Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS ESTETIKA BENTUK VISUAL LAYANGAN DIDESA SIDOREJO

Eli Vitantik

Program Studi Seni Rupa Murni

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Brawijaya, Malang

E-mail: elivitantik152@gmail.com

ABSTRACT

Kite is a traditional game in the form of a sheet of paper with a frame which is then flown to the sky. The visual
form of kites in the present has undergone various modifications which increase the attractiveness of playing it.
This study aims to identify the visual appearance of sawangan kites in Sidorejo village, to find specific
meanings and concepts in their visual elements. This research method uses a qualitative approach, with data
collection from observation, documentation and literature. The object of this research is a kite in Sigorejo
village in 2020. The research analysis uses an analysis of the form aesthetic approach. The results of the visual
data analysis are that there are 5 types of kites in Sidorejo village, namely: kites
pletekan, sawangan, Gapangan, creations, and celepuk. And there are 3 kinds of visual forms, namely visuals
that take the form of certain objects, visuals with a single color, and visuals from various color combinations.

Keywords: kite, tradition, visual, modification.

ABSTRAK
Layangan merupakan permainan tradisional berupa lembaran kertas berkerangka yang kemudian diterbangakan
kelangit. Bentuk visual layangan dimasa kini mengalami berbagai modifikasi yang meningkatkan daya tarik
unruk memainkannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tampilan visual layangan sawangan
didesa Sidorejo, menemukan makna serta konsep khusus pada unsur visualnya. Metode penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, dengan pengumpulan data dari observasi, dokumetasi serta kepustakaan.
Objek penelitian ini berupa layangan didesa Sidorejo tahun 2020. Analisis penelitian menggunakan analisis dari
pendekatan Estetika bentuk. Hasil dari analisis data visual yaitu terdapat 5 macam jenis layangan didesa sidorejo
yaitu: layangan pletekan, sawangan, gapangan, kreasi, dan celepuk. Serta terdapat 3 macam bentuk visual yaitu
visual yang mengambil wujud objek tertentu, visual dengan warna tunggal, dan visual dari kombinasi berbagai
warna.

Kata kunci: layangan, tradisi, visual, modifikasi.


PENDAHULUAN

Permainan tradisional menurut Dwiyana (2001:15) merupakan permainan yang hidup


dari kelompok yang terpelihara pada masyarakat yang mana pertama dikenal anak-anak
secara turun-temurun. permaianan tradisional memiliki banyak makna mendalam serta
melatih gerak motorik, kerjasama, kejujuran serta hubungan sosial dengan teman. Sehingga
permainan tradisional sangatlah cocok untuk sarana mendidik anak. Salah satu permainan
tradisional yang masih digemari hingga sekarang yaitu layang-layang atau layangan. Layang-
layang merupakan permaian menerbangakan kertas yang sudah diberi kerangka dengan
bambu dan diikat menggunakan benang atau tali.

Lavega (2007) mengklasifikasikan permainan tradisional menjadi 4 macam yaitu;


permaianan psikomotor, permainan kerjasama, permainan yang mempunyai lawan, dan
permianan kerjasama-perlawanan. Dari teori diatas permainan layangan sawangan termasuk
dalam permainan psikomotor yaitu permainan dengan gerakan tanpa menunjukkan adanya
komunikasi dalam gerakannya antara pemain yang lain. Sehingga permainan ini sangatlah
bagus untuk melatih pergerakan dan keseimbangan tubuh terutama pada anak-anak. Namun,
dimasa ini yang mana banyak menjamur permainan modern yang lebih menarik yaitu game,
membuat permailan layang-layang menurun peminatnya. Meski begitu beberapa layang-
layang juga mengalami modifikasi dari segi visual bentuknya menjadi lebih menarik.

Layangan merupakan produk budaya permainan tradisional yang mana mementingkan


keindahan atau estetika. Karena layangan memiliki beberapa unsur penting, berupa warna dan
bentuk. Karena warna memiliki peran yang besar dalam mempengaruhi menarik tidaknya
tampilan visual dan citra estetika layangan dimata masyarakat. Setiap warna memiliki makna
sendiri-sendiri.

