Anda di halaman 1dari 55

STRATEGI PENGEMBANGAN MUSEUM GEDUNG SATE SEBAGAI

DESTINASI WISATA UTAMA DI BANDUNG

PROPOSAL ARTIKEL ILMIAH


Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan
Gelar Sarjana Pariwisata Jurusan Pariwisata

Disusun Oleh :
Nama : Jessiana Ade Novita
NIM : 194719
Jurusan : Pariwisata
Jenjang : Strata Satu / S-1

SEKOLAH TINGGI PARIWISATA AMBARRUKMO


YOGYAKARTA
2023
STRATEGI PENGEMBANGAN MUSEUM GEDUNG SATE SEBAGAI
DESTINASI WISATA UTAMA DI BANDUNG

HALAMAN PERSETUJUAN

Disusun Oleh :
Jessiana Ade Novita
194719

Yogyakarta, ...........

Telah disetujui dan diterima oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Dra. Damiasih, MM., M.Par., CHE., CGSP Moch. Nur Syamsu, SPt., M.Par., CHE., CGSP
NIDN. 0504086902 NIDN. 0506036302

ii
STRATEGI PENGEMBANGAN MUSEUM GEDUNG SATE SEBAGAI
DESTINASI WISATA UTAMA DI BANDUNG

HALAMAN PENGESAHAN

Telah di pertahankan di depan Dewan Penguji


pada tanggal ........................

Diajukan Oleh :
Jessiana Ade Novita
194719

Susunan Tim Penguji:


Ketua Penguji :............................................................... (............)
Penguji I :................................................................ (............)
Penguji II : ............................................................. (............)

Artikel Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu syarat mendapatkan
gelar Sarjana Pariwisata (S.Par.)

Tanggal : ……………………

DR. Suhendroyono, SH., MM, M.Par, CHE, CGSP


Ketua

iii
STRATEGI PENGEMBANGAN MUSEUM GEDUNG SATE SEBAGAI
DESTINASI WISATA UTAMA DI BANDUNG

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN

Disusun Oleh :

Nama : Jessiana Ade Novita


NIM : 194719
Semester : VIII
Jurusan : Pariwisata
Jenjang : Strata Satu / S-1
Judul Jurnal Ilmiah : STRATEGI PENGEMBANGAN
MUSEUM GEDUNG SATE
SEBAGAI DESTINASI UTAMA DI
BANDUNG

Menyatakan bahwa dalam Artikel Ilmiah tidak terdapat keseluruhan atau


sebagian tulisan yang saya ambil dengan cara menyalin dan seolah olah seperti
tulisan saya dan meniru karya orang lain tanpa memberi pengakuan pada
penulisannya.

Apabila saya melakukan hal tersebut, maka dengan ini saya bersedia
menerima sanksi atas perbuatan saya.

Yogyakarta, Maret 2023


Penulis,

Jessiana Ade Novita

iv
HALAMAN PERNYATAAN

Disusun Oleh :

Nama : Jessiana Ade Novita


NIM : 194719
Semester : VIII
Jurusan : Pariwisata
Jenjang : Strata Satu / S-1
Judul Jurnal Ilmiah : STRATEGI PENGEMBANGAN
MUSEUM GEDUNG SATE
SEBAGAI DESTINASI UTAMA DI
BANDUNG

Menyatakan bahwa tulisan ini dapat dikembangkan ke jurnal lain yang


lebih berreputasi baik ke jurnal nasional maupun internasional berkolaborasi
dengan dosen pembimbing, dengan tetap mencantumkan nama mahasiswa sebagai
salah satu penulis. Mahasiswa tidak berhak menuntut apapun bilamana tulisan ini
dikemudian hari akan menjadi rujukan para peneliti lain dimasa yang akan datang.

Yogyakarta, Maret 2023


Penulis,

Jessiana Ade Novita

v
MOTTO

“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka


melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”

Matius 5 : 16

vi
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan atas rahmat dan kebaikan Tuhan
Yesus Kristus yang telah memberikan hikmat, nikmat, serta kesehatan sehingga
proses pembuatan artikel ilmiah dengan judul Stratrgi Pengembamgan Museum
Gedung Sate Sebagai Destinasi Utama di Bandung dapat penulis selesaikan
dengan baik.

Penulis menyadari banyak pihak yang membantu dan berkontribusi


dalam terselesaikannya artikel ilmiah ini. Segala bentuk bantuan baik berupa
moril maupun materil sangat membantu penulis dalam mengumpulkan semangat
dan keinginan untuk menyelesaikan studi. Dengan demikian penulis ucapkan
terimakasih dengan ketulusan hati kepada pihak-pihak yang telah membantu dan
membimbing penulis selama menulis artikel ilmiah ini, yakni kepada:

1. Bapak Dr. Suhendroyono, S.H., M.M., M.Par., CHE., CGSP selaku


Kepala Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta,
2. Ibu Dr. Dra. Damiasih, MM.,M.Par.,CHE.,CGSP selaku Wakil Ketua
Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta sekaligus sebagai
Dosen Pembimbing I,
3. Bapak Moch Nur Syamsu, S.Pt., M.Par.,CHE., CGSP selaku Kaprodi S1
Pariwisata sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II,
4. Kedua orang tua yang tidak berhenti mendoakan dan membiayai penulis
dalam masa studi,
5. Teman-teman angkatan 2019 dan teman-teman kelas A2 S1 Pariwisata
yang telah bersama-sama berjuang dari awal masa perkuliahan hingga
saat ini,
6. Badan Organisasi Pengurus Gedung Sate yang telah bersedia menjadi
pihak informan dan telah memberikan bantuan informasi selama waktu
penelitian.
Semoga Tuhan memberikan pahala yang berlimpah atas segala
bentuk bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Selain itu penulis

vii
juga berharap agar artikel ilmiah ini dapat berguna bagi para pembaca dari
berbagai kalangan. Penulis memohon maaf jika selama proses penyusunan
artikel ilmiah banyak melakukan kesalahan, baik berbentuk lisan maupun
tulisan, yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.

Yogyakarta, Maret 2023

Jessiana Ade Novita

viii
ABSTRACT

Gedung Sate is one of the old and historic buildings in the city of
Bandung. This building was formerly called as Gouvernments Bedrijven (GB)
was built starting in 1920 and completed in 1924. Although it is an heritage
building, Gedung Sate is still stand firmly. Even after Indonesia’s independence,
precisely in 1980s until now, this building is functioned as the office of West Java
governor. Because the building is the center of the activities of the Government of
West Java province, Gedung Sate gets the nickname ‘White House of Bandung’.
As a tourist place, this destination is able to impress the visitors. Therefore, this
building in addition to having its own history, Gedung Sate is also very iconic
and often used as spot photographed by the visitors. With the architecture of the
Dutch building makes this building very interesting to watch or to be a spot
photography. Not only look around and take pictures, some people who come
here are also there who do filming or shooting. This research was aimed to
identifying the strategics of tourism development in Gedung Sate as the main
destination tourist place of Bandung. The type of this research was descriptive
through documentation study approach. This research use the qualitative method.
This qualitative method is carried out through guided interviews, studies
bibliography, observation, and documentation. To avoid if there is a bias in the
results of the study, a cross check is carried out with the method triangulation,
namely data collected through multiple sources from interviews, observation, and
document analysis. Strategy determination is done by using a SWOT analysis. .
The results of the

research showed that Gedung Sate is keep running the development of tourism
year by year. The progress showed that any results such as procurement of new
concept. Gedung Sate carries concept of a smart museum that adapts museum
content to the demands of the younger generation. Therefore, apart from showing
off the collection, it also puts forward adcanced technology.

ix
Keyword : historical place, tourism development, Gedung Sate.

ABSTRAK

Gedung Sate merupakan salah satu bangunan tua dan bersejarah di


Kota Bandung. Gedung ini dulu bernama Gouvernments Bedrijven (GB)
dibangun mulai tahun 1920 dan selesai pada tahun 1924. Meski merupakan
bangunan cagar budaya, Gedung Sate masih berdiri kokoh. Bahkan setelah
Indonesia merdeka, tepatnya tahun 1980-an hingga sekarang, gedung ini
difungsikan sebagai kantor gubernur Jawa Barat. Karena gedung tersebut
merupakan pusat kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Gedung Sate
mendapat julukan 'Gedung Putih Bandung'. Sebagai tempat wisata, destinasi ini
mampu memukau para pengunjungnya. Oleh karena itu, gedung ini selain
memiliki sejarah tersendiri, Gedung Sate juga sangat ikonik dan sering dijadikan
spot berfoto oleh para pengunjung. Dengan arsitektur bangunan Belanda membuat
bangunan ini sangat menarik untuk disaksikan atau dijadikan spot fotografi. Tidak
hanya melihat-lihat dan berfoto, beberapa orang yang datang ke sini juga ada yang
melakukan syuting atau shooting. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
strategi pengembangan pariwisata di Gedung Sate sebagai tujuan wisata utama
kota Bandung. Jenis penelitian ini adalah deskriptif melalui pendekatan studi
dokumentasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif ini
dilakukan melalui wawancara terbimbing, studi kepustakaan, observasi, dan
dokumentasi. Untuk menghindari jika terdapat bias pada hasil penelitian maka
dilakukan cross check dengan triangulasi metode yaitu data yang dikumpulkan
melalui berbagai sumber dari wawancara, observasi, dan analisis dokumen.
Penentuan strategi dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa Gedung Sate terus menjalankan pengembangan
pariwisata dari tahun ke tahun. Progresnya menunjukkan hasil seperti pengadaan
konsep baru. Gedung Sate mengusung konsep smart museum yang menyesuaikan
konten museum dengan tuntutan generasi muda. Oleh karena itu, selain
memamerkan koleksinya, juga mengedepankan kecanggihan teknologi.

