Anda di halaman 1dari 58

SKRIPSI

Uji Deteksi Pembentukan Biofilm dari Enterococcus faecalis Hasil Isolat


Klinik Kateter Urin Menggunakan Metode Congo Red Agar dan Tissue
Culture Plate

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik


guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Strata Satu

MOHAMAD YANUAR PRASETYO NUGROHO

102014191

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
2018
KEASLIAN SKRIPSI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya mahasiswa Jurusan Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran Universitas


Kristen Krida Wacana,

Nama Mahasiswa : Mohamad Yanuar Prasetyo Nugroho

Nomor Induk Mahasiswa : 102014191

Jurusan : Kedokteran Umum

Dengan ini menyatakan bahwa karya skripsi yang saya buat dengan judul “UJI
DETEKSI PEMBENTUKAN BIOFILM DARI ENTEROCOCCUS FAECALIS HASIL
ISOLAT KLINIK KATETER URIN MENGGUNAKAN METODE CONGO RED AGAR
DAN TISSUE CULTURE PLATE” adalah :

1. Dibuat dan diselesaikan sendiri, menggunakan hasil kuliah, tinjauan lapangan dan
buku-buku serta jurnal acuan yang tertera di dalam referensi pada karya tugas akhir
saya.

2. Bukan merupakan duplikasi karya tulis yang sudah dipublikasikan atau yang pernah
dipakai untuk mendapatkan gelar sarjana di universitas lain, kecuali pada bagian-
bagian sumber informasi dicantumkan dengan cara referensi yang semestinya.

3. Bukan merupakan karya terjemahan dari kumpulan buku atau jurnal acuan yang
tertera di dalam referensi pada karya tugas akhir saya.

Jika terbukti saya tidak memenuhi apa yang telah dinyatakan di atas, maka karya
tugas akhir ini batal

Jakarta, 26 September 2018

Yang membuat pernyataan

Materai

(Mohamad Yanuar)
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

FAKULTAS KEDOKTERAN

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI

UJI DETEKSI PEMBENTUKAN BIOFILM DARI ENTEROCOCCUS FAECALIS


HASIL ISOLAT KLINIK KATETER URIN MENGGUNAKAN METODE CONGO
RED AGAR DAN TISSUE CULTURE PLATE

Oleh :

Nama : Mohamad Yanuar Prasetyo Nugroho

NIM : 102014191

Jurusan : Kedokteran Umum

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dan dipertahankan dalam ujian
komprehensif guna mencapai gelar Sarjana Strata Satu pada Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana – Jakarta.

Jakarta, 26 September 2018

Menyetujui :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(dr. Wani Devita Gunardi Sp.MK) (dra. Elisabeth D. Harahap MS)

Ketua Prodi Kedokteran

(dr. Handy Winata M.Biomed)

Lembar Pengesahan Karya Tulis Akhir (Skripsi)


Judul Skripsi : UJI DETEKSI PEMBENTUKAN BIOFILM DARI
ENTEROCOCCUS FAECALIS HASIL ISOLAT KLINIK KATETER
URIN MENGGUNAKAN METODE CONGO RED AGAR DAN
TISSUE CULTURE PLATE

Nama : MOHAMAD YANUAR PRASETYO NUGROHO

NIM : 102014191

Jakarta, 26 September 2018

Pembimbing Utama : dr. Wani Devita Gunardi Sp.MK (..............................)

Pembimbing Pendamping : dra. Elisabeth D. Harahap MS (..............................)

Penguji : dr. Herman Sunaryo MS (..............................)

Manager PSSK : dr. Handy Winata M.Biomed (..............................)

Dekan : dr. Antonius R. Castilani M.Si, DFM (............................)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat yang telah diberikan
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan judul “UJI DETEKSI
PEMBENTUKAN BIOFILM DARI ENTEROCOCCUS FAECALIS HASIL ISOLAT
KLINIK KATETER URIN MENGGUNAKAN METODE CONGO RED AGAR DAN
TISSUE CULTURE PLATE” ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai
gelar Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, tugas ini tidak
dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:

1) dr. Antonius Ritchi Castilani M.Si, DFM selaku Dekan FK UKRIDA.


2) dr. Handy Winata M. Biomed , selaku Ketua Prodi PSSK.
3) dr. Wani Devita Gunardi Sp. MK selaku pembimbing utama yang telah memberikan
bimbingan dan banyak masukan.
4) dra. Elisabeth D. Harahap MS selaku pembimbing pendamping yang telah
memberikan bimbingan dan banyak masukan.
5) dr. Herman Sunaryo MS selaku penguji yang telah memberikan masukan dan
perbaikan untuk hasil skripsi yang lebih baik.
6) Keluarga tercinta yaitu Orang tua, Kakak, dan Adik Tercinta. Dengan dukungan
kalian, merupakan pendorong bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini
7) Elsa Noviranty, Julio Ludji Pau, Chrisanto, Alexander Felix, dan pengurus
laboratorium, sebagai teman yang membantu saya menyelesaikan skripsi ini

Akhir kata, saya berharap Tuhan yang Maha Esa berkenan membalas semua kebaikan
kalian. Semoga skripsi ini juga dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.

Jakarta, 26 September 2018

Mohamad Yanuar Prasetyo Nugroho

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI


Sebagai sivitas akademika Universitas Kristen Krida Wacana, saya yang bertanda
tangan dibawah ini :

Nama : Mohamad Yanuar Prasetyo Nugroho

NIM : 102014191

Program Studi : Kedokteran Umum

Fakultas : Kedokteran

Demi pengembangan ilmu pengetauhan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Kristen Krida Wacana Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas skripsi saya yang berjudul :UJI DETEKSI PEMBENTUKAN BIOFILM
DARI ENTEROCOCCUS FAECALIS HASIL ISOLAT KLINIK KATETER URIN
MENGGUNAKAN METODE CONGO RED AGAR DAN TISSUE CULTURE PLATE.
Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini, Universitas Kristen Krida Wacana berhak
menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 26 September 2018

Yang menyatakan

Mohamad Yanuar Prasetyo Nugroho


7

ABSTRAK

UJI DETEKSI PEMBENTUKAN BIOFILM DARI ENTEROCOCCUS


FAECALIS HASIL ISOLAT KLINIK KATETER URIN
MENGGUNAKAN METODE CONGO RED AGAR DAN TISSUE
CULTURE PLATE
Mohamad Yanuar Prasetyo Nugroho

102014191

(xiii + halaman : 7gambar ; 6 tabel ; 2 lampiran)

Laporan National Healthcare Safety Network dari tahun 2006 - 2008,


menunjukan penyebab paling umum kedua infeksi saluran kemih (ISK) terkait kateter
adalah genus Enterococcus setelah Eschericia coli. Pada infeksi saluran kemih terkait
kateter urin, ada faktor yang berperan penting dalam patogenesis infeksi ini, yaitu:
pembentukan biofilm pada kateter urin. Ada beberapa variasi metode untuk mendeteksi
pembentukan biofilm seperti Tissue Culture Plate (TCP), Tube method (TM), Congo
Red Agar (CRA), dan lain-lain. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan metode deteksi
pembentukan biofilm dari E. faecalis yang tepat, cepat, dan mudah dilakukan. Total
tigabelas isolat bakteri E. faecalis yang didapat dari hasil isolasi kultur kateter urin
dilakukan uji deteksi pembentukan biofilm dengan metode TCP sebagai baku emas dan
CRA sebagai pemeriksaan pembanding. Hasilnya, didapatkan 61,5% dan 46,2% bakteri
E. faecalis mampu menghasilkan biofilm menggunakan metode TCP dan CRA. Hasil
uji diagnostik metode CRA dibandingkan dengan metode TCP untuk deteksi
pembentukan biofilm, didapatkan sensitivitas dan spesifisitas dari CRA sebesar 25%
dan 20%. CRA merupakan metode yang cepat dan mudah untuk dilakukan, namun
memiliki sensitivitas dan spesifitas yang rendah karena pembacaan hasil yang bersifat
subjektif.
Kata Kunci : Enterococcus faecalis, Kateter Urin, Biofilm, Congo Red Agar,
Tissue Culture Plate.

Universitas Kristen Krida Wacana


8

ABSTRACT

TEST DETECTION OF BIOFILM FORMATION FROM


ENTEROCOCCUS FAECALIS RESULTS OF CLINICAL ISOLATE
OF URINE CATHETERS USING CONGO RED AGAR AND TISSUE
CULTURE PLATE

Mohamad Yanuar

102014191

(xiii + 41 pages : 7pictures ; 2 tables ; 2enclosures)

The National Healthcare Safety Network reported that from 2006-2008, the
genus Enterococcal was the second most common Catheter Associated Urinary Tract
Infections (CAUTI) prior to Eschericia coli. It has an important role of biofilm in the
CAUTI pathogenesis. There are several methods to detect biofilm production for
example Tissue Culture Plate (TCP), Tube method (TM), and Congo Red Agar method
(CRA). The goal of this study was to find the effective method to detect biofilm from E.
faecalis. A total of thirteen E. faecalis bacterial isolates from catheter culture were
tested by the TCP method and CRA for detection the biofilm formation. We obtained
61.5% and 46.2% of bacteria E. faecalis which were able to produce biofilm by TCP
method and CRA. The sensitivity and specificity of the CRA compared with TCP method
were 25% and 20%. The CRA method was rapid and simple to do but the sensitivity and
specificity were too low, probably due to subjective paralax reading of the results.

Key Words : Enterococcus faecalis, Urine Catheter, Biofilm, Congo Red Agar,
Tissue Culture Plate.

