Anda di halaman 1dari 33

STUDI POPULASI DAN PERSEBARAN LUTUNG

(Trachypithecus auratus) DI KAWASAN PUNCAK


CEMARA KPH RINJANI TIMUR

RENCANA PENELITIAN

Oleh
Moh. Zaidul Khaer
C1L017063

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2020
ii

STUDI POPULASI DAN PERSEBARAN LUTUNG


(Trachypithecus auratus) DI KAWASAN PUNCAK
CEMARA KPH RINJANI TIMUR

Oleh
Moh. Zaidul Khaer
C1L017063

Rencana Penelitian Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melakukan


Penelitian

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2021
iii

HALAMAN PENGESAHAN

Rencana penelitian yang diajukan oleh:


Nama : Moh. Zaidul Khaer
NIM : C1L017063
Program Studi : Kehutanan
Jurusan : Kehutanan
Judul Skripsi : Studi Populasi Dan Persebaran Lutung (Trachypithecus
auratus) Di Kawasan Puncak Cemara KPH Rinjani Timur

Telah diterima sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian. Rencana
penelitian tersebut telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing.

Menyetujui:

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Endah Wahyuningsih, S.Hut, MP. Kornelia Webliana B, S.Hut., M.Sc.


NIP. 197212082006042001 NIP. 198904092015042002

Mengetahui:

Ketua Jurusan Ketua Program Studi

Dr. Andi Chairil ichsan, S.Hut., M.Si. Hairil Anwar, S.Hut., MP.
NIP. 198312162008121003 NIP. 19801102 200812 1 004

Tanggal Pengesahan:____________________
iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas perkenan-Nya jualah penyusunan Rencana Penelitian ini dapat diselesaikan.
Rencana Penelitian yang berjudul “Studi Populasi Dan Persebaran Lutung
(Trachypithecus auratus) Di Kawasan Puncak Cemara Kph Rinjani Timur”.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dosen pembimbing Ibu
Endah Wahyuningsih, S.Hut, MP. Selaku Dosen Pembimbing Utama serta Ibu
Kornelia Webliana B, S.Hut., M.Sc. Selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang
senantiasa selalu sabar dalam memberikan bimbingan kepada penulis dalam
penyusunan Rencana Penelitian ini, serta terima kasih juga penulis sampaikan
kepada rekan-rekan yang selalu memberikan bantuan semangat dan motivasi
kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan Rencana Penelitian ini.
Penulis sendiri menyadari bahwa penulisan Rencana Penelitian ini sangat
jauh dari kesempurnaan maka dari itu kritik, saran dan masukan dari Bapak/Ibu
Dosen serta rekan-rekan dan para pembaca sangat diharapkan.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas segala bantuan dari semua
pihak yang telah diberikan kepada Penulis dengan kebaikan yang lebih banyak
lagi. Amin.
Akhirnya, semoga Rencana Penelitian ini bermanfaat bagi siapa saja yang
memerlukannya.

Mataram, 21 Juli 2021


Penulis,

Moh. Zaidul Khaer


C1L017063
v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii

KATA PENGANTAR................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL........................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR................................................................................... ii

I. PENDAHULUAN.................................................................................... 2

1.1. Latar Belakang............................................................................... 2

1.2. Rumusan Masalah.......................................................................... 2

1.3. Tujuan Penelitian........................................................................... 2

1.4. Manfaat Penelitian......................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 2

2.1. Klasifikasi Lutung.......................................................................... 2

2.2. Morfologi....................................................................................... 2

2.3. Populasi.......................................................................................... 2

2.4. Habitat............................................................................................ 2

2.5. Pakan.............................................................................................. 2

2.6. Aktivitas Harian............................................................................. 2

2.8. Penyebaran Lutung........................................................................ 2

2.9. Status Perlindungan....................................................................... 2

2.10. Parameter Demografi................................................................... 2


vi

III. METODE PENELITIAN....................................................................... 2

3.1. Waktu dan Tempat......................................................................... 2

3.2. Alat dan Objek Penelitian.............................................................. 2

3.2.1. Alat....................................................................................... 2

3.2.2. Objek.................................................................................... 2

3.3. Metode Pengambilan Data............................................................. 2

3.3.1. Survei Pendahuluan............................................................. 2

3.3.2. Penelitian Utama.................................................................. 2

3.4. Analisis Data.................................................................................. 2

3.4.1. Analisis Deskrptif................................................................ 2

3.4.2. Analisis Kuantitatf............................................................... 2

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 2
vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
3.1 Populasi Lutung (Trachypithecus auratus) di kawasan 16
hutan Puncak Cemara KPH Rinjani Timur
3.2 Ukuran Populasi Lutung (Trachypithecus auratus) 18
3.3 Sex Ratio 18
viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Lutung (Trachypithecus auratus) 4
3.1 Gambaran metode line transect 13
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pulau Lombok memiliki jenis flora dan fauna yang khas, hal ini
menunjukkan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya berbeda dengan daerah
lainnya. Selain itu, Pulau Lombok memiliki satwa endemik salah satunya Lutung.
Menurut Murthafiah (2015) Jawa, Bali, dan lombok merupakan wilayah
persebaran dari satwa endemik yang dimiliki Indonesia tersebut.
Lutung hidup secara berkelompok dengan ukuran tubuh sedang dan
memiliki panjang kurang lebih 55 cm (Utami et al. 2012). Daun merupakan
makanan pokok dari Lutung, karena itu Lutung dikenal sebagai monyet pemakan
daun (Ebony leaf monkey), serta sebagian lagi dari buah dan biji (Astriani, 2015).
Menurut IUCN (2020), Jenis Lutung ini juga termasuk dalam kategori rentan
(vulnerable) dalam daftar merah IUCN versi 3.1, dan tercantum dalam Appendix
II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora), oleh karena itu pemerintah melalui Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan Nomor 733/Kpts-II/1999 mengkategorikan Lutung
sebagai jenis satwa yang dilindungi.
Primata merupakan salah satu aspek ekosistem yang penting bagi
kelangsungan ekosistem hutan dan kehidupan manusia. Peran primata bagi
kelestarian ekosistem hutan antara lain sebagai pemencar biji vegetasi hutan,
perantara penyerbukan dan penambah kadar humus untuk kesuburan tanah
(Setiawan, 2020). Lutung memiliki peran penting bagi ekosistem sebagai
perantara penyebaran biji dalam proses pertumbuhan bibit baru pada tanaman.
Prilaku makan Lutung yang berpindah-pindah dari pohon satu ke pohon yang lain
membuat pemencaran biji-bijian menjadi jauh. Lutung makan di atas pohon dan
menjatuhkan sisa-sisa dari makanan ke tanah membuat kesuburan pada tanah
meningkat.
2

