatur sama, maka dapat disimpulkan
urin pada sampel bersifat normal

VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan beberapa percobaan mengenai sistem urinari pada
manusia, praktik yang dilakukan adalah pengamatan mikroskopik urin, uji karakteristik urin,
dan analisa kimia zat-zat yang terlarut dalam urin
Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat sisa metabolisme baik berupa zat cair
ataupun zat gas. Zat-zat sisa tersebut dapat berupa urine (ginjal), keringat (kulit), empedu
(hati), dan CO2 (paru-paru). Zat-zat ini harus dikeluarkan dari dalam tubuh jika tidak
dikeluarkan dari dalam tubuh akan mengganggu proses yang ada di dalam tubuh bahkan mer
acuni tubuh (Waluyo, 2007).
Susunan sistem dalam eksreksi urin :
 Ginjal : Berfungsi mengeluarkan sekret urin
 Ureter : Berfungsi sebagai penyalur urin dari ginjal ke kandung kemih
 Kandung Kemih : Befungsi sebagai penampung urin sementara
 Uretra : Berfungsi mengeluarkan urin dari kandung kemih

No Istilah medis Definisi


1 Ginjal Organ pengeluaran metabolisme tubuh dlm bentuk urin
2 Cortek Lapisan terluar dari ginjal
3 Medulla Bagian terdalam dari ginjal
4 Nephron Struktur & fungsional ginjal, t.a: simpai bowman,
glomerulus, pipa berkelok atas & pipa berkelok bawah,
berjumlah sekitar satu juta & mampu membentuk urin
5 Renal pelvik b/d pelvik ginjal ; saluran berbentuk ekspansi diatas ureter
6 Ureter Aliran ginjal, pipa dari ginjal ke kandung kemih
7 Meatus Lubang / mulut urethra eksternal
Urinari
8 Urinari Kantung tempat menyimpan urin yang diterima dari ureter
bladder; untuk dikeluarkan melalui urethra
kandung
kemih
9 Urethra Aliran urin dari kandung kemih untuk diekskresikan ke
luar tubuh
(Watson, 1997)
Gambar 3. Sistem Eksresi Urinari Wanita
Gambar 4. Sistem Eksresi Urinari Pria

Kandung kemih dikendalikan olch saraf pelvis ,dan serabut simpatis. Mempunyai tiga
muara yaitu dua muara ureter dan satu muara uretra. Kandung kemih mempunyai 2
fungsi,yaitu :
 Tempat penyimpanan urin sebelum meninggalkan tubuh .
 Mendorong urin keluar tubuh dengan bantuan uretra.
(Pearce & Evelyn, 2002)
Proses perubahan yang terjadi di dalam tubulus distal mencakup penyerapan, sekresi,
dan pengasaman (Andry, 1995). Fungsi ginjal selain mengatur volume dan komposisi cairan
ekstra sel dalam batas normal berfungsi juga sebagai :

 Mengeluarkan produk-produk sisa metabolisme


 Mempertahankan keseimbangan ion-ion dalam plasma
 Menghasilkan eritroprotein yang berguna dalam proses eritropoesis.
 Mengatur volume plasma dan cairan tubuh lain.
 Menjaga keseimbangan asam basa darah.
 Mengeluarkan rennin .

Tahapan tahapan pembentukan urin :

Penyaringan (Filtrasi): Capsula Bowman dari badan malpigi menyaring darah dalam
glomerulus yang mengandung, air, garam, gula, urea, dan zat bermolekul besar (protein dan
sel darah) sehingga dihasilkan filtrate glomerulus (urin primer). Didalam filtrat ini terlarut zat
seperti glukosa, asam amino, dan garam-garam.

Penyerapan kembali (Reabsorbsi): Dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam urin
primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urin sekunder)
dengan kadar urea yang tinggi.
Pengeluaran (Sekresi) : Dalam tubulus kontprtus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabrosbsi aktif ion Nat dan Cl- dan
sekresi H+ dan K+. Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis urenalis.
(Watson, 1997)

Komposisi Urin

Komposisi urine yang paling utama adalah terdiri dari air, urine pada kondisi normal
umumnya mengandung 90% air. Kandungan lainnya urea, asam urat dan ammonia yang
merupakan zat sisa dari pembongkaran protein, zat warna empedu yang membuat warna
urine kita menjadi kuning, bermacam-macam gram/NaCl, dan terdapat beberapa zat yang
beracun (Andry, 1995).
Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar (:96%) air dan
sebagian kecil zat terlarut (:4%) yang dihasilkan oleh ginjal, disimpan sementara dalam
kandung kemih dan dibuang melalui proses miknutrisi (Pearce & Evelyn, 2002).

Mikroskopik Urin

1. Normal

 Terdapat adanya mikroorganisme

 Terdapat gugusan sel hyaline atau silinder protein. Silinder ini homogen (tanpa
struktur), tekstur halus, jernih, sisi sisinya paralel dan ujungnya membulat silinder
hyaline tidak selalu menunjukkan penyakit klinis. Dapat dilihat pada orang yang
sehat. Jika jumlah besar, maka dikaitkan dengan proteinuria ginjal (glomerular)

 Spermatozoa terdapat pada urine laki-laki.

