Anda di halaman 1dari 19

Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

KEMANTAPAN LERENG BATUAN

Penelitian terhadap kemantapan suatu lereng harus dilakukan bila longsoran lereng yang
mungkin terjadi akan menimbulkan akibat yang merusak dan menimbulkan bencana.
Kemantapan lereng tergantung pada gaya penggerak dan penahan yang ada pada lereng tersebut.
Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang mengakibatkan lereng longsor. Sedangkan gaya penahan
adalah gaya-gaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Jika gaya penahannya
lebih besar dari gaya penggerak, maka lereng tersebut dalam keadaan mantap. Kemantapan suatu
lereng biasanya dinyatakan dalam bentuk Faktor Keamanan (F) dengan persamaan sebagai
berikut :

F = gaya penahan / gaya penggerak .............................................................. (1-1)

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng Batuan


Kemantapan lereng pada lereng batuan selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
geometri lereng, struktur geologi, kondisi air tanah, sifat fisik dan mekanik batuan serta
gaya-gaya yang bekerja pada lereng.
a. Geometri Lereng
Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi kemantapannya. Semakin
besar kemitingan dan tinggi suatu lereng, maka kemantapannya semakin kecil.
b. Struktur Batuan
Struktur batuan yang sangat mempengaruhi kemantapan lereng adalah bidang-bidang
sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut merupakan bidang-bidang lemah
dan sekaligus sebagai tempat merembesnya air, sehingga batuan lebih mudah longsor.
c. Sifat Fisik dan Mekanik Batuan
Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kemantapan lereng adalah : bobot isi (density),
porositas dan kandungan air. Kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, kohesi dan sudut geser
dalam merupakan sifat mekanik batuan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng.
ƒ Bobot Isi
Bobot isi batuan akan mempengaruhi besarnya beban pada permukaan bidang
longsor. Sehingga semakin besar bobot isi batuan, maka gaya penggerak yang
menyebabkan lereng longsor akan semakin besar. Dengan demikian, kemantapan
lereng tersebut semakin berkurang.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

ƒ Porositas
Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan
demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga akan memperkecil kemantapan
lereng.
ƒ Kandungan Air
Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori menjadi besar
juga. Dengan demikian kuat geser batuannya akan menjadi semakin kecil, sehingga
kemantapannya pun berkurang.
Kuat geser batuan dapat dinyatakan sebagai berikut :
τ = c + (σ + µ) tg φ .............................................................................. (1−2)
Dimana :
τ = kuat geser batuan (ton/m2)
c = kohesi (ton/m2)
σ = tegangan normal (ton/m2)
µ = tekanan air pori (ton/m2)
φ = sudut geser dalam (derajat)
ƒ Kuat Tekan, Kuat Tarik dan Kuat Geser
Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined & unfined
compressive strength), kuat tarik (tensile strength) dan kuat geser (shear strength).
Batuan yang mempunyai kekuatan besar, akan lebih mantap.
ƒ Kohesi dan Sudut Geser Dalam
Semakin besar kohesi dan sudut geser dalam, maka kekuatan geser batuan akan
semakin besar juga. Dengan demikian akan lebih mantap.
ƒ Pengaruh Gaya
Biasanya gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi kemantapan lereng antara
lain : getaran alat-alat berat yang bekerja pada atau sekitar lereng, peledakan, gempa
bumi dll. Semua gaya-gaya tersebut akan memperbesar tegangan geser sehingga
dapat mengakibatkan kelongsoran pada lereng.

2. Klasifikasi Longsoran Batuan


Berdasarkan proses longsornya, longsoran batuan dapat dibedakan menjadi empat macam,
yaitu : longsoran bidang (plane failure), longsoran baji (wedge failure), longsoran guling
(toppling failure) dan longsoran busur (circular failure).

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

a. Longsoran Bidang
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi disepanjang bidang
luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa rekahan, sesar maupun
bidang perlapisan batuan. Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang adalah (Gambar
2.1):
ƒ Bidang luncur mempunyai arah sejajar atau hampir sejajar (maksimum 200) dengan
arah lereng.
ƒ Jejak bagian bawah bidang lemah yang menjadi bidang luncur harus muncul di muka
lereng, dengan kata lain kemiringan bidang gelincir lebih kecil dari kemiringan
lereng.
ƒ Kemiringan bidang luncur lebih besar dari pada sudut geser dalamnya
ƒ Terdapat bidang bebas pada kedua sisi longsoran

Gambar 2.1
Longsoran Bidang

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

b. Longsoran Baji
Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika terdapat lebih dari satu bidang lemah
yang saling berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang lemah tersebut harus lebih
besar dari sudut geser dalam batuannya tetapi lebih kecil dari kemiringan lereng.
(Gambar 2.2)

Gambar 2.2
Longsoran Baji

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

c. Longsoran Guling
Longsoran guling akan terjadi pada suatu lereng batuan yang arah kemiringannya
berlawanan dengan kemiringan bidang lemahnya. Hoek & Bray (1981), telah membuat
grafik yang dapat memberikan gambaran kapan terjadinya longsoran tersebut (Gambar
2.3). Dari gambar tersebut dapat diartikan : Jika ψ > φ dan b/h < Tan φ, maka balok akan
meluncur dan mengguling. Jika ψ < φ dan b/h > Tan φ, maka balok akan langsung
mengguling.

Gambar 2.3
Posisi Balok Pada Longsoran Guling

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

d. Longsoran Busur
Longsoran jenis ini sering terjadi di alam, terutama pada material tanah atau batuan yang
lunak. Untuk longsoran pada batuan dapat terjadi bila batuan mempunyai pelapukan yang
tinggi dan mempunyai spasi kekar yang rapat, sehingga batuan tersebut akan mempunyai
sifat seperti tanah. (Gambar 2.4).

Gambar 2.4
Longsoran Busur

3. Analisis Kemantapan Lereng


Kemantapan lereng suatu batuan dapat dianalisis dengan metode grafis (stereografis), analisis
vektor dan metode Hoek & Bray. Pada tulisan ini yang akan di bahas adalah metode grafis
dan metode Hoek & Bray.
a. Metode Grafis
Metode grafis yaitu metode yang digunakan untuk menentukan arah dan jenis longsoran
yang mungkin terjadi, berdasarkan data geologi yang ada. Dalam analisis ini batuan
ditinjau mempunyai bidang-bidang diskontinu seperti bidang perlapisan, sesar, kekar.
Hubungan antara orientasi bidang-bidang lemah dengan jenis-jenis longsoran. (Gambar
3.1. dan 3.2.). Dengan cara ini dapat diperkirakan kemungkinan terjadinya longsoran
pada batuan.

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

Gambar 3.1.
Jenis Longsoran & Stereoplot

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

Gambar 3.2.
Informasi struktur geologi dan evaluasi jenis longsoran yang mungkin terjadi dari suatu rentana
tambang open pit

b. Metode Hoek & Bray


Metode Hoek & Bray dapat digunakan untuk menganalisis keempat macam longsoran
pada lereng batuan.
ƒ Longsoran Bidang

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

Dalam menganalisis longsoran bidang dengan metode Hoek & Bray, suatu lereng
ditinjau dalam dua dimensi dengan anggapan :
♦ Semua syarat untuk terjadinya longsoran bidang terpenuhi.
♦ Terdapat rekahan tarik tegak (vertikal) yang terisi air sampai kedalaman Zw.
Rekahan tarik ini dapat terletak pada muka lereng maupun di atas lereng (Gambar
3.3).
♦ Gaya W (berat blok yang menggelincir), U (gaya angkat oleh air) dan V (gaya
tekan air mendatar di rekahan tarik) bekerja di titik pusat blok. Sehingga
diasumsikan tidak ada momen penyebab rotasi.
♦ Kuat geser (τ) pada bidang lemah adalah τ=c + σtanφ, dimana c = kohesi dan φ =
sudut geser dalam.

Gambar 3.3.
Geometri Longsoran Bidang Dengan Rekahan Tarik

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

Persamaan yang digunakan untuk menentukan faktor keamanan adalah sebagai


berikut :
F = {cA + (Wcosψp-U-Vsinψp)tanφ}/{Wsinψp+Vcosψp}.................. (3-1)
Dimana :
A = panjang bidang luncur = (H-z)cosecψp
U = ½ γwzw(H-z)cosecψp
V = ½ γwzw2
W = ½ H2{(1-(z/H)2)cotψp-cotψf}, rekahan tarik di belakang crest lereng.
= ½ H2{(1-(z/H)2)cotψp(cotψptanψf-1)}, rekahan tarik di muka lereng.
Bila lereng batuan tersebut berada di daerah rawan gempa dan percepatan yang
ditimbulkan dimodelkan menjadi gaya statis αW, maka perhitungan faktor keamanan
dapat dilakukan dengan memasukkan pengaruh gempa dengan cara memodifikasi
persamaan (3-1) menjadi sebagai berikut :

F = cA + {(W(cosψp-αsinψp) – U - Vsinψp)tanφ}/ ........................ (3-2)


