Anda di halaman 1dari 92

Mukadimah

Mukadimah

Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam yang tidak putus-putusnya melimpahkan rahmat dan
nikmat-Nya bagi kita semua. Shalawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan-Nya kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarganya, sahabatnya, hingga seluruh umat Islam yang setia dan memperjuangkan dakwah beliau
hingga akhir zaman. Aamiin.

Kehadiran buku ini adalah sebagai sarana untuk menunjang pelaksanaan mentoring di HKPI. Dengan
demikian diharapkan keberjalanan mentoring HKPI menjadi lebih baik dan lebih terkoordinasi sehingga
mentoring HKPI menjadi sarana tarbiyah yang efektif bagi anggota HKPI dan siswa-siswi SMAN 2 Cimahi.

Semoga Allah menguatkan langkah-langkah kita dalam menebarkan manfaat di dunia ini dan menjadikan
kita sebagai jalan kebaikan dari Allah SWT bagi orang lain. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: Khairunnas
‘anfa uhum linnas. “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang
lain.” (HR. Bukhari Muslim). Semoga kita senantiasa dianugerahi keistiqamahan oleh Allah SWT sampai kita
melihat kemenangan Islam atau mati syahid di jalan-Nya. Aamiin.

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung.”
(T.Q.S.Ali Imran[3]:104)

“Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya, penduduk


langit dan bumi sampai semut di sarangnya pun dan
ikan di lautan turut mendoakan kebaikan bagi orang
yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.”
(HR. Tirmidzi)

Tim Penyusun,
Departemen Mentoring FITRAH

2
SOP MENTORING WAJIB

 Mentoring dilaksanakan seminggu sekali.


 Waktu dan tempat dilaksanakannya mentoring disesuaikan dan disepakati bersama dalam satu kelompok
mentoring.
 Durasi metoring 1-2 jam atau disesuaikan dengan keadaan.
 Satu kelompok mentoring maksimal terdiri dari 12 binaan.
 Agenda Umum:
1. Pembukaan
Mentoring dibuka dengan salam, mengucapkan basmalah bersama-sama, bersyukur kepada Allah, dan
shawalat nabi. Kemudian mentor menanyakan kabar binaan dan mendata binaan yang hadir.
2. Tilawah
Tilawah dapat dilakukan sendiri-sendiri, secara bergantian, salah seorang ada yang mewakilkan,
dibaca bersama-sama, dibimbing oleh mentor dan binaan mengikutinya, atau metode lainnya sesuai
kesepakatan bersama.
3. Materi
Materi disampaikan mentor sesuai kurikulum mentoring.
4. Diskusi
Sesi dua arah berupa diskusi tentang materi yang disampaikan atau hal lain di luar materi, dan juga
berupa curhat masalah pribadi binaan mulai dari kehidupan sekolah, kegiatan di luar akademik,
keadaan keluarga, sampai keadaan pribadi.
5. Penutup
Mentoring ditutup dengan mengucapkan istighfar bersama-sama, hamdalah, doa kifaratul majelis, dan
salam.
 Agenda Tambahan:
1. Tahsin
Belajar tajwid untuk memperbaiki bacaan Al-Qur’an.
2. Muraja’ah dan ziyadah
Menambah dan menguatkan hafalan Al-Qur’an serta melakukan setoran hafalan ke mentor.
3. Mutaba’ah
Mengecek dan mengevaluasi amalan yaumiyah binaan
4. Makan-makan
Makan makanan yang halal dan baik bersama-sama.
5. Olahraga
Olahraga dengan sesama teman satu kelompok atau dengan kelompok lainnya. Olahraga bisa berupa
futsal, lari pagi, renang, dsb.
6. Jalan-jalan
Kegiatan refreshing untuk menguatkan ukhuwah berupa jalan-jalan ke suatu tempat, touring, hiking,
atau berkunjung ke rumah binaan untuk bersilaturahim dengan orang tua binaan.
7. Agenda kreatif dan bermanfaat lainnya

3
Syarat Mentor HKPI

1. Memiliki aqidah Islam yang lurus


2. Sudah liqa dan liqanya masih berjalan
3. Amalan yaumiyah terjaga, diantaranya:
o Shalat lima waktu
o Tilawah Al-Quran per hari minimal setengah juz
o Jumlah hafalan Al-Qur’an minimal satu juz
4. Mengisi form data mentor
5. Bersedia mengikuti Aturan Dasar Mentor HKPI
6. Mentor baru harus didampingi mentor lama saat mengadakan mentoring pada beberapa pertemuan awal

Aturan Dasar Mentor HKPI

1. Mengisi form data mentor sebagai syarat dan validasi menjadi Mentor HKPI
2. Menggunakan SOP dan Kurikukulum Mentoring HKPI
3. Memberikan laporan pertanggungjawaban kegiatan mentoring ke Departemen Mentoring FITRAH
4. Mengumpulkan data binaan ke Departemen Mentoring FITRAH
5. Berkoordinasi dengan sesama mentor (sesama akhwat dan sesama ikhwan) untuk dinamisasi mentoring
6. Hadir dan konfirmasi dalam Agenda Evaluasi Mentoring
7. Hadir dan konfirmasi dalam Agenda Talaqi
8. Siap berkoordinasi dengan orang tua binaan

4
Daftar Isi

Mukadimah ............................................................................................................................................................................. 2
SOP MENTORING WAJIB ......................................................................................................................................................... 3
Daftar Isi .................................................................................................................................................................................. 5
Materi : Ma’rifatullah .............................................................................................................................................................. 6
Materi : Ma’rifatul Insan ......................................................................................................................................................... 9
Materi : Ma’rifatul Rasul ....................................................................................................................................................... 13
Materi : Penyakit Hati ........................................................................................................................................................... 17
Materi : Birrul Walidain......................................................................................................................................................... 26
Materi : Ghazwul Fikri ........................................................................................................................................................... 31
Materi : Tuntunan Pergaulan Dalam Islam ........................................................................................................................... 33
Materi : Cinta ........................................................................................................................................................................ 37
Materi : Mengendalikan Lidah .............................................................................................................................................. 45
Materi : Syirik ........................................................................................................................................................................ 54
Materi : Ukhuwah Islamiyah ................................................................................................................................................. 62
Materi : Adab – Adab Hati Seorang Muslim ......................................................................................................................... 73
Materi : Manajemen Waktu.................................................................................................................................................. 81

5
‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Materi : Ma’rifatullah
Tujuan - Memahami pentingnya ma’rifatullah dalam kehidupan manusia.
- Memahami bahwa ma’rifatullah dapat menjadikannya mencapai hasil dari penambahan iman dan
taqwa.
- Mengerti sifat-sifat pribadi yang menjadi penghalang dari mengenal Allah.
- Menumbuhkan motivasi untuk mewujudkan sifat-sifat yang memudahkan mengenal Allah.
- Mengenal betapa pentingnya menyadari kewujudan Allah di dalam kehidupan.
- Bermotivasi untuk mentauhidkan Allah karena menyadari kebesaran Allah.
Materi Pokok - Makna ma'rifatullah
- Pentingnya mengenal Allah
- Islam untuk mengenal Allah
- Hal-hal yang menghalangi ma'rifatullah
Game Terkait · Mentor meminta tiga siswa untuk menggambar sesuatu di papan tulis.
· Mentor membuka diskusi dengan mengajukan pertanyaan sebab-akibat keberadaan gambar di
papan tulis. Misalnya:
"Mengapa gambar tersebut ada di papan tulis?" (Karena ada yang menggambarnya!)
"Jika tadi tak ada yang menggambar, apakah gambar tersebut akan ada?" (Tidak!)
"Kalau begitu, segala sesuatu yang karena ada yang mengadakan. Gambar itu ada karena ada
yang menggambarnya. Kita ada karena ada yang menciptakan. Alam semesta ini ada karena
ada yang mengadakan. Siapa yang menciptakan kita?" (Allah!)
"Berarti Sang Pencipta itu memang ada!"
Kisah Terkait Pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab, beliau melarang kaum Muslimin untuk melakukan
penipuan dalam jual beli air susu. Dan sudah merupakan kebiasaan beliau untuk melakukan insfeksi
ke seluruh wilayah perkampungan, guna mengetahui hal ihwal para penduduk kampung. Tiba-tiba
beliau sampai ke suatu perkampungan yatng di situ terdapat seorang wanita disertai anak
perempuannya yang menjual susu. Terjadilah dialog diantara wanita anak perempuannya :

Ibunya berkata,”Wahai puteriku! Campurlah susu yang akan kita jual itu dengan air.
Puterinya menjawab, ”Bagaimana mungkin aku mencapurkan air ke dalam susu akan kita jual,
padahal Amirul Mukminin sudah melarang kita dari perbuatan tersebut”.
Ibunya berkata,”Semua orang dikampung kita itu sudah mencampur susu yang akan mereka jual
dengan air, maka tidak ada salahnya kita pun melakukan hal yang sama. Dan yang pasti Amirul
Mukminin tidak akan tahu akan hal itu.

Puterinya menjawab dengan tegas,”Wahai ibuku! Walaupun Amirul Mukminin tidak mengetahui
perbuatan kita, tidakkah ibu tahu, bahwasannya Allah SWT Maha Mengawasi apa yang tengah kita
lakukan? Wahai ibuku! Sungguh aku tidak akan pernah melakukannya.

Berita kisah tersebut sampai kepada Umar bin Khaththab, Amirul Mukminin, dan beliau sangat
kagum dan takjub terhadap pendirian dan keteguhan puteri dari wanita itu, sehingga pada hari
berikutnya, beliau memanggil puteranya, dan memintanya untuk menikahi puteri dari wanita
tersebut, seraya berdo’a,”Semoga Allah SWT melahirkan dari rahim anak perempuan itu generasi-
generasi yang baik.

Terbukti dalam sejarah, anak perempuan itu melahirkan generasi yang shalihah yang dinikahi oleh
Abdul Aziz bin Marwan, dan terlahir pula dari generasi shalihah tersebut seorang Umar bin Abdul
Aziz yang terkenal sebagai khalifah yang adil pada masa Bani Umayah. (Nihayatul Arab karangan

6
An-Nuwairy, 3/238)

Dari kisah tersebut, kita dapat menyaksikan bukti nyata dari keimanan yang kuat yang ditampilkan
oleh seorang anak perempuan yang tentunya hal tersebut lahir setelah memahami dengan baik
akan eksistensi Allah SWT dalam kehidupan hamba-Nya. Anak perempuan itu sangat yakin, bahwa
Allah SWT Maha Mengawasi di manapun dan kapanpun, baik keadaan ramai ataupun sunyi,
sehingga membuatnya tidak berani mencampur susu yang akan dijual itu, sekalipun yang menyuruh
adalah ibunya sendiri yang melahirkan.
Makna Ma'rifatullah berasal dari kata ma'rifah dan Allah. Ma'rifah artinya mengetahui, mengenal.
Ma’rifatullah Mengenal Allah bukan melalui zat Allah tetapi mengenal-Nya lewat tanda-tanda kebesaran-Nya
(ayat-ayat-Nya).
Pentingnya Seseorang yang mengenal Allah pasti akan tahu tujuan hidupnya, tujuan mengapa ia
Mengenal Allah diciptakan (QS.52:56) dan tidak tertipu oleh dunia. Sebaliknya orang yang tidak mengenal Allah
akan menjalani hidupnya untuk dunia saja (QS.47:12).
Ma'rifatullah merupakan ilmu yang tertinggi yang harus dipahami manusia (QS.6:122).
Hakikat ilmu adalah memberikan keyakinan kepada yang mendalaminya. Ma'rifatullah adalah
ilmu yang tertinggi, sebab jika dipahami akan memberikan keyakinan mendalam. Memahami
ma'rifatullah juga akan mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan kepada cahaya
hidayah yang terang (QS.6:122).
Berilmu dengan ma'rifatullah sangat penting, karena :
a. Berhubungan dengan subjeknya, yaitu Allah
b. Berhubungan dengan manfaat yang diperoleh, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan,
yang dengannya akan diperoleh keberuntungan dan kemenangan.
Islam Untuk 1. Lewat Akal
Mengenal Allah · Ayat Kauniyah / ayat Allah di alam ini :
· Fenomena terjadinya alam. Setiap sesuatu yang ada pasti ada yang mengadakan, begitu pula
alam semesta ini, tentu ada yang menciptakan (QS.52:35).
· Fenomena kehendak yang tinggi. Bila kita perhatikan alam ini, kita akan menemukan bahwa
alam ini tersusun dengan rapinya. Hal ini menunjukan bahwa di sana pasti ada kehendak yang
agung yang bersumber dari Sang Pencipta Yang Maha Pintar dan Bijaksana (QS.67:3).
Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam terdapat ayat-
ayat Allah bagi orang-orang yang berakal (QS.3:190).
· Fenomena kehidupan (QS.24:45). Kehidupan berbagai makhluk di atas bumi ini menunjukkan
bahwa ada zat yang menciptakan, membentuk, menentukan rizkinya dan meniup ruh
kehidupan pada dirinya (QS.29:20, 21:30). Bagaimanapun pintarnya manusia, tak akan sanggup
menciptakan seekor lalat pun (QS.22:73-74, 46:4).
· Fenomena petunjuk dan ilham (QS.20:50). Ketika mempelajari alam semesta ini kita akan
melihat suatu petunjuk yang sempurna, dari yang sekecil-kecilnya sampai yang sebesar-
besarnya. Dari sebuah akar tumbuhan yang mencari air ke dasar bumi, hingga perjalanan tata
surya ini menunjukkan bahwa ada zat yang memberi hidayah (petunjuk) dan Al-Qur'an
menerangkan bahwa ia adalah Allah Yang Menciptakan lalu memberi hidayah.
· Fenomena pengabulan do'a (QS.6:63). Hal yang logis bila seseorang ketika menghadapi bahaya
pasti menghadap Allah dan berdo'a, walaupun ia orang yang kafir / musyrik (QS.17:67, 10:22-
23, 6:63-64).
· Ayat Qur'aniyah / ayat Allah di dalam Al-Qur'an :
· Keindahan Al-Qur'an (QS.2:23)
· Pemberitahuan tentang umat yang lampau (QS.9:70)
· Pemberitahuan tentang kejadian yang akan datang (QS.30:1-3, 8:7, 24:55)
2. Lewat memahami Asma'ul Husna
· Allah sebagai Al-Khaliq (QS.40:62)
· Allah sebagai Pemberi Rizqi (QS.35:3, 11:6)