Kata Kunci : bangunan bersejarah, pengembangan wisata, Gedung Sate

x
Daftar Isi

HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN........................................................iv

HALAMAN PERNYATAAN...............................................................................v

MOTTO.................................................................................................................vi

KATA PENGANTAR..........................................................................................vii

Daftar Isi................................................................................................................ix

BAB I.....................................................................................................................11

A. Latar Belakang............................................................................................11

B. Rumusan Masalah.......................................................................................13

C. Tujuan Penelitian........................................................................................13

D. Manfaat Penelitian......................................................................................13

E. Ruang Lingkup Peneliti..............................................................................14

F. Linearitas Tema Penelitian..........................................................................14

G. Sistematika Tulisan.....................................................................................15

BAB II...................................................................................................................16

A. Kajian Literatur...........................................................................................16

B. Kajian Teori................................................................................................17

1. Pengertian Pariwisata..............................................................................17

2. Pengertian Pembangunan Pariwisata.......................................................18

3. Pengertian Wisata Heritage.....................................................................19

BAB III..................................................................................................................21

xi
A. Metode........................................................................................................21

1. Jenis Penelitian........................................................................................21

2. Kerangka Pikir.........................................................................................22

3. Analisis SWOT.......................................................................................22

B. Data.............................................................................................................23

1. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................23

2. Teknik Pengumpulan Data......................................................................24

3. Teknik Pengolahan Data.........................................................................25

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peninggalan sejarah di Indonesia dapat dikatakan tersebar cukup luas
terutama di kota-kota yang dulunya merupakan pusat pemerintahan Hindia-
Belanda seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung. Peninggalan sejarah di Indonesia
merupakan suatu kekayaan budaya yang harus dijaga, dikembangkan, dan dirawat
keberadaannya. Adanya eksistensi dari peninggalan bersejarah ini dapat
memberikan keuntungan yaitu masyarakat Indonesia dapat belajar dan mendapat
informasi mengenai sejarah Indonesia.
Salah satu peninggalan sejarah yang dapat diamati langsung adalah
bangunan. Beberapa bangunan sejarah yang ada di Indonesia yaitu Lawang Sewu,
Istana Maimun, Gedung Sate. Berbagai bangunan bersejarah yang tersebar di
Indonesia memiliki kisah sejarahnya masing-masing.
Sebagian besar dari banguna peninggalan sejarah tersebut dialih-fungsikan
menjadi museum. Salah satunya yaitu Gedung Sate yang terletak di Kota
Bandung. Gedung Sate merupakan ikon dari Kota Bandung karena merupakan
salah sau destinasi unggulan di Bandung. Gedung Sate dikenal sebagai bangunan
di Kota Bandung yang paling terkenal karena selain atapnya yang unik, Gedung
Sate juga merupakan kantor pusat pemerintahan Jawa Barat. Gedung Sate
memiliki ornamen tusuk sate pada menara sentralnya.
Gedung Sate adalah bangunan monumental yang memiliki gaya arsitektur
unik mengarah kepada bentuk gaya arsitektur unik Indo-Eropa (Indo
Europeeschen architectuur stijl). Dibangun pada tahun 1920-1924, bangunan ini
dirancang oleh Ir. Jr Gerber, Eh. De Roo, dan G. Hendriks, Gemeente van
Bandoeng yang diketuai oleh V.L Sloors. Saat itu, Gedung Sate merupakan kantor
Department Verkeer en Waterstaat (Departemen Pekerjaan Umum dan Pengairan)
dan di sisi timur laut terdapat gedung Hoofdbureau Post Telegraaf en
Telefoondiest (Pusat Pos, Telegraf, dan Telepon). Gedung Sate diresmikan

xiii
menjadi museum pada 8 Desember 2017. Letaknya berada di Gedung Sate dengan
luas kurang lebih 500 meter. Di dalamnya terdapat benda-benda bersejarah dan
informasi mengenai proses pembangunan dan sejarah serta perjuangan para
pahlawan dalam membangun dan mempertahakan Gedung Sate.
Museum Gedung Sate memberlakukan sistem museum tour dimana
pengunjung harus mengikuti tour yang telah disiapkan dan akan diberikan oleh
pihak museum dengan mengunjungi setiap ruangan yang akan dipimpin oleh
seorang tour guide. Ruangan tersebut adalah zona pengenalan, zona eksplorasi,
audiovisual, dan zona interaksi.
Sejak diresmikan menjadi museum, Gedung Sate memiliki daya tarik
tersendiri bagi wisatawan. Perkembangan dan pembangunan kian dilakukan oleh
pihak pengelola. Pihak pengelola tidak hanya terfokus kepada atraksi di dalam
museumnya saja, tetapi pada kenyataannya pengelola juga menambahkan atraksi
tambahan seperti pengadaan taman di halaman sekitar Gedung Sate.
Pembangunan wisata Gedung Sate kian dilakukan dan diprioritaskan oleh Dinas
Pariwisata Kota Bandung. Kepala Bidang Industri Pariwisata, Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Azis Zulficar Aly Yusca, SStp, MSi.
mengatakan bahwasannya Kompleks Gedung Sate akan terus digiatkan
pembangunannya dan akan terus dikembangkan sebagai destinasi wisata yang
ramah bagi pejalan kaki dengan pembangunan pedesterian hingga mencapai
Monju (Monumen Juang).
Berdasarkan permasalahan diatas, maka dibutuhkan strategi atau
perancangan yang dapat menguraikan tentang langkah apa saja yang perlu
dilakukan oleh pihak pengelola guna mencapai tujuan dalam pengembangan
wisata agar Gedung Sate terus meningkat eksistensinya sebagai destinasi utama
dan ikonik di Bandung.

xiv
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam
penulisan ini adalah :

1. Bagaimana rancangan atau strategi pengembangan wisata yang efektif


untuk mengembangkan wisata Museum Gedung Sate?
2. Bagaimana peran pihak pengelola dan pemerintah dalam pengembangan
wisata Museum Gedung Sate agar diminati oleh wisatawan?
3. Apa saja langkah yang dilakukan pengelola Museum Gedung Sate dalam
kurun waktu 3 tahun terakhir dan dalam kurun waktu 3 tahun kedepan
guna meningkatkan minat dan jumlah kunjungan wisatawan?
C. Tujuan Penelitian
Penulisan artikel ilmiah ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui rancangan, sistematika, dan strategi yang dilakukan
pengelola dalam mengembangkan destinasi wisata Museum Gedung Sate
sebagai wisata unggulan di Kota Bandung,
2. Untuk mengetahui aspek yang dapat mempengaruhi prefensi
pengunjung,
3. Untuk meneliti apa saja yang harus dikembangkan kedepannya pada
Museum Gedung Sate agar minat pengunjung mengalami kenaikan.

D. Manfaat Penelitian
Dalam artikel ilmiah ini penulis berharap dapat memberikan sumbangan
pemikiran kepada berbagai pihak. Manfaat yang diharapkan adalah :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah ilmu dalam proses
pembelajaran mengenai peninggalan atau bangunan sejarah Indonesia
dan sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya
yang berhubungan dengan pengembangan wisata.
2. Manfaat praktis

xv
a. Bagi Pendidik dan Calon Pendidik
Menambah ilmu pengetahuan dan sumbangan pemikiran tentang
strategi untuk mengembangkan wisata unggulan khususnya wisata
sejarah.
b. Bagi Anak Didik
Anak didik diharapkan dapat memperoleh referensi dan ilmu
tambahan mengenai pengembangan wisata
c. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman langsung tentang cara
mengembangkan wisata unggulan terutama wisata sejarah.

E. Ruang Lingkup Peneliti


Ruang lingkup dalam penelitian ini mengarah kepada pihak yang terkait
dalam pengembangan wisata Museum Gedung Sate seperti badan pengurus atau
pengelola yang akan digunakan oleh penulis sebagai data pertama untuk
mendukung penelitian. Objek penelitian ini adalah Kompleks Wisata Gedung
Sate. Objek penelitian ini yaitu mengumpulkan data mengenai rancangan dan
strategi pengembangan wisata dan menganalisa data tersebut. Subjek dari
penelitian yang dijadikan responden yaitu pihak yang terkait dalam
pengembangan wisata Gedung Sate seperti badan pengurus atau pengelola dan
juga pengunjung.

F. Linearitas Tema Penelitian


Sebagai bentuk upaya dalam menyesuaikan destinasi wisata dari Jurnal
Ilmiah DCS (Domestic Case Study) yang berjudul “Potensi Objek Wisata
Pancuran Pitu Sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Banyumas ” dan judul
FCS (Foreign Case Study) yaitu “Pemberdayaan Virtual Tour Tam Coc River,
Vietnam dan Takachibo Gorge, Jepang Sebagai Destinasi Pembangkit Pariwisata
di Masa Pasca Pandemi” dalam penelitian artikel ilmiah penulis kali ini
mengangkat judul “Strategi Pengembangan Wisata Gedung Sate Sebagai
Destinasi Utama di Bandung ”. Kegiatan penelitian yang penulis ambil memiliki

xvi
fokus pada strategi pengembangan Gedung Sate sebagai wisata sejarah yang
berada di Kota Bandung dan penulis masih mengangkat strategi pengembangan
wisata dalam Jurnal Ilmiah Foreign Case Study (FCS) sebagai bentuk
kesinambungan penulisan ilmiah.