Universitas Kristen Krida Wacana


9

DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN KARYA TULIS AKHIR.................................... iv
KATA PENGANTAR........................................................................................ v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI............................ vi
ABSTRAK......................................................................................................... vii
ABSTRACT....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK.................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2Rumusan Masalah.......................................................................................... 3
1.3Tujuan Penelitian............................................................................................ 3
1.4Manfaat Penelitian......................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 4


2.1Gambaran Enterococcus faecalis Secara Umum........................................... 4
2.2Enterococcus faecalis dengan Kateter Urin................................................... 5
2.3Konsep Biofilm.............................................................................................. 5
2.4Mekanisme Pembentukan Biofilm................................................................. 7
2.5 Kemampuan Enterococcus faecalis Membentuk Biofilm........................ 8
2.5.1 Aggregation Substance................................................................... 8
2.5.2 Enterococcal Surface Protein (Esp)................................................ 9
2.5.3 Microbial Surface Components Recognizing
Adhesive Matrix Molecules (MSCRAMMs)............................ 9
2.5.4 Pili............................................................................................. 9
2.5.5 Polisakarida............................................................................... 10
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Biofilm E. faecalis......... 10
2.6.1.Efek Permukaan (Substratum)................................................ 10
2.6.2.Conditioning Film.................................................................. 10

Universitas Kristen Krida Wacana


10

2.6.3.Hidrodinamik......................................................................... 11
2.6.4.Karakteristik Media Cairan.................................................... 11
2.6.5.Keadaan Permukaan Sel Bakteri............................................ 11
2.7Biofilm Enterococcus faecalis dan Kateter Urin................................ 12
2.8Deteksi dari Perlekatan Bakterial dan Biofilm................................... 12
2.9Deteksi Biofilm dengan Tissue Culture Plate (TCP) dan Congo
Red Agar (CRA)................................................................................ 13
2.10Kerangka Teori….............................................................................. 16
2.11Kerangka Konsep.............................................................................. 16

BAB III METODE PENELITIAN.................................................................. 17


3.1 Desain Penelitian........................................................................................ 17
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................... 17
3.3 Subjek Penelitian........................................................................................ 17
3.4Sampel Penelitian........................................................................................... 17
3.5Alat dan Bahan............................................................................................... 17
3.6Cara Kerja...................................................................................................... 18
3.6.1 Metode Congo Red Agar (CRA)....................................................... 18
3.6.2 Metode Tissue Culture Plate (TCP).................................................. 20
3.7Parameter Yang Diperiksa.............................................................................. 24
3.8Variabel Penelitian......................................................................................... 24
3.9Dana Penelitian.............................................................................................. 24
3.10Definisi Operasional.................................................................................... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 25


4.1 Hasil Penelitian......................................................................................... 25
4.1.1 Hasil Metode CRA........................................................................ 25
4.1.2 Hasil Metode TCP......................................................................... 27
4.1.3 Perbandingan dan Pembahasan Hasil CRA dan TCP................... 28

BAB V PENUTUP ............................................................................................ 33


5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 33
5.1 Saran ......................................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 34

Universitas Kristen Krida Wacana


11

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 ......................................................................................... 8

Gambar 2.2 ......................................................................................... 15

Gambar 4.1 ......................................................................................... 26

Gambar 4.2 .......................................................................................... 26

Gambar 4.3 .......................................................................................... 29

Gambar 4.4 .......................................................................................... 32

Gambar 4.5 .......................................................................................... 32

Universitas Kristen Krida Wacana


12

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Tabel 2x2 hasil pemeriksaan uji diagnostik yang diteliti
dengan baku emas.................................................................. 14
Tabel 3.1. Formula untuk Mengklasifikasikan Pembentuk
Biofilm pada Tissue Culture Plate.......................................... 23
Tabel 4.1. Interpretasi dari Warna Koloni Bakteri E. faecalis
pada Congo Red Agar...........................................................25
Tabel 4.2. Interpretasi Tiga Belas Isolat E. faecalis Berdasarkan
OD dari ELISAplate reader hasil Tissue Culture Plate......... 27
Tabel 4.3. Interpretasi Hasil dari Tiga Belas Isolat Bakteri
E. faecalis pada Uji Pembentukan Biofilm
dengan CRA danTissue Culture Plate..................................... 28
Tabel 4.4. Tabel Hasil Uji Diagnostik dari hasil Metode
CRA dengan metode TCP...................................................... 29

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Surat Keterangan Bebas Etik...................................................................... 40

Lembar Persetujuan Bebas Laboratorium................................................... 41

Universitas Kristen Krida Wacana


13

Cara Kerja Metode CRA............................................................................. 42

Cara Kerja Metode TCP.............................................................................. 42

LBB Steril dan LBB Hasil Kultur............................................................... 43

CRA Steril.............................................................. ............................. 43

Pewarnaan Gram Isolat C013 ..................................................................... 44

Pewarnaan Gram Isolat C023...................................................................... 44

Congo Red Indicator, Sukrosa, Brain Heart Infusion Agar........................ 45

Tabel Perbandingan Metode CRA dan TCP............................................... 46

Tabel Formula Interpretasi Hasil TCP......................................................... 46

Hasil Spektrofotometri pada TCP dengan absorbansi 595nm..................... 46

Universitas Kristen Krida Wacana


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Enterococci merupakan salah satu dari flora normal intestinal manusia dan
hewan, namun mikroba ini juga penyebab penting infeksi nosokomial yang
menginfeksi berbagai bagian tubuh dan dapat menyebabkan bakteremia. Dilaporkan
oleh 152 rumah sakit di Amerika Serikat, bakteri ini berperan dalam infeksi
nosokomial seperti infeksi peredaran darah ditemukan sebanyak 11%, dan sebagai
bakteri patogen terbanyak pada infeksi lokasi bedah ditemukan sebanyak 17%.1

Selama dua dekade, angka kejadian infeksi nosokomial yang disebabkan bakteri
Enterococcus sp meningkat. Hal ini dapat disebabkan penggunaan antibiotik yang
berlebih, serta adanya faktor biofilm yang mendukung proses terjadinya pertukaran
faktor determinan resisten antibiotik.2

Salah satu peranan dari biofilm adalah kemampuan resistensi bakteri dalam
struktur biofilm meningkat sampai 1000 kali lebih resisten terhadap antibiotik
daripada sel planktonik disebabkan beberapa mekanisme.3 Bakteri Enterococci
faecalis memiliki kemampuan untuk mengekspresikan protein pada permukaan yang
memungkinkan kolonisasi dan pembentukan biofilm pada host itu sendiri.4

Perlekatan mikroba pada substrat tertentu, diikuti dengan kolonisasi dan


pembentukan biofilm dapat memiliki efek negatif pada banyak area seperti alat
medis, terutama pada kateter urin. Menurut Barbara, biofilm berperan sebagai fokus
utama dari patogenesis infeksi saluran kemih yang berkaitan dengan pemasangan
kateter urin.5 Ada dua studi mengenai prevalensi bakteri penghasil biofilm yang
menyimpulkan, bahwa mayoritas bakteri yang menghasilkan biofilm dari kateter
urin adalah Enterococcus faecalis.6,7

Hasil produksi biofilm bakteri Enterococcus juga bervariasi pada banyak negara,
seperti di United Kingdom (UK), dari 109 enterococcus hasil isolasi kateter
pembuluh darah, semua hasil E. faecalis dan setengah hasil E. faecium
menghasilkan biofilm.8 Studi lain di Polandia menyimpulkan, 59% hasil isolasi E.

Universitas Kristen Krida Wacana


2

faecalis dari saluran kemih dapat membentuk biofilm. 9 Pada penelitian di Pakistan,
didapatkan 75% produksi biofilm adalah uropatogen dari saluran kemih. Biofilm
tersebut kebanyakan dideteksi dari bakteri S. aureus (75%), E. faecalis (75%), dan
E. coli (40%).10 Sedangkan di Jepang, semua 352 sampel E. faecalis dari infeksi
saluran kemih dapat membentuk biofilm yang bersifat lemah, medium, atau kuat.11

Ada beberapa studi yang menyebutkan metode-metode untuk mendeteksi


biofilm seperti Tissue Culture Plate (TCP) yang lebih baik dalam mendeteksi bakteri
pembentuk biofilm dibandingkan dengan Congo Red Agar (CRA).6,12 Sampai saat
ini, masih terdapat perdebatan metode mana yang paling efisien untuk mendeteksi
biofilm dari bakteri. Ada dua studi mengenai metode CRA yang telah dilakukan,
hasilnya metode ini cukup sederhana, mudah, murah, dan penilaiannya cepat, namun
hasilnya hanya dapat dinilai berdasarkan analisis visual yang bersifat kualitatif dan
mengandalkan visual subjektif.6,13 Pada penelitian ini ingin menguji, apakah metode
CRA dapat digunakan untuk uji deteksi biofilm dari bakteri Enterococcus faecalis
hasil isolat kateter urin.

Universitas Kristen Krida Wacana


3

1.2. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini dirumuskan dua permasalahan utama, yaitu :


 Bakteri E. faecalis pada kateter urin memiliki kemampuan untuk membentuk
biofilm
 Belum ada pemeriksaan yang sesuai untuk mendeteksi pembentukan biofilm
oleh bakteri E. faecalis hasil isolat klinik kateter urin

1.3. Tujuan Penelitian


Dalam penelitian ini dirumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu :
1.3.1. Tujuan umum :
Menentukan metode yang sesuai untuk uji deteksi biofilm dari bakteri E.
faecalis hasil isolat klinik kateter urin
1.3.2. Tujuan khusus :
 Mengetahui prevalensi bakteri E. faecalis hasil isolat kateter urin yang bersifat
penghasil biofilm
 Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas dari metode CRA
 Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari kedua metode deteksi biofilm, yaitu
metode CRA dan TCP

1.4. Manfaat Penelitian


Dalam penelitian ini dirumuskan empat manfaat utama, yaitu :
 Dapat memberikan informasi prevalensi bakteri E. faecalis hasil isolat kateter
yang bersifat penghasil biofilm
 Mendapatkan metode uji deteksi biofilm yang cepat dan murah.
 Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing kedua metode
 Sebagai dasar penelitian selanjutnya
 Menambah data referensi untuk penelitian lainnya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Enterococcus faecalis Secara Umum

Enterococcus faecalis diklasifikasikan dalam Kingdom Bacteria, Filum


Firmicutes, Famili Enterococcaceae, Genus Enterococcus, Spesies
Enterococcus faecalis. E. faecalis merupakan bakteri yang tidak membentuk
spora, fakultatif anaerob, kokus gram positif dan tidak menghasilkan reaksi

Universitas Kristen Krida Wacana


4

katalase dengan hidrogen peroksida. Bakteri ini berbentuk ovoid dengan


diameter 0,5 sampai 1 μm dan terdiri dari rantai pendek, berpasangan atau
bahkan tunggal.14,15

Spesies Enterococcus adalah organisme fakultatif anaerob, artinya


bakteri ini dapat hidup dengan ada ataupun tanpa oksigen. Organisme ini
memiliki kemampuan untuk menghidrolisa eskulin dengan adanya empedu,
pertumbuhannya dalam natrium 6,5%, hidrolisis pyrrolidonyl arylamidase, dan
memberikan reaksi positif dengan antiserum grup D. 14 Pada tahun 1930, bakteri
ini dikelompokkan ke dalam Streptococci grup D karena dapat bereaksi dengan
antiserum grup D. Pada tahun 1984 berdasarkan perbedaan genetik enterococci
dipindahkan dari genus Streptococcus dan ditempatkan dalam genus sendiri
yaitu Enterococcus.16 Enterococci adalah bakteri yang dapat beradaptasi dengan
baik dan persisten pada berbagai macam lingkungan. Bakteri ini tidak secara
alami bersifat virulen seperti bakteri patogen lainnya, namun bakteri ini
cenderung aktif dalam mengumpulkan dan bertukar faktor deteriminan resistensi
antibiotik.17

Bakteri Enterococcus memiliki kemampuan untuk mendapatkan,


mengumpulkan, dan berbagi elemen ekstrakromosomal yang mengkode sifat
virulensi sehingga mampu berkolonisasi, bersaing dengan bakteri lain, melawan
mekanisme pertahanan host dan menghasilkan perubahan patologis secara
langsung melalui produksi toxin atau secara tidak langsung melalui inflamasi.16
Faktor virulensi dan patogenitas dapat dijelaskan menggunakan teknik
molekuler. Beberapa gen hasil isolat dari enterococci yang resisten terhadap
beberapa antibiotik (agg, gelE, Ace, , Esp) mengkode faktor virulensi (produksi
gelatinase dan hemolysin) dan kemampuan membentuk biofilm.14