7
· Allah sebagai Pemilik (QS.2:284)
· Dan lain-lain (QS.59:22-24)
Hal–Hal Yang · Kesombongan (QS.7:146, 25:21). Sebagaimana lazimnya orang yang sombong yang tidak mau
Menghalangi mengenal sesamanya, begitu pula manusia yang sombong terhadap Rabbnya, yang enggan
Ma’rifatullah berhubungan dengan-Nya.
· Zalim (QS.4:153). Perbuatan zalim yang besar, menyebabkan Allah mengunci hati manusia.
Padahal lewat hati inilah Allah memberikan hidayah-Nya. Sedangkan awal hidayah seseorang
ialah mengenal hakikat-Nya lagi.
· Bersandar pada panca indera (QS.2:55). Mereka tidak beriman kepada Allah dengan dalih tidak
bisa melihat Allah, padahal banyak sesuatu yang tidak bisa mereka lihat, tapi mereka yakin
keberadaannya, seperti gaya gravitasi bumi, arus listrik, akal pikiran, dsb.
· Dusta (QS.7:176). Lazimnya seorang yang dusta, yang tidak sama antara hati dan ucapannya,
perbuatannya. Begitu pula manusia yang berdusta terhadap Allah. Sebenarnya hati mengakui
keberadaan Allah, namun hawa nafsunya menolak dan mengajaknya berdusta.
· Membatalkan janji dengan Allah (QS.2:26-27)
· Lalai (QS.21:1-3)
· Banyak berbuat maksiat. Satu perbuatan maksiat bagaikan satu titik noda hitam yang
mengotori hati manusia. Bila manusia banyak berbuat maksiat sedangkan ia tidak bertaubat,
niscaya hati tersebut akan tertutup noda-noda hitam hingga menghalangi masuknya hidayah
Allah.
· Ragu-ragu (QS.6:109-10)
Semua sifat di atas merupakan bibit-bibit kekafiran kepada Allah yang harus dibersihkan dari
hati. Sebab, kekafiranlah yang menyebabkan Allah mengunci mati, menutup mata dan telinga
manusia serta menyiksa mereka di neraka (QS.2:6-7).
Sumber http://mutarobbi.blogspot.com/2010/07/marifatullah.html
https://app.box.com/s/htb88brq9czp66yboldf
http://amriyogi.blogspot.co.id/2013/01/kisah-teladan-seputar-marifatullah.html
Referensi Said Hawwa, Allah Jalla Jalaluhu
Aqidah Seorang Muslim 1, Al-Ummah

8
‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Materi : Ma’rifatul Insan


Tujuan - Memahami pengertian manusia sebagai makhluk yang terdiri dari ruh dan jasad yang dimuliakan
oleh Allah dengan tugas ibadah dan kedudukan sebagai khilafah di muka bumi.
- Memahami bahwa potensi pendengaran, penglihatan dan hati (akal) akan dimintai
pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugas ibadahnya.
- Memahami bahwa tugas khalifah adalah al-imarah, ar-ri’ayah, dan al-hifzh, yaitu dengan amar
ma’ruf nahi munkar
Materi Pokok - Penciptaan Manusia
- Makna Manusia
- Hakekat Manusia
- Jenis Manusia dalam Al-qur’an
- Potensi Manusia
- Misi Manusia
Kisah Terkait Dalam Al-Qur’an dikisahkan mengenai kehidupan seorang Nabi Allah yang bernama Yusuf bin Ya’qub
ketika ia berada di lingkungan istana tempat di mana ia dirawat dan dibesarkan. Yusuf adalah seorang
nabi yang sangat tanpan, sehingga dengan ketampanannya, istri majikan yang merawatnya sampai
tergoda dan tergila-gila olehnya.
Pada suatu ketika istri majikannya bermaksud menggoda Yusuf untuk melakukan perbuatan tidak
senonoh dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengannya, andaikata dia tidak
melihat tanda (dari) Rabbnya, sehingga ia berpaling dari kemungkaran dan kekejian tersebut.

Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan istri majikannya itu menarik baju gamis Yusuf dari
belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu dimuka pintu. Wanita itu
berkata:"Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud serong dengan isterimu, selain
dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih". Yusuf berkata:"Dia menggodaku untuk
menundukkan diriku (kepadanya)",
Dalam pada itu, seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya:"Jika baju gamisnya
koyak di muka, maka istri majikannya itu benar, dan Yusuf termasuk orang-orang yang dusta. Dan jika
baju gamisnya koyak di belakang, maka istri majikannya itulah yang dusta, dan Yusuf termasuk orang-
orang yang benar".

Maka tatkala majikan Yusuf itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang berkatalah
dia:"Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara tipu daya kamu, sesungguhnya tipu daya kamu
adalah besar". Selanjutnya majikan Yusuf berkata,”(Hai) Yusuf :"Berpalinglah dari ini, dan kamu hai
isteriku mohon ampunlah atas dosamu itu kepada Allah; karena kamu sesungguhnya termasuk orang-
orang yang berbuat salah".
Kejadian tersebut diam-diam telah tersiar ke luar istana, sehingga wanita-wanita di kota
berkata:"Isteri Al-Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya
cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam
kesesatan yang nyata".

Maka tatkala istri majikan yusuf mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan
disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah
pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf):"Keluarlah (nampakkanlah
dirimu) kepada mereka". Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada
(keelokan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata:"Maha sempurna Allah, ini
bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia".

9
Singkat cerita, Yusuf pun dipenjarakan oleh majikannya, namun hal itu tidak membuat Yusuf bersedih
atau berontak, akan tetapi ia segera memohon kepada Allah SWT,"Wahai Rabbku, penjara lebih aku
sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu
daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk ( memenuhi keinginan mereka ) dan tentulah aku
termasuk orang-orang yang bodoh".
Dari kisah tersebut, dapat diambil hikmahnya, bahwa secara fitrah memang manusia memiliki
kecendrungan untuk melakukan hal-hal yang menurut perasaan dan hawa nafsunya baik lagi
menyenangkan. Seandainya tanpa ada bimbingan wahyu dan kecerdasan akalnya, maka sudah barang
tentu hawa nafsu tersebut sudah terlampiaskan, meskipun sudah diketahui dampak atau akibat yang
ditimbulkannya.

Manusia dituntut agar senantiasa menggunakan akalnya dengan baik, senantiasa memikirkan akibat
baik dan buruk dari suatu amal yang hendak dilakukannya, agar supaya tidak menyesal dikemudian
hari. Dan disamping itu, ia tidak lupa untuk selalu memohon pertolongan dan hidayah Allah SWT.

Yusuf adalah sosok manusia yang cerdas dalam berfikir, tidak terburu-buru dalam menentukan
sikapnya; karena ia menyadari bahwa hal yang demikian itu akan menjadikannya menyesal seumur
hidup. Dengan kesabaran dan kecerdasan yang dimilikinya, ia mampu bangkit menjadi orang yang
terpandang di tengah-tengah masyarakat banyak dan kisahnya senantiasa dikenang sepanjang masa.
Wallahu A’lam bish-Shawwab.
Penciptaan  Manusia diciptakan oleh Allah SWT di alam ‘azali melalui dua zat dasar, yaitu ruh (Q.S. 32: 9, 15:
Manusia 29), dan tanah (Q.S. 32: 7-8, 15: 28),
 Allah SWT menciptakan manusia dengan membekali tiga potensi dasar, yaitu :
1. Hati untuk diisi tekad. (Q.S. 18: 29)
2. Akal untuk diisi ilmu. (Q.S. 17: 26, 67: 10)
3. Jasad untuk beramal. (Q.S. 9: 105)
Dengan ketiga potensi dasar tersebut, manusia diberi amanah untuk beribadah hanya kepada
Allah SWT (Q.S. 93: 72) dan menjadi khalifah di bumi (Q.S. 2: 31). Jika manusia melakukan dua
amanah tersebut, maka manusia akan mendapaatkan balasan dari Allah SWT, baik berupa jannah
atau naar (Q.S. 95: 8, 16: 97, 84: 25)
Makna Para ulama mendefinisikan manusia sebagai :
Manusia Makhluk yang dimuliakan dan diberi tugas : beban untuk melakukan amanah (ibadah dan khalifah)
dan diberi kebebasan untuk memilih dan nanti akan di beri balasan atas pelaksanaan amanah Allah
SWt tersebut.
Hakekat 1. Hakikat manusia sebagai makhluk : berada dalam fitrah (Q.S. 30: 30), bersifat lemah (Q.S. 4: 28),
Manusia bodoh jika tidak mendapat hidayah Allah SWT (Q.S. 33: 72) dan faqir akan rezeki dan hidayah-
Nya (Q.S. 3: 65, 14)
2. Manusia dimuliakan oleh Allah SWT atas segala ciptaan-Nya karena diberikan tiga hal : ditiupkan
ruh (Q.S. 32: 9), diberikan kelebihan potensi yang tidak diberikan kepada makhluk yang lain (Q.S.
17: 70), ditundukkannya alam semesta padanya (Q.S. 2: 29).
3. Manusia dibebani : ibadah hanya kepada Allah SWT (Q.S. 51: 56), dan endapatkan amanah
menjadi khalifah di bumi (Q.S. 2: 30)
4. Manusia diberi kebebasan memilih apakah ia mau beriman kepada Allah SWT ataukah tidak mau
beriman dan menjadi kafir (Q.S. 90: 10, 76: 3, 18: 29)
5. Dan atas pilihan yang diambilnya, manusia akan mendapatkan balasan, syurga (Q.S. 32: 19) atau
neraka (Q.S. 32: 20)
Jenis Manusia Allah SWT memberikan amanah kepada manusia. Mengapa ? karena Allah SWT memberikan
Dalam kelebihan kepada manusia. Ada dua jenis kelompok manusia dalam melakukan amanah tersebut, :
Al Qur’an 1. Kelompok pertama, adalah kelompok yang menjalankan amanah disebut khalifah (wakil Allah
SWT), sebagai wakil ia harus paham:

