MANAGERIAL ECONOMICS
(Tugas Mata Kuliah Managerial Economics, Dosen Pengajar Eny Sulistyaningrum, S.E.,
M.A., Ph.D.,)
Disusun oleh:
MAGISTER MANAJEMEN
2017
A. PENGANTAR
Usaha berjualan tas sudah bisa dimulai meski tidak menggunakan modal yang
besar. Pernyataan tersebut bisa dibuktikan dengan banyaknya usaha kecil menengah
yang dimulai dengan modal dibawah 10 juta rupiah (dapet darimana mba? Tulis
namanya disini yak karena itu data 😊). Hal ini tentu menjadi bukti bahwa modal kecil
bisa memberikan kesuksesan pada pelakunya. Fenomena tersebut juga memotivasi
masyarakat untuk meningkatkan perekonomian mereka, dengan mencoba berbagai
peluang usaha kecil menengah yang prospeknya cukup menguntungkan.
Di Indonesia sendiri perkembangan bisnis tas semakin pesat, baik brand lokal
maupun brand import sekali pun (yang ini juga). Tas pun memiliki model yang beraneka
ragam, kebutuhannya pun berbeda-beda, tergantung dengan aktivitas yang akan
dilakukan. Setiap bulannya ada saja model-model tas baru muncul, dan memungkinkan
para industri tas berlomba-lomba untuk membuat dan menjual berbagai model baru
dengan harga yang bervariasi. Semakin bagus bahan semakin mahal pula harganya.
1. STRUKTUR PASAR
Struktur pasar menurut Pracoyo dan Pracoyo (2006) adalah keadaan pasar yang
memberikan petunjuk tentang aspek-aspek yang memiliki pengaruh penting terhadap
prilaku usaha dan kinerja pasar, antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk
dan keluar pasar, keragaman produk, sistem distribusi dan penguasaan pangsa pasar. Ada
beberapa dasar pembedaan yang mempengaruhi keputusan-keputusan (perilaku) antara
penjual dan pembeli dalam suatu struktur pasar, yakni sebagai berikut:
Menurut Baye dan Prince (2017) karena ada banyak produk dalam industri
persaingan monopolistik, satu-satunya alasan perusahaan memiliki kendali atas harga
mereka adalah konsumen melihat produk yang berbeda. Perusahaan dalam industry
persaingan monopolistic menggunakan dua strategi untuk membujuk konsumen bahwa
produk mereka lebih baik daripada yang ditawarkan oleh pesaing, yaitu:
a. Kampanye iklan. Kampanye ini melibatkan iklan komparatif yaitu suatu bentuk
iklan di mana suatu perusahaan mencoba untuk meningkatkan permintaan merek
dengan membedakan produknya dari merek pesaing. Nilai tambah yang
ditambahkan pada merek produk ini dikenal sebagai brand equity yaitu nilai
tambah yang ditambahkan ke produk karena mereknya.
b. Memperkenalkan produk baru kepasar untuk lebih membedakan produk mereka
dari perusahaan lain. Perusahaan persaingan monopolistik juga dapat mencoba
untuk membuat dan mengiklankan produk baru untuk mengisi kebutuhan khusus
atau segmen tertentu di pasar, strategi ini disebut niche marketing. Melalui green
marketing yaitu suatu bentuk niche marketing yang mana perusahaan
menargetkan produk terhadap konsumen yang peduli dengan isu-isu lingkungan,
seperti merek deterjen tertentu yang dapat diurai secara biologis.
Sayangnya kesuksesan strategi diferensiasi dan branding terkadang membuat
manajer rabun yang kurang menyadari adanya brand myopic yaitu manajer atau
perusahaan yang mengandalkan kejayaan merek masa lalu, bukan berfokus pada trend
industry yang muncul atau perubahan preferensi konsumen. Pada dasarnya, sebuah
perusahaan brand myopic bersandar pada kemenangan masa lalu dan dengan demikian,
merindukan kesempatan untuk meningkatkan atau melindungi mereknya.
a. Pasar monopolistik memiliki tingkat persaingan yang tinggi, baik dari segi harga,
kualitas maupun pelayanan. Sehingga produsen yang tidak memiliki modal dan
pengalaman yang cukup akan cepat keluar dari pasar.
b. Dibutuhkan modal yang cukup besaruntuk masuk ke dalam pasar monopolistik,
karena pemain pasar di dalamnya memiliki skala ekonomis yang cukup tinggi
c. Pasar ini mendorong produsen untuk selalu berinovasi, sehingga akan
meningkatkan biaya produksi yang akan berimbas pada harga product yang harus
di bayar oleh konsumen
C. ANALISIS KASUS
Wellflair adalah salah satu brand di kota Jogjakarta yang menjual produk berupa
aneka ragam tas. Wellflair sendiri terdiri dari dua kata yakni well dari bahasa inggris yang
diserap ke dalam bahasa Indonesia memiliki makna bagus atau baik sedangkan flair diambil
dari bahasa Sansekerta yang berarti semangat. Wellflair sendiri berarti semangat yang
diharapkan oleh pemilik agar pelanggan semangat untuk menjalani hari-harinya. Wellflair ini
merupakan salah satu contoh dari pasar persaingan monopolistik.