2.2. Enterococcus faecalis dengan Kateter Urin

Spesies Enterococcus adalah penyebab paling kedua paling umum


infeksi saluran kemih terkait penggunaan kateter yang dilaporkan ke National
Healthcare Safety Network selama periode 22 bulan dimulai pada bulan Januari
2006.2 Infeksi yang umum disebabkan oleh enterococci meliputi infeksi saluran
kemih (ISK), endokarditis, bakteremia, infeksi terkait kateter, infeksi luka, dan

Universitas Kristen Krida Wacana


5

infeksi intra abdomen dan panggul. Bakteri ini berasal dari flora usus pasien,
dari sini bakteri dapat menyebar dan menyebabkan ISK.14

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah salah satu penyebab utama


morbiditas dan biaya perawatan yang tinggi yang mempengaruhi orang-orang
dari semua umur, termasuk wanita muda, anak-anak, dan orang tua.
Diperkirakan sekitar 40% wanita memiliki ISK pada suatu waktu dalam
kehidupan mereka.3 ISK rekuren muncul lebih dari 20% wanita muda dengan
sistitis akut dan terbagi atas kejadian kambuh (jika semua infeksi disebabkan
oleh mikroorganisme yang sama) dan kejadian infeksi ulang (jika episode
disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda). Kejadian kambuh
dikategorikan sebagai ISK dengan komplikasi dan membutuhkan antibiotik yang
lebih lama. Kejadian kambuh pada wanita telah dikaitkan dengan kapasitas
mikroorganisme untuk membentuk biofilm.3 Pada studi Niveditha et al.18
disebutkan bahwa semakin lama kateter urin dipakai oleh pasien, maka bakteri
pada kateter urin tersebut akan lebih cenderung membentuk biofilm yang
menyebabkan infeksi saluran kemih.

2.3. Konsep Biofilm

Pembentukan biofilm adalah proses perkembangan kompleks yang


melibatkan perlekatan pada permukaan, interaksi sel-sel, formasi mikrokoloni,
pembentukan biofilm yang matang, dan pengembangan struktur biofilm tiga
dimensi.19 Biofilm dapat mengandung bakteri, fungi, protozoa, algae, dan
biasanya sel-sel ini membutuhkan faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan biofilm seperti kelembaban, temperature, pH lingkungan, dan
komposisi dari nutrisi substrat.20 Biofilm merupakan komunitas mikrobial yang
dapat terdiri dari satu lapis atau berlapis, terbungkus dalam matriks
Ekstracellular Polymeric Substances (EPS) yang dihasilkannya sendiri. Matriks
ini menunjukkan fenotip yang berubah sehubungan dengan laju pertumbuhan
dan perubahan transkripsi gen dari sel planktonik atau sel bebasnya.21

Matriks biofilm adalah bagian penting dari biofilm, yang mengandung


sel mikroba, EPS dan air. Diketahui hampir dari seluruh struktur biofilm terdiri
dari matriks biofilm yang komponennya adalah air, sedangkan kandungan

Universitas Kristen Krida Wacana


6

mikroba hanya sekitar 2-5%, dikelilingi oleh EPS yang bisa mencapai hingga
2% dari total matriks. Zat lain yang sering ditemukan dalam matriks biofilm
meliputi polisakarida, DNA, RNA, protein dan enzim yang mencapai tingkat
sekitar 2% secara total.22

Komposisi dari EPS bukan hanya penting untuk perlekatan dan


stabilisasi dari matriks biofilm, namun juga meningkatkan kesediaan nutrisi
didalam biofilm. Dalam lingkungan yang tinggi nutrisi, diketahui bahwa
mikroorganisme meningkatkan produksi EPS bersamaan dengan meningkatnya
jumlah sel, yang berakibat semakin padatnya struktur biofilm. Untuk lingkungan
yang rendah nutrisi, struktur biofilm didapatkan kurang padat.22

Parsek et al.23 menyatakan empat kriteria untuk mendefinisikan etiologi


infeksi biofilm, yaitu bakteri patogen pada permukaan melekat pada substrat;
pemeriksaan langsung menunjukkan bakteri dalam koloni, terbungkus dalam
matriks bakteri; infeksi yang terlokalisasi; dan infeksi yang resisten terhadap
terapi antibiotik. Perlekatan dan produksi biofilm oleh E. faecalis pada
biomaterial yang berbeda-beda sudah di telaah dan terdapat kemampuan
enterococci berikatan dengan berbagai perlengkapan medik seperti stent ureteral,
kateter intravaskular, stent bilier, dan silikon.8

2.4. Mekanisme Pembentukan Biofilm3,21

(i). Perlekatan reversibel bakteri planktonik ke permukaan.


Pembentukan biofilm dimulai dari beberapa sel planktonik melekat pada
suatu permukaan. Perlekatan pertama bakteri ini dipengaruhi oleh
kekuatan menarik atau menolak yang bervariasi bergantung pada kadar
gizi, pH, dan temperatur dari permukaan atau kedudukan yang sesuai.
Pada langkah ini, flagel dan kemotaksis memiliki peranan penting dalam
menghindari aksi dari hidrodinamik dan gaya repulsif dari permukaan
yang dipilih.

Universitas Kristen Krida Wacana


7

(ii). Perlekatan ireversibel ke permukaan. Pada tahap ini, sel-sel


planktonik yang melekat memperbanyak diri dan membentuk satu
lapisan tipis (monolayer) biofilm. Pembelahan pada tahap ini akan
berhenti selama beberapa saat dan terjadi banyak sekali perubahan pada
sel planktonik yang akan menjadi sel dengan tipikal fenotip biofilm,
sehingga sel biofilm akan berbeda secara metabolik dan fisiologik dari
sel planktoniknya.

(iii). Pembentukan lapisan kompleks biomolekul dan sekresi EPS yang


merupakan matriks eksternal. Produksi EPS yang terdiri dari polisakarida
memfasilitasi agregasi, perlekatan, dan toleransi pada permukaan yang
memungkinkan kolonisasi permukaan yang lebih baik.

(iv). Biofilm memiliki struktur tiga dimensi saat mencapai


kematangan. Struktur tiga dimensi ini dengan morfologi makrokoloni
bergantung pada komponen matriks ekstraselular yang dihasilkan sendiri.
EPS, adhesins, protein pembentuk amyloid, dan eksopolisakarida (semua
termasuk dalam matriks biofilm) diperlukan untuk menghasilkan struktur
ini. Adanya nutrisi, air, senyawa pengkode atau produk limbah di
sepanjang area biofilm yang berbeda-beda akan memungkinkan sel
melakukan metabolismenya.

(v). Dalam keadaan biofilm sudah matang, maka detachment


mungkin terjadi. Detachment memungkinkan sel untuk kembali lepas
menjadi sel planktonik dan kemudian dapat membentuk biofilm di
bagian permukaan lainnya. Artinya biofilm memiliki mekanisme aktif
yang dikelola oleh bakteri itu sendiri seperti degradasi enzimatis dari
matriks biofilm dan quorum sensing sebagai respons terhadap perubahan
lingkungan yang berkaitan dengan tingkat gizi dan deplesi oksigen serta
mekanisme pasif yang dimediasi oleh kekuatan luar dan erosi dari
lingkungan.

Pembentukan biofilm dilakukan dalam lima tahap dapat


ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Universitas Kristen Krida Wacana


8

Gambar 2.1. Langkah Pembentukan Biofilm3

2.5. Kemampuan Enterococcus faecalis Membentuk Biofilm2,24

Ada beberapa faktor genetik yang berperan dalam kemampuan


enterococci untuk bertahan hidup dan menyebabkan infeksi pada lingkungan
host, yang disebut sebagai faktor virulensi. Beberapa faktor virulensi yang
dimiliki untuk berperan dalam pembentukan biofilm E. faecalis adalah
gelatinase, aggregation substance, pili, Ace, Esp. Pada fase perlekatan, ada
beberapa faktor yang berperan seperti protein pada dinding sel, dan glikolipid.
Pada fase maturasi terdapat polisakarida, lipoteichoic acid, DNA ekstraseluler,
dan protease yang berperan dalam maturasi biofilm.

2.5.1. Aggregation Substance

Aggregation substance (AS) adalah protein pada permukaan sel


yang membantu mediasi kontak sel-sel E. faecalis saat transfer plasmid.
AS juga dilaporkan membantu perlekatan, translokasi, dan invasi ke
berbagai area tubuh seperti sel epitel intesinal, renal. AS juga
meningkatkan ketahanan hidup dari sel leukosit polimorfonuklear dan
makrofag.

2.5.2. Enterococcal Surface Protein (Esp)

Pertama kali diidentifikasi pada E. faecalis sebagai lapisan


protein dengan permukaan besar yang diperkaya di antara isolat infeksi.
Pada penelitian disebutkan bahwa Esp berperan penting dalam perlekatan
bakteri pada permukaan sehingga dapat menyebabkan infeksi yang
persisten. Banyak penelitian juga menyebutkan, korelasi antara Esp

Universitas Kristen Krida Wacana


9

dengan pembentukan biofilm sangat kuat sehingga Esp penting dalam


pembentukan biofilm.

2.5.3. Microbial Surface Components Recognizing Adhesive Matrix Molecules


(MSCRAMMs)

MSCRAMMs memfalisitasi kolonisasi dari jaringan pada host


dan pengikatan sel bakteri untuk tinggal di permukaan abiotik yang
dilapisi dengan komponen matriks ekstraselular yang diturunkan dari
host. Pada E. faecalis dan E. faecium memiliki lebih dari satu lusin
MSCRAMMs. Adhesion of collagen from E. faecalis (Ace) merupakan
satu dari tiga MSCRAMMs yang sudah diteliti secara ekstensif,
menunjukkan pengikatannya terhadap kolagen tipe I, kolagen tipe IV,
laminin, dan dentin. Pada studi in-vitro, disebutkan bahwa Ace E.
faecalis dapat memediasi perlekatan pada intestinal manusia dan sel
endotel vena umbilikal.

2.5.4. Pili

Ekspresi dari pili pada permukaan bakterial dapat memfalisitasi


perlekatan, dimana sangat penting pada pembentukan biofilm. Pada
bakteri gram-positif, pembetukan pili adalah proses yang sangat
kompleks yang melibatkan gabungan dari pilin subunit menjadi pilus
polymer, yang nantinya akan melekat pada dinding sel.

2.5.5. Polisakarida

Polisakarida merupakan dinding sel yang terdapat pada semua


strain E. faecalis. Dinding sel ini membantu E. faecalis untuk
menghindar dari sistem kekebalan tubuh, dan berkontribusi dalam
kolonisasi dan invasi dari jaringan tubuh. Studi Mohamed et al.25
mengenai pengaruh epa (enterococcal polysaccharide antigen) pada
pembentukan biofilm oleh E. faecalis menyebutkan, adanya epa mutan
mengurangi pembentukan biofilm pada permukaan polisitrena.