10
a. Ia adalah bukan penguasa bumi yang sebenarnya. (Q.S. 24: 25)
b. Ia harus menggunakannya sesuai perintah dan keinginan yang diwakilinya (Q.S. 76: 30), yaitu
Allah SWT
c. Ia tidak boleh menentang perintah dari sang penguasa yang sebenarnya. (Q.S. 100: 6-11)
2. Kelompok kedua, adalah kelompok yang khianat (tidak menjalankan amanah dengan benar),
Allah SWT menggambarkan kondisi mereka dalam al-qur’an :
a. Menjadi tidak bermanfaat seperti kayu yang tersandar saja. (Q.S. 5: 60)
b. Sistem kehidupan mereka sangat lemah seperti sarang laba-laba. (Q.S. 29: 41)
c. Hati mereka keras dari zikrullah dan membaca Al-qur’an seperti batu. (Q.S. 2: 74)
Akibatnya, mereka sulit mendapatkan lezatnya iman. Mereka sangat bodoh karena tidakmengenal
Allah SWT secara benar, walaupun menurut mereka sangat pandai, sehingga :
1. Seperti keledai yang membawa kitab (Q.S. 62: 5)
2. Mudah digiring kemana-mana seperti binatang ternak. (Q.S. 7: 179)
3. Licik sepert monyet. (Q.S. 5: 60)
4. Menjijikkan seperti anjing. (Q.S. 7: 176)
5. Rakus seperti babi. (Q.S. 63: 4)
Potensi Manusia memiliki potensi diri (thaqatul insan) yang sangat besar (QS 67:23, QS 32:9, QS 16:78, QS
Manusia 7:179, QS 22:46). Potensi itu terletak pada pendengaran (as-sam’u), penglihatan (al-basharu) dan
hatinya (al- fuadu). Dengan ketiga potensi itu, ia dapat melakukan hal-hal besar yang tidak dapat
dilakukan oleh makhluk lain yang tampak maupun tidak (ghaib). Potensi-potensi besar itu adalah
amanah yang harus ia jaga dengan penuh tanggung jawab (al-masuliyah) (QS 2:21, QS 51:56). Jika
manusia bertanggung jawab penuh terhadap potensinya, berarti ia amanah (al-amanah) (QS 33:72,
QS 24:55, QS 48:29). Dengan amanah itulah ia mampu memerankan tugas khilafah di bumi. Sebagai
khalifah ia harus memperhatikan prinsip :
1. Tidak memiliki kekuasaan hakiki (‘adamu haqiqatul mulkiyah). Karena pemilik dan penguasa
yang hakiki adalah Allah, Sang Pencipta alam semesta. Manusia hanya mendapat amanah
mengelolanya (QS 35:13, QS 40:53).
2. Bertindak sesuai kehendak yang mewakilkan (at-tasharrufu hasba iradatil mustakhlif). Sebagai
khalifah (wakil) Allah di bumi, maka ia harus bertindak sesuai kehendak pihak yang mewakilkan
kepadanya yaitu Allah (QS 76:30, QS 28:68).
3. Tidak melampaui batas (‘adamul ta’addil hudud). Dalam menjalankan tugasnya, manusia tidak
boleh melanggar batas-batas yang telah ditetapkan Allah dalam syariat-Nya (QS 100:6-11)
Jika manusia tidak bertanggung jawab terhadap potensi pada dirinya, berarti ia telah berkhianat (al-
khiyanah), berkhianat kepada Sang Pemberi potensi.
Misi Manusia Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah (QS 51:56, QS 2:21, QS 2:183, QS 63:8). Jika ia
menunaikan tujuan penciptaannya maka ia akan menjadi insan yang bertakwa dan memperoleh
kemuliaan sejati (al-‘izzah). Dengan kekhalifahan yang berwibawalah ia dapat menunaikan fungsinya
dengan baik yaitu:
1. Pemakmuran bumi (al-‘imarah) (QS 3:104, 110). Pemakmuran itu berupa pembangunan segala
bidang baik materil (al-madiyah) maupun spiritual (ar-ruhaniyah) secara proporsional. Islam
memberikan arahan (taujihat) dan hokum (tasyri’) yang sinergis, sehingga pembangunan itu
mencapai peradaban (al-hadharah) yang bermoral dan moralitas (al-akhlaq) yang berperadaban.
2. Pemeliharaan (ar-ri’ayah) (QS 2:218, QS 18:110, QS 76:7). Menjaga dan memelihara ekosistem
alam semesta dilakukan secara materiil maupun spirituil, melalui pendekatan targhib (harapan
imbalan) berupa pahala (al-jaza’) bagi yang konsisten, dan tarhib (ancaman) berupa hukuman
(al-‘uqubah) bagi yang melanggar.
3. Perlindungan (al-hifzh). Khilafah berfungsi melindungi lima hak asasi manusia yaitu :
agama/aqidah (ad-dien), jiwa (an-nafs), akal (al-aql), harta (al-mal), dan keturunan/kehormatan
(an-nasab). Tugas ini sangat berat dan hanya dapat dilaksanakan apabila khilafah memiliki
kewibawaan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar (QS 3:104, 110). Amar ma’ruf nahi munkar
adalah upaya untuk menunjukkan bahwa kebenaran itu benar dan menegakkannya di tengah

11
kehidupan, menunjukkan bahwa kebatilan itu batil dan menumbangkannya bersama-sama (QS
8:8). Khilafah dapat menunaikan tugas itu jika ia memiliki kekuatan. Karena itu menyiapkan
kekuatan pada diri umat Islam adalah wajib hukumnya (anasirul quwwatil islamiyah) (QS 8:60,
QS 3:103, QS 2:256, QS 5:54-56, QS 17:36, QS 61:4, QS 49:15, QS 9:111).
Adapun anasir kekuatan Islam itu adalah :
 Kekuatan aqidah (quwwatul ‘aqidah)
 Kekuatan akhlak (quwwatul akhlaq)
 Kekuatan jamaah (quwwatul jama’ah)
 Kekuatan ilmu (quwwatul ‘ilm)
 Kekuatan harta (quwwatul mal)
 Kekuatan jihad (quwwatul jihad)
Sumber http://ukikesmas.wordpress.com/hakikat-manusia-marifatul-insan/
http://afifahamatullah.wordpress.com/2010/02/09/ma%E2%80%99rifatul-insan/
http://amriyogi.blogspot.co.id/2013/01/kisah-teladan-seputar-marifatul-insan.html

12
‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Materi : Ma’rifatul Rasul


Tujuan - Bahwa petunjuk Rasul adalah satu-satunya jalan untuk mencapai Iman.
- Memahami definisi Rasul dan dapat menjelaskan fungsinya secara umum.
- Mengenal tanda-tanda kerasulan dan dapat menyebutkan contoh-contohnya secara tepat dan
mengimaninya.
- Memahami kedudukan Rasulullah SAW sebagai hamba Allah dan Rasul pembawa risalah terakhir.
- Termotivasi untuk membaca dan mengkaji sunnah atau hadits Nabi serta mempelajari perjalanan
hidup dan dakwah Nabi.
Materi Pokok - Makna risalah dan Rasul
- Pentingnya iman kepada Rasul
- Ciri-ciri Rasul
- Sifat-sifat para Rasul
- Tugas para Rasul
Kisah Kisah Sakaratul Maut Rasulullah SAW

Betapa mulia dan indahnya akhlak baginda Ya Rasulullah SAW Mengingatkan kita sewaktu sakratul
maut.
'Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah,
"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan
bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa
mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-
sama masuk surga bersama aku".

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu
persatu.
Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan
tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu
telah datang, saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu.

Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala
Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.
Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.
Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang
terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas
tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,

"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada
Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?".

"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian
demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

13
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan
di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama
menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia
menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. " Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan
Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua surga terbuka lebar
menanti kedatanganmu," kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan
surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak
seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh.


Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat
pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang
lemah di antaramu."

Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.


Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah
yang mulai kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii!" -


"Umatku, umatku, umatku"
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?


Allaahumma sholli 'alaa Muhammad wa'alaihi wasahbihi wasallim.
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
Games A. Judul : Games Ilmu
B. Skema/gambar :

14
C. Media dan Bahan :
1. Sebuah naskah pembahasan
2. Serangkaian petunjuk
3. Tiga lembar kertas bujursangkar per orang atau kelompok
4. Sebuah gunting atau cutter
D. Langkah-langkah :
Instruksi
Peserta diminta membuat sejumlah lubang (minimal 6) yang berjarak sama antara satu lubang dengan
lubang lainnya, juga jarak setiap lubang dari titik pusatnya.
Tahap 1
Mentor memberikan instruksi di atas tanpa memberikan keterangan tambahan
Tahap 2
Mentor memberikan instruksi dan keterangan tambahan secara lisan sbb:
1. Lipat kertas 2x sehingga membentuk bujursangkar
2. Lipat bagian kertas yang ujungnya bersatu sehingga menutupi 2/3 bagiannya
3. Lipat juga 1/3 bagiannya
4. Lipat lagi kertas dengan bagian yang sama sampai saling menutupi
5. Lubangi bagian yang ujungnya bersatu menggunakan gunting atau cutter
6. Lihat, apakah didapatkan lubang-lubang sesuai instruksi
E. Hikmah
1. Pentingnya Rasul sebagai penyampai dan penjelas risalah Islam sekaligus mencontohkan
bagaimana Islam diterapkan dalam keseharian
2. Rasul sebagai utusan Allah harus kita kenal dan kita taati agar segala aspek kehidupan kita menjadi
ibadah
Makna Risalah Risalah: sesuatu yang diwahyukan Allah SWT berupa prinsip hidup, moral, ibadah, aqidah untuk
Dan Rasul mengatur kehidupan manusia agar terwujud kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Rasul : Seorang laki-laki (QS.21:7) yang diberi wahyu oleh Allah SWT yang berkewajiban untuk
melaksanakannya dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada manusia.
Pentingnya Iman kepada Rasul adalah salah satu rukun iman. Seseorang tidak dianggap muslim dan mukmin
Iman Kepada kecuali ia beriman bahwa Allah mengutus para rasul yang menyampaikan hakikat yang sebenarnya dari
Rasul agama Islam, yaitu Tauhidullah. Juga tidak dianggap beriman atau muslim kecuali ia beriman kepada
seluruh rasul, dan tidak membedakan antara satu dengan yang lainnya (QS.2:285).
Ciri–Ciri Rasul a. Laki-laki yang berasal dari manusia, QS. Al Kahfi (18) : 110
b. Ma’sum terjaga dari kesalahan, QS. An Najm (53) : 2-5
c. Menjadi suri teladan, QS. Al Ahzab (33) : 21
d. Memiliki akhlaq yang mulia; shidiq, tabligh, amanah dan fathonah. QS. Al Qalam (18) : 4
e. Memiliki mu’jizat, QS. Al Qomar (54) : 1
f. Tersampaikan berita tentang kedatangannya, QS. Ash Shaff (61) : 6
g. Adanya berita kenabian, QS. Al Furqan (25) : 30
h. Hasil perbuatan seperti kader (sahabat), lingkungan dan tatanan kehidupan dan peradaban Islami,
QS. Al Fath (48) : 29
Sifat-Sifat 1. Mereka adalah manusia (QS.17:93-94, 18:110)
Para Rasul · Mereka memerlukan makan, minum (QS.25:20), beristri (QS.13:38), ditimpa sakit (QS.2:83-84)
2. Ma'shum (terjaga dari kesalahan) (QS.3:161, 53:1-4)
· Semua Rasul adalah ma'shum, tidak pernah salah dalam menyampaikan risalah dari Allah. Yang
dimaksud ma'shum di sini adalah mereka tidak pernah meninggalkan kewajiban, tidak mengerjan
hal-hal yang haram, dan tidak berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran Islam (QS.3:161,
53:1-4)
3. Sebagai suri tauladan (QS.33:21, 6:89-90)
· Teladan dalam kesabaran dan menanggung penderitaan dalam memperjuangkan Islam (QS.6:34)
· Teladan dalam ketabahan memegang prinsip

15
· Teladan dalam saling mencintai dan persaudaraan muslim (QS.59:9)
· Teladan dalam setiap akhlak mulia (QS.33;21, 68:4)
Tugas Para Umum :
Rasul 1. Menyampaikan risalah, QS Al Maidah (5) : 67
2. Memperkenalkan Al Khalik, QS. Ali Imran (3) : 190
3. Menjelaskan cara beribadah
“Shalatlah kamu seperti halnya aku shalat”. (HR. Bukhori, Muslim)
4. Menjelaskan pedoman hidup,
“Rasulullah SAW bersabda: “ Barangsiapa yang dikehendaki Allah suatu kebaikan
untuknya, Dia akan pandaikan dalam hal agama”. (HR. Bukhari, Muslim)
5. Mendidik, berdasarkan Sirah Nabawiyah, menunjukkan bagaimana para sahabat belajar di rumah
Arqom bin Abi Arqom.
Khusus:
1. Menegakkan din Allah, QS. Asy Syuura’ (42) : 13-15
2. Menegakkan khilafah, QS. An Nuur (24) : 55
3. Membina kader, QS. Ali Imran (3) : 104
4. Membuat konsep panduan da’wah, QS. Ali Imran (3) : 159
5. Melaksanakan panduan da’wah, QS. Al Baqarah (2) : 208
Sumber http://mutarobbi.blogspot.com/2010/07/marifatul-rasul.html
http://materitarbiyah.wordpress.com/2008/03/15/marifatul-rasul/
http://catatantarbiyah.blogspot.com/2010/02/marifatul-rasul.html
http://ammaraulia.blogspot.com/2009/11/marifatul-rasul.html
Referensi Kelompok Studi Al-Ummah, Aqidah Seorang Muslim, hal. 60-71
Al-Asyqor, Dr. Limar Sulaiman, Para Rasul dan Risalahnya, Pustaka Mantiq
Ma’rifatul Rasul, DR. Irwan Prayitno
Sirah Nabawiyah, DR. Ramadhan al Buthi
Ar Rasul Muhammad saw, Said Hawwa
Apakah anda berkepribadian muslim, DR. Ali Hashimi

16
‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Materi : Penyakit Hati


Tujuan - Mengenal penyakit hati
- Memahami bahayanya penyakit hati
- Menumbuhkan semangat senantiasa membersihkan hati
- Mengenal cara-cara membersihkan hati
Materi Pokok - Tazkiyatun Nafs
- Mengenal Penyakit Hati
- Penyakit Hati dan Cara Mengobatinya
- Menggapai Bening Hati
- Lima Cara Membersihkan Hati
Kisah Terkait Terdapat riwayat bahwa seorang laki-laki meninggalkan dua anak setelah ia meninggal dunia. Ia
meninggalkan untuk keduanya harta benda yang tidak seberapa. Mereka berdua membagi
harta peninggalan tersebut dan masing-masing dari keduanya menggunakan harta tersebut
sesuai haknya. Anak bungsu menyibukkan diri dengan berdagang dan mengikhlaskan amalnya
karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia banyak bersedekah dan tidak kikir kepada hamba-hamba
Allah dengan jalan membagi nikmat yang ia dapatkan, sehingga perdagangannya berkembang
dan hartanya semakin bertambah. Ia pun menjadi orang kaya raya. Di samping itu, ia tidak
mempunyai musuh, sehingga harta bendanya pun terjaga dan tidak ada yang iri kepadanya.

