Anda di halaman 1dari 6

Strategi Pemasaran Tahap Kedewasaan Menurun

Pada suatu titik, tingkat pertumbuhan penjualan produk akan menurun dan produk akan
memasuki tahap kedewasaan relatif. Tahap ini biasanya berlangsung lebih lama dari tahap
sebelumnya dan merupakan tantangan berat bagi manajer pemasaran. Kebanyakan produk
berada pada tahap kedewasaan dari siklus hidup. Menurut Kotler (2009) ada tiga fase
kedewasaan, yaitu:

a. Fase kedewasaan bertumbuh (growth maturity)

Tingkat penjualan tidak bertumbuh dan tidak ada saluran distribusi baru karena distribusi yang
ada sudah dianggap dewasa.

b. Fase kedewasaaan stabil (stable maturity)

Penjualan datar atas dasar per kapita karena kejenuhan pasar, dan masa depan penjualan
ditentukan oleh pertumbuhan populasi dan permintaan pengganti.

c. Fase kedewasaan menurun (decaying maturity)

Penjualan menurun dan konsumen mulai beralih ke produk lain.

Dalam tahap ini, jika sebuah produk mulai mengalami penurunan, maka perusahaan harus mulai
memikirkan cara-cara untuk kembali menaikkan minat konsumen terhadap produk
tersebut.Terdapat tiga cara bermanfaat yang dapat mengubah jumlah pemakaian terhadap suatu
merek (brand), yaitu:

 Modifikasi pasar (market modification), dengan konsep menarik perhatian orang yang
bukan pemakai, memasuki segmen pasar baru, dan merebut pelanggan pesaing.
 Modifikasi produk (product modification), meningkatkan volume penjualan dengan
cara memodifikasi karakteristik produk melalui peningkatan mutu produk, peningkatan
ciri-ciri, atau fitur-fitur produk, dan peningkatan model produk.
 Modifikasi bauran pasar (marketing program modification), dengan diskon harga,
distribusi, iklan, sales, personil penjualan (personal selling), dan pelayanan (services)

Note:  lengkapi pengetahuan Anda mengenai tools bisnis melalui ebook yang

Strategi Pemasaran Tahap Penurunan

Penurunan bisa cepat atau lambat, karena alasan teknologi, pergeseran selera konsumen, dan
meningkatnya persaingan. Mempertahankan produk adalah beban bagi perusahaan maupun
karyawan. Menurut Arman dkk (2006) berikut adalah strategi bertahan dalam tahap penurunan
yang tersedia untuk perusahaan yaitu:

 Meningkatkan investasi perusahaan untuk mendominasi atau memperkuat posisi pasar.


 Mempertahankan level investasi sampai ketidakpastian industri itu terselesaikan.
 Mengurangi investasi secara selektif dengan melepas pelanggan yang tidak
menguntungkan.
 Menuai investasi untuk memulihkan kas secepatnya.
 Melepas usaha secepat mungkin dengan menjual asetnya.

Keempat tahapan pertumbuhan produk dan strategi pemasaran di atas, tentunya akan berjalan
dengan baik jika didukung oleh perencanaan keuangan yang matang dan terencana. Sebuah
analisa, pelaporan, dan penghitungan keuangan harus didapat secara cermat dan cepat agar tidak
terlambat melakukan analisis untuk kebutuhan pendukung strategi pemasaran yang dibutuhkan.
Pertumbuhan produk dan strategi pemasaran harus disesuaikan satu sama lain. Hal ini juga
menuntut perusahaan untuk selalu melihat keadaan pasar dan peluang yang bisa diambil dari
pasar. Dengan mahir mengambil peluang pasar, strategi pemasaran produk akan lebih sukses
dijalankan

.
1. Strategi pemasaran perusahaan yang berada pada tahap kedewasaan menurun
(decaying maturity)  dan tahap penurunan?

Fase kedewasaan menurun (decaying maturity)

Penjualan menurun dan konsumen mulai beralih ke produk lain.