G. Sistematika Tulisan
Penulisan karya tulis ini terdiri lima bab dan setiap bab terdiri dari sub-sub
pembahasan dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
1. Bab pertama pendahuluan, menguraikan tentang latar be;akang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian,
linearitas tema penelitian dan sistematika tulisan dalam penulisan artikel
ilmiah ini.
2. Bab kedua menguraikan tentang kajian literatur yang mencocokan
penelitian sebelumnya dengan penelitian penelitian saat ini. Kajian teori
yang meliputi pengertian-pengertian yang berhubungan dengan tema
penelitian dalam penulisan artikel ilmiah ini.
3. Bab ketiga dalam penulisan artikel ilmiah ini akan menyajikan tentang
metode penulisan dan jenis data yang digunakan, baik yang berhubungan
dengan teknik sampling, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data
sampai teknik analisis data.
4. Bab keempat menguraikan hasil kajian dan pembahasan mengenai
penelitian yang dilakukan. Dalam bab ini juga dikemukakan pendapat atau
ide gagasan yang sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan yang
berlandaskan pada informasi serta teori-teori yang ada.
5. Bab lima adalah bagian akhir, yang berisi bab penutup dalam penulisan
artikel ilmiah ini, dalam bab tersebut disampaikan kesimpulan dan saran
yang diperoleh dari hasil penulisan artikel ilmiah ini.

xvii
BAB II
KAJIAN LITERATUR DAN KAJIAN TEORI

A. Kajian Literatur
Pariwisata merupakan segala aspek yang meliputi beberapa elemen seperti
wisatawan, daerah tujuan wisatawan, perjalanan, industry pariwisata, dan
sebagainya. Pariwisata di Indonesia merupakan penyokong yang paling tinggi
dalam sumber devisa negara. Hal ini didukung oleh kekayaan wisata yang
membentang secara luas dari Sabang sampai Merauke. Tidak hanya menawarkan
wisata alam, Indonesia juga memiliki beragam wisata lainnya seperti wisata
bahari, wisata kuliner, wisata budaya, wisata sejarah, dan lain sebagainya. Di
antara kategori wisata tersebut, wisata sejarah dinilai penting untuk diperhatikan
dan dijadikan sebagai destinasi utama mengingat bangsa ini pernah melalui cerita
panjang yang terekam oleh bangunan bersejarah.
Pengembangan merupakan suatu proses, cara, perbuatan menjadikan
sesuatu menjadi lebih baik, maju, sempurna dan berguna (Alwi Hasan dkk,
2005:269). Pengembangan adalah sebuah proses atau aktivitas memajukan
sesuatu yang dianggap perlu untuk ditata sedemikian rupa dengan meremajakan
atau memelihara yang sudah berkembang agar menjadi lebih menarik dan
berkembang. Pengembangan pariwisata yaitu usaha untuk meningkatkan atau
melengkapi fasilitas dan pelayanan yang dibutuhkan oleh para wisatawan agar
merasa nyaman saat berada di tempat wisata.
Pada umumnya pengembangan pariwisata selalu mengikuti siklus hidup
pariwisata sehingga dapat menentukan posisi pariwisata yang akan

xviii
dikembangkan. Cooper and Jakson (1997:121). Pengembangan merupakan suatu
proses, cara, perbuatan menjadikan sesuatu menjadi lebih baik, maju, sempurna
dan berguna (Alwi Hasan dkk, 2005:269). Pengembangan adalah sebuah proses
atau aktivitas memajukan sesuatu yang dianggap perlu untuk ditata sedemikian
rupa dengan meremajakan atau memelihara yang sudah berkembang agar menjadi
lebih menarik dan berkembang. Pengembangan pariwisata yaitu usaha untuk
meningkatkan atau melengkapi fasilitas dan pelayanan yang dibutuhkan oleh para
wisatawan agar merasa nyaman saat berada di tempat wisata. Berdasarkan potensi
dan peluang yang ada, maka pengembangan pariwisata perlu dilakukan secara
berkelanjutan untuk kepentingan masa depan dan untuk melindungi sumber daya
dari dampak pengembangan yang mungkin menyebabkan gangguan kultural dan
sosial karena tujuan dari pengembangan sendiri adalah untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dengan pemanfaatan sumber daya yang telah ada.

B. Kajian Teori
1. Pengertian Pariwisata
Menghilangkan rasa lelah, jenuh, bahkan stress yang diakibatkan oleh
tuntutan pekerjaan adalah salah satu kebutuhan manusia. Salah satu upaya untuk
mencegah hal tersebut yaitu dengan berwisata. UU No. 10 Tahun 1990
mengungkapkan bahwa Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata, serta usaha-
usaha yang terkait di bidang tersebut.

Pariwisata berasal dari dua kata yaitu Pari dan Wisata. Pari dapat diartikan
sebagai banyak, berkali-kali,berputar-putar atau lengkap. Sedangkan Wisata dapat
diartikan sebagai perjalanan atau bepergian yang dalam hal ini sinonim dengan
kata “travel” dalam bahasa Inggris. Atas dasar itu maka kata “pariwisata” dapat
juga diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar
dari suatu tempat ke tempat yang lain yang dalam bahasa Inggris disebut juga
dengan istilah “Tour”. (Yeoti, 1991). Pariwisata adalah kegiatan perpindahan
orang untuk sementara waktu ke destinasi di luar tempat tinggal dan tempat

xix
bekerjanya dan melaksanakan kegiatan selama di destinasi dan juga penyiapan-
penyiapan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan mereka. (Pitana dan Gyatri, 2005).

2. Pengertian Pembangunan Pariwisata


Barreto dan Giantari (2015:34) mengemukakan bahwa pengembangan
pariwisata adalah suatu usaha untuk mengembangkan atau memajukan objek
wisata agar, objek wisata tersebut lebih baik dan lebih menarik ditinjau dari segi
tempat maupun benda-benda yang ada didalamnya untuk dapat menarik minat
wisatawan untuk mengunjunginya. Strategi Pengembangan Pariwisata Perumusan
strategi adalah pengembangan rencana panjang untuk manajemen efektif dari
kesempatan dan ancaman lingkungan, dilihat dari kekuatan dan kelemahan
organisasi. Perumusan strategi meliputi menentukan misi organisasi, menentukan
tujuan-tujuan yang ingin dicapai, pengembangan strategi dan penetapan pedoman
kebijakan (J. David Hunger & Thomas L. Wheelen, 2001: 12). Strategi
pengembangan kepariwisataan bertujuan untuk mengembangkan produk dan
pelayanan yang berkualitas, seimbang, dan bertahap. Langkah pokok dalam
strategi pengembangan kepariwisataan (Suwantoro, 1997:55): a. Dalam jangka
pendek dititikberatkan pada optimasi, terutama untuk: Mempertajam dan
memantapkan citra kepariwisataan, Meningkatkan mutu tenaga kerja,
Meningkatkan mutu pengelolaan, Memanfaatkan produk yang ada, Memperbesar
saham dari pasar pariwisata yang telah ada. b. Dalam jangka menengah
dititikberatkan pada konsolidasi, terutama bagaimana memantapkan strategi
kepariwisataan Indonesia, mengkonsolidasikan kemampuan pengelolaan,
mengembangkan dan diversifikasi produk, dan mengembangkan jumlah serta
mutu tenaga kerja.
Aspek Pembangunan Kepariwisataan dituangkan dalam pasal 7 UU No 10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang menyebutkan bahwa Pembangunan

xx
kepariwisataan meliputi: Industri Pariwisata, Destinasi Pariwisata, Pemasaran,
dan Kelembagaan Kepariwisataan.
Pengembangan kepariwisataan tidak luput dari pembangunan
berkelanjutan, menurut Undnag-Undnag No. 9 Tahun 1990 tentang
kepariwisataan pasal 5 menyatakan bahwa Pembangunan Objek dan Daya Tarik
Wisata dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelola, dan membuat objek-
objek baru sebagai objek dan daya tarik wisata kemudian pasal 6 menyatakan
bahwa pembangunan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan
memperhatikan:
a. Kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan
ekonomi dan sosial budaya.
b. Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat.
c. Kelestarian budaya dan lingkungan hidup.
d. Kelangsungan pariwisata itu sendiri

3. Pengertian Wisata Heritage


Wisata heritage adalah suatu perjalanan wisata yang dikemas untuk
mengunjungi tempat yang dianggap mempunyai sejarah yang penting bagi suatu
daerah atau kota yang dapat menjadi daya tarik wisata. The National Trust for
Historic Preservation in the United States mengartikan heritage tourism sebagai
“travelling to experience the places and activities that authentically represent
the stories and people of the past," (berpergian untuk mendapatkan pengalaman
tentang tempat dan aktifitas yang menggambarkan secara otentik cerita dan
orang-orang di masa lalu). Menurut UNESCO, heritage yaitu sebagai warisan
(budaya) masa lalu, apa yang saat ini dijalani manusia, dan apa yang diteruskan
kepada generasi mendatang. Kesimpulannya, heritage adalah sesuatu yang
seharusnya diestafetkan dari generasi ke generasi, umumnya karena
dikonotasikan mempunyai nilai sehingga patut dipertahankan atau dilestarikan
keberadaannya. Dalam kamus Inggris-Indonesia susunan John M Echols dan
Hassan Shadily, heritage berarti warisan atau pusaka. Sedangkan dalam kamus

xxi
Oxford, heritage ditulis sebagai sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki
suatu bangsa atau negara selama bertahun-tahun dan diangap sebagai bagian
penting dari karakter mereka. Dalam buku Heritage: Management,
Interpretation, Identity, Peter Howard memaknakan heritage sebagai segala
sesuatu yang ingin diselamatkan orang, termasuk budaya material maupun alam.
Selama ini warisan budaya lebih ditujukan pada warisan budaya secara publik,
seperti berbagai benda yang tersimpan di museum.