Sebaliknya, sang kakak memilih untuk menempuh jalan yang keliru sehingga ia menghabiskan
kekayaannya untuk minum arak, judi, dan zina. Akhirnya, hartanya pun ludes. Ia pun menjadi
orang fakir, tidak mempunyai makanan pokok yang dapat dimakan. Sementara itu, adiknya
tetap sayang kepadanya. Ia memberinya tempat tinggal, menyediakan makanan dan pakaian
yang mencukupinya. Sayangnya, ia tidak merasa cukup dengan kasih sayang adiknya itu.
Bahkan, ia mulai iri hati kepada adiknya. Ia memutar otak untuk menguras kekayaan adiknya
sehingga menjadi fakir sama seperti dirinya. Dengan demikian, hatinya akan merasa tenang
karena orang-orang tidak akan mengejeknya lagi karena kemiskinannya sementara di pihak lain
orang-orang menyanjung reputasi adiknya. Akhirnya, ia berusaha keras untuk meraih tujuan
hina tersebut.

Akhirnya, ia mendapat bisikan dari Iblis agar mendatangi tukang dengki yang sudah terkenal
dengan kedengkiannya. Sedikit sekali orang yang dapat selamat dari kedengkiannya. Si tukang
dengki ini matanya rabun dan nyaris tidak dapat melihat kecuali dalam jarak yang sangat dekat.
Kemudian sang kakak tersebut mendatangi si tukang dengki yang sudah terkenal ini. Ia meminta
kepada tukang dengki agar ia mendengki harta adiknya dengan iming-iming imbalan yang akan
diberikan ketika kekayaan saudaranya telah ludes. Si tukang dengki pun diajak ke sebuah jalan
yang biasa dilewati oleh dagangan saudaranya. Lalu sang kakak tersebut mengingatkan si
tukang dengki agar bersiap-siap untuk segera beraksi dengan berkata, “Bersiap-siaplah!
Dagangan saudaraku sudah mendekat. Posisinya sekitar satu mil dari kita.”

Maka dengan penuh rasa dengki si tukang dengki berkata, “Alangkah dahsyatnya pandangan
matamu! Apakah kamu benar-benar dapat melihat barang dagangan saudaramu pada jarak
sejauh itu? Duhai kiranya saya mempunyai pandangan mata yang tajam seperti matamu.” Tiba-
tiba, sang kakak merasa sakit kepala, matanya menjadi gelap, dan seketika itu menjadi buta.
Akhirnya, barang dagangan adiknya tersebut dapat melintasinya dengan selamat, tanpa
gangguan sedikit pun.
Tazkiyatun Nafs Manusia terdiri dari unsur ruh, jasad dan akal. Masing-masing dari unsur tersebut

17
membutuhkan pemeliharaan karena unsur-unsur tadi berpengaruh terhadap fungsi manusia
untuk beribadat kepada Allah. Jasad memerlukan suplai makanan, akal membutuhkan suplai
pengetahuan dan ruhani membutuhkan suplai keimanan.
Ruhani sebagai salah satu unsur manusia juga memiliki cara-cara agar keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah senantiasa hadir. Taqwa lahir sebagai konsekuensi logis dari
keimanan yang kokoh , keimanan yang selalu dipupuk dengan muroqobatullah: merasa takut
terhadap murka dan adzab-Nya, dan selalu berharap limpahan karunia dan maghrifah-Nya.
Atau sebagaimana didefinisikan oleh para ulama ,Taqwa adalah hendaklah Allah tidak melihat
kamu berada dalam larangan-laranganNya dan tidak kehilangan kamu dalam perintah-
perintahnya.

Untuk mencapai itu semua, ada berbagai cara yang bisa dilakukan, diantaranya:
1. Mu’ahadah (mengingat perjanjian)
“dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji..”(An Nahl:91)
Cara yang bisa dipakai untuk berMu’ahadah ialah dengan berkholwat
(menyendiri) antara seorang hamba dengan Rabb-Nya. Dengan berkholwat,
seorang hamba bisa mengintrospeksi diri seraya mengatakan “Wahai jiwaku,
sesungguhnya kamu telah berjanji kepada Rabbmu setiap hari disaat kamu berdiri
membaca : Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami
mohon bantuan”.
2. Muroqobah (Merasakan kesertaan Allah)
“Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan melihat pula
perubahan gerak badanmu diantara orang-orang yang sujud.” ( QS.Asy-
Syura:218-219)
 Macam-macam Muroqobah
- Muroqobah dalam melaksanakan ketaatan adalah dengan ikhlas kepada-Nya.
- Muroqobah dalam kemaksiatan adalah dengan taubat, penyesalan dan
meninggalkannya secara total.
- Muroqobah dalam hal-hal yang mubah adalah dengan menjaga adab-adab terhadap
Allah dan bersyukur atas segala nikmat-Nya.
- Muroqobah dengan musibah adalah dengan ridha kepada ketentuan Allah serta
memohon pertolongaNya dengan penuh kesabaran.
3. Muhasabah (Introspeksi Diri)
Dalam surat al-Hasyr: “Hai orang-orang yang beriman,bertaqwalah kepada
Allah dan hendaklah memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Ketika seorang mu’min selalu memperhatikan modalnya, memperhitungkan keuntungan
dan kerugiannya, bertobat dikala melakukan kesalahan dan bersungguh-sungguh dalam
melaksanakan kebaikan, maka ia telah termasuk orang yang menghisab diri sebelum hari
penghisaban dan memperhatikan apa yang akan dipersembahkan pada hari esok (kiamat).
4. Mu’aqobah (Pemberian sanksi)
“Dan dalam qishash itu ada (jamian kelangsungan) hidup bagimu, wahai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.” (Al-baqarah:178).
Membiarkan diri dalam kesalahan akan mempermudah kesalahan-kesalahan
yang lain dan akan semakin sulit untuk meninggalkannya, oleh sebab itu
dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Umar bin Khattab r.a. pergi ke
kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai
melaksanakan shalat Ashar. Maka beliau berkata: ”Aku pergi hanya untuk
sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah shlat Ashar!…kini kebunku aku
jadikan shadaqah untuk orang-orang miskin.

18
5. Mujahadah (Optimalisasi)
“ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami ,benar-
benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami dan
sesungguhnya Allah beserta orang –orang yang berbuat baik.” (QS.Al-
Ankabut:69). Dalam bermujahadah,rasulallah menjadi qudwah yang patut
diteladani sebagaimana diriwayatkan olehAisyah r.a : Rasulallah S.A.W
melaksanakan shalat malam hingga kedua tumitnya bengkak. Ketika Aisyah
r.a bertanya.”Mengapa engkau lakukan hal itu? Bukankah Allah telah
mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan 19esame?”rasulallah
menjawab:”Bukankah sepantasnya aku menjadi seorang hamba yang
bersyukur? (H.R. Bukhari dan Muslim)

Sumber : : Materi Pembinaan Dakwah PTB : Ruhiyah – TAZKIYATUN NAFS


Mengenal Penyakit “Di dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit
Hati tersebut, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih akibat apa yang
mereka dustakan“. (QS. Al-Baqarah: 10)
Ada beberapa pelajaran dari ayat di atas, di antaranya:
Pertama
Menurut al-Baidhowi di dalam tafsirnya (1/166), sakit adalah sesuatu yang mengganggu
keseimbangan badan sehingga membuat kerusakan di dalam beraktifitas. Sakit dibagi menjadi
dua, sakit hati dan sakit fisik. Adapun sakit hati meliputi : sakit ragu-ragu, nifak, ingkar dan
dusta. (lihat tafsir al-Qurthubi: 1/138). Penyakit –penyakit hati seperti inilah yang menimpa
orang-orang munafik.
Selain itu, terdapat penyakit hati dalam bentuk lain, seperti sakit hasad, dengki, iri, dan
dendam yang kadang juga menimpa sebagian orang-orang Islam. Oleh karenanya, kita
diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dari penyakit hati tersebut, sebagaimana firman
Allah dalam Qs. Al-Falaq: 5, “Dan aku berlindung dari kejahatan orang yang hasad jika dia
hasad.“

Kedua
Penyakit hati jauh lebih berbahaya dari penyakit fisik, hal itu karena beberapa sebab:
1. Allah mencela orang yang mempunyai penyakit hati dan tidak pernah mencela orang yang
mempunyai penyakit fisik.
2. Penyakit hati, seperti iri, dengki dan dendam bisa menyebabkan munculnya penyakit fisik,
seperti stress, sesak nafas, pusing, jantung, tekanan darah tinggi dan kanker.
3. Penyakit hati menyebabkan orang celaka dunia dan akhirat, berbeda dengan penyakit fisik
yang tidak menyebabkan celaka di akherat.

Ketiga
Allah menyebutkan: “Di dalam hati mereka ada penyakit“ ini menunjukkan bahwa penyakit
tersebut sudah masuk ke dalam tubuh secara permanen, sehingga menjadi akut dan susah
untuk dihilangkan, karena berada di dalam hati. Berbeda kalau menyebut: “ Mereka sakit “,
mungkin masih bisa disembuhkan.

Keempat
“Maka Allah menambah penyakit tersebut“, menunjukkan bahwa kekafiran, kenifak-an dan
kemaksiatan itu bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana juga keimanan itu bisa
bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Kelima
Ayat di atas juga menunjukkan bahwa kesesatan seorang hamba berasal dari perbuataannya

19
sendiri. Jadi, Allah tidak mendzoliminya, tetapi hamba itulah yang mendzalimi dirinya sendiri.
Orang-orang munafik telah membuat penyakit di dalam hati mereka sendiri dan pada
hakekatnya mereka tidak menginginkan kebenaran dan kebaikan. Maka, Allah menambah
penyakit tersebut sebagai hukuman atas perbuatan mereka sendiri. Berkata Ibnu Katsir di
dalam tafsirnya (1/179): “Hukuman sesuai dengan perbuatan”. Hal yang serupa telah dijelaskan
Allah di beberapa ayat-Nya, seperti dalam Qs. Al-Baqarah: 10, Qs. Al-Maidah: 49, Qs. Al-An’am:
110 dan Qs. Ash-Shof: 5.

Keenam
Penyakit hati terdiri dari penyakit syahwat dan syubhat. Penyakit syahwat berhubungan dengan
maksiat anggota badan, seperti berzina, membunuh, berbohong dan mencuri. Sedang penyakit
syubhat berhubungan dengan hati dan pemikiran, seperti meragukan kebenaran Islam,
menolak hadist shahih dan menyakini adanya nabi setelah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wassalam. Penyakit syubhat inilah yang lebih menonjol dalam diri orang munafik, (Ibnu
Qayyim, Ighatsatu al-Lahfan: 165-166) dan ini lebih berbahaya dari penyakit syahwat. Karena
penderitanya susah untuk disembuhkan. Lihat Qs. An-Nisa : 137 dan Qs. Al-Munafiqun: 3.

Ketujuh
Penyakit syubhat bisa mengeluarkan seseorang dari keimanan sehingga menjadi kafir, seperti
orang–orang liberal yang meragukan keaslian al-Qur’an dan menolak kebenaran ajaran Islam
serta menyatakan bahwa semua agama benar dan mengantarkan penganutnya ke dalam
Syurga. Begitu juga kelompok Ahmadiyah yang menyakini adanya nabi seteIah nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kelompok Ingkar Sunnah yang menolak keberadaan as-
Sunnah sebagai sumber hukum islam kedua setelah al-Qur’an.

Kedelapan
Untuk mengobati penyakit syhubhat, seseorang hendaknya belajar dan mencari ilmu syar’I,
sebagaimana firman Allah di dalam Qs. Muhammad: 19; “Maka ketahuilah bahwa tiada Illah
yang berhak disembah kecuali Allah“. Adapun untuk mengobati penyakit syahwat, seseorang
hendaknya sering mengingat kematian dan menyakini bahwa dunia ini adalah fana, kesenangan
di dalamnya adalah kesenangan sedikit dan menipu. Sedangkan kesenangan abadi hanyalah di
akhirat kelak. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat
penghancur kenikmatan (kematian)”. HR. Tirmidzi “. Wallahu A’lam.
Sumber : http://ahmadzain.com/ (Dr. Ahmad Zain An Najah, MA)
Penyakit Hati dan Hati (bahasa Arab Qalbu) adalah bagian yang sangat penting daripada manusia. Jika hati
Cara Mengobatinya kita baik, maka baik pula seluruh amal kita: Rasulullah saw. Bersabda, “….Bahwa dalam diri
setiap manusia terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baik pula seluruh amalnya,
dan apabila ia itu rusak maka rusak pula seluruh perbuatannya. Gumpalan daging itu adalah
hati.” (HR Imam Al-Bukhari)
Sebaliknya, orang yang dalam hatinya ada penyakit, sulit menerima kebenaran dan akan
mati dalam keadaan kafir. “Orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka
dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya yang telah ada dan
mereka mati dalam keadaan kafir.” [At Taubah 125]
Oleh karena itu penyakit hati jauh lebih berbahaya daripada penyakit fisik karena bisa
mengakibatkan kesengsaraan di neraka yang abadi. Kita perlu mengenal beberapa penyakit
hati yang berbahaya serta bagaimana cara menyembuhkannya.
Sombong
Sering orang karena jabatan, kekayaan, atau pun kepintaran akhirnya menjadi sombong
dan menganggap rendah orang lain. Bahkan Fir’aun yang takabbur sampai-sampai
menganggap rendah Allah dan menganggap dirinya sebagai Tuhan. Kenyataannya Fir’aun
adalah manusia yang akhirnya mati karena tenggelam di laut.