Dalam tahap ini, jika sebuah produk mulai mengalami penurunan, maka perusahaan harus
mulai memikirkan cara-cara untuk kembali menaikkan minat konsumen terhadap produk
tersebut.Terdapat tiga cara bermanfaat yang dapat mengubah jumlah pemakaian terhadap
suatu merek (brand), yaitu:

 Modifikasi pasar (market modification), dengan konsep menarik perhatian orang yang
bukan pemakai, memasuki segmen pasar baru, dan merebut pelanggan pesaing.
 Modifikasi produk (product modification), meningkatkan volume penjualan dengan
cara memodifikasi karakteristik produk melalui peningkatan mutu produk, peningkatan ciri-
ciri, atau fitur-fitur produk, dan peningkatan model produk.
 Modifikasi bauran pasar (marketing program modification), dengan diskon harga,
distribusi, iklan, sales, personil penjualan (personal selling), dan pelayanan (services)

Sumber : Jurnal entrepreneur

2. Bagaimana cara perusahaan mendisrupsi bisnisnya agar mampu bertahan ditengah


hantaman badai Covid 19 yang masih belum berakhir sampai dapat ditemukan vaksinnya?

Strategi Perusahaan Bertahan Selama Corona 


Dampak krisis ekonomi global akibat pandemi virus corona sudah merambat ke Indonesia,
sehingga mendorong perusahaan menerapkan strategi langkah bertahan di masa sulit ini.
Beberapa strategi berikut dapat digunakan sebagai alternatif bagi perusahaan.
Pivoting (beralih strategi bisnis)
Perusahaan perlu melakukan evaluasi apakah mampu bertahan dengan strategi sekarang atau
perlu membuat strategi baru. seperti fokus ke kelompok target pasar tertentu atau mengganti cara
penjualan (on-site menjadi online) dapat diambil.
Brutally honest (jujur brutal)
“Honesty is the best policy”. Quote ini diutarakan oleh Benjamin Franklin, tokoh pemimpin
revolusi Amerika Serikat. Ketika kondisi perusahaan di tengah pandemi
Alokasi ulang pekerjaan karyawan
Karyawan bisa dialihkan ke divisi yang memiliki workload  lebih besar atau ke divisi “baru”
yang dibentuk setelah ada perubahan strategi.
Negosiasi melalui bipartite
Ketika cash flow perusahaan terpuruk negosiasi bisa dilakukan antara perusahaan dan karyawan
melalui bipartite. 
Langkah perusahaan dalam mengambil kebijakan dan karyawan diperlukan dalam menyikapi
pandemi Virus Corona. Tantangan implementasi work from home hingga himbauan untuk tidak
melakukan pemecatan karyawan, membuat perusahaan lebih terbatas dalam menentukan arah
bisnis perusahaan kedepannya. Mendukung strategi bisnis di tengah krisis, aplikasi
absensi online Hadirr mampu mengakomodasi kebutuhan perusahaan
supaya monitoring karyawan lebih efisien.

Sumber : https://www.gadjian.com

Sedangkan jika dilihat dari segi strategi pemasaran online, segmentasi digunakan untuk
membandingkan antara kelompok yang satu dengan yang lainnya. Menurut Chang dalam
Brengman et al (2005) mengidentifikasi segmen konsumennya sendiri telah digarisbawahi
sebagai hal yang esensial dan diperlukan dalam studi e-commerce di abad ini. Secara khusus
ditandai bahwa perilaku konsumen online tidak terdiri dari kelompok yang homogen tetapi
heterogen (Smith dan Swinyard, 2003; Brengman et al, 2005; Ye et al, 2001) yang masing-
masing memiliki ekspektasi yang berbeda (Allen et al, 2001: 116; Vrechopoulos et al, 2001).
Dengan melakukan segmentasi pasar online, toko online dapat lebih memahami apa yang
dibutuhkan untuk setiap segmen konsumen, karena lebih mementingkan pengiriman tepat waktu,
harga yang wajar, atau desain situs web yang menarik atau atribut toko online lainnya.

