Anda di halaman 1dari 5

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Lingkungan Bisnis

Porter’s Five Forces Porter’s Five Forces Model adalah sebuah strategi bisnis yang digunakan
dalam melakukan analisis terhadap sebuah industri. Kotler dan Keller (2011) juga
berpendapat bahwa model ini berfungsi untuk menganalisis potensi suatu pasar dalam 5
kekuatan kompetitif, yaitu potential new entrants, substitutes product, bargaining from
buyers, bargaining from suppliers dan industri competitors. Grundy (2006) berpendapat
bahwa Five Forces Model yang dikembangkan oleh Porter adalah sebuah framework yang
sangat penting untuk menentukan strategi bisnis. Jika dikaitkan ke perkembangan e-
commerce saat ini, Haag, Cumming, dan McCubbrey (2005) juga berpendapat bahwa Five
Forces Model ini dapat diaplikasikan dalam bisnis-bisnis berbasis e-commerce dan dapat
berkontribusi dalam mencapai keunggulan bersaing. Analisis Porter’s Five Forces untuk
industri fashion batik adalah sebagai berikut :

1) Industry Rivalry

Kompetisi di industri fashion batik dapat dikatakan cukup ketat. Pada tahun 2015,
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia mencatat bahwa sampai tahun 2015, ada
sekitar 39 ribu unit usaha batik yang telah tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu,
berdasarkan situs-situs resmi dari beberapa kompetitor, dapat dilihat bahwa kompetitor
tersebut terus melakukan inovasi untuk dapat memenangkan persaingan. Batik Bateeq
diawali dengan Michelle Tjokrosaputro merupakan President Director Bateeq yang bercita-
cita membuat Bateeq menjadi sebesar Zara. Bateeq juga yang sudah mulai melakukan
penjualan secara online (marketplace) seperti shopee dan tokopedia dan dengan website
resmi www.Bateeq.com, lalu Michelle Tjokrosaputro yang juga berkolaborasi dengan
Sanrio meluncurkan Sanrio Characters x Bateeq sebagai strategi penjualannya membuktikan
bahwa industri batik ini memiliki inovasi yang tinggi. Kuatnya kompetisi di duna fashion
khususnya batik memaksa sebuah usaha yang bergerak di bidang ini untuk terus berinovasi
baik dalam produknya dan juga strategi-strategi penjualan.

2) Power of buyer

Power of buyer dalam industri pakaian secara umum tergolong tinggi, karena terdapat
berbagai kompetitor yang terus bersaing, dan pembeli dapat dengan mudah berpindah ke
produk milik kompetitor lain (Bush, 2016). Tetapi jika dikaitkan ke industri batik, power of
buyer tergolong medium. Berdasarkan wawancara dengan seorang penjual baju batik di
Indonesia, didapatkan bahwa setiap toko batik biasanya memiliki motif batik yang berbeda,
sehingga kemungkinan besar pembeli sulit untuk menemukan motif batik yang sama di
tempat lain. Meskipun demikian, switching cost dalam industri batik ini tergolong sangat
rendah, artinya pembeli bisa dengan mudah berpindah merek/ produk yang ingin dibeli.
Selain itu, pembeli dalam industri batik ini memiliki price sensitivity yang tidak terlalu
extreme. Berdasarkan survei yang dilakukan, terlihat bahwa masyarakat pada umumnya tidak
keberatan untuk mengeluarkan uang sedikit lebih banyak untuk batik yang benar-benar
disukai. Oleh sebab itu, keunikan dalam model dan motif batik juga menjadi salah satu hal
yang harus diperhatikan agar sebuah perusahaan di industri tersebut dapat bersaing. Bateeq,
merek busana siap pakai batik, baru saja merilis 21 item koleksi runway terbaru bertema
Nostalgia. Koleksi yang terdiri dari delapan pakaian pria dan 13 pakaian wanita ini masih
tetap mengedepankan ciri khas brand ini. Potongannya modern dan chic, namun dengan
sentuhan motif batik yang menjadi kekayaan budaya Indonesia. Dikemas dengan gaya
sartorial dan sentuhan preppy, koleksi Nostalgia mengaplikasikan nuansa retro dalam motif
batik. Kombinasi ini mungkin tergolong unik dan masih jarang dipakai namun sukses
dihadirkan Bateeq dalam koleksi terbaru pakaian non formalnya ini.