20
Allah melarang kita untuk menjadi sombong:
“Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali
kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” [Al Israa’ 37]
“Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
[Luqman 18]
Allah menyediakan neraka jahannam bagi orang yang sombong:
“Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang kamu kekal di
dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang
sombong .” [Al Mu’min 76]
Kita tidak boleh sombong karena saat kita lahir kita tidak punya kekuasaan apa-apa. Kita
tidak punya kekayaan apa-apa. Bahkan pakaian pun tidak. Kecerdasan pun kita tidak punya.
Namun karena kasih-sayang orang tua-lah kita akhirnya jadi dewasa.
Begitu pula saat kita mati, segala jabatan dan kekayaan kita lepas dari kita. Kita dikubur
dalam lubang yang sempit dengan pakaian seadanya yang nanti akan lapuk dimakan zaman.
Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya’ “Uluumuddiin menyatakan bahwa manusia janganlah
sombong karena sesungguhnya manusia diciptakan dari air mani yang hina dan dari tempat
yang sama dengan tempat keluarnya kotoran.
Bukankah Allah mengatakan pada kita bahwa kita diciptakan dari air mani yang hina:
“Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina?” [Al Mursalaat 20]
Saat hidup pun kita membawa beberapa kilogram kotoran di badan kita. Jadi bagaimana
mungkin kita masih bersikap sombong?

‘Ujub (Kagum akan diri sendiri)


Ini mirip dengan sombong. Kita merasa bangga atau kagum akan diri kita sendiri. Padahal
seharusnya kita tahu bahwa semua nikmat yang kita dapat itu berasal dari Allah.
Jika kita mendapat keberhasilan atau pujian dari orang, janganlah ‘ujub. Sebaliknya
ucapkan “Alhamdulillah” karena segala puji itu hanya untuk Allah.

Iri dan Dengki


Allah melarang kita iri pada yang lain karena rezeki yang mereka dapat itu sesuai dengan
usaha mereka dan juga sudah jadi ketentuan Allah.
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang
laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para
wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’ 32]
Iri hanya boleh dalam 2 hal. Yaitu dalam hal bersedekah dan ilmu.
“Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi
Allah harta lalu dia belanjakan pada jalan yang benar, dan seorang diberi
Allah ilmu dan kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya.” (HR.
Bukhari)
Jika kita mengagumi milik orang lain, agar terhindar dari iri hendaknya mendoakan agar
yang bersangkutan dilimpahi berkah.
Apabila seorang melihat dirinya, harta miliknya atau saudaranya sesuatu
yang menarik hatinya (dikaguminya) maka hendaklah dia mendoakannya
dengan limpahan barokah. Sesungguhnya pengaruh iri adalah benar. (HR. Abu
Ya’la)

21
Dengki lebih parah dari iri. Orang yang dengki ini merasa susah jika melihat orang lain
senang. Dan merasa senang jika orang lain susah. Tak jarang dia berusaha mencelakakan
orang yang dia dengki baik dengan lisan, tulisan, atau pun perbuatan. Oleh karena itu Allah
menyuruh kita berlindung dari kejahatan orang yang dengki:
“Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” [Al Falaq 5]
Kedengkian bisa menghancurkan pahala-pahala kita.
Waspadalah terhadap hasud (iri dan dengki), sesungguhnya hasud mengikis
pahala-pahala sebagaimana api memakan kayu. (HR. Abu Dawud)

Sumber: http://media-islam.or.id
Menggapai Bening Keberuntungan memiliki hati yang bersih, sepatutnya membuat diri kita berpikir keras
Hati setiap hari menjadikan kebeningan hati ini menjadi hal utama untuk menggapai kesuksesan
dunia dan akhirat kita. Subhanallaah, betapa kemudahan dan keindahan hidup akan
senantiasa meliputi diri orang yang berhati bening ini. Karena itu mulai detik ini bulatkanlah
tekad untuk bisa menggapainya, susun pula program nyata untuk mencapainya. Diantara
program yang bisa kita lakukan untuk menggapai hidup indah dan prestatif dengan bening hati
adalah :
1. Ilmu
Carilah terus ilmu tentang hati, keutamaan kebeningan hati, kerugian kebusukan hati,
bagaimana perilaku dan tabiat hati, serta bagaimana untuk mensucikannya. Diantara
ikhtiar yang bisa kita lakukan adalah dengan cara mendatangi majelis taklim, membeli
buku-buku yang mengkaji tentang kebeningan hati, mendengarkan ceramah-ceramah
berkaitan dengan ilmu hati, baik dari kaset maupun langsung dari narasumbernya. Dan
juga dengan cara berguru langsung kepada orang yang sudah memahami ilmu hati ini
dengan benar dan ia mempraktekannya dalam kehidupan sehari-harinya. Harap
dimaklumi, ilmu hati yang disampaikan oleh orang yang sudah menjalaninya akan memiliki
kekuatan ruhiah besar dalam mempengaruhi orang yang menuntut ilmu kepadanya. Oleh
karenanya, carilah ulama yang dengan gigih mengamalkan ilmu hati ini.
2. Riyadhah atau Melatih Diri
Seperti kata pepatah, “bisa karena biasa”. Seseorang mampu melakukan sesuatu dengan
optimal salah satunya karena terlatih atau terbiasa melakukannya. Begitu pula upaya
dalam membersihkan hati ini, ternyata akan mampu dilakukan dengan optimal jikalau kita
terus-menerus melakukan riyadhah (latihan). Adapun bentuk latihan diri yang dapat kita
lakukan untuk menggapai bening hati ini adalah
Ilmu Pembersih Hati
Ada sebait do’a yang pernah diajarkan Rasulullah SAW dan disunnahkan untuk
dipanjatkan kepada Allah Azza wa Jalla sebelum seseorang hendak belajar. Do’a tersebut
berbunyi : Allaahummanfa’nii bimaa allamtanii wa’allimnii maa yanfa’uni wa zidnii ilman maa
yanfa’unii. Dengan do’a ini seorang hamba berharap dikaruniai oleh-Nya ilmu yang
bermamfaat.
Apakah hakikat ilmu yang bermamfaat itu? Secara syariat, suatu ilmu disebut bermamfaat
apabila mengandung mashlahat – memiliki nilai-nilai kebaikan bagi sesama manusia ataupun
alam. Akan tetapi, manfaat tersebut menjadi kecil artinya bila ternyata tidak membuat
pemiliknya semakin merasakan kedekatan kepada Dzat Maha Pemberi Ilmu, Allah Azza wa
Jalla. Dengan ilmunya ia mungkin meningkat derajat kemuliaannya di mata manusia, tetapi
belum tentu meningkat pula di hadapan-Nya.
Oleh karena itu, dalam kacamata ma’rifat, gambaran ilmu yang bermamfaat itu
sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh seorang ahli hikmah. “Ilmu yang berguna,”
ungkapnya, “ialah yang meluas di dalam dada sinar cahayanya dan membuka penutup hati.”
Seakan memperjelas ungkapan ahli hikmah tersebut, Imam Malik bin Anas r.a. berkata, “Yang
bernama ilmu itu bukanlah kepandaian atau banyak meriwayatkan (sesuatu), melainkan

22
hanyalah nuur yang diturunkan Allah ke dalam hati manusia. Adapun bergunanya ilmu itu
adalah untuk mendekatkan manusia kepada Allah dan menjauhkannya dari kesombongan
diri.”
Ilmu itu hakikatnya adalah kalimat-kalimat Allah Azza wa Jalla. Terhadap ilmunya sungguh
tidak akan pernah ada satu pun makhluk di jagat raya ini yang bisa mengukur Kemahaluasan-
Nya. Sesuai dengan firman-Nya, “Katakanlah : Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk
(menuliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (dituliskan)
kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS. Al
Kahfi [18] : 109).
Adapun ilmu yang dititipkan kepada manusia mungkin tidak lebih dari setitik air di tengah
samudera luas. Kendatipun demikian, barangsiapa yang dikaruniai ilmu oleh Allah, yang
dengan ilmu tersebut semakin bertambah dekat dan kian takutlah ia kepada-Nya, niscaya
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah [58] : 11). Sungguh janji Allah itu tidak
akan pernah meleset sedikit pun!
Akan tetapi, walaupun hanya “setetes” ilmu Allah yang dititipkan kepada mnusia, namun
sangat banyak ragamnya. Ilmu itu baik kita kaji sepanjang membuat kita semakin takut kepada
Allah. Inilah ilmu yang paling berkah yang harus kita cari. Sepanjang kita menuntut ilmu itu
jelas (benar) niat maupun caranya, niscaya kita akan mendapatkan mamfaat darinya.
Hal lain yang hendaknya kita kaji dengan seksama adalah bagaimana caranya agar kita
dapat memperoleh ilmu yang sinar cahayanya dapat meluas di dalam dada serta dapat
membuka penutup hati? Imam Syafii ketika masih menuntut ilmu, pernah mengeluh kepada
gurunya. “Wahai, Guru. Mengapa ilmu yang sedang kukaji ini susah sekali memahaminya dan
bahkan cepat lupa?” Sang guru menjawab, “Ilmu itu ibarat cahaya. Ia hanya dapat menerangi
gelas yang bening dan bersih.” Artinya, ilmu itu tidak akan menerangi hati yang keruh dan
banyak maksiatnya.
Karenanya, jangan heran kalau kita dapati ada orang yang rajin mendatangi majelis-
majelis ta’lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya tetap buruk. Mengapa demikian?
Itu dikarenakan hatinya tidak dapat terterangi oleh ilmu. Laksana air kopi yang kental dalam
gelas yang kotor. Kendati diterangi dengan cahaya sekuat apapun, sinarnya tidak akan bisa
menembus dan menerangi isi gelas. Begitulah kalau kita sudah tamak dan rakus kepada dunia
serta gemar maksiat, maka Sang Ilmu tidak akan pernah menerangi hati.
Padahal kalau hati kita bersih, ia ibarat gelas yang bersih diisi dengan air yang bening.
Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi gelas. Walhasil, bila kita menginginkan ilmu
yang bisa menjadi nilai amal shalih, maka usahakanlah ketika menimbanya, hati kita selalu
dalam keadaan bersih. Hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap
urusan dunia dan tidak pernah digunakan untuk menzhalimi sesama. Semakin hati bersih, kita
akan semakin dipekakan oleh Allah untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Darimana
pun ilmu itu datangnya. Disamping itu, kita pun akan diberi kesanggupan untuk menolak
segala sesuatu yang akan membawa mudharat.
Sebaik-baik ilmu adalah yang bisa membuat hati kita bercahaya. Karenanya, kita wajib
menuntut ilmu sekuat-kuatnya yang membuat hati kita menjadi bersih, sehingga ilmu-ilmu
yang lain (yang telah ada dalam diri kita) menjadi bermanfaat.
Bila mendapat air yang kita timba dari sumur tampak keruh, kita akan mencari tawas
(kaporit) untuk menjernihkannya. Demikian pun dalam mencari ilmu. Kita harus mencari ilmu
yang bisa menjadi “tawas”-nya supaya kalau hati sudah bening, ilmu-ilmu lain yang kita kaji
bisa diserap seraya membawa manfaat.
Mengapa demikian? Sebab dalam mengkaji ilmu apapun kalau kita sebagai
penampungnya dalam keadaan kotor dan keruh, maka tidak bisa tidak ilmu yang didapatkan
hanya akan menjadi alat pemuas nafsu belaka. Sibuk mengkaji ilmu fikih, hanya akan
membuat kita ingin menang sendiri, gemar menyalahkan pendapat orang lain, sekaligus