Kota Bandung memiliki potensi wisata heritage, yaitu berupa bangunan-


bangunan cagar budaya. Kota Bandung memiliki 100 bangunan cagar budaya
yang terbagi menjadi 6(enam) kawasan. Dalam UU RI No.11 Tahun 2010
tentang cagar budaya pasal 1, menyebutkan bahwa “Pengembangan adalah
peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta
pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara
berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian”.
Pengembangan dalam UU RI No.11 Tahun 2010 tentang cagar budaya pasal 78
ayat 1 sampai dengan 4 menyebutkan bahwa :

a. Pengembangan Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan prinsip


kemanfaatan keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilainilai yang
melekat padanya.
b. Setiap orang dapat melakukan Pengembangan Cagar Budaya setelah
memperoleh: a. izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan b. izin
pemilik dan/atau yang menguasai Cagar Budaya.
c. Pengembangan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan
ayat 2 dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang
hasilnya digunakan untuk Pemeliharaan Cagar Budaya dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
d. Setiap kegiatan pengembangan Cagar Budaya harus disertai dengan
pendokumentasian. Kawasan heritage memiliki nilai sejarah yang tinggi
dan dapat dinikmati hingga saat ini. Nilai sejarah yang terkandung
merupakan sebuah keunikan dan karakter khas pada kawasan heritage.

xxii
Keunikan dan karakter kawasan heritage tersebut berkaitan dengan
sejarah perkembangan fisik sebuah kota. Perkembangan yang terjadi
pada kota dapat dirasakan hingga saat ini, baik dari pola perkembangan
kota berdasarkan sumbu tertentu atau bahkan pada penggunaan kembali
(re-use) bangunan tua dengan fungsi baru. Keunikan dan karakter
kawasan heritage tersebut mampu menarik perhatian banyak orang untuk
datang berkunjung, sehingga fungsinya berubah menjadi kawasan wisata
heritage.

BAB III
METODE DAN DATA

A. Metode
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif untuk memperoleh
data dan sumber dari objek penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan uraian dan pembahasan mengenai Strategi Pengembangan Gedung
Sate Sebagai Destinasi Wisata Unggulan di Bandung.
Menurut Moleong (2017:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Penelitian kualitatif menurut Hendryadi, et. al, (2019:218) merupakan proses
penyelidikan naturalistik yang mencari pemahaman mendalam tentang fenomena
sosial secara alami.
Penelitian kualitatif menekankan pada kualitas bukan kuantitas dan data-
data yang dikumpulkan bukan berasal dari kuisioner melainkan berasal dari
wawancara, observasi langsung dan dokumen resmi yang terkait lainnya.
Penelitian kualitatif juga lebih mementingkan segi proses daripada hasil yang
didapat. Hal tersebut disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang

xxiii
diteliti akan jauh lebih jelas jika diamati dalam proses.

2. Rerangka Pikir

B. PENGUMPULAN DATA

OBSERVASI STUDI LITERATUR KUISIONER WAWANCARA

DOKUMENTASI

Analisis SWOT

STRATEGI PENGEMBANGAN
WISATA GEDUNG SATE

PENERAPAN

(Gambar 1 Rerangka Pikir)

xxiv
3. Analisis SWOT
Penelitian ini menggunakan analisis SWOT untuk mengidentifikasi
masalah internal dan eksternal. Penulis menekankan pada pentingnya peran faktor
internal maupun faktor eksternal guna menyusun strategi perencanaan ide dan
penyelesaian masalah secara efektif. Analisis SWOT merupakan suatu analisis
yang di dalamnya mencakup upaya-upaya untuk mengenali kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman. Analisis SWOT merupakan instrumen perencanaan
strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan
kelemahan, dan kesempatan eksternal dan ancaman, instrumen ini memberikan
cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah
strategi. Penulis juga menggabungkan dua komponen analisis yang terdiri dari :
Strength-Opportunity (S-O) dan Weakness-Opportunity (W-O) dengan berdasar
Kekuatan (Strength) dan pemanfaatan Peluang (Opportunity) serta pencegahan
Kelemahan (Weakness) dengan Peluang (Opportunity).
Menurut Freddy (2013), analisis SWOT adalah analisa yang didasarkan
pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang
(Opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(Weakness) dan ancaman (Threats).
Selanjutnya Gitosudarmo (2011:115) menyatakan kata SWOT merupakan
pendekatan dari Strengths, Weakness, Opportunity and Threats yang dapat diterjemahkan
menjadi: Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman. Terjemahan tersebut sering
disingkat menjadi “KEKEPAN”. Dalam metode pendekatan ini kita harus memikirkan
tentang apa saja yang kita miliki, kelemahan apa saja yang melekat pada diri atau
organisasi dan kita juga harus melihat kesempatan atau opportunity yang terbuka dan
akhirnya kita harus mampu untuk mengetahui ancaman, gangguan, hambatan serta
tantangan (AGHT) yang menghadang di depan kita.

B. Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah jenis data yang dikumpulkan secara langsung dari
sumber utamanya seperti melalui wawancara, survei, eksperimen, dan sebagainya.

xxv
Menurut Sugiyono (2018:456) Data primer yaitu sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti
langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan.

Sedangkan data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari data yang
telah ada sebelumnya. Pada awalnya, data sekunder merupakan data primer yang
telah dikumpulkan oleh orang lain sebelumnya, baik digunakan untuk kepentingan
penelitian maupun untuk disimpan di database saja. Menurut Sugiyono (2018:456)
data sekunder yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Dalam penelitian
ini yang menjadi sumber data sekunder adalah sesuai dengan Undang-Undang,
buku, jurnal, artikel yang berkaitan dengan penelitian.

Penulis memperoleh data primer dari Badan Pengurus Gedung Sate.


Sedangkan data sekunder diperoleh dari data dokumentasi, dan data laporan
terdahulu. Penulis mengumpulkan semua data tersebut dengan metode observasi,
wawancara, dan dokumentasi.

1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi berada di Gedung Sate, Jl. Diponegoro No.22, Citarum, Kec.
Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40115. Observasi secara langsung ke
lapangan dilakukan pada Desember 2022 s/d Januari 2023.

2. Teknik Pengumpulan Data


Penulis mengumpulkan semua data tersebut dengan metode observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Berikut beberapa proses dari pengumpulan
informasi yang penulis lakukan ;
a. Observasi
Penulis melakukan observasi langsung di objek penelitian yaitu
di Gedung Sate Bandung. Observasi dilaksanakan dengan mengamati
kegiatan-kegiatan apa saja yang terdapat di area Gedung Sate selama
masa liburan (high season).

xxvi
Menurut Sugiyono (2014:145), Observasi merupakan suatu
proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses
biologis dan psikologis. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Sevilla
(1993) Observasi atau pengamatan dalam arti sederhana merupakan
proses dimana peneliti melihat situasi dari penelitian. Untuk
metodenya harus sesuai yang digunakan pada penelitian yang berupa
pengamatan interaksi atau kondisi dari belajar mengajar, tingkah laku
dan juga interaksi dari kelompok.
b. Wawancara
Penulis melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi-
informasi dalam proses pengambilan data. Dalam proses pengumpulan
data dan informasi, penulis melakukan wawancara dengan pihak
pengelola Gedung Sate. Setelah semua informasi selesai terkumpul,
penulis mengubahnya ke dalam bentuk penulisan deskriptif yang mana
sebelumnya adalah berbentuk penulisan dialog. Penulis menanyakan
setidaknya lima pertanyaan yang telah disiapkan. Pertanyaan tersebut
bersinggungan dengan pengembangan wisata yang meliputi fasilitas,
daya tarik, pengelolaan, dan lain sebagainya. Wawancara ini dilakukan
dengan tatap muka secara langsung dengan pihak Badan Pengelola
Gedung Sate dan juga melalui media sosial.
Susan Stainback (dalam Sugiyono 2016;318) mengemukakan
bahwa dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal
yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan
situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak dapat
ditemukan melalui observasi.
c. Studi Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2016:329) Teknik dokumentasi merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif. Melalui teknik ini, peneliti dapat mengetahui
seluruh kondisi gudang dari lingkungan kerja, kondisi meja kerja, dan
kebersihan ruang kerja.

xxvii
Dalam melakukan pengumpulan data melalui dokumentasi,
penulis mengambil beberapa gambar di area lokasi Gedung Sate dan
beberapa gambar mengenai museum, taman, dan aktivitas wisatawan.

3. Teknik Pengolahan Data


Setelah melakukan pengumpulan data, penulis melakukan langkah dalam
pengolahan data baik data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun
teknik yang dilakukan penulis yaitu sebagai berikut :
a. Reduksi Data
Dalam tahap ini penulis melakukan penyederhanaan,
penggolongan, dan membuang yang tidak perlu data sedemikian rupa
sehingga data tersebut dapat menghasilkan informasi yang bermakna
dan memudahkan dalam penarikan kesimpulan. Banyaknya jumlah
data dan kompleksnya data, diperlukan analisis data melalui tahap
reduksi.
b. Penyajian Data (Data Display)
Setelah melakukan kegiatan reduksi data, langkah selanjutnya
yang dilakukan dalan analisis data adalah data display atau penyajian
data. Penyajian data dilakukan untuk menganalisis masalah agar
mudah dicari pemecahannya”. Penyajian data juga dilakukan untuk
mempermudah melihat gambaran di lapangan secara tertulis. Penyajian
data dapat dilakukan ke dalam beberapa bentuk. Data yang bertumpuk
dan laporan lapangan yang tebal akan sulit dipahami. Oleh karena itu,
agar dapat melihat gambaran atau bagian-bagian tertentu dalam
penelitian harus diusahakan membuat berbagai macam matrik, uraian
singkat, network, chart dan grafik. Menurut Sugiyono (2013, hlm.49)
“Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan
sejenisnya”.
c. Penarikan Simpulan Dan Verifikasi

xxviii
Langkah yang terakhir dalam analisis data adalah conclusion
drawing/verification atau penarikan kesimpulan/verifikasi.
Dikemukakan oleh Sugiyono (2013, hlm.252) bahwa: Kesimpulan
dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah
yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti
telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam
penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang
setelah penelitian berada di lapangan
d. Teknik Analisis Data
Penelitian ini mengunakan analysis SWOT untuk mengetahui
aspek-aspek yang mempengaruhi pengembangan wisata Gedung Sate.
Setelah itu mengidentifikasi factor-faktor tersebut dalam strategi
perencanaan yang akan diambil oleh pihak Badan Pengelola Gedung
Sate untuk menjadi dasar dalam penerapan dan menentukan langkah
dan streategi dalam pengembangan objek penelitian.
Menurut John Tukey istilah teknik dalam menganalisis data
penelitian adalah prosedur untuk menganalisis data. Prosedur ini
mencakup teknik menafsirkan data yang sudah dianalisa dan cara
merencanakan teknik pengumpulan data penelitian sehingga analisis
menjadi lebih cepat.

