Anda di halaman 1dari 63

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

OPTIMASI PCR GEN coa DALAM DETEKSI CEMARAN Staphylococcus


aureus PADA SAMPEL LULUR TRADISIONAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh:

Benedicta Vicka Siswi Herarti

NIM: 178114148

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2021

i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

OPTIMASI PCR GEN coa DALAM DETEKSI CEMARAN Staphylococcus


aureus PADA SAMPEL LULUR TRADISIONAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh:

Benedicta Vicka Siswi Herarti

NIM: 178114148

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2021

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Persetujuan Pembimbing

OPTIMASI PCR GEN coa DALAM DETEKSI CEMARAN Staphylococcus


aureus PADA SAMPEL LULUR TRADISIONAL

Skripsi yang diajukan oleh:

Benedicta Vicka Siswi Herarti

NIM : 178114148

telah disetujui oleh

Pembimbing

Damiana Sapta Candrasari, S.Si, M.Sc.

Tanggal 3 Juni 2021

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengesahan Skripsi Berjudul

OPTIMASI PCR GEN coa DALAM DETEKSI CEMARAN Staphylococcus


aureus PADA SAMPEL LULUR TRADISIONAL

Oleh :
Benedicta Vicka Siswi Herarti
Nim: 178114148

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi


Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Pada tanggal: 13 Juli 2021

Mengetahui
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan

(Dr. apt. Yustina Sri Hartini)

Panitia Penguji : Tanda tangan

1. Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc. ................……

2. Dr. apt. Erna Tri Wulandari ........................

3. Dr. apt. Christine Patramurti ..............……..

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana
layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah


ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 3 Juni 2021

Penulis,

Benedicta Vicka Siswi Herarti

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN


PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Benedicta Vicka Siswi Herarti


Nomor Mahasiswa : 178114148

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan


Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

OPTIMASI PCR GEN coa DALAM DETEKSI CEMARAN Staphylococcus


aureus PADA SAMPEL LULUR TRADISIONAL

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata


Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa
perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Atas kemajuan teknologi informasi, saya tidak berkeberatan jika nama, tanda
tangan, gambar atau image yang ada di dalam karya ilmiah saya terindeks oleh
mesin pencari (search engine), misalnya google.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 23 Juli 2021

Yang menyatakan

( Benedicta Vicka Siswi Herarti )

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Lulur tradisional yang diproduksi pada skala UKM akan meningkatkan


risiko tercemarnya produk oleh S. aureus yang akan membahayakan konsumen.
Deteksi cemaran S. aureus pada kosmetik secara cepat saat ini dapat dilakukan
dengan metode PCR gen coa. Kondisi PCR yang akan dilakukan seperti suhu
annealing, siklus, dan konsentrasi primer perlu dioptimasi untuk menemukan hasil
yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum PCR gen
coa untuk mendeteksi cemaran Staphylococcus aureus dalam sampel lulur
tradisional dan mengetahui kemampuan PCR gen coa dalam mendeteksi cemaran
Staphylococcus aureus dalam sampel lulur tradisional.
Optimasi dilakukan dengan memberikan variasi terhadap kondisi PCR
seperti suhu annealing (52°C, 57°C, 62,4°C), siklus (30, 35), dan konsentrasi
primer (0,2 µM, 0,25 μM, 1 μM). Primer yang digunakan adalah primer coa
(forward: 5'ATAGAGATGCTGGTACAGG-3´ ; R:
5´GCTTCCGATTGTTCGATGC-3´). Produk yang dihasilkan kemudian
dielektroforesis dan divisualisasikan. Dari hasil yang didapatkan, kondisi optimal
PCR berdasarkan parameter suhu annealing, konsentrasi primer, dan jumlah siklus
amplifikasi adalah suhu annealing 52°C, konsentrasi primer 0,2 µM, dan 30 siklus.
Band dengan ukuran 838 bp yang muncul pada elektrogram menandakan bahwa
metode PCR gen coa ini dapat digunakan untuk mendeteksi cemaran S. aureus
dalam sampel lulur tradisional.

Kata kunci : Lulur tradisional, Staphylococcus aureus, PCR, optimasi

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

Traditional lulur produced on UKM scale will increase the risk of S. aureus
contamination which will harm consumers. Rapid detection of S. aureus
contamination in cosmetics can be done using the PCR coa gene method. The PCR
conditions such as annealing temperature, cycle, and primer concentration need to
be optimized to obtain optimal results. The objectives of this study are to find out
the optimum conditions for PCR gene coa to detect Staphylococcus aureus
contamination in traditional lulur sample and determine PCR gene coa ability to
detect Staphylococcus aureus contamination in traditional lulur sample.
Optimization is done by varying PCR conditions such as annealing
temperature (52°C, 57°C, 62,4°C), cycle (30, 35), and primer concentration (0,2
µM, 0,25 μM, dan 1 μM). The primer used are Forward:
5´ATAGAGATGCTGGTACAGG-3´ and Reverse:
5´GCTTCCGATTGTTCGATGC-3´. From the results obtained, the optimal PCR
conditions based on annealing temperature, primer concentration, and amplification
cycle are 52°C, 0.2 µM, and 30 cycle of amplification respectively. The 838 bp size
band that appears on the electrogram indicates that the PCR coa gene methode can
be used to detect S. aureus contamination in traditional lulur sample.

Key word : Traditional lulur, Staphylococcus aureus, PCR, optimization

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i


HALAMAN JUDUL................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................... vi
ABSTRAK .................................................................................................. vii
ABSTRACT .................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
METODE PENELITIAN ............................................................................ 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 11
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 33
LAMPIRAN................................................................................................. 40
BIOGRAFI PENULIS ................................................................... ............. 51

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Hasil Uji Kualitatif Isolat DNA....................................... 16
Tabel 2. Parameter yang Divariasikan pada Penelitian.................. 20
Tabel 3. Program PCR yang Dijalankan dalam Penelitian............. 20
Tabel 4. Hasil optimasi PCR Gen coa dari Berbagai Kondisi....... 24

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Hasil Kultur Murni S. aureus pada Media........................ 13


Gambar 2. Hasil Kultur Sampel Lulur Tradisional pada Media
Eugon LT 100 Broth........................................................ 14
Gambar 3. Hasil Analisis Kualitatif (a) Isolat DNA Kultur murni S.
aureus (b) Isolat DNA Sampel dengan Metode
Elektroforesis.................................................................. 17
Gambar 4. Situs Penempelan Primer Gen coa pada Double Strand
DNA................................................................................ 19
Gambar 5. Peta Sumuran Elektroforesis Produk PCR....................... 20
Gambar 6. Hasil Amplifikasi PCR Gen coa pada Konsentrasi
Primer 0,2 μM dan 30 Siklus (a) Suhu Annealing
52℃ (b) Suhu Annealing 57℃ (C) Suhu Annealing
62,4℃.............................................................................. 21
Gambar 7. Hasil Amplifikasi PCR Gen coa pada Konsentrasi
Primer 0,25 μM dan 30 Siklus (a) Suhu Annealing
52℃ (b) Suhu Annealing 57℃ (c) Suhu Annealing
62,4℃.............................................................................. 22
Gambar 8. Hasil Amplifikasi PCR Gen coa pada Konsentrasi
Primer 1 μM dan 30 Siklus (a) Suhu Annealing 52℃ (b)
Suhu Annealing 57℃ (c) Suhu Annealing
62,4℃.............................................................................. 22
Gambar 9. Hasil Amplifikasi PCR Gen coa pada Konsentrasi
Primer 0,2 μΜ dan 35 Siklus (a) Suhu Annealing
52℃ (b) Suhu Annealing 57℃ (c) Suhu Annealing
62,4℃.............................................................................. 23
Gambar 10. Hasil Amplifikasi PCR Gen coa pada Konsentrasi
Primer 0,25 μΜ dan 35 Siklus (a) Suhu Annealing 52℃
(b) Suhu Annealing 57℃ (c) Suhu Annealing
62,4℃.............................................................................. 23
Gambar 11. Hasil Amplifikasi PCR Gen coa pada Konsentrasi
Primer 1 μΜ dan 35 Siklus (a) Suhu Annealing 52℃ (b)
Suhu Annealing 57℃ (c) Suhu Annealing
62,4℃.............................................................................. 24
Gambar 12. Sampel Lulur Tradisional................................................ 40
Gambar 13. Hasil Ekstraksi DNA (a) Sampel Lulur (b) Kontrol
Positif S. Aureus............................................................... 41
Gambar 14. Situs Penempelan Primer Gen coa pada Double Strand
DNA................................................................................ 42

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Sampel Lulur Tradisional..................................................... 40
Lampiran 2. Hasil Ekstraksi DNA............................................................. 41
Lampiran 3. Situs Penempelan Primer...................................................... 42
Lampiran 4. Go Taq Green Master Mix Certificate of Analysis................ 44
Lampiran 5. Informasi pemakaian Go Taq Green Master Mix.................. 45
Lampiran 6. Reaksi Go Taq Green Mastermix yang Digunakan............... 46
Lampiran 7. Primer Gen coa.................................................................... 47
Lampiran 8. Informasi Penggunaan GeneJET Genomic DNA
Purification Kit..................................................................... 48
Lampiran 9. Informasi Penggunaan Nucleic Acid Gel Stain..................... 49
Lampiran 10. Informasi Penggunaan Loading Dye.................................... 50
Lampiran 11. Informasi Penggunaan DNA Ladder.................................... 50

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENDAHULUAN
Saat ini, terdapat pengembangan metode untuk mendeteksi cemaran dalam
suatu sampel dari metode konvensional menjadi metode molekuler. Polymerase
Chain Reaction atau disingkat PCR adalah metode molekuler yang banyak
digunakan untuk mendeteksi cemaran mikroorganisme karena kemampuannya
yang dapat melipatgandakan DNA spesifik dari organisme yang ingin dideteksi
secara cepat (Pertiwi dkk, 2015). Metode PCR banyak digunakan untuk
mendiagnosis penyakit, mengurutkan gen, dan untuk studi kuantitatif dan genomik
secara cepat (Garibyan and Avashia, 2014). Saat ini, PCR telah menjadi metode di
laboratorium mikrobiologi diagnostik untuk mendeteksi dan/atau
mengkarakterisasi mikroorganisme seperti bakteri penyebab penyakit karena lebih
sensitif dan cepat dibanding metode diagnostik konvensional (Carter, Schuller,
James, Sloots, dan Halliday, 2010). Pada berbagai penelitian, PCR banyak
digunakan untuk deteksi cemaran bakteri pada bahan pangan (Widyastuti dan
Nurdyansah, 2017). Selain itu, beberapa penelitian saat ini mulai menggunakan
metode PCR untuk mendeteksi cemaran bakteri pada kosmetik dan produk farmasi.
Metode PCR bahkan sudah dicantumkan oleh FDA (2020a) pada Bacteriological
Analytical Manual (BAM) untuk mendeteksi beberapa jenis bakteri. Meskipun
begitu, PCR belum menjadi metode yang umum digunakan untuk deteksi cemaran
kosmetik di Indonesia. Metode yang umum dan masih menjadi standar di Indonesia
untuk deteksi cemaran bakteri dalam sampel kosmetik adalah metode biokimia
konvensional seperti uji oksidase dan katalase (BPOM RI, 2011).
Adanya bakteri patogen dalam produk kosmetik tentu sangat meresahkan
mengingat penggunaan kosmetik saat ini sangat populer dan minat masyarakat
Indonesia terhadap kosmetik meningkat. Menurut Kemenperin (2018), peningkatan
ini dapat dilihat dengan bertambahnya industri kosmetik pada tahun 2017 sebanyak
153 perusahaan menjadi lebih dari 760 industri kosmetik, dimana 95% dari
perusahaan tersebut merupakan sektor industri kecil dan menengah (Kemenperin,
2018). Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Emorsy and Hafz (2016), Neza
and Centini (2016), dan Onurdag, Özgen, and Abbasoğlu (2010), ditemukan
berbagai kosmetik yang telah terkontaminasi bakteri di pasaran, salah satunya