23
aniaya dan suka menyakiti hati sesama. Demikian juga bila mendalami ilmu ma’rifat. Sekiranya
dalam keadan hati busuk, jangan heran kalau hanya membuat diri kita takabur, merasa diri
paling shalih, dan menganggap orang lain sesat.
Oleh karena itu, tampaknya menjadi fardhu ain hukumnya untuk mengkaji ilmu kesucian
hati dalam rangka ma’rifat, mengenal Allah. Datangilah majelis pengajian yang di dalamnya
kita dibimbing untuk riyadhah, berlatih mengenal dan berdekat-dekat dengan Allah Azza wa
Jalla. Kita selalu dibimbing untuk banyak berdzikir, mengingat Allah dan mengenal kebesaran-
Nya, sehingga sadar betapa teramat kecilnya kita ini di hadapan-Nya.
Kita lahir ke dunia tidak membawa apa-apa dan bila tiba saat ajal pun pastilah tidak
membawa apa-apa. Mengapa harus ujub, riya, takabur, dan sum’ah. Merasa diri besar,
sedangkan yang lain kecil. Merasa diri lebih pintar sedangkan yang lain bodoh. Itu semua
hanya karena sepersekian dari setetes ilmu yang kita miliki? Padahal, bukankah ilmu yang kita
miliki pada hakikatnya adalah titipan Allah jua, yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk
mengambilnya kembali dari kita?
Sumber: http://klipingterapihati.wordpress.com/tag/aagym/ (Aa Gym)
Lima Cara 1. Harus Punya waktu khusus untuk memeriksa diri sendiri. Carilah waktu khusus untuk
Membersihkan Hati bermuhasabah, menghitung-hitung kesalahan dan kekurangan diri, kalau perlu gunakan
foto diri sendiri untuk melihat seperti apa kita dulunya. Menghitung berapa banyak hak
orang lain yang kita ambil, atau dimakan? Adakakah dosa zina yang kita lalukan? Dan
segala dosa-dosa dan kesalahan yang kita pernah lakukan selama ini. Carilah tempat
khusus untuk bermuhasabah, di rumah, di masjid sambil iktikaf atau sekalian pergi umrah.
Kalau sedang umrah sebaiknya menjauh dari teman-teman asal Indonesia biar kita benar-
benar lepas untuk menangis menyesali kezaliman kita. Biar tangisan kita benar-benar tulus
bukan karena ingin dipuji oleh teman. Kita sering takut terlihat jelek dimata manusia tapi
tidak takut terlihat jelek dimata Allah. Banyak bertafakur, tanyakan apakah diri kita
seorang pendengki, zalim, pemarah dan segala kekurangan lainnya.
2. Miliki Cermin Diri. Orang-orang terdekat dengan kita adalah cerminan diri kita,
suami/isteri, anak, orang-tua, kakak, adik adalah orang-orang yang benar-benar tahu
tentang segala kelebihan dan kekurangan kita. Seorang ibu sangat bangga kalau dipuji
oleh orang lain, tapi biasa-biasa saja kalau dipuji oleh suami. Segalah masukan dari orang
terdekat kita perlu dijadikan pedoman dan diambil jangan dibiarkan begitu berlalu begitu
saja. Jangan marah kalau mereka memberikan masukan, ambil dan koreksi diri. Jangan
dibantah. Jangan terpesona dengan kehebatann dan ketenaran orang lain karena apa
yang terlihat di depan umum belum tentu sama dengan aslinya.
3. Miliki guru/ulama pribadi. Cari guru yang tulus yang mau dengan terus-terang memberi
tahu segala yang perlu kita lakukan dan yang harus kita tinggalkan. Guru yang mau
memberi nasehat untuk kebaikan diri kita.
4. Manfaatkan orang yang tidak suka dengan kita. Setiap kita punya orang-orang yang
selalu mencari kekuarang kita, mereka tidak bosan-bosannya mengikuti tingkah laku kita
secara diam-diam. Mereka juga tidak segan menceritakan kekurangan kita kepada orang
lain. Bersyukurlah kalau kita punya orang seperti mereka itu karena mereka justru
memberikan keuntungan kepada kita. Justru itu bagus untuk koreksi diri kita. Jika ada
tetangga, saudara atau teman kantor yang melakukan itu, biarkan saja karena mereka
sedang mengumpulkan informasi tentang hal-hal yang perlu kita perbaiki. Jadikan hal itu
sebagai acuan bagi kita. AA Gym pernah dikritik habis-habisan tentang dirinya, mereka
menulis sebuah buku lengkap dengan segalah kekurangan beliau. Aa Gym membeli dan
membaca buku itu, beliau ambil hikmahnya dan berusaha memperbaiki diri dengan
koreksi-koreksi yang ada.
5. Tafakuri apa yang terjadi. Setiap peristiwa yang menimpa orang lain, tafakuri dan ambil
hikmahnya. Bersyukur bahwa musibah itu tidak terjadi pada diri kita.
Sumber: https://id-id.facebook.com/notes/arul-fortune/lima-cara-membersihkan-hati-

24
oleh-aa-gym/165720050235206 (Aa Gym)
Sumber https://kisahmuslim.com/3263-akibat-iri-hati.html

25
‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Materi : Birrul Walidain


Tujuan - Memahami tentang perintah Allah SWT untuk berbakti kepada orang tua
- Termotivasi untuk semakin berbakti terhadap orang tua
Materi Pokok - Perhatian Allah terhadap hak orang tua
- Fadhail berbakti kepada ibu bapak
- Hal-hal yang dapat membangkitkan bakti anak
- Bentuk-bentuk Birrul Walidain
- Keteladanan
- Uququl Walidain
Kisah Terkait Mahkamah Pengadilan Propinsi Qoshim Saudi Arabiyah menjadi saksi. Ia adalah kisah Hairan al-
Fuhaidy, pelaku kisah mengharukan ini. Drama Airmata kesedihan dan kasih sayang yang
tumpah. Sungguh, ini adalah kisah nyata dan bukan fiksi…

Hari itu, Hairan al-Fuhaidiy seorang lelaki lanjut usia dari Qoshim tidak dapat menahan isak
tangisnya di hadapan Mahkamah Pengadilan Qoshim. Janggutnya basah oleh genangan air
mata. Kesedihan tak sanggup ia sembunyikan lagi…

Kerugian apa gerangan yang membuat Hairan terisak?? Sungguh merupakan peristiwa langka
yang jarang terjadi. Ternyata, tangisan itu dikarenakan dirinya kalah di hadapan Mahkamah
oleh saudaranya dalam hal merawat ibunya yang sudah sangat tua. Wanita tua renta yang tidak
memiliki apa-apa selain cincing perak.

Padahal sebelumnya wanita tua itu berada dalam pemeliharaan Hairan anak tertuanya, yang
hidup seorang diri. Tatkala Hairan mulai berumur, adiknya yang tinggal di kota lain datang
menjemput sang ibu untuk tinggal bersama keluarganya. Tentu saja Hairan keberatan dan
menolak keras. Alasannya, ia masih sanggup memelihara ibunya. Karena tak ada kata sepakat,
masalah ini pun menyeret keduanya ke hadapan Mahkamah Pengadilan. Dan hukumlah yang
akan memutuskan perkara mereka.

Akan tetapi, perselisihan itu semakin meruncing. Berlarut-larut dan menelan waktu yang lama.
Setiap dari kedua bersaudara itu bersikukuh menyatakan, bahwa dirinya yang paling berhak
memelihara sang ibu. Maka tak ada jalan lain bagi sang Hakim, melainkan meminta untuk
dihadirkan wanita tua itu agar dapat bertanya padanya secara langsung…

Sungguh pemandangan yang mengharukan. Kedua berasaudara itu bergantian menggendong


sang ibu yang saat itu beratnya tinggal 20 kilo. Sang Hakim tidak dapat menahan haru. Lalu
mengajukan pertanyaan, kepada siapa ia memilih tinggal bersamanya. Dalam kesadaran yang
baik, terbata wanita itu berkata, “Ini adalah (penyejuk) mataku”, seraya memberi isyarat pada
Hairan, “dan ini juga (penyejuk) mataku yang lain seraya memberi isyarat pada saudaranya”.

Sang Hakim terpaksa menjatuhkan putusan sesuai apa yang ia pandang sesuai. Bahwa wanita
tua itu akan tinggal bersama keluarga adik Hairan. Sebab mereka lebih mampu untuk
menjaganya. Hairan amat terpukul. Dan tak dapat lagi menguasai dirinya. Ia hanya terisak-isak
mendengar keputusan sang Hakim. Mahkamah pun senyap, larut bersama kesedihan Hairan.

Duhai, begitu berharga air mata yang dititikkan Hairan… Air mata yang tumpah, karena tidak
sanggup lagi memelihara ibunya. Memang usianya saat itu telah mulai senja pula… Apakah yang

26
menjadikan sang ibu begitu mulia dan agung hingga sanggup melahirkan sengketa itu??…
Duhai, seandainya kita tahu bagaimana sang ibu mendidik kedua anaknya tersebut, hingga
harus bersengketa Mahkamah hanya lantaran berebutan ingin memeliharanya??

Kisah ini adalah pelajaran yang sangat langka di zaman yang tersebar kedurhakaan. Olehnya,
menangislah wahai orang-orang yang durhaka pada kedua orang tuanya. Semoga kisah
mengharukan ini menjadikan hatimu lunak dan kembali berbakti pada ibumu.
Perhatian Allah Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
terhadap hak orang Dan berbuat baiklah terhadap kedua ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-
tua orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnus sabil,
dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang sombong
dan membangga-banggakan diri. (an Nisaa 4:36)
Dan Tuhan-mu telah Memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia. (al Israa 17:23)
Fadhail berbakti  Berbakti kepada ibu-bapak termasuk perbuatan yang diutamakan
kepada ibu bapak Abdullah bin Mas’ud ra. berkata: Saya bertanya pada Rasulullah saw.: Apakah
Amal perbuatan yang paling utama? Nabi: Berbakti pada kedua ayah bunda.
Saya bertanya, kemudian apalagi? Jawabnya: Jihad (berjuang dalam jalan
Allah) (HR. Bukhari, Muslim)
 Berbakti kepada ibu-bapak, penebus dosa besar
Ibnu Umar berkata: Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad Saw
dan berkata: “Saya telah melakukan suatu dosa besar, apakah mungkin dosa
itu diampuni?” Rasul bertanya:”Apakah kedua ibu-bapakmu masih hidup?”
Lelaki itu dengan sedih menjawab:”Keduanya telah meninggal dunia”.
Rasulullah bertanya lagi: “Apakah kau punya saudara ibu?” “Ya, punya”, jawab
lelaki itu. Maka kembali Rasul bersabda: “Baktikanlah dirimu kepadanya”. (HR.
At Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
 Dipanjangkan usianya dan dilimpahkan rezekinya
“Siapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dilimpahkan rejekinya, hendaklah
ia berbakti kepada kedua ibu-bapaknya dan memelihara silaturahmi”. (HR.
Ahmad)
 Keridhaan Allah dalam keridhaan ibu-bapak
“Siapa yang membuat kedua ibu-bapaknya senang dan ridha, maka ia telah
membuat Allah senang dan ridha padanya. Dan barangsiapa membuat marah
orang tuanya, maka berarti ia telah membuat murka Allah.” (HR. Ibnu Najjar)
 Doa seorang hamba mustajab karena baktinya kepada ibu-bapak
Hal-hal yang dapat Renungkanlah betapa besar pengorbanan seorang ibu kepada anaknya.
membangkitkan “Dan Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang
bakti anak ibu-bapaknya. Ibunya telah mengan-dungnya dalam keadaan susah yang
bertambah-tambah dan melahirkannya dengan susah payah juga.” (QS. Al-Ahqaf
46:15)
“Dan Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada ibu-bapaknya.
Ibunya mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah”. (QS.
Luqman 31:14)
Bentuk-bentuk Birrul  Memandang orangtua dengan pandangan cinta, penuh kasih dan gembira
Walidain “Seorang anak yang memandang kepada orangtuanya dengan pandangan
cinta, akan dicatat Allah seperti amalan orang yang naik Haji Mabrur” (HR Ar-

27
Rafi’i dan Al-Baihaqi)
 Bersikap lemah lembut
“Dan ucapkanlah kepada ibu bapakmu perkataan yang mulia dan rendahkanlah
dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan doakanlah: “Wahai
Robb-ku, kasihanilah keduanya seperti keduanya telah mendidik aku di waktu
kecil.” (QS. Al-Isra; 17:23-24)
Imam Al-Bukhari menjelaskan tentang firman Allah diatas. Katanya: “Tunduklah kepada ibu-
bapakmu seperti seorang hamba kepada majikannya yang keras dan ganas.”
“Janganlah kau berjalan di depannya, jangan duduk sebelum dia duduk, jangan
kau panggil dengan namanya, dan jangan kau memancing amarahnya.” (HR.
At-Thabarni)
 Minta izin sebelum masuk ke kamarnya
“Dan apabila anak-anakmu sudah mencapai usia baligh, maka haruslah mereka
meminta izin padamu (untuk masuk), seperti halnya orang-orang sebelum
mereka.” (QS. An Nur 24:59)
 Berdiri menyambut ibu-bapak
“Siti Fatimah binti Rasul apabila ia datang mengunjungi Rasulullah saw beliau
bangkit menyongsongnya, mencium dan mempersilahkan sang puteri duduk di
tempat duduk beliau. Begitu juga jika Nabi Saw datang mengunjungi buah
hatinya, Fatimah bangun menyongsong beliau, mencium dan mempersilahkan
duduk di tempat duduknya.” (HR. Abu Daud dan At-Turmudhi)
Ini adalah bentuk pengagungan, perendahan diri dan kepatuhan kepada keduanya atau
penampilan kasih sayang kepada keduanya.
 Mendoakan ibu-bapak (17:23-24)
Betapa baiknya kalau engkau mendoakan kedua orangtua setiap selesai membaca shahadat

dalam shalat.

