Anda di halaman 1dari 10

PERSPEKTIF

Volume XVIII No. 2 Tahun 2013 Edisi Mei

PELAKSANAAN PIDANA DAN PEMBINAAN


NARAPIDANA TINDAK PIDANA NARKOTIKA
(Studi terhadap Pembinaan Narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Yogyakarta)
Haryanto Dwiatmodjo
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
e-mail: haryanto_dwiatmodjo@yahoo.com
ABSTRAK
Pelaksanaan pidana penjara yang merupakan bagian dari sistem peradilan pidana perlu segera
dilakukan reorientasi mengingat sebagian besar sanksi pidana yang sekarang ada baik itu dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun dalam konsep Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana Baru masih menggunakan bentuk sanksi berupa pidana penjara. Tujuan
dijatuhkannya pidana penjara adalah untuk melindungi masyarakat maupun untuk memperbaiki
hidup pelaku. Perkembangan lebih lanjut pidana penjara dijatuhkan agar si pelakunya dirasakan
sebagai pembalasan. Pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan tidak hanya
ditujukan untuk mengayomi masyarakat dari bahaya kejahatan melainkan juga untuk mengayomi
dan memberi bekal hidup orang-orang yang tersesat karena melakukan tindak pidana. Namun
kenyataannya tidak mudah mewujudkan tujuan mulia tersebut sebab praktek di lapangan masih
banyak ditemui kendala dan hambatan diantaranya masih ditemukan berbagai bentuk kekerasan
dan diskriminasi di Lembaga Pemasyarakatan.
Kata Kunci: pelaksanaan pidana, tindak pidana, penjara, pengaturan kriminalitas.

ABSTRACT
Execution of imprisonement which are the part of criminal justice system needs to be
reoriented considering that most criminal pinalties that now exists whether regulated inside
the book of criminal law (KUHP) or inside the concept draft of the new criminal procedure law
(RUU KUHAP) still using a form of sanctioned imprisonement. The imposition of imprisonment
purpose is to protect the public as well as to improve the live of the offender. Further, the
imposition of imprisonment purposed to give a pshycological effects of retaliation to the offender.
Implementation imprisonment with correctional system, are not only intended to protect the
public from the dangers of crime, but also giving enlightenment to other people so they can stay
away from criminal act. But the fact is that it was not easy to achieve such lofty goal, because
in practice there are so many obstacles and barriers encountered. There were still definetely
various forms of violence and discriminantion in prison.
Keywords: criminal enforcement, crime, criminality regulation.

PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan jaman, hukum Pada dasarnya semua hukum bertujuan untuk
berkembang mengikuti setiap kebutuhan manusia. menciptakan suatu keadaan di dalam suatu pergaulan
Hukum terus mengalami perubahan guna perbaikan- hidup masyarakat, baik di dalam lingkungan yang
perbaikan di segala segi kehidupan manusia demi kecil maupun dalam lingkungan yang lebih besar,
terwujudnya tujuan nasional. Tak terkecuali di dalam agar didalamnya terdapat suatu keserasian, suatu
sistem kepenjaraan di Indonesia. Sistem kepenjaraan ketertiban, suatu kepastian hukum dan lain sebagainya
telah mengalami perubahan karena dianggap tidak (PAF Lamintang, 1997:16).
sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan Untuk dapat menjamin adanya kepastian hukum,
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (yang peraturan-peraturan yang terkait masalah pidana telah
selanjutnya disebut UUD 1945). Sistem kepenjaraan dituangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
hanyalah mengutamakan pengenaan nestapa sehingga Pidana (yang selanjutnya disebut KUHP) yang saat
hak asasi narapidana tidak diindahkan. ini masih menjadi ketentuan pokok dari hukum pidana

