Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT HEMATOLOGI

KARDIOVASKULER, SALURAN KEMIH SISTEM SYARAF & KEJIWAAN

Disusun Oleh :

M YUSUP

191FF03010

S1 3FA1

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

Jl. Soekarno Hatta No 754 Bandung 022-7830768

2022
MODUL 1

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM URINARI

1. Tujuan
1.1. Kompetensi Yang Dicapai
Mahasiswa mampu Menjelaskan organ sistem Urinari, parameter pemeriksaan, pengolahan
data, dan penarikan kesimpulan
1.2. Tujuan Praktikum
a) Menentukan karakteristik urin
b) Menentukan zat-zat kimia yang terlarut dalam urin
c) Menentukan bagaimana peranan sistem eksresi urinari dalam menjaga homeostasis
tubuh.
2. Prinsip
Berdasarkan mekanisme fisiologis sistem ekskresi urinari
3. Alat dan Bahan
a. Alat : Piknometer, indikator universal atau pH meter, mikroskop, kaca objek + cover,
tabung reaksi, pipet tetes, lampu spirtus.
b. Bahan : Perak nitrat, asam nitrat, larutan Na-nitroprusida, larutan KOH/NaOH 1 N, asam
asetat, asam asetat glasial, larutan Fehling (A & B)
4. Prosedur Kerja
4.1. Anatomi
Anatomi sistem urinari pria dan wanita

4.2. Fisiologi
4.2.1. Pengamatan mikroskopik urin

Tampung 10 ml urin dalam tabung sentrifuga

Sentrifugsi selama 5 menit dengan kecepatan 1500


rpm

Kemudian Buang cairan di atasnya

Kocok endapan/sedimen yang ada dengan sedikit


sisa cairannya

Teteskan pada object glass bertutup (diserapkan dari


pinggir cover glass agar tidak timbul gelembung
udara)

Amati di bawah mikroskop, paramameter yang


diamati adalah sedimen-sedimen mikro dalam urin,
baik organik maupun anorganik.

4.2.2. Uji karakteristik urin

Ambil sedikit urin


Lakukan pengamatan meliputi : warna, serta bau urin

Ukur pH urin dengan menggunakan indikator


universal atau pH meter

Tentukan bobot jenis urin dengan menggunakan piknometer, dengan cara sebagai
berikut :

• Timbang piknometer kosong (dalam keadaan bersih dan kering). Diperoleh nilai
W1
• Kemudian isilah piknometer tersebut dengan aquadest bebas gas. Bagian luar
piknometer di lap sampai kering, kemudian di tombang. Diperoleh nilai W2
• Buanglah air dari piknometer tersebut. Piknometer dibilas dengan alkohol dan
keringkan (sebaiknya dalam oven). Setelah kering isilah piknometer dengan
sampel urin, kemudian timbang. Diperoleh nilai W3
• Bobot jenis urin dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
(𝑊3 − 𝑊1)
𝐵𝐽 =
(𝑊2 − 𝑊1)

4.2.3. Analisa zat yang terlarut dalam urin


a. Penetapan urea

Teteskan 2 tetes urin pada kaca objek

Teteskan pada sampel urin terscbut 2 tetes asam


nitrat
Panaskan perlahan-lahan atau biarkan cairan
menguap

Kemudian amati adanya kristal rhombis atau


hexagonal dari urea nitrat

b. Penetapan ion klorida

Masukan 5 ml urin ke dalam tabung reaksi

Tambahkan beberapa tetes larutan perak nitrat

Kemudian akan terjadi kekeruhan atau endapan putih


yang menunjukan adanya ion klorida

c. Penetapan aseton

Masukan 3 ml urin ke dalam tabung reaksi

Kemudian basakan sampel urin tersebut dengan cara


menambahkan beberapa tetes larutan KOH/NAOH

Setelah itu tambahkan beberapa tetes larutan Na-


nittroprusid, lalu kocok
Tambahkan beberapa tetes asam asetat pekat,
kemudian kocok akan terjadi warna ungu sampai
merah ungu yang menunjukan adanya aseton.
Sedangkan warna merah menunjukan adanya
alkohol, asam asetat, aldehid dan asam diasteat
(badan keton)

d. Penetapan gula pereduksi

Masukan 1 ml Fehling (Fehling A : Fehling B, 1 : 1)


ke dalam tabung reaksi, Encerkan dengan 4 ml air
suling, kemudian panaskan secara perlahan