“Hendaklah kamu bersyukur kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu,


hanya kepada-Kulah semuanya akan kembali.” (QS. Luqman 31:14)
“Sungguh seorang hamba ditinggal pergi oleh salah seorang atau oleh
kedua ibu-bapaknya, sedang dia dalam keadaan durhaka. Namun sang anak
senantiasa berdoa dan memo-honkan ampun bagi keduanya, sehingga Allah
menetapkan-nya sebagai anak yang berbakti kepada orangtuanya.” (HR. Al-
Baihaqi)
 Berziarah ke kubur ibu-bapak
“Barangsiapa yang berziarah ke kubur orangtuanya atau salah seorang dari
keduanya pada tiap hari Jum’at, maka dosanya akan diampuni Allah dan ia
dinyatakan sebagai seorang anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya.”
(HR. At-Thabrani)
 Membina hubungan baik dengan kawan ibu-bapak
Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa yang ingin berhubungan dengan ayahnya
yang telah wafat, hendaklah dia menghubu-ngi kenalan dan saudara-saudara
ayahnya, sesudah ayahnya meninggal”.(HR. Abdur Razzaq)
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya bakti anak yang paling utama adalah
hubungan baik si anak dengan keluarga kawan baik ayahnya.” (HR. Muslim)
 Melunasi hutang keduanya sesudah keduanya meninggal dunia
 Menepati nazarnya
Seorang dari Bani Salamah bertanya “Ya Rasulullah, apakah sesudah ibu
bapakku meninggal dunia, masih ada sisa bakti yang dapat aku persembahkan
kepada keduanya …? Rasulullah Saw. mengangguk dan bersabda: “Ya dengan
28
jalan mengirimkan doa untuk keduanya, memohonkan ampun, menepati janji
dan nadzar yang pernah diikrarkan ibu-bapakmu, memelihara hubungan
silaturahmi dan memuliakan sahabat keduanya.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah
dan Ibnu Hibban)
 Tidak menyebabkan orang memaki-maki kepada keduanya
Bahwasanya Nabi saw. bersabda: Daripada dosa-dosa besar ialah seseorang
yang memaki kedua ayah-bundanya. Sahabat bertanya: Ya Rasulullah adakah
seorang yang memaki ayah-bundanya? Jawab Nabi: Ya. Dia memaki ayah
orang lain, maka dibalas memaki pada ayahnya atau dia memaki ibu orang
lain, lalu dibalas memaki pada ibunya (HR. Bukhari, Muslim)
Keteladanan  Bakti Nabi Ismail terhadap Sayyidina Ibrahim
Uququl Walidain  Durhaka kepada ibu-bapak termasuk dosa besar
“Salah satu dosa kabir yang terbesar disisi Allah pada hari Kiamat ialah :
menyekutukan Allah, membunuh seorang Mukmin secara tidak menurut
syari’at, melarikan diri dari medan jihad fi sabilillah pada waktu penyerbuan,
mendur-hakai keduaorangtua, menuduh wanita suci melakukan perbuatan keji,
belajar ilmu sihir, makan uang riba dan makan harta anak-anak yatim.” (HR.
Ibnu Hibban)

 Bentuk-bentuk uququl Walidain


 tidak patuh
 mengabaikan
 menyakiti
 mengucapkan kata-kata yang tidak menyenangkan
 meremehkan
 memandang dengan pandangan hina
 membuat sedih
“Tangis kedua orangtua karena anaknya termasuk kedurhakaan.” (HR. Al-
Bukhari)
 membelalakkan mata kepada keduanya
“Seorang anak yang membelalakkan matanya kepada kedua orangtua
termasuk anak yang tidak berbakti.” (HR. Al Baihaqi dan Ibnu Mardawih)
 menghindari dari keduanya
“Ada segolongan hamba yang tidak diajak bicara oleh Allah di hari Kiamat,
tidak dilihat, tidak dibersihkan dan tidak pula disucikan”. Para sahabat
bertanya, “Siapakah mereka, ya Rasulullah?” Dijawab oleh Nabi, “Yaitu
orang yang menjauh-kan diri dari ibu-bapaknya dan orang yang mendapat
limpahan kebajikan dari suatu kaum lalu ia memungkiri kebajikan mereka
malah ia menjauhkan diri dari mereka.” (HR. Ahmad)
 tidak senang kepada ibu-bapak
“Tiga jenis manusia yang dikutuk Allah Swt adalah, laku-laku yang tidak
senang kepada kedua ibu-bapaknya, laki-laki yang berusaha memecah
belah kehidupan suami istri kemudian wanita itu ia kawini dan laki-laki yang
suka membumbui kata-kata antara kaum Mukminin agar mereka saling
benci membenci.” (HR. Ad Dailami)
 Memukul
“Tujuh golongan orang yang tidak akan dilihat oleh Allah Swt di hari kiamat,
tidak dibersihkan dan tidak dicampur dengan penghuni alam lainnya,
mereka dimasukkan ke dalam api yang pertama, kecuali mereka bertaubat,
maka Allah berke-nan mengampuni mereka, orang yang kawin dengan
tangan-nya (onani) yang berbuat dan yang diperbuat, pecandu minuman

29
keras, orang yang memukul ibu-bapaknya hingga keduanya minta tolong
dan orang yang berzina dengan istri tetangganya” (HR. Al-Baihaqi)
 mendurhakai sahabat ibu-bapaknya
“Peliharalah kekasih ayahmu, jangan kau putuskan, jangan sampai Allah
memadamkan cahayamu.” (HR. Al-Bukhari)
 Amal perbuatan anak durhaka tidak akan diterima
“Tiga kelompok orang yang tidak diterima amal perbuatan-nya, ialah: orang
yang menyekutukan Allah, anak yang mendurhakai kedua orangtua dan
mujahid yang melarikan diri dari medan perang.” (HR. At-Thabarani)
 Haram durhaka kepada kedua orangtua meskipun zalim kepadanya
“Seorang Muslim yang mempunyai kedua orangtua yang Muslim, kemudian ia
senantiasa berlaku ihsan terhadap keduanya, maka Allah berkenan
membukakan dua pintu sorga untuknya. Kalau ia memiliki seorang saja, maka
ia akan mendapatkan satu pintu saja, kalau ia menggusarkan kedua
orangtuanya, maka Allah tidak akan ridho padanya. Ada seseorang yang
bertanya, “Meskipun keduanya menzaliminya?”. Nabi menjawab, “Ya,
meskipun keduanya menzaliminya.” (HR. Al-Bukhari)
Referensi Ahmad Isa Asyur, Birrul Waidail (Berbakti kepada Ibu Bapak),
Sa’id Hawwa, Al Islam: Sistem Akhlak

30
‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Materi : Ghazwul Fikri


Tujuan - Memahami makna ghazwul fikri
- Memahami hal – hal yang dapat menjerumuskan kepada ghazwul fikri
- Terhindar dari ghazwul fikri
 Pengertian ghazwul fikri
Materi Pokok  Pentingnya memahami ghazwul fikri
 Sasaran ghazwul fikri
 Metoda – metoda ghazwul fikri
 Sarana ghazwul fikri
 Akibat ghazwul fikri
Games Terkait
Games 1 Membedakan dua benda yang amat berlainan (misalnya kapur dan tissue)

· Langkah 1

Para mad'u harus menyebutkan dengan cepat setiap benda yang diangkat oleh mentor (dilakukan
beberapa kali)

· Langkah 2

Sekarang benda ditukar namanya. Jika kapur diangkat, peserta harus menyebtnya sebagai tissue,
begitu pula sebaliknya. Pada awalnya peserta akan mengalami kesulitan karena belum terbiasa. Tapi
lama kelamaan akan terbiasa.

· Hikmah

Itulah Ghozwul Fikri. Pada awalnya nilai-nilai keislaman itu sudah jelas dan pasti. Tetapi musuh Islam
berusaha menghilangkan nilai keislaman dari umat Islam secara perlahan-lahan.

Maka disodorkanlah pada muslimin nilai yang tidak islami. Mula-mula umat Islam tidak menerimanya
(tidak terasa) tapi lama kelamaan karena usaha mereka yang terus menerus ditambah umat Islam
yang malas mengkaji Al Qur'an dan Sunnah, maka umat Islam akan larut dan tenggelam dengan nilai-
nilai non Islam tersebut. Bahkan nilai-nilai yang menyimpang dengan Islam sudah dianggap biasa. Dan
sebaliknya ketika disodorkan nilai-nilai Islam mereka tidak mau menerima Islam dan menjauh, seperti
yang terjadi sekarang ini.

Games 2 Al Qur'an di tengah karpet

· Langkah 1

Al Qur'an diletakkan di tengah-tengah karpet yang lebar.

Peserta diperintahkan untuk mengambil Al Qur'an tadi tanpa menyentuh karpet (sulit/tidak bisa)

· Langkah 2

Peserta diberitahu cara untuk mencapai Al Qur'an tanpa harus menginjak karpet, yaitu dengan cara
menggulung karpet sampai tengah dan dapat mengambil Al Qur'an.

· Hikmah

31
Usaha musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam tidak lagi dengan menginjak-injak kaum
muslimin melainkan dengan mengambil jiwa Al qur'an dalam jiwa mereka dengan cara perlahan-lahan
dan mebuai serta tahap demi tahap tanpa disadari umat Islam.

Pengertian Pengertian ghazwul fikr dapat dilihat dari segi bahasa dan segi istilah. Ghazwul secara bahasa
Ghazwul Fikri artinya serangan, serbuan, invasi, sedangkan fikr adalah pemikiran. Sedangkan secara istilah ghazwul
fikr artinya penyerangan dengan berbagai cara terhadp pemikiran umat Islam guna merubah apa yang
ada di dalamnya sehingga tidak lagi bisa mengeluarkan darinya hal-hal yang benar karena telah
tercampur aduk dengan hal-hal yang tidak islami.
Pentingnya 1. Mengenal musuh Islam.
Memahami 2. Mengenal sarana-sarana yang dapat memukul Islam
Ghazwul Fikri 3. Mengenal keadaan alam Islam
4. Menghindari keraguan dalam Islam.
5. Menjadikan dakwah kepada Allah dengan melihat ayat-ayat-Nya.
Sasaran 1. Menjauhkan umat Islam dari diennya.
Ghazwul Fikri 2. Berusaha memasukkan orang yang kosong keislamannya kedalam agama kafir.
3. Memadamkan cahaya Allah.
Metoda - 1. Membatasi supaya Islam tidak tersebar luas.
Metoda 2. Tasykik (Pendangkalan/peragu-raguan), yaitu gerakan yang berupaya menciptakan keragu-
Ghazwul Fikri raguan dan pendangkalan kaum muslimin terhadap agamanya.
3. Pencemaran/pelecehan, yaitu upaya orang kafir untuk menghilangkan kebanggan kaum
muslimin terhadap Islam dan menggambarkan Islam secara buruk.
4. Tadhlil (penyesatan), yaitu upaya orang kafir untuk menyesatkan umat Islam dengan cara halus
sampai kasar.
5. Taghrib (westernisasi), yaitu gerakan yang sasarannya untuk mengeliminasi Islam, mendorong
kaum muslimin untuk menerima seluruh pemikiran dan perilaku barat.
6. Menyerang Islam dari dalam
7. Penyebaran sekularisme, yaitu usaha memecahkan antara agama dengan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
8. Penyebaran nasionalisme, yang dapat membunuh ruh ukhuwah islamiyah.
9. Pengrusakan ahlak umat Islam terutama generasi mudanya.
Sarana Ghazwul fikr dapat menyebar melalui berbagai sarana, yang dikenal dengan 3F dan 5S,
Ghazwul Fikri dimana 3F itu terdiri dari Food (makanan), Fun (Hiburan(, Fashion (Cara berpakaian). Sedangkan 5S
terdiri dari Song (lagu), Sex, Sport (olahraga), Shopping (berbelanja/konsumerisme), dan science
(ilmu pengetahuan).
Akibat Ghazwul 1. Umat Islam menyimpang dari Al Qur’an dan As Sunnah.
Fikri 2. umat Islam menjadi minder dan rendah diri
3. umat Islam menjadi ikut-ikutan terhadap budaya orang kafir
4. umat Islam menjadi tepecah belah.
Sumber Disampaikan dalam Mabit KAPMI Kota Serang Sabtu, 12 Mei 2012
Oleh : Heri Wahidin heriwahidin@yahoo.com
Dengan editan seperlunya.