64
Dwiatmodjo, Pelaksanaan Pidana dan Pembinaan Narapidana ....

Indonesia. Mezger memberi definisi hukum pidana dapat pula melaui jalur non litigasi sehingga model
adalah aturan hukum yang mengikatkan pada suatu ini merupakan jalur alternatif di samping jalur utama
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu litigasi (Agus Rahardjo, 2008:93).
akibat berupa pidana (Sudarto, 1990:9). Posisi sentral dari pidana (pemidanaan) itu pun
Dalam sistem peradilan Indonesia, hukum pidana bisa dilihat dari kekuasaan hakim yang amat luas
menjadi salah satu hal yang menjadi sorotan dan dalam menjatuhkan pidana, dimana dalam melakukan
perhatian dari berbagai pihak terutama masyarakat. penerapan pidana hakim memiliki kebebasan serta
Salahsatu prinsip utama dalam dalam penyelengaraan tidak terikat pada unsur lain. Menurut Muladi baik
peradilan pidana terpadu dengan diakuinya suatu asas straf soort atau jenis dari pidananya, straf maat atau
equality before the law. Namun implementasi asas lamanya pidana dan straf modus atau bagaimana
ini hanya berorientasi pada masyarakat sebagai salah pelaksanaan suatu pidananya, hakim mempunyai
satu pihak yang terlibat dalam perkara pidana baik keleluasaan untuk mendapatkan pidana yang tepat
sebagai saksi, pelaku maupun korban khususnya bagi (Agus Rahardjo, 2008:56).
yang dikenakan status tersangka, terdakwa maupun Secara filosofis pemasyarakatan adalah sistem
terpidana, padahal asas tersebut seharusnya juga pemidanaan yang sudah jauh bergerak meninggalkan
berorientasi pada aparat penegak hukum khususnya filosofi retributive (tindakan pembalasan), deterrence
hakim (Haryanto Dwiatmojo, 2012:1-126). Maka (penjeraan) dan juga resosialiasi. Dengan kata lain
tak heran jika sebagian masyarakat menolak untuk pemidanaan tidak ditujukan untuk membuat derita
menjadi saksi dalam mengungkap terjadinya tindak sebagai bentuk pembalasan, tidak ditujukan untuk
pidana sebab sebagai saksi bahkan korban sekalipun membuat jera dengan penderitaan, dan juga tidak
dalam kenyataannya ini kurang mendapat perhatian mengasumsikan terpidana sebagai seseorang yang
penegak hukum (Haryanto Dwiatmojo, 2011:187- kurang sosialisasinya. Pemasyarakatan sejalan dengan
376). Namun kenyataan pengertian yang berkembang filosofis reintegrasi sosial yang berasumsi kejahatan
dalam masyarakat, pidana erat hubungannya dengan adalah konflik yang terjadi antara terpidana dengan
hukuman yang diberikan oleh pihak yang berwenang masyarakat. Sehingga pemidanaan ditujukan untuk
kepada seseorang yang bersalah dimana sifatnya memulihkan konflik atau juga menyatukan kembali
menderitakan dan tidak menyenangkan. terpidana dengan masyarakatnya atau reintegrasi
Tahap pemidanaan atau penjatuhan pidana dalam (Direktorat Jendral Pemasyarakatan, 2009:11).
perkara pidana kini menjadi hal yang penting untuk Ketentuan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995
diperhatikan sebab terkait akan akhir daripada suatu tentang Pemasyarakatan, mengamanatkan bahwa
proses perkara pidana yaitu keputusan hakim yang suatu Lembaga Pemasyarakatan (yang selanjutnya
mengakibatkan seseorang dinyatakan bersalah atau disebut Lapas) yang merupakan institusi dari sub
tidak bersalah melanggar hukum untuk selanjutnya sistem peradilan pidana mempunyai fungsi strategis
dikenakan pidana atau malah bebas dari hukum. sebagai pelaksanaan pidana penjara sekaligus sebagai
Pemidanaan sebagai suatu bagian dari mekanisme tempat bagi pembinaan narapidana. Fungsi Lapas
penegakan hukum pidana, diartikan juga sebagai suatu yang demikian ini sesungguhnya sudah berbeda jauh
pemberian pidana, tidak lain merupakan suatu proses serta lebih baik dibandingkan dengan fungsi penjara
kebijakan yang mana direncanakan. Pemberian pidana dengan jaman dahulu dengan dasar hukum Peraturan
benar-benar terwujud direncanakan melalui beberapa Penjara (Gestichten Reglement S.1917 No. 708).
tahap, yaitu: tahap penetapan pidana oleh pembentuk Aturan Keputusan Menteri Kehakiman Republik
undang-undang; tahap pemberian pidana oleh badan Indonesia No. M.02.PK.04.10 Tahun 1990 mengenai
yang berwenang; tahap pelaksanaan pidana oleh Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan, Lapas
instansi pelaksanaan yang berwenang (Muladi dan di dalam sistem pemasyarakatan, selain berfungsi
Barda Nawawi Arief, 1984:91). sebagai tempat pelaksanaan pidana penjara, juga
Hakim sebagai tonggak penegakan hukum pidana mempunyai beberapa sasaran srategis di dalam hal
dituntut untuk dapat memberikan putusan pemidanaan pembangunan nasional. Tujuan tersebut antara lain
yang tepat, dalam mengenakan pidana pada setiap menyatakan bahwa Lapas mempunyai fungsi ganda
kasusnya tetap di dalam suatu koridor hukum pidana yakni sebagai suatu lembaga pendidikan dan lembaga
dengan KUHP sebagai ketentuan pokoknya hukum pembangunan.
pidana materiil di Indonesia. Walaupun sebenarnya Pemidanaan adalah upaya terakhir dalam proses
penyelesaian perkara pidana itu tidak harus melaui penegakan hukum pidana dan juga merupakan akhir
pengadilan sehingga penyelesaian perkara pidana atau puncak dari keseluruhan sistem upaya yang

65
PERSPEKTIF
Volume XVIII No. 2 Tahun 2013 Edisi Mei

mana menggerakkan manusia melakukan tingkah tanpa melakukan suatu hipotesa dan perhitungan cara
laku tertentu seperti yang diharapkan masyarakat statistik (Masri Singarimbun dan Sofian Effendi,
(Roeslan Saleh, 1983:1). Pemidanaan sebagai suatu 1987:4). Deskriptif bukan dalam arti sempit artinya
proses penjatuhan pidana dan harus dilakukan dengan dalam memberikan gambaran tentang fenomena yang
sebijak mungkin, perlu dipertimbangkan pidana yang ada dilakukan sesuai dengan metode ilmiah (I.S.
bagaimana yang sesuai dengan kondisi si terdakwa. Susanto, 1990:15). Pendekatan yuridis sosiologis
Harus diakui bahwa pidana itu tidak berakibat sama dimaksudkan sebagai pemaparan dan pengkajian
pada setiap orang, karena pidana merupakan suatu hubungan aspek hukum dengan aspek nonhukum
hal yang relatif (Niniek Suparmi, 2007:40). dalam bekerjanya hukum di dalam kenyataan. Pada
Akhir-akhir ini sering mendengar kabar bahwa penelitian hukum sosiologis yang diteliti awalnya
narapidana yang sedang menjalani pembinaan di adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan
suatu Lapas itu ternyata masih bisa mengendalikan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan
kejahatannya dari tembok penjara. Akan tetapi di atau masyarakat (I.S. Susanto, 1990:52). Penelitian
sisi yang lain dapat terlihat pula keberhasilan dari lapangan ini dilakukan dengan metode interview
aparat kepolisian dalam menangani tindak pidana (Burhan Ashshofa, 1996:59). Hasil penelitian setelah
narkotika, antara lain yaitu sejumlah 26.498 perkara diidentifikasi, dikonstruksikan, disusun dan dianalisis
tindak pidana di bidang narkoba tahun 2012. Itu menggunakan metode kualitatif berdasarkan teori,
berarti terdapat peningkatan sebanyak 12,61 persen asas-asas serta norma hukum yang berkaitan dengan
keberhasilan POLRI menangani kasus narkoba dari pokok permasalahan yang diteliti (Lexy J. Moleong,
tahun sebelumnya, yaitu 23.531 perkara. Sedangkan 2004:103).
barang bukti yang berhasil disita dan jika diuangkan
dengan uang sebesar Rp920.710.292.657. Sedangkan PEMBAHASAN
pemakai pemula (generasi penerus) yang mana dapat Pelaksanaan Pidana dan Pembinaan Narapidana
diselamatkan mencapai 93.730.960 orang (Tempo, di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA
2011, http://www.tempo.co/read/news/2011/12/31/ Yogyakarta
063374607/Selama-2011-Kejahatan-Cyber-Narkoba- Sebelum kita menuju kepada penjelasan tentang
dan-Terorisme-Meningkat, diakses Selasa, tanggal 12 pelaksanaan sistem pemasyarakatan, kiranya perlu
Februari 2013, Jam 21.00). dijelaskan lagi bahwa konsepsi atas pemasyarakatan
Keadaan demikian itu tentu saja menjadi menjadi itu bukanlah semata-mata hanya merumuskan tujuan
keprihatinan bersama apakah ada yang salah dengan dari pidana penjara, melainkan merupakan suatu
proses pelaksanaan pidana dan pembinaan narapidana sistem pembinaan, suatu metodologi dalam bidang
di Lapas selama ini. Memang masalah penegakan Treatment of Offenders yang multilateral oriented
hukum tidak hanya dilihat dari kaca mata undang- dengan pendekatan yang berpusat kepada potensi-
undang saja, tetapi juga harus dilihat secara utuh potensi yang ada baik itu ada pada individu yang
dengan melibatkan semua unsur yang ada, seperti bersangkutan, maupun yang ada di tengah-tengah
moral, perilaku dan budaya. Oleh karena itu, perlu masyarakat sebagai suatu keseluruhan atau community
orientasi dan cara pandang baru dalam penegakan base treatment (Widiada Gunakarya, 1988:83).
hukum (Mahrus Ali, 2010:210-229). Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta dibentuk
berdasarkan surat persetujuan Menteri Pendayagunaan
RUMUSAN MASALAH Aparatur Negara No. B/86/M.PAN/1/2007 dan juga
Penulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui: Keputusan Menteri Hukum HAM Republik Indonesia
Pelaksanaan Pidana dan pembinaan narapidana di No. M.04-PR.07.03 Tahun 2007 tanggal 23 Februari
Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta; serta Kendala 2007 tentang Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan
dalam pelaksanaan pembinaan narapidana di Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta dan Tanjung Pinang.
Narkotika Klas IIA Yogyakarta. Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta ini merupakan
salah satu lembaga pemasyarakatan yang khusus
METODE PENELITIAN menangani perkara-perkara terkait narkotika, yang
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan
kualitatif dan pendekatan Yuridis Sosiologis (social pembinaan Warga Binaan sistem pemasyarakatan
legal approach) (Sanapiah F, 1990:22). Penelitian ini agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, tidak
berusaha untuk dapat menggambarkan secara rinci mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima
fenomena sosial yang menjadi pokok permasalahan kembali secara wajar sebagai seorang warga yang