Tambahkan urin sebanyak 1 ml sedikit demi sedikit,


sampai terjadi warna biru tepat hilang Terjadinya
endapan merah bata menunjukan adanya gula
pereduksi.

e. Penetapan kualitatif albumin

Masukan urin ke dalam tabung reaksi kira-kira


sampai 4 isi tabung

Kemudian didihkan perlahan-lahan, amati apa yang


terjadi

Tambahkan 2 sampai 3 tetes larutan asam asetat


glasial : air (1:1), lalu kocok , terjadinya kekeruhan
menunjukan adanya albumin. Tingkat kekeruhan
setara denga jumlah albumin yang ada
5. Hasil Praktikum
5.1. Pengamatn urin secara mkroskopis

5.2. Uji karakteristik urin


pH urine : 6,5
Warna Urine : Kuning bening
Bau urine : Bau amoniak/ bau pesing
BJ urine : 1,001
5.3. Analisa zat yang terlarut dalam urin

Penetapan Keterangan

Urea +

Ion klorida +

Aseton +

Gula pereduksi +

Albumin +

6. Teori Dasar dan Pembahasan


1. Pengamatan urin secara mikroskopis
Urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinari. Ekskresi urin diperlukan untuk membuang
molekul-molekul sisa yang akan disaring oleh ginjal dan untuk menjaga hemostasis cairan
tubuh (Syaifudin, 2006).
Pemeriksaan mikroskopis diperlukan untuk mengamati sel dan benda berbentuk partikel
lainnya. Pemeriksaan sedimen urine memiliki unit pengukuran pada setiap alat dengan prinsip
kerja yang berbeda-beda menggunakan mikroskop dilakukan dengan mengendapkan unsur
sedimen menggunakan sentrifus. Endapan kemudian diletakkan di atas kaca obyek dan ditutup
dengan kaca penutup (Anwar dkk, 2021)
Sedimen urine ialah suatu unsur yang tidak larut di dalam urine yang berasal dari dalam
darah, ginjal dan saluran kemih. Tes sedimen urine atau tes mikroskopik adalah salah satu tes
urine yang sangat penting dalam membantu menegakkan diagnosis serta dapat memantau
perjalanan penyakit pada kelainan ginjal dan saluran kemih (Anwar dkk, 2021).
Unsur-unsur dalam sedimen urine dibagi atas dua golongan yaitu unsur organik , yang berasal
dari suatu organ atau jaringan contohnya seperti epitel, eritrosit, leukosit, silinder, potongan
jaringan, sperma, bakteri, dan parasit. Sedangkan untuk unsur anorganik yang tidak berasal dari
suatu jaringan contohnya seperti urat amorf dan kristal (Wirawan, 2011)

Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pengamatan urine secara mikroskopis yang
diamatai dibawah mikroskop, parameter yang diamati yaitu sedimen atau unsur organik yang
terkandung didalam urin.Sebelum dilakukan pengamatan sampel urin yang akan digunakan
disentrifugasi terlebih dahulu dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit hal ini bertujuan
untuk memisahkan endapan sedimen urin, kemudian dilakukan pewarnaan agar dapat mudah
diamati saat pengamatan dibawah mikroskop.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diakukan didapatkan hasil berupa adanya sel epitel,
leukosit,eritrosit, dan kristal kalsium oksalat. Berdasarkan hasil yang pengamatan yang
didapatkan terdapat 2 golongan sedimen yaitu organic dan anorganic. Sel epitel, leukosit, dan
eritrosit dikategorikan termasuk ke dalam golongan organik yang berasal dari suatu organ
sedangkan untuk kristal kalsium oksalat termasuk ke dalam golongan anorganic yang berasal
dari suatu jaringan.
Nilai normal leukosit didalam urin yaitu 4-5/LPB nilai leukosit yang lebih dari 5 mungkin
menunjukkan adanya leukositoria. Peningkatan jumlah leukosit dalam urin berkaitan dengan
proses inflamasi atau infeksi pada traktus urinarius. Leukosit dapat masuk ke dalam traktus
urinarius dari glomerulus sampai uretra. (Gandasoebrata, 2013). Leukosituria dapat terjadi
karena pada pembesaran prostat jinak akan menyebabkan obtruksi pada kandung kemih dan
uretra yang akan menimbulkan retensi urine. Retensi urine sangat berisiko untuk menimbulkan
terjadinya infeksi saluran kemih sehingga akan ditemukannya peningkatan leukosit pada urine
pasien(Hasan dkk , 2021)
Nilai normal eritrosit berada pada rentang 0-1/LPB bentuk eritrosit normal adalah cakram
bikonkaf, diameter ± 7μm, warna hijau pucat dan jernih. Jika terjadi peningkatan kadar eritrosit
dalam urine mungkin menunjukkan adanya peradangan pada ginjal, batu saluran kemih, infeksi
saluran kemih, atau mungkin adanya iritasi pada ujung uretra. (Gandasoebrata, 2013).Epitel
merupakan unsur sedimen organik yang dalam keadaan normal di dapatkan dalam sedimen
urin , nilai epitel juga dapat normal berada dalam urine dengan nilai normal kurang dari 15-20
squamos cell/ LPB.Keadaan patologik jumlah epitel dapat meningkat, seperti pada peradangan,
dan infeksi saluran kemih (Gandasoebrata, 2013).
Kristal kalsium oksalat berupa kristal seperti jarum-jarum tajam yang menanamkan diri
dalam jaringan dan dapat menyebabkan sakit luar biasa. Di dalam tubuh, oksalat akan
bersenyawa dengan kalsium membentuk kristal kalsium oksalat. Kristal tersebut akan
mengendap dan jika terkumpul dan berlebih di dalam urin maka akan membesar membentuk
batu ginjal. Batu ginjal ini terbentuk akibat ginjal yang kekurangan cairan untuk memecahkan
kelebihan mineral seperti oksalat, kalsium atau asam urat dari makanan (Fitriani dkk, 2016)