Tingginya aktivitas perdagangan serta berkurangnya habitat karena


kerusakan menjadikan eksploitasi satwa saat ini pada tingkat mengkhawatirkan
(Wirdateti et al., 2009), Huda (2020) menyatakan bahwa kondisi populasi Lutung
saat ini berada pada kondisi tidak ideal, yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia
terhadap Lutung.

Kawasan Puncak Cemara KPH Rinjani Timur menjadi salah satu kawasan
yang teridentifikasi sebagai habitat Lutung, namun data mengenai Lutung masih
sangat terbatas, keberadaan Lutung di kawasan ini dapat menjadikan kawasan
tersebut menjadi KEE (Kawasan Ekonomi Esensial) yang dimiliki KPH Rinjani
Timur, oleh karena itu penelitian mengenai populasi Lutung menjadi penting
dilakukan sebagai upaya pelestarian dengan kerentanannya perlu dilakukan
langkah-langkah konservasi untuk menjaga populasi Lutung tetap lestari dan
terjaga. Setelah mengetahui populasi Lutung di kawasaan Puncak Cemara KPH
Rinjani Timur, untuk selanjutnya pemerintah melakukan penanganan terhadap
keberadaan Lutung itu sendiri

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka perlu


mengetahui bagaimana populasi dan persebaran Lutung di kawasan Puncak
Cemara KPH Rinjani Timur melalui perhitungan paramater demografi.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui populasi dan persebaran Lutung di


kawasan Puncak Cemara KPH Rinjani Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian tentang struktur populasi dan persebaran


Lutung di kawasan Puncak Cemara KPH Rinjani Timur yaitu:

1. Data hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam
pengambilan langkah-langkah konservasi Lutung di kawasan Puncak Cemara
KPH Rinjani Timur.
3

2. Data hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi pengelola
kawasan Puncak Cemara untuk kedepannya dapat memanfaatkan potensi yang
ada dengan sebaik-baiknya
3. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai literatur untuk penelitian terkait.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Lutung

primata merupakan ordo tersendiri yang termasuk manusia di dalamnya.


ordo primata memiliki dua subordo, yakni Prosimii dan Anthropoidea. Subordo
Anthropoidea terbagi menjadi new world monkey, old world monkey, apes dan
manusia. Lutung termasuk ke dalam grup old world monkey (Irawan, 2011).
Lutung termasuk primata pemalu yang dikelompokkan dalam sub famili
Colobinae (Ayunin et al., 2014).

Awalnya seluruh jenis Lutung masuk dalam satu spesies yaitu


Presbytis cristatus, yang terdiri atas beberapa subspesies. Sekitar tahun 1998,
sebagian subspesies P. cristatus dikelompokkan dalam spesies Trachypithecus
auratus dan sebagian yang lain menjadi T. cristatus (Utami, 2010). Klasifikasi
dari Lutung adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Primata
Sub ordo : Arthropoidea
Famili : Cercopithecidae
Sub famili : Colobinae
Genus : Trachypithecus
Spesies : Trachypithecus auratus (Taman Nasional Baluran, 2005)
5

Gambar 2.1 Lutung (Trachypithecus auratus)

2.2. Morfologi

Morfologi merupakan ciri khas atau bentuk dan ukuran tubuh yang
dimiliki oleh makhluk hidup, dimana dengan morfologi tersebut menjadikan
perbedaan antara mahluk hidup satu dengan lainnya. ukuran tubuh Lutung sedang
dengan panjang sekitar 55 cm rambut warna hitam dengan panjang ekor sekitar 87
cm (utami et al. 2012). Utami (2010) memaparkan tubuh Lutung berukuran
sedang sampai besar, wajah pendek lebar berwarna hitam, memiliki hidung datar,
panjang kepala dan tubuh Lutung antara 415 - 540 mm, panjang ekor 600 – 700
mm, dan berat badan 4 – 6,5 kg.

Beberapa kelompok memiliki anggota atau pemimpin dengan morfologi


yang unik dengan warna orangenya pada keseluruhan tubuhnya yang merupakan
morfologi yang beda dari yang lain pada subspesies Lutung (Febriyanti, 2008),
pernyataan itu berkaitan dengan yang tertulis pada Buku Taman Nasional Baluran
(2005) yang menyatakan bahwa anak Lutung yang baru lahir berwarna kuning
jingga tidak berjambul. Setelah meningkat dewasa warnanya berubah menjadi
hitam kelabu.