66
Dwiatmodjo, Pelaksanaan Pidana dan Pembinaan Narapidana ....

baik dan bertanggungjawab. Lapas Narkotika Klas Dari tabel di atas dapat diketahui pelaku tindak
IIA Yogyakarta beralamat di jalan Kaliurang KM pidana narkotika penghuni Lapas Narkotika Klas II
17 Pakem, di Kabupaten Sleman. Bangunan Lapas A Yogyakarta paling banyak pelajar atau mahasiswa
ini dibangun di atas Tanah Sultan (Sultan Ground) yakni ada 165 orang atau 80.48%, berikutnya mereka
seluas 30.170 meter persegi, dengan luas bangunan yang memiliki pekerjaan wirausaha yakni 31 orang
8.579,46 m2. atau 15,13% sedang sisanya 9 orang atau hanya 4,39%
Bangunan hunian Warga Binaan Pemasyarakatan memiliki pekerjaan karyawan atau buruh.
atau yang kerap disebut paviliun terdiri dari Paviliun Sedangkan narapidana penghuni Lapas Narkotika
Anggrek, Paviliun Bougenville, Paviliun Cempaka, Klas II A Yogyakarta berdasar kewarganegaraan dapat
Paviliun Dahlia dan juga Paviliun Edelwise. Untuk dilihat pada tabel berikut:
sementara ini baru Paviliun Bougenville, Paviliun
Tabel 3. Kewarganegaraan Narapidana
Cempaka, Paviliun Dahlia dan Paviliun Edelwise
No. Narapidana Frekuensi Persentase
yang sudah dihuni oleh Warga Binaan Pemasyarakatan
1. WNI 201 98,04
karena jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan yang 2. Asing 4 1,96
masih sedikit. Untuk Paviliun Edelwise dikhususkan
Jumlah 205 100
untuk dihuni oleh Warga Binaan Pemasyarakatan
Sumber: Data primer diolah
berjenis kelamin wanita.
Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta memiliki Dari tabel di atas diketahui bahwa narapidana
kapasitas standar sebanyak 474 orang dan kapasitas penghuni Lapas Narkotika Klas II A Yogyakarta
normal sebanyak 682 orang, pada saat ini dihuni paling banyak yaitu berkewarganegaraan Indonesia
narapidana yang seluruhnya merupakan terpidana yakni ada 201 orang atau 98,04% sedang sisanya 4
yang mana melakukan tindak pidana penyalahgunaan orang atau 1,96% berkewarganegaraan asing. Hal
narkotika dengan sanksi berupa pidana penjara. ini menunjukkan dengan adanya penghuni di Lapas
Selengkapnya narapidana dengan sanksi pidana yang berkewarganegaraan asing mengindikasikan
penjara berdasar jenis kelamin dapat dilihat pada bahwa Yogyakarta potensi untuk dijadikan tujuan
tabel berikut: sindikat peredaran narkotika internasional. Pasal 1
Tabel 1. Jenis Kelamin Narapidana Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31
No. Narapidana Frekuensi Persentase
Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan
Warga Binaan Pemasyarakatan merumuskan bahwa,
1. Laki-laki 199 97,07
2. Wanita 6 2,93 pembinaan merupakan kegiatan yang meningkatkan
Jumlah 205 100 kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Sumber: Data primer diolah
intelektual, sikap dan perilaku, profesional kesehatan
jasmani dan juga rohani Narapidana dan Anak Didik
Dari tabel di atas diketahui bahwa penghuni Lapas Pemasyarakatan.
Narkotika Klas II A Yogyakarta paling banyak dihuni Dengan diterapkan sistem pemasyarakatan ini
oleh narapidana narkotika berjenis kelamin laki-laki tidaklah saja merumuskan tujuan pidana penjara
yakni 199 orang atau 97,07% sedang sisanya 6 orang tetapi juga menerapkan sistem pembinaan narapidana
berjenis kelamin perempuan atau 2,93%. Hal ini juga yang mencakup pencegahan kejahatan dan juga untuk
menunjukkan bahwa laki-laki paling banyak memiliki membentuk manusia yang baru yang nantinya bisa
kencenderungan untuk melakukan tindak pidana di berguna juga dapatlah diterima oleh masyarakat.
bidang narkotika dibandingkan dengan wanita. Pada Pasal 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995
Sedangkan jenis pekerjaan narapidana penghuni tentang Pemasyarakatan, merumuskan bahwasanya
Lapas Narkotika Klas II A Yogyakarta dapat dilihat Sistem Pemasyarakatan ini diselenggarakan dalam
pada tabel berikut: rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan
agar dapat menjadi manusia seutuhnya, menyadari
Tabel 2. Jenis Pekerjaan sebelum Menjadi Narapidana
kesalahan memperbaiki diri, dan tidak mengulangi
No. Narapidana Frekuensi Persentase
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
1. Pelajar/Mahasiswa 165 80,48
lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
2. Karyawan/Buruh 9 4,39
3. Wirausaha 31 15,13 pembangunan dan dapat hidup secara warga yang
Jumlah 205 100
baik dan bertangungjawab.
Sumber: Data primer diolah
Dalam sistem pemasyarakatan terdapat proses
pemasyarakatan yang mana diartikan sebagai suatu