2. Uji karakteristik urin


Pemeriksaan karakteristik atau mikroskopik urin merupakan pemeriksaan yang meliputi
warna urin, berat jenis, bau dan pH urin.Pemeriksaan urin berguna untuk menafsirkan hasil
pemeriksaan kuantitatif atau semi kuantitatif suatu zat dalam urin, dan untuk menentukan
kelainan dalam keseimbangan cairan badan (Wilmar, 2000).
Pemeriksaan terhadap warna urin mempunyai makna karena kadang-kadang dapat
menunjukkan kelainan klinik. Warna urin dinyatakan dengan tidak berwarna, kuning muda,
kuning, kuning tua, kuning bercampur merah, merah, coklat, hijau, putih susu, dan sebagainya.
Warna urin dipengaruhi oleh kepekatan urin, obat yang dimakan maupun makanan. Warna urin
dikatakan normal yaitu antara kuning muda dan kuning tua yang disebabkan oleh beberapa
macam zat warna seperti urochrom, urobilin, dan porphyrin (Wilmar, 2000)
Bau urin normal disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau yang berlainan
dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, petai, obat-obatan seperti mentol, bau buah-
buahan seperti pada ketonuria (Wilmar, 2000). Menurut (Wahyuningsih dan Kusmiyati, 2017)
bau khas urin bila dibiarkan terlalu lama maka akan berbau amoniak.
Derajat keasaman (pH) urin merupakan indikator kemampuan tubulus ginjal untuk
menjaga keseimbangan asam-basa yang normal terutama melalui reabsorbsi natrium dan
sekresi tubular ion hidrogen dan natrium. Sekresi dari urin asam atau basa oleh ginjal adalah
salah satu mekanisme yang paling penting di tubuh untuk menjaga pH tubuh yang konstan
(Fischbach & Duning, 2009). pH urin pada orang sehat berkisar antara 4,5 sampai 8,0 dengan
rata-rata 5,0 sampai 6,0 karena produksi endogen lebih mendominasi. Penetapan pH urin
berfungsi untuk menetukan kelainan asam basa, sistem metabolik atau pernapasan dan dalam
pengelolaan kondisi kemih yang membutuhkan urin yang dipertahankan pada pH tertentu
(Riswanto & Rizki, 2015).
Penentuan berat jenis urin merupakan parameter untuk mengukur jumlah solid yang
terlarut dalam urin dan digunakan untuk mengetahui daya konsentrasi dan daya ilusi ginjal.
Berat jenis urine tergantung jumlah zat yang larut di dalam urin atau terbawa di dalam urin.
Berat jenis plasma (tanpa protein) adalah 1010, bila ginjal mengencerkan urin (misalnya
sesudah minum air) maka berat jenisnya kurang dari 1010. Bila ginjal memekatkan urin,
sebagaimana fungsinya maka berat jenis urin naik di atas 1010 (Evelyn, 2006).Berat jenis urin
yang normal berkisar antara antara 1.010-1025 (Luklukaningsih, 2014).
Berat jenis urin dapat mengalami penurunan atau peningkatan. Penurunan berat jenis urin
dapat terjadi pada penderita diabetes insipidus, diuresis, hipotermi, alkalosis, berbagai kelainan
ginjal, pielonefritis, dan glomerulonefritis. Peningkatan berat jenis urin dapat terjadi pada
penderita demam, dehidrasi, gagal jantung kongestif, insufisiensi adrenal, dan penyakit hati
(Wirawan, 2011)
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian karakteristik urin yang meliputi warna urin,
bau urin, pH urin dan BJ urin . Berdasarkan hasil pengujian warna urin yang telah dilakukan
didapatkan warna urin kuning bening , warna urin yang didapatkan merupakan pertanda bahwa
tubuh sehat dan tidak kekurangan cairan dan urin tersebut berada di rentang normal. Warna
urin dikatakan normal yaitu antara kuning muda dan kuning tua yang disebabkan oleh beberapa
macam zat warna seperti urochrom, urobilin, dan porphyrin (Wilmar, 2000).
Berdasarkan pengujian bau urin didapatkan bau urin : bau amonia/ khas , menurut Wilmar
(2000) bau urin normal (berupa ammonia) karena disebabkan oleh asam organik yang mudah
menguap sedangkan bau yang merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau
mencerna obat-obatan tertentu. Maka dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa
sampel urin adalah normal
Berdasarkan pengujian pH urin didapatkan pH pada angka 6,5, ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi pH urin diantaranya :
a. pH asam
a) Diet (mengkonsumsi buah cranberry, daging tinggi protein).
b) Infeksi saluran kemih oleh Eschericia coli
b. pH basa
a) Diet (mengkonsumsi vegetarian, jeruk dan buah buahan rendah lemak).
b) Alkoholisis metabolik (misal; muntah berat) keadaan ini menyebabkan kadar
bikarbonat urin lebih tinggi dan produksi amommnia menurun. Ginjal dapat
menghasilkan urin dengan pH 7,8 (Riswanto & Riski, 2015).
Berdasarkan teori pH urin normal 4,5 sampai 8,0 dengan rata-rata 5,0 sampai 6,0, sehingga
hasil pengujian pH yang didapatkan urin tersebut masih tergolong normal.
Berdasarkan pengujian bobot jenis urin didapatkan hasil 1,001, berat jenis urin tergantung
dari jumlah zat yang terlarut di dalam urin atau terbawa di dalam urin, fungsi pemekatan ginjal
dan produksi urin itu sendiri (Evelyn, 2009). Berat jenis urin juga berhubungan dengan
diuresis, semakin besar diuresis maka semakin rendah berat jenisnya begitu juga sebaliknya
(Gandasoebrata, 2013).Menurut teori berat jenis urin yang normal berkisar antara antara
1.010-1025, jadi hasil pengujian bobot jenis yang telah di lakukan bobot jenis yang di peroleh
berada pada rentang yang normal.