32
‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Materi : Tuntunan Pergaulan Dalam Islam


Tujuan - Memahami pentingnya tuntunan pergaulan dalam Islam
- Memahami hal-hal yang termasuk kedalam tuntunan pergaulan dalam Islam
- Termotivasi menjalankan tuntunan pergaulan sesuai syari’at Islam
Materi Pokok - Hal-hal yang termasuk kedalam tuntunan bergaul dalam Islam
Kisah Terkait Kisah tentang bahaya berkhalwat (berdua-duaan)

Izinkan saya bercerita tentang seorang wanita yang selalu mengatakan bahwa dirinya jiwa pendosa. Kita
mafhum, bahwa tiap pendosa yang bertaubat, berhijrah, dan berupaya memperbaiki diri umumnya
tersuasanakan untuk membenci apa-apa yang terkait dengan masa lalunya. Hatinya tertuntun untuk tak
suka pada tiap hal yang berhubungan dengan dosanya. Tapi bagaimana jika ujian berikut setelah taubat
adalah untuk mencintai penanda dosanya?

Dan wanita dengan jubah panjang dan jilbab lebar warna ungu itu memang berjuang untuk mencintai
penanda dosanya.

“Saya hanya ingin berbagi dan mohon doa agar dikuatkan”, ujarnya saat kami bertemu di suatu kota
selepas sebuah acara yang menghadirkan saya sebagai penyampai madah. Didampingi ibunda dan adik
lelakinya, dia mengisahkan lika-liku hidup yang mengharu-birukan hati. Meski sesekali menyeka wajah
dan mata dengan sapu tangan, saya sadar, dia jauh lebih tangguh dari saya.

Kisahnya dimulai dengan cerita indah di semester akhir kuliah. Dia muslimah nan taat, aktivis dakwah
yang tangguh, akhwat yang jadi teladan di kampus, dan penuh dengan prestasi yang menyemangati
rekan-rekan. Kesyukurannya makin lengkap tatkala prosesnya untuk menikah lancar dan mudah. Dia
tinggal menghitung hari. Detik demi detik serasa menyusupkan bahagia di nafasnya.

Ikhwan itu, sang calon suami, seorang lelaki yang mungkin jadi dambaan semua sebayanya. Dia berasal
dari keluarga tokoh terpandang dan kaya raya, tapi jelas tak manja. Dikenal juga sebagai ‘pembesar’ di
kalangan para aktivis, usaha yang dirintisnya sendiri sejak kuliah telah mengentas banyak kawan dan
sungguh membanggakan. Awal-awal, si muslimah nan berasal dari keluarga biasa, seadanya, dan
bersahaja itu tak percaya diri. Tapi niat baik dari masing-masing pihak mengatasi semuanya.

Tinggal sepekan lagi. Hari akad dan walimah itu tinggal tujuh hari menjelang, ketika sang ikhwan
dengan mobil barunya datang ke rumah yang dikontraknya bersama akhwat-akhwat lain. Sang
muslimah agak terkejut ketika si calon suami tampak sendiri. Ya, hari itu mereka berencana meninjau
rumah calon tempat tinggal yang akan mereka surgakan bersama. Angkahnya, ibunda si lelaki dan adik
perempuannya akan beserta agar batas syari’at tetap terjaga.

“’Afwan Ukhti, ibu dan adik tidak jadi ikut karena mendadak uwak masuk ICU tersebab serangan
jantung”, ujar ikhwan berpenampilan eksekutif muda itu dengan wajah sesal dan merasa bersalah.
“’Afwan juga, adakah beberapa akhwat teman Anti yang bisa mendampingi agar rencana hari ini tetap
berjalan?”

“Sayangnya tidak ada. ‘Afwan, semua sedang ada acara dan keperluan lain. Bisakah ditunda?”

“Masalahnya besok saya harus berangkat keluar kota untuk beberapa hari. Sepertinya tak ada waktu
lagi. Bagaimana?”

33
Akhirnya dengan memaksa dan membujuk, salah seorang kawan kontrakan sang Ukhti berkenan
menemani mereka. Tetapi bi-idzniLlah, di tengah jalan sang teman ditelepon rekan lain untuk suatu
keperluan yang katanya gawat dan darurat. “Saya menyesal membiarkannya turun di tengah
perjalanan”, kata muslimah itu pada saya dengan sedikit isak. “Meskipun kami jaga sebaik-baiknya
dengan duduk beda baris, dia di depan dan saya di belakang, saya sadar, itu awal semua petakanya.
Kami terlalu memudah-mudahkan. AstaghfiruLlah.”

Ringkas cerita, mereka akhirnya harus berdua saja meninjau rumah baru tempat kelak surga cinta itu
akan dibangun. Rumah itu tak besar. Tapi asri dan nyaman. Tidak megah. Tapi anggun dan teduh.

Saat sang muslimah pamit ke kamar mandi untuk hajatnya, dengan bantuan seekor kecoa yang
membuatnya berteriak ketakutan, syaithan bekerja dengan kelihaian menakjubkan. “Di rumah yang
seharusnya kami bangun surga dalam ridhaNya, kami jatuh terjerembab ke neraka. Kami melakukan
dosa besar terlaknat itu”, dia tersedu. Saya tak tega memandang dia dan sang ibunda yang menggugu.
Saya alihkan mata saya pada adik lelakinya di sebalik pintu. Dia tampak menimang seorang anak
perempuan kecil.

“Kisahnya tak berhenti sampai di situ”, lanjutnya setelah agak tenang. “Pulang dari sana kami berada
dalam gejolak rasa yang sungguh menyiksa. Kami marah. Marah pada diri kami. Marah pada adik dan
ibu. Marah pada kawan yang memaksa turun di jalan. Marah pada kecoa itu. Kami kalut. Kami sedih.
Merasa kotor. Merasa jijik. Saya terus menangis di jok belakang. Dia menyetir dengan galau. Sesal itu
menyakitkan sekali. Kami kacau. Kami merasa hancur.”

Dan kecelakaan itupun terjadi. Mobil mereka menghantam truk pengangkut kayu di tikungan. Tepat
sepekan sebelum pernikahan.

“Setelah hampir empat bulan koma”, sambungnya, “Akhirnya saya sadar. Pemulihan yang sungguh
memakan waktu itu diperberat oleh kabar yang awalnya saya bingung harus mengucap apa. Saya hamil.
Saya mengandung. Perzinaan terdosa itu membuahkan karunia.” Saya takjub pada pilihan katanya. Dia
menyebutnya “karunia”. Sungguh tak mudah untuk mengucap itu bagi orang yang terluka oleh dosa.

“Yang lebih membuat saya merasa langit runtuh dan bumi menghimpit adalah”, katanya terisak lagi,
“Ternyata calon suami saya, ayah dari anak saya, meninggal di tempat dalam kecelakaan itu.”

“SubhanaLlah”, saya memekik pelan dengan hati menjerit. Saya pandangi gadis kecil yang kini
digendong oleh sang paman itu. Engkaulah rupanya Nak, penanda dosa yang harus dicintai itu.
Engkaulah rupanya Nak, karunia yang menyertai kekhilafan orangtuamu. Engkaulah rupanya Nak, ujian
yang datang setelah ujian. Seperti perut ikan yang menelan Yunus setelah dia tak sabar menyeru
kaumnya.

“Doakan saya kuat Ustadz”, ujarnya. Tiba-tiba, panggilan “Ustadz” itu terasa menyengat saya. Sergapan
rasa tak pantas serasa melumuri seluruh tubuh. Bagaimana saya akan berkata-kata di hadapan seorang
yang begitu tegar menanggung semua derita, bahkan ketika keluarga almarhum calon suaminya
mencampakkannya begitu rupa. Saya masih bingung alangkah teganya mereka, keluarga yang konon
kaya dan terhormat itu, mengatakan, “Bagaimana kami bisa percaya bahwa itu cucu kami dan bukan
hasil ketaksenonohanmu dengan pria lain yang membuat putra kami tersayang meninggal karena
frustrasi?”

“Doakan saya Ustadz”, kembali dia menyentak. “Semoga keteguhan dan kesabaran saya atas ujian ini
tak berubah menjadi kekerasan hati dan tak tahu malu. Dan semoga sesal dan taubat ini tak

34
menghalangi saya dari mencintai anak itu sepenuh hati.” Aduhai, surga masih jauh. Bahkan pinta
doanya pun menakjubkan.

Allah, sayangilah jiwa-jiwa pendosa yang memperbaiki diri dengan sepenuh hati. Allah, jadikan wanita
ini semulia Maryam. Cuci dia dari dosa-dosa masa lalu dengan kesabarannya meniti hari-hari bersama
sang buah hati. Allah, balasi tiap kegigihannya mencintai penanda dosa dengan kemuliaan di sisiMu dan
di sisi orang-orang beriman. Allah, sebab ayahnya telah Kau panggil, kami titipkan anak manis dan
shalihah ini ke dalam pengasuhanMu nan Maha Rahman dan Rahim.

Allah, jangan pula izinkan hati kami sesedikit apapun menghina jiwa-jiwa pendosa. Sebab ada kata-kata
Imam Ahmad ibn Hanbal dalam Kitab Az Zuhd yang selalu menginsyafkan kami. “Sejak dulu kami
menyepakati”, tulis beliau, “Bahwa jika seseorang menghina saudara mukminnya atas suatu dosa, dia
takkan mati sampai Allah mengujinya dengan dosa yang semisal dengannya.”

-salim a. fillah, www.safillah.co.cc-


Hal-Hal Yang 1. Menjaga Pandangan
Termasuk “Katakan kepada laki-laki yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
Kedalam memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha
Tuntunan Mengetahui apa yang mereka perbuat.”(QS.An Nur : 30).
Bergaul “Katakanlah kepada wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
Dalam Islam memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa
nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, atau ayah
suami mereka,atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-
saudara perempuan mereka, atau wanita islam atau budak-budak yang mereka miliki atau
pelayan-pelayan laki-laki yang yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-
anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”(QS.An Nur : 31).
2. Menutup aurat secara sempurna
“Hai nabi, katakan kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-
orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian
itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal, hingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha
Pengampun lahi Maha Penyanyang.”(QS.Al Ahzab:59).
“Dari Abu Sa’id Radiallahuanhu, bahwasanya Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam bersabda :
seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat sesama laki-laki, begitu pula seorang perempuan tidak
boleh melihat aurat perempuan. Seorang laki-laki tidak boleh bersentuhan kulit sesama lelaki
dalam satu selimut, begitu pula seorang perempuan tidak boleh bersentuhan kulit dengan sesama
perempuan dalam satu selimut."(HR.Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhush
Shalihin).
3. Bagi wanita diperintahkan untuk tidak berlembut-lembut suara di hadapan laki-laki bukan
mahram
“Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita lain, jika kamu bertakwa, maka
janganlah kamu tunduk dalam berbicara, sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit
dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.”(QS.Al Ahzab:32).
4. Dilarang Bagi Wanita bepergian sendirian tanpa mahramnya sejauh perjalanan satu hari
“Dari Abu Hurairah Radiallahu Anhu, ia berkata : Rasulullah Sallahu Alaihi WA salam
bersabda: Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk
bepergian yang memakan waktu sehari semalam kecuali bersama muhrimnya”(HR. Bukhari
Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhus Shalihin).

35
Dr. Yusuf Qardhawi dalam Fatwa-fatwa Kontemporer jilid 2 halaman 542 mengemukakan :
“Kaum muslimin memperbolehkan wabita sekarang keluar rumah untuk belajar di sekolah, di
kampus, pergi ke pasar dan bekerja di luar rumah sebagai guru, dokter, bidan, dan pekerjaan
lainnya asalkan memenuhi syarat dan mematuhi pedoman-pedoman syari’ah “(Menutup aurat,
menjaga pandangan, dan lain-lain).
5. Dilarang “berkhalwat”(berdua-duaan antara pria dan wanita di tempat yang sepi)
“Dari Ibnu Abbas RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : Janganlah sekali-kali salah
seorang diantara kalin bersuyi-sunyi dengan perempuan lainnya kecuali disertai muhrimnya.” (HR.
Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhus Shalihin).
6. Laki-laki dilarang berhias menyerupai perempuan juga sebaliknya
“Dari Ibnu Abbas RA. Ia berkata : Rasulullah melaknat kaum laki-laki yang suka menyerupai
kaum wanita dan melaknat kaum wanita yang suka menyerupai kaum laki-laki” (HR. Bukhari
Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhus Shalihin).
7. Islam menganjurkan menikah dalam usia muda bagi yang mampu dan shaum bagi yang tidak
mampu
“Wahai sekalin pemuda, barang siapa diantara kamu yang mampu nikah, maka nikahlah,
sesungguhnya nikah itu bagimu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, naka
jika kamu belum sanggup berpuasalah, sesunggunya puasa itu sebagai perisai”(HR.Muttafaaqun
Alaihi).

36
‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Materi : Cinta
Tujuan - Memahami makna cinta yang sesuai syariat Islam
- Menjalankan makna cinta sesuai dengan syariat Islam
Materi Pokok - Manajemen Cinta
- Pembagian Cinta
- Tanda-tanda Cinta
- Kisah-kisah Cinta
- Hadits tentang Cinta
Kisah Terkait Kisah Ali dan Fatimah

Ali adalah anak dari paman Nabi Muhammad Rasulullah Saw, yaitu Abi Thalib. Sebut saja, Ali adalah
sepupu Rasul. