DCS 1
DCS 1
Disusun oleh :
LEMBAR PERSETUJUAN
Disusun Oleh :
ENGEL CHRISMONAWATY
206203
Yogyakarta,
Telah disetujui dan diterima oleh :
Dosen Pembimbing I
Dr.Dra.Damiasih,MM.,M.Par.,CHE.,CGSP
NIDN : 0504086902
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Engel Chrismonawaty
206203
Dr.Suhendroyono,SH.,MM,M.Par,CHE,CGSP
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat melakukan observasi dan menyelesaikan jurnal Domestic
Case Study berjudul Keunikan Desa Wisata Pentingsari Sebagai Daya Tarik Wisata
Alternatif Di Yogyakarta tepat pada waktunya.
Jurnal ilmiah ini bertujuan agar pembaca memahami Keunikan Desa Wisata
Pentingsari Sebagai Daya Tarik Wisata Alternatif Di Yogyakarta. Penulis menyadari
bahwa dalam jurnal ilmiah ini jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik serta saran agar kedepannya dapat lebih baik lagi. Ucapan
terima kasih penulis kepada :
Penulis,
Engel Chrismonawaty
LEMBAR KEASLIAN
Disusun Oleh :
Yogyakarta,
Materai 10k
ttd
Penulis,
Engel Chrismonawaty
LEMBAR PERNYATAAN
Disusun Oleh :
Yogyakarta,
Materai ttd
Penulis,
Engel Chrismonawaty
ABSTRAK
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai negara dengan beragam budaya dan keanekaragaman suku,
Indonesia memiliki berbagai daya tarik wisata yang menarik. Mulai dari keindahan
alam pantai, lautan, gunung dan serta keunikan bangunan bersejarah sampai
kulinernya disetiap provinsi. Selain itu, Indonesia adalah negara maritim. Gugusan
pulau dari Sabang sampai Merauke, negara kita kaya akan potensi wisata. Indonesia
merupakan negara yang menarik bagi wisatawan asing, itulah sebabnya sektor
pariwisata menjadi salah satu sektor penting bagi pendapatan negara.
Sadar akan hal itu, Kementerian dan Pariwisata Ekonomi Kreatif membuat
Program 10 Bali Baru yaitu Danau Toba Sumatera Utara, Tanjung Kelayang Bangka,
Mandalika NTB, Wakatobi Sulawesi Tenggara, Morotai Maluku Utara, dan Labuan
Bajo NTT. Dan empat destinasi di Pulau Jawa yaitu Kepulauan Seribu Jakarta,
Tanjung Lesung Banten, Borobudur Jawa Tengah, serta Bromo-Tengger-Semeru
Jawa Timur. Lebih dari itu, Kemenparekraf juga memperkenalkan 5 Destinasi Super
Prioritas antara lain Danau Toba Sumatera Utara, Borobudur Jawa Tengah,
Mandalika NTB, Labuan Bajo NTT dan Likupang, Sulawesi Utara. Tidak hanya
tentang daya tariknya, program ini disusun dengan berdasar pada aspek pariwisata,
salah satunya adalah aksesbilitas yang mudah untuk menjangkau destinasi di atas.
Dengan memperkenalkan destinasi 10 Bali Baru dan 5 Destinasi Super Prioritas,
diharapkan pariwisata di Indonesia dapat bersaing dilevel internasional.
Pariwisata di Indonesia juga diiringi dengan adanya wisata alternatif, yang
berfokus pada konsep wisata alam serta budaya lokal daerah. Sebagai contoh yang
dikembangkan saat ini adalah desa wisata. Dengan adanya partisipasi masyarakat
lokal untuk ikut merintis desa wisata, maka timbul aktivitas untuk mengurangi
pengangguran. Selain memajukan pariwisata daerah, pengembangan wisata alternatif
adalah sebagai penggerak aktivitas ekonomi lokal bagi masyarakat desa. Dampak lain
dari adanya konsep desa wisata ini adalah terciptanya kegiatan pelestarian budaya dan
alam.