3. Analisa zat yang terlarut dalam urin


Ureum atau urea merupakan suatu molekul kecil yang mudah mendifusi ke dalam cairan
ekstrasel, tetapi pada akhirnya dipekatkan dalam urin dan diekskresi. Ekskresi ureum dalam
tubuh kira-kira 25 mg per hari (Widmann Frances K, 2005). Urea merupakan produk akhir dari
metabolisme asam amino yang disintesa dari ammonia, karbon dioksida dan nitrogen amida
aspatat (Victor W Rdwell, 1999). Urea merupakan salah satu produk dari pemecahan protein
dalam tubuh yang disintesis di hati dan 95% dibuang oleh ginjal dan sisanya 5% dalam feses.
Pemeriksaan kadar urea pada urin dapat digunakan sebagai parameter tes fungsi ginjal, status
hidrasi, menilai keseimbangan nitrogen, menilai progesivitas penyakit ginjal, dan menilai hasil
hemodialisis (Verdiansah, 2016)
Klorida merupakan salah satu elektrolit penting dalam tubuh. Klorida sebagai anion utama
dalam cairan ekstraselular berperan dalam menjaga homeostasis dalam tubuh.Klorida
diekskresikan melalui urin dan keringat (Wilson, 2005). Klorida merupakan anion utama dalam
cairan ekstrasel. Jumlah klorida pada orang dewasa normal sekitar 30 mmol per kg berat badan.
Sekitar 88% klorida berada dalam cairan ekstrasel dan 12% dalam cairan intrasel (Tambajong
dkk, 2016)
Aseton merupakan produk limbah yang bersifat toksin sehingga tubuh akan
mengekskresikannya bersama urin (Swanson dkk, 2007). Pemeriksaan aseton pada sampel urin
dapat dijadikan salah satu parameter untuk memperkuat diagnosis diabetes mellitus dengan
komplikasi akut seperti ketoasidosis diabetikum , uji aseton positif dapat dijumpai pada :
Asidosis diabetik (ketoasidosis), kelaparan atau malnutrisi, diet rendah karbohidrat, berpuasa,
muntah yang berat, pingsan akibat panas, kematian janin, selain itu juga pengaruh obat dapat
mempengaruhi kadar aseton dalam urin (Riswanto, 2010).
Glukosa urin atau gula pereduksi yaitu adanya glukosa di dalam urin yang disebabkan
tingginya kadar glukosa di dalam darah (hiperglikemia) sehingga keluar bersamaan dengan
urin, yang dipengaruhui oleh fungsi ginjal yang kurang baik. Fungsi pemeriksaan glukosa urin
adalah untuk melihat kadar glukosa urin agar dapat mengetahui berat atau ringannya penyakit
diabetes melitus (Aziz, 2016). Meningkatnya kadar glukosa di dalam darah mempunyai efek
langsung terhadap organ ginjal. Normalnya glukosa atau gula pereduksi tidak ditemukan di
dalam urin disebabkan karena proses filtrasi ginjal yang memungkinkan glukosa direabsorbsi
kembali ke dalam pembuluh darah. Ambang batas toleransi ginjal terhadap glukosa adalah 160
mg/dl-180 mg/dl. Jika batas tersebut terlampaui maka glukosa akan diekskresikan ke dalam
urin karena ginjal tidak dapat menampung kadar glukosa yang berlebih tersebut sehingga
menyebabkan glukosuria (Rahmatullah dkk, 2015).
Albumin adalah protein plasma yang terdapat di dalam darah dengan konsentrasi tinggi,
dan ketika ginjal berfungsi dengan baik, hampir tidak ada albumin yang ada di dalam urin.
Pemeriksaan albumin urin kuantitatif mengukur kadar albumin dalam sampel urin sewaktu
ataupun urin yang dikumpulkan dalam waktu tertentu sebagai penanda kerusakan ginjal. Urin
yang mengandung protein menandakan bahwa filtrasi yang dilakukan oleh ginjal tidak
sempurna (Wilmar, 2000).
Pada pratikum kali ini dilakukan pengujian zat terlarut pada urin yang meliputi urea, ion