xxix
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Gambaran Umum Kota Bandung
Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa
Barat, dan juga kota terbesar ketiga di Indonesia sekaligus menjadi
ibukota Provinsi Jawa Barat. Kota ini dijuluki sebagai Kota Kembang
karena dahulu kota ini dikenal sangat cantik. Banyak pohon dan bunga
yang tumbuh. Selain itu, Kota Bandung juga disebut dengan Paris van
Java karena pada zaman dahulu pemerintah Belanda menjadikan Kota
Bandung sebagai kota destinasi wisata. Kota Bandung dikelilingi oleh
berbagai pegunungan yang berfungsi sebagai hutan, pertanian,
perkebunan, dan perikanan yang tersebar di Jawa Barat. Namun
meskipun Kota Bandung tidak memiliki potensi wisata alam sebagai
daya tarik wisata utama ekologi, Kota Bandung memiliki posisi yang
strategis sebagai penunjang kebutuhan wisata seperti kebutuhan
akomodasi (hotel), kebutuhan berbelanja (mall), dan kebutuhan
kuliner. Secara administrative, Kota Bandung terbagi menjadi 30
kecamatan dan 151 desa. Menurut Direktorat Jenderal Kependudukan
dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, jumlah
penduduk di Kota Bandung tahun 2021 mencapai 2.530.000 jiwa

xxx
dengan luas wilayah 166,59 kilometer. Artinya, kepadatan penduduk
di Kota Bandung yaitu sebesar 15.170 ribu per kilometer persegi.
Kota Bandung menyimpan banyak peninggalan sejarah khususnya
bangunan bersejarah peninggalan pemerintah colonial Hindia-Belanda.
Peninggalan sejarah tersebut didominasi oleh bangunan-bangunan
kuno yaitu seperti Museum Konferensi Asia Afrika, Gedung Indonesia
Menggugat, Gedung Sate, Gedung Merdeka, dan sebagainya. Selain
itu, Kota Bandung juga memiliki sekitar 1.700 cagar budaya yang
tersebar hampir rata. Pemerintah Kota Bandung telah mencanangkan
beberapa program untuk mempertahankan cagar budaya agar tidak
rapuh atau hilang.
Kota Bandung juga terkenal sebagai kota pelajar terbaik se-Asia
Tenggara. Data ini diambil dari peringkat Quacquarelli Symonds (QS)
World University Rankings yang memuat daftar kota terbaik bagi
pelajar di Indonesia tahun 2023. Dalam penilaian QS World University
Ranking, Kota Bandung memiliki lima kampus terbaik di Indonesia di
antaranya adalah Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjajaran,
Universitas Pendidikan Indonesia, Institut Seni Budaya Indonesia, dan
Universitas Katolik Parahyangan. Kota Bandung adalah salah satu kota
wisata kuliner yang terkenal. Kota ini memiliki beragam macam
kuliner, dari mulai makanan utama sampai ke jajanan pinggir jalan
(street food). Wisatawan yang datang ke Kota Bandung tidak akan
merasa kesusahan mencari makanan karena di semua sudut kota ini
penuh dengan pilihan kuliner dan jajanan. Adapun makanan khas Kota
Bandung yang dikenal banyak kalangan yaitu Mie Kocok, Cuanki,
Seblak, Batagor, Siomay, Pisang Bolen, dll. Selain itu, Kota Bandung
juga menawarkan oleh-oleh yang diminati banyak kalangan wisata.
Oleh-oleh yang paling diincar ketika wisatawan mengunjungi kota ini
adalah baju, tas, sepatu, boneka, karena kota ini juga dikenal sebagai
pusat fashion-fashion dengan harga terjangkau namun kualitas dan

xxxi
modelnya bagus. Tempat oleh-oleh di Kota Bandung sudah tersebar
luas, terutama di wilayah Cibaduyut, Cihampelas, dan Braga.

Gambar 1. Peta Kota Bandung


Kota Bandung berada di tengah-tengah Kabupaten Bandung,
memiliki luas sekitar 166,59 kilometer dan berbatasan langsung
dengan Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat di sebelah utara
dan barat, Kabupaten Bandung di sebelah selatan dan timur. Berada di
ketinggian 700 mdpl, wilayah Kota Bandung dikelilingi oleh
pegunungan sehingga membentuk semacam cekungan (Bandung
Basin). Pegunungan tersebut yaitu antara lain Gunung Burangrang,
Gunung Bukit Tunggul, Gunung Manglayang, Gunung Mandalawangi,
Gunung Tambakruyung, Gunung Patuha, dan Gunung Kendang. Oleh
karena itu, udara di Kota Bandung cenderung dingin dan sejuk
meskipun banyak polusi udara.
Menurut data yang diambil dari Badan Pusat Statistik Provinsi
Jawa Barat, jumlah wisatawan Kota Bandung paling tinggi terjadi di
tahun 2018 dengan jumlah kunjungan wisata 5.864.721 dengan
kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 4.506. Jumlah kunjungan
wisatawan tahun 2018 merupakan jumlah paling tinggi dibandingkan
tahun sebelum dan sesudahnya. Dengan melihat data tersebut,
pemerintah Kota Bandung semakin optimis dan yakin bahwa jumlah
kunjungan wisatawan akan terus mengalami kenaikan.
Kota Bandung memiliki banyak destinasi wisata yang berbasis
sejarah, tidak heran jika banyak wisatawan yang berkunjung untuk

xxxii
mendatangi bangunan bersejarah seperti museum, karena di Kota
Bandung ada banyak sekali museum seperti Museum Geologi,
Museum Konferensi Asia Afrika, Museum Gedung Sate. Museum Sri
Baduga, Museum Pendidikan Nasional, Museum Pos Indonesia,
Museum Puspa Iptek Sundial, dan masih banyak lagi. Banyak hal yang
dapat wisatawan dapatkan ketika mengunjungi museum. Tidak hanya
bernostalgia, museum juga memberikan banyak hal yang mengedukasi
serta membuka wawasan baru mengenai sejarah di Indonesia.
Wisatawan dapat mempelajari apa saja yang telah terjadi di masa
lampau, melihat benda-benda yang berkaitan dengan peristiwa atau
tokoh bersejarah, dan wisatawan juga dapat mengambil foto dengan
background klasik ala museum yang menambah nilai ke-estetik-an
sebuah gambar. Pihak Pemerintah Kota Bandung mendukung penuh
semua program yang berkaitan dengan pengembangan wisata museum.
Hal ini membuahkan hasil positif karena museum akan selalu
mengalami pariwisata berkelanjutan dan tidak dilupakan masyarakat
seiring berkembangnya waktu.
2. Profil Tempat Penelitian
Museum Gedung Sate berlokasi di Jalan Diponegoro
No.22, Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung.
Museum ini mulai beroperasi sejak tahun 2017. Museum ini
menyajikan wisata edukasi seperti film, teknologi informasi,
arsitektur, sejarah, desain,dan teknik sipil. Museum Gedung Sate
juga menyajikan mengenai sejarah pembangunan dan arsitektur
Gedung Sate, sejarah pemerintahan Kota Bandung, sampai profil
Gubernur Jawa Barat dari masa ke masa. Pembangunan dan
pengembangan museum ini dilator belakangi oleh tingginya minat
pengunjung (wisatawan) yang ingin belajar dan mencari tahu lebih
lanjut tentang gedun pemerintahan Provinsi Jawa Barat, namun
karena minimnya akses untuk masuk ke gedung utama, gubernur
dan wakil gubernur memutuskan untuk menjadikan lantai

xxxiii
basement bagian selatan dijadikan sebagai museum. Museum
Gedung Sate dirancang untuk meningkatkan semangat perjuangan
dan kesadaran pelestarian budaya. Dalam pembangunannya,
museum ini diprakarsai oleh gubernur, wakil gubernur, dan tim
ahli.
Museum ini merupakan museum yang berbasis teknologi
multimedia. Mengusung tema dan konsep teknologi interaktif,
sebagian besar penyajian di museum ini dikemas menggunakan
cara yang berbeda dan unik. Misalnya seperti desain penulisan
informasi singkat tentang sejarah Kota Bandung yang dikemas di
dalam dinding infografis yang dilengkapi dengan beberapa layar
video singkat di sekitarnya. Penyajian di museum ini dilengkapi
juga dengan audio visual yang menggambarkan barang atau
diorama yang dijelaskan. Disini juga terdapat Smart Screen
Interactive yang menyajikan bagian sisi pembangunan Gedung
Sate. Terdapat juga ruang audio visual yang memfasilitasi
wisatawan untuk menikmati pemutaran film tentang sejarah
Gedung Sate. Ada juga teknologi Augmented Reality (AR) yang
dapat memberi kesan seolah-olah wisatawan sedang berada di
suasana pembangunan Gedung Sate. Selain itu, yang tak kalah
menarik adalah adanya Magic Floor yang membuat wisatawan
dapat kagum dan takjub akan teknologi unik ini. Teknologi lainnya
seperti virtual reality, proyeksi 4D, layar interaktif pun ada di
dalam museum ini.
Museum Gedung Sate dinilai merupakan tempat wisata
yang sangat menarik bagi wisatawan. Selain harga tiket masuk
yang terjangkau, di area Museum Gedung Sate terdapat taman
hiburan rakyat yang dapat dinikmati wisatawan secara gratis di
antaranya adalah Taman Gasibu, Taman Lansia, Taman Lambang
Provinsi Jawa Barat. Jadi ketika wisatawan ingin mencari tempat
untuk bersantai setelah atau sebelum mengunjungi Museum

xxxiv
Gedung Sate, wisatawan dapat mendatangi taman-taman tersebut.
Letaknya tidak jauh dari museum dan di taman-taman tersebut
lengkap dengan pilihan jajanan kuliner, tempat duduk, spot foto,
dan toilet umum.
Sejak pertama kali dibuka untuk umum, museum ini telah
dikunjungi oleh lebih dari 150.000 pengunjung. Harga tiket masuk
mematok lima ribu rupiah per orang dengan jam kunjungan wisata
mulai dari jam 09.00 WIB sampai 16.00 WIB. Museum tutup
setiap hari Senin. Untuk dapat masuk dan menikmati isi museum,
wisatawan sebaiknya melakukan reservasi terlebih dahulu.
Reservasi dapat dilakukan melalui resepsionis atau melalui situs
web museumgedungsate.org.