Menurut Goethe dan Itten makna wakna yaitu:

Warna Makna
Kuning Kehangatan, rasa bahagia, semangat dan ceria.
Orange Hangat, bersemangat, petulangan, percaya diri dan kemampuan dalam
bersosialisasi
Merah Muda Romantis, lembut, kasih sayang, cinta dan feminim.
Biru Kecerdasan, komunkasi, kepercayaan, efisiensi, ketenangan, tugas,
logika, kesejukan, protektif, refleksi, kooperatif, integritas, dan sensitif.
Ungu Kemewahan, spiritualitas, kekayaan, dan kecanggihan.
Merah Energi, emosi, tantangan, aktif, kekuatan, kegembiraan.
Hijau Tenang, santai, keterbukaan dalam berkomunikasi.
Cokelat Kuat, dapat diandalkan, kaku, malas, kolot, dan pesimis/
Putih Keaslian, kemurnian, kesucian, sederhana, kepolosan, kedamaian, dan
kebersihan.
Hitam Suram, penyendiri, gelap, tegas, menakutkan, dan elegan.

Unsur penting lainnya dalam layangan adalah bentuk. Bentuk layangan sendiri dibentuk
dengan menyusun kerangka-kerangka kayu atau bambu yang sudah dihitung terlebih dahulu
keseimbangannya, karena layang-layang membutuhkan bentuk yang imbang disetiap sisi baik
kanan maupun kiri. Agar tidak terjadi oleng pada saat diterbangakan. Dari konsep
keseimbangan tersebut bentuk layangan memiliki nilai keunikan tersendiri dimata masyarakat.
Dari uraian tersebut, penulis meneliti bentuk visual dari layang-layang dengan analisis
pendekatsn estetika yang dinilai lebih sesuai.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dari Miles and Huberman (1984) dengan
menggunakan pendekatan estetika bentuk visual, cara analisisnya yaitu dengan melakukan
pengumpulan data terlebih dahulu (observasi secara langsung mendatangi penghasil dan
pemain layang-layang di desa sidorejo, dokumentasi, serta melalui studi pustaka), data
reduction, data display, dan penyimpulan data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Layang-layang

Menurut Megan Asri Humaira pada Jurnal Lagu Permainan Rakyat ‘Layang-layang’
Sebagai Sastra Lisan. (2019:25-32) berpendapat:

“Layang-layang merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara


dan terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali.”

Dalam memainkan layang-layang membutuhkan dorongan angin yang relatif kencang,


sehingga umumnya layang-layang dimainkan ketika musim kemarau.

Fungsi layang-layang yaitu sebagai media pendidikan gerak motorik dan kerjasama
pada anak-anak, hiburan pada waktu luang dan penghilang stres, selain itu menurut Betha
Almanfulathi (2020:101) mengatakan fungsi lain dari layang-layanag adalah sebagai ritual,
wujud syukur pada hasil panen, dan juga ucapan terima kasih masyarakat bali kepada dewa.
Dari uraian tersebut mendukung bahwa layang-layang sangat erat kaitannya dengan tradisi
dan budaya nusantara yang patut dilestarikan.

Layang –layang dilihat dari dimensinya terbagi menjadi 2 macam yaitu 2 dimensi
(memiliki tampak depan dan belakang)dan 3 dimensi. (bisa dilihat dari segala sisi dan juga
memiliki volume). Layang-layang 3 dimensi memiliki visual bentuk yang lebih menarik dari
pada layang-layang 2 dimensi namun memiliki beberapa kekurangan seperti umumnya
memerlukan kreatifitas dan ketelitian tinggi dalam pembuatannya sehingga menyebabkan
harganya terlampau mahal, serta memiliki bobot yang tidak ringan sehingga perlu angin yang
kencng ketika menerbangkannya. Dari hal tersebut membuat layang-layang 2 dimensi lebih
banyak dicari oleh masyarakat termasuk didesa Sidorejo.

Layang-layang didesa sidorejo


Dari hasil pengumpulan data melalui observasi, dokumentasi serta studi pustaka, didapatkan
data layang-layang yang memiliki beberapa jenis,berupa sebagai berikut:

1. Layang-layang biasa/pletekan

Merupakan layang-layang dengan ukuran paling kecil dengan bentuk persegi


empat, kebanyakan layangan ini dimainkan oleh anak-anak kecil karena ringn dan
mudah dimainkan. Visual layang-layang pletekan berupa permainan garis, warna(ada
yang polos satu wana dan juga perpaduan banyak warna), simbol tertentu dan juga
karakter kartun anak-anak seperti doraemon.

