Anda di halaman 1dari 1

Nama : Almira Fidella S.

NIM : 2101381
Nondik A - PKK

PADA SUATU HARI NANTI


Karya : Sapardi Djoko Damono

Pada suatu hari nanti,


Jasadku tak akan ada lagi,
Tapi dalam bait-bait sajak ini,
Kau tak akan kurelakan sendiri.

Pada suatu hari nanti,


Suaraku tak terdengar lagi,
Tapi di antara larik-larik sajak ini.
Kau akan tetap kusiasati.

Pada suatu hari nanti,


Impianku pun tak dikenal lagi,
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
Kau tak akan letih-letihnya kucari.

Kali ini, puisi karya Sapardi Djoko Damono berhasil menyentuh hati pembaca.
Situasi bahasa yang digunakan sebagai pembicara adalah aku-lirik atau pesan terakhir
dari sang penyair itu sendiri seolah-olah ia siap untuk pergi. Terbukti dari hampir setiap
lariknya menyisipi kata “-ku” yang berarti kepemilikan maupun perasaan si pembicara.
Sementara pendengarnya adalah para pembaca yang ia cintai. Kata yang digunakan untuk
menyatakan pendengar adalah “kau”.
Dari segi pengembangan tema, secara keseluruhan penyair menggunakan
pengamatannya. Berdasarkan larik “jasadku tak akan ada lagi” ia mengamati bahwa suatu
hari, ia sudah tidak ada di dunia ini (wafat) dan orang-orang pun akan lupa oleh dirinya.
Berdasarkan larik “suaraku tak terdengar lagi” ia mengamati bahwa suatu hari nanti opini
dan perasaan yang biasa ia salurkan lewat puisi tidak akan terdengar lagi. Berdasarkan
larik “impianku pun tak dikenal lagi” Ia mengamati bahwa ketika ia telah wafat,
tulisan-tulisan yang telah menjadi impiannya sudah menjadi asing di telinga orang-orang.
Ia juga mengamati kata-kata dalam puisi yang dituliskannya bahwa ia selalu menyebut
“kau” alias para pembaca. Dalam pengamatannya itu, ia juga menyisipkan pengembangan
tema perlakuan yakni ia akan selalu mengingat para pembaca setianya yang ia sampaikan
pada larik 4, 8, dan 12. Selain itu, ruang dan waktu juga digunakannya dengan
menuliskan larik “pada suatu hari nanti” yang menjurus ke waktu.
Bahasa yang digunakan sangat mudah dimengerti sehingga sampai pada hati para
pembaca. Pak Sapardi bahkan hanya menggunakan satu majas, yaitu majas metafora atau
perbandingan. Terbukti dari diksi yang dipilih seperti “namun” dan “tapi” setiap ia
menggunakan imajinya tentang kematian. Dalam puisinya, ia berpesan kepada
orang-orang bahwa mereka akan selalu menemukan sosok Sapardi Djoko Damono dalam
tulisan-tulisannya sekalipun dirinya telah tiada.

Anda mungkin juga menyukai