Secara morfologi terdapat beberapa perbedaan pada Lutung, seperti


perbedaan pada jantan dan betina terletak pada perkembangan alat kelamin,
sedangkan untuk pada kelompok umur Lutung dibedakan pada ukuran tubuh dan
aktivitas harian (Santono et al., 2016)

2.3. Populasi
6

Poulasi merupakan hal penting dalam pengelolaan satwa, karena sangat


menentukan keputusan-keputusan pengelolaannya (Alikodra, 2010). Populasi
merupakan sekumpulan individu di suatu kelompok dengan jenis yang sama dan
memiliki kemampuan bereproduksi antar sesama. Populasi mengandung beberapa
aspek di dalamnya berupa kepadatan (densitas), laju/tingkat kelahiran (natalitas),
laju/tingkat kematian (mortalitas), serta struktur umur dan seks rasio (bayi, anak,
individu muda, dewasa dengan jenis kelamin betina atau jantan). (Leksono, 2014).

Menurut Huda (2020), Lutung jantan mendominasi anggota kelompok


dalam hal perlindungan, pengamanan dalam pergerakan, dan merawat. Perilaku
manusia yang memanfaatkan hasil hutan dari luar kawasan menyebabkan
banyaknya aktivitas di dalam kawasan hutan (Astriani et al. 2016), hal tersebut
dapat mengganggu habitat dan kesetabilan populasi dari satwa liar yang
menduduki suatu kawasan terutama Lutung.

Populasi Lutung semakin mengalami penurunan akibat faktor alam


maupun faktor manusia sendiri, oleh karena itu pada 2008 spesies ini
dikategorikan oleh IUCN Red list dalam status konservasi terancam (Vulnerable)
(Mushandono, 2015).

2.4. Habitat

Habitat merupakan komponen yang sangat penting bagi kelangsungan


hidup satwaliar. Menurut Tobing (1999) habitat merupakan tempat yang dapat
mendukung kelangsungan kehidupan suatu sepesies (populasi) dengan
ditemukannya berbagai komponen yang dibutuhkan seperti sumber pakan, tempat
yang cocok untuk berkembang biak dan mengasuh anak, berlindung, istirahat,
maupun melakukan aktifitas sosial.

Menurut Suryani (2016) Lutung dapat dijumpai keberadaannya pada


tingkat tiang dan pohon dengan perjumpaan tertinggi pada tingkat pohon, hal
tersebut senada dengan pernyataan Utami (2010) yang memaparkan bahwa
Lutung ditemukan pada berbagai tipe hutan dan mempunyai relung yang luas
dibandingkan primata endemik yang lain. Beberapa penelitian tentang satwa ini
7

telah dilakukan di tipe hutan terbuka termasuk hutan jati, dan hutan deciduous.
Lutung adalah hewan arboreal yaitu hewan yang hidup di ataspepohonan,
sehingga jarang Lutung meninggalkan pohon-pohon besar tempatnya tinggal
secara alami (Pratiwi, 2008)

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di tempat yang berbeda


oleh Wakidi (2013) bahwa lokasi perjumpaan dengan Lutung yaitu topografi
berupa lembah yang cukup luas, terdapat mata air yang mengalir sepanjang tahun
serta keberadaan tumbuhan pakan yang banyak. Menurut Napitu (2007) Tipe
habitat yang diperlukan suatu satwa diidentifikasi melalui pengamatan fungsi-
fungsinya, misalnya untuk makan atau bertelur. Satwa memilih habitat yang
tersedia dan sesuai untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

2.5. Pakan

Pakan merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk


melestarikan populasi satwa dengan cara mempertahankan dan meningkatkan
ketersediaan
dan kelimpahan pakan, karena pakan merupakan kebutuhan pokok bagi satwa.
Menurut Pratiwi (2008) Lutung merupakan satwa primata yang bersifat folivorus
(banyak makan daun), maka umumnya pakannya adalah dedaunan, namun
pencernaannya yang sangat panjang memungkinkannya untuk memakan buah-
buahan, kuncup-kuncup daun muda, dan pada kondisi tertentu memakan telur-
telur burung, pernyataan tersebut selaras dengan hasil analisis data yang dilakukan
Shofa (2014) di Cagar Alam Dungus Iwul yang menunjukkan bahwa Lutung lebih
banyak mengkonsumsi daun muda, sedangkan bagian lainnya dari tumbuhan yang
dikonsumsi oleh Lutung adalah buah dan bunga.

Menurut Astriani (2015) Buah Krasak (Ficus superba) dan daun


Walikukun (Schoutenia ovata) adalah bagian tumbuhan yang biasa dikonsumsi
oleh Lutung. Dalam penelitian yang dilakukan Ayunin et al. (2014) di Taman
Nasional Gunung Merapi bahwa di Blok Songgobumi dan Wonopedut, Lutung
ditemukan di area yang di dominasi pohon pakan, seperti Dadap (Erythrina
8

lithosperma), Dempul (Glochidion arborescens) dan Semutan (Glochidion


rubrum).

Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan habitat Lutung


memiliki sumber pakan yang cukup melimpah, tetapi Nursal (2001) mengatakan
bahwa meskipun kelimpahan sumber pakan di daerah ini cukup tinggi (terutama
pada tingkat tiang dan pohon), untuk di masa depan masih diragukan
kelimpahannya.

2.6. Aktivitas Harian

Menurut Nursal (2001), Lutung mulai beraktivitas dengan bangun dari


tidurnya sekitar pukul 05:10 WIB, kemudian sekitar pukul 05:30 WIB berpindah
dan makan di pohon tempat tidur atau pohon sumber pakan di sekitar pohon
tempat tidur, pernyataan tersebut sesuai dengan pengamatan aktivitas Lutung yang
dilakukan di Taman Buru Masigit Kareumbi oleh Sontono et al. (2016)
memperlihatkan bahwa Lutung memulai aktivitas hariannya dengan melakukan
aktivitas berpindah dari pohon tempat tidurnya ke pohon lain (lokomosi), tidak
jarang juga terlihat Lutung memulai aktivitas hariannya dengan melakukan
aktivitas membersihkan diri (grooming) sambil duduk-duduk di dahan pohon yang
ditempatinya.

Subagyo et al. (2008) menyatakan bahwa aktivitas makan adalah aktivitas


yang dilakukan Lutung untuk menjangkau, mengambil, memasukkan makanan ke
dalam mulut dan aktivitas lain selain makan yang berhubungan dengan
perpindahan tempat, seperti melompat, memanjat, berkejaran, berlari dan aktivitas
sosial lainnya. Istirahat adalah aktivitas Lutung tanpa melakukan perpindahan
tempat dan aktivitas makan. Sulistyadi (2013) menuturkan bahwa Lutung betina
memiliki durasi aktivitas makan yang tinggi (34,82%) sedangkan jantan lebih
banyak istirahat (34,45%)

Berdasarkan jenis kelamin dan umur, jantan dewasa memiliki tiga


persentase aktivitas harian tertinggi yaitu aktivitas istirahat, lokomosi, dan makan
sebesar 44,87%, 31,93%, dan 17,08% (Wibowo, 2013). Dalam penelitian yang
9

telah dilakukan oleh Giovana (2015) beberapa aktivitas Lutung yang diamati
adalah sebagai berikut:

1. Aktivitas makan yaitu aktivitas yang meliputi pencarian makan, pemilihan


makan, memasukan ke mulut, mengunyah dan di ikuti dengan menelan.
2. Aktivitas berpindah yaitu kegiatan pengembaraan atau perjalanan, berpindah
dari satu pohon ke pohon lain.
3. Aktivitas istirahat, meliputi diam di posisi/tempatnya dan tidur.
4. Aktivitas sosial meliputi bermain, berkutu-kutuan, kawin, serta konflik dengan
anggota kelompok atau jenis satwa lain.

2.8. Penyebaran Lutung

Pulau Lombok merupakan salah satu dari tiga pulau bagian timur
Indonesia yang menjadi tempat penyebaran Lutung, hal ini berdasarkan
pernyataan Syaputra et al., (2017) bahwa Pulau Lombok menjadi batas paling
timur penyebaran satwa ini di Indonesia. Tipe hutan hujan teropis merupakan
habitat alami sebaran Lutung dan menduduki hutan dengan vegetasi stratum B
hinggan ke stratum A yang memiliki ketinggian pohon mulai dari 20 m sampai
lebih dari 30 m. Lutung merupakan hewan arboreal yang menghabiskan
waktunya di atas pohon sehingga kondisi hutan sangat mempengaruhi keberadaan
dari Lutung (Syaputra et al., 2017)

Selain penyebaran pada tipe hutan hujan tropis, satwa ini juga memiliki
penyebaran di tipe hutan mangrove dan tipe pengelolaan hutan agroforestri. Hal
itu disebabkan oleh kebutuhan pakan oleh Lutung itu sendiri (Wahyuni et al.,
2020)

2.9. Status Perlindungan

Lutung merupakan satwa dengan persebaran terbatas di Indonesia. Seiring


dengan banyaknya degredasi hutan dan perburuan yang banyak dilakukan
menjadikan Lutung harus dilindungi keberadaannya. Sulistyadi (2013)
menuturkan bahwa perubahan kawasan hutan menjadi area pertanian dan
10

permukiman menyebabkan hilangnya sebagian habitat alami sehingga mengancam


kelestarian populasi Lutung.

Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi


Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya pasal 3 tertera bahwa konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya
kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga
dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia.

Dalam daftar merah IUCN versi 3.1 (CITES 2020) dan tercantum dalam
Appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora) jenis Lutung termasuk dalam kategori rentan (vulnerable).
Melihat populasi Lutung yang kian berkurang maka Pemerintah Republik
Indonesia melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor
733/Kpts-II/1999 mengkategorikan Lutung sebagai jenis satwa yang dilindungi.

2.10. Parameter Demografi

Parameter demografi merupakan metode dalam mengatahui perhitungan


jumlah populasi suatu satwa liar menggunakan beberapa komponen-komponen
parameter yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Ukuran Populasi
Data populasi satwa sangat diperlukan untuk pengelolaan kawasan secara
efektif. Pendataan merupakan langkah awal pengelolaan satwa liar. Ukuran
populasi Lutung di masing-masing kelompok cenderung sama yaitu kurang
lebih 14 ekor (Rahmawati & Hidayat, 2017)
2. Struktur Umur
Struktur umur adalah perbandingan jumlah individu di dalam setiap kelas
umur dari suatu populasi (Sampurna, 2014). Perbedaan struktur umur yang
digunakan dalam identifikasi lapang yang membedakan satwa menjadi
dewasa, muda dan anak (Murthafiah, 2015). Menurut Siahaan (2002),
11

Berdasarkan kondisi natalitas dan mortalitasnya, populasi dapat dibedakan


menjadi empat keadaan struktur umur, yaitu:
a. Struktur umur dalam keadaan populasi yang seimbang (stationary
population), yaitu natalitas dan mortalitas relatif seimbang.
b. Struktur umur dalam keadaan populasi yang menurun (regressive
population), yaitu natalitas mengalami penurunan.
c. Struktur umur dalam keadaan populasi yang berkembang (progressive
population), yaitu natalitas mengalami peningkatan.
d. Struktur umur dalam keadaan populasi yang mengalami gangguan
sehingga terjadi kematian yang tinggi pada kelas umur tertentu.
3. Seks Rasio
Seks rasio merupakan perbandingan antara jumlah jantan yang berpotensi
untuk reproduksi dengan betina yang berpotensi untuk reproduksi pada area
pengamatan (Leksono, 2014). Pendapat lain tentang perbandingan komposisi
kelamin (sex rasio) menurut Sampurna (2014) adalah perbandingan antara
jumlah individu jantan dengan jumlah individu betina dari suatu populasi.
Pendugaan seks rasio hanya dilakukan pada kelas umur muda dan dewasa,
karena untuk kelas umur anak sangat sulit membedakan jenis kelaminnya di
lapangan (Siahaan, 2002)
12

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2021 berlokasi di kawasan


Puncak Cemara KPH Rinjani Timur. Kawasan ini secara administratif masuk
dalam Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur. Kawasan ini terletak pada
ketinggian 1200 MDPL dengan luas 683 ha, memiliki topografi berbukit dengan
lereng yang memanjang di bagian timur dan barat dengan sungai yang merupakan
sumber air bagi masyarakat yang menjadikan batas alam bagi kawasan ini. Pada
bagian selatan kawasan ini, terdapat jalan penghubung antar desa yang menjadi
salah satu batas dari kawasan ini juga

Gambar 3.1. Peta kawasan Puncak Cemara

3.2. Alat dan Objek Penelitian

3.2.1. Alat

1. Alat Tulis
2. Global Positioning System (GPS)
13

3. Kamera
4. Kompas
5. Meteran
6. Peta kawasan Puncak Cemara KPH Rinjani Timur
7. Phiband
8. Tali
9. Tally sheet
3.2.2. Objek
Adapun objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lutung di
kawasan Puncak Cemara KPH Rinjani Timur.

3.3. Metode Pengambilan Data

3.3.1. Survei Pendahuluan


Survei pendahuluan merupakan metode yang dilakukan untuk mengetahui
keberadaan dari Lutung di kawasan Puncak Cemara KPH Rinjani Timur dengan
melakukan 2 (dua) tahap metode diantaranya yaitu studi pustaka dan wawancara.

3.3.1.1. Studi Pustaka


Studi pustaka adalah metode pengumpulan data terhadap objek penelitian
yang didapatkan dari data-data dan dokumen yang berkaitan dengan parameter
yang yang dibutuhkan selama melakukan penelitian. Dalam penelitian ini studi
pustaka bersumber dari peta, dokumen lembaga, buku, dan penelitian terkait.

3.3.1.2. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang
lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2015).
Wawancara yang dilakukan menggunakan teknik indept interview (wawancara
mendalam) yang dilakukan secara langsung tanpa menggunakan kuisioner.
Penentuan responden pada penelitian ini menggunakan key informan yang sudah
pasti mengetahui, memahami, serta ikut dalam pengelolaan seperti pihak KPH
14

Rinjani Timur, PAMHUT (pengaman hutan) di Resort Suela, dan anggota


kelompok pemuda yang mengelola kawasan Puncak Cemara.

3.3.2. Penelitian Utama


3.3.2.1. Penentuan Populasi Lutung
Penentuan keberadaan lutung dalam penggunaan habitat dilakukan dengan
menggunakan metode line transect, merupaka metode pengambilan data yang
dikumpulkan berdasarkan pada perjumpaan langsung dengan satwa mamalia yang
berada pada lebar jalur pengamatan. Metode line transect merupakan metode yang
digunakan untuk mencatat setiap data yang diperlukan dengan berjalan sepanjang
garis transek tersebut (Bismark, 2011). Umumnya lebar jalur yang dianut dalam
metode ini adalah 100 meter, 50 m ke kiri dan 50 m ke kanan (Tobing, 2008). Hal
serupa dikemukakan pula oleh Suyanti (2009), Panjang setiap jalur transek adalah
2 km, dengan lebar jarak pandang 100 m (50 m kiri dan 50 m kanan). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.1.
Pengamatan dilakukan berdasarkan jam aktif lutung yakni dari pukul
06.00-09.00 pada pagi hari dan dilanjutkan pukul 15.00-18.00 pada sore hari
(Mustari & Pasaribu, 2019). Pengambilan data dimulai dengan mencari hewan
objek (Lutung) dengan menyusuri jalur pengamatan dengan menggunakan
binokuler atau kamera. Selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah individu
dalam kelompok yaitu jumlah individu dewasa, muda, dan anak. Leksono (2014)
menyebutkan beberapa data yang dicatat pada saat pengamatan adalah jumlah
individu, jenis kelamin, kelas umur, sudut lokasi penemuan satwa terhadap jalur
pengamatan, dan jarak tegak lurus satwa terhadap jalur pengamatan. Selain
mengamati jumlah pada suatu kelompok, pengamat juga perlu mengamati
perilaku dan arah pergerakan satwa yang ditemukan untuk menghindari double
counting (Nurjanah et al., 2018). Kuswanda & Mukhtar (2010) mengungkapkan
pencatatan jumlah dan ukuran jejak atau sarang per lokasi saat identifikasi tidak
langsung dapat juga meminimalisir kemungkinan double counting.
15

Metode transect ini dapat dipergunakan untuk mencatat data dari


beberapa jenis satwa secara bersamaan. Asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam
metode ini adalah:
1. Satwa dan garis transek terletak secara random
2. Satwa tidak bergerak/pindah sebelum terdeteksi
3. Tidak ada satwa yang terhitung dua kali (double account)
4. Seekor satwa atau kelompok satwa berbeda satu sama lainnya. Seekor satwa
yang terbang tidak mempengaruhi kegiatan satwa yang lainnya
5. Respon tingkah laku satwa terhadap kedatangan pengamat tidak berubah
selama dilakukan sensus
6. Habitat homogen, bila tidak homogen dapat dipergunakan stratifikasi (Napitu,
2007)

Gambar 3.1 Gambaran metode line transect

3.3.2.1. Penentuan Persebaran Lutung


Keberadaan primata bukan hanya sekedar penghias alam Indonesia, namun
pentingnya regenerasi hutan tropik menjadikan keberadaan primata sangat
berpengaruh pada perbaikan ekosistem (Faruq, 2017). Faruq (2017) juga
mengungkapkan pentingnya pengetahuan dalam mengetahui populasi lutung,
apakah semakin menurun atau semakin meningkat untuk dilakukan tindakan
konservasi. Saat ini data terkait populasi lutung sangat sedikit dijumpai terutama
di Pulau Lombok, karena minimnya pengetahuan masyarakat terhadap keberadaan
lutung di alam.

Kawasan hutan Puncak Cemara merupakan kawasan hutan yang masih


sangat alami dengan kontur yang berbukit dan lereng yang cenderung curam,
16

peneliti harus memiliki estimasi waktu yang tepat selama melakukan penelitian.
Keberadaan lutung dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan dari kegiatan
konservasi di kawasan Puncak Cemara KPH Rinjani Timur. Dalam melakukan
pengumpulan data diterapkan metode observasi, di mana metode ini dilakukan
dengan melakukan pengamatan terhadap lutung dari pagi sampai sore hari,
pernyataan ini diungkapkan oleh Wahyuni (2020) pada penelitiannya yang
menggunakan metode observasi pada pagi hari pukul 05.00 WIB hingga sore hari
pukul 18.30 WIB

Data yang dikumpulkan diambil pada satu titik yang memiliki intensitas
perjumpaan paling tinggi dengan satwa (Ziyus, 2018). Hal ini berbanding lurus
dengan pernyataan Zairina (2015) bahwa pengamatan dan perhitungan populasi
satwa liar dilakukan pada saat sedang berkumpul atau berkelompok di tempat-
tempat yang sering dikunjungi satwa atau pada tempat-tempat yang sering
dijadikan tempat beristirahat dan bermain. Beberapa satwaliar memiliki tempat
yang khas dan selalu dipertahankan secara aktif yang disebut daerah teritori,
daerah terotori ini termasuk di dalamnya tempat tidur dan istirahat terutama bagi
spesies primata (Siburian, 2018). Data yang dikumpulkan selama melakukan
pengamatan meliputi titik keberadaan lutung, jumlah kelompok lutung, dan
jumlah individu di setiap kelompok (Wahyuni, 2020). Persebaran dan keberadaan
lutung digambarkan menggunakan analisis deskriptif. Siburian (2018)
menyatakan bahwa pengambilan data berupa jumlah kelompok, jumlah individu,
dan kordinat lokasi seperti pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Populasi Lutung (Trachypithecus auratus) di kawasan hutan Puncak


Cemara KPH Rinjani Timur
Kordinat
Kelompok Jumlah (ekor)
Latitude (N) Longitude(E)
I
II
III
17

Menurut Astriani (2016) data kepadatan populasi merupakan gambaran


kuantitas individu pada wilayah tertentu. kepadatan populasi dapat dihitung
menggunakan rumus kepadatan populasi (Density/D) yaitu:

D=∑individu / Luas total wilayah (Ha)

Hasil data pencatatan posisi setiap individu atau setiap kelompok


dilakukan dengan menggunakan GPS, kemudian dipetakan dengan menggunakan
Goggle Earth, sehingga terlihat penyebaran lutung di lokasi penelitian (Sari et.al,.
2020). Astriani et al,. (2016) pula mengatakan lokasi pencatatan ditandai
menggunakan GPS. Analisi persebaran lutung dilakukan dengan menggunakan
aplikasi arcgis. Aplikasi arcgis merupakan aplikasi yang dapat mengolah dan
menghasilkan pemetaan sesuai dengan kebutuhan pengguna.

3.3.2.3. Data yang Dikumpulkan


Data yang akan dibutuhkan berupa jumlah kelompok, jumlah individu tiap
kelompok, struktur umur, (anakan, remaja, dan dewasa), sex rasio. Pengamatan
kondisi lapangan serta menggali informasi dari beberapa narasumber merupakan
persiapan awal yang terlebih dahulu dilakukan sebelum pengambilan data, agar
mendapatkan data yang tepat dengan tujuan penelitian.

3.4. Analisis Data

3.4.1. Analisis Deskrptif


Analisis deskriptif merupakan metode yang menjelaskan tentang
gambaran umum dari suatu obek yang dijadikan sebagai acuan dalam melakukan
penelitian. Menurut Sugiyono (2015), berpendapat bahwa, deskripsi teori paling
tidak berisi tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti, melalui
pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai referensi,
sehingga ruang lingkup, kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variabel
yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah.

3.4.2. Analisis Kuantitatf


18

Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-
angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2015). Dalam melakukan
penelitian ini, perhitungan dilakukan pada ukurang populasi, struktur umur
(anakan, remaja, dan dewasa), sex rasio, natalitas, dan mortalitas.

3.4.2.1. Ukuran Populasi


Kepadatan populasi adalah nilai yang menggambarkan ketersediaan
individu dalam suatu luasan wilayah tertentu (Astriani, 2015)

Tabel 3.2 Ukuran Populasi Lutung (Trachypithecus auratus)


No Struktur Umur Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Total
.
1 Anak
2 Remaja
3 Dewasa
Total

3.4.2.2. Struktur Umur


Struktur populasi Lutung jawa dibagi berdasarkan tiga kelompok kelas
umur, yaitu dewasa, remaja dan anakan (Leksono, 2014). Huda (2020)
berpendapat bahwa, struktur umur dapat digunakan untuk menilai keberhasilan
perkembangan Lutung di kawasan penelitian. Dalam perhitungan struktur umur
digunakan rumus sebagai berikut:

jumlah individu kelasumur ke−i


Struktur Umur =
selang umur ke−i

3.4.2.3. Sex Rasio


Sex ratio atau nisbah kelamin merupakan perbandingan jumlah jantan
yang berpotensi bereproduksi dengan betina yang berpotensi bereproduksi
(Murthafiah, 2015). Penghitungan sex rasio menggunakan rumus berikut:

jumlah populasi jantan


Sex Ratio =
jumlah populasi betina

Tabel 3.3 Sex Rasio


No. Kelompok Dewasa Sex Rasio
19

Jantan Betina
1 1
2 2
3 3
Total
20

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra H.S. 2010.Teknik Pengelolaan Satwa Liar Dalam Rangka


Mempertahankan Keaneka Ragaman Hayati Indonesia. Bogor: IPB Press.

Astriani I.W. 2015. Populasi Habitat Lutung (Trachypithecus auratus) Di Resort


Balanan Taman Nasional Baluran. [Skripsi].Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.

Astriani, I.W., Arief, H., & Prasetyo, B.L. (2016). Populasi Dan Habitat Lutung
Jawa (Trcyphitecus Auratus E. Geoffrey 1812) Di Resort Balanan, Taman
Nasonal Baluran. Media Konservasi. Vol 20, No. 3 Desember 2015: 226-234

Ayunin Q., Puyatmoko S., Imron M.A. 2014. Seleksi Habitat Lutung Jawa
(Trachypithecus auratus E. Geoffroy SaintHilaire, 1812) di Taman Nasional
Gunung Merapi

Bismark M. 2011. Prosedur Operasi Standar (SOP) Untuk Survei Keragaman


Jenis Pada Kawasan Konservasi. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan.

CITES. 2020. Trachypithecus auratus. https://cites.org/eng/taxonomy/term/1214.

Faruq H., (2017) Struktur Populasi dan Aktivitas Harian Lutung Budeng
(Tracypithecus auratus) di Taman Wisata Alam Situgunung Sukabumi.
Jurnal Pendidikan Biologi dan Biosain. Vol. 1, No. 1, pp. 19-23

Febriyanti N.S. 2008. Studi Karakteristik Cover Lutung Jawa


(Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) Di Blok Ireng-Ireng Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru Jawa Timur.[Skripsi]. Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Bogor
21

Giovana D. 2015. Aktivitas Harian dan Wilayah Jelajah Lutung (Trachypithecus


cristatus, Raffles 1821) Di Resort Bama Taman Nasional Bauran.
[Skripsi].Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Huda S.S. 2020. Studi Populasi Lutung (Trachypithecus auratus) Di Jalur Dasan
Paok Zona Pemanfaatan Resort Kembang Kuning Taman Nasional Gunung
Rinjani. [Skripsi]. Faklultas Pertanian. Universitas Mataram. Mataram

Irawan A. 2011. Aktivitas Tingkah Laku Harian Lutung Merah Jantan (Presbytis
rubicunda) Pada Siang Hari Di Penangkaran. [Skripsi]. Departemen Ilmu
Produksi Dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor. Bogor

Kuswanda W. & Mukhtar A.S. 2010. Pengelolaan Populasi Mamalia Besar


Terestrial Di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara. Penelitian
Hutan Dan Konservasi Alam Vol. Vii No.1 : 59-74

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. 2005. Monitoring Keberadaan


Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Di Blok Bekol, Resort Bama Seksi
Konservasi Wilayah II Bekol

Leksono N.P. 2014. Studi Populasi Dan Habitat Lutung (Trachypithecus auratus
sondaicus) Di Cagar Alam Pananjung Pangandaran Jawa Barat.
[Skripsi].Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor: 733 /Kpts-11/1999 Penetapan


Lutung Jawa (Trachypithecus Auratus) Sebagai Satwa Yang Dilindungi

Murthafiah A. 2015. Populasi Dan Habitat Lutung(Trachypithecus auratus) Di


Cagar Alam Dungus Iwul Kabupaten Bogor. [Skripsi].Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor Bogor.

Murthafiah A. 2015. Populasi Dan Habitat Lutung(Trachypithecus auratus) Di


Cagar Alam Dungus Iwul Kabupaten Bogor. [Skripsi].Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
22

Mushanono P. 2015. Pemetaan Sebaran Habitat Lutung Jawa (Trachypithecus


auratus) Di Taman Nasional Gunung Merapi Dengan Sistem Informasi
Geografis. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Yogyakarta

Mustari, A. H. & Pasaribu, A. F. 2019. Karakteristik Habitat Dan Populasi Lutung


Budeng (Trachypithecus Auratus E. Geoffroy Saint-Hilaire, 1812) Di Cagar
Alam Leuweung Sancang, Garut, Jawa Barat. Jurnal Wasian. Vol.6 No.2. Hal
77-88.
Napitu J.P., Rahayuningtyas., Ekasari I., Basuki T., Basori A.F., Amri
U.,Kurniawan D. 2007. Konservasi Satwaliar.Laporan Lapangan. Program
Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Nurjanah, A., Firdaus, B. I., Anggraeni, D., Fauzia, & Rostikawati, E. (2018).
Populasi Mamalia Besar di Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon.
Prosiding Seminar Nasional SIMBIOSIS III, September, 296–301.

Nursal I.W. 2001. Aktivitas Harian Lutung Jawa (Trachypithecus Auratus


Geoffory 1812) Di Post Selabintana Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango Jawa Barat. [Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan.
Jurusan Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Pratiwi, A. N. (2008). Aktivitas Pola Makan Dan Pemilihan Pakan Pada Lutung
Kelabu Betina ( Trachypithecus cristatus , Raffles 1812 ) Di Pusat
Penyelamatan Satwa Gadog Ciawi - Bogor. Skripsi Program Studi Ilmu
Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Rahmawati E. & Hidayat J.W. 2017. Kepadatan Populasi Lutung Jawa


(Trachypithecus Auratus). Procceding Biology Education Conference 14: 64-
69

Sampurna, B. (2014). Pendugaan Parameter Demografi Dan Model


Pertumbuhan Populasi Monyet Ekor Panjang ( Macaca fascicularis ).