 Senyawa asam urat : sedikit memberikan nilai klinis tetapi lebih merupakan zat
sampah metabolisme normal. Jumlahnya tergantung dari jenis makanan, banyaknya
makanan, kecepatan metabolisme dan konsentrasi urin.

2. Tidak normal

 Leukosit : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih baik diatas maupun dibawah.
Dapat dijumpai juga pada febris, dehidrasi, stress dan leukimia tanpa adanya infeksi
atau inflamasi.
 Eritrosit : eritrosit dalam urine dapat berasal dari saluran kemih. Harusnya tidak dapat
ditemukan adanya eritrosit.

Gambar 5. Sedimen Kalsium Oksalat pada Urin


Gambar 6.Sedimen Triple Fosfat pada Urin

Gambar 7.Sedimen Magnesium pada Urin


a) Uji Karakteristik Urin

Pada percobaan kali ini didapat sampel urin berada di pH 6. Merujuk pada literatur pH
urin normal berada direntang ph 5-8.
Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.0 (Grandwohl); 5-
7.8 (Tortora), dengan berat jenisnya berkisar dari 1.001-1.060 (Gradwohl); 1.008-1.030
(Tortora). Jika pH urine basa berarti terdapat infeksi di saluran kemih, dan jika pH urine
basa terdapat adanya penyakit diabetes (Pearce & Evelyn, 2002).

b) Bobot Jenis Urin


Pada percobaan bobot jenis, bobot jenis urin sampel bersifat normal dengan hasil
perhiyungan 1,0015 gram.
Jumlah urin normal rata-rata adalah 1-2 liter sehari, tetapi berbedabeda sesuai dengan
jumlah cairan yang dimasukan. Banyaknya bertambah pula bila terlampau banyak
protein yang dimakan, schingga tersedia cukup cairan yang diperlukan untuk melarutkan
ureanya. Berat jenisnya berkisar 1.001-1.060 (Gradwohl); 1.008-1.030 (Tortora) (Pearce
& Evelyn, 2002).

c) Warna Urin
Urin yang normal warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, baunya tajam.
Menurut (Syamsuri, 2004), warna bening muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh,
warna kuning terantung dari kepekatan, diet obat - obatan dan sebagainya. Bau khas air
kemih bila dibiarkan terlalu lama maka akan berbau amoniak. Warna urin biasanya
menunjukkan kenormalan sebuah urin. Biasanya juga terdapat beberapa sedimen jika
warna urine berbeda jauh dari warna urine normal.

d) Penetapan Ion Klorida


Dalam kondisi normal urin memiliki ion klorida, dan pada sampel percobaan kali ini
termasuk urin normal karna memiliki ion klorda
Fungsi AgNO3: Agar terjadinya reaksi dengan NaCl yang akan membentuk endapan
AgCl. Jika terdapat kekeruhan atau endapan putih maka didalam urin terdapat ion klorida
yang berasal dari AgCl.
Dalam urin normal terdapat ion klorida yang berasal dari garam- garam pada cairan
intertitial tubuh. Garam-garam ini diperlukan oleh tubuh untuk menjaga homeostasis
cairan tubuh. Suatu urine apabila tidak mengandung klorin, maka urin tersebut termasuk
tidak normal. Klorida harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Karena apabila klorida berada
dalam tubuh terus-menerus, maka bisa terjadi suatu penyakit. Klorida bersifat racun.
Klorida dikeluarkan bersama urine yang berionisasi dengan Na+ (Notoatmodjo, 2010).

e) Gula Pereduksi
Pada percoban kali ini urin sampel termasuk urin normal, karena tidak ditemukannya
gula pereduksi sebagai mana pada urin normal
Biasanya pada penyakit diabetes terdapat pengeluaran glukosa dari darah dan diikuti
dengan kenaikan volume urin. Pada urin orang diabetes biasanya terdapat protein dan
glukosa. Bila dalam urin tersebut terdapat protein dan glukosa akan menunjukkan adanya
gangguan dalam ginjal. Seharusnya glukoa diserap seutuhnya oleh tubuh yang digunakan
sebagai bahan bakar dalam proses pembentukan energi. Akan tetapi adanya gangguan
seperti rendahnya kadar hormon insulin dapat mengurangi penyerapan glukosa tersebut
sehingga glukosa akan menjadi tinggi dalam darah dan akhirnya dikeluarkan bersama
urine.

f) Albumin
Pada percobaan kali ini urin sampel termasuk urin normal karena tidak
ditemukannyaa albumim sebagai mana pada urin normal
Indikator adanya albumin dalam urine ditandai dengan terdapatnya cincin putih
diantara asam asetat pekat dan urin. Albumin merupakan salah satu protein utama dalam
plasma manusia dan menyusun sekitar 60% dari total protein plasma. Kadar albumin
normal dalam urin berkisar 0-0,04 gr/L/hari. Keberadaan albumin dalam urin dengan
jumlah yang melebihi batas normal, dapat mengindikasikan terjadinya gangguan dalam
proses metabolisme tubuh.