Pasar yang disebut persaingan monopolistik adalah jika terdapat banyak penjual dan
banyak pembeli, setiap penjual melakukan diferensiasi terhadap produk karena yang dijual
kurang lebih sama, serta tidak adanya hambatan untuk masuk atau keluar pasar.
Wellflair adalah salah satu dari sekian banyak penjual tas yang ada di Indonesia
khususnya di Jogjakarta. Lokasi Wellflair terletak di daerah Demangan Baru dimana terdapat
banyak sekali penjual yang menawarkan produk yang serupa dalam hal ini produk berupa tas.
Karena daerah tersebut terdapat banyak penjual yang menawarkan produk yang kurang lebih
sama maka hal ini mendorong penjual untuk melakukan diferensiasi produk untuk menarik
pembeli. Apabila penjual kurang mampu menarik pelanggan untuk membeli produknya maka
dapat berdampak pada turunnya pendapatan dan mengakibatkan penjual keluar dari pasar
karena tidak mampu menghadapi pesaing. Namun di sisi lain, penjual juga dapat dengan
mudah masuk ke dalam pasar dengan modal yang disesuaikan dengan skala perusahaan
tersebut dan tentunya bermodalkan ide-ide kreatif dalam diferensiasi produk agar mampu
menghadapi para pesaing.
Awal kisah Wellflair bermula dari banyaknya PHK oleh brand terkenal di daerah
wonosari yang menyebabkan kurang lebih 300 pegawai di PHK karena perusahaan lebih
memilih menggunakan mesin untuk melakukan efisiensi biaya. Maka para founder Wellflair
ingin membantu pegawai yang di PHK agar mereka kembali memiliki pekerjaan yang sesuai
dengan bidang mereka yakni keterampilan menjahit tas. Para founder memulai usaha dengan
menjual jasa pembuatan tas.
Setelah melihat potensi dari banyaknya partai besar dan brand-brand yang
menggunakan jasanya, mereka memulai untuk mendirikan brand sendiri yakni Wellflair pada
tahun 2015. Wellflair melihat bahwa kualitas tas yang dijual di distro tidak sebaik yang dijual
brand luar yang terkenal. Selain itu, berdasarkan observasi salah satu founder menemukan
bahwa tas yang dijual di distro memiliki desain yang menurut founder tidak tepat guna,
sebagai contoh ukuran yang terlalu besar sehingga tidak nyaman digunakan.
Dalam mendirikan brand ini para founder memulai dengan melakukan riset kecil-
kecilan. Melalui riset ini diperoleh informasi mengenai trend belanja konsumen, data
pendapatan konsumen yang menjadi sasaran, informasi untuk menetapkan harga dan lain
sebagainya. Berdasarkan hasil riset ini mereka pun mencoba untuk menawarkan kepada
konsumen berbagai macam model tas untuk menetapkan “identitas” dari Wellflair salah
satunya desain etnic series atau desain tradisional. Selain itu, mereka melakukan strategi
niche marketing, sebagai contoh pouchitive yaitu jenis tas yang diperuntukkan bagi
pelanggan yang memiliki tablet. Hal ini dilakukan untuk menekankan pembeda produk
buatan mereka terhadap brand-brand lain.
Untuk menarik pelanggan, Wellflair mencoba memberikan diskon sesuai tanggal lahir
dari konsumen. Selain itu, founder berencana untuk menamakan produk tas yang dijual
dengan bahasa Sansekerta yang memiliki makna tersendiri. Founder memiliki harapan untuk
menjual cerita melalui makna tersebut kepada pelanggan.
3. Difrensiasi produk
Baye, Michael R., dan Jeffrey T Prince., 2017, Managerial Economics and Business Strategy.
New York: McGraw-Hill Education.
Mankiw, Gregory, Euston Quah, Peter Wilson, 2014, Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta:
Salemba.
Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tri Kunawangsih Pracoyo, Antyo Pracoyo, “Aspek Dasar Ekonomi Mikro” (Jakarta, 2006, PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.) hlm. 188.