Perkembangan pariwisata di Indonesia juga berkonsep pariwisata berbasis
masyarakat atau Community Based Tourism(CBT). Dimana konsep Community
Based Tourism sama dengan pariwisata alternatif yang berbasis pada masyarakat.
Yang bertujuan untuk melibatkan masyarakat dalam mempromosikan pariwisata
lokalnya, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Selain itu,
masyarakat terlibat dalam membuat keputusan dan mendapatkan pendapatan terbesar
dari wisatawan. Untuk itu, konsep pariwisata ini diharuskan membawa dampak
positif bagi masyarakat dan lingkungan.
Destinasi pariwisata sebagai tempat hidup masyarakat untuk bekerja serta
melakukan kegiatan sosial. Dengan demikian masyarakat merupakan bagian tidak
terpisahkan dari suatu destinasi pariwisata. Oleh karena itu, keberlanjutan destinasi
pariwisata sangat tergantung dari tingkat keterlibatan masyarakatnya dalam
pembangunan destinasi pariwisata. Terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 33 Tahun 2009 1 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di daerah,
telah mendorong Pemerintah Daerah untuk mengembangkan ekowisata berbasis
masyarakat di Indonesia. Ekowisata didefinisikan The International Ecotourism
Society (TIES) (2000) seperti dikutip Damanik dan Weber (2006) sebagai
perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Pengembangan ekowisata dan desa wisata tentu memberikan pengaruh
terhadap kehidupan masyarakat, sehingga terjadi perubahan dalam aspek ekologi
sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Pengembangan ekowisata sebagai wisata
alternatif tidak saja memberikan dampak positif, tetapi juga dapat memberikan
beberapa dampak negatif, salah satunya adalah lingkungan alam menjadi rusak, yang
menyebabkan Indonesia akan kehilangan daya tarik murni dari alam. Pembuangan
sampah sembarangan juga pengolahan limbah yang tidak sesuai standar, menjadi
penyebab polusi baik di tanah, air dan juga udara. Hal tersebut apabila tidak
diarahkan dengan benar kepada masyarakat pengelola, maka dampak negatifnya lebih
besar dari pada tujuan adanya ekowisata sebagai pariwisata alternatif itu sendiri.
Namun apabila masyarakat lokal dari desa wisata memiliki kesadaran untuk mencapai
tujuan dari pembentukan wisata alternatif, maka diharapkan peluang pencemaran
tidak terjadi.
Oleh karena itu, dibutuhkan adanya penyuluhan untuk memberikan
pengetahuan serta pelatihan kepada masyarakat terkait hal-hal yang dibutuhkan bagi
pembentukan serta pengelolaan desa wisata. Kabupaten Sleman merupakan
kabupaten yang banyak memiliki desa wisata sebagai daya tarik daerahnya. Karakter
desa dengan sarana bermain (outbond), tracking, kuliner, yang dirangkai dengan
budaya dan peninggalan sejarah khas Desa Wisata Sleman. Desa wisata yang ada di
Kabupaten Sleman antara lain Desa Wisata Kembangarum, Desa Wisata Plempoh,
Desa Wisata Brayut, Desa Wisata Budaya Tanjung, Desa Wisata Pentingsari, dan
masih banyak lagi. Masing-masing desa yang ada di Kabupaten Sleman memiliki
keunikan tersendiri sehingga wisatawan bisa memilih kemana mereka akan
melakukan wisata sesuai dengan kebutuhan wisata yang mereka inginkan.
Di Yogyakarta, konsep ekowisata serta munculnya desa wisata sudah
termasuk berkembang, maju dan inspiratif. Kemenparekaf baru saja mengadakan
kegiatan Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021 yang terbagi menjadi 7 kategori
(CHSE, Desa Digital, Souvenir (Kuliner, Fesyen, Kriya), Daya Tarik Wisata (Alam,
Budaya, Buatan), Konten Kreatif, Homestay dan Toilet). Yogyakarta mendapat 4
penghargaan yaitu Desa/Kampung Wisata Rejowinangun Kota Yogyakarta yang
meraih Juara 2 untuk Kategori Penerapan CHSE, serta Desa Wisata Tinalah, Kulon
Progo yang meraih Juara 4 Kategori Desa Digital. Selanjutnya, Desa Wisata Sambi
(Breksi), Sleman meraih Juara 5 Kategori Desa Wisata Maju, serta Desa Wisata Kaki
Langit Mangunan, Bantul meraih Juara 3 juga di Kategori Desa Wisata Maju. Desa
lainnya yakni Desa Wisata Nglanggeran, Gunungkidul dan Desa Wisata Pentingsari,
Sleman mendapatkan penghargaan khusus yakni Desa Wisata Mandiri Inspiratif.
B. Motivasi
Kabupaten Sleman memiliki potensi besar untuk mengembangkan desa wisata
sebagai suatu daya tarik wisatawan yang memiliki minat khusus. Daya tarik minat
khusus seperti pecinta alam, kebudayaan, dan adat istiadat yang ada di daerah
pedesaan. Pariwisata bukan hanya penghasil devisa namun juga sebagai penggerak
ekonomi pedesaan yakni ekonomi masyarakat lokal. Bagi masyarakat yang ada di
sekitar obyek wisata juga memiliki pengaruh positif yang akan timbul dari
pengembangan dan membuat perluasan kesempatan kerja. Hal ini memberikan
dorongan bagi pelaku wisata misalnya seperti travel agent, restoran, hotel untuk
berusaha menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan sama halnya dengan
Desa Wisata Pentingsari. Desa wisata ini masuk dalam 100 TOP Destinasi
Pariwisata Berkelanjutan di dunia versi Global Green Destinations Days (GGDD)
2019. Wisatawan dapat merasakan sendiri kehidupan lingkungan masyarakat lokal,
pertanian, kehidupan sosial budaya, serta aktivitas kewirausahaan yang ditawarkan.
Desa Wisata Pentingsari dirintis sekitar 13 tahun yang lalu, dan berada di Kawasan
Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), dan dahulu desa ini hanya mengandalkan
kelebihan lokasi wisatanya saja. Desa ini menawarkan suatu pengalaman secara nyata
hidup layaknya warga lokal. Aktivitas sehari-hari warga Desa Pentingsari ditawarkan
sebagai daya tarik wisata. Oleh karena itu, penulis termotivasi untuk mempelajari
lebih dalam, keunikan dan kelebihan dari potensi wisata di Desa Pentingsari. Selain
itu, penulis juga dapat termotivasi untuk mempromosikan desa wisata ini sebagai
pariwisata alternatif di masa pandemi. Program wisata desa menawarkan beberapa
kegiatan diantaranya adalah live in, outbond dan camping. Melihat keberagaman
atraksi yang dimiliki oleh Desa Wisata Pentingsari, penulis melihat bahwa atraksi-
atraksi yang dimiliki menjadi daya tarik yang dapat diolah dan menjadi potensi yang
dapat dikembangkan sesuai dengan keunikannya sebagai daya tarik wisata alternatif
di Yogyakarta.
C. Tujuan
a. Sebagai salah satu persyaratan menulis Jurnal Ilmiah Foreign Case Study
b. Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang keunikan Desa Wisa
Pentingsari
c. Memberikan wawasan tentang Desa Wisa Pentingsari sebagai kampung
pariwisata berbasis masyarakat atau Community Based Tourism(CBT)
d. Memberikan edukasi kepada pembaca tentang adanya sustainable tourism
yang dikelola oleh warga Desa Wisa Pentingsari
D. Manfaat
Berdasarkan tujuan kajian yang hendak dicapai, maka kajian ini diharapkan
mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Adapun manfaat kajian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
a. Kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan dan
bagi pengembangan ilmu Pariwisata
BAB II
PEMBAHASAN
B. Pariwisata Alternatif
Pariwisata Alternatif merupakan tujuan wisata bagi wisatawan yang tidak ingin
berkunjung ke tempat ramai karena ingin menemukan suatu hal yang baru. Tren
wisata telah mengalami pergeseran dari pariwisata massal ke arah Pariwisata
Alternatif. Selain itu pariwisata alternatif adalah kegiatan kepariwisataan yang
memiliki gagasan yang mengandung arti sebagai suatu pembangunan yang berskala
kecil atau juga sebagai suatu kegiatan kepariwisataan yang disuguhkan kepada
wisatawan, dimana segala aktivitasnya, turut melibatkan masyarakat (Saglio : 1979
dan Gonslves : 1984). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pariwisata alternatif
merupakan kecenderungan baru dari bentuk pariwisata yang dikembangkan dengan
memperhatikan kualitas pengalaman yang diperoleh wisatawan, kualitas lingkungan,
yang memperhatikan kualitas sosial budaya dan kualitas hidup masyarakat setempat.
Pariwisata alternatif diartikan sebagai bentuk pariwisata yang sengaja disusun dalam
skala kecil yang memperhatikan aspek kepedulian lingkungan baik abiotik, biotok,
dan sosial-budaya masyarakat setempat.
Pariwisata alternatif juga muncul akibat kejenuhan terhadap pariwisata massal
yang menimbulkan banyak kerusakan lingkungan sosial, serta tidak memperhatikan
keberlanjutan dari objek wisata itu sendiri. Holden (1984) dalam Valene 2001:5
menyatakan bahwa Variasi Pariwisata Alternatif dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Pariwisata Adventure
Merupakan suatu kegiatan pariwisata alternatif yang bernuansa petualangan
(Adventure). Petualangan dalam skala kecil dapat terdiri dari Bird
Watching dan Scuba Diving. Dalam skala menengah terdiri dari kegiatan yang
bernuansa olahraga seperti Canoing dan Rafting. Sedangkan skala besar kegiatan
petualangan seperti Taman Safari.
2. Pariwisata Alam
Merupakan kegiatan pariwisata alternatif yang memfokuskan diri pada studi dan
observasi yang berkaitan dengan Flora (Tumbuhan) dan Fauna (Binatang) serta
kegiatan Lanscape.
3. Community Tourism
Community Tourism atau Pariwisata Kerakyatan merupakan suatu kegiatan pariwisata
yang dijalankan oleh rakyat, baik dari segi perencanaan sampai evaluasi dan segala
manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut sepenuhnya untuk rakyat yang
bersangkutan. Pariwisata alternatif dapat memberikan sesuatu yang berbeda dengan
pariwisata konvensional yang identik dengan ariwisata massal yang telah
menyebabkan kebisingan, polusi udara, dan hal-hal negatif lainnya. Kegiatan
alternatif dapat berupa mempelajari sosial budaya penduduk lokal, atau kesenian,
memasak, menikmati suasana kehidupan alam, dan kegiatan lainnya yang jauh dari
kebisingan dan polusi. Akibat pandemi virus corona, beberapa tempat wisata pun
masih belum dibuka sepenuhnya untuk umum. Alhasil, staycation kini menjadi
pilihan utama untuk melepas penat di tengah pandemi. Kementrian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif (KEMENPAREKRAF) akan memperkuat kolaborasi dengan
bersinergi program bersama Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (Kemendes PDTT) dalam upaya mengembangkan desa wisata
indonesia. MENPAREKRAF Sandiaga Uno menargetkan 26 desa wisata dengan
sertifikasi berkelanjutan pada 2021. Jumlah ini bertambah 10 dari sebelumnya 16
desa wisata dengan sertifikasi berkelanjutan pada 2020. Desa Wisata bersertifikasi ini
merupakan salah satu program yang ditargetkan di 2021 berdasarkan permintaan
Presiden Joko Widodo. Pengembangan Desa Wisata ini bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal desa wisata, melestarikan budaya dan
tradisi lokal. Meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya pedesaan, promosi
produk lokal, serta mencetak desa wisata melalui koordinasi dengan Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Transmigrasi, Kementerian Komunikasi dan
Informatika, UKM, dan Kementerian BUMN serta bidang lainnya.