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

cemaran S. aureus yang cukup membahayakan karena bakteri ini dapat


menyebabkan infeksi kulit. Oleh karena itu, pengawasan terhadap keamanan
kosmetik yang beredar di pasaran haruslah diperketat.
Salah satu kosmetik perawatan yang banyak digunakan di Indonesia
adalah lulur tradisional. Kosmetik ini sangat mudah dijumpai di pasaran, harganya
terjangkau, dan mudah diaplikasikan (Putra dkk, 2016). Lulur sendiri merupakan
sediaan kosmetik yang digunakan untuk kulit. Jika melihat kriteria kosmetik dalam
aturan BPOM RI (2019a), lulur tradisional termasuk kriteria kosmetik yang tidak
diperuntukan bagi anak di bawah tiga tahun, membran mukosa, dan area sekitar
mata. Oleh karena itu, lulur tradisional yang beredar harus mengikuti syarat
keamanan dari BPOM RI (2019a) yang menyatakan bahwa S. aureus harus negatif
per 0,1 g atau 0,1 ml sampel (BPOM RI, 2019a). Syarat ini seharusnya dipenuhi
oleh produsen lulur tradisional untuk memastikan bahwa kosmetik yang diproduksi
aman untuk digunakan konsumen.
Salah satu kota di Indonesia yang sampai saat ini masih ditemui banyak
produsen lulur tradisional adalah Kota Yogyakarta. Berdasarkan survei yang
dilakukan oleh peneliti, terdapat 10 Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kota
Yogyakarta yang masih memproduksi lulur tradisional dan 6 diantaranya belum
memiliki izin BPOM. Lulur yang sudah berizin BPOM memiliki sertifikat CPKB
dan telah melakukan uji cemaran terhadap produk sehingga keamanannya lebih
terjamin. Berbeda dengan lulur yang belum memiliki izin BPOM yang belum
dilakukan uji cemaran dan penerapan CPKB oleh produsen tidak diketahui. Hal ini
memberikan peluang cemaran S. aureus yang cukup besar untuk produk lulur
tradisional yang diproduksi pada skala UKM yang belum berizin BPOM. Kosmetik
yang tercemar Staphylococcus aureus sangat membahayakan kesehatan mengingat
bakteri ini merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi kulit seperti
jerawat, impetigo, bisul, selulitis, folikulitis, bisul, dan abses (Bilung et al., 2018).
Adanya cemaran S. aureus pada sampel kosmetik bisa dideteksi dengan
metode PCR. Dalam mengidentifikasi S. aureus pada suatu sampel dengan metode
PCR, gen coa dianggap spesifik dan telah lama digunakan sebagai kriteria prinsipal
untuk separasi S. aureus dari spesies Staphylococcus lainnya (Chavez-Almanza et
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

al., 2017). Adanya enzim ini di hampir semua strain Staphylococcus


aureus menjadikan amplifikasi gen coa sebagai metode molekuler yang sederhana
untuk studi epidemiologi S. aureus (Efendi, Atikah, Hisyam, Hastutiek, dan
Tyasningsih, 2019). Berbagai penelitian untuk mengidentifikasi S. aureus pada
berbagai sampel dengan PCR gen coa ini pun pernah dilakukan. Sebagai contoh
adalah penelitian Chávez‐Almanza (2016) yang mendeteksi S. aureus pada selada
segar dan penelitian Ahmadi, Rohani, dan Ayremlou (2010) yang mendeteksi S.
aureus pada sampel susu. Gen coa dapat mendeteksi S. aureus pada sampel jika
terdapat band yang sesuai ukuran target yang terbentuk setelah proses amplifikasi
PCR.
Untuk menghindari produk yang tidak spesifik, PCR perlu dioptimasi.
Ketika sumber template, instrumen, dan reagen berubah, atau ketika amplifikasi
dari DNA fragmen lainnya diperlukan, kondisi PCR yang baru diperlukan.
Komponen pengujian yang penting untuk dioptimasi yaitu suhu annealing, siklus,
dan konsentrasi primer. Menurut Amanda (2019), ketiga faktor tersebut perlu
dioptimasi karena penggunaan kondisi yang salah dari faktor tersebut dapat
menyebabkan kegagalan amplifikasi PCR yang tidak diinginkan (Amanda, 2019).
Suhu annealing perlu dioptimasi karena parameter ini berkaitan dengan sensitivitas
dan spesifitas PCR dalam menghasilkan produk, dimana jika terlalu rendah akan
terjadi reaksi yang tidak spesifik dan jika terlalu tinggi akan menyebabkan
berkurangnya amplifikasi (Krismoni, 2020). Lalu, optimasi konsentrasi primer dan
jumlah siklus penting dilakukan karena konsentrasi yang terlalu rendah ataupun
terlalu tinggi dapat mempengaruhi sensitivitas PCR (jumlah produk PCR yang
sedikit atau tidak ada sama sekali, dan produk PCR yang dihasilkan tidak
spesifik/menghasilkan primer dimer, smear, atau multiple band yang mengganggu
produk PCR) dan jumlah siklus amplifikasi yang terlalu banyak ataupun terlalu
sedikit dapat mempengaruhi produk akhir PCR seperti banyaknya produk PCR
yang tidak spesifik atau tidak dihasilkannya produk PCR (Safanah, Djuminar,
Merdekawati, Kurniawan, dan Ernawati, 2019; Siswanto, 2019). Berdasarkan latar
belakang yang sudah peneliti paparkan, peneliti berkeingian untuk melakukan
penelitian dengan tujuan untuk mengetahui kondisi optimum PCR gen coa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berdasarkan parameter suhu annealing, konsentrasi primer, dan jumlah siklus, serta
mengetahui kemampuan PCR gen coa dalam mendeteksi cemaran S. aureus dalam
sampel lulur tradisional. Lulur yang dijadikan sampel penelitian ini adalah lulur
yang belum memiliki izin edar yang diambil dari salah satu UKM di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

METODE PENELITIAN

Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis dan rancangan penelitian pada penelitian ini adalah penelitian
observasional. Penelitian observasional adalah penelitian dimana peneliti hanya
melakukan pengamatan/observasi, tanpa memberikan intervensi pada sampel yang
akan diteliti. Hal ini dikarenakan tidak dilakukan manipulasi pada sampel dimana
sampel lulur tradisional nantinya dideteksi dengan metode PCR

Bahan Penelitian
1. Bahan utama penelitian ini adalah lulur tradisional
2. Bahan untuk isolasi dan kultur yaitu etanol 70% dan Eugon LT 100 Broth
(Himedia)
3. Bahan untuk ekstraksi DNA bakteri yaitu lysis buffer (terdiri dari 20 mM Tris-
HCl, pH 8,0, 1,2% Triton X-100, 2 mM EDTA, dan lysozyme 20 mg/mL),
etanol 50%, etanol 96%, GeneJET Genomic DNA Purification Kit yang terdiri
atas purification column, colection tube, Proteinase K, RNase A, Wash Buffer
I, Wash Buffer II, dan Elution Buffer
4. Bahan untuk amplifikasi DNA dan elektroforesis adalah GoTaq® Green
Mastermix (Promega), primer coa gene Forward:
5´ATAGAGATGCTGGTACAGG-3´ dan Reverse:
5´GCTTCCGATTGTTCGATGC-3´ (Macrogen), nuclease free water,
ExcelDye 6x DNA loading dye (SMOBiO), AccuBandTM 100 bp+3K DNA
ladder (SMOBiO), TBE 10X (Himedia), agarosa (GeneDirex), akuabides, dan
FluoroVueTM Nucleic Acid Gel Stain (SMOBiO)
5. Bakteri baku sebagai pembanding yaitu Staphylococcus aureus ATCC 6538

Alat dan Instrumen


Pada penelitian ini, alat dan instrumen yang digunakan yaitu autoklaf
(Hirayama HVE 50), autoklaf (ALP Co.), Thermal cycler (Bio-rad), inkubator
(WTC Binder), oven (Memmert), mikrosentrifus (Thermo Scientific), Biosafety

5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Cabinet (ESCO Class II Type A2), timbangan analitik digital dengan ketelitian
0,0001 g (Ohaus), kulkas (Samsung), vortex mixer (Fisher Scientific), elektroforesis
set (Bio-rad), Microwave (Electrolux), UV transilluminator (AnalytikJena),
hotplate (Thermo Scientific), tabung mikrosentrifus (Eppendorf), PCR tube
(Axygen), PCR Cooler (Eppendorf), Spindown (Biologix), mikropipet (Gilson),
yellow tip (Axygen), blue tip (Axygen), pipet tetes, jarum ose, jarum enten, bunsen,
pipet ukur, pipet volume, tabung reaksi, glasfirn, rak tabung reaksi, gelas ukur,
magnetic stirrer, gelas beker, dan labu erlenmeyer.

Pemilihan dan Pengambilan Sampel


Pada penelitian ini, satu lulur tradisional yang dijual oleh salah satu UKM
di Kota Yogyakarta dijadikan sampel penelitian. UKM yang dipilih adalah UKM
yang memproduksi lulur tradisional sendiri (home industry). Kriteria sampel lulur
tradisional dalam penelitian adalah berbentuk serbuk, tidak disimpan lebih dari
seminggu, belum melewati masa kadaluarsa, dan belum memiliki izin edar.
Pengambilan sampel hanya dilakukan satu kali dan hanya diambil satu sampel.
Lulur tradisional yang dijual oleh UKM tersebut kemudian dibawa ke Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma untuk diteliti

Penyiapan Sampel
Sebelum dibuka, kemasan kosmetik lulur dibersihkan dengan kapas yang
telah diberi alkohol konsentrasi 70%.

Kultur Kontrol Positif dan Pembuatan Kontrol Media


Untuk kultur kontrol positif, ke dalam permukaan cairan media yang berisi
10 mL Eugon LT 100 Broth, kultur murni S. aureus ATCC 6538 diinokulasikan,
kemudian dicampurkan dengan baik. Untuk kontrol media, sebanyak 10 mL media
Eugon LT 100 Broth dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kontrol positif (kultur
murni S. aureus) dan kontrol media kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama
24 jam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Isolasi Cemaran Bakteri S. aureus pada Sampel Lulur Tradisional


Sebanyak 1 gram sampel yang sudah diperlakukan secara aseptik
ditambahkan ke 10 mL Eugon LT 100 Broth sebagai media dan agen penetral.
Kultur sampel tersebut di replikasi sejumlah 2 tabung. Lalu, media berisi sampel
diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam. Untuk memastikan keaseptisan
pengerjaan dan menghindari positif palsu, kontrol media dibuat. Kontrol media
dibuat dengan cara yaitu sejumlah 10 mL media Eugon LT 100 Broth dimasukkan
pada tabung reaksi. Setelah itu, tabung berisi media tersebut diinkubasi pada suhu
37°C selama 24 jam.

Ekstraksi DNA Sampel dan DNA Kontrol Positif


Isolasi DNA dari sampel lulur tradisional, kultur murni S. aureus, dan
kontrol media dilakukan menggunakan GeneJET Genomic DNA Purification Kit
dengan protokol isolasi untuk bakteri gram positif (Lampiran 8). Media yang telah
diinkubasi turut diekstraksi untuk memastikan tidak terkontaminasinya media
selama proses kultur (melihat ada tidaknya DNA di dalamnya). Langkah pertama
yang dilakukan pada tahap ini yaitu Lysis Buffer bakteri Gram-positif (berisi 20 mM
Tris-HCl (pH 8,0), 1,2% Triton X-100, dan 2 mM EDTA) disiapkan terlebih
dahulu. Sebelum Lysis Buffer digunakan, lisozim ditambahkan sebanyak 20
mg/mL. Lalu, sebanyak 1 mL isolat dari isolasi cemaran bakteri pada sampel
dimasukkan dalam tabung mikrosentrifus ukuran 1,5 mL, untuk kontrol positif
menggunakan 1 mL isolat bakteri murni, dan untuk kontrol media menggunakan 1
mL kontrol media pada tahap kultur. Setelah itu, tabung berisi isolat tersebut
disentrifugasi dengan waktu 10 menit pada 5000 x g dan supernatan yang diperoleh
dibuang. Selanjutnya, endapan pada tabung mikrosentrifus ditambahkan 180 μL
Lysis Buffer bakteri Gram-positif dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit.
Lalu, 200 μL Lysis Solution dan juga 20 μL Proteinase K ditambahkan ke dalamnya.
Campuran dihomogenisasi dengan vortex dan diinkubasi pada 56°C sambil sesekali
di-vortex sampai sel benar-benar lisis (sekitar 30 menit). Selanjutnya, sebanyak 20
μL larutan RNase A ditambahkan. Lalu, dengan menggunakan vortex, campuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dihomogenkan dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Selanjutnya, 400
μL etanol 50% ditambahkan dan dicampur dengan vortex.
Lysate yang sudah dipreparasi dipindahkan ke GeneJET Genomic DNA
Purification Column (kolom purifikasi) dengan dimasukkan ke dalam collection
tube. Kolom disentrifugasi selama 1 menit pada 6000 x g. Collection tube yang
berisi larutan flow-through kemudian dibuang. Collection tube baru dengan ukuran
2 mL disiapkan kemudian kolom purifikasi tadi dimasukkan pada collection tube
tersebut. Sebanyak 500 μL Wash Buffer I (dengan etanol 96%) ditambahkan. Lalu,
campuran tersebut disentrifugasi kembali selama 1 menit pada 8000 x g. Larutan
flow-through yang diperoleh kemudian dibuang dan tempatkan kembali
purification column ke dalam collection tube. Sebanyak 500 μL Wash Buffer II
(sudah ditambah etanol 96%) ditambahkan pada purification column. Kemudian
campuran tersebut kembali disentrifugasi selama 3 menit dengan kecepatan
maksimum (≥12000 x g). Collection tube yang berisi larutan flow-through
kemudian dibuang. Collection tube baru dengan ukuran 2 mL disiapkan kemudian
kolom purifikasi tadi dimasukkan pada collection tube tersebut. Setelah itu,
sebanyak 200 μL Elution Buffer ditambahkan pada purification column untuk
mengelusi DNA genomik. Pada suhu kamar, campuran diinkubasi 2 menit. Setelah
itu, campuran disentrifugasi dengan kecepatan 8000 x g selama 1 menit. Lalu,
purification column yang dipakai sebelumnya dibuang. DNA yang telah
dipurifikasi dapat segera digunakan untuk tahap selanjutnya ataupun dapat
disimpan di suhu -20°C.