Universitas Kristen Krida Wacana


10

2.6. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Biofilm Enterococcus


faecalis

Pada dekade terakhir, telah diidentifikasi sejumlah gen enterococcal yang


berperan dalam pembentukan biofilm dan pematangan, terutama pada E.
faecalis.24

2.6.1. Efek Permukaan (Substratum).

Perlekatan terjadi lebih baik pada permukaan yang kasar, karena


akan menurunkan kekuatan aliran yang dapat melepaskan biofilm, dan
permukaan yang kasar memiliki luas permukaan yang lebih besar. Hal
lain adalah mikroorganisme lebih baik melekat pada permukaan yang
hidrofobik seperti teflon dan plastik dibandingkan gelas atau logam.21
Pada kebanyakan bakteri gram-positif memiliki pili, yang tampaknya
memainkan peran besar dalam mediasi kontak sel-sel, kolonisasi pada
jaringan inang, dan pembentukan biofilm.26

2.6.2. Conditioning Film

Permukaan yang terpapar oleh media cair akan segera ditutupi


oleh polimer-polimer dari medium dan menimbulkan modifikasi kimiawi
yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perluasan dari perlekatan
mikroorganisme dari permukaan tersebut.21 Langkah pertama dalam
pembentukan biofilm pada kateter urin adalah pengendapan komponen
conditioning film seperti protein, elektrolit, dan molekul organik lainnya.
Pada tahap ini, terjadi perubahan permukaan dari kateter urin dan
menetralkan zat antiadhesive, kemudian bakteri bebas dapat menempel
ke permukaan kateter melalui interaksi hidrofobik dan elektrostatik.5

2.6.3. Hidrodinamik

Semakin cepat aliran cairan yang terjadi maka semakin


mempercepat perlekatan sel pada permukaan karena sel-sel akan
berturbulensi dan berputar, sehingga struktur biofilm akan berbeda pada
beberapa tempat seperti infeksi biofilm pada kateter urin yang

Universitas Kristen Krida Wacana


11

menghadapi aliran urin dibandingkan dengan infeksi prostesis ortopedi


tanpa aliran cairan yang kuat.21,22

2.6.4. Karakteristik Media Cairan

Seperti pH, suhu, jumlah zat gizi, kation dan adanya antimikroba
akan mempengaruhi perlekatan.11 Pada metode CRA terhadap bakteri E.
faecalis, penambahan suplementasi glukosa 1% pada medium tryptic soy
broth (TSB) akan meningkatkan pembentukan biofilm daripada TSB
tanpa glukosa. Studi lain juga menyebutkan, mutan E. faecalis
mengandung 1% maltosa dapat membentuk biofilm 4% lebih tinggi dari
E. faecalis yang mengandung 1% glukosa. Pengamatan ini menunjukkan
bahwa ketersediaan gula yang berbeda dalam lingkungan pertumbuhan
dapat secara drastis mengubah produksi biofilm di E. faecalis, tetap
harus ditetapkan jika proses ini terkait dengan represi katabolit atau
ketersediaan total sumber karbon yang dapat difermentasi.8,27

2.6.5. Keadaan Permukaan Sel Bakteri

Permukaan sel yang hidrofobik, adanya fimbriae , flagel dan


polisakarida atau protein pada permukaan sel bakteri akan
mempermudah perlekatan, terutama bila terjadi kompetisi dalam suatu
mikroorganisme.21 Modifikasi dari alat-alat biomaterial merupakan salah
satu pendekatan untuk mengurangi (elektrostatik, hidrofobik) perlekatan
mikrobial. Ini menunjukkan jika kateter yang terbuat dari silikon murni
dapat mengurangi jumlah perlekatan biofilm.5

2.7. Biofilm Enterococcus faecalis dan Kateter Urin

Tingginya angka kejadian pembentukan biofilm bakteri E. faecalis pada


kateter urin disebabkan oleh kondisi lingkungan kateter urin merupakan
permukaan yang ideal untuk perlekatan bakteri dan pembentukan struktur
biofilm.28 Ada dua studi mengenai bakteri pembentuk biofilm menyebutkan
bahwa bakteri E. faecalis merupakan bakteri yang sering ditemukan membentuk

Universitas Kristen Krida Wacana


12

biofilm, terutama pada infeksi terkait penggunaan kateter urin yang berakibat
terbatasnya pilihan terapeutik.2,24

Berdasarkan penelitian Talebi et al.29, E. faecalis memiliki faktor- faktor


genetik yang berkaitan dalam membentuk biofilm dan resistensi terhadap
vancomycin, teicoplanin, dan ampicilin, sehingga perlu diperhatikan bahwa
biofilm dapat menyebabkan masalah dalam pemberian terapi pada pasien infeksi
saluran kemih terkait kateter urin.

2.8. Deteksi dari Perlekatan Bakterial dan Biofilm

Untuk mempelajari biofilm lebih detil, mikroskop elektron sudah dipakai


oleh para peneliti karena dapat memberikan visualisasi dan karakterisasi internal
dan eksternal dari struktur biofilm mikrobial.22 Terdapat beberapa metode lebih
sederhana yang dapat digunakan untuk mendeteksi produksi biofilm, yaitu
Tissue Culture Plate (TCP), Tube Method (TM), Congo Red Agar (CRA),
microtitre plate, dan masih banyak lagi. Sampai sekarang, metode TCP tetap di
antara tes yang paling sering digunakan untuk penyelidikan biofilm, dan
sejumlah modifikasi telah dikembangkan untuk budidaya in vitro dan
kuantifikasi biofilm bakteri

Kuantifikasi biofilm dimulai dengan metode yang didasarkan pada


pembuatan biofilm di dinding tabung uji dan deteksi berikutnya dengan
pewarnaan untuk melihat ada tidaknya biofilm. Pada tahun 1985 dilakukan uji
identifikasi biofilm pada microtiter plate sebagai wadah kultur, dan hasilnya
diukur secara spektrofotometri.30 Pada tahun 1989 ditemukan metode baru untuk
mendeteksi biofilm pada bakteri S. epidermidis menggunakan CRA oleh
Freeman.31 Metode Freeman, menggunakan medium brain heart infusion broth
dengan suplementasi sukrosa 5% dan pewarnaan Congo red hasilnya
memuaskan dalam mendeteksi biofilm.31

Gunardi menyebutkan, biofilm terdiri dari matrik (85% dari volume) dan
kumpulan sel-sel bakteri (15% dari volume) dimana Extracelullar Polymeric
Substances (EPS) sebagai material matriks yang utama. EPS bervariasi secara
fisik dan kimia, tapi terutama terdiri dari polisakarida. 21 Pada metode TCP

Universitas Kristen Krida Wacana


13

memungkinkan menghitung biofilm yang sudah diwarnai dengan kristal violet


di microtiter plate yang bercampur dengan etanol dan di ukur menggunakan
ELISA plat reader dengan nilai absorbansi 570nm.32

Pada metode Congo red, keberadaan gula yang tinggi sangat dibutuhkan
untuk memproduksi biofilm. Bakteri akan memfermentasikan gula yang
bercampur dengan pewarna Congo red, dan akan memproduksi EPS yang terdiri
dari polisakarida. Polisakarida inilah yang akan membentuk warna hitam yang
mengindikasikan terbentuknya biofilm.22,30,31,33

2.9. Deteksi Biofilm dengan Tissue Culture Plate (TCP) dan Congo Red
Agar (CRA)

Dalam uji diagnostik pada uji deteksi biofilm menggunakan TCP dan
CRA. Sensitivitas dibutuhkan untuk melihat kemampuan alat diagnosis (CRA)
untuk mendeteksi suatu biofilm. Sensitivitas adalah proporsi subyek yang
membentuk biofilm dengan hasil metode TCP (positif benar) dibandingkan
seluruh subyek yang positif dengan kedua metode TCP dan CRA (positif benar +
negatif semu), pada tabel 2.1, sensitivitas = a : (a+c).34 Spesifisitas sendiri
dibutuhkan untuk melihat kemampuan alat diagnostik untuk menentukan bahwa
subyek tidak membentuk biofilm. Spesifisitas merupakan proporsi subyek tidak
membentuk biofilm dengan hasil metode TCP (negatif benar) dibandingkan
dengan seluruh subyek yang tidak sakit (negatif benar + positif semu), pada
tabel 2.1, spesifisitas = d : (b+d).34

Metode TCP (Baku Emas)


TCP (+) TCP (-) Jumlah
Metode CRA (+) (a) (b) -
CRA (-) (c) (d) -
CRA
Jumlah - - -
Tabel 2.1. Tabel 2x2 hasil pemeriksaan uji diagnostik yang diteliti dengan baku
emas.34

Universitas Kristen Krida Wacana


14

Hassan et al.6 dalam penelitiannya dijabarkan sensitivitas, spesifisitas,


nilai negatif prediktif, nilai positif prediktif dan akurasi sudah terkalkulasi.
Hasilnya menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas dari metode CRA pada isolat
klinik yaitu sebesar 11% dan 92%. Banyak penelitian yang tidak
merekomendasikan CRA sebagai metode uji pembentukan biofilm, namun pada
studi Rajkumar et al.33 menyatakan bahwa metode CRA dapat digunakan sebagai
metode yang simpel, ekonomis, sensitif, dan spesifik pada mikrobiologi klinik.
Hasil penelitiannya menyebutkan, total 103 (68,2%) dari 151 isolat positif
membentuk biofilm, yang menunjukkan bahwa metode CRA sebenarnya efektif
sebagai metode agar untuk uji deteksi pembentukan biofilm. Nuryastuti35 juga
menyebutkan bahwa CRA merupakan uji deteksi pembentukan biofilm yang
cukup sederhana, murah dan mudah dikerjakan. Pada penelitiannya, hasil dari
pembentukan biofilm oleh Staphylococcus aureus dengan CRA menunjukkan
hasil yang sangat kecil yaitu 2 dari 12 (14,2%) yang berwarna hitam dengan
permukaan kasar menunjukkan positif membentuk biofilm.

Pada negara berkembang seperti Indonesia, sangat dibutuhkan metode


yang murah, praktis, lebih sedikit membutuhkan perlengkapan, dan lebih sedikit
membutuhkan keahlian teknis. CRA sendiri merupakan salah satu metode
fenotipik sederhana yang hemat biaya untuk mendeteksi pembentukan biofilm
dan tidak memerlukan keahlian teknis.13,36,37 Pada tahun 2012, Niveditha et al.18
membagi menjadi dua kelompok, hasil positif di interpretasikan oleh koloni
berwarna hitam. Sedangkan hasil negatif di interpretasikan oleh koloni berwarna
merah (Gambar 2.2).

Universitas Kristen Krida Wacana


15

Gambar 2.2. Warna Koloni pada Metode CRA. (a) Koloni Merah, non-
Pembentuk Biofilm ; (b) Koloni Hitam, Pembentuk Biofilm.18

Untuk TCP sendiri merupakan metode kuantitatif yang reliable dalam


mendeteksi pembentukan biofilm pada mikroorganisme. Pada beberapa
penelitian sudah menyebutkan, dimana sampel klinik sudah di lakukan uji
deteksi biofilm dan menghasilkan hasil yang valid. Sehingga sudah banyak
penelitian yang merekomendasikan TCP sebagai baku standar untuk
membandingkan data dari TM dan CRA. 6,12,38 Hasil daripada metode ini hanya
bisa dibaca menggunakan ELISA plate reader yang memiliki filter yang adekuat
(crystal violet : 570-600nm).39

Uji Deteksi Biofilm


dengan Metode Congo
Red Agar

Bakteri E.
Bakteri E. faecalis faecalis
2.10. Hasil Isolasi
Kerangka Teori pembentuk
Kateter Urin biofilm

Faktor bakteri E. faecalis


Membentuk Biofilm :
Kemampuan bakteri
E.faecalis membentuk biofilm
Efek permukaan
Conditioning film
Hidrodinamik
Karakteristik media cairan
Universitas Kristen Krida Wacana
Keadaan permukaansel
bakteri
16

Uji Deteksi Biofilm dengan


Metode Tissue Culture Plate

2.11. Kerangka Konsep

Metode Tissue
Metode Congo Red Culture Plate
Agar Isolat Bakteri Enterococcus
faecalis

Bakteri E. faecalis penghasil Bakteri E. faecalis bukan


biofilm penghasil biofilm

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian observasional, untuk mengetahui kemampuan
pembentukan biofilm dari tiga belas bakteri Enterococcus faecalis hasil
isolat kateter urin periode Agustus 2016- November 2016 di rumah sakit
swasta Tangerang.

3.2. Tempat dan Waktu


Universitas Kristen Krida Wacana
17

Laboratorium Penelitian FK Ukrida, mulai dari Bulan Agustus


2017 – Oktober 2017.

3.3. Subyek Penelitian

Tiga belas isolat bakteri Enterococcus faecalis yang terkumpul


dari hasil kultur kateter urin periode Agustus- November 2016 di rumah
sakit swasta di Tangerang.

3.4. Sampel Penelitian

Total sampling : Tiga belas isolat bakteri Enterococcus faecalis


yang terkumpul dari hasil kultur kateter urin periode Agustus -November
2016 di rumah sakit swasta di Tangerang.

3.5 Alat dan Bahan


Bahan Penelitian: Luria-bertani Broth (LBB), Luria-bertani Agar
(LBA), Brain heart infusion Broth (BHIB),
Sukrosa, Agar no. 1 Oxoid, Congo red indicator,
aquabidest, dan 13 bakteri E. faecalis dalam stok
skim milk.

Alat Penelitian: Tabung reaksi, cawan petri, kompor listrik, pipet,


mikropipet, autoklaf, kulkas, kapas, kassa, tissue,
incubator, biosafety cabinet.

3.6. Cara Kerja


3.6.1. Metode Congo Red Agar (CRA).13,31
3.6.1.1. Pembuatan 20 Media Tumbuh Luria-Bertani Agar (LBA)
Siapkan medium LBA dalam bentuk bubuk
sebanyak 16 gram (40 gr/L) di dalam tabung erlenmeyer,
dilarutkan dalam 400 mL aquadest dengan dilakukan
pemanasan. Setelah larut dilakukan proses sterilisasi
dengan autoklaf (121˚C untuk 15 menit). Setelah
dikeluarkan dari autoklaf, tunggu sejenak sampai larutan
menghangat, lalu tuang ke cawan petri didalam biosafety
cabinet (BSC) sesuai dengan takaran (20 ml/cawan
petri). LBA yang sudah jadi dilakukan quality check

Universitas Kristen Krida Wacana


18

(QC) terlebih dahulu dengan cara masukkan LBA steril


ke dalam inkubator selama 24 jam pada 37˚C. Jika tidak
terdapat koloni yang tumbuh, berarti pelat LBA yang di
inkubasi sudah steril dan siap dipakai. QC dilakukan
untuk melihat kemurnian dari LBA.

3.6.1.2. Pembuatan 20 Media Tumbuh CRA


Siapkan medium Brain Heart Infusion Broth
(BHIB) dalam bentuk bubuk sebanyak 14,8 gram (37
gr/L), sukrosa dalam bentuk bubuk sebanyak 20 gram
(50 gr/L) dan agar no.1 (Oxoid) dalam bentuk bubuk
sebanyak 4 gram (10 gr/L). Ketiga bahan ini disatukan ke
dalam tabung erlenmeyer dan dilarutkan dalam 300 mL
aquadest dengan dilakukan pemanasan. Siapkan Congo
Red Indicator (CRI) dalam bentuk bubuk sebanyak 3,2
gram (8 gr/L) di dalam tabung erlenmeyer dan dilarutkan
dalam aquadest sebanyak 100 mL dengan dilakukan
pemanasan tidak mencapai 100˚C). Kedua bahan (BHIB
dan CRI) dilakukan proses sterilisasi dengan autoklaf
(121˚C untuk 15 menit) secara terpisah. Setelah
keduanya dikeluarkan dari autoklaf, tunggu sejenak
sampai larutan mencapai suhu 55˚C, dan campurkan
kedua bahan kedalam satu tabung erlenmeyer. Tuang ke
cawan petri didalam biosafety cabinet (BSC) sesuai
dengan takaran (20 ml/cawan petri). CRA yang sudah
jadi kemudian dilakukan QC, untuk dilihat kemurnian
dari CRA. Jika tidak terdapat koloni yang tumbuh,
berarti pelat LBA yang di inkubasi sudah steril dan siap
dipakai.

3.6.1.3. Inokulasi Bakteri E. faecalis dari Skim Milk ke LBA


Pertama-tama, stok bakteri E. faecalis sudah
tersedia dalam skim milk di dalam kulkas bersuhu -80˚C.
Keluarkan stok bakteri E. faecalis dari kulkas dan

Universitas Kristen Krida Wacana


19

siapkan pelat LBA yang steril ke dalam BSC. Ambil


bakteri E. faecalis dari stok skim milk menggunakan
sengkelit steril, lalu gores ke dalam pelat LBA steril
secukupnya. Masukkan pelat LBA yang sudah digores
bakteri E. faecalis ke dalam inkubator, tunggu selama 24
jam 37˚C. Jika ada koloni yang tumbuh, ambil sedikit
koloni menggunakan sengkelit steril, dilakukan
pewarnaan gram untuk melihat kemurnian bakteri E.
faecalis pada LBA tersebut.

3.6.1.4. Inokulasi Bakteri E. faecalis dari LBA ke CRA


Pada LBA yang sudah ditumbuhi koloni E.
faecalis, ambil sedikit koloni E. faecalis menggunakan
sengkelit steril dari LBA, lalu gores ke CRA secukupnya.
Masukkan pelat CRA yang sudah digores tadi ke dalam
inkubator, tunggu selama 24 jam pada 37˚C. Pada media
ini strain yang mampu membentuk biofilm akan
memberikan gambaran koloni berwarna hitam,
sedangkan strain yang tidak mampu membentuk biofilm
akan nampak sebagai koloni berwarna merah. Kontrol
negatif pada penelitian ini memakai CRA steril,
sedangkan kontrol positif digunakan bakteri E. Coli
ATCC e35218. Semua uji dilakukan dengan tiga kali
pengulangan (Cara kerja metode CRA, pada Lampiran 2)

3.6.2. Metode Tissue Culture Plate(TCP).39–42


3.6.2.1. Pembuatan 20 Medium Tumbuh Luria-Bertani Broth
(LBB)
Siapkan medium LBB dalam bentuk bubuk
sebanyak 5 gram (25 gr/L) dan masukkan ke dalam
tabung erlenmeyer, dilarutkan dalam 200 mL aquadest
dengan dilakukan pemanasan. Tuang ke dalam 20 tabung
reaksi yang berukuran 15 ml, lalu tutup tabung reaksi dan
lakukan sterilisasi menggunakan autoklaf (121˚C untuk
15 menit). Setelah dikeluarkan dari autoklaf, LBB yang

Universitas Kristen Krida Wacana


20

sudah jadi dilakukan QC terlebih dahulu dengan cara


masukkan tabung LBB steril ke dalam inkubator selama
24 jam pada 37˚C. Jika tidak terdapat koloni yang
tumbuh, berarti tabung LBB yang di inkubasi sudah
steril. QC dilakukan untuk melihat kemurnian dari LBB.

3.6.2.2. Inokulasi Bakteri E. faecalis dari Skim Milk ke LBB


Paestikan stok bakteri E. faecalis sudah tersedia
dalam skim milk di dalam kulkas bersuhu -80˚C.
Keluarkan stok bakteri E. faecalis dari kulkas dan
siapkan tabung LBB yang steril ke dalam BSC. Ambil
bakteri E. faecalis dari stok skim milk menggunakan
sengkelit steril, lalu celupkan ke dalam tabung LBB steril
secukupnya, kemudian kocok secara perlahan. Masukkan
tabung LBB yang sudah di masukkan bakteri E. faecalis
ke dalam inkubator, tunggu selama 24 jam 37˚C. Jika
tabung LBB yang sudah di inkubasi terlihat keruh, ambil
sedikt LBB yang keruh tersebut menggunakan sengkelit
steril, dilakukan pewarnaan gram untuk melihat
kemurnian bakteri E. faecalis pada LBA tersebut.

3.6.2.3. Pembuatan Standar Suspensi Bakteri dengan Standar 0,5


McFarland
Standar McFarland digunakan sebagai indikator
standar bahwa jumlah bakteri dalam larutan suspensi
sudah sesuai dengan suspensi standar McFarland (1,5
x108 suspensi bakteri / mL). Standar paling umum yang
sering digunakan pada laboratorium mikrobiologi klinik
adalah standar 0,5 McFarlan sebagai uji anti mikroba dan
tes performa kultur media. Pertama, siapkan dahulu
standar 0,5 McFarland, LBB yang sudah ditumbuhi
bakteri E. faecalis dan LBB steril. Pastikan standar
McFarland dan LBB bakteri sudah dilakukan
pencampuran dengan vortex. Siapkan suspensi tes

Universitas Kristen Krida Wacana


21

dengan cara masukkan suspensi bakteri ke dalam LBB


steril menggunakan mikropipet steril. Lakukan
pencampuran dengan vortex sampai larutan menjadi
homogen, lalu diukur menggunakan spektrofotometri.
Masukkan suspensi bakteri ke dalam LBB steril sampai
hasil dari LBB bakteri menunjukkan angka 0,5 pada
spektrofotometri. Jika hasil dari suspensi tes <0,5,
tambahkan suspensi bakteri ke dalam suspensi tes. Jika
hasil dari suspensi tes >0,5, gunakan mikropipet steril
untuk menambahkan LBB steril secukupnya sampai hasil
suspensi cocok dengan standar.

3.6.2.4. Inokulasi Suspensi Bakteri Standar 0,5 McFarland ke 96


Well Microplate Flat Bottom.
Suspensi bakteri 0,5 McFarland kemudian
dipindahkan ke dalam tiap sumur microplate
menggunakan mikropipet steril sebanyak 10 μl dan
dilarutkan dengan LBB steril sebanyak 100 μl
(perbandingan larutan dan pelarut 1 : 11). Suspensi
bakteri ini kemudian digoyangkan secara perlahan
sampai homogen, lalu di masukkan kedalam inkubator
selama 48 jam pada 37˚C.

3.6.2.5. Pencucian Microplate dengan Aquabidest dan Pewarnaan


dengan Larutan Kristal Violet 0,1%.
Suspensi bakteri pada microplate yang sudah
diinkubasi selama 48 jam kemudian dibuang dengan cara
membalik microplate secara cepat, lalu tiap sumur dicuci
menggunakan aquadest sebanyak 200 μl tiap sumurnya.
Setelah itu microplate dibalik hingga kering, lalu tiap
sumur diberikan larutan kristal violet 0,1% sebanyak 100
μl selama 15 menit. Larutan kristal violet kemudian
dibuang dengan cara membalik microplate secara cepat,

Universitas Kristen Krida Wacana


22

lalu tiap sumur dicuci lagi menggunakan aquadest


sebanyak 200 μl tiap sumurnya.
Pencucian tiap sumur dengan aquabidest pada
tahap ini (setelah diberikan kristal violet) dilakukan
sampai larutan kristal violet pada sumur menghilang. Hal
ini dilakukan agar tidak menghasilkan hasil yang salah
saat dilakukan pengukuran menggunakan ELISA plate
reader.
Setelah dilakukan pencucian, mikroplate
dikeringkan sampai sama dengan temperature ruangan.
Setelah mikroplate kering, berikan etanol 96% sebanyak
150 μl secara perlahan, kemudian mikroplate harus
ditutup untuk mengurangi penguapan, dan kemudian
akan dibaca menggunakan ELISA plate reader.

3.6.2.6. Pembacaan Absorbansi Biofilm Menggunakan ELISA


plate reader.
Microplate yang berisi etanol 96% diukur
menggunakan ELISA plate reader pada panjang
gelombang 595nm. Dari ke lima pengulangan, diambil
rata-rata dari tiga pengulangan sebagai nilai interpretasi
dari satu isolat itu sendiri. Sebagai kontrol negatif
digunakan LBB steril, hasil positif akan dijelaskan
sebagai berikut; O.D.c (Optical Density) didefinisikan
sebagai nilai absorbansi dari kontrol negatif, dan O.D.
sebagai nilai absorbansi dari bakteri isolat. Sel bakteri
sebagai pembentuk biofilm dikategorikan lebih lanjut
pada tabel 1.39 Semua uji dilakukan dengan tiga kali
pengulangan.(Cara kerja metode TCP, pada Lampiran 3)

Formula Pembentuk Biofilm


OD < ODc Non-producer
OD > ODc Lemah
OD < 2ODc
OD > 2ODc Sedang
OD < 4ODc

Universitas Kristen Krida Wacana


23

OD > 4ODc Kuat


Tabel 3.1. Formula untuk Mengklasifikasikan Pembentuk
Biofilm pada Tissue Culture Plate.39

3.7. Parameter yang Diperiksa


 Parameter yang diperiksa disini adalah angka pertumbuhan
biofilm oleh bakteri Enterococcus faecalis pada metode CRA dan
metode tube.
 Sensitivitas dan spesifisitas dari metode CRA

3.8. Variabel Penelitian


 Variabel bebas : Metode tissue culture plate dan congo red
agar

 Variabel terikat : Tiga belas isolat bakteri Enterococcus


faecalis hasil isolat kateter urin periode Agustus 2016-
November 2016 di rumah sakit swasta Tangerang.

3.9. Dana Penelitian


Untuk melakukan penelitian ini dibutuhkan alat dan bahan
sedangkan untuk mendapatkan alat dan bahan dibutuhkan dana. Dana
penelitian ini diperlukan untuk membeli alat dan bahan seperti: cawan
petri, Luria Bertani Agar, dan Luria Bertani Broth. Jumlah biaya yang
dibutuhkan yaitu sebesar, Rp. 1.218.410,00-

3.8. Definisi Operasional


3.8.1. Bakterial biofilm adalah komunitas mikrobial yang terdiri
dari sel-sel yang menempel secara ireversibel ke suatu permukaan
atau substrat tertentu dan dibungkus dalam matriks dari
extracellular polymeric substances (EPS) yang mereka produksi.
3.8.2. Enteroccous faecalis merupakan bakteri yang tidak
membentuk spora, fakultatif anaerob, kokus gram positif dan
tidak menghasilkan reaksi katalase dengan hidrogen peroksida.
Bakteri ini berbentuk ovoid dengan diameter 0,5 sampai 1 μm
dan terdiri dari rantai pendek, berpasangan atau bahkan tunggal,
dan memiliki kemampuan untuk membentuk biofilm.

Universitas Kristen Krida Wacana


24

Bab IV

Hasil dan Pembahasan

4. Hasil Penelitian

4.1. Hasil Metode Congo Red Agar (CRA)

Pada metode CRA yang dilakukan pada penelitian ini, hasil dibaca berdasarkan
kategori Niveditha et al.18, hasil positif di interpretasikan oleh koloni berwarna
hitam. Sedangkan hasil negatif di interpretasikan oleh koloni berwarna merah.
Pembacaan hasil CRA harus 1x24 jam, karena jika lebih dari 24 jam tidak spesifik
untuk hasil warna yang didapat. Pada tabel 4.1 menunjukkan hasil dari uji deteksi
biofilm menggunakan metode CRA hasil 13 isolat bakter E. faecalis.

No. Kode Bakteri Warna Koloni Interpretasi

1 Kontrol (-)

CRA Steril Merah (-)


2 Kontrol (+)

E. Coli ATCC 35218 Hitam (+)


3 C133 Merah (-)
4 C273 Merah (-)

5 C254B Merah (-)

6 C065 Merah (-)


7 C023B Merah (-)

8 C066 Merah (-)


9 C229 Merah (-)

10 C190 Hitam (+)


11 C148 Hitam (+)
12 C173 Hitam (+)

13 C014 Hitam (+)


14 C132A Hitam (+)
15 C013 Hitam (+)
Tabel 4.1. Interpretasi dari Warna Koloni Bakteri E. faecalis pada Congo Red
Agar

Hasilnya, sebanyak 6 (46,2%) isolat bakteri E. faecalis dari hasil kultur kateter
urin membentuk biofilm pada CRA, sedangkan yang tidak membentuk biofilm

Universitas Kristen Krida Wacana


25

sebanyak 7 isolat (53,8%). Analisis dari koloni menghambat klasifikasi dari hasil
metode CRA ini dikarenakan variasi warna dari koloni. (Gambar 4.2).

46.20% Pembentuk Biofilm


53.80% Non-Biofilm

Gambar 4.1. Distribusi Isolat E. faecalis dalam Pembentukan Biofilm


Berdasarkan Uji CRA.

Gambar 4.2. Warna Koloni Bakteri E. faecalis. (a),(b),(c) ; Warna Koloni Merah,
Koloni non-Penghasil Biofilm; (d), (e), (f) ; Warna Koloni Hitam, Koloni
Penghasil Biofilm.

4.2. Hasil Metode Tissue Culture Plate (TCP)


Universitas Kristen Krida Wacana
26

Sebagai kontrol negatif digunakan LBB steril, dan hasil positif akan
dijelaskan sebagai berikut. Nilai absorbansi 595nm dari uji TCP ini cukup untuk
menentukan rata-rata dan standar deviasi untuk setiap strain atau spesies, dan
dengan demikian memberikan ukuran tingkat pembentukan biofilm.
Berdasarkan semua strain bakteri yang diuji diklasifikasikan ke dalam satu dari
empat kategori yang mungkin: non-biofilm, lemah, sedang dan kuat dalam
membentuk biofilm. Interpretasi dari pembentuk biofilm pada TCP dilakukan
menurut kriteria dari Ibrišimović et al.39 Interpretasi dari 13 isolat bakteri bisa
dilihat pada tabel 4.2.

Formula Pembentuk Biofilm Jumlah Isolat


Perhitungan Jarak OD
OD < ODc Non-Biofilm 5 (38,5%)
<0,462
OD > ODc Lemah 6 (46,2%)
OD < 2ODc
0,462 - 0,924
OD>2ODc Sedang 2 (15,3%)
OD < 4ODc 0,924 - 1,848
OD > 4ODc Kuat 0 (0%)
>1,848
Tabel 4.2. Interpretasi Tiga Belas Isolat E. faecalis Berdasarkan OD dari ELISA plate
reader hasil Tissue Culture Plate

Dari tiga belas isolat bakteri E. faecalis yang terkumpul dari hasil kultur
kateter urin membentuk biofilm pada metode TCP sebanyak 5 (38,5%) strain E.
faecalis menunjukkan sebagai non-biofilm, 6 (46,2%) strain menunjukkan
sebagai penghasil biofilm yang bersifat lemah, dan 2 (15,3%) sebagai penghasil
biofilm yang bersifat sedang. Pada penelitian ini, tidak didapatkan pembentuk
biofilm yang kuat dikarenakan nilai OD tidak melebihi empat kali ODc sesuai
dengan kriteria dari Ibrišimović et al.39 Hasil dari penelitian ini dijabarkan dalam
tabel 4.3.

Kode Bakteri CRA Tissue Culture Plate(595nm)

Kontrol (-)

CRA Steril dan LBB Steril (-) 0,477

Universitas Kristen Krida Wacana


= Non-Biofilm

= Lemah
27
= Sedang

Kontrol (+)
= Kuat
E. coli (ATCC 35218) (+) 1,932

C190 (+) 0,310

C066 (+) 0,365

C173 (+) 0,405

C148 (+) 0,466

C013 (+) 0,467

C229 (-) 0,515

C132A (+) 0,545

C254B (-) 0,616

C133 (-) 0,645

C023B (-) 0,663

C273 (-) 0,929

C065 (-) 1,080

C014 (+) 1,195

Tabel 4.3. Interpretasi Hasil dari Tiga Belas Isolat Bakteri E. faecalis pada Uji
Pembentukan Biofilm dengan CRA dan Tissue Culture Plate.

4.3. Perbandingan dan Pembahasan Hasil CRA dan Tissue Culture Plate

Dari kedua hasil ini, bisa memberikan kemungkinan hasil positif benar,
positif semu, negatif semu, dan negatif benar. Dalam penyajian hasil penelitian
diagnostik, keempat kemungkinan tersebut disusun dalam tabel 2x2. Bila hasil
positif benar disebut sel a, hasil positif semu sel b, hasil negatif semu sel c, dan
hasil negatif benar sel d, maka hasil pengamatan dapat disusun dalam tabel 2x2
seperti pada tabel 4.4.34

Metode TCP
TCP (+) TCP (-) Jumlah
Metode CRA (+) 2 (a) 4 (b) 6
CRA (-) 6 (c) 1 (d) 7
CRA
Jumlah 8 5 13
Tabel 4.4. Tabel Hasil Uji Diagnostik dari hasil Metode CRA dengan metode TCP

Universitas Kristen Krida Wacana


28

Dari tabel ini bisa didapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu
sebagai berikut;

 Sensitivitas = a : (a+c) x 100% → 2 : (2+6) x 100% = 25%


 Spesifisitas = d : (b+d) x 100% → 1 : (4+1) x 100% = 20%
Maka, didapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitas dari metode CRA
adalah 25% dan 20%.

CRA merupakan metode yang dilakukan untuk melihat karakteristik


fenotip bakteri pada media CRA. Hasil yang didapatkan berupa data kualitatif
berupa warna yang berbeda pada koloni. Pada Gambar 4.2. menunjukkan 6
warna berbeda yang dihasilkan pada metode CRA, dimana penulis kesulitan
menentukan interpretasi dikarenakan terdapat kesulitan pembacaan warna yang
bersifat subjektif seperti pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Perbedaan Warna Koloni Merah (C229) dengan Warna Koloni
Hitam ( ).

Kesulitan pembacaan warna koloni ini merupakan salah satu kekurangan


pada metode CRA dimana akan menghasilkan hasil yang tidak sesuai.
Kekurangan ini juga bisa terjadi karena perbandingan larutan BHIB dengan CRI
yang tidak ada disebutkan pada literatur lain (penulis membuat larutan CRA
dengan perbandingan BHIB : CRI sebesar 3 : 1), yang dimana larutan CRI
menjadi terlalu pekat dan saat kedua larutan dicampur menjadi sulit untuk
bercampur sampai homogen

Universitas Kristen Krida Wacana


29

Sedangkan untuk metode TCP, didapatkan sebanyak 61,5% dari tiga


belas isolat E. faecalis yang menunjukkan hasil positif (pembentuk biofilm yang
lemah dan sedang) sebagaimana hasil pembacaan menggunakan ELISA plate
reader, nilai OD lebih tinggi dari nilai ODc. Hasil ini sejalan dengan hasil
observasi oleh Ibrišimović et al.39, dimana metode TCP yang menggunakan
ELISA plate reader untuk mengidentifikasi penghasil biofilm pada E. faecalis
sebesar 85,7% dari 21 total isolat. Baqai et al.10 menguji TCP untuk mendeteksi
pembentukan biofilm di antara uropatogen. Menurut hasilnya, 75% dari isolat
menunjukkan pembentukan biofilm.

Pada tabel 4.3. terdapat hasil interpretasi kedua metode uji deteksi
pembentukan biofilm. Pada hasil ini terdapat sepuluh ketidaksesuaian hasil
pembentukan biofilm dari tiga belas isolat E. faecalis. Permasalahan ini dibagi
menjadi dua bagian, yaitu ;

1. Terdapat empat hasil positif pada CRA, sedangkan pada TCP didapat
hasil negatif. Banyak faktor untuk membuat struktur biofilm melekat pada
suatu permukaan, salah satunya adalah lingkungan fisik dan kima letak
biofilm terbentuk memiliki dampak yang sangat besar terhadap pembentukan
biofilm, bahkan dengan satu strain. Pantanella et al.43 menyebutkan,
beberapa faktor seperti kondisi pertumbuhan biofilm, konsentrasi zat terlarut
dan pelarut merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi lepas atau
tidaknya sel bakteri dari tempat perlekatannya. Kesalahan pembacaan hasil
CRA yang bersifat subjektif juga dapat menyebabkan permasalahan ini.

2. Terdapat enam hasil negatif pada CRA, sedangkan pada TCP didapat
hasil positif. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan biofilm, untuk
bakteri E. faecalis memiliki ekstraselular matriks yang terdiri dari
polisakarida, DNA, dan protein. CRA merupakan metode yang dapat
mendeteksi karakteristik polisakarida dari pembentukan biofilm E. faecalis,
namun terdapat faktor pembacaan hasil bersifat kualitatif yang menjadi
kekurangan yang sangat bermakna dari metode ini.

Metode CRA merupakan metode yang mudah, cepat, dan murah untuk
dilakukan. Metode ini merupakan metode agar based dan tidak membutuhkan

Universitas Kristen Krida Wacana


30

alat untuk pembacaannya, namun cara pembacaannya terdapat faktor human


error yang merupakan kekurangan metode CRA. Pada TCP, dibutuhkan waktu
yang lebih banyak daripada metode CRA (CRA membutuhkan waktu 24 jam,
TCP membutuhkan 48 jam).

Kekurangan TCP sendiri ada pada cara kerja, yang dimana masih sedikit
literatur yang membahas mengenai detil dari langkah-langkah metode TCP.
Pada penelitian yang penulis lakukan, terdapat satu masalah yang penulis dapati,
yaitu pada tahap pencucian.

Pencucian yang tidak benar-benar bersih akan menghasilkan nilai positif


palsu saat dilakukan pembacaan, dan di lain kata pencucian yang berlebihan pun
akan menghasilkan hasil negatif palsu. Pada tahap pencucian pertama,
mikroplate dicuci menggunakan aquabidest sebanyak satu kali, dan kemudian
diwarnai menggunakan kristal violet 0,1%, dan masuk ke tahap pencucian lagi
menggunakan aquabidest. Disinilah letak kesulitan mencuci kristal violet adalah
penulis harus mencuci tiap sumur microplate dari kristal violet 0,1% sampai
tersisa hanya gambaran cincin pada pinggir tiap sumur dari microplate seperti
dilihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5.

Gambar 4.4. Gambaran Samping Cincin pada Microplate Hasil


Pencucian dengan Aquades Setelah Diwarnai Kristal Violet 0,1%

Universitas Kristen Krida Wacana


31

Gambar 4.5. Gambaran Atas Cincin pada Microplate Hasil Pencucian


dengan Aquades Setelah Diwarnai Kristal Violet 0,1%.

Untuk mencuci hingga tersisa gambaran cincin pada microplate, penulis


yakin bahwa dengan pencucian 2x (sesuai protokol literatur) tidak akan cukup
efektif, sehingga penulis melakukan 7x pencucian menggunakan aquadest. Hal
ini dikarenakan kristal violet yang menempel pada tiap sumur microplate dicuci
menggunakan aquadest berbeda-beda. Contohnya ketika satu sumur sudah
tersisa gambaran cincin, ada sumur lain yang pada dasar sumurnya masih
terdapat kristal violet yang menggumpal, sehingga pencucian harus dilakukan
berulang kali. Proses pencucian menggunakan aquadest inilah yang membuat
TCP lebih membutuhkan ketrampilan khusus daripada membuat CRA.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

CRA merupakan metode yang murah, cepat, dan mudah untuk dilakukan.
Adanya kesulitan pembacaan hasil yang bersifat subjektif membuat CRA memiliki
kekurangan yang bermakna dan berakibat pada pembacaan hasil. Dari hasil uji
diagnostik didapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitas dari metode CRA sebesar 25%

Universitas Kristen Krida Wacana


32

dan 20%, sehingga metode CRA tidak sesuai untuk uji deteksi biofilm pada bakteri E.
faecalis hasil isolat kateter urin

Hasil Penelitian memperlihatkan sebesar 61,4% bakteri E. faecalis hasil isolat


kateter urin membentuk biofilm dengan metode TCP sebagai baku emas, namun untuk
pelaksanaannya diperlukan waktu, ketrampilan dan alat khusus.

5.2. Saran

Keterbatasan dari penelitian ini merupakan jumlah sampel yang kecil sehingga
diperlukan sampel bakteri yang lebih besar untuk melakukan uji deteksi pembentukan
biofilm dengan metode CRA sehingga mendapat nilai sensitivitas dan spesifisitas yang
lebih tepat

DAFTAR PUSTAKA

1. Richards MJ, Edwards JR, Culver DH, Gaynes RP. Nosocomial Infections in
Combined Medical-Surgical Intensive Care Units in the United States. Infect
Control &Hospital Epidemiol. 2000;21(8):510–515. doi:10.1086/501795

2. Garsin D a., Frank KL, Silanpää J, et al. Pathogenesis and Models of


Enterococcal Infection. Enterococci From Commensals to Lead Causes Drug
Resist Infect. 2014:1-57.

3. Soto SM, Soto SM. Importance of Biofilms in Urinary Tract Infections: New

Universitas Kristen Krida Wacana


33

Therapeutic Approaches. Adv Biol. 2014;2014:1-13. doi:10.1155/2014/543974

4. Pinkston KL, Gao P, Diaz-Garcia D, et al. The Fsr quorum-sensing system of


Enterococcus faecalis modulates surface display of the collagen-binding
MSCRAMM Ace through regulation of gelE. J Bacteriol. 2011;193(17):4317-
4325. doi:10.1128/JB.05026-11

5. Trautner BW, Darouiche RO. Role of biofilm in catheter-associated urinary tract


infection. Am J Infect Control. 2004;32(3):177-183.
doi:10.1016/j.ajic.2003.08.005

6. Hassan A, Usman J, Kaleem F, Omair M, Khalid A, Iqbal M. Evaluation of


different detection methods of biofilm formation in the clinical isolates. Braz J
Infect Dis. 2011;15(4):305-311. doi:10.1016/S1413-8670(11)70197-0

7. Donlan RM, Murga R, Bell M, et al. Protocol for detection of biofilms on


needleless connectors attached to central venous catheters. J Clin Microbiol.
2001;39(2):750-753. doi:10.1128/JCM.39.2.750-753.2001

8. Mohamed JA, Huang DB. Biofilm formation by enterococci. J Med Microbiol.


2007;56(12):1581-1588. doi:10.1099/jmm.0.47331-0

9. Dworniczek E, Wojciech Ł, Sobieszczańska B, Seniuk A. Virulence of


enterococcus isolates collected in lower silesia (Poland). Scand J Infect Dis.
2005;37(9):630-636. doi:10.1080/00365540510031421

10. Baqai R, Aziz M, Rasool G. Urinary tract infection in diabetic patients and
Biofilm formation of Uropathogens. 2008:7-9.

11. Seno Y, Kariyama R, Mitsuhata R, Monden K, Kumon H. Clinical implications


of biofilm formation by Enterococcus faecalis in the urinary tract. Acta Med
Okayama. 2005;59(3):79-87.

12. Mathur T, Singhal S, Khan S, Upadhyay D, Fatma T, Rattan A. Detection of


biofilm formation among the clinical isolates of Staphylococci: An evaluation of
three different screening methods. Indian J Med Microbiol. 2006;24(1):25.
doi:10.4103/0255-0857.19890

Universitas Kristen Krida Wacana


34

13. Kaiser TDL, Pereira EM, dos Santos KRN, Maciel ELN, Schuenck RP, Nunes
APF. Modification of the Congo red agar method to detect biofilm production by
Staphylococcus epidermidis. Diagn Microbiol Infect Dis. 2013;75(3):235-239.
doi:10.1016/j.diagmicrobio.2012.11.014

14. Fraser SL. Enterococcal Infections: Background, Pathophysiology,


Epidemiology. Medscape. 2015.