klorida, aseton, gula pereduksi dan albumin. Pengujian pertama yaitu dilakukan pengamatan
urea di dalam urin dengan cara teteskan 2 tetes urin pada kaca objek, kemudian tambahkan 2
tetes asam nitrat, sampel urin tersebut kemudian di panaskan dan diamati adanya kristal
rhombis atau hexagonal. Berdasarkan hasil pengujian yang di dapatkan sampel urin tersebut
positif mengandung urea.Kadar urea yang tinggi di dalam darah dan urin akan menyebabkan
kondisi uremia , uremia merupakan salah satu gejala utama dari gagal ginjal dan juga dapat
menjadi tanda tahap akhir penyakit gagl ginjal kronis.
Pengujian kedua yaitu dilakukan pengamatan ion klorida dengan cara masukan 5 ml urin
ke dalam tabung reaksi kemudian tambahkan beberapa tetes larutan perak nitrat, amati urin
apabila terjadi kekeruhan atau endapan putih menunjukan adanya ion klorida. Berdasarkan
hasil pengujian didapatkan hasil bahwa sampel urin tersebut positif mengandung ion klorida.
Pada urin yang normal mengandung sedikit kadar ion klorida , akan tetapi jika ion klorida
terlalu banyak akan mengakibatkan gangguan pada ginjal misal nya pengendapan kristal di
ginjal atau sering di sebut batu ginjal.
Pengujian ketiga yaitu dilakukan pengamatan aseton dengan cara masukan 3 ml urin ke
dalam tabung reaksi kemudian basakan sampel urin dengan menambahkan beberapa tetes
larutan KOH/NAOH , tambahkan beberapa tetes larutan Na-nittroprusid, kemudian kocok dan
tambahkan beberapa tetes asam asetat pekat, kemudian kocok terjadinnya warna ungu sampai
merah ungu menunjukan adanya aseton.Berdasarkan hasil pengujian didapatkan hasil bahwa
sampel urin tersebut positif mengandung aseton, jika kadar aseton di dalam urin maka
kemungkinan adanya kelainan komplikasi akut seperti ketoasidosis diabetikum.
Pengujian ke empat dilakukan pengamatan gula pereduksi dengan cara memasukan 1 ml
fehling (Fehling A : Fehling B, 1 : 1) ke dalam tabung reaksi, encerkan dengan 4 ml air suling
dan panaskan perlahan kemudian tambahkan urin sebanyak 1 ml sedikit demi sedikit, sampai
terjadi warna biru tepat hilang. Parameter yang diamati yaitu terjadinya endapan merah bata
menunjukan adanya gula pereduksi.Berdasarkan hasil pengujian didapatkan hasil bahwa
sampel urin tersebut positif mengandung gula pereduksi. Pada kondisi normal urin seharusnya
tidak mengandung gula pereduksi, kondisi ini dapat terjadi ketika kadar gula di dalam darah
tinggi (hiperglikemia) atau ketika terjadi kerusakan pada ginjal. Ambang batas toleransi ginjal
terhadap glukosa atau adalah 160 mg/dl-180 mg/dl. Jika batas tersebut terlampaui maka
glukosa akan diekskresikan ke dalam urin karena ginjal tidak dapat menampung kadar glukosa
yang berlebih tersebut sehingga menyebabkan glukosuria, hasil pengujian menunjukan bahwa
urin tidak normal karena mengandung gula pereduksi.
Pengujian yang terakhir dilakukan pengamatan albumin dengan cara masukan urin ke
dalam tabung reaksi kemudian didihkan perlahan-lahan, tambahkan 2 sampai 3 tetes larutan
asam asetat glasial : air (1:1), kocok parameter yang diamati yaitu terjadinya kekeruhan
menunjukan adanya albumin. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan hasil bahwa sampel urin
tersebut menunjukan hasil positif mengandung albumin. Urin yang mengandung protein
