Keperawatan kritis atau keperawatan unit perawatan intensif (ICU) adalah salah satu
spesialisasi keperawatan yang berfokus pada perawatan pasien dengan kondisi konis, tidak stabil,
pasca operasi dan memiliki penyakit atau cedera yang mengancam jiwa (Morton & Fortaine,
2018). Keperawatan kritis merupakan keperawatan yang berhubungan dengan respon individu
dalam menangani kondisi klien yang dapat mengancam jiwa (Deutschman & Neligan, 2016).
Klien yang memiliki penyakit atau cedera yang dapat mengancam jiwa akan dirawat di unit
perawatan intensif (ICU).
ICU pertama kali didirikan di Rumah Sakit Kota Kopenhagen pada bulan Desember 1953
oleh ahli anestesi Denmark bernama Bjorn Ibsen selama terjadi pandemic polio. Pasien pertama
yang dirawat di unit tersebut adalah seorang pria berusia 43 tahun yang gagal mencoba gantung
diri dan dilakukan trakeotomi dan ventilator. Sehingga pada tahun tersebut, dibukalah unit
respirasi dan menjadi ICU pertama di dunia (Marik, 2015). Secara geografis, ICU berbeda
dengan unit lain, karena ICU digunakan khusus pasien yang sakit kritis dan terluka yang perlu
menjalani pemantauan terus menerus oleh tim medis. Tim perawatan kritis menerapkan
intervensi berbasis fisiologis, memantau respon terhadap intervensi yang dilakukan sebagai dasar
untuk intervensi lebih lanjut (Marik, 2015). Setiap perawatan pasien juga harus bersifat
individual berdasarkan demografi, komorbiditas, proses penyakit, dan responn terhadap
intervensi (Chulay & Burns, 2010).
Terdapat beberapa kriteria prioritas pasien yang masuk ke dalam ICU, yaitu (Listroyini &
Aurista, 2019):
Prioritas 1: Pasien yang memiliki penyakit kritis dengan kondisi yang tidak stabil dan
membutuhkan perawatan dan monitoring yang intensif yang tidak bisa didapatkan di luar
ICU
Prioritas 2: Pasien yang membutuhkan monitoring yang intensif dan berpotensi untuk
mendapatkan intervensi segera
Prioritas 3 : Pasien yang memiliki penyakit kritis dan memiliki indikasi pemulihan yang
menurun karena penyakitnya
Prioritas 4 : Pasien yang kurang tepat berada di ICU (kondisi pasien tidak mempengaruhi
penyembuhan secara signifikan atau pasien yang secacar medis tidak memiliki harapan
untuk sembuh kembali
Terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan saat pasien masuk ke ruang ICU, yaitu
(Marik, 2015):
Usia pasien (kronologis bukan fisiologis) Penyakit penyerta khususnya peyakit jantung
dan fungsi ventrikel, penyakit paru, fungsi
ginjjl dasar (Perkiraan GFR1), dan
penggunaan obat imunosupresif.
Diagnosis dan diagnosis banding Apakah pasien septik?
Apakah pasien ini mengalami cedera paru Status volume intravascular pasien
akut (acute long injury (ALI)? (biasa, meningkat, berkurang)
Apakah memiliki bukti gangguan perfusi Penurunan haluaran urin
jaringan/organ? (kulit dingin/lembab, pinggiran berbintik,
hipotensi)
Status kode pasien Kecukupan akses vena
Komunikasi dengan perawat dan terapis Beritahu ke keluarga
pernapasan
Ukur TB dan BB pasien saat masuk
Perawat memiliki peran penting dalam tim perawatan intensif care. Perawat memiliki
peran yang sangat vital yaitu memberikan asuhan keperawatan dan kolaborasi interprofesional.
Peran perawat di ICU yaitu:
DAFTAR PUSTAKA
Chulay, M., & Burns, S.M. (2010). Essentials of Critical Care Nursing (2 nd Ed). United States:
The McGraw Hill Companies.
Deutschman, CS., Neligan, PJ. (2016). Evidence –based practice of critical care. (2nd ed).
Philadelphia: Elsevier.
Listroyini, P. I., & Aurista, V. L. (2019). Trend Indikator Pelayanan Intensive Care Unit di
RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014-2018. Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan
Informatika Kesehatan. Vol (2). No (9).
Marik, P.E. (2015). Evidence – Based Critical Care (3rd Ed). USA: Springer.
Morton, P.G., & Fontaine, D.K. (2018). Critical Care Nursing, A Holistic Approach (11 th Ed).
China: Wolters Kluwer.