15. Ludwig W, Schleifer K-H, Whitman WB. Enterococcaceae fam. nov. In: Bergey’s
Manual of Systematics of Archaea and Bacteria. American Cancer Society;
2015:1-2. doi:10.1002/9781118960608.fbm00125

16. Suchitra U, Kundabala M. Enterococcus Faecalis-An Endodontic Pathogen.


Endodontology. 2006:11-13.

17. Mundy LM, Sahm DF, Gilmore M. Relationships between Enterococcal


Virulence and Antimicrobial Resistance. Clin Microbiol Rev. 2000;13(4):513-
522. doi:10.1128/CMR.13.4.513-522.2000

18. Niveditha S, Pramodhini S, Umadevi S, Kumar S, Stephen S. The isolation and


the biofilm formation of uropathogens in the patients with catheter associated
urinary tract infections (UTIs). J Clin Diagnostic Res. 2012;6(9):1478-1482.
doi:10.7860/JCDR/2012/4367.2537

19. O`Toole G, Kaplan HB, Kolter R. Biofilm Formation As Microbial Development.


Annu Rev Microbiol. 2000:49-79. doi:10.1146/annurev.micro.54.1.49

20. Vivas J, Padilla D, Real F, Bravo J, Grasso V, Acosta F. Influence of


environmental conditions on biofilm formation by Hafnia alvei strains. Vet
Microbiol. 2008;129(1-2):150-155. doi:10.1016/j.vetmic.2007.11.007

21. Gunardi WD. Peranan Biofilm dalam Kaitannya dengan Penyakit Infeksi. J
Kedokt Meditek. 2014;15 No. 39a(6).

22. Jass J, Surman S, Walker J. Medical Biofilms: Detection, Provention and Control.

Universitas Kristen Krida Wacana


35

Vol 100.; 2003. doi:10.1002/0470867841

23. Parsek MR, Singh PK. Bacterial Biofilms: An Emerging Link to Disease
Pathogenesis. Annu Rev Microbiol. 2003;57(1):677-701.
doi:10.1146/annurev.micro.57.030502.090720

24. Dunny GM, Hancock LE, Shankar N. Enterococcal Biofilm Structure and Role in
Colonization and Disease. Enterococci From Commensals to Lead Causes Drug
Resist Infect. 2014:1-17. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24649508.

25. Mohamed JA, Huang W, Nallapareddy SR. Influence of isolate origin and
presence of various genes on biofilm formation by Enterococcus faecalis. FEMS
Microbiol Lett. 2014;353(2):151-156. doi:10.1111/1574-6968.12418

26. Telford JL, Barocchi M a, Margarit I, Rappuoli R, Grandi G. Pili in gram-positive


pathogens. Nat Rev Microbiol. 2006;4(7):509-519. doi:10.1038/nrmicro1443

27. Kafil HS, Mobarez AM. Assessment of biofilm formation by enterococci isolates
from urinary tract infections with different virulence profiles. J King Saud Univ -
Sci. 2015;27(4):312-317. doi:10.1016/j.jksus.2014.12.007

28. Ong CLY, Ulett GC, Mabbett AN, et al. Identification of type 3 fimbriae in
uropathogenic Escherichia coli reveals a role in biofilm formation. J Bacteriol.
2008;190(3):1054-1063. doi:10.1128/JB.01523-07

29. Talebi M, Moghadam NA, Mamooii Z, Enayati M. Antibiotic Resistance and


Biofilm Formation of Enterococcus faecalis in Patient and Environmental
Samples. 2015;8(10). doi:10.5812/jjm.23349

30. Christensen GD, Simpson WA, Younger JJ, et al. Adherence of Coagulase-
Negative Staphylococci to Plastic Tissue Culture Plates : a Quantitative Model
for the Adherence of Staphylococci to Medical Devices. 1985;22(6):996-1006.

31. Freeman DJ, Falkiner FR, Keane CT. New method for detecting slime production
by coagulase negative staphylococci. J Clin Pathol. 1989;42(8):872-874.
doi:10.1136/jcp.42.8.872

Universitas Kristen Krida Wacana


36

32. Stepanovic S, Vukovic D. Quantification of biofilm in microtiter plates :


Overview of testing conditions and practical recommendations for assessment of
biofilm production by Staphylococci Quantification of biofilm in microtiter
plates : overview of testing conditions and practic. 2007;(March 2016).
doi:10.1111/j.1600-0463.2007.apm

33. Rajkumar H, Devaki R, Kandi V. Evaluation of Different Phenotypic Techniques


for the Detection of Slime Produced by Bacteria Isolated from Clinical
Specimens Collection of specimens. 2016;8(2). doi:10.7759/cureus.505

34. Sastroasmoro S, Sofyan I. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. 5th ed.


(Sudigdo S, Sofyan I, eds.). Jakarta: SAGUNG SETO; 2014.

35. Nuryastuti T, Mustafa M. Biofilm formation properties of Methicillin resistant


Staphylococcus aureus ( MRSA ) strains isolated in Microbiology Laboratory ,
Faculty of Medicine , UGM , Yogyakar ta. :1-11.

36. De A, Deshpande D, Baveja S, Taklikar S. Detection of biofilm formation in


bacteria from cases of urinary tract infections, septicemia, skin and soft tissue
infections and post-operative infections by Congo Red Agar method. J Acad Med
Sci. 2012;2(1):46. doi:10.4103/2249-4855.104017\

37. Arciola CR, Campoccia D, Gamberini S, Cervellati M, Donati E, Montanaro L.


Detection of slime production by means of an optimised Congo red agar plate test
based on a colourimetric scale in Staphylococcus epidermidis clinical isolates
genotyped for ica locus. Biomaterials. 2002;23(21):4233-4239.
doi:10.1016/S0142-9612(02)00171-0

38. Bose S, Khodke M, Basak S, Mallick SK. Detection of biofilm producing


staphylococci: Need of the hour. J Clin Diagnostic Res. 2009;3(6):1915-1920.

39. Ibrišimović MA. A Novel Spectrophotometric Assay for the Determination of


Biofilm Forming Capacity of Causative Agents of Urin . A Novel

Universitas Kristen Krida Wacana


37

Spectrophotometric Assay for the Determination of Biofilm Forming Capacity of


Causative Agents of Urinary Tract Infections. 2017;(April).

40. Priya, S Brundha S. Biofilm Formation by Streptococcus Serotypes on Dental


Plaques. Int J Adv Med. 2013;1(1):7-10.

41. Christensen GD, Simpson WA, Bisno AL, Beachley EH. Adherence of slim-
producing strains of staphylococcus epidermidis to smooth surfaces. Infect
Immun. 1982;37(1):318-326.

42. Naves P, Huelves L, Gracia M, et al. Measurement of biofilm formation by


clinical isolates of Escherichia coli is method-dependent. 2008;105(Jefferson
2004):585-590. doi:10.1111/j.1365-2672.2008.03791.x

43. Pantanella F, Valenti P, Natalizi T, Passeri D, Berlutti F. Analytical techniques to


study microbial biofilm on abiotic surfaces: pros and cons of the main techniques
currently in use. Ann Ig. 2013;25(1):31-42. doi:10.7416/ai.2013.1904

Lampiran

Surat Keterangan Bebas Etik

Universitas Kristen Krida Wacana


38

Lembar Persetujuan Bebas Laboratorium

Universitas Kristen Krida Wacana


39

Cara Kerja Metode CRA

Universitas Kristen Krida Wacana


40

13 Bakteri Isolat Luria-bertani Agar


E.faecalis dari Inokulasi (LBA) selama 1x24 Pewarnan Gram
skimmed milk jam

Congo Red Agar (CRA)


selama 1x24 jam

Interpretasi CRA

Cara Kerja Metode TCP

13 Bakteri Isolat Luria-bertani Broth


E.faecalis dari Inokulasi (LBB) selama 1x24 Pewarnan Gram
skimmed milk jam

Pembacaan Suspensi 0,5


dengan ELISA Pewarnaan Microplate McFarland
plat reader dengan Kristal selama Inokulasi
(595nm Violet 0,1% 2x24 jam

LBB Steril dan LBB Hasil Kultur

Universitas Kristen Krida Wacana


41

CRA Steril

Universitas Kristen Krida Wacana


42

Pewarnaan Gram Isolat C013, C023

Congo Red Indicator, Sukrosa, Brain Heart Infusion Agar

Universitas Kristen Krida Wacana


43

Universitas Kristen Krida Wacana


44

Tabel Perbandingan Metode CRA dan TCP

Kode Bakteri Interpretasi CRA Hasil Tissue Culture Plate (595nm)


Kontrol (-)
CRA Steril dan LBB Steril (-) 0,477
Kontrol (+)
E. coli (ATCC 35218) (+) 1,932
C190 (+) 0,310
C066 (+) 0,365
C173 (+) 0,405
C148 (+) 0,466
C013 (+) 0.467
C229 (-) 0,515
C132A (+) 0,545
C254B (-) 0,616
C133 (-) 0,645
C023B (-) 0,663
C273 (-) 0,929
C065 (-) 1,080
C014 (+) 1,195

Tabel Formula Interpretasi Hasil TCP

Formula Interpretasi TCP Interpretasi Jarak OD


OD < ODc Non-Biofilm <0,462
OD > ODc
Lemah 0,462 - 0,924
OD < 2ODc

OD>2ODc
Sedang 0,924 - 1,848
OD < 4ODc

OD > 4ODc Kuat >1,848

Hasil Spektrofotometri pada TCP dengan absorbansi 595nm

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0.4 0.4 0.4 0.5 0.4 0.0 0.0 0.5 0.7 1.0 0.6 1.1 C13
C013 22 56 53 98 93 95 81 64 71 69 00 98 3
1.2 1.5 1.2 1.4 1.1 0.0 0.0 0.4 0.4 0.4 0.7 1.6 C14
C014 73 33 04 21 07 43 76 37 81 81 49 52 8
0.6 0.8 0.8 0.6 0.6 0.0 0.0 0.3 0.4 0.3 0.5 1.8 C17
C023B 82 07 30 16 92 85 86 79 66 70 36 91 3
0.6 0.7 0.9 1.1 1.1 0.0 0.0 0.3 0.3 0.3 0.3 1.0 C19
C065 53 90 42 31 67 88 85 26 01 42 02 42 0
0.3 0.4 0.3 0.3 0.3 0.0 0.0 0.4 0.5 0.5 0.6 1.3 C22
C066 91 33 81 65 50 84 89 53 22 71 50 22 9
0.7 0.5 0.4 0.4 0.5 0.0 0.1 0.6 0.7 0.6 0.5 0.7 C25
C132A 04 44 96 62 65 94 09 66 59 08 74 44 4B
0.7 0.7 0.6 0.7 0.7 0.0 0.0 0.9 0.9 0.8 0.2 0.5 C27
blank 53 44 80 76 66 82 86 85 27 75 97 77 3

Universitas Kristen Krida Wacana


45

Kontrol 0.3 0.6 0.4 0.8 0.8 0.0 0.0 1.0 0.9 0.9 1.1 0.9 blan
(-) 31 39 62 07 07 81 99 19 66 06 16 17 k

Universitas Kristen Krida Wacana

Anda mungkin juga menyukai