3) Power of Supplier

Bush (2016) juga berpendapat bahwa dalam industri pakaian, peran supplier hanya dalam
memproduksi material-material, sedangkan yang mengendalikan industri fashion secara lebih
luas tidak membutuhkan campur tangan dari supplier. Selain itu, Bush (2016) juga
berpendapat bahwa peran supplier sebagai penghasil material dapat dengan mudah digantikan
supplier lain. Namun dalam industri fashion batik, produksi kain batik membutuhkan unsur
seni dan campur tangan desainer batik untuk menciptakan motif batik yang unik. Desainer
Bateeq, Galuh Nurita menggunakan motif Tinari sebagai corak utama. Tinari yang diartikan
sebagai perhitungan khusus dalam perjodohan dalam Weton Jawa memiliki harapan
tersendiri. Harapan pada pasangan Tinari digambarkan dalam dua jenis motif yaitu motif
Kawung dan Banji. Kawung yang berbentuk bulat berarti kesempurnaan, kemurnian dan
kesucian, sedangkan motif Banji yang berupa garis melambangkan keteraturan dalam
kehidupan, maka dalam industri ini supplier juga tetap memiliki power yang cukup terhadap
pembelinya, terlebih lagi apabila proses pembuatan batik tersebut harus dilakukan dengan
tangan manusia yang memiliki keahlian khusus.
4) Entry barrier

Entry barrier di industri batik tergolong rendah. Munculnya berbagai market place online
(C2C business. mulai dari Tokopedia, Shopee, Zalora, Blibli, juga Lazada. Hasilnya,
kontribusi penjualan online Bateeq pun datang dari Tokopedia dan Shopee. Tak hanya itu,
Michelle dan tim juga memperkuat website mereka di Bateeq.com dan juga Instagram
@Bateeqshop. Upaya ini berhasil mendongkrak follower Bateeq di media sosial tersebut
yakni sebanyak 50.500 pengikut. Selain itu  Michelle juga berusaha memperluas pemasaran
produk Bateeq. Pertama, ia mencari endorsement kepada para influencer. Kedua, melakukan
kolaborasi dengan beberapa label fashion; ketiga, melakukan kolaborasi di momen-momen
tertentu. Langkah lainnya adalah melakukan diversifikasi produk dengan membuat masker
batik. Hasilnya hingga kini ia sanggup menjual sampai 5 juta masker batik. Oleh sebab itu,
dengan rendahnya barriers to entry ini, perlu diperhatikan bagaimana sebuah toko batik dapat
melakukan diferensiasi dalam produknya sehingga dapat bersaing

5) Threat of Substitutes

Threat of substitutes dalam industri batik tergolong tinggi. Substitusi pada industri Batik
Bateeq memang tergolong dalam low involvement produk, dimana konsumen cenderung
mudah beralih ke produk substitusi lainnya sesuai dengan kondisi yang ada. Batik digemari
karena motifnya yang unik dan merepresentasikan budaya Indonesia, tetapi kegemaran akan
batik tersebut masih dapat digantikan dengan banyaknya pilihan baju-baju non batik yang
juga memiliki banyak sekali variasi model dan motif. Oleh karena itu Bateeq berusaha
menggandeng sanrio untuk menciptakan produk batik berkarakter khusus yang akan disukai
anak-anak karena menampilkan kartun seperti Hello Kitty, Pompompurin, dan Bad-
badtzmaru dengan motif Truntum, Kawung, Grinsing dan Mega Mendung. Koleksi ini
diciptakan untuk anak-anak usia 3-13 tahun dan koleksi remaja perempuan. Dikatakan
Michelle, batik keluarannya merupakan batik print dengan menggunakan bahan kimia dan
pewarnaan yang ramah lingkungan. Tujuan produk Bateeq adalah ingin memperkenalkan dan
mempopulerkan batik di kalangan anak-anak. Jadi anak-anak cinta dan bangga dengan
budaya bangsa Indonesia batik.