Beberapa studi penelitian sebelumnya, telah mencoba melakukan segmentasi pada konsumen
online. Meskipun berada dalam lingkungan yang sama yaitu lingkungan online, namun
penelitian sebelumnya melakukan segmentasi konsumen online berdasarkan karakteristik yang
berbeda. Beberapa penelitian sebelumnya melakukan segmentasi konsumen online berdasarkan
karakteristik demografi, perilaku, persepsi dan preferensi, serta karakteristik evaluasi toko virtual
(Vrechopoulos, 2001), berdasarkan pola, motivasi dan tentang belanja online (You et al , 2003;
Rohm dan Swaminathan, 2004), berdasarkan gaya hidup (Smith dan Swinyard, 2003; Brengman
et al, 2005; Ye et al, 2011), berdasarkan atribut motivasi dan toko elektronik (Ganesh et al,
2010), berdasarkan tentang psikografis dan perilaku membeli (Barnes et al, 2007) dan
berdasarkan penggunaannya (Aljukhadar dan Senecal, 2011). Contoh lain didasarkan pada
kelompok sosial, seperti studi tentang mommy blogger (Stansberry, 2011) memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang sifat publik online yang kompleks dan selalu berubah.
Jaringan mommy blogger saling berhubungan erat dan sangat beragam.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, segmentasi konsumen online dalam penelitian ini
didasarkan pada pernyataan Engel et al (1990: 581) bahwa proses pemilihan toko merupakan
gabungan fungsi karakteristik individu dan situasional pembeli serta strategi pemasaran retail.
penjual atau toko. Masih menurut Engel et al (1990: 583) bahwa pembeli suatu toko dapat
digambarkan dari segi profil pelanggan (demografik dan psikografinya) dan citra toko yang
didalamnya terdapat atribut toko dengan berbagai macam variasi.

Citra toko dan atributnya erat kaitannya dengan perilaku konsumen dalam memilih toko dimana
hal tersebut akan melakukan proses pengambilan keputusan pembelian. Citra toko pada saat
berbelanja online mungkin lebih dianggap sebagai citra toko daripada saat
TINJAUAN LITERATUR Segmentasi Pasar

Segmentasi pasar memiliki sejarah yang panjang. Konsep ini diperkenalkan pada tahun 1956
oleh Smith, yang secara langsung mendefinisikan segmentasi sebagai “meninjau pasar yang
heterogen (dicirikan oleh tuntutan yang berbeda) ke dalam sejumlah pasar yang lebih kecil yang
homogen” (Dolnicar dan Lazarevski, 2009). Lebih dari 50 tahun sejak awal, segmentasi
digunakan secara luas ke berbagai sektor bisnis untuk mengelola kebutuhan konsumen yang
berbeda (Dibb dan Simkin, 2009). Dalam perkembangannya, definisi segmentasi dibuat lebih
spesifik, seperti yang dikemukakan oleh Weinstein (2004) bahwa segmentasi adalah proses
pemisahan pasar menjadi kelompok-kelompok “pelanggan potensial” yang memiliki kebutuhan
dan karakteristik yang sama yang menunjukkan perilaku pembelian yang serupa.
Segmentasi mempunyai beberapa tujuan yaitu menganalisis pasar, memungkinkannya untuk
dapat menemukan ceruk pasar, dan menetapkan posisi yang unggul dalam lingkungan yang
kompetitif (Weinstein, 2004). Ini bisa

dan kebutuhan yang berbeda. Kedua, membentuk segmen dengan melihat tanggapan konsumen
terhadap manfaat, alasan penggunaan, atau terhadap merek (Kotler, 2011: 191).

Karakteristik Konsumen Online

Karakteristik konsumen secara khusus perlu diidentifikasi, khususnya konsumen online.