3. Deskripsi Informan
Deskripsi merupakan pemaparan informasi yang memuat hal-hal
penting tentang perilaku atau sifat sebuah sumber atau populasi yang
diteliti. Deskripsi informan ini didapat dari hasil wawancara yang telah
dilakukan selama kegiatan penelitian dilaksanakan. Penelitian kali ini
menggunakan 30 informan, pengumpulan informan 30 orang
merupakan informan wawancara sebagai dasar untuk memperoleh data
yang valid dan sah. Berikut ini merupakan diagram presentase informan
yang telah didapat :
a. Jenis Kelamin
Berdasarkan kegiatan penelitian sebanyak 30 orang yang
meliputi wisatawan pengunjung Museum Gedung sate, hasil
dari 30 informan tersebut terdiri dari 12 orang laki-laki dan 18
orang perempuan. Demikian diagram jenis kelamin informan
dapat dilihat sebagai berikut.

xxxv
Grafik 1. Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin

b. Usia
Dari grafik di bawah ini dapat disimpulkan bahwa wisatawan
yang berkunjung berdasarkan usia adalah berkisar antara 26-
30 tahun sebanyak 10 orang, 15-19 tahun 8 orang, 30 tahun ke
atas sebanyak 8 orang, dan 20-25 tahun 4 orang. Dari hasil
tersebut, mayoritas pengunjung adalah berusia sekitar 26-30
tahun.

Grafik 2. Karakteristik Informan Berdasarkan Usia


c. Asal atau Domisili
Karakteristik dari grafik diagram di bawah ini dibagi menjadi
beberapa kategori. Jika diringkas, kategori tersebut akan
menjadi dua kategori saja yaitu kategori Dalam Kota Bandung
dan Luar Kota Bandung. Dari wawancara 30 informan
diperoleh sebanyak 20 orang berasal dari Luar Kota Bandung
dan 10 orang dari Dalam Kota Bandung.

xxxvi
Grafik 3. Karakteristik Informan Berdasarkan Asal
d. Pekerjaan
Karakteristik informan berdasarkan pekerjaan dibagi menjadi
6 yaitu Pegawai Swasta, Pelajar atau Mahasiswa, Wiraswasta,
Ibu Rumah Tangga, TNI/POLRI/PNS, dan Lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian wawancara 30 informan
diperoleh data Pegawai Swasta sebanyak 9 orang, Pelajar atau
Mahasiswa 7 orang, Wiraswasta sebanyak 5 orang,
TNI/POLRI/PNS 3 orang, dan 2 orang yang memiliki kategori
pekerjaan “Lainnya”.

Grafik 4. Karakteristik Informan Berdasarkan Pekerjaan


4. Pengaruh Faktor Lingkungan
a. Faktor Lingkungan Internal
1). Aksesibilitas
Akses menuju Museum Gedung Sate dinilai sudah sangat baik.
Jalan sudah menggunakan aspal karena museum ini berada di
pinggir jalan raya di tengah Kota Bandung sehingga dapat

xxxvii
dikatakan lokasinya strategis karena sudah biasa menjadi jalur lalu
lalang masyarakat setempat maupun wisatawan. Jalannya pun
mudah ditemukan, lebar, dan jarang sekali terjadi kemacetan.
Namun terdapat salah satu kendala yaitu untuk menuju Museum
Gedung Sate, wisatawan harus keluar terlebih dahulu dari gedung
utama, lalu harus berjalan sekitar 500 meter. Aksesnya tidak dapat
dijangkau melalui kawasan dalam gedung utama, tetapi harus
keluar dan melewati jalan utama (jalan raya).
2). Fasilitas
Pengelola Museum Gedung Sate telah menyediakan beberapa
fasilitas lengkap yang cukup mendukung kegiatan wisata. Fasilitas
yang disediakan yaitu seperti toilet, lahan parkir, mushola, food
court, papan informasi, peta petunjuk, dan tempat sampah. Hal ini
sangat menjawab kebutuhan wisatawan sebagaimana mestinya dan
dapat dikategorikan dalam kriteria layak. Kebersihan juga selalu
menjadi hal yang prima dan mendapat perhatian khusus dari pihak
pengelola.
3). Sumber Daya Manusia
Pengelola Museum Gedung Sate selalu mencoba untuk
memaksimalkan Sumber Daya Manusia yang ada untuk ikut andil
dalam mengelola museum ini. Pemerintah dan pengelola terfokus
terhadap pemberdayaan anak-anak generasi milenial untuk menjadi
bagian dalam pengelolaan dan pengembangan Museum Gedung
Sate. Adapun anak-anak milenial tersebut diambil dari seluruh
mahasiswa dari universitas yang tersebar di Kota Bandung. Hal ini
disebabkan karena menurut pemerintah dan pengelola, anak-anak
milenial cenderung memiliki etos kerja, kreatifitas, antusiasme
yang lebih tinggi. Adapun, tujuan lain yaitu mempersiapkan anak-
anak muda yang siap menghadapi dunia kerja. Sinergi antara pihak
pengelola dan anak-anak milenial ini dinilai cukup mampu
bekerjasama dengan baik.

xxxviii
4). Hubungan Antar Sumber Daya Manusia
Hubungan antar sumber daya manusia dinilai cukup
menghasilkan kekompakan dan sinergitas yang sangat baik.
Mereka dapat mengatur keseluruhan konsep jam kunjung wisata,
menyepakati peraturan, dan memberikan layanan prima terhadap
wisatawan yang datang. Sehingga terbentuk pula hubungan yang
baik antara pengelola dan wisatawan.

5). Pendanaan
Pendanaan untuk pembangunan Museum Gedung Sate
seluruhnya ditanggung oleh pihak pemerintah karena museum ini
merupakan milik pemerintah. Pemerintah berperan besar dalam
pengadaan sarana prasarana yang baik di museum ini. Sedangkan
keuntungan yang didapat dari hasil penjualan tiket masuk,
dialokasikan ke dalam kas pengelola untuk menambah atau
memperbaiki fasilitas yang dibutuhkan.
6). Pelayanan
Pihak pengelola mempunyai visi untuk memberikan pelayanan
terbaik terhadap wisatawan, mendampingi wisatawan untuk belajar
memahami isi museum, dan juga mendengar keluhan wisatawan
yang ada.
7). Kebersihan
Museum Gedung Sate menjaga ketat kebersihan dengan
mengadakan tempat sampah organic dan anorganik. Tidak hanya
itu, pengelola juga mengerahkan petugas kebersihan yang selalu
mengontrol setiap sudut museum.
8). Potensi
Potensi yang dimiliki Museum Gedung Sate dalam
mempertahankan sejarah telah dikelola dan dimanfaatkan dengan
baik. Pemanfaatannya pun dikemas dengan konsep yang sangat
anti-mainstream dan mengikuti perkembangan zaman. Hal ini

xxxix
dapat menjadikan Museum Gedung Sate kedepannya selalu
berkelanjutan dan tidak akan hilang eksistensinya. Pengelola selalu
mencari inovasi baru untuk perkembangan konsep wisata
mengingat museum ini memiliki potensi yang cukup besar dalam
pariwisata sejarah.

No Faktor Strenght Weakness

1. Fasilitas yang ada di Museum Gedung Sate - 

sudah memadai, tapi masih perlu diperbaiki

dan di-aktif kan kembali.

2. Aksesibilitas menuju Museum Gedung Sate  -

sangat mudah.

3. Dalam pengelolaan Museum Gedung Sate,  -

pengelola dan pemerintah melibatkan anak-

anak muda yang berinovasi dan kreatif.

4. Kebersihan Museum Gedung Sate terjaga  -

dan hal ini juga karena adanya kerjasama

yang baik antar wisatawan dan pengelola.

5. Sumber Daya Manusia sangat baik.  -

Hubungan antara pengelola dan staff terjalin

xl
sangat baik dan ter-koordinir.

6. Seluruh pendanaan pengembangan wisata  -

dan fasilitas Museum Gedung Sate dibiayai

oleh pemerintah.

7. Museum Gedung Sate mempunyai potensi  -

dalam keberlanjutan wisata yang cukup baik.

8. Pelayanan yang diberikan pengelola terhadap  -

wisatawan cukup baik dan prima, membuat

wisatawan segan.