67
PERSPEKTIF
Volume XVIII No. 2 Tahun 2013 Edisi Mei

proses sejak seorang narapidana masuk ke Lapas dapat dilepaskan pelepasan bersayarat, kalau proses
sampai lepas kembali ke tengah-tengah masyarakat. berjalan dengan lancar dan baik. Pada tahap ini wadah
Pemasyarakatan juga berfungsi untuk menyiapkan proses pemasyarakatan berupa masyarakat luar yang
Warga Binaannya untuk dapat berinteraksi secara luas. Hidup dan kehidupan narapidana dengan unsur
sosial di dalam masyarakat. Karena narapidana yang dari masyarakat telah menjadi positif dan merupakan
telah masuk ke dalam Lapas biasanya ia akan merasa suatu kebutuhan, suatu integritas.
terasingkan. Sehingga disini pembinaan dilakukan Sebagai suatu fungsi pemasyarakatan maka Lapas
untuk mengatasi permasalahan itu. Hal tersebut diatur bukan saja sudah berubah dalam pola pembinaan yang
dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 dilakukan sekaligus juga sudah harus mengubah
tentang Pemasyarakatan. orientasinya dari lembaga konsumtif menjadi lembaga
Pelaksanaan pembinaan terhadap para narapidana produktif. Pembinaan mental dan keterampilan yang
diatur di dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 31 diberikan sesuai dengan yang telah tercantum dalam
Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.02.PK.04.10
Warga Binaan Pemasyarakatan yakni merumuskan Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana,
tentang pembinaan narapidana dilaksanakan melalui terdiri dari Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan
beberapa tahap pembinaan: tahap awal; tahap lanjutan; Kemandirian, yaitu:
dan diakhiri dengan tahap akhir. Pertama, Pembinaan Kepribadian: pembinaan
Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan/ kesadaran untuk beragama; pembinaan berbangsa
Bina Tuna Warga No. KP.10.13/3/31, Pemasyarakatan dan bernegara; pembinaan kemampuan intelektual;
sebagai Proses, maka hendaknya disalurkan dalam pembinaan kesadaran terhadap hukum; pembinaan
tahap demi tahap guna mengindari kegagalan daripada mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Kedua,
akibat-akibat lain yang mana tidak diinginkan. Tahap- Pembinaan Kemandirian: juga keterampilan untuk
tahapnya sebagai berikut: mendukung akan usaha-usaha mandiri; keterampilan
Pertama, Hendaknya narapidana pada waktu akan untuk mendukung usaha-usaha industri; keterampilan
datang ke Lapas dikenal dan diketahui dahulu apa yang dikembangkan sesuai bakat masing-masing;
kekurangan dan kelebihannya. Sebab-sebab sampai mendukung usaha industri atau kegiatan pertanian.
ia melakukan tindak pidana, dan lain-lain hal tentang Selain narapidana mendapatkan pendidikan dan
dirinya. Dengan bahan tersebut dapat direncanakan, diberikan keterampilan di dalam penjara, narapidana
lalu dilakukan usaha pembinaan terhadapnya. juga dapat mendapatkan pendidikan keagamaan guna
Kedua, Bilamana pembinaan dari narapidana dan memperbaiki mental dan jiwa mereka. Pembinaan
hubungan dengan masyarakat telah berjalan selaras dan juga bimbingan kemasyarakatan haruslah selalu
selama 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya dan ditingkatkan melalui pendekatan mental (agama,
menurut pendapat Dewan Pembinaan Pemasyarakatan Pancasila, dan lain sebagainya) meliputi pemulihan
sudah dicapai kemajuan dalam proses maka dapat harga diri sebagai pribadi maupun sebagai warga
dipindah ke Lapas medium security. Di tempat baru ini negara yang mana meyakini dirinya masih memiliki
narapidana diberi tanggungjawab lebih besar, lebih- potensi produktif bagi pembangunan bangsa dan
lebih dalam tanggungjawab terhadap masyarakat luar, oleh karena itu mereka dididik (dilatih) juga untuk
bersamaan pula untuk rasa harga diri, untuk mana menguasai keterampilan tertentu guna dapat hidup
sehingga masyarakat timbul kepercayaannya dan mandiri dan berguna bagi pembangunan. Ini berarti
merubah sikapnya terhadap narapidana. bahwa pembinaan dan bimbingan yang diberikan
Ketiga, Jika sudah dijalani kurang lebih separuh mencakup bidang mental dan keterampilan.
masa pidana yang sebenarnya dan menurut Dewan Moch. Muhidin selaku Kasie Binadik atau Kepala
Pembinaan Pemasyarakatan proses pemasyarakatan Seksi Bimbingan Narapidana dan Anak Didik Lapas
telah mencapai kemajuan yang lebih, baik mengenai Narkotika Klas IIA Yogyakarta, menjelaskan bahwa
narapidana maupun unsur-unsur masyarakat, maka di Lapas ini diperuntukan bagi narapidana kasus
wadah perlu diperluas, dimulai dengan usaha asimilasi narkotika, disini merupakan tempat pembinaan bagi
narapidana pada kehidupan masyarakat luar, seperti semua narapidana narkotika yang berada di Wilayah
sekolah umum, beribadah, berolahraga dan lainnya. Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibangunnya Lapas
Segala masih dalam pengawasan dan bimbingan Narkotika Klas IIA Yogyakarta merupakan salah
petugas pemasyarakatan. satu sikap keprihatinan dan kepedulian Pemerintah
Keempat, Akhirnya jika sudah menjalani 2/3 dari Daerah provinsi DIY dengan pihak terkait seperti
masa pidana yang sebenarnya, sedikitnya 9 bulan Kementerian Hukum dan HAM, Departemen Agama