MAPPING WILAYAH
Untuk bisa mengoptimalkan potensi keberadaan inovasi produk dari Bateeq, maka
diperlukan strategi pengembangan yang tepat agar industri batik memiliki daya saing yang
unggul. Daya saing yang unggul, salah satunya dipengaruhi oleh aliran rantai nilai (value
chain) yang efektif (Nurimansyah, 2011). Porter (1998) Arjakusumaetal., (2013); Khoiroh,
S.M., (2017) menyatakan bahwa analisis value-chain merupakan analisis strategis yang
mampu memahami keunggulan kompetitif ,mengidentifikasi nilai (value) pelanggan yang
dapat ditingkatkan atau penurunan biaya ,dan memahami hubungan perusahaan dengan
pemasok (supplier), pelanggan, dan perusahaan lain dalam industri.

Menurut Gereffietal., (2005) dikutip Daryanto (2009) dalam penelitian


Arjakusumaetal.,(2013); Khoiroh, S.M. (2017); terdapat lima hal dasar pengelolaan rantai
nilai, yaitu : market, modularvaluechain (pemasok dalam rantai nilai membuat produk untuk
pelanggan spesifik), relational value chain (jaringan kerjaantara penjual dan pembeli),
captive value chain (pemasok kecil yang bergantung dalam transaksi dengan pembeli
besar dengan jumlah banyak), dan hierarchy (bentuk pengelolaan dikarakteristikkan
dengan adanya integrasi secara vertikal). Melalui model mapping value chain akan diperoleh
informasi dasar kekuatan, kelemahan atau kendala yang dihadapi oleh perusahaan
industri, hubungan bisnis/ jaringan kerja, pesaing dan hal lain, sehingga perumusan
strategi pengembangan dalam sebuah usahakan lebih mudah dilaksanakan. Analisis SWOT
merupakan tool strategic yang dapat dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis
perusahaan (Rangkuti, 2003). Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini bertujuan
untuk menyusun analisis situasi optimalisasi pengembangan industri batik kultur yang
didasarkan pada informasi mapping rantai nilai sebagai dasar penyusunan faktor
strategis.

Rantai Nilai

Pemetaan rantai nilai adalah proses penting yang membantu menentukan


kegiatan yang terjadi di sebuah industri. Pemetaan rantai nilai adalah representasi
visual dari hubungan industri dan pemain pasar lain yang terlibat dalam rantai.
Pemetaan rantai nilai (value chain mapping), terdiri dari tiga segmen utama yang meliputi
segmen upstream, segmen midstream dan segmen downstream (Adeoye, I.B., et.al, 2013);
(Suhartini dan Yuliawati, E., 2014).

Rantai nilai (value chain),pada produk batik kultur Dea Valencia kota Semarang, meliputi
:
1) Pembelian bahan baku dan peralatan utama
2) Proses produksi, meliputi membuat motif, membuat pola dengan desain digital yang
mengandalakn imajinasi dari desaigner Batik Bateeq yaitu Galuh Nurita
3) Penjualan produk. Penjualan Batik Bateeq umumnya melalui marketplace shopee dan
tokopedia serta website resmi Batik Bateeq yaitu www.Bateeq.com, penjualan
dilakukan baik didalam negeri maupun diluar negeri, ataupun tofo fisik dari Bateeq.
Optimalisasi pengembangan Industri Batik Bateeq berdasar kan mapping value chain
meliputi : kreasi (originalitas), produksi, distribusi dan komersialisasi. Proses
penciptaan nilai industri Batik Bateeq terdiri atas variabel : kreasi, produksi,
distribusi dan komersialisasi mulai dari perencanaan bahan sampai pada jaringan
pemasaran. Pada industri kreatif rantai nilai berkaitan dengan pengutamaan desain,
dalam proses produksinya lebih mengarah pada pemanfaatan daya cipta atau
kreatifitas . Melalui mapping rantai nilai akan mempermudah bagi stakeholder
industri kreatif untuk memahami posisi industri kreatif sehingga mempermudah fokus
pengembangannya yang terdiri dari empat tahap identifikasi yaitu kreasi, produksi,
distribusi dan komersialisasi

Anda mungkin juga menyukai