Uji Kualitatif DNA


Isolat DNA yang telah diperoleh sebelumnya diambil sejumlah 3 µL dan
ditambahkan 2 µL akuabides serta 1 µL loading dye, lalu dihomogenkan. Setelah
itu, 6 µL dari campuran tersebut dimasukkan ke sumuran pada gel agarose 1,5%
dan sudah berisi TBE 1X pada tray elektroforesis. Marker yang digunakan yaitu 3
µL 100 bp DNA ladder. Elektroforesis diatur dengan tegangan 100 V dalam waktu
30 menit. Hasil yang didapat lalu divisualisasikan menggunakan UV
Transilluminator dan didokumentasi menggunakan kamera.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Optimasi PCR untuk Deteksi S. aureus dalam Sampel Lulur Tradisional


Untuk amplifikasi dilakukan menggunakan DNA yang sudah diekstraksi
dari masing-masing sampel. Konsentrasi primer yang digunakan dalam penelitian
ini divariasikan berdasarkan berbagai jurnal yaitu 0,2 μM (Ahmadi et al., 2010),
0,25 μM (Javid et al., 2018), dan 1 μM (Effendi et al., 2019). Proses amplifikasi
dilakukan dengan menggunakan volume reaksi total sebanyak 25 μL yang
mengandung 12,5 μL campuran Taq (Promega, USA), 5 μL template DNA yang
diperoleh dari hasil ekstraksi DNA, larutan primer gen coa forward dan reverse
(forward: 5´-ATAGAGATGCTGGTACAGG-3´ dan Reverse:
5´GCTTCCGATTGTTCGATGC-3´) berdasarkan acuan Ahmadi et al. (2010)
dengan jumlah masing-masing primer 0,5 μL untuk konsentrasi 0,2 μM, 0,625 μL
untuk konsentrasi 0,25 μM, dan 2,5 μL untuk konsentrasi 1 μM, dan sejumlah
nuclease free-water yang ditambahkan sampai volume reaksi total 25 μL (Lampiran
6). Kontrol negatif dibuat dengan mengganti template DNA dengan Nuclease Free
Water sementara kontrol positif mengandung DNA yang diekstraksi dari kultur S.
aureus ATCC 6538 (Dei-Tutuwa, 2019).
Semua komponen PCR ini selanjutnya diamplifikasikan dengan
menggunakan alat Thermal Cycler (Fisher Scientific). Pengaturan program PCR
yaitu suhu predenaturasi 94°C dengan waktu 45 detik, denaturasi dengan suhu 94°C
dengan waktu 20 detik, diikuti dengan annealing pada variasi suhu 52°C, 57°C,
62,4°C dengan waktu 15 detik, ekstensi dengan suhu 72°C dengan waktu 15 detik
dan ekstensi akhir dengan suhu 72°C dengan waktu 2 menit (Ahmadi et al, 2010).
Siklus yang digunakan divariasikan berdasarkan acuan yaitu 30 (Ahmadi et al,
2010) dan 35 (Chavez-Almanza et al., 2017). Variasi suhu annealing didapatkan
dengan mencari rata-rata suhu leleh (Tm) dari primer forward dan reverse lalu
dihitung berdasarkan (Tm–5)°C sampai dengan (Tm+5)°C. Untuk menghitung Tm
sendiri, digunakan rumus Tm = 2(A+T) + 4(G+C).

Elektroforesis DNA Sampel Lulur Tradisional dan Kontrol Positif


Disiapkan 1,5% (b/v) gel agarosa. Setelah itu, ditambahkan Nucleic Acid
Gel Stain sebanyak 2,5 μl. Pada tray elektroforesis yang sudah terpasang sisiran,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

larutan agarosa yang masih hangat dituangkan. Didiamkan hingga agarosa dingin
dan mengeras. Kemudian setelah mengeras, larutan buffer TBE 1X ditambahkan.
Selanjutnya, 5 µl amplicon baik kontrol positif, kontrol negatif, maupun sampel
masing-masing dimasukkan ke dalam sumuran. Sebagai marker digunakan 100 bp
DNA Ladder 3 µl. Kondisi elektroforesis yang digunakan adalah dengan tegangan
100 V selama 30 menit.

Tata Cara Analisis Hasil Penelitian


Hasil elektroforesis divisualisasikan pada UV Transilluminator dan
didokumentasikan dengan kamera. Kondisi optimum PCR ditentukan dengan
melihat semua produk amplifikasi PCR dengan berbagai parameter yang telah
diatur (suhu annealing, siklus, dan konsentrasi primer). Kondisi PCR dinyatakan
optimum apabila diantara produk dari berbagai variasi kondisi yang dihasilkan
memiliki band yang baik. Hasil PCR dikatakan baik/optimal apabila dihasilkan
band tebal, jelas, sesuai ukuran target (838 bp), dan tunggal. Dari produk PCR yang
optimum, maka dapat diperoleh kondisi yang optimum dari PCR gen coa
berdasarkan parameter suhu annealing, konsentrasi primer, dan jumlah siklus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HASIL DAN PEMBAHASAN


Polymerase Chain Reaction, metode yang mampu mengamplifikasi gen coa
S. aureus pada sampel lulur tradisional, digunakan sebagai metode pada penelitian
ini. Coagulase sendiri merupakan gen yang menjadi faktor penentu fenotipik dan
virulensi penting dari S. aureus. Kemampuan coa untuk membekukan plasma
adalah sifat yang khas dari S. aureus dan membedakannya dari spesies lain (Effendi
et al., 2019). Coa dipilih untuk dijadikan target karena merupakan enzim yang
diekspresikan di semua strain S. aureus sehingga memudahkan dalam deteksi
(Hosseini et al, 2016). Keunggulan dari gen ini dibandingkan dengan metode gen
lain yaitu dapat membedakan isolat S. aureus pada tingkat strain, telah banyak
digunakan dengan hasil yang sederhana, akurat, dan reproducible (Sharma et al.,
2017).

Pemilihan dan Pengambilan Sampel Lulur Tradisional


Sampel lulur tradisional diambil dari salah satu UKM yang memproduksi
lulur tradisional di Kota Yogyakarta. Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti,
cukup banyak UKM di Kota Yogyakarta yang masih memproduksi lulur secara
tradisional. Lulur tradisional yang dipilih adalah lulur berbentuk serbuk, belum
melewati masa kadaluarsa, masa penyimpanan tidak lebih dari seminggu, dan
belum memiliki izin edar. Dari beberapa sampel yang masuk kriteria, peneliti
memilih satu sampel lulur tradisional secara acak. Pemilihan lulur tradisional yang
belum memiliki izin edar BPOM berkaitan dengan peraturan BPOM (2020) yang
mencantumkan bahwa lulur lulur yang ingin mengajukan izin edar BPOM harus
memiliki sertifikat CPKB dan telah melakukan uji cemaran terhadap produknya
(BPOM, 2020). Dengan demikian, lulur dengan izin edar BPOM lebih terjamin
keamanannya. Hal ini berbeda dengan lulur yang belum memiliki izin edar, dimana
produk tersebut belum memiliki surat keterangan bebas cemaran mikroba dan
penerapan CPKB oleh produsen belum diketahui pasti sehingga keamanannya juga
belum terjamin. Lulur yang Sampel lulur tradisional diambil sebanyak satu kali
pengambilan pada bulan Februari 2021 (Lampiran 1).

11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

Penyiapan Sampel
Lulur tradisional yang telah diambil dari UKM di Kota Yogyakarta lalu
dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma untuk diteliti lebih lanjut. Sebelum kemasan lulur dibuka, seluruh kemasan
sampel diseka dengan kapas beralkohol 70%. Hal ini bertujuan menghindari adanya
kontaminasi yang berasal dari luar produk atau produsen yang dapat mengganggu
hasil penelitian. Menurut Riza, Rusdy, Isnandar, dan Sari (2020), mikroba akan
mati jika terpapar alkohol 70% karena konsentrasi inilah yang paling optimal dalam
membunuh mikroba. Alkohol dengan konsentrasi yang terlalu berlebihan/tinggi
hanya dapat mendenaturasi protein di luar sel bakteri (Riza et al., 2020).

Kultur Kontrol Positif


Kontrol positif pada penelitian ini berupa kultur murni dari S. aureus
ATCC 6538 yang digunakan sebagai pembanding terhadap sampel. Menurut
Krismoni (2020), penanaman kultur murni pada media cair dilakukan agar lebih
mudah untuk menghomogenkan bakteri pada proses ekstraksi DNA (Krismoni,
2020). Media Eugone LT 100 Broth berfungsi untuk meningkatkan populasi
mikroba awal (BPOM, 2019a). Menurut spesifikasinya, S. aureus ATCC 6538 yang
dipakai sebagai kontrol positif juga dapat tumbuh dengan baik pada media ini
(Himedia, 2018). Kekeruhan pada media menandakan hasil positif atau
bertumbuhnya bakteri dalam media (Kabense dkk., 2019). Sebagai pembanding,
digunakan kontrol media untuk melihat sterilitas dari media, serta mengetahui
keaseptisan selama penelitian. Setelah diinkubasi, didapatkan bahwa kultur murni
S. aureus ATCC 6538 dapat tumbuh pada media pengkaya dan tidak terdapat
kontaminasi media. Hal ini dapat dilihat dari adanya kekeruhan pada dasar tabung
reaksi kultur murni sedangkan pada tabung reaksi berisi media tidak terdapat
kekeruhan atau gumpalan dan jernih (Gambar 1).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

M 1 2

Gambar 1. Hasil Kultur Murni S. aureus pada Media Eugone LT 100 Broth
Keterangan:
M : Kontrol media
1 : Kultur 1
2 : Kultur 2

Isolasi Cemaran Bakteri S. aureus pada Sampel Lulur Tradisional


Pada tahap isolasi cemaran dari sampel lulur tradisional, media Eugone LT
100 Broth digunakan sebagai media pertumbuhan karena Eugone LT 100 Broth
mengandung agen netralisasi untuk menetralkan bahan antimikroba dalam sampel
(lesitin dan polisorbat 80) (BPOM, 2019). Media Eugone LT 100 Broth dipilih
karena dapat membantu pemulihan dan pertumbuhan mikroba dalam sampel lulur
yang terpapar bahan antimikroba sehingga mikroba dapat tumbuh/terkultur dengan
baik (Wright, 2018). Isolasi mikroba memiliki prinsip yaitu memisahkan satu jenis
yang berasal dari campuran berbagai mikroba (Lestari dan Hartati cit. Badaring,
Fiqriansyah, dan Bahri, 2020). Untuk melihat sterilitas media dan mengetahui
keaseptisan penelitian, digunakan kontrol media sebagai pembanding. Setelah
inkubasi, terlihat adanya kekeruhan pada media yang berisikan sampel 1 dan 2
sedangkan kontrol media berwarna jernih (Gambar 2). Hal ini berarti bahwa
terdapat bakteri pada sampel yang tumbuh di media pertumbuhan dan tidak ada
kontaminasi media.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

(1) (2) KM

Gambar 2. Hasil Kultur Sampel Lulur pada Eugone LT 100 Broth


Keterangan:
1 : Sampel 1
2 : Sampel 2
KM : Kontrol media

Ekstraksi DNA Sampel dan DNA Kontrol Positif


Prinsip dari ekstraksi DNA adalah mendapatkan DNA yang murni dan
terbebeas dari komponen sel yang lain (Murtiyaningsih, 2017). Rachmawati dkk.
(2013) menerangkan, secara umum, ada beberapa tahapan dalam isolasi DNA
bakteri, yaitu isolasi sel, lisis sel, purifikasi DNA, dan pengendapan. Pada langkah
awal, dilakukan pemanenan sel kultur bakteri untuk nantinya disentrifugasi agar
pelet didapatkan (Lampiran 8). Menurut Murtiyaningsih (2017), sentrifugasi
memiliki prinsip utama yaitu pemisahan substansi yang didasarkan pada berat
jenis molekul sehingga nantinya substansi yang dengan berat jenis molekul yang
lebih ringan akan terletak di atas sedangkan untuk substansi yang lebih berat akan
berada di dasar (Murtiyaningsih, 2017). Pelet yang dihasilkan merupakan sel isolat
bakteri. Penambahan larutan lisis, Digestion solution, dan Proteinase K solution
pada pelet yang telah didapatkan berfungsi untuk melisiskan/menghancurkan
dinding sel dari bakteri sehingga komponen sel dapat dikeluarkan, serta
mendegradasi protein pengotor atau rantai polipeptida dalam komponen sel
(Hidayati dkk., 2016). RNAse kemudian ditambahkan pada mikrosentrifus dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

tujuan untuk menghilangkan RNA yang merupakan zat pengotor bagi DNA yang
akan diisolasi dengan cara mendegradasi RNA (Rachmawati, 2013).
Tahap berikutnya adalah tahap presipitasi yang bertujuan untuk
memisahkan DNA dari zat-zat pengotor dengan mengendapkan DNA dengan
menggunakan etanol 50% (Rachmawati, 2013). Sentrifugasi dilakukan sebanyak
2 kali, dimana sentrifugasi pertama bertujuan untuk memisahkan supernatan dan
DNA pada column dan yang kedua untuk memastikan residu etanol tidak terdapat
pada hasil DNA yang telah diektraksi (Amanda dkk., 2019). Selanjutnya, untuk
membersihkan sisa zat pengotor pada hasil DNA, dilakukan penambahan Wash
Buffer (Rachmawati, 2013). Penambahan elution buffer pada kolom dan
sentrifugasi pada kolom berfungsi untuk memindahkan DNA melewati membran
ke dalam tube (Amanda dkk., 2019). Hasil akhir dari sentrifugasi adalah isolat
DNA yang berupa supernatan (Rachmawati, 2013). Dari tahap ekstraksi DNA ini,
didapatkan 2 tabung mikrosentrifus hasil isolasi DNA dari masing-masing kultur
sampel, 2 tabung mikrosentrifus hasil isolasi DNA kultur murni S. aureus, 1
tabung mikrosentrifus hasil isolasi DNA media sampel, dan 1 tabung
mikrosentrifus hasil isolasi DNA media kontrol positif (Gambar 13). Hasil isolat
DNA yang didapatkan disimpan pada suhu -20℃ karena menurut Sinaga dkk.
(2017), ikatan hidrogen yang menghubungkan dua untai DNA sangat rentan untuk
rusak pada suhu tinggi.

Uji Kualitatif Isolat DNA


Uji kemurnian DNA isolat sampel dan kontrol positif bertujuan untuk
memastikan hasil isolasi DNA sampel dan kultur murni yang diperoleh memadai
untuk diamplifikasikan pada metode PCR (Rachmawati, dkk, 2013). Selain isolat
DNA sampel lulur dan kultur murni S. aureus, uji kualitatif isolat DNA juga
dilakukan pada kontrol media untuk memastikan kontrol media benar-benar tidak
terkontaminasi oleh mikroorganisme apapun. Menurut Prakoso, Wirajana, dan
Suarsa (2016), reaksi amplifikasi DNA dapat dipengaruhi oleh kualitas DNA
template yang digunakan. Kualitas DNA yang buruk dapat menghambat aktivitas
DNA polimerase. Adanya kontaminan dari sisa-sisa zat dari proses isolasi seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

buffer lisis, etanol, ataupun sisa debris sel menyebabkan proses amplifikasi DNA
template menjadi sulit.
Metode elektroforesis digunakan untuk melakukan uji kualitatif isolat
DNA dan hasilnya diamati dengan menggunakan alat UV Transilluminator.
Menurut Harahap (2018), metode elektroforesis memisahkan senyawa bermuatan
(kation ataupun anion) dengan memanfaatkan medan listrik yang dihasilkan
elektroda (Harahap, 2018). Molekul DNA yang memiliki muatan negatif akan
bergerak menuju anoda pada elektroforesis yang bermuatan positif melalui matriks
gel agarosa. DNA dengan molekul yang semakin besar akan memiliki laju migrasi
yang semakin rendah (Utami, Kusharyati, dan Pramono, 2013). Untuk menandakan
migrasi DNA pada elektroforesis, isolat DNA ditambahkan dengan loading dye.
Loading dye juga berfungsi untuk menambah densitas DNA agar DNA selalu
berada di bawah sumuran gel agarosa (Rachmawati, 2013). Gel agarosa yang akan
digunakan sebelumnya juga telah ditambahkan dengan gel stain yang digunakan
untuk mendeteksi ukuran fragmen, kuantitas, dan kualitas DNA berdasarkan sinyal
fluoresen yang ada di dalam gel (Haines, Tobe, Kobus, dan Linacre, 2014). Berikut
adalah tabel dan gambar dari hasil uji kualitatif isolat DNA yang didapatkan dalam
penelitian ini.
Tabel 1. Hasil Uji Kualitatif Isolat DNA

No. Sampel Hasil


1. Isolat DNA Sampel 1 Murni
2. Isolat DNA Sampel 2 Murni
3. Isolat DNA Kultur murni S. aureus 1 Murni
4. Isolat DNA Kontrol murni S. aureus 2 Murni
5. Kontrol media sampel Tidak terkontaminasi
6. Kontrol media kultur murni S. aureus Tidak terkontaminasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

M S1 S2 Kmed
M 1 2 Kmed
3000 bp
3000 bp 1000 bp
1000 bp
500 bp
500 bp
100 bp
100 bp

Gambar 3. Hasil Analisis Kualitatif (a) Isolat DNA Kultur Murni S. aureus (b)
Isolat DNA Sampel dengan Metode Elektroforesis
Keterangan:
M : Marker atau DNA ladder 100 bp
1-2 : isolat DNA S. aureus
S1 : isolat DNA sampel 1
S2 : isolat DNA sampel 2
Kmed : isolat DNA media

Staphylococcus aureus diketahui memiliki ukuran genomik 2,8 Mbp


(Chua et al., 2013). Isolat DNA yang murni dan tidak terdapat kontaminan adalah
isolat DNA yang apabila di elektroforesis memperlihatkan band tebal, single, dan
memiliki ukuran band dengan panjang base pair lebih dari 3000 bp
(Murtiyaningsih, 2017). Jika hasil elektroforesis menunjukkan pita yang tunggal,
ini menandakan bahwa isolat DNA yang diperoleh masih utuh dan tidak
terdegradasi (Prakoso dkk., 2016). Sebaliknya, jika pada band DNA terdapat
adanya smear, maka itu berarti tingkat kemurnian DNA kurang baik (Setiati et al.,
2019). Berdasarkan hasil yang diperoleh, isolat DNA kedua kultur positif dan kedua
sampel dinyatakan murni. Hal ini bisa dilihat dari panjang base pair yang terbentuk
lebih dari 3000 bp yang merupakan batas atas dari ladder 100 bp, hasil yang tebal,
serta tunggal (Gambar 3). Selain itu, tidak terlihat adanya band pada kontrol media.
Ini menandakan bahwa tidak terdapat kontaminasi mikroorganisme lain dan
penelitian yang dilakukan terjamin keaseptisannya. Oleh karena itu, isolat DNA
yang didapatkan bisa dipakai pada tahap optimasi PCR.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

Optimasi PCR untuk Deteksi S. aureus dalam Sampel Lulur Tradisional dan
Elektroforesis Produk PCR
Setelah diperoleh isolat DNA sampel dan kultur murni S. aureus, isolat
kemudian diamplifikasi dengan metode Polymerase Chain Reaction. Terdapat
beberapa tahapan dalam metode PCR, yakni denaturasi cetakan DNA,
annealing/penempelan primer, dan polimerasi. Menurut Joko dkk. (2011), pada
tahap denaturasi, untai DNA yang sebelumnya ganda akan terbelah menjadi untai
tunggal. Saat annealing, primer akan melekat pada sekuens DNA pada tempat yang
spesifik. Lalu, pada tahap elongasi, untai DNA yang berkomplementer/sesuai
dengan sekuens DNA yang telah terbelah pada tahap denaturasi akan terbentuk.
Pada proses amplifikasi PCR untuk penelitian ini, bahan-bahan yang
digunakan yaitu template DNA, primer, nuclease free-water, dan Go Taq Green
Master Mix (terdiri dari dNTPs, buffer, DNA polimerase, dan MgCl2). Menurut
Joko dkk. (2011), DNA template adalah potongan DNA yang nantinya akan
dilipatgandakan, DNA polimerase merupakan enzim yang mengkatalisis terjadinya
reaksi sintesis rantai DNA, dan primer merupakan sekuens atau potongan
oligonukleotida pendek yang memiliki fungsi untuk mengawali sintesis DNA (Joko
dkk., 2011). Ion Mg2+ pada MgCl2 berperan dalam membentuk kompleks dengan
dNTPs yang berfungsi untuk meningkatkan aktivitas enzim polimerase (Muhsinin
dkk., 2018). Komposisi mix PCR yang digunakan pada tahap ini dapat dilihat pada
Lampiran 6.
DNA template pada penelitian ini yaitu isolat DNA bakteri sampel yang
telah diuji secara kualitatif sebelumnya. Isolat DNA kultur murni S. aureus
digunakan sebagai kontrol positif. Untuk kontrol negatif, digunakan Nuclease Free-
Water. Menurut Handoyo dan Rudiretna (2001), kontrol positif diperlukan untuk
mempermudah apabila terdapat permasalahan pada saat penelitian sehingga dapat
dipecahkan dan kontrol negatif diperlukan untuk menghindari terjadinya positif
semu. Bahan selanjutnya yang diperlukan untuk menginisiasi proses amplifikasi
DNA target adalah primer. Dengan adanya primer, gen yang telah ditargetkan akan
teramplifikasi selama proses PCR (Joko dkk., 2011). Sebaiknya, selisih Tm antara
pasangan primer (forward dan reverse) tidak lebih tinggi dari 5°C karena dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

mempengaruhi proses amplifikasi PCR, seperti penurunan atau bahkan proses


amplifikasi tidak dapat terjadi sama sekali (Sasmito, 2014). Pada penelitian ini,
digunakan primer spesifik gen coa yang diadaptasi dari penelitian Ahmadi et al.
(2010) yaitu Forward: 5´-ATAGAGATGCTGGTACAGG-3´ dan Reverse: 5´-
GCTTCCGATTGTTCGATGC-3´ akan mengamplifikasi DNA template pada
daerah 221987 hingga 222824. Nantinya penempelan primer pada DNA template
ini akan menghasilkan product length 838 bp. Gambar 4 dan Lampiran 3
menunjukkan situs penempelan primer yang digunakan pada sekuens DNA.

Gambar 4. Situs Penempelan Primer Gen coa pada DNA Template S. aureus
Keterangan:
: Arah penempelan primer forward
: Arah penempelan primer reverse

Primer forward akan menempel pada DNA template dari 3’ ke 5’ yang


akan membentuk salinan DNA template (sekuens DNA 5’-3’) sedangkan primer
reverse akan melekat pada cetakan DNA dari 5’ ke 3’ yang kemudian akan
membentuk salinan DNA template (sekuens DNA 3’-5’). Pada penelitian ini, ada 3
parameter yang dioptimasi, yaitu suhu annealing, siklus, dan konsentrasi primer
dengan variasi yang disajikan pada Tabel 2. Protokol PCR yang dijalankan dalam
penelitian ini mengadopsi dari Ahmadi et al. (2010) yang bisa dilihat pada Tabel 3.
Berikut adalah tabel yang menyajikan parameter yang divariasikan pada penelitian
dan program PCR yang dijalankan dalam penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

Tabel 2. Parameter yang Divariasikan pada Penelitian


Suhu annealing (℃) Konsentrasi Primer (μM) Siklus
52℃ 0,2 μM 30x
57℃ 0,25 μM 35x
62,4℃ 1 μM

Tabel 3. Program PCR yang Dijalankan dalam Penelitian

Tahap Suhu (℃) Waktu Siklus


Predenaturation 94℃ 45 detik
Denaturation 94℃ 20 detik
52℃
Annealing 57℃ 15 detik 30x 35x
62,4℃
Extension 72℃ 15 detik
Extension akhir 72℃ 2 menit

Sama seperti tahap uji kualitatif isolat DNA, produk hasil PCR yang telah
didapatkan dianalisis dengan menggunakan teknik elektroforesis. Gel agarosa 1,5%
digunakan sebagai fase diam dan buffer TBE 1X digunakan sebagai fase gerak.
Waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan elektroforesis adalah 30 menit dengan
tegangan 100V. Marker/ladder yang digunakan adalah ladder 100 bp. Menurut
Henrici, Pecen, dan Tan (2017), ladder 100 bp digunakan untuk produk PCR
dengan ukuran 100 bp sampai 1000 bp (Henrici et al., 2017). Pada penelitian ini,
ukuran produk PCR yang akan diamati berukuran 838 bp sehingga digunakan Gel
agarosa yang digunakan mempunyai well/sumur sebanyak 8 buah tetapi hanya 5
well saja yang akan diisi (Gambar 5).

Gambar 5. Peta Sumuran Elektroforesis Produk PCR


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

Produk PCR dari sampel 1, sampel 2, kontrol positif, dan kontrol negatif
yang didapatkan langsung dimasukkan ke dalam sumuran. Hal ini karena pada kit
GoTaq® Green Mastermix telah mengandung dua pewarna (biru dan kuning) yang
berfungsi sebagai loading dye yang memungkinkan untuk memantau progres
elektroforesis hasil produk PCR. Setelah proses elektroforesis selesai, hasil
elektroforesis yang telah didapatkan lalu divisualisasikan dengan alat UV
Transiluminator. Dari kondisi PCR yang divariasikan (Tabel 3), terdapat 18 hasil
yang disajikan yang bisa dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 6 sampai Gambar 11.

M K+ S1 S2 K-
M K+ S1 S2 K- M K + S 1 S 2 K -

838 bp
838 bp 838 bp
800 bp 800 bp 800 bp

(a) (b) (c)


Gambar 6. Hasil Amplifikasi PCR Gen coa pada Konsentrasi Primer 0,2 μM
dan 30 Siklus (a) Suhu Annealing 52℃ (b) Suhu Annealing 57℃
(c) Suhu Annealing 62,4℃
Keterangan:
M : Marker atau DNA ladder 100 bp
K+ : Kontrol positif (S. aureus)
S1 : produk PCR dari isolat DNA sampel 1
S2 : produk PCR dari isolat DNA sampel 2
K- : Kontrol negatif (Nuclease Free-Water)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

M K+ S1 S2 K- M K+ S1 S2 K- M K+ S1 S2 K-

838 bp 838 838 bp


bp
800 bp 800 bp
800 bp
Primer dimer
Primer dimer
Primer dimer

(a) (b) (c)


Gambar 7. Hasil amplifikasi PCR gen coa pada Konsentrasi Primer 0,25 μM
dan 30 Siklus (a) Suhu Annealing 52℃ (b) Suhu Annealing 57℃
(c) Suhu Annealing 62,4℃
Keterangan:
M : Marker atau DNA ladder 100 bp
K+ : Kontrol positif (S. aureus)
S1 : produk PCR dari isolat DNA sampel 1
S2 : produk PCR dari isolat DNA sampel 2
K- : Kontrol negatif (Nuclease Free-Water)

M K+ S1 S2 K- M K+ S1 S2 M K+ S1 S2 K-
K-

838 bp 838 bp 838 bp

800 bp
800 bp 800 bp

Primer dimer Primer dimer

(a) (b) (c)


Gambar 8. Hasil Amplifikasi PCR Gen coa pada Konsentrasi Primer 1 μM
dan 30 Siklus (a) Suhu Annealing 52℃ (b) Suhu Annealing 57℃
(c) Suhu Annealing 62,4℃
Keterangan:
M : Marker atau DNA ladder 100 bp
K+ : Kontrol positif (S. aureus)
S1 : produk PCR dari isolat DNA sampel 1
S2 : produk PCR dari isolat DNA sampel 2
K- : Kontrol negatif (Nuclease Free-Water)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

M K+ S1 S2 K- M K+ S1 S2 K-
M K+ S1 S2 K-

838 bp
800 bp
800 bp 838 bp 800 bp

(a) (b) (c)


Gambar 9. Hasil Amplifikasi PCR Gen coa pada Konsentrasi Primer 0,2 μM
dan 35 Siklus (a) Suhu Annealing 52℃ (b) Suhu Annealing 57℃
(c) Suhu Annealing 62,4℃
Keterangan:
M : Marker atau DNA ladder 100 bp
K+ : Kontrol positif (S. aureus)
S1 : produk PCR dari isolat DNA sampel 1
S2 : produk PCR dari isolat DNA sampel 2
K- : Kontrol negatif (Nuclease Free-Water)

M K+ S1 S2 K- M K+ S1 S2 K-
M K+ S1 S2 K-

838 bp 838 bp 838 bp


800 bp 800 bp
800 bp
Multiple band

(a) (b) (c)


Gambar 10. Hasil Amplifikasi PCR Gen coa Pada Konsentrasi Primer 0,25
μM dan 35 Siklus (a) Suhu Annealing 52℃ (b) Suhu Annealing
57℃ (c) Suhu Annealing 62,4℃
Keterangan:
M : Marker atau DNA ladder 100 bp
K+ : Kontrol positif (S. aureus)
S1 : produk PCR dari isolat DNA sampel 1
S2 : produk PCR dari isolat DNA sampel 2
K- : Kontrol negatif (Nuclease Free-Water)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

M K+ S1 S2 K- M K+ S1 S2 K- M K + S 1 S 2 K -

838 bp
838 bp 838 bp
Multiple band
800 bp
800 bp 800 bp
Primer dimer
Primer dimer
Primer dimer

(a) (b) (c)


Gambar 11. Hasil Amplifikasi PCR Gen coa pada Konsentrasi Primer 1 μM
dan 35 Siklus (a) Suhu Annealing 52℃ (b) Suhu Annealing 57℃
(c) Suhu Annealing 62,4℃
Keterangan:
M : Marker atau DNA ladder 100 bp
K+ : Kontrol positif (S. aureus)
S1 : produk PCR dari isolat DNA sampel 1
S2 : produk PCR dari isolat DNA sampel 2
K- : Kontrol negatif (Nuclease Free-Water)

Tabel 4. Hasil Optimasi PCR Gen coa dari Berbagai Kondisi

Konsen-
trasi Suhu
No Siklus Hasil
primer (℃)
(μM)
1. 30 0,2 μM 52℃ Pada kontrol positif, sampel 1 dan 2, band
yang didapatkan tunggal, paling tebal, paling
jelas, dan sesuai ukuran target (838 bp). Band
kontrol negatif tidak terbentuk. Smear dan
primer dimer tidak terlihat
2. 30 0,2 μM 57℃ Pada kontrol positif, sampel 1 dan 2, band
tunggal, tebal, jelas, dan sesuai ukuran target
(838 bp). Band kontrol negatif tidak
terbentuk. Smear dan primer dimer tidak
terlihat.
3. 30 0,2 μM 62,4℃ Tidak terbentuk band pada sampel 1 dan 2,
band hanya terbentuk pada kontrol positif.
Band pada kontrol positif sangat tipis dan
terdapat multiple band. Band kontrol negatif
tidak terbentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

Konsen-
trasi Suhu
No Siklus Hasil
primer (℃)
(μM)
4. 30 0,25 μM 52℃ Terlihat adanya band yang tebal dan
berukuran 838 bp pada kontrol positif, sampel
1 dan 2. Namun, terdapat smear dan primer
dimer. Band kontrol negatif tidak terbentuk.
5. 30 0,25 μM 57℃ Terlihat adanya band yang tebal dan
berukuran 838 bp pada kontrol positif, sampel
1 dan 2. Namun, terdapat smear dan primer
dimer. Band kontrol negatif tidak terbentuk.
6. 30 0,25 μM 62,4℃ Tidak terbentuk band pada sampel 1 dan 2 dan
hanya terbentuk pada kontrol positif. Band
pada kontrol positif sangat tipis dan terdapat
multiple band. Band kontrol negatif tidak
terbentuk
7. 30 1 μM 52℃ Pada kontrol positif, dan sampel 1 dan 2,
terbentuk band berukuran 838 bp. Akan
tetapi, terlihat smear dan primer dimer yang
cukup tebal dan jelas. Band kontrol negatif
tidak terbentuk.
8. 30 1 μM 57℃ Pada kontrol positif, dan sampel 1 dan 2,
terbentuk band berukuran 838 bp. Akan
tetapi, terlihat smear dan sisa primer yang
cukup tebal dan jelas. Band kontrol negatif
tidak terbentuk.
9. 30 1 μM 62,4℃ Tidak terdapat band pada sampel 1 dan 2.
Band hanya terlihat pada kontrol positif
meskipun tipis. Band kontrol negatif tidak
terbentuk.
10. 35 0,2 μM 52℃ Pada kontrol positif, sampel 1 dan 2, terlihat
band yang tebal, tunggal dan berukuran 838
bp. Tidak terlihat adanya smear, multiple
band, maupun primer dimer. Band kontrol
negatif tidak terbentuk
11. 35 0,2 μM 57℃ Pada sampel 1 dan 2, serta kontrol positif
terlihat band yang tebal, tunggal dan
berukuran 838 bp. Tidak terlihat adanya
smear, multiple band, maupun primer dimer.
Band kontrol negatif tidak terbentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

Konsen-
trasi Suhu
No Siklus Hasil
primer (℃)
(μM)
12. 35 0,2 μM 62,4℃ Tidak terdapat band pada sampel 1, sampel 2,
kontrol positif, dan kontrol negatif. Terlihat
adanya primer dimer.
13. 35 0,25 μM 52℃ Band berukuran 838 bp tapi terdapat smear
pada sampel 1 dan sampel 2, serta kontrol
positif. Terdapat multiple band di bawah band
kontrol positif. Band kontrol negatif tidak
terbentuk
14. 35 0,25 μM 57℃ Terdapat band berukuran 838 bp pada sampel
1 dan sampel 2, serta kontrol positif. Namun
terdapat smear tipis pada band. Band kontrol
negatif tidak terbentuk
15. 35 0,25 μM 62,4℃ Pada sampel 1 dan sampel 2, serta kontrol
positif, terdapat band yang jelas dan tunggal
serta berukuran 838 bp. Namun, band pada
sampel tipis. Band kontrol negatif tidak
terbentuk
16. 35 1 μM 52℃ Pada kontrol positif, dan sampel 1 dan 2, band
yang terbentuk tebal dan berukuran 838 bp.
Namun, terdapat multiple band, primer dimer,
dan smear. Band kontrol negatif tidak
terbentuk
17. 35 1 μM 57℃ Pada kontrol positif, dan sampel 1 dan 2, band
yang terbentuk tebal dan berukuran 838 bp.
Namun, terdapat multiple band, primer dimer,
dan smear. Band kontrol negatif tidak
terbentuk
18. 35 1 μM 62,4℃ Pada kontrol positif, dan sampel 1 dan 2, band
yang terbentuk tebal dan berukuran 838 bp.
Namun, terdapat multiple band, primer dimer,
dan smear. Band kontrol negatif tidak
terbentuk

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 4, terdapat beberapa kondisi


optimasi PCR gen coa dengan hasil yang serupa. Akan tetapi, diantara semua
kondisi yang diteliti, kondisi PCR yang paling optimal adalah pada suhu annealing
52℃, konsentrasi primer 0,2 μM, dan 30 siklus (Gambar 6a). Band yang didapatkan
pada kondisi ini sesuai dengan syarat band yang optimal yaitu band yang paling
tebal, tunggal, paling jelas, dan sesuai ukuran target yaitu 838 bp. Tidak terdapatnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

band pada kontrol negatif menandakan bahwa pelarut mastermix berupa nuclease
free-water yang digunakan dalam penelitian ini tidak terkontaminasi.
Pada kondisi yang kurang optimal, seringkali didapatkan smearing band,
multiple band, dan juga primer dimer yang terlihat pada hasil elektrogram. Rahayu,
Saryono, dan Nugroho (2015) mengatakan, smear merupakan band yang berbentuk
seperti noda yang memanjang (Rahayu dkk., 2015). Pada produk PCR, smear
terjadi karena untaian pasangan yang tidak sempurna dari DNA yang teramplifikasi
(Zrimec et al., 2013). Multiple band adalah terlihatnya banyak pita/band berbeda
yang memiliki panjang berbeda dari yang diharapkan/ditargetkan pada hasil
elektroforesis (Surzycki, 2000). Primer dimer sendiri merupakan produk sampingan
proses PCR yang perlu dihindari jika ingin menemukan hasil optimal karena adanya
primer dimer ini menyebabkan berkurangnya produk PCR secara signifikan
sehingga hasil yang diperoleh nantinya kurang maksimal (Sasmito dkk., 2014).
Primer yang seharusnya melekat pada DNA sekuens justru malah saling
berhibridisasi dengan molekul primer lainnya karena string basa komplementer di
primer sehingga menghasilkan primer dimer. Adanya primer dimer ditandai dengan
munculnya pita pendek palsu pada sekitar 30-50 bp (Park et al., 2020).
Pada proses amplifikasi PCR, proses annealing merupakan tahap yang
sangat penting karena optimal atau tidaknya primer menempel pada template DNA
ditentukan oleh tahap ini (Siswanto, 2019). Suhu dimana primer bisa melekat pada
cetakan DNA disebut dengan suhu annealing (Brown, 2016). Pada proses
amplifikasi, suhu annealing merupakan salah satu parameter PCR yang paling
penting karena perbedaan deviasi yang kecil (bahkan 1℃ atau 2℃) pada suhu
annealing dapat membuat perbedaan antara amplifikasi spesifik dan nonspesifik
(Obradovic et al., 2013). Jika suhu terlalu tinggi tidak akan terjadi hibridisasi sama
sekali karena primer dan DNA template tidak berikatan. Jika suhu terlalu rendah,
terjadi hibridisasi yang tidak cocok (mismatched) (Brown, 2016).
Suhu annealing yang ideal harus cukup rendah untuk dapat membuat
primer dan template terhibridisasi, tetapi juga cukup tinggi untuk mencegah
terjadinya mismatched/ketidakcocokan hibridisasi. Suhu annealing yang tepat
dapat diestimasi dengan menentukan melting temperature atau Tm dari primer
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

(Brown, 2016). Suhu annealing biasanya 5°C lebih rendah dari nilai Tm yang telah
dihitung (Obradovic et al., 2013). Menurut Maitriani, Wirajana, dan Yowani
(2015), melting temperature atau Tm merupakan suhu saat setengah untai DNA
ganda terpisah.
Berdasarkan pengamatan visual yang dilakukan terhadap band DNA hasil
elektroforesis, suhu annealing dengan range terendah, yaitu 52°C, menghasilkan
pita yang paling baik dan optimal. Hal ini bisa dilihat dari band yang diperoleh
paling tebal, jelas, dan juga tunggal (Gambar 6a). Hal ini sejalan dengan pendapat
Obradovic et al. (2013), dimana suhu annealing biasanya lebih rendah 5°C dari Tm
primer. Pada penelitian ini, semakin tinggi suhu annealing yang digunakan, band
yang dihasilkan juga semakin kurang optimal. Hal ini bisa dilihat pada suhu
annealing yang lebih tinggi, yaitu 57°C dan 62,4°C, DNA juga teramplifikasi
namun band yang diperoleh kurang kontras dan lebih tipis. Bahkan pada suhu
62,4°C, terdapat sampel yang sama sekali tidak terlihat band-nya. Hal ini mungkin
terjadi karena suhu annealing 57°C dan 62,4°C merupakan suhu yang terlalu tinggi
pada proses amplifikasi ini. Menurut Brown (2016), jika suhu terlalu tinggi tidak
akan terjadi hibridisasi sama sekali karena primer dan DNA template tidak dapat
berikatan. Rosiana dan Widhiantara (2018) menjelaskan bahwa tidak menempelnya
primer menyebabkan enzim polimerase tidak bisa mengkatalisasi proses PCR
sehingga tidak menghasilkan pita DNA.
Konsentrasi primer memiliki pengaruh yang signifikan pada kemanjuran
amplifikasi PCR. Hal ini karena sensitivitas reaksi PCR dapat dipengaruhi oleh
tinggi rendahnya konsentrasi primer dan dapat menyebabkan hasil negatif palsu
(Siswanto, 2019). Konsentrasi yang kurang tepat ataupun berlebihan dapat
mengurangi spesifisitas PCR karena peningkatan mispriming (New England
Biolab, 2021). Terlalu rendahnya konsentrasi primer dapat mengakibatkan
sedikitnya produk PCR bahkan sampai tidak menghasilkan produk sama sekali
sedangkan konsentrasi primer yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan produk PCR
yang dihasilkan tidak spesifik (Borkar, 2018). Dalam penggunaan primer,
konsentrasi akhir primer yang baik berkisar antara 0,05 sampai 1 µM (New England
Biolab, 2021).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

Berdasarkan hasil yang diperoleh, konsentrasi primer yang optimal pada


penelitian ini adalah 0,2 μM. Hal ini bisa dilihat dari hasil band yang tebal, jelas,
tunggal, sesuai ukuran target (838 bp), dan tidak ada smear (Gambar 6a). Pada
konsentrasi 0,25 μM dan 1 μM terlihat adanya smear, band tidak spesifik, dan
terdapat primer dimer yang dapat dilihat dari munculnya pita pendek palsu pada
sekitar 30-50 bp. Menurut Brown (2017), band dan smear pada pita disebabkan
oleh konsentrasi primer yang terlalu tinggi (Brown, 2017). Primer dimer dapat
terbentuk ketika primer mengalami self-anneal (melekat pada hasil salinan lain dari
primer yang sama). Jika ini terjadi, produk kecil kurang dari 100 bp akan muncul
pada gel agarosa (Lorenz, 2012). Band yang tebal dapat diperoleh dengan
konsentrasi primer yang semakin tinggi akan tetapi terkadang dapat diikuti band
yang tidak spesifik (unspecific band) dan kurang jelas (Yuenleni, 2019).
Pada penelitian ini, intensitas pita primer dimer cenderung meningkat
seiring dengan peningkatan konsentrasi primer. Kemunculan band primer dimer
menunjukkan bahwa konsentrasi primer 0,25 μM dan 1 μM tidak optimal atau
terlalu tinggi pada proses amplifikasi PCR ini. Menurut Lorenz (2012), konsentrasi
primer yang terlalu tinggi akan cenderung untuk menempel satu sama lain di atas
DNA template sehingga menghasilkan primer dimer (Lorenz, 2012). Hal ini akan
mengakibatkan hilangnya fungsi primer sehingga berdampak pada berkurangnya
jumlah amplikon yang dihasilkan (Septiari, Yustiantara, dan Yowani, 2015).
Jumlah siklus yang digunakan untuk amplifikasi PCR akan menentukan
keberhasilan amplifikasi. Terlalu banyak siklus yang digunakan dalam suatu proses
amplifikasi PCR akan menyebabkan produk yang tidak spesifik meningkat dalam
segi jumlah dan kompleksitasnya sedangkan jumlah siklus yang terlalu sedikit akan
menyebabkan rendahnya produk PCR yang dihasilkan (Safanah dkk, 2019).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, siklus yang optimal pada penelitian ini yaitu 30
siklus. Hal ini bisa dilihat dari band yang tebal, bersih, tunggal, sesuai target (838
bp), dan tidak terdapat smear. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan pernyataan
Sogandi (2018), yang menjelaskan bahwa banyaknya siklus yang dipakai umumnya
adalah 30 siklus. Siklus amplifikasi PCR dengan jumlah lebih dari 30 siklus tidak
akan membuat jumlah produk PCR meningkat secara bermakna dan juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

memungkinkan terjadinya peningkatan dari jumlah produk nontarget (Sogandi,


2018). Pada titik tertentu dalam siklus PCR, jumlah produk yang tersedia dan
molekul cetakan melebihi jumlah molekul DNA polimerase. Ini mendorong
amplifikasi dari fase eksponensial ke keadaan linier yang akhirnya membuat PCR
mencapai fase dimana amplifikasi berhenti (Jansson and Hedman, 2019).
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, kondisi PCR (suhu annealing,
konsentrasi primer, dan jumlah siklus) yang paling optimal untuk mendeteksi
adanya cemaran S. aureus dalam sampel lulur tradisional adalah suhu annealing
52℃, konsentrasi primer 0,2 μM, dan 30 siklus. Terdeteksinya band pada hasil
amplifikasi PCR menandakan bahwa metode PCR gen coa dapat digunakan untuk
mendeteksi cemaran Staphylococcus aureus pada sampel lulur tradisional.
Cemaran Staphylococcus aureus pada sampel lulur tradisional yang diteliti bisa
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut FDA (2020), kosmetik dapat tercemar
bakteri dari bahan baku ataupun air yang tidak bersih dan terkontaminasi, kondisi
manufaktur yang buruk dan tidak bersih, kemasan yang tidak melindungi produk
secara memadai, dan kondisi pengiriman atau penyimpanan yang buruk.
Kondisi optimal pada berbagai penelitian dapat berbeda satu dengan
lainnya. Pada penelitian ini, kondisi optimal PCR yang diperoleh berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi et al. (2010) yang menggunakan kondisi
PCR dengan suhu annealing 57℃, konsentrasi primer 0,2 μM, dan 30 siklus
(Ahmadi et al., 2010). Hal ini bisa bergantung pada kondisi penelitian yang
dilakukan seperti kit atau mastermix, dan instrumen yang dipakai (Keer, 2008;
Merck, 2021). Mastermix buffer yang mengandung DNA polimerase dari
manufaktur yang berbeda dapat memiliki aktivitas polimerase dan eksonuklease
yang berbeda (Elaswarapu, 2011). Enzim-enzim ini mempengaruhi jalannya proses
PCR dimana aktivitas eksonuklease menghilangkan ujung oligonukleotida dari
ujung 5’ dan menghasilkan ujung-ujung untai tunggal yang dapat saling berikatan
kemudian enzim polimerase akan menambahkan nukleotida-nukleotida untuk
mengisi setiap sela antarnukleotida (Kusnadi dan Arumingtyas, 2020). Adanya
perbedaan aktivitas enzim akan mempengaruhi hasil PCR yang diperoleh. Alat
thermal cycler dengan model ataupun manufaktur yang berbeda dapat memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

efisiensi pemanasan (heating) yang berbeda pula (Elaswarapu, 2011). Laju


pemanasan dan pendinginan penting untuk menentukan waktu transisi antar-tahap
PCR dan waktu reaksi total. Ketika menyimpang dari spesifikasi, ini akan
berpotensi mengganggu akurasi suhu siklus PCR sehingga dapat berpengaruh pada
hasil PCR yang diperoleh (Santos, Ichinose, dan Almeida, 2019).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Kondisi optimum PCR gen coa untuk deteksi cemaran Staphylococcus aureus
pada sampel lulur tradisional jika dilihat dari parameter suhu annealing,
konsentrasi primer, dan jumlah siklus adalah suhu annealing 52℃, konsentrasi
primer 0,2 μM, dan 30 siklus.
2. Metode PCR gen coa dapat digunakan untuk mendeteksi cemaran
Staphylococcus aureus pada sampel lulur tradisional

Saran
Perlu dilakukan validasi terhadap metode yang digunakan pada penelitian
selanjutnya

