Full
Full
SKRIPSI
Oleh:
NIM: 178114148
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2021
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
Oleh:
NIM: 178114148
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2021
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Persetujuan Pembimbing
NIM : 178114148
Pembimbing
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Oleh :
Benedicta Vicka Siswi Herarti
Nim: 178114148
Mengetahui
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana
layaknya karya ilmiah.
Penulis,
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Atas kemajuan teknologi informasi, saya tidak berkeberatan jika nama, tanda
tangan, gambar atau image yang ada di dalam karya ilmiah saya terindeks oleh
mesin pencari (search engine), misalnya google.
Dibuat di Yogyakarta
Yang menyatakan
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Traditional lulur produced on UKM scale will increase the risk of S. aureus
contamination which will harm consumers. Rapid detection of S. aureus
contamination in cosmetics can be done using the PCR coa gene method. The PCR
conditions such as annealing temperature, cycle, and primer concentration need to
be optimized to obtain optimal results. The objectives of this study are to find out
the optimum conditions for PCR gene coa to detect Staphylococcus aureus
contamination in traditional lulur sample and determine PCR gene coa ability to
detect Staphylococcus aureus contamination in traditional lulur sample.
Optimization is done by varying PCR conditions such as annealing
temperature (52°C, 57°C, 62,4°C), cycle (30, 35), and primer concentration (0,2
µM, 0,25 μM, dan 1 μM). The primer used are Forward:
5´ATAGAGATGCTGGTACAGG-3´ and Reverse:
5´GCTTCCGATTGTTCGATGC-3´. From the results obtained, the optimal PCR
conditions based on annealing temperature, primer concentration, and amplification
cycle are 52°C, 0.2 µM, and 30 cycle of amplification respectively. The 838 bp size
band that appears on the electrogram indicates that the PCR coa gene methode can
be used to detect S. aureus contamination in traditional lulur sample.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil Uji Kualitatif Isolat DNA....................................... 16
Tabel 2. Parameter yang Divariasikan pada Penelitian.................. 20
Tabel 3. Program PCR yang Dijalankan dalam Penelitian............. 20
Tabel 4. Hasil optimasi PCR Gen coa dari Berbagai Kondisi....... 24
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Sampel Lulur Tradisional..................................................... 40
Lampiran 2. Hasil Ekstraksi DNA............................................................. 41
Lampiran 3. Situs Penempelan Primer...................................................... 42
Lampiran 4. Go Taq Green Master Mix Certificate of Analysis................ 44
Lampiran 5. Informasi pemakaian Go Taq Green Master Mix.................. 45
Lampiran 6. Reaksi Go Taq Green Mastermix yang Digunakan............... 46
Lampiran 7. Primer Gen coa.................................................................... 47
Lampiran 8. Informasi Penggunaan GeneJET Genomic DNA
Purification Kit..................................................................... 48
Lampiran 9. Informasi Penggunaan Nucleic Acid Gel Stain..................... 49
Lampiran 10. Informasi Penggunaan Loading Dye.................................... 50
Lampiran 11. Informasi Penggunaan DNA Ladder.................................... 50
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENDAHULUAN
Saat ini, terdapat pengembangan metode untuk mendeteksi cemaran dalam
suatu sampel dari metode konvensional menjadi metode molekuler. Polymerase
Chain Reaction atau disingkat PCR adalah metode molekuler yang banyak
digunakan untuk mendeteksi cemaran mikroorganisme karena kemampuannya
yang dapat melipatgandakan DNA spesifik dari organisme yang ingin dideteksi
secara cepat (Pertiwi dkk, 2015). Metode PCR banyak digunakan untuk
mendiagnosis penyakit, mengurutkan gen, dan untuk studi kuantitatif dan genomik
secara cepat (Garibyan and Avashia, 2014). Saat ini, PCR telah menjadi metode di
laboratorium mikrobiologi diagnostik untuk mendeteksi dan/atau
mengkarakterisasi mikroorganisme seperti bakteri penyebab penyakit karena lebih
sensitif dan cepat dibanding metode diagnostik konvensional (Carter, Schuller,
James, Sloots, dan Halliday, 2010). Pada berbagai penelitian, PCR banyak
digunakan untuk deteksi cemaran bakteri pada bahan pangan (Widyastuti dan
Nurdyansah, 2017). Selain itu, beberapa penelitian saat ini mulai menggunakan
metode PCR untuk mendeteksi cemaran bakteri pada kosmetik dan produk farmasi.
Metode PCR bahkan sudah dicantumkan oleh FDA (2020a) pada Bacteriological
Analytical Manual (BAM) untuk mendeteksi beberapa jenis bakteri. Meskipun
begitu, PCR belum menjadi metode yang umum digunakan untuk deteksi cemaran
kosmetik di Indonesia. Metode yang umum dan masih menjadi standar di Indonesia
untuk deteksi cemaran bakteri dalam sampel kosmetik adalah metode biokimia
konvensional seperti uji oksidase dan katalase (BPOM RI, 2011).
Adanya bakteri patogen dalam produk kosmetik tentu sangat meresahkan
mengingat penggunaan kosmetik saat ini sangat populer dan minat masyarakat
Indonesia terhadap kosmetik meningkat. Menurut Kemenperin (2018), peningkatan
ini dapat dilihat dengan bertambahnya industri kosmetik pada tahun 2017 sebanyak
153 perusahaan menjadi lebih dari 760 industri kosmetik, dimana 95% dari
perusahaan tersebut merupakan sektor industri kecil dan menengah (Kemenperin,
2018). Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Emorsy and Hafz (2016), Neza
and Centini (2016), dan Onurdag, Özgen, and Abbasoğlu (2010), ditemukan
berbagai kosmetik yang telah terkontaminasi bakteri di pasaran, salah satunya
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berdasarkan parameter suhu annealing, konsentrasi primer, dan jumlah siklus, serta
mengetahui kemampuan PCR gen coa dalam mendeteksi cemaran S. aureus dalam
sampel lulur tradisional. Lulur yang dijadikan sampel penelitian ini adalah lulur
yang belum memiliki izin edar yang diambil dari salah satu UKM di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian
1. Bahan utama penelitian ini adalah lulur tradisional
2. Bahan untuk isolasi dan kultur yaitu etanol 70% dan Eugon LT 100 Broth
(Himedia)
3. Bahan untuk ekstraksi DNA bakteri yaitu lysis buffer (terdiri dari 20 mM Tris-
HCl, pH 8,0, 1,2% Triton X-100, 2 mM EDTA, dan lysozyme 20 mg/mL),
etanol 50%, etanol 96%, GeneJET Genomic DNA Purification Kit yang terdiri
atas purification column, colection tube, Proteinase K, RNase A, Wash Buffer
I, Wash Buffer II, dan Elution Buffer
4. Bahan untuk amplifikasi DNA dan elektroforesis adalah GoTaq® Green
Mastermix (Promega), primer coa gene Forward:
5´ATAGAGATGCTGGTACAGG-3´ dan Reverse:
5´GCTTCCGATTGTTCGATGC-3´ (Macrogen), nuclease free water,
ExcelDye 6x DNA loading dye (SMOBiO), AccuBandTM 100 bp+3K DNA
ladder (SMOBiO), TBE 10X (Himedia), agarosa (GeneDirex), akuabides, dan
FluoroVueTM Nucleic Acid Gel Stain (SMOBiO)
5. Bakteri baku sebagai pembanding yaitu Staphylococcus aureus ATCC 6538
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Cabinet (ESCO Class II Type A2), timbangan analitik digital dengan ketelitian
0,0001 g (Ohaus), kulkas (Samsung), vortex mixer (Fisher Scientific), elektroforesis
set (Bio-rad), Microwave (Electrolux), UV transilluminator (AnalytikJena),
hotplate (Thermo Scientific), tabung mikrosentrifus (Eppendorf), PCR tube
(Axygen), PCR Cooler (Eppendorf), Spindown (Biologix), mikropipet (Gilson),
yellow tip (Axygen), blue tip (Axygen), pipet tetes, jarum ose, jarum enten, bunsen,
pipet ukur, pipet volume, tabung reaksi, glasfirn, rak tabung reaksi, gelas ukur,
magnetic stirrer, gelas beker, dan labu erlenmeyer.
Penyiapan Sampel
Sebelum dibuka, kemasan kosmetik lulur dibersihkan dengan kapas yang
telah diberi alkohol konsentrasi 70%.
dihomogenkan dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Selanjutnya, 400
μL etanol 50% ditambahkan dan dicampur dengan vortex.
Lysate yang sudah dipreparasi dipindahkan ke GeneJET Genomic DNA
Purification Column (kolom purifikasi) dengan dimasukkan ke dalam collection
tube. Kolom disentrifugasi selama 1 menit pada 6000 x g. Collection tube yang
berisi larutan flow-through kemudian dibuang. Collection tube baru dengan ukuran
2 mL disiapkan kemudian kolom purifikasi tadi dimasukkan pada collection tube
tersebut. Sebanyak 500 μL Wash Buffer I (dengan etanol 96%) ditambahkan. Lalu,
campuran tersebut disentrifugasi kembali selama 1 menit pada 8000 x g. Larutan
flow-through yang diperoleh kemudian dibuang dan tempatkan kembali
purification column ke dalam collection tube. Sebanyak 500 μL Wash Buffer II
(sudah ditambah etanol 96%) ditambahkan pada purification column. Kemudian
campuran tersebut kembali disentrifugasi selama 3 menit dengan kecepatan
maksimum (≥12000 x g). Collection tube yang berisi larutan flow-through
kemudian dibuang. Collection tube baru dengan ukuran 2 mL disiapkan kemudian
kolom purifikasi tadi dimasukkan pada collection tube tersebut. Setelah itu,
sebanyak 200 μL Elution Buffer ditambahkan pada purification column untuk
mengelusi DNA genomik. Pada suhu kamar, campuran diinkubasi 2 menit. Setelah
itu, campuran disentrifugasi dengan kecepatan 8000 x g selama 1 menit. Lalu,
purification column yang dipakai sebelumnya dibuang. DNA yang telah
dipurifikasi dapat segera digunakan untuk tahap selanjutnya ataupun dapat
disimpan di suhu -20°C.
10
larutan agarosa yang masih hangat dituangkan. Didiamkan hingga agarosa dingin
dan mengeras. Kemudian setelah mengeras, larutan buffer TBE 1X ditambahkan.
Selanjutnya, 5 µl amplicon baik kontrol positif, kontrol negatif, maupun sampel
masing-masing dimasukkan ke dalam sumuran. Sebagai marker digunakan 100 bp
DNA Ladder 3 µl. Kondisi elektroforesis yang digunakan adalah dengan tegangan
100 V selama 30 menit.
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Penyiapan Sampel
Lulur tradisional yang telah diambil dari UKM di Kota Yogyakarta lalu
dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma untuk diteliti lebih lanjut. Sebelum kemasan lulur dibuka, seluruh kemasan
sampel diseka dengan kapas beralkohol 70%. Hal ini bertujuan menghindari adanya
kontaminasi yang berasal dari luar produk atau produsen yang dapat mengganggu
hasil penelitian. Menurut Riza, Rusdy, Isnandar, dan Sari (2020), mikroba akan
mati jika terpapar alkohol 70% karena konsentrasi inilah yang paling optimal dalam
membunuh mikroba. Alkohol dengan konsentrasi yang terlalu berlebihan/tinggi
hanya dapat mendenaturasi protein di luar sel bakteri (Riza et al., 2020).
13
M 1 2
Gambar 1. Hasil Kultur Murni S. aureus pada Media Eugone LT 100 Broth
Keterangan:
M : Kontrol media
1 : Kultur 1
2 : Kultur 2
14
(1) (2) KM
15
tujuan untuk menghilangkan RNA yang merupakan zat pengotor bagi DNA yang
akan diisolasi dengan cara mendegradasi RNA (Rachmawati, 2013).
Tahap berikutnya adalah tahap presipitasi yang bertujuan untuk
memisahkan DNA dari zat-zat pengotor dengan mengendapkan DNA dengan
menggunakan etanol 50% (Rachmawati, 2013). Sentrifugasi dilakukan sebanyak
2 kali, dimana sentrifugasi pertama bertujuan untuk memisahkan supernatan dan
DNA pada column dan yang kedua untuk memastikan residu etanol tidak terdapat
pada hasil DNA yang telah diektraksi (Amanda dkk., 2019). Selanjutnya, untuk
membersihkan sisa zat pengotor pada hasil DNA, dilakukan penambahan Wash
Buffer (Rachmawati, 2013). Penambahan elution buffer pada kolom dan
sentrifugasi pada kolom berfungsi untuk memindahkan DNA melewati membran
ke dalam tube (Amanda dkk., 2019). Hasil akhir dari sentrifugasi adalah isolat
DNA yang berupa supernatan (Rachmawati, 2013). Dari tahap ekstraksi DNA ini,
didapatkan 2 tabung mikrosentrifus hasil isolasi DNA dari masing-masing kultur
sampel, 2 tabung mikrosentrifus hasil isolasi DNA kultur murni S. aureus, 1
tabung mikrosentrifus hasil isolasi DNA media sampel, dan 1 tabung
mikrosentrifus hasil isolasi DNA media kontrol positif (Gambar 13). Hasil isolat
DNA yang didapatkan disimpan pada suhu -20℃ karena menurut Sinaga dkk.
(2017), ikatan hidrogen yang menghubungkan dua untai DNA sangat rentan untuk
rusak pada suhu tinggi.
16
buffer lisis, etanol, ataupun sisa debris sel menyebabkan proses amplifikasi DNA
template menjadi sulit.
Metode elektroforesis digunakan untuk melakukan uji kualitatif isolat
DNA dan hasilnya diamati dengan menggunakan alat UV Transilluminator.
Menurut Harahap (2018), metode elektroforesis memisahkan senyawa bermuatan
(kation ataupun anion) dengan memanfaatkan medan listrik yang dihasilkan
elektroda (Harahap, 2018). Molekul DNA yang memiliki muatan negatif akan
bergerak menuju anoda pada elektroforesis yang bermuatan positif melalui matriks
gel agarosa. DNA dengan molekul yang semakin besar akan memiliki laju migrasi
yang semakin rendah (Utami, Kusharyati, dan Pramono, 2013). Untuk menandakan
migrasi DNA pada elektroforesis, isolat DNA ditambahkan dengan loading dye.
Loading dye juga berfungsi untuk menambah densitas DNA agar DNA selalu
berada di bawah sumuran gel agarosa (Rachmawati, 2013). Gel agarosa yang akan
digunakan sebelumnya juga telah ditambahkan dengan gel stain yang digunakan
untuk mendeteksi ukuran fragmen, kuantitas, dan kualitas DNA berdasarkan sinyal
fluoresen yang ada di dalam gel (Haines, Tobe, Kobus, dan Linacre, 2014). Berikut
adalah tabel dan gambar dari hasil uji kualitatif isolat DNA yang didapatkan dalam
penelitian ini.
Tabel 1. Hasil Uji Kualitatif Isolat DNA
17
M S1 S2 Kmed
M 1 2 Kmed
3000 bp
3000 bp 1000 bp
1000 bp
500 bp
500 bp
100 bp
100 bp
Gambar 3. Hasil Analisis Kualitatif (a) Isolat DNA Kultur Murni S. aureus (b)
Isolat DNA Sampel dengan Metode Elektroforesis
Keterangan:
M : Marker atau DNA ladder 100 bp
1-2 : isolat DNA S. aureus
S1 : isolat DNA sampel 1
S2 : isolat DNA sampel 2
Kmed : isolat DNA media
18
Optimasi PCR untuk Deteksi S. aureus dalam Sampel Lulur Tradisional dan
Elektroforesis Produk PCR
Setelah diperoleh isolat DNA sampel dan kultur murni S. aureus, isolat
kemudian diamplifikasi dengan metode Polymerase Chain Reaction. Terdapat
beberapa tahapan dalam metode PCR, yakni denaturasi cetakan DNA,
annealing/penempelan primer, dan polimerasi. Menurut Joko dkk. (2011), pada
tahap denaturasi, untai DNA yang sebelumnya ganda akan terbelah menjadi untai
tunggal. Saat annealing, primer akan melekat pada sekuens DNA pada tempat yang
spesifik. Lalu, pada tahap elongasi, untai DNA yang berkomplementer/sesuai
dengan sekuens DNA yang telah terbelah pada tahap denaturasi akan terbentuk.
Pada proses amplifikasi PCR untuk penelitian ini, bahan-bahan yang
digunakan yaitu template DNA, primer, nuclease free-water, dan Go Taq Green
Master Mix (terdiri dari dNTPs, buffer, DNA polimerase, dan MgCl2). Menurut
Joko dkk. (2011), DNA template adalah potongan DNA yang nantinya akan
dilipatgandakan, DNA polimerase merupakan enzim yang mengkatalisis terjadinya
reaksi sintesis rantai DNA, dan primer merupakan sekuens atau potongan
oligonukleotida pendek yang memiliki fungsi untuk mengawali sintesis DNA (Joko
dkk., 2011). Ion Mg2+ pada MgCl2 berperan dalam membentuk kompleks dengan
dNTPs yang berfungsi untuk meningkatkan aktivitas enzim polimerase (Muhsinin
dkk., 2018). Komposisi mix PCR yang digunakan pada tahap ini dapat dilihat pada
Lampiran 6.
DNA template pada penelitian ini yaitu isolat DNA bakteri sampel yang
telah diuji secara kualitatif sebelumnya. Isolat DNA kultur murni S. aureus
digunakan sebagai kontrol positif. Untuk kontrol negatif, digunakan Nuclease Free-
Water. Menurut Handoyo dan Rudiretna (2001), kontrol positif diperlukan untuk
mempermudah apabila terdapat permasalahan pada saat penelitian sehingga dapat
dipecahkan dan kontrol negatif diperlukan untuk menghindari terjadinya positif
semu. Bahan selanjutnya yang diperlukan untuk menginisiasi proses amplifikasi
DNA target adalah primer. Dengan adanya primer, gen yang telah ditargetkan akan
teramplifikasi selama proses PCR (Joko dkk., 2011). Sebaiknya, selisih Tm antara
pasangan primer (forward dan reverse) tidak lebih tinggi dari 5°C karena dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Gambar 4. Situs Penempelan Primer Gen coa pada DNA Template S. aureus
Keterangan:
: Arah penempelan primer forward
: Arah penempelan primer reverse
20
Sama seperti tahap uji kualitatif isolat DNA, produk hasil PCR yang telah
didapatkan dianalisis dengan menggunakan teknik elektroforesis. Gel agarosa 1,5%
digunakan sebagai fase diam dan buffer TBE 1X digunakan sebagai fase gerak.
Waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan elektroforesis adalah 30 menit dengan
tegangan 100V. Marker/ladder yang digunakan adalah ladder 100 bp. Menurut
Henrici, Pecen, dan Tan (2017), ladder 100 bp digunakan untuk produk PCR
dengan ukuran 100 bp sampai 1000 bp (Henrici et al., 2017). Pada penelitian ini,
ukuran produk PCR yang akan diamati berukuran 838 bp sehingga digunakan Gel
agarosa yang digunakan mempunyai well/sumur sebanyak 8 buah tetapi hanya 5
well saja yang akan diisi (Gambar 5).
21
Produk PCR dari sampel 1, sampel 2, kontrol positif, dan kontrol negatif
yang didapatkan langsung dimasukkan ke dalam sumuran. Hal ini karena pada kit
GoTaq® Green Mastermix telah mengandung dua pewarna (biru dan kuning) yang
berfungsi sebagai loading dye yang memungkinkan untuk memantau progres
elektroforesis hasil produk PCR. Setelah proses elektroforesis selesai, hasil
elektroforesis yang telah didapatkan lalu divisualisasikan dengan alat UV
Transiluminator. Dari kondisi PCR yang divariasikan (Tabel 3), terdapat 18 hasil
yang disajikan yang bisa dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 6 sampai Gambar 11.
M K+ S1 S2 K-
M K+ S1 S2 K- M K + S 1 S 2 K -
838 bp
838 bp 838 bp
800 bp 800 bp 800 bp
22
M K+ S1 S2 K- M K+ S1 S2 K- M K+ S1 S2 K-
M K+ S1 S2 K- M K+ S1 S2 M K+ S1 S2 K-
K-
800 bp
800 bp 800 bp
23
M K+ S1 S2 K- M K+ S1 S2 K-
M K+ S1 S2 K-
838 bp
800 bp
800 bp 838 bp 800 bp
M K+ S1 S2 K- M K+ S1 S2 K-
M K+ S1 S2 K-
24
M K+ S1 S2 K- M K+ S1 S2 K- M K + S 1 S 2 K -
838 bp
838 bp 838 bp
Multiple band
800 bp
800 bp 800 bp
Primer dimer
Primer dimer
Primer dimer
Konsen-
trasi Suhu
No Siklus Hasil
primer (℃)
(μM)
1. 30 0,2 μM 52℃ Pada kontrol positif, sampel 1 dan 2, band
yang didapatkan tunggal, paling tebal, paling
jelas, dan sesuai ukuran target (838 bp). Band
kontrol negatif tidak terbentuk. Smear dan
primer dimer tidak terlihat
2. 30 0,2 μM 57℃ Pada kontrol positif, sampel 1 dan 2, band
tunggal, tebal, jelas, dan sesuai ukuran target
(838 bp). Band kontrol negatif tidak
terbentuk. Smear dan primer dimer tidak
terlihat.
3. 30 0,2 μM 62,4℃ Tidak terbentuk band pada sampel 1 dan 2,
band hanya terbentuk pada kontrol positif.
Band pada kontrol positif sangat tipis dan
terdapat multiple band. Band kontrol negatif
tidak terbentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Konsen-
trasi Suhu
No Siklus Hasil
primer (℃)
(μM)
4. 30 0,25 μM 52℃ Terlihat adanya band yang tebal dan
berukuran 838 bp pada kontrol positif, sampel
1 dan 2. Namun, terdapat smear dan primer
dimer. Band kontrol negatif tidak terbentuk.
5. 30 0,25 μM 57℃ Terlihat adanya band yang tebal dan
berukuran 838 bp pada kontrol positif, sampel
1 dan 2. Namun, terdapat smear dan primer
dimer. Band kontrol negatif tidak terbentuk.
6. 30 0,25 μM 62,4℃ Tidak terbentuk band pada sampel 1 dan 2 dan
hanya terbentuk pada kontrol positif. Band
pada kontrol positif sangat tipis dan terdapat
multiple band. Band kontrol negatif tidak
terbentuk
7. 30 1 μM 52℃ Pada kontrol positif, dan sampel 1 dan 2,
terbentuk band berukuran 838 bp. Akan
tetapi, terlihat smear dan primer dimer yang
cukup tebal dan jelas. Band kontrol negatif
tidak terbentuk.
8. 30 1 μM 57℃ Pada kontrol positif, dan sampel 1 dan 2,
terbentuk band berukuran 838 bp. Akan
tetapi, terlihat smear dan sisa primer yang
cukup tebal dan jelas. Band kontrol negatif
tidak terbentuk.
9. 30 1 μM 62,4℃ Tidak terdapat band pada sampel 1 dan 2.
Band hanya terlihat pada kontrol positif
meskipun tipis. Band kontrol negatif tidak
terbentuk.
10. 35 0,2 μM 52℃ Pada kontrol positif, sampel 1 dan 2, terlihat
band yang tebal, tunggal dan berukuran 838
bp. Tidak terlihat adanya smear, multiple
band, maupun primer dimer. Band kontrol
negatif tidak terbentuk
11. 35 0,2 μM 57℃ Pada sampel 1 dan 2, serta kontrol positif
terlihat band yang tebal, tunggal dan
berukuran 838 bp. Tidak terlihat adanya
smear, multiple band, maupun primer dimer.
Band kontrol negatif tidak terbentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Konsen-
trasi Suhu
No Siklus Hasil
primer (℃)
(μM)
12. 35 0,2 μM 62,4℃ Tidak terdapat band pada sampel 1, sampel 2,
kontrol positif, dan kontrol negatif. Terlihat
adanya primer dimer.
13. 35 0,25 μM 52℃ Band berukuran 838 bp tapi terdapat smear
pada sampel 1 dan sampel 2, serta kontrol
positif. Terdapat multiple band di bawah band
kontrol positif. Band kontrol negatif tidak
terbentuk
14. 35 0,25 μM 57℃ Terdapat band berukuran 838 bp pada sampel
1 dan sampel 2, serta kontrol positif. Namun
terdapat smear tipis pada band. Band kontrol
negatif tidak terbentuk
15. 35 0,25 μM 62,4℃ Pada sampel 1 dan sampel 2, serta kontrol
positif, terdapat band yang jelas dan tunggal
serta berukuran 838 bp. Namun, band pada
sampel tipis. Band kontrol negatif tidak
terbentuk
16. 35 1 μM 52℃ Pada kontrol positif, dan sampel 1 dan 2, band
yang terbentuk tebal dan berukuran 838 bp.
Namun, terdapat multiple band, primer dimer,
dan smear. Band kontrol negatif tidak
terbentuk
17. 35 1 μM 57℃ Pada kontrol positif, dan sampel 1 dan 2, band
yang terbentuk tebal dan berukuran 838 bp.
Namun, terdapat multiple band, primer dimer,
dan smear. Band kontrol negatif tidak
terbentuk
18. 35 1 μM 62,4℃ Pada kontrol positif, dan sampel 1 dan 2, band
yang terbentuk tebal dan berukuran 838 bp.
Namun, terdapat multiple band, primer dimer,
dan smear. Band kontrol negatif tidak
terbentuk
27
band pada kontrol negatif menandakan bahwa pelarut mastermix berupa nuclease
free-water yang digunakan dalam penelitian ini tidak terkontaminasi.
Pada kondisi yang kurang optimal, seringkali didapatkan smearing band,
multiple band, dan juga primer dimer yang terlihat pada hasil elektrogram. Rahayu,
Saryono, dan Nugroho (2015) mengatakan, smear merupakan band yang berbentuk
seperti noda yang memanjang (Rahayu dkk., 2015). Pada produk PCR, smear
terjadi karena untaian pasangan yang tidak sempurna dari DNA yang teramplifikasi
(Zrimec et al., 2013). Multiple band adalah terlihatnya banyak pita/band berbeda
yang memiliki panjang berbeda dari yang diharapkan/ditargetkan pada hasil
elektroforesis (Surzycki, 2000). Primer dimer sendiri merupakan produk sampingan
proses PCR yang perlu dihindari jika ingin menemukan hasil optimal karena adanya
primer dimer ini menyebabkan berkurangnya produk PCR secara signifikan
sehingga hasil yang diperoleh nantinya kurang maksimal (Sasmito dkk., 2014).
Primer yang seharusnya melekat pada DNA sekuens justru malah saling
berhibridisasi dengan molekul primer lainnya karena string basa komplementer di
primer sehingga menghasilkan primer dimer. Adanya primer dimer ditandai dengan
munculnya pita pendek palsu pada sekitar 30-50 bp (Park et al., 2020).
Pada proses amplifikasi PCR, proses annealing merupakan tahap yang
sangat penting karena optimal atau tidaknya primer menempel pada template DNA
ditentukan oleh tahap ini (Siswanto, 2019). Suhu dimana primer bisa melekat pada
cetakan DNA disebut dengan suhu annealing (Brown, 2016). Pada proses
amplifikasi, suhu annealing merupakan salah satu parameter PCR yang paling
penting karena perbedaan deviasi yang kecil (bahkan 1℃ atau 2℃) pada suhu
annealing dapat membuat perbedaan antara amplifikasi spesifik dan nonspesifik
(Obradovic et al., 2013). Jika suhu terlalu tinggi tidak akan terjadi hibridisasi sama
sekali karena primer dan DNA template tidak berikatan. Jika suhu terlalu rendah,
terjadi hibridisasi yang tidak cocok (mismatched) (Brown, 2016).
Suhu annealing yang ideal harus cukup rendah untuk dapat membuat
primer dan template terhibridisasi, tetapi juga cukup tinggi untuk mencegah
terjadinya mismatched/ketidakcocokan hibridisasi. Suhu annealing yang tepat
dapat diestimasi dengan menentukan melting temperature atau Tm dari primer
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
(Brown, 2016). Suhu annealing biasanya 5°C lebih rendah dari nilai Tm yang telah
dihitung (Obradovic et al., 2013). Menurut Maitriani, Wirajana, dan Yowani
(2015), melting temperature atau Tm merupakan suhu saat setengah untai DNA
ganda terpisah.
Berdasarkan pengamatan visual yang dilakukan terhadap band DNA hasil
elektroforesis, suhu annealing dengan range terendah, yaitu 52°C, menghasilkan
pita yang paling baik dan optimal. Hal ini bisa dilihat dari band yang diperoleh
paling tebal, jelas, dan juga tunggal (Gambar 6a). Hal ini sejalan dengan pendapat
Obradovic et al. (2013), dimana suhu annealing biasanya lebih rendah 5°C dari Tm
primer. Pada penelitian ini, semakin tinggi suhu annealing yang digunakan, band
yang dihasilkan juga semakin kurang optimal. Hal ini bisa dilihat pada suhu
annealing yang lebih tinggi, yaitu 57°C dan 62,4°C, DNA juga teramplifikasi
namun band yang diperoleh kurang kontras dan lebih tipis. Bahkan pada suhu
62,4°C, terdapat sampel yang sama sekali tidak terlihat band-nya. Hal ini mungkin
terjadi karena suhu annealing 57°C dan 62,4°C merupakan suhu yang terlalu tinggi
pada proses amplifikasi ini. Menurut Brown (2016), jika suhu terlalu tinggi tidak
akan terjadi hibridisasi sama sekali karena primer dan DNA template tidak dapat
berikatan. Rosiana dan Widhiantara (2018) menjelaskan bahwa tidak menempelnya
primer menyebabkan enzim polimerase tidak bisa mengkatalisasi proses PCR
sehingga tidak menghasilkan pita DNA.
Konsentrasi primer memiliki pengaruh yang signifikan pada kemanjuran
amplifikasi PCR. Hal ini karena sensitivitas reaksi PCR dapat dipengaruhi oleh
tinggi rendahnya konsentrasi primer dan dapat menyebabkan hasil negatif palsu
(Siswanto, 2019). Konsentrasi yang kurang tepat ataupun berlebihan dapat
mengurangi spesifisitas PCR karena peningkatan mispriming (New England
Biolab, 2021). Terlalu rendahnya konsentrasi primer dapat mengakibatkan
sedikitnya produk PCR bahkan sampai tidak menghasilkan produk sama sekali
sedangkan konsentrasi primer yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan produk PCR
yang dihasilkan tidak spesifik (Borkar, 2018). Dalam penggunaan primer,
konsentrasi akhir primer yang baik berkisar antara 0,05 sampai 1 µM (New England
Biolab, 2021).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
30
31
Saran
Perlu dilakukan validasi terhadap metode yang digunakan pada penelitian
selanjutnya
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
35
36
37
19) using PCR and real-time PCR. Experimental and Molecular Medicine,
52(6), 963–977.
Patramurti, C., dan Fenti, 2017. Studi Genotipe Sitokrom P450 2A6 Alel
CYP2A6*4 dan CYP2A6*9 pada Subyek Uji Perokok Suku Jawa Indonesia
(Genotyping Study of Cytochrome P450 2A6 Alel CYP2A6*1 and
CYP2A6*9 among Javanese Indonesian Smokers). Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia, 15(1), 50–56.
Paye, M., 2001. Handbook of Cosmetic Science and Technology. Marcel Dekker
Inc, New York, 786.
Pertiwi, P.D., Indonesia, Y.B., Mahardika, G.N., Watiniasih, N., 2015. Optimasi
Amplifikasi DNA Menggunakan Metode PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pada Ikan Karang Anggota Famili Pseudochromidae (Dottyback) untuk
Identifikasi Spesies Secara Molekular. Jurnal Biologi, 19(2), 53.
Putra, A.G.M., Parining, N., Yudhari, I.D.A.S., 2016. Bauran Pemasaran Lulur di
UD. Sekar Jagat Denpasar. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata, 5(1), 1–8.
Prakoso, S.P., Wirajana, I.N., Suarsa, I.W., 2016. Amplifikasi Fragmen Gen 18s
rRNA pada DNA Metagenomik Madu dengan Teknik PCR (Polymerase Chain
Reaction). Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences (IJLFS), 2(3),
45–47.
Rachmawati, R., Susilowati, P.E., and Raharjo, S., 2013. Analisis Gen Merkuri
Reduktase (Mera) pada Isolat Bakteri dari Tambang Emas Kabupaten
Bombana Sulawesi Tenggara. J. Prog. Kim. Si., 3(2), 108–123.
Rahayu, F., Saryono, T.Nugroho, T., 2015. Isolasi DNA dan Amplifikasi PCR
daerah ITS rDNA Fungi Endofit Umbi Tanaman Dahlia (Dahlia variabilis)
LBKURCC69. JOM FMIPA, 2(1), 103.
Rahman, M., Uddin, M., and Sultana, R., et al., 2013. Polymerase Chain Reaction
(PCR): A Short Review. Anwer Khan Modern Medical College
Journal, 4(1), 30-36.
Riza, A., Rusdy, H., Sari, E.N., 2020. Difference influence of rubbing and soaking
tooth extraction instruments in 70 % alcohol on total oral bacterial colonisation
on clinical students at the Department of Oral Surgery and Maxilofacial
March-May 2018. Journal of Dentomaxillofacial Science (J Dentomaxillofac
Sci ), 5(2), 74–76.
Rosiana, I.W., dan Widhiantara, I.G., 2018. Optimalisasi Produk PCR (Polymerase
Chain Reaction) pada Analisa Keragaman Genetik Mikrosatelit Burung
Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea). Jurnal Media Sains, 2(1),
37–42.
Safanah, A., Djuminar, A., Merdekawati, F., Kurniawan, E., Ernawati, 2019.
Optimasi Volume Templat DNA dan Jumlah Siklus Amplifikasi untuk Deteksi
Wuchereria Bancrofti Metode Real-Time PCR. Jurnal Riset Kesehatan, 11(2),
160–167.
Santos, E.A., Ichinose, R.M., and Almeida, R.T., 2019. The Effectiveness of
Temperature Control of Thermocyclers in PCR Optimization. BioTechniques,
67 (6), p. 275.
Sasmito, D.E., Kurniawan, R., Muhimmah, I., 2014. Karakteristik Primer pada
Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk Sekuensing DNA: Mini Review.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
39
Zeitoun, H., Kassem, M., Raafat, D., Aboushlieb, H., Fanaki, N., 2015.
Microbiological Testing of Pharmaceuticals and Cosmetics in Egypt. BMC
Microbiology, 15(275), 1–13.
Zrimec, J., Kopinč, R., Rijavec, T., Zrimec, T., Lapanje, A., 2013. Band Smearing
of PCR Amplified Bacterial 16S rRNA Genes: Dependence on Initial PCR
Target Diversity. Journal of Microbiological Methods, 95(2), 186.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sampel Lulur Tradisional
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
(a) (b)
Gambar 13. Hasil Ekstraksi DNA (a) Sampel Lulur (b) Kontrol Positif
Staphylococcus aureus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Gambar 14. Situs Penempelan Primer Gen coa pada Double Strand DNA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Keterangan:
Warna hitam : template DNA
Warna biru : forward primer
Warna merah : reverse primer
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
45
46
a. Konsentrasi 1 μM
Mastermix : 12,5 μL
Primer Forward (10 μM) : 2,5 μL
Primer Reverse (10 μM) : 2,5 μL
Nuclease Free-Water : 2,5 μL
DNA Template :5 μL
Volume reaksi total : 25 μL
b. Konsentrasi 0,25 μM
Mastermix : 12,5 μL
Primer Forward (10 μM) : 0,625 μL
Primer Reverse (10 μM) : 0,625 μL
Nuclease Free-Water : 6,25 μL
DNA Template :5 μL
Volume reaksi total : 25 μL
c. Konsentrasi 0,2 μM
Mastermix : 12,5 μL
Primer Forward (10 μM) : 0,5 μL
Primer Reverse (10 μM) : 0,5 μL
Nuclease Free-Water : 6,5 μL
DNA Template : 5 μL
Volume reaksi total : 25 μL
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
48
49
50
BIOGRAFI PENULIS
51