68
Dwiatmodjo, Pelaksanaan Pidana dan Pembinaan Narapidana ....

dan masyarakat Yogyakarta atas maraknya tindak Warga Binaan mengalami program integrasi agar
pidana narkotika (Wawancara Rabu, 16-01-2013). dapat mengembalikan hubungan kemasyarakatan
Lebih lanjut lagi Moch. Muhidin menjelaskan yang baik dengan masyarakat luar. Pembinaan tahap
mengenai pembinaan Warga Binaan melalui proses akhir meliputi: 1. perencanaan program integrasi;
pemasyarakatan akan menempuh tahapan-tahapan. 2. pelaksanaan program integrasi; 3. pengakhiran
Tahapan-tahapan pembinaan itu dijabarkan sebagai pelaksanaan pembinaan tahap akhir.
berikut: Dalam proses pembinaan dalam Lapas, Warga
Pertama, yaitu Pembinaan pada Tahapan Awal, Binaan didampingi seorang Wali Pemasyarakatan.
ketika pertamakali datang Warga Binaan akan di Wali adalah petugas pemasyarakatan yang melakukan
daftarkan di Bagian Registrasi, disana juga akan pendampingan narapidana dan anak didik selama
diperiksa kesehatannya. Disini para Warga Binaan menjalani program pembinaan di Pemasyarakatan.
akan dikenalkan dengan lingkungan barunya yaitu Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta memiliki 13
lembaga pemasyarakatan. Warga Binaan dijelaskan orang Wali Pemasyarakatan. Wali Pemasyarakatan
mengenai kenapa dirinya harus dibina di lembaga melaksanakan tugas pendampingan baik saat dalam
pemasyarakatan, dan agar menyadari kesalahannya, reinteraksi dengan sesama penghuni, atau petugas,
serta mengenai pembinaan akan kesadaran beragama; keluarga maupun anggota pemasyarakatan lainnya.
kesadaran berbangsa dan bernegara; kesadaran hukum Wali Pemasyarakatan memilik kewajiban berupa:
dan kemampuan intelektual, hal tersebut diadakan Pertama, Mencatat identitas, latar belakang tindak
di dalam program criminon Indonesia. Kemudian pidana, latar belakang kehidupan sosialnya, serta
diamati dan diteliti mengenai bakat dan minat mereka menggali potensi Warga Binaan untuk dikembangkan
untuk menentukan program pembinaan berikutnya. dan diselaraskan dengan program pembinaan. Kedua,
Tahap awal berlangsung paling lama 1 bulan. Tahap Memperhatikan, mengamati, mencatat perkembangan
awal meliputi: 1. mapenaling atau masa pengamatan, pembinaan, perubahan perilaku yang dinilai positif,
pengenalan dan penelitian lingkungan; 2. perencanaan hubungan keluarga dan masyarakat, serta ketaatan
program pembinaan kepribadian dan kemandirian; 3. terhadap tata tertib dari Lapas. Ketiga, Membuat
pelaksanaan program kepribadian dan kemandirian; laporan perkembangan pembinaan dan perubahan
4. penilaian pelaksanaan program pembinaan pada perilaku Warga Binaan untuk kepentingan sidang
tahap awal. Tim pengamat Pemasyarakatan dalam menetapkan
Kedua, yaitu Pembinaan tahap lanjutan, setelah program pembinaan lanjutan.
pembinaan tahap awal itu dijalani, Warga Binaan Pelaksanaan pembinaan oleh Warga Binaan yang
setelah selesai atau setelah 1/3-1/2 masa pidananya, berada dalam Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta,
dan telah lulus menjalani sidang Tim Pengamatan yang keseluruhannya merupakan terpidana tindak
Pemasyarakatan (yang selanjutnya disebut TPP). pidana akan penyalahgunaan narkotika sama dengan
Pembinaan tahap ini merupakan pembinaan lajutan pembinaan pada umumnya seperti dalam ketentuan
daripada pembinaan kemandirian dan pembinaan ketentuan Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang
kepribadian pada pembinaan di tahap awal. Warga Pemasyarakatan. Namun ada yang berbeda yaitu,
Binaan dipekerjakan dalam kegiatan kerja di dalam pembinaan di Lapas narkotika lebih memperhatikan
bengkel kerja, serta akan tetap mendapatkan program pada tingkat kesehatan Warga Binaannya, dimana para
pembinaan kepribadian. Setelah 1/2-2/3 masa pidana Warga Binaan yang mayoritas pengguna narkotika
dan melalui sidang TPP lagi maka Warga Binaan sangatlah rentan terhadap penyakit. Serta membangun
akan melaksanakan program asimilasi. Dalam tahap mental mereka agar mau menjauhi narkotika.
lanjutan secara garis besar meliputi: 1. perencanaan Berikut petikan pendapat Warga Binaan setelah
program pembinaan lanjutan; 2. pelaksanaan program mengikuti pembinaan di Lapas Narkotika Klas IIA
pembinaan lanjutan; 3. penilaian pelaksanaan program Yogyakarta:
pembinaan lanjutan; 4. perencanaan dan pelaksanaan Pertama, yaitu Misbah S., Warga Binaan yang
program asimilasi. berumur 22 tahun yang dikenakan pidana penjara
Ketiga, Pembinaan tahap akhir, dalam tahap ini selama 4 tahun dikarenakan melanggar ketentuan
merupakan masa-masa akhir dari proses pembinaan. dalam Pasal 111, ayat 1 Undang-Undang No. 35
Tahap ini dilaksanakan setelah tahap lanjutan dan Tahun 2009 tentang Narkotika, berpendapat bahwa
dijalani sampai masa pidananya berakhir. Dalam tahap dirinya tidak melakukan tindak kejahatan karena
ini Warga Binaan telah dirasakan cukup bekal untuk dia tidak merugikan atau mencelakakan orang lain,
kembali menjalani kehidupannya dalam masyarakat. dia hanyalah seorang korban dari narkotika karena

69
PERSPEKTIF
Volume XVIII No. 2 Tahun 2013 Edisi Mei

telah menyalahgunakan narkotika. Setelah mengikuti dengan Rumas Sakit Grasia, Rumah Sakit Sardjito
pembinaan Misbah merasakan bahwa pembinaan dan LSM yang konsen di bidang kesehatan khususnya
sudah sangat baik dan juga sangat bermanfaat bagi narkotika. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah:
dirinya. Pembinaan yang selama ini telah ia jalani Pertama, Setiap Warga Binaan Pemasyarakatan
sangatlah berguna sekali, dia dapat merenungkan baru diadakan pemeriksaan kesehatan.
kesalahan yang telah dilakukannya, perbuatannya Kedua, Setiap hari para Warga Binaan diadakan
itu telah merugikan dirinya dan keluarganya, dengan pemeriksaan kesehatan.
pembinaan ini dia bisa memperbaiki kelakuannya. Ketiga, Melaksanakan program VCT (Voluntery
Melalui pembinaan ia mendapatkan tambahan ilmu Conseling Test) yaitu suatu program konsultasi test
untuk bekal hidupnya nanti di dalam masyarakat. penyakit HIV/AIDS yang memberikan pengetahuan
Beberapa program pembinaan yang telah dijalani mengenai seluruh hal yang berhubungan dengan
antara lain program krominon, pembinaan religius penyakit HIV/AIDS, dimana pelaku penyalahgunaan
dan program yang dinamakan VCT. Misbah juga narkotika sangat rentan terhadap penyakit ini. Disini
berpendapat bahwasanya perlakuan petugas terhadap Warga Binaan didampingi oleh seorang Konselor
Warga Binaan sudah cukup baik, para petugas tetap VCT yang mana akan selalu memberikan perhatian,
menghargai para Warga Binaan. Setelah bebas nanti pendampingan dan penyiapan mental baik pada saat
Misbah tidak memiliki rencana khusus, dia hanya sebelum test, pada saat test dan pasca test mengenai
ingin mengikuti arus yang penting dia berbuat tidak test apakah Warga Binaan tesebut negatif atau positif
merugikan orang lain. mengidap HIV/AIDS.
Kedua, Riszky Amendola, Warga Binaan yang Keempat, yaitu melaksanakan program Teurapic
berumur 24 tahun dan mengalami masa pidana selama Community (TC) yaitu program atau sarana untuk
4 tahun di Lapas Narkotika karena telah melanggar curhat, berbagi cerita, pengalaman dan pengetahuan
ketentuan Pasal 111 ayat 1 Undang-Undang No. 35 dari setiap Warga Binaan di dalam kelompok Teurapic
Tahun 2009 tentang Narkotika, Riszky berpendapat Community tersebut yang berguna bagi para Warga
saya tidak melakukan kejahatan karena saya hanya Binaan lain dan lingkungan pemasyarakatan, agar
korban dari narkotika karena telah menggunakan tercipta satu kerukunan dan kesadaran.
narkotika secara melawan hukum, beliau sangatlah Kelima, Melaksanakan program yang dinamakan
menyesal karena telah melakukan kesalahan tersebut PE (Peer Education) yaitu program yang mendidik
karena jauh dari keluarga dan teman-teman. Reszky Warga Binaan yang ditunjuk untuk menjadi intruskstur
berpendapat bahwa pembinaan yang telah dia jalani tentang masalah narkotika dan penyakit-penyakit yang
sudah sangat sesuai dengan prinsip pengayoman berhubungan dengan narkotika khususnya HIV/AIDS,
karena disini beliau telah dibuat menjadi manusia yang nantinya akan menyalurkan pengetahuannya
yang mana bisa menghargai sesuatu hal dari hal yang kepada Warga Binaan yang lain.
kecil sampai yang besar. Dengan pembinaan yang keenam, Yaitu melaksanakan program Komuniksi
telah dijalaninya selama ini Reszky mengungkapkan Informasi dan Edukasi atau KIE.
bahwa pembinaan sangatlah berguna sekali karena Ketujuh, Melaksanakan Program KDS (Kelompok
apa yang diajarkan disini pasti akan dibawa sampai Dukungan Sebaya) yaitu program yang bertujuan
saya keluar. Beberapa program pembinaan yang telah untuk meningkatkan solidaritas atau dukungan dari
dijalaninya antara lain pembinaan rohani keagamaan setiap Warga Binaan, agar setiap Warga Binaan timbul
seperti: sholat berjamaah, pengajian, iqra’, pelatihan rasa percaya diri dan tidak merasa dikucilkan.
bahasa Mandarin. Dengan pembinaan dia merasa Kedelapan, Melaksanakan Program NA (Narkotic
lebih tenang dalam menjalani sisa hukuman sampai Anonimus) yaitu program penyuluhan pemberian
dia bebas. Mengenai perlakuan dari petugas Lapas, pengetahuan tentang segala hal yang berhubungan
Reszky berpendapat bahwasanya perlakuan petugas dengan narkotika.
cukup baik, dimana jika kita sopan pada petugas Kesembilan, yaitu mengadakan Konseling Pribadi,
maka petugas juga akan baik kepada kita. Reski juga dimana setiap Warga Binaan dapat berkonsultasi
mengutarakan keinginannya jika telah bebas nanti, dia mengenai masalah-masalah atau unek-unek yang
ingin mencari pekerjaan karena ingin membahagiakan sedang dihadapi. Konseling ini bersifat insidental,
kedua orangtuanya. jika ada Warga Binaan memerlukan konseling maka
Untuk menjaga dan jugas meningkatkan kualitas dipersilahkan untuk berhubungan dengan konselor.
kesehatan Warga Binaan yang telah menyalahgunakan Disini konselor harus menjadi pendengar aktif dan
narkotika, Lapas narkotika ini menjalin kerjasama memberikan pengertian-pengertian, karena konselor