2. Layang-layang sawangan

Layangan sawangan konsepnya mirip seperti layangan biasa namun dibedakan


dari bentuk dan ukurannya yang cukup besar serta memiliki suara nyaring ketika
diterbangakan. Bentuk layangan sawangan memiliki 2 bagian yaitu kepala dan badan
yang mana ukuran badan lebih kecil dari kepala. Tali yang digunakan untuk mengikat
layangan sawangan relatif tebal untuk mengimbangi bentuknya yang besar dan berat.

Layangan sawangan didesa Sidorejo relatif sama bentuknya, namun memiliki


modifikasi kecil dibagian badan seperti bentuk huruf U, persegi panjang melengkung
seperti mangkok dan bentuk bulan sabit. Ada pula bentuk yang memodifikasi kepala
yang mana menjadi oval dengan ujung tumpul. Visual layangan sawangan berupa
permainan garis dan juga kombunasi warna didalamnya.

3. Layang-layang gapangan
Layangan gapangan memiliki bentuk yang mirip dengan layangan sawangan
dan juga berbunyi ketika dimainkan, namun ciri khas layangan gapangan terletak pada
bentuk tubuhnya yang cenderung lebih besar dari pada ukuran kepala berbentuk oval
dengan ujung meruncing sehingga terkesan berbentuk bibir.

Layangan gapangan didesa Sidorejo kenyakan berbentuk bibir yang memainkan warna
dan kombinasinya namun ada juga beberapa modifikasi seperti mengambil bentuk
capung dan lebah dibagian badan.

4. Layang-layang celepuk

Layangan celepuk merupakan layangan yang mengambil bentuk burung hantu. Bentuk
layangan ini bulat agak oval dengan tambahan meruncing dikedua sisi kepala seperti
telinga kucing serta bagian kepala dan badan menyatu tanpa ada celah. Mengenai
visualnya kebanyakan dilukis semirip mungkin dengan burung hantu .

5. Layang-layang Burung

Betha Almanfaluthi (2020:103) mengatakan layangan burung disebut kleung di


aceh yaitu perwujudan burung elang yang mengibarkan sayapnya. Layangan ini
meniru bentuk pesawat terbang yang awalnya juga terinspirasi dari anatomi burung
yaitu kepala badang dengan sayap dan ekor.
Layangan burung sesuai namanya maka layangan ini mengadopsi bentuk
burung pada strukturbentuk kerangkanya. Layangan burung didesa sidorejo terlihat
berasal dari modifikasi dari layangan celepuk-kleung, dan ada juga dari layangan
sawangan-kleung yaitu yang menunjukkan wujud burung garuda atau elang. Ada pula
layangan yangn mengambil bentuk burung yang lebih sederhana nsehingga tampak
bermakna kesederhanaan kejujuran akan ketidaksemurnaan.

6. Layang-layang kreasi

Layangan kreasi bisa disebut layangan modern karena bentuk dan visual yang
diambil kebanyakan dari hal-hal baru dan lebih kreatif serta unik, seperti layangan
kreasi di desa sidorejo yang mengambil bentuk tokoh kartun patrik dan tokoh hantu
kuntilanak. Yang mana dianggap tokoh favorit dan tokoh yang menyeramkan dimasa
ini.

SIMPULAN

Layangan didesa sidorejo hanya memakai layangan 2 dimensi yang terdiri dari
beberapa jenis yaitu layangan pletekan, gapangan, sawangan, celepuk, burung/kleung, dan
kreasi. Keseluruhan layangan itu visualnya memainkan warna dan kombinasi dengan banyak
warna serta mengambil bentuk objek tertentu sebagai inspirasi anatomi bentuk maupun
visualnya. Kebanyakan objek yang diadopsi bentuknya yaitu burung, tokoh kartun, dan tokoh
hantu.

DAFTAR PUSTAKA

Dwiyana,dkk. 2001.Permainan Tradisional Sumatera Barat, Padang: Museum Negeri


Propinsi Sumatera Barat Adityawarman.
Lavega, p. (2007). Traditional Games in Spain: A Social School of Values and learning.
http://www.atsga.com/pdf/Traditional_Games_in_Spain_Lavega.pdf?
PHPSESSID=dcd676354a737341f3c4cf7cde62bed5.

Gothe, J.W. V, 1840, Theory of Colour, John Murray, Jerman.

Juniar., & Almanfaluthi, Betha.(2020). Konsep Motion Grapics Pengenalan Layang-layang


Sebagai Budaya Bangsa. Jurnal desain, 7, 99-109.

Humaira, Asri Megan.(2019). Lagu Permainan Rakyat “Layang-lauang” Sebagai Satra Lisan.
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,3, 25-32.

Anda mungkin juga menyukai