32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, M., Rohani, S.M.R., Ayremlou, N., 2010. Detection of Staphylococcus


aureus in Milk by PCR. Comparative Clinical Pathology, 19(1), 91–94.
Amanda, K., Sari, R., Apridamayanti, P., 2019. Optimasi Suhu Annealing Proses
PCR Amplifikasi Gen shv Bakteri Escherichia coli Pasien Ulkus Diabetik.
Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN, 4(1).
Anggraini, A.D., Khoendori, E.B., Pramono, H., Wahyono, D.J., 2017.
Polymorphism Analysis of the Coagulase Gene in Isolates of Methicillin-
Resistant Staphylococcus aureus with AluI Restriction Sites. Health Science
Journal of Indonesia, 8(1), 19–24.
Badaring, D.R., Fiqriansyah, M.W., Bahri, A., 2020. Identifikasi Morfologi
Mikroba pada Ruangan Water Closet Jurusan Biologi Universitas Negeri
Makassar. Seminar Nasional Biologi FMIPA UNM, ISBN: 978-, 161–168.
Bilung, L.M., Tahar, A.S., Kira, R., Ariffah, A., Rozali, M., Apun, K., 2018. High
Occurrence of Staphylococcus aureus Isolated from Fitness Equipment from
Selected Gymnasiums. Journal of Environmental and Public Health, 2018, 1–
5.
Bonar, Międzobrodzki J., and Władyka B., 2018. Pet-To-Man Travelling
Staphylococci: A World in Progress. Academic Press, Cambridge.
Bonar, Międzobrodzki J., and Władyka B., 2015. Proteomics in Studies of
Staphylococcus aureus Virulence. Acta Biochimica Polonica, 62 (3), 368.
Borkar, S.G., 2018. Laboratory Techniques in Plant Bacteriology. CRC Press,
London, p. 227.
BPOM RI, 2020. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan 12 Tahun 2020
Tentang Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika. Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
BPOM RI, 2019a. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 12
Tahun 2019 Tentang Cemaran Dalam Kosmetika. Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
BPOM RI, 2019b. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 25
Tahun 2019 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik. Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
BPOM RI, 2011. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.23.08.11.07331 Tahun 2011 tentang Metode
Analisis Kosmetika. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,
Jakarta.
Brown, T.A., 2016. Gene Cloning and DNA Analysis: An Introduction, 7th ed.
John Wiley & Sons Ltd, West Sussex, pp. 157-171
Budiarto, B.R., 2015. Polymerase Chain Reaction (PCR): Perkembangan dan
Perannya dalam Diagnostik Kesehatan. BioTrends, 6(2), 29–38.
Cahyanto, H.A., Asmawit, 2017. Kualitas dan Keamanan Lulur Berbasis Herbal
Produksi UKM Renata di Kota Pontianak. Majalah BIAM, 13(2), 1–4.
Carter, I.W.J., Schuller, M., James, G.S., Sloots, T.P., Halliday, C.L., 2010. PCR
for Clinical Microbiology. Springer Science and Business Media, Berlin.
Chang, D., Tram, K., Li, B., Feng, Q., Shen, Z., Lee, C.H., Bruno, J., 2017.

33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

Detection of DNA Amplicons of Polymerase Chain Reaction Using Litmus


Test. Scientific Reports, 7(3110), 1–8.
Chmagh, A.A., Abd Al-Abbas, M.J., 2019. Comparison between the Coagulase
(coa and vwb) Genes in Staphylococcus aureus and other Staphylococci. Gene
Reports, 16.
Chua, K.Y.L., Stinear, T.P., Howden, B.P., 2013. Functional Genomics of
Staphylococcus aureus. Briefings in Functional Genomics, 12(4), 305–315.
Dei-Tutuwa, D., Amuna, P., Rahman, M.A., 2014. Rapid Detection of Microbial
Contamination in Ghanaian Herbal Medicines by PCR Analysis. Ghana
Medical Journal, 48(2), 106–111.
Dewi, A.K., 2013. Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas Staphylococcus aureus
terhadap Amoxicillin dari Sampel Susu Kambing Peranakan Ettawa (PE)
Penderita Mastitis Di Wilayah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta. Jurnal
Sain Veteriner, 31(2), 138–150.
Effendi, M.H., Atikah, M., Hisyam, M., Hastutiek, P., Tyasningsih, W., 2019.
Detection of Coagulase Gene in Staphylococcus aureus from Several Dairy
Farms in East Java, Indonesia, by Polymerase Chain Reaction. Veterinary
World, 12(1), 68–71.
Elaswarapu, 2011. Genomic: Essentials Methods. John Willey & Sons Ltd, West
Sussex, p. 146.
Elmorsy, T. H. and Hafez, E.A., 2016. Microbial Contamination of Some Cosmetic
Preparations in Egypt. International Journal of Agricultural Technology,
12(3), 471–481.
FDA, 2020a. Bacteriological Analytical Manual (BAM).
https://www.fda.gov/food/laboratory-methods-food/bacteriological-analytical
-manual-bam diakses pada 19 September 2020.
FDA, 2020b. Microbial Safety and Cosmetics. https://www.fda.gov
/cosmetics/potential-contaminants-cosmetics/microbiological-safety-and-cos
metics#Microorganisms. Diakses pada tanggal 17 September 2020.
Garibyan, L., and Avashia, N., 2014. Research Techniques Made Simple:
Polymerase Chain Reaction (PCR). J Invest Dermatol., 133(3), 1–8.
Gomi, H., Solomkin, J.S., Schlossberg, D., Okamoto, K., Takada, T., Chen, K.L.M.,
Su, K.L.C., Chan, A.C.W., Eduard, I.C., Chen, J.X., Tat, S., Ker, F.C.,
Eduardo, M., 2018. Tokyo Guidelines 2018 : antimicrobial therapy for acute
cholangitis and cholecystitis 2013, 3–16.
Gnanamani, A., Periasamy, H., Maneesh, P.-S., 2017. Staphylococcus aureus:
Overview of Bacteriology, Clinical Diseases, Epidemiology, Antibiotic
Resistance and Therapeutic Approach, in: Shymaa, E., Alexander, L.E.C.
(Eds.), Staphylococcus aureus. IntechOpen, pp. 3–28.
Haines, A.M., Tobe, S.S., Kobus, H.J., Linacre, A., 2014. Properties of Nucleic
Acid Staining Dyes used in Gel Electrophoresis. Electrophoresis, 36(6), 2.
Handoyo, D., Rudiretna, A., 2001. Prinsip Umum Dan Pelaksanaan Polymerase
Chain Reaction (PCR). Unitas, 9(1), 17-29.
Harahap, M.R., 2018. Elektroforesis: Analisis Elektronika Terhadap Biokimia
Genetika. CIRCUIT: Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Elektro, 2(1), 21–26.
Hidayati, Saleh, E., Aulawi, T., 2016. Identifikasi Keragaman Gen BMPR-1B
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

(Bone Morphogenetic Protein Receptor Ib) pada Ayam Arab, Ayam


Kampung, dan Ayam Ras Petelur Menggunakan PCR-RFLP. Jurnal
Peternakan, 13(1), 5–7.
Hosseini, S.M., Kazemian, H., Mahmoudi, H., Arabestani, M.R., 2016. Typing of
coa Gene Polymorphism Coding Coagulase in Staphylococcus aureus Isolated
from Foodstuffs by PCR and Correlation to Antibiotic Resistance. Journal of
Chemical and Pharmaceutical Sciences, 12(7), 61–65.
Henrici, R.C., Pecen, T.J., Tan, S., 2017. The pPSU Plasmids for Generating DNA
Molecular Weight Markers. Scientific Reports, 7 (2438), 1.
Immanuella, A.S., Damayanti, M.N., Cahyadi, J., Studi, P., Komunikasi, D., Seni,
F., Petra, U.K., Bali, T., Jagat, S., 2015. Perancangan Desain Komunikasi
Visual Lulur Tradisional Bali Sekar Jagat. Jurnal DKV Adiwarna, 1(6).
Izadpanah, M.R., Asadpour, L., 2018. Investigation of coa Gene Polymorphism in
Clinical Isolates of Staphylococcus aureus in North of Iran. Journal of Cell
and Molecular Research, 10(1), 27–31.
Isfianti, D.E., 2018. Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Jeruk Nipis (Citrus
aurantifolia) dan Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk) untuk Pembuatan
Lulur Tradisional Sebagai Alternatif “Green Cosmetics.” Jurnal Tata Rias,
07(2), 74–86.
Jansson, L., Hedman, J., 2019. Challenging the proposed causes of the PCR plateau
phase. Biomolecular Detection and Quantification, 17(100082), 1.
Javid, F., Taku, A., Bhat, M.A., et al., 2018. Molecular Typing of Staphylococcus
aureus Based on Coagulase Gene. Vet. World, 11(4), 423-430.
Joko, T., Kusumandari, N., Hartono, S., 2011. Optimization of PCR Method for
Detection of Pectobacterium carotovorum. Jurnal Perlindungan Tanaman
Indonesia, 17(2), 54–59.
Kabense, R., Ginting, E.L., Wullur, S., Kawung, N.J., Losung, F., Tombokan, J.L.,
2019. Penapisan Bakteri Proteolitik yang Bersimbiosis dengan Alga
Gracillaria sp. Jurnal Ilmiah Platax, 7(2), 413–418.
Kalorey, Shanmugam, Y., Kurkure, N.V., Chousalkar, K.K., Barbuddhe, S.B.,
2007. PCR-based Detection of Genes Encoding Virulence Determinants in
Staphylococcus aureus from Bovine Subclinical Mastitis Cases. Veterinary
Science, 8 (2), 51.
Keer, J.T., 2008. Quantitative Real-time PCR Analysis. LGC, Middlesex.
Kemenperin, 2018. Industri Kosmetik Nasional Tumbuh 20%,
https://kemenperin.go.id/artikel/18957/Industri-Kosmetik-Nasional-Tumbuh
-20 Diakses pada 18 September 2020
Krismoni, G.Y., 2020. Optimasi Suhu Annealing Gen tetM dari Bakteri
Staphylococcus aureus pada Pasien Ulkus Diabetik. Jurnal Mahasiswa
Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN, 4(1), 1–8.
Kusnadi, J., dan Arumingtyas, E.L., 2020. Polymerase Chain Reaction (PCR):
Teknik dan Fungsi. UB Press, Malang, p. 144.
Lalaouna, Desgranges, E., Caldelari, I., and Marzi, S., 2018. Methods in
Enzymology. Elsevier, Amsterdam, 393.
Liu, X., Homma, A., Sayadi, J., Yang, S., Ohashi, J., Takumi, T., 2016. Sequence
features associated with the cleavage efficiency of CRISPR/Cas9 system.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

Scientific Reports, 6(19675), 4.


Lorenz, T.C., 2012. Polymerase Chain Reaction: Basic Protocol Plus
Troubleshooting and Optimization Strategies. Journal of Visualized
Experiments, (63), 1–15.
Maitriani, L.K.B., Wirajana, I.N., Yowani, S.C., 2014. Desain Primer untuk
Amplifikasi Fragmen Gen Inha Isolat 134 Multidrug Resistance Tuberculosis
(Mdr-Tb) dengan Metode Polymerase Chain Reaction. Cakra Kimia, 3(2), 93.
Makinde, T.M., Ako-Nai, K.A., and Shittu, A., 2019. A Study on The Antibiotic
Susceptibility of Staphylococcus aureus from Nasal Samples of Female
Students at The Obafemi Awolowo University Campus. Journal of
Microbiology & Experimentation, 7(2), 78–83.
McAdow, M., Missiakas, D.M., Schneewind, O., 2012. Staphylococcus aureus
Secretes Coagulase and Von Willebrand Factor Binding Protein to Modify The
Coagulation Cascade and Establish Host Infections. Journal of Innate
Immunity, 4(2), 141–148.
Mehdi, M., Dallal, S., Reza, M., Agha, S., 2016. Coagulase Gene Polymorphism of
Staphylococcus aureus Isolates : A Study On Dairy Food Products and Other
Foods in Tehran, Iran. Food Science and Human Wellness, 5(4), 186–190.
Merck, 2021. Assay Optimization and Validation: A Technical Guide to PCR
Technologies, https://www.sigmaaldrich.com/technical-documents/articles/
biology/assay-optimization-and-validation.html, diakses tanggal 29 April
2021.
Muhsinin, S., Sulastri, M.M., Supriadi, D., 2018. Deteksi Cepat Gen InvA pada
Salmonella spp. dengan Metode PCRm. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 5(3),
191–200.
Murtiyaningsih, H., 2017. Isolasi DNA Genom dan Identifikasi Kekerabatan
Genetik Nanas Menggunakan RAPD (Random Amplified Polimorfic).
Agritrop, 15(1), 84–93.
New England Biolab, 2021. Guidelines for PCR Optimization with Taq DNA
Polymerase, https://international.neb.com/tools-and-resources/usage-guide
lines/guidelines-for-pcr-optimization-with-taq-dna-polymerase, diakses
pada tanggal 30 Maret 2021.
Neza, E., and Centini, M., 2016. Microbiologically Contaminated and Over
Preserved Cosmetic Products According Rapex 2008–2014. Cosmetics, 3
(3), 2-7.
Ningsi, S., Nonci, F.Y., Sam, R., 2015. Formulasi Sediaan Lulur Krim Ampas
Kedelai Putih dan Ampas Kopi Arabika. JF FIK UINAM, 3(1), 1–4.
Obradovic, J., Jurisic, V., Tosic, N., Mrdjanovic, J., Perin, B., Pavlovic, S.,
Djordjevic, N., 2013. Optimization of PCR conditions for amplification of GC-
rich EGFR promoter sequence. Journal of Clinical Laboratory Analysis, 27(6),
487–493.
Onurdağ, F.K., Özgen, S., and Abbasoğlu, D., 2010. Microbiological
Investigations of Used Cosmetic Samples. Hacettepe University Journal of
The Faculty of Pharmacy. 30 (1), 1-15.
Park, M., Won, J., Choi, B.Y., Lee, C.J., 2020. Optimization of primer sets and
detection protocols for SARS-CoV-2 of coronavirus disease 2019 (COVID-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

19) using PCR and real-time PCR. Experimental and Molecular Medicine,
52(6), 963–977.
Patramurti, C., dan Fenti, 2017. Studi Genotipe Sitokrom P450 2A6 Alel
CYP2A6*4 dan CYP2A6*9 pada Subyek Uji Perokok Suku Jawa Indonesia
(Genotyping Study of Cytochrome P450 2A6 Alel CYP2A6*1 and
CYP2A6*9 among Javanese Indonesian Smokers). Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia, 15(1), 50–56.
Paye, M., 2001. Handbook of Cosmetic Science and Technology. Marcel Dekker
Inc, New York, 786.
Pertiwi, P.D., Indonesia, Y.B., Mahardika, G.N., Watiniasih, N., 2015. Optimasi
Amplifikasi DNA Menggunakan Metode PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pada Ikan Karang Anggota Famili Pseudochromidae (Dottyback) untuk
Identifikasi Spesies Secara Molekular. Jurnal Biologi, 19(2), 53.
Putra, A.G.M., Parining, N., Yudhari, I.D.A.S., 2016. Bauran Pemasaran Lulur di
UD. Sekar Jagat Denpasar. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata, 5(1), 1–8.
Prakoso, S.P., Wirajana, I.N., Suarsa, I.W., 2016. Amplifikasi Fragmen Gen 18s
rRNA pada DNA Metagenomik Madu dengan Teknik PCR (Polymerase Chain
Reaction). Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences (IJLFS), 2(3),
45–47.
Rachmawati, R., Susilowati, P.E., and Raharjo, S., 2013. Analisis Gen Merkuri
Reduktase (Mera) pada Isolat Bakteri dari Tambang Emas Kabupaten
Bombana Sulawesi Tenggara. J. Prog. Kim. Si., 3(2), 108–123.
Rahayu, F., Saryono, T.Nugroho, T., 2015. Isolasi DNA dan Amplifikasi PCR
daerah ITS rDNA Fungi Endofit Umbi Tanaman Dahlia (Dahlia variabilis)
LBKURCC69. JOM FMIPA, 2(1), 103.
Rahman, M., Uddin, M., and Sultana, R., et al., 2013. Polymerase Chain Reaction
(PCR): A Short Review. Anwer Khan Modern Medical College
Journal, 4(1), 30-36.
Riza, A., Rusdy, H., Sari, E.N., 2020. Difference influence of rubbing and soaking
tooth extraction instruments in 70 % alcohol on total oral bacterial colonisation
on clinical students at the Department of Oral Surgery and Maxilofacial
March-May 2018. Journal of Dentomaxillofacial Science (J Dentomaxillofac
Sci ), 5(2), 74–76.
Rosiana, I.W., dan Widhiantara, I.G., 2018. Optimalisasi Produk PCR (Polymerase
Chain Reaction) pada Analisa Keragaman Genetik Mikrosatelit Burung
Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea). Jurnal Media Sains, 2(1),
37–42.
Safanah, A., Djuminar, A., Merdekawati, F., Kurniawan, E., Ernawati, 2019.
Optimasi Volume Templat DNA dan Jumlah Siklus Amplifikasi untuk Deteksi
Wuchereria Bancrofti Metode Real-Time PCR. Jurnal Riset Kesehatan, 11(2),
160–167.
Santos, E.A., Ichinose, R.M., and Almeida, R.T., 2019. The Effectiveness of
Temperature Control of Thermocyclers in PCR Optimization. BioTechniques,
67 (6), p. 275.
Sasmito, D.E., Kurniawan, R., Muhimmah, I., 2014. Karakteristik Primer pada
Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk Sekuensing DNA: Mini Review.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

Seminar Informatika Medis 2014, 93–102.


Septiari, I.G.A.A., Yustiantara, P.S., Yowani, S.C., 2015. Analisis Primer untuk
Amplifikasi Promoter inhA Multidrug Resistance Tuberculosis (MDR-TB)
dengan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Jurnal Kimia, 9(1), 121.
Setiati, N., Partaya, Hidayah, N., 2020. The Use of Two Pairs Primer for CO1 Gene
Amplification on Traded Stingray at Fish Auction Tasik Agung Rembang.
Journal of Physics: Conference Series, 1567(3), 5–6.
Sharma, V., Sharma, S., Dahiya, D.K., Khan, A., Mathur, M., Sharma, A., 2017.
Coagulase Gene Polymorphism, and Antibiotic Resistance in Staphylococcus
aureus Isolated From Bovine Raw Milk in North West India. Annals of
Clinical Microbiology and Antimicrobials, 16(65), 1–14.
Sinaga, A., Putri, L.A.P., Bangun, M.K., 2017. Analisis Pola Pita Andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium D.C) Berdasarkan Primer Opd 03, Opd 20, Opc
07, Opm 20, Opn 09. Jurnal Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara,
5(1), 55–64.
Siswanto, P.Y., Merdekawati, F., Ernawati, Hardiana, A.., Kurniawan, E., 2019.
Optimasi Suhu Annealing dan Konsentrasi Primer untuk Deteksi Brugia
Malayi Menggunakan Real-Time. Jurnal Riset Kesehatan, 11(1), 314–321.
Sogandi, S., 2018. Biologi Molekuler: Identifikasi Bakteri Secara Molekuler.
Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta.
Surzycki, S., 2000. Basic Techniques in Molecular Biology. Springer-Verlag, New
York, p. 420.
Synnott, A.J., Kuang, Y., Kurimoto, M., Yamamichi, K., Iwano, H., Tanji, Y.,
2009. Isolation from Sewage Influent and Characterization of Novel
Staphylococcus aureus Bacteriophages with Wide Host Ranges and Potent
Lytic Capabilities. Applied and Environmental Microbiology, 75(13), 4483–
4490.
Tong, S.Y.C., Davis, J.S., Eichenberger, E., Holland, T.L., Fowler, V.G., 2015.
Staphylococcus aureus Infections: Epidemiology, Pathophysiology, Clinical
Manifestations, and Management. Clin Microbiol Rev, 28(3), 603–661.
Tutuwa, D.D., Amuna, P., and Rahman, M. A., 2014. Rapid Detection of Microbial
Contamination in Ghanaian Herbal Medicines by PCR Analysis. Ghana
Medical Journal, 48 (2), 106-111.
Utami, S.T., Kusharyati, D.F., Pramono, H., 2013. Pemeriksaan Bakteri Leptospira
pada Sampel Darah Manusia Suspect Leptospirosis Menggunakan Metode
PCR (Polymerase Chain Reaction). Balaba, 9(02), 78.
Watanabe, S., Ito, T., Sasak, T., et al., 2009. Genetic Diversity of
Staphylocoagulase Genes (coa): Insight into the Evolution of Variable
Chromosomal Virulence Factors in Staphylococcus aureus. PLoS ONE, 4(5),
5714.
Wright, D., 2018. Neutralizing and General Dilution Buffers. Scigene, Toronto.
Yuenleni, 2019. Langkah-Langkah Optimasi PCR. Indonesian Journal of
Laboratory, 1(3), 51–56.
Yustinadewi, P.D., Yustiantara, P.S., Narayani, I., 2018. Teknik Perancangan
Primer Untuk Sekuen Gen Mdr-1 Varian 1199 pada Sampel Buffy Coat Pasien
Anak Dengan Lla. Jurnal Metamorfosa, 5(1), 105–111.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

Zeitoun, H., Kassem, M., Raafat, D., Aboushlieb, H., Fanaki, N., 2015.
Microbiological Testing of Pharmaceuticals and Cosmetics in Egypt. BMC
Microbiology, 15(275), 1–13.
Zrimec, J., Kopinč, R., Rijavec, T., Zrimec, T., Lapanje, A., 2013. Band Smearing
of PCR Amplified Bacterial 16S rRNA Genes: Dependence on Initial PCR
Target Diversity. Journal of Microbiological Methods, 95(2), 186.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN
Lampiran 1. Sampel Lulur Tradisional

Gambar 12. Sampel Lulur Tradisional

40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

Lampiran 2. Hasil Ekstraksi DNA

(a) (b)
Gambar 13. Hasil Ekstraksi DNA (a) Sampel Lulur (b) Kontrol Positif
Staphylococcus aureus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

Lampiran 3. Situs Penempelan Primer

Gambar 14. Situs Penempelan Primer Gen coa pada Double Strand DNA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

Keterangan:
Warna hitam : template DNA
Warna biru : forward primer
Warna merah : reverse primer
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

Lampiran 4. Go Taq Green Master Mix Certificate of Analysis


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

Lampiran 5. Informasi pemakaian Go Taq Green Master Mix


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

Lampiran 6. Reaksi Go Taq Green Mastermix yang digunakan

a. Konsentrasi 1 μM

Mastermix : 12,5 μL
Primer Forward (10 μM) : 2,5 μL
Primer Reverse (10 μM) : 2,5 μL
Nuclease Free-Water : 2,5 μL
DNA Template :5 μL
Volume reaksi total : 25 μL

b. Konsentrasi 0,25 μM

Mastermix : 12,5 μL
Primer Forward (10 μM) : 0,625 μL
Primer Reverse (10 μM) : 0,625 μL
Nuclease Free-Water : 6,25 μL
DNA Template :5 μL
Volume reaksi total : 25 μL

c. Konsentrasi 0,2 μM

Mastermix : 12,5 μL
Primer Forward (10 μM) : 0,5 μL
Primer Reverse (10 μM) : 0,5 μL
Nuclease Free-Water : 6,5 μL
DNA Template : 5 μL
Volume reaksi total : 25 μL
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

Lampiran 7. Primer Gen coa


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

Lampiran 8. Informasi Penggunaan GeneJET Genomic DNA Purification Kit


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

Lampiran 9. Informasi Penggunaan Nucleic Acid Gel Stain


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

Lampiran 10. Informasi Penggunaan Loading Dye

Lampiran 11. Informasi Penggunaan DNA Ladder


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BIOGRAFI PENULIS

Skripsi berjudul “Optimasi PCR Gen coa dalam Deteksi


Cemaran Staphylococcus aureus pada Sampel Lulur
Tradisional” ditulis oleh Benedicta Vicka Siswi Herarti.
Penulis lahir pada tanggal 26 Mei 1999 di Kota
Yogyakarta dan merupakan anak pertama dari pasangan
Heru Triwiyana dan Yustina Herlina. Pendidikan yang
pernah ditempuh penulis adalah TK Bhayangkari (2004-
2006), SD Tarakanita Citra Raya (2006-2011), SMP
Strada Tunas Harapan (2011-2014), SMA Negeri 1
Kabupaten Tangerang (2014-2013), dan meneruskan
pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta pada tahun 2017. Selama masa
kuliah, Desa Mitra 2 (2017), Kepanitiaan Latihan
Kepemimpinan (2018), Kepanitiaan penulis pernah aktif dalam beberapa kegiatan
kemahasiswaan dan kepanitiaan seperti Kepanitiaan Science Competition (2019),
dan organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEM) Farmasi (2018/2019)
sebagai anggota Divisi Media Farmasi. Penulis juga pernah berpartisipasi dalam
Lomba Pharmacomes

51

Anda mungkin juga menyukai