70
Dwiatmodjo, Pelaksanaan Pidana dan Pembinaan Narapidana ....

bukan pemecah masalah, yang bisa menyelesaikan narapidana yang mencapai 200 orang lebih. Tenaga
masalah adalah Warga Binaan itu sendiri. medis sangat dibutuhkan dalam proses pembinaan
Dalam hal mendapatkan beberapa buku bacaan, di Lapas Narkotika karena para narapidana sangat
Warga Binaan disediakan suatu ruangan perpustakaan rentan terhadap penyakit. Untunglah saja, Lapas
yang nyaman dengan koleksi buku-buku yang bagus ini bekerjasama dengan RS. Grasia dan juga RS.
guna menunjang pembinaan. Lapas dalam hal ini Sardjito dalam bidang medis sehingga masih dapat
bekerjasama dengan Dinas Pendidikan setempat, mengantisipasi bila terjadi masalah-masalah yang
dalam penyedian bahan bacaan, jadi setiap bulan berhubungan dengan kesehatan.
Dinas Pendidikan memberikan bantuan buku-buku Kedua, Faktor Sarana dan Prasarana. Kurangnya
bacaan bagi Warga Binaan. sarana dan juga prasarana dalam bidang olahraga
Lapas ini juga menerapkan kebijakan bahwasanya karena hanya terdapat dua lapangan yang cukup kecil,
di dalam Lapas itu bebas dari peredaran uang dan yang satu digunakan untuk kegiatan upacara dan bola
handphone, baik untuk petugas maupun bagi Warga voly, dan yang mana satunya dipergunakan untuk
Binaan. Disini peredaran uang sangatlah dilarang kegiatan olahraga badminton dan futsal. Menurut
untuk mengantisipasi penyalahgunaan uang tersebut Rudi Purnama yang merupakan salah satu Warga
agar tidak disalahgunakan untuk kegiatan berjudi. Binaan mengungkapkan, “Iya mas kalo ada yang ingin
Lapas menyediakan nomer rekening untuk setiap main futsal itu harus tunggu yang main badminton
keluarga ataupun kerabat Warga Binaan jika ingin selesai dulu, jadi gantian-gantian...” (Wawancara
mengirim uang, dan juga apabila ada Warga Binaan Senin, 14 Januari 2013, dengan Bimaswat Lapas
yang membutuhkan uang maka harus menghubungi Narkotika Klas IIA Yogyakarta). Serta kurangnya
bagian register dan mencairkan uang tersebut dengan lahan untuk program kemandirian dimana hanya
voucher, voucher tersebut berlaku hanya untuk hari disediakan bengkel kerja, lahan perkebunan, dan
itu juga, hal ini juga digunakan untuk mengantisipasi perikanan yang kurang memadai, sebab masih banyak
perjudian di dalam Lapas. Untuk kebijakan Lapas program kemandirian yang akan direncanakan untuk
bebas dari handphone, Lapas menyediakan wartel masa mendatang namun belum memiliki cukup lahan
untuk alat komunikasi Warga Binaan. untuk terealisasikannya program tersebut seperti,
bengkel motor dan gypsum. Seperti yang diungkapkan
Hambatan di dalam Pelaksanaan Pembinaan di oleh Syawaldi selaku Kepala Seksi Kegiatan Kerja
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA (Wawancara Jumat, 18 Januari 2013 di Bengkel
Yogyakarta Kerja Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta), yaitu
Setiap Lapas Narkotika pasti akan mengahadapi rencananya akan ada kegiatan kerja baru, ada bengkel
suatu hambatan atau kendala yang dapat menggangu motor dan pembuatan gypsum, alat-alatnya sudah
berjalannya proses pembinaan yang dilaksanakan di ada tapi belum tau tempatnya dimana mas, bengkel
dalam Lapas tersebut. Demikian halnya juga dengan kerjanya tidak begitu luas.
Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta ini mempunyai Ketiga, Faktor dari pihak Pemerintah. Pembinaan
hambatan atau kendala, baik dari dalam maupun narapidana tidak hanya tanggungjawab dari Lapas
dari luar Lapas, pada waktu melaksanakan proses saja melainkan juga tanggungjawab bersama antara
pembinaannya terhadap narapidana. Lapas, pemerintah, dan juga masyarakat. Disinilah
Dalam melaksanakan suatu pembinaan, tidaklah peran pemerintah sudah cukup baik namun masih
terlepas dari hambatan-hambatan yang ada. Disini kurang dalam hal belum dibuatnya suatu pengaturan
mencoba untuk mengklasifikasikan hambatan dalam khusus tentang Lapas narkotika, sehingga pembinaan
proses pembinaan yang didapat dari wawancara, di Lapas Narkotika masih bertumpu pada Undang-
hambatan tersebut antara lain yakni: Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,
Pertama, Kurangnya Kualitas dan juga Kuantitas dimana undang-undang ini masih bersifat umum.
Petugas dari Lapas Narkotika Klas II A Yogyakarta. Keempat, Faktor dari para Narapidana. Menurut
Marasidin Siregar (Wawancara Senin, 14 Januari Marasidin Siregar selaku Kalapas, dalam pelaksanaan
2013) selaku Kalapas menyatakan Jumlah petugas program pembinaan faktor penghambat itu juga bisa
pada umumnya sudah memenuhi untuk melakukan berasal dari narapidananya. Tidak sedikit narapidana
pembinaan, namun untuk ahli tenaga medis masih yang kurang sadar terhadap pentingnya pembinaan
sangatlah kurang. Lapas narkotika hanya memilik ini dikarenakan sifat mereka yang cenderung malas.
2 orang dokter dan juga 2 orang perawat, sehingga Kebanyakan dari mereka itu berasal dari kalangan
masih sangat kurang dibandingkan dengan jumlah orang-orang yang mampu, mereka seakan bermalas-