W(sinψp+αcosψp)+Vcosψp}

ƒ Longsoran Baji
Dalam analisis ini, longsoran baji dianggap hanya akan terjadi pada garis
perpotongan kedua bidang lemah. Faktor keamanannya dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
F = {(3/γH)(cAX+cBY)}+{A-(γw/2γ)X}tanφA+{B-(γw/2γ)Y}tanφB ................. (3-3)
Dimana :
cA dan cB = kohesi bidang lemah A dan B
φA dan φB = sudut geser dalam bidang lemah A dan B
γ = bobot isi batuan
γw = bobot isi air
H = tinggi keseluruhan dari baji yang terbentuk (Gambar 3.4)
X = sinθ24/(sinθ45sinθ2.na)
Y = sinθ13/(sinθ35sinθ1.nb)
A = (cosψa-cosψbcosθna.nb)/(sinψ5sin2θna.nb)
B = (cosψb-cosψacosθna.nb)/(sinψ5sin2θna.nb)

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

ψa dan ψb = dip bidang lemah A dan B


ψ5 = plunge dari garis potong kedua bidang lemah
θna.nb = sudut perpotongan kedua bidang lemah
θ1.nb = sudut antara bidang lemah A dengan garis perpotongan bidang lemah
A dan muka lereng.
θ2.na = sudut antara bidang lemah B dengan garis perpotongan bidang lemah
B dan muka lereng.
θ24, dsb = sudut-sudut yang diperoleh dengan menggunakan stereonet seperti
terlihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.4.
Geometri Baji Untuk Analisis Kemantapan Dengan Memperhitungkan Kohesi dan Air

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

Gambar 3.5.
Stereoplot Data Longsoran Baji

Jika tahanan bidang longsorannya tidak terdapat kohesi, maka penentuan faktor
keamanannya dapat menggunakan persamaan berikut ini :
F = (sinβ/sin ½ξ)(tanφ/tanψi) .............................................................. (3-4)
Sudut β, ξ dan ψi ini akan sangat mudah ditentukan dengan bantuan stereonet.

ƒ Longsoran Guling
Asumsi yang digunakan adalah longsoran guling yang terjadi mempunyai n buah blok
berbentuk teratur dengan lebar ∆x dan tinggi yn (Gambar 3.6). Penomoran blok
dimulai dari bawah (toe) ke atas. Sudut kemiringan lereng adalah θ dan kemiringan
muka atas lereng adalah θu, sedangkan dip dari bidang-bidang lemah adalah 90-α.
Undak-undakan yang terjadi (akibat longsoran) berbentuk teratur dan mempunyai
kemiringan b. Konstanta a1, a2 dab b (Gambar 3.6) selanjutnya dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
a1 = ∆x.tan(θ-α)
a2 = ∆x.tan(α-θu)
b = ∆x.tan(β-α)................................................................................ (3-5)

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

Tinggi blok ke-n (yn) dihitung dengan persamaan berikut ini :


yn = n(a1-b) (untuk blok dari crest ke bawah)
= yn-1-a2-b (untuk blok di atas crest) ....................................... (3-6)

Gambar 3.6.
Model Longsoran Guling Untuk Analisis Kesetimbangan Batas

Berdasarkan model pada Gambar 3.6, terlihat ada tiga grup blok yang mempunyai
tingkat kemantapan berbeda, yaitu :
♦ Satu set blok yang akan tergelincir (di daerah toe)
♦ Satu set blok yang mantap (di daerah atas)
♦ Satu set blok yang akan terguling (di daerah tengah)

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

Gambar 3.7.
Kondisi Kesetimbangan Batas Blok Ke-n yang Akan Terguling dan Tergelincir

Selanjutnya, kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja di setiap blok ditunjukkan pada


Gambar 3.7. Dari gambar tersebut terlihat bahwa gaya-gaya yang bekerja di dasar
blok ke-n adalah Rn dan Sn, sedangkan gaya-gaya yang bekerja di interface (dengan
blok terdekat) adalah Pn, Qn, Pn-1 dan Qn-1. Konstanta Mn, Ln dan Kn yang
terdapat pada gambar tersebut dihitung sebagai berikut :
♦ Untuk blok di bawah crest lereng : Mn = yn; Ln = yn-a1; Kn = 0
♦ Untuk blok tepat di crest lereng : Mn = yn-a2; Ln = yn-a1; Kn = 0
♦ Untuk blok di atas crest lereng : Mn = yn-a2; Ln = yn; Kn = 0