Tabel 1. Faktor Pengaruh Lingkungan Internal

b. Faktor Lingkungan Eksternal


1). Regulasi
Regulasi telah ada dibentuk untuk mendukung pengembangan
wisata dan mengatur daya tarik wisata Museum Gedung Sate.
Adapun peraturan dan regulasi ini dibentuk oleh pemerintah dan
pihak pengelola.
2). Pesaing
Museum Gedung Sate memiliki beberapa pesaing. Ada beberapa
museum di Kota Bandung yang memiliki konsep sama. Koleksi di
Museum Gedung Sate juga belum terlalu lengkap jika dibandingkan
dengan museum lainnya di Kota Bandung. Hal ini menyebabkan
adanya pesaing yang dapat dikatakan lebih unggul dalam koleksinya.
3). Wisatawan
Minat kunjungan wisatawan dinilai cukup tinggi, data ini dapat
dibuktikan dengan adanya kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara yang

xli
berkunjung untuk menikmati isi museum, mencoba teknologi baru, atau sekadar
berfoto di area museum yang mana konsep museum ini hanya dapat ditemukan di
Museum Gedung Sate.
4). Target Pasar
Target atau pangsa pasar Museum Gedung Sate dari berbagai
umur dan dari semua kalangan yang ada, karena kegiatan wisata yang ditawarkan
dapat dinikmati oleh siapa saja yang ingin belajar mengetahui mengenai sejarah
Gedung Sate dan Kota Bandung.
5). Promosi
Untuk memenuhi target pasar dan mengundang wisatawan untuk
berkunjung, pengelola gencar melakukan promosi melalui akun sosial media
seperti di Instagram, Tiktok, Facebook, dan website. Dari akun sosial media
tersebut, pengelola mendapat kemudahan untuk menjangkau calon wisatawan dan
juga dengan mudahnya menampilkan penawaran yang ada di Museum Gedung
Sate.
6). Teknologi
Pihak pengelola telah dan akan terus mengoptimalkan teknologi
dalam pengembangan Museum Gedung Sate. Mulai dari kegiatan promosi yang
memanfaatkan sosial media hingga aktivitas dan fasilitas pendukung di museum
pun dikemas dengan kecanggihan teknologi.

No Faktor Oppurtunity Threat

1. Adanya regulasi yang dibentuk  -

pemerintah untuk mendukung seluruh

kegiatan wisata di Museum Gedung

Sate.

xlii
2. Tingginya minat wisatawan untuk  -

berkunjung bahkan sampai diminati

wisatawan mancanegara.

3. Target pasar dari berbagai umur hingga  -

kalangan.

4. Promosi dilakukan dengan gencar dan  -

efektif.

5. Teknologi dimanfaatkan secara baik √ -

optimal guna meningkatnya

pengembangan wisata.

6. Museum Gedung Sate memiliki pesaing - 

dalam penawaran wisatanya.

Tabel 2. Pengaruh Faktor Eksternal

xliii
5. Matriks SWOT
Dari hasil analisis pengaruh faktor lingkungan internal dan eksternal di
atas, data tersebut dapat disusun menjadi sebuah tabel matriks SWOT
yang berisi strategi pengembangan wisata Museum Gedung Sate
dengan rumus S-O, W-O, S-T, W-T, sebagai berikut :

xliv
Faktor Internal Strength Weakness

1. Aksesibilitas menuju Museum


1. Fasilitas yang ada di
Gedung Sate sangat mudah.
Museum Gedung Sate
2. Dalam pengelolaan Museum
sudah memadai, tapi
Gedung Sate, pengelola dan
masih perlu diperbaiki
pemerintah melibatkan anak-
dan di-aktif kan
anak muda yang berinovasi
kembali.
dan kreatif.

3. Kebersihan di dalam Museum

Gedung Sate terjaga dan hal

ini juga karena adanya

kerjasama yang baik antar

wisatawan dan pengelola.

4. Sumber Daya Manusia sangat

baik. Hubungan antara

pengelola dan staff terjalin

sangat baik dan ter-koordinir.

5. Seluruh pendanaan

pengembangan wisata dan

fasilitas Museum Gedung Sate

dibiayai oleh pemerintah.

6. Museum Gedung Sate

mempunyai potensi dalam

keberlanjutan wisata yang

xlv
Threats Strategi S-T Strategi W-T

1. Museum 1.Memperlengkap koleksi dan isi 1.Dengan memperluas kerjasama

Gedung Sate museum dari berbagai sumber yang antara berbagai pihak yang

memiliki memiliki nilai sejarah dan memiliki concern di bidang penemuan

pesaing dalam hubungan atau korelasi dengan barang sejarah dan bisa juga

penawaran Kota Bandung menghubungi beberapa kolektor

wisatanya. barang antik agar dapat memilah

barang koleksi mana yang akan

menjadi koleksi milik museum.

Tabel 3. Matriks SWOT

Berdasarkan hasil dari analisis tabel matriks SWOT di atas, yang terdapat

dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal, sehingga diperoleh strategi dengan

rumus berikut; S-O, W-O, S-T, W-T maka hasilnya dapat dijabarkan sebagai

berikut :

a. Strategi Strength-Opportunity (S-O)

1. Pemerintah Daerah Kota Bandung telah meresmikan Museum

Gedung Sate dan mengadakan banyak event dan seminar kepada

pengelola dan wisatawan mengenai edukasi kreatif.

xlvi
2. Menambah kegiatan dan atraksi seperti magic floor agar wisatawan

dapat berfoto dengan background yang unik.

3. Membuat konten/postingan berupa foto dan video yang menarik

dan kreatif sehingga dapat mendapat perhatian wisatawan yang

sedang mencari informasi mengenai Gedung Sate di sosial media.

b. Strategi Weakness-Opportunity (W-O)

1. Bagaimana cara pemerintah dan pihak pengelola untuk mengatur

lahan parkir agar lebih tertata (tidak berantakan) ketika di masa

high season dan banyak wisatawan yang datang menggunakan

kendaraan pribadi.

c. Strategi Strength-Threat (S-T)

1. Memperlengkap koleksi dan isi museum dari berbagai sumber

yang memiliki nilai sejarah dan memiliki hubungan atau korelasi

dengan Kota Bandung.

d. Strategi Weakness-Threat (W-T)

1. Dengan memperluas kerjasama antara berbagai pihak yang

concern di bidang penemuan barang sejarah dan bisa juga

menghubungi beberapa kolektor barang antik agar dapat memilah

barang koleksi mana yang akan menjadi koleksi milik museum.

B. Pembahasan dan Jawaban Rumusan Masalah

1. Hasil Analisis Data

Menurut hasil analisis matriks SWOT, dapat disimpulkan bahwa


adanya regulasi yang dibentuk pemerintah untuk mendukung
seluruh kegiatan wisata di Museum Gedung Sate. Bentuk regulasi

xlvii
dan dukungan yang dilakukan pemerintah adalah dengan
mengadakan banyak event dan seminar kepada pengelola dan
wisatawan mengenai edukasi kreatif. Edukasi kreatif merupakan
salah satu metode pembelajaran yang dinilai dapat mengikuti
perkembangan zaman dimana seluruh penerapannya berfokus pada
kreatifitas. Seluruh materi pembelajaran yang diberikan tentunya
dikemas secara berbeda dan lebih menarik dari segi alur pemikiran,
bahasa yang digunakan, rangkaian acara, dan lain sebagainya. Jika
pihak pengelola Museum Gedung Sate mengadakan berbagai
seminar, workshop atau event yang mengambil konsep edukasi
kreatif, maka akan ada banyak target pasar yang memiliki minat
untuk bergabung. Namun, alangkah lebih baiknya jika kegiatan
tersebut dilakukan secara rutin atau setiap beberapa bulan sekali
agar terus menaikkan antusias dan minat wisatawan.
Mengingat keistimewaan Museum Gedung Sate, museum
ini sangat digadangkan sebagai pencetus pertama museum yang
memiliki konsep teknologi dimana seluruh kegiatannya didasarkan
oleh penggunaan teknologi modern seperti Augmented Reality
(AR), Virtual Reality (VR), Magic Floor, Mini Theatre, Hologram,
dan masih banyak lagi. Artinya, museum ini telah memiliki
branding yang kuat terhadap produk dan penawarannya. Hal ini
mendukung kuat tingginya minat kunjungan wisata yang tidak
hanya berkunjung untuk berfoto atau melihat koleksi museum,
namun juga untuk mencoba kecanggihan teknologi yang tidak bisa
dirasakan di museum lainnya. Museum ini adalah satu-satunya
museum yang mengusung konsep technology based.
Aksesibilitas menuju Museum Gedung Sate dinilai sudah
cukup baik dimana wisatawan dapat dengan mudahnya menemukan
keberadaannya dikarenakan letaknya di pinggir jalan raya atau di
belakang gedung utama persis. Untuk dapat menuju ke museum ini,
wisatawan perlu berjalan sekitar 750 meter dari halaman utama

xlviii
Gedung Sate. Pihak petugas keamanan menyarankan jika ingin tiba
lebih cepat, wisatawan diharuskan menaiki kendaraan pribadi atau
angkot yang biasa disebut bandros oleh masyarakat lokal. Lahan parkir
di area Museum Gedung Sate dicampur dengan parkir pegawai
pemerintahan. Hal ini tentunya menjadi perhatian khusus bagi
pengelola untuk dapat cermat lagi dalam mengatur parkir agar tidak
semrawut. Kebersihan di dalam museum sudah cukup baik, adanya
petugas kebersihan dinilai sangat membantu budaya kebersihan
museum. Namun, ada beberapa fasilitas yang perlu perawatan ekstra
khususnya di bidang kebersihan. Fasilitas tersebut yaitu toilet dan
mushola umum. Letaknya yang lumayan berjarak dengan museum
ternyata membuatnya kurang terawat. Penerangan yang kurang, lantai
yang kotor, ruangan yang bau, dan air yang kadang tidak mengalir
membuat wisatawan kurang nyaman ketika memakai fasilitas ini. Hal
lain yang mendapat kritikan dari wisatawan yaitu tidak aktifnya food
court yang terdapat di area museum. Padahal jika memungkinkan
untuk diaktifkan kembali, dapat menjawab kebutuhan wisatawan untuk
istirahat atau bersantai di dalam food court.
Pihak pengelola dan pemerintah memiliki kriteria tersendiri
dalam me-rekrut sumber daya manusia. Kriteria tersebut lebih terfokus
pada generasi milenial atau anak-anak muda atau mahasiswa yang
dinilai lebih energetik, aktif, kritis, inisiatif, dan memiliki antusiasme
yang tinggi. Selain itu, alasan mengapa dipilihnya anak-anak muda
adalah untuk mempersiapkan generasi milenial agar dapat
menumbuhkan etos kerja dan menambah wawasan serta pengalaman.
Hubungan yang tercipta antara pihak pengelola, anak-anak muda, dan
pemerintah dinilai cukup baik, kompak, dan terkoordinir. Semua
elemen yang menjadi bagian dari pengelolaan Museum Gedung Sate
ini mampu menghasilkan kerjasama dan sinergitas yang baik. Adapun
dalam kegiatan promosi, pihak pengelola sudah sangat gencar dan
aktif. Dengan memanfaatkan sosial media, akun instagram Museum