71
PERSPEKTIF
Volume XVIII No. 2 Tahun 2013 Edisi Mei

malasan dan tidak begitu tertarik dengan program Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,
pembinaan (Wawancara Jumat, 18 Januari 2013 di yang mana pelaksanaannya diatur dengan Peraturan
Bengkel Kerja Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta). Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan
Disamping itu juga kadang-kadang ada Warga Binaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
yang berselisih dengan Warga Binaan lain sehingga Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta juga telah
menimbulkan keributan. Namun hal tersebut dapat memenuhi hak-hak dari para narapidana. Sehingga
diatasi dengan reward and punishment. Narapidana tujuan Sistem Pemasyarakatan dapat dicapai yaitu
yang memiliki kelakuan baik akan mendapatkan membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar jadi
penghargaan yaitu seperti, mendapatkan pembebasan manusia yang seutuhnya, menyadari kesalahannya,
bersyarat dan cuti menjelang bebas. Untuk narapidana memperbaiki diri, dan juga tidak mengulangi lagi
yang melanggar tata tertib itu akan mendapatkan tindak pidana sehingga bisa diterima kembali oleh
punishment. lingkungan masyarakat, berperan aktif dalam hal
Kelima, Faktor Masyarakat. Para masyarakat itu pembangunan serta hidup secara wajar sebagai warga
seharusnya juga ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan yang baik dan bertanggungjawab.
pembinaan karena tujuan utama dalam pembinaan Kedua, Dalam proses pelaksanaan pembinaan
ini adalah narapidana ini bisalah diterima lagi oleh narapidana terdapat beberapa hambatan, antara lain:
masyarakat. Namun harapan itu tidak selalu sesuai 1. Jumlah petugas medis yang dirasa masih kurang,
dengan kenyataan, hanya sedikit saja masyarakat yang karena masalah rehabilitasi kesehatan merupakan
ingin berpartisipasi selebihnya mereka hanya bersikap masalah yang harus diterapkan kepada narapidana
acuh terhadap narapidana. Padahal yang dibutuhkan narkotika, dan narapidana narkotika rentan terhadap
oleh narapidana ini adalah perhatian dari sekeliling penyakit; 2. Partisipasi narapidana dalam pembinaan
daerah lingkungannya. Menurut Marasidin Siregar rendah, diketahui berapa narapidana malas-malasan
selaku Kalapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta: Ada dan belum menyadari pentingnya pembinaan bagi
beberapa kelompok kecil masyarakat yang bersedia mereka; 3. Beberapa program pembinaan, sudah
membantu program pembinaan, namun kebanyakan siap untuk dapat dijalankan namun masih terkendala
masyarakat ini masih acuh (Wawancara hari Senin, ruangan yang terbatas, kegiatan kerja yang sudah baik
pada tanggal 14 Januari 2013 dengan Kepala Lapas terhambat oleh keterbatasan lahan, terutama lahan
Narkotika Klas IIA Yogyakarta). perkebunan dan perikanan; 4. Minimnya anggaran
Keenam, Faktor Dana. Faktor penghambat ini biaya kegiatan pembinaan untuk seluruh kegiatan
akan terjadi di hampir semua Lapas di Indonesia, pembinaan yang sudah diprogramkan yang dalam
memang untuk membuat suatu program pembinaan programnya Lapas Narkotika ini haruslah menjalin
bagi narapidana itu tidaklah membutuhkan biaya yang kerjasama dengan para pihak-pihak lain agar dapat
sedikit, ketiadaan suatu anggaran biaya akan sangat menjalankan pembinaan dengan baik, dana yang ada
mempengaruhi jalannya proses pembinaan narapidana harus digunakan efisien dan efektif agar pembinaan
karena hampir semua hambatan di dalam keseluruhan tetap berjalan dengan baik; 5. Stigma masyarakat
proses pembinaan itu terbentur dalam hal anggaran terhadap narapidana itu masih sangat buruk terlihat
dana atau biaya. Marasidin Siregar, selaku Kalapas hanya sedikit saja masyarakat yang ikut membantu
mengungkapkan, pada prinsipnya setiap program dalam program pembinaan, kebanyakan masyarakat
pastinya memerlukan dana. Tidak terlepas dalam acuh tak acuh dalam proses ini, padahal partisipasi
pelaksanan pembinaan ini yang juga memerlukan masyarakat sangatlah diperlukan dalam program
dana. Dengan dana yang terbatas membuat Lapas ini pembinaan karena setelah bebas perhatian masyarakat
mencari jejaring untuk mendapatkan sponsor. Tidak kepada para mantan narapidana tetap diperlukan agar
banyak yang bisa membantu, sehingga membuat mereka tidak terasing.
petugas harus ekstra efisien dalam menggunakan
dana (Wawancara Senin, 14 Januari 2013 dengan Rekomendasi
Kepala Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta). Pertama, Lebih memaksimalkan lagi pembinaan
di Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta. Kedua,
PENUTUP Menambah jumlah petugas medis di Lapas Narkotika
Kesimpulan Klas IIA Yogyakarta. Ketiga, Dapat meningkatkan
Pertama, Pembinaan yang dilakukan di Lapas partisipasi narapidana dalam hal pembinaan. Keempat,
Narkotika Klas IIA Yogyakarta kurang maksimal, Menambah ruangan atau lahan agar program-program
namun penanganannya telah sesuai dengan Undang- pembinaan dapat berjalan maksimal.

72
Dwiatmodjo, Pelaksanaan Pidana dan Pembinaan Narapidana ....

DAFTAR PUSTAKA Saleh, Roeslan, 1983, Perubahan Pidana dan


Buku: Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta: Aksara
Ali, Mahrus, 2010, Sistem Peradilan Pidana Progresif: Baru.
Alternatif dalam Penegakan Hukum Pidana, Jurnal Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1987, Metode
Hukum No. 2 Vol. 14 April 2007. Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES.
Ashshofaa, Burhan, 1996, Metode Penelitian Hukum, Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, 1985, Penelitian
Jakarta: Rineka Cipta. Hukum Normatif, Jakarta: Rajawali.
Direktorat Jendral Pemasyarakatan, 2004, 40 Tahun Soemitro, Ronny Hanitidjo, 1990, Metodologi
Pemasyarakatan: Mengukir Citra Profesionalisme. Penelitian dan Jurumetri, Jakarta: Ghalia
Jakarta: Direktorat Jendral Pemasyarakatan. Indonesia.
______, 2009, Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana,
Sistem Pemasyarakatan, Jakarta: Direktorat Bandung: Alumni.
Jendral Pemasyarakatan. ______, 1990, Hukum Pidana I, Cetakan ke II,
Dirjosisworo, Soedjono, 1987, Hukum Narkotika Semarang: Yayasan Sudarto, Fakultas Hukum
Indonesia, Bandung: Alumni. UNDIP.
Dwiatmodjo, Haryanto, 2012, Penjatuhan Pidana Suparni, Niniek, 2007, Eksistensi Pidana Denda
Bersyarat dalam Kasus Pencurian Kakao, Jurnal dalam Sistem Pidana Pemidanaan, Jakarta:
Yudisial Vol. V No. 1 April 2012. Sinar Grafik.
______, 2011, Pelaksanaan Perlindungan Hukum Susanto I.S., 1990, Kriminologi, Semarang: Fakultas
terhadap Anak yang Menjadi Korban Tindak Hukum UNDIP.
Pidana di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri
Banyumas, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. Peraturan Perundang-undangan:
2 Mei 2011. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang
Faisal, Sanapiah, 1990, Penelitian Kualitatif, Dasar- Pemasyarakatan.
dasar dan Aplikasi, Malang: YA3 Malang. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang
Gunakarya, Widiada, 1988, Sejarah dan Konsep Narkotika.
Pemasyarakatan, Bandung: Amrico. Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang
Gunakarya, Widiada, 1988, Sejarah dan Konsepsi Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan, Bandung: Amrico. Pemasyarakatan.
Lamintang, PAF, 1984, Hukum Penitensier Indonesia, Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
Bandung: Armico. No. 02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola
______, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Pembinaan Narapidana atau Tahanan.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Moleong, Lexy J., 2004, Metode Penelitian Kualitatif, Website:
Bandung: Remaja Rosdakarya. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984, Teori-teori 370658-7-napi-pengendali-narkoba-dari-lp-
dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni. nusakambangan.
Priyatno, Dwidja, 2006, Sistem Pelaksanaan Tempo, 2011, Selama 2011 Kejahatan Cyber,
Pidana Penjara di Indonesia, Bandung: Refika Narkotika dan Terorisme Meningkat. http://
Aditama. www.tempo.co/read/news/2011/12/31/063374607/
Rahardjo, Agus, 2008, Mediasi sebagai Basis dalam Selama-2011-Kejahatan-Cyber-Narkoba-dan-
Penyelesaian Perkara Pidana, Jurnal Mimbar Terorisme-Meningkat.
Hukum, Fakultas Hukum UGM Yogyakarta.
Vol. 20 Tahun 2008.

73

Anda mungkin juga menyukai