Mengidentifikasi karakteristik konsumen online berguna untuk lebih memahami perilaku
pembelian online. Berikut ciri-ciri konsumen online ditinjau dari berbagai aspek:

Karakteristik Budaya Konsumen Online

Berdasarkan kelas sosial konsumen online, Smith dan Rupp (2003) mengidentifikasi bahwa
orang yang berada pada kelas sosial tinggi akan lebih banyak membeli barang / jasa secara
online daripada orang yang berada pada kelas sosial yang lebih rendah. Orang-orang di kelas
sosial tinggi kebanyakan memiliki komputer dengan akses internet, dan mereka juga punya uang
untuk melakukan pembelian online. Sementara itu, masyarakat kelas sosial rendah tidak banyak
melakukan pembelian secara online karena kendala akses dan finansial. Zhou et al (2007)

Karakteristik Sosial Konsumen Online

Limayem et al (2000) menunjukkan pengaruh sosial terhadap keputusan pembelian online.


Mereka menemukan bahwa norm (perceived norms) memiliki peran penting dalam pengambilan
keputusan pembelian online, terutama pengaruh keluarga. Walaupun tidak ditemukan bahwa
pengaruh teman sebagai faktor yang signifikan, mereka menemukan bahwa lingkungan yang
mendukung, seperti teman yang berbelanja online, juga meningkatkan keputusan pembelian
online. Hal ini juga diungkapkan oleh penelitian Foucault dan Scheufele (2002) yang
menemukan bahwa berbicara dengan teman tentang toko online akan mempengaruhi rencana
belanja online di masa depan.
Berbeda dengan temuan sebelumnya, Huang dan Christopher (2003) menegaskan bahwa tidak
seperti di toko tradisional dimana referensi konsumen diperoleh dari keluarga, teman, kelompok
dan dari mulut ke mulut, referensi konsumen yang berbelanja secara online sebenarnya berasal
dari teknologi informasi, seperti link produk ke situs web, mesin pencari, nomor telepon dan
vendor email, review produk oleh konsumen lain, dan diskusi kelompok. Perbedaan hasil
penelitian sebelumnya, menjadi menarik karena penelitian tersebut mencerminkan bahwa
konsumen online tidak mempunyai perilaku yang homogen.

Karakteristik Pribadi Konsumen Online

Selain karakteristik sosial, Monsuwe et al (2004) mengidentifikasi bahwa memahami


karakteristik pribadi konsumen online juga penting. Dalam penelitiannya Monsuwe et al (2004)
menemukan bahwa konsumen dengan pendapatan lebih tinggi cenderung berbelanja online
dibandingkan konsumen dengan pendapatan rendah

Proses pemilihan toko merupakan fungsi kombinasi dari karakteristik konsumen dan
karakteristik toko. Setiap segmen konsumen ditentukan dari profil konsumen yang memiliki citra
toko yang beragam (Engel et al, 1990: 586).
Terkait dengan karakteristik demografis dalam hal ini, maka ;
ditinjau dari jenis kelamin, hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
antara pria dan wanita tentang keinginan berbelanja melalui internet.
Hasil tersebut mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Hernandez et al pada tahun 2011,
namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Vrechopoulos pada tahun 2001 yang
menyatakan bahwa pria mendominasi belanja online.
Dari segi usia, penelitian menunjukkan bahwa segmen orang yang gemar berbelanja online
memiliki beragam usia dari muda hingga tua.
Serta segmen pembelanja tradisional. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hernandez et
al (2011) yang menyatakan bahwa berbelanja melalui internet tidak terbatas pada jenis kelamin
dan usia. Internet adalah tempat pasar bagi siapa saja dan tidak terbatas pada jenis kelamin dan
usia.

Pada karakteristik anggota segmen pembelanja tradisional memiliki karakteristik yang sama
dengan segmen muddlers teknologi negatif yaitu kelompok yang tidak memiliki kemampuan
untuk menggunakan komputer dan internet. Mereka berpandangan negatif terhadap belanja
online (tidak mempercayai keamanan dan tidak menganggap bahwa belanja online memberikan
kemudahan daripada belanja tradisional).

Anda mungkin juga menyukai