Santono, D., Widiana, A., & Sukmaningrasa, S. (2016). Aktivitas Harian Lutung
23

Jawa (Trachypithecus auratus sondacius) di Kawasan Taman Buru Masigit


Kareumbi Jawa Barat. Jurnal Biodjati, 1(1), 39.
https://doi.org/10.15575/biodjati.v1i1.1031

Santosa Y., Auliyani D., Kartono A.P. 2008. Pendugaan Model Pertumbuhan Dan
Penyebaran Spasial Populasi Rusa Timor (Cervus Timorensis De Blainville,
1822) Di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur. Media Konservasi.
Volume :13. 1-7

Sari, F.N.I., Baskoro, K., & Hadi, M. (2020). Estimasi populasi dan vegetasi
habitat Lutung Jawa (Trachypithecus auratus E. Geoffrey 1812) di Gunung
Ungaran, Jawa Tengah. Jurnal Biologi Tropika. Vol. 3, No. 2, Hal. 47-56

Setiawan A. 2020. Perencanaan Ekowisata Satwa Primata Lutung Jawa


(Trachyphitecus Auratus) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Program Studi Ekowisata Sekolah Vokasi Institut Pertanian Bogor. Bogor

Shofa I. 2014. Potensi Pakan Dan Perilaku Makan Lutung


Budeng (Trachypithecus auratus) Di Cagar Alam Dungus Iwul, Jawa Barat.
[Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata.
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Siahaan D.A. 2002. Pendugaan Parameter Demografi Populasi Surili


(Presbytisaygula linnaeus 1758) Di Kawasan Unocal Geothermal Indonesia,
Gunung Salak. [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan Dan
Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Siburian J., 2018. Studi Populasi Dan Vegetasi Lutung Kelabu (Trachypithecus
Cristatus Raffles, 1821) Di Hutan Mangrove Desa Percut Kecamatan Percut
Sei Tuan. [skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas
Kehutanan. Universitas Sumatera Utara.

Subagyo A., Arfan E., Siburian J. 2008. Pola Aktivitas Harian Lutung (Presbytis
cristata, Raffles 1821) di Hutan Sekitar Kampus Pinang Masak, Universitas
Jambi. Volume: 1 . 6-10
24

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kualitatif,


Keuantitatif, R&D). Alfabeta Cv. Bandung

Sulistiyadi E., Kartono A.P., Maryanto I. 2013. Pergerakan Lutung Jawa


Trachypithecus auratus (E. Geoffroy 1812) Pada Fragmen Habitat Terisolasi
Di Taman Wisata Alam Gunung Pancar (TWAGP) Bogor. Berita Biologi 12
(3)

Suryani L.S. 2016. Karakteristik Habitat Lutung Jawa Di Resort Bandealit Taman
Nasional Meru Betiri. [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan
Dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Suyanti., Mansjoer S.S., Mardiastuti A. 2009. Analisis Populasi Kalawet


(Hylobates agilis albibarbis) di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan
Tengah. Jurnal Primatologi Indonesia. Volume: 6. 24-29

Syaputra, M., Webliana, K., & Indriyatno. (2017). Populasi dan Sebaran Lutung
(Trachypithecus auratus) di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus
(KHDTK) Senaru. Jurnal Sangkareang Mataram, 3(4), 20–26.

Tobing I.S.L. 1999. Pengaruh Perbedaan Kualitas Habitat Terhadap Perilaku Dan
Populasi Primata Di Kawasan Cikaniki, Taman Nasional Gunung Halimun
Jawa Barat. [Tesis].Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan
Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Tobing, I. S. L. (2008). Teknik Estimasi Ukuran Populasi Suatu Spesies Primata.


Vis Vitalis, 1(1), 43–52.

Undang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang : Konservasi Sumberdaya Alam


Hayati Dan Ekosistemnya

Utami J., Haryanto G., Yanuarefa F.M. 2012. Panduan Lapang Mamalia Taman
Nasional Alas Purwo. Balai Taman Nasional Alas Purwo.Banyuwangi

Utami M.I.R. 2010. Studi Tipologi Wilayah Jelajah Kelompok Lutung


(Trachypithecus Auratus, Geoffrey 1812) Di Taman Nasional Bromo
25

Tengger Semeru.[Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor


Bogor

Wahyuni, P., Febryano, I. G., Iswandaru, D., & Dewi, B. S. (2020). Sebaran
Lutung Trachypithecus Cristatus (Raffles, 1821) Di Pulau Pahawang,
Indonesia. Jurnal Belantara, 3(2), 89–96.
https://doi.org/10.29303/jbl.v3i2.473

Wahyu, I., Anggraeni, S., Rinaldi, D., & Mardiastuti, A. N. I. (2013). Populasi
dan habitat monyet ekor panjang ( Macaca fascicularis ) di Kawasan
Ekowisata Mangrove Wonorejo , Surabaya Population and habitat of long-
tailed macaque ( Macaca fascicularis ) in Wonorejo Mangrove.
3(December), 101–113. https://doi.org/10.13057/bonorowo/w030203

Wakidi. 2013. Studi Kohabitasi Penggunaan Ruang Lutung Jawa Dengan Surili
Di Taman Nasional Gunung Ciremai Provinsi Jawa Barat. [Tesis]. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor. Bogor

Wirdateti. Pratiwi, A. N. Diapari, D. dan Tjakradidjaja, A. S. 2009. Perilaku


Harian Lutung (Trachypithecus Cristatus, Raffles 1812) Di Penangkaran
Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, Ciawi-Bogor. Jurnal Fauna Tropika.
Volume 18, Nomor 1. Hal 33-40.
Zairina, A., Yanuwiadi, B., & Indriyani, S. (2015). Pola Penyebaran Harian Dan
Karakteristik Tumbuhan Pakan Monyet Ekor Ranging and Food
Composition Plants Of Long Tail Macaque In a Dry Forest In Madura , East
Java. J-Pal, 6(1), 1–12.

Ziyus, N.A., Agus, S., Bainah, S.D., & Sugeng, P.H. (2018) Distribusi Monyet
Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Di Taman Nasional Way Kambas,
Bandar Lampung

Anda mungkin juga menyukai