xlix
Gedung Sate mampu meraih 12.800 followers atau pengikut. Angka ini
dibilang cukup fantastis jika dibandingkan dengan museum lainnya.
Dalam perkembangannya, promosi yang dilakukan sangat mengikuti
zaman atau dapat dikatakan up to date. Pengelola kerap membuat ide
konten kreatif dengan membuat foto atau video yang didesain
semenarik mungkin dan tentunya mendapat perhatian wisatawan.
2. Jawaban Rumusan Masalah
a. Bagaimana rancangan atau strategi pengembangan wisata
yang efektif untuk mengembangkan wisata Museum Gedung
Sate?
Dari hasil penelitian, maka dapat dijawab mengenai bagaimana
rancangan atau strategi pengembangan wisata Museum Gedung Sate,
berikut adalah penjabaran jawabannya :
1. Mengoptimalkan penggunaan teknologi terbaru dalam
penawaran produk atau isi museum. Pengelola terus mencari
inovasi baru yang dapat menciptakan teknologi yang dinilai
dapat dikemas menjadi produk wisata. Untuk mencapainya,
pengelola dan pemerintah melakukan kerjasama dengan berbagai
lembaga atau organisasi yang bergerak di bidang teknologi. Hal
terpenting sebelum diluncurkannya teknologi tersebut dalam
museum adalah adanya ujicoba teknologi.
2. Memberdayakan sumber daya manusia yang memiliki potensi
dalam keberlanjutan wisata Museum Gedung Sate. Pihak
pengelola dan pemerintah memiliki kriteria tersendiri dalam me-
rekrut sumber daya manusia. Kriteria tersebut lebih terfokus
pada generasi milenial atau anak-anak muda atau mahasiswa
yang dinilai lebih energetik, aktif, kritis, inisiatif, dan memiliki
antusiasme yang tinggi. Selain itu, alasan mengapa dipilihnya
anak-anak muda adalah untuk mempersiapkan generasi milenial
agar dapat menumbuhkan etos kerja dan menambah wawasan
serta pengalaman.

l
b. Bagaimana peran pihak pengelola dan pemerintah dalam
pengembangan wisata Museum Gedung Sate agar diminati
oleh wisatawan?
Dari hasil penelitian dengan menggunakan metode wawancara
dengan pengelola, maka diperoleh jawaban sebagai berikut :
Peran pihak pengelola dalam pengembangan wisata Museum
Gedung Sate sangatlah penting. Pengelola museum terus melakukan
adanya brainstorming dalam diskusi atau rapat mingguan yang
membahas langkah nyata dalam meningkatkan minat wisatawan.
Adapun langkah nyata yang dilakukan yaitu :
(a). Memperkenalkan, mendayagunakan, dan meningkatkan
kualitas produk atau penawaran wisata;
(b). Melakukan evaluasi mengenai apa saja yang menjadi
hambatan, kendala, atau kegagalan.
(c). Melakukan dan mencari informasi mengenai inovasi baru
dalam pemaparan koleksi museum dengan cara yang berbeda, unik,
dan dapat diterima konteksnya oleh wisatawan.
c. Apa saja langkah yang dilakukan pengelola Museum Gedung
Sate dalam kurun waktu 3 tahun terakhir dan 3 tahun ke
depan guna meningkatkan minat dan jumlah kunjungan
wisatawan?
Langkah yang telah dilakukan pengelola 3 tahun terakhir :
1. Membangun akun sosial media seperti instagram dan website
resmi Museum Gedung Sate. Sejak tahun 2020, pengelola
mulai berkonsentrasi untuk mengembangkan akun sosial media
mereka untuk kegiatan promosi. Pengelola rutin membuat
postingan berupa instastory, feeds foto, dan feeds reels. Dalam
kegiatan ini, pengelola memiliki prinsip yaitu mengikuti trend
sosial media yang relevan dengan berjalannya waktu. Semua
ide kreatif dalam membuat konten instagram ataupun website
diatur agar terlihat ciamik dan unik serta memikat perhatian.
Dalam pengaturannya untuk membuat konten pun pengelola
memperhatikan desain, copywriting, dan algoritma sosial media
sehingga akun instagram Museum Gedung Sate dapat tertata
dengan baik bahkan memiliki 12.800 followers atau pengikut.
2. Melaksanakan dan membuat program baru yaitu Online Tour
dimana program ini dimulai dari sejak awal pandemi covid-19.
Banyaknya minat wisatawan yang ingin berkunjung namun
karena keterbatasan dan adanya penutupan tempat wisata yang
disebabkan oleh covid-19 membuat pengelola terpaksa untuk
mencari alternatif dan inovasi agar museum tetap dapat

li
dinikmati oleh wisatawan meskipun secara online (daring)
melalui zoom.
3. Mengadakan berbagai event seperti workshop dan seminar
yang dapat diikuti oleh wisatawan dan masyarakat luas.
Workshop atau seminar ini tidak hanya dilakukan secara
offline, namun juga dapat diikuti secara online atau daring.
Workshop dan seminar yang diadakan kebanyakan mengambil
tema pemanfaatan dan pelestarian kebudayaan dan sejarah.
Adapun acara-acara ini tidak dipungut biaya (gratis).
Pengadaan program ini dimulai sejak awal tahun 2020.
Sedangkan langkah-langkah yang akan dilakukan pengelola
dalam kurun waktu 3 tahun kedepan adalah sebagai berikut :
1. Mengubah tatanan ruang museum agar lebih lega dan
spacious sehingga wisatawan dapat menikmati isi museum
tanpa berdesakan. Langkah ini menjadi poin yang sangat
urgent bagi pengelola mengingat banyaknya keluhan dari
wisatawan yang menginginkan museum diperluas.
2. Menjalin kerjasama dengan UMKM Kota Bandung untuk
penjualan produk-produk wisata yang menjadi kearifan lokal
Kota Bandung seperti kerajinan tangan kaos, sepatu, tas, dan
kopi. Pengadaan pojok UMKM di halaman museum telah
dirancang oleh pengelola untuk menjual produk lokal dan
juga untuk membantu usaha masyarakat.
3. Mengadakan panggung hiburan seperti Live Music dan
pameran di halaman museum. Hal ini dilakukan untuk
mewujudkan permintaan wisatawan yang menginginkan
adanya panggung hiburan agar halaman museum lebih
terkesan ramai dan hidup. Pelaksanaan panggung hiburan ini
ditargetkan akan dimulai pertengahan tahun 2023 dan
diadakan setiap weekend.

lii
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Kota Bandung adalah

kota yang memiliki banyak peninggalan sejarah berupa bangunan. Salah

satunya adalah Gedung Sate yang di dalamnya terdapat museum yang unik

dan berbeda dari museum lainnya. Dalam perkembangannya sejak

dibangun tahun 2017, Museum Gedung Sate telah melakukan strategi

pengembangan wisata yang cukup pesat dan telah membuahkan hasil yang

manis saat ini. Dimulai dari potensi yang dimiliki, sumber daya manusia

yang kompeten, pelayanan yang prima, hingga keunikan museum ini.

Buah yang manis ini tentunya tidak lepas dari adanya peran

pengelola dan pemerintah yang telah sepenuhnya mendukung dan

mengembangkan museum ini. Adanya kerjasama yang baik, kekompakan,

serta sinergitas sangat berpengaruh besar akan keberlanjutan Museum

Gedung Sate.

Adapun strategi pengembangan wisata yang dilakukan oleh

Museum Gedung Sate yaitu dengan mengoptimalkan teknologi yang

dinilai menjadi hal yang membuat museum ini terkesan istimewa. Strategi

lain yaitu dengan menambah atraksi atau daya tarik wisata yang dapat

meningkatkan minat dan antusiasme wisatawan untuk berkunjung.

B. Saran

1. Memperbaiki dan merawat fasilitas umum seperti toilet dan mushola

liii
agar penerangan dan kebersihannya lebih terjaga sehingga dapat

menciptakan kenyamanan bersama khususnya wisatawan.

2. Menambah koleksi isi museum agar tidak monoton dan lebih lengkap

sehingga mampu bersaing dengan museum lain yang memiliki koleksi

lengkap.

3. Mengadakan panggung hiburan yang dapat membuat halaman

lingkungan museum menjadi lebih ramai dan terkesan lebih hidup.

DAFTAR PUSTAKA

liv
Aditha, Agung P. 2015 . Pengembangan Wisata Pedesaan Berbasis Budaya Yang
berkelanjutan Di Desa Wisata Srowolan Sleman. Yogyakarta : Jurnal
Kepariwisataan Stipram, Vol 9 No 2 (2015): 61-76. http ://ejournal.
Stipram .net
Indonesiatripnews.com. 2020. Zulfikar, Aziz, Kepala Bidang Industri Pariwisata,
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.
https://indonesiatripnews.com/berita/tandai-seratus-tahun-gedung-sate-
menjadi-destinasi-wisata-kota-bandung/ (diakses 29 November 2022)
Nurdiansyah, Candra Nova (2019) Implementasi Augmented Reality (Ar) Dengan
Metode Marker Dan Markerless Pada Objek Dan Benda Bersejarah Di
Museum Gedung Sate. Other thesis, Universitas Komputer Indonesia.
Saputra, M Ryan. 2019. Strategi Pengembangan Wisata di Kawasan Gunung
Andong Magelang: Universitas Diponegoro.
https://media.neliti.com/media/publications/209088-strategi-
pengembangan-wisata-di-kawasan.pdf

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang


Kepariwisataan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar


Budaya

lv

Anda mungkin juga menyukai