(albumin) menandakan bahwa filtrasi yang dilakukan oleh ginjal tidak sempurna, adanya
albumin biasanya disebakan oleh rusaknya pembuluh darah kecil (glomeruli) pada ginjal
sehingga tidak menyaring darah dengan baik, rata-rata batas protein seperti albumin yang
dikeluarkan melalui urine berkisar antara 5 – 10 mg per hari, jika protein (albumin) dalam urine
dengan jumlah yang banyak dalam per hari nya dapat mengindikasikan adanya gangguan pada
organ ginjal.
7. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa sistem ekskresi adalah sistem
biologis yang berfungsi membuang zat-zat berlebih atau buangan dari tubuh. Mekanisme ini
berguna untuk menjaga homeostatis (keseimbangan kondisi internal tubuh) dan mencegah
kerusakan pada tubuh.Karakteristik urin berdasarkan hasil dari pengujian warna urine terlihat
warna kuning bening, bau amoniak/bau pesing mempunyai pH 6,5 dan bobot jenis 1,0001.
Sedangkan untuk hasil pengujian zat yang terlarut dalam urin terdapat beberapa zat yang
terkandung didalam urin meliputi positif urea, positif ion klorida, positif aseton, positif gula
pereduksi, dan positif albumin.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, E., Jais, A. (2021). Effect of Delayed Examination of the Morning Urine Sample After
3 Hours at Room Temperature. ANJANI Journal: Health Sciences Study, Vol. 1 No. 1 2021
page: 1–6. DOI: https://doi.org/10.37638/anjani.1.1.1-6
Aziz, H. A. 2016. gambaran reduksi urin dengan metode benedict pada pasien diabetes melitus.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis.
Evelyn and Pearce. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Edisi ke-35. Jakarta:
Gramedia
Fitriani, H. Nurlailah. Rachmina, D. (2016). Kandungan Asam Oksalat Sayur Bayam. Medical
Laboratory Technology Journal, 2(2), 51–55.
Gandasoebrata, 2013. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta
Hasan, Z. A., & Rafika, R. (2021). Profil Pemeriksaan Pada Sedimen Urin Pasien Infeksi
Saluran Kemih Menggunakan Alat Dirui Fus-100. Jurnal Media Analis Kesehatan, 12(1),
41-46
Heni Puji Wahyuningsih & Yuni Kusmiyati, 2017. Anatomi Fisiologi Bahan Ajar kebidanan.
Jakarta
Luklukaningsih, Z., 2014. Anatomi, Fisiologi, dan Fisioterapi. Ed 1., Yogyakarta : Nuha
Medika
Snell, 2003. Anatomi Klinik . Edisi 6. Jakarta:EGC
Riswanto dan Rizki, M. 2015. Urinalisis: Menerjemahkan Pesan Klinis Urine. Yogyakarta:
Pustaka Rasmedia
Riswanto. 2010. www.keton-urin. Diakses pada tanggal 10 Maret 2022
Syaifudin, 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed 3., Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Swanson, Todd A., Kim, Sandra I,. Glucksman, Marc J. 2007. Biochemistry and. Molecular
Biology. 4th Edition/Asian edition. Baltimore
Tambajong, Ryan Yefta, Glady I. Rambert, and Mayer F. Wowor. "Gambaran kadar natrium
dan klorida pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non-dialisis." eBiomedik 4.1
(2016)
Verdiansah, 2016. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. CDK-237, Vol. 43 Vo. 2 : 140- 150
Wirawan R. 2011. Penilian hasil pemeriksaan urin (cermin dunia kedokteran)
Wilson, 2005. Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Wilson, L.M., Price, S.A., penyunting.
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta:ECG
Wilmar, M. (2000). Praktikum Urin, Penuntun Praktikum Biokimia. Jakarta: Widya Medika