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

Sementara untuk gaya-gaya Qn, Qn-1, Rn dan Sn dihitung dengan persamaan berikut ini :
Qn = Pntanφ
Qn-1 = Pn-1tanφ
Rn = Wncosα+(Pn-Pn-1)tanφ
Sn = Wnsinα+(Pn-Pn-1) ............................................................... (3-7)
Dimana Wn = yn.∆x
Sedangkan untuk gaya-gaya Pn dan Pn-1, perhitungannya dibedakan untuk blok yang
terguling dan blok yang tergelincir.
♦ Untuk blok ke-n yang terguling, dicirikan dengan yn/∆x >cotα. bila φ>α, maka :
Pn-1,t = {Pn(Mn-∆x.tanφ)+(Wn/2)(ynsinα-∆xcosα)}/Ln ......... (3-8)
Pn = 0 (untuk blok teratas dari set blok yang terguling)
= Pn-1,t (untuk blok terguling dibawahnya)
Untuk kontrol lebih lanjut bisa dilihat bahwa pada blok ini harga Rn>0 dan | Sn | <
Rn tanφ.
♦ Untuk blok ke-n yang tergelincir, dicirikan dengan Sn=Rntanφ, maka :
Pn-1,s = Pn-{Wn(tanφcosα-sinα)}/(1-tan2φ)........................ (3-9)
Pn = Pn-1,t (untuk blok teratas dari set blok yang tergelincir)
= Pn-1,s (untuk blok tergelincir dibawahnya, disini akan terlihat Pn-
1,t>Pn-1,s)

Perhitungan di atas dilakukan dengan mengambil φ>α, dengan memperhatikan blok


no. 1 (toe) :
♦ Jika P0>0, maka lereng berada pada dalam kondisi tidak mantap untuk nilai φ
yang diasumsikan. Oleh karena itu disarankan untuk mengulang perhitungan
dengan meningkatkan nilai φ.
♦ Jika P0<0, maka disarankan untuk mengulang perhitungan dengan menurunkan
nilai φ, karena hal ini tidak mungkin.
♦ Jika P0> tetapi cukup kecil, maka lereng berada dalam kondisi setimbang untuk
nilai φ yang diasumsikan.
P0 adalah merupakan gaya yang menahan balok no 1.
ƒ Longsoran Busur
Metoda yang banyak digunakan untuk menganalisa longsoran ini adalah metoda
Fellnius dan metoda Bishop. Namun untuk keperluan praktis, Hoek & Bray (1983),

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

telah menuangkan dalam bentuk diagram. Cara ini merupakan cara yang sangat
mudah, cepat dan hasilnya masih dapat dipertanggungjawabkan. Asumsi yang
digunakan :
♦ Jenis tanah/batuan, dalam hal ini tanah/batuan dianggap homogen dan kontinyu.
♦ Longsoran yang terjadi menghasilkan bidang luncur berupa busur lingkaran
♦ Tinggi permukaan air tanah pada lereng.
Hoek & Bray membuat lima buah diagram untuk masing-masih kondisi air tanah
tertentu mulai dari sangat kering sampai jenuh.
Cara perhitungannya adalah sebagai berikut (untuk lebih jelasnya lihat Gambar 3.8.) :
Langkah 1 : Dengan gambar geometri lereng yang telah dibuat, tentukan kondisi
air tanah yang ada dan sesuaikan dengan Gambar 3.9. Pilih yang
paling tepat atau mendekati.
Langkah 2 : Hitung angka c/(gHtanf), kemudian cocokan angka tersebut pada
lingkaran terluar dari diagram (chart) yang dipilih.
Langkah 3 : Ikuti jari-jari mulai dari angka yang diperoleh pada langkah 2 sampai
memotong kurva yang menunjukkan kemiringan.
Langkah 4 : Dari titik pada langkah 3, kemudian ditarik ke kiri dan ke bawah untuk
mencari angka tanf/F dan c/(gHF).
Langkah 5 : Hitung faktor keamanan (F) dari kedua angka yang diperoleh dari
langkah 4 dan pilih yang paling tepat.

Gambar 3.8.
Langkah Perhitungan Faktor Keamanan Untuk Longsoran Busur Dengan Menggunakan Diagram Hoek &
Bray
Diklat Perencanaan Tambang Terbuka
Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

Gambar 3.9.
Keadaan Atau Pola Aliran Air Tanah Untuk Diagram 1-5

Gambar 3.10.
Circular Failure Chart Nomor 1

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

Gambar 3.11.
Circular Failure Chart Nomor 2

Gambar 3.12.
Circular Failure Chart Nomor 3

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004
Kemantapan Lereng Batuan Ir. Karyono M.T.

Gambar 3.13.
Circular Failure Chart Nomor 4

Gambar 3.14.
Circular Failure Chart Nomor 5

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka


Unisba, 30 Agustus s.d 07 September 2004

Anda mungkin juga menyukai