g) Penetapan Urea

Pada percobaan kali ini sampel urin termasuk normal karena adanyaa penetapan urea
sebagaimana pada urin normal Normal : Ada
Indikator : Kristal rhombis
Urea merupakan hasil sisa metabolisme protein atau asam amino. Urea terbentuk
merupakan toksik bagi sel-sel tubuh sehingga harus dikeluarkan dari tubuh.
h) Penetapan Aseton
Pada percobaan kali ini sampel urin termasuk normal karena tidak terdapat aseton
sebagai mana pada urin normal Normal : Tidak ada
Fungsi KOH/NaOH, Na-nitroprosuid digunakan pereaksi tersebut untuk mendeteksi
adanya aseton dan asam asetoasetat di dalam urin (Rizki & Riswanto, 2015).
Apabila urine berubah warna menjadi ungu sampai merah ungu artinya urin
mengandung aseton. Biasanya uji keton positif dapat dijumpai pada Asidosis diabetic
(ketoasidosis), kelaparan atau malnutrisi, diet rendah karbohidrat, berpuasa, muntah yang
berat, pingsan akibat panas, kematian janin. Atau adanya pengaruh obat seperti asam
askorbat, senyawa levodopa, insulin, isopropil alkohol, paraldehida, piridium, zat warna
yang digunakan untuk berbagai uji (Ganong,2003).

VII. Kesimpulan
1. Pada percobaan 2 sistem eksresi urnari praktikan dapat mengetahui sistem ekskresi
urinari itu sebagai kerjasama tubuh yang memiliki tujuan utama mempertahankan
keseimbangan internal atau homeostasis tubuh, melalui pemeriksaan sampel urin
praktikan dapat mengenal karakteristik urin normal sehingga dapat mengetahui
beberapa kelainan-kelainan dalam tubuh berdasarkan pengamatan mikroskopik pada
sampel urin, dan mengenal histologi organ-organ yang membangun sistem ekskresi
urinari wanita maupun sistem ekskresi urinari laki-laki.
2. Hasil dari pengamatan praktikum sistem ekskresi urinari, menunjukkan bahwa urine
sampel normal. Karena mengandung 95% air, urine berwarna benih, urine memiliki
kejernihan yang jernih, urine tidak berbau amonia, urine memiliki bobot jenis 1,0015
gram, urine mengandung ion klorida, urine terdapat kristal rhombis, urine memiliki pH
6. Sampel urine yang diuji tidak didapatkan aseton, tidak terdapat adanya gula
pereduksi serta tidak mengandung protein/albumin.
VIII. Daftar Pustaka

Andry, 1995. Prinsip Diet Penyakit Ginjal. Jakarta: Arean.


Anthara, I Made Suma dan I Nyoman Suartha. 2011. Homeostasis Cairan Tubuh pada Anjing
dan Kucing. Buletin Veteriner Udayana. ISSN 2085-2495 Vol. 3 (1): 23-37. (Diakses
28 April 2016)
Asrian, Bahar, B., Kardianti, 2014. Hubungan Hipertensi Dengan Kejadian Gagal Ginjal Di
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Periode Januari 2011-Desember 2012. Jurnal
Ilmiah Diagnosis Kesehatan. ISSN 2302-1721 Vol. 4(2). (Diakses 28 April 2016)
Campbell, Neil A. 2010. Biologi: Edisi 8, Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Ganong, E. W., 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong Edisi 22. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C.1996. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Jakarta : EGC.
Metode Hill Climbing. Jurnal Teknik Informatika. Vol 1 (1) (Diakses 28 April 2016)
Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pearce, C. & Evelyn, 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta: PT. Gramedia.
Pearce, E. C., 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia.
Putri, Mustafidah H., 2011. Sistem Pakar untuk Mendiagnosa Penyakit Hati Menggunakan
Metode Forward Chaining (Expert System for Diagnosing Liver Disease Using
Forward Chaining). Jurnal Teknik Informatika. ISSN 2086-9398 Vol. 1(4) (Diakses
28 April 2016)
Ramdhany, Dhany Nugraha, Aziz Kustiyo, Ekowati Handharyani, dan Agus Buono4. 2007.
Diagnosis Gangguan Sistem Urinari Pada Anjing dan Kucing Menggunakan Vfi 5.
Jurnal Ilmu Komputer dan Informasi. ISSN 1979 – 0732 Vol. 2 (2):86-94 (Diakses 28
April 2016)
Rizki & Riswanto , 2015. Urinalisis Menerjemahkan Pesan Klinisi Urine Edisi I.
Yogyakarta: Pustaka Rasmedia.
Setiadi, 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi untuk keperawatan . Jakarta:Salamba Medika
Waluyo, L., 2007. Mikrobiologi Umum Edisi Revisi. Malang: UMM Press.
Watson, R., 1997. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia

Anda mungkin juga menyukai