Tugas Pendahuluan
1. Gambarkan dan jelaskan secara lengkap sistem urinari pada perempuan dan laki laki
2. Perhitungan BJ Diketahui W1= 23,65 gram W2= 38,68 gram dan W3= 38,73

Jawaban
1. Sistem urinaria adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah
bebas dari zat-zat yang tidak dipergunaan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem urinaria dalam tubuh terdiri dari ginjal, ureter,
kandung kemih dan uretra (Syaifuddin, 2006).

– Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi tulang
belakang (columna vertebralis) (Wilson, 2005). Ginjal berwarna coklat kemerahan
dibelakang peritoneum, terletak pada dinding posterior abdomen, di depan dua kosta
terakhir dan tiga otot-otot besar, yaitu transversus abdominis, kuadratus, lumborum, dan
psoas mayor. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri.
Hal ini disebabkan karena adanya lobus kanan hati yang besar. Ginjal terlindung dengan
baik dari trauma karena dilindungi oleh kosta disebelah posterior dan oleh bantalan usus
dibagian anterior (Snell, 2003).Fungsi ginjal antara lain ( Syaifudin, 2006) :
a) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun
b) Memperthankan suasana keseimbangan cairan.
c) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh.
d) Mempertahanan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh.
e) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir protein ureum, kreatinin, dan
amoniak
– Ureter terdiri dari dua buah tabung/saluran yang menghubungkan ginjal dengan
kandung kemih (vesika urinaria). Ureter merupakan lanjutan pelvis renis, menuju distal
& bermuara pada vesica urinaria. Panjangnya 25-30 cm dan diameternya 0,5 cm.
Lapisan ureter terdiri dari 1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), 2. Lapisan
tengah (otot polos) dan 3. Lapisan sebelah dalam (mukosa). Ureter pada pria terdapat
di dalam visura seminalis atas dan disilang oleh duktus deferens dan dikelilingi oleh
leksus vesikalis. Selanjutnya ureter berjalan oblique sepanjang 2 cm di dalam dinding
vesika urinaria pada sudut lateral dari trigonum vesika.
Sedangkan Ureter pada wanita terdapat di belakang fossa ovarika dan berjalan ke bagian
medial dan ke dapan bagian lateral serviks uteri bagian atas, vagina untuk mencapai
fundus vesika urinaria. Dalam perjalanannya, ureter didampingi oleh arteri uterina
sepanjang 2,5 cm dan selanjutnya arteri ini menyilang ureter dan menuju ke atas di
antara lapisan ligamentum latumUreter mempunyai jarak 2 cm dari sisi serviks uteri
(Wahyuningsih dan Kusmiyati, 2017)
– Kandung kemih disebut juga bladder atau vesika urinaria, Organ ini mempunyai fungsi
sebagai reservoir urine (200-400 cc). Dindingnya mempunyai lapisan otot yang kuat.
Letaknya di belakang os pubis, dalam keadaan penuh, bentuknya seperti telur (ovoid)
dan apabila kosong seperti limas. Apex (puncak) vesica urinaria terletak di belakang
symphysis pubis. Fungsi dari kandung kemih atau vesica urinaria yaitu (1) sebagai
tempat penyimpanan urine, dan (2) mendorong urine keluar dari tubuh (Wahyuningsih
dan Kusmiyati, 2017)
– Uretra merupakan saluran keluar dari urin yang diekskresikan oleh tubuh melalui ginjal,
ureter, dan vesica urinaria. Uretra adalah saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki uretra berjalan
berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa
yang menembus tulang pubis ke bagian penis, panjangnya ± 20 cm. Uretra pada laki-
laki terdiri dari uretra prostaria, uretra membranosa, dan uretra kavernosa.
Lapisan uretra laki-laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam) dan lapisan
submukosa. Uretra pada wanita terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring
sedikit kearah atas, salurannya dangkal, panjangnya ± 3-4 cm dari orifisium uretra
interna sampai ke orifisium uretra eksterna. Uretra ini terdapat di belakang simfisis pada
dinding anterior vagina, menjurus obliq ke bawah dan menghadap ke depan. Lapisan
uretra pada wanita terdiri dari tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa
merupakan pleksus dari vena-vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam)
(Wahyuningsih dan Kusmiyati, 2017)

2. Diketahui W1 = 23,65 gram


W2 = 38,68 gram
W3 = 38,73
Ditanyakan : BJ
Jawab
(𝑊3 − 𝑊1)
𝐵𝐽 =
(𝑊2 − 𝑊1)
(38,73−23,65)
=
(38,68−23,65
(15,08)
= (15,03)

= 1,003 → BJ urin berada pada rentang normal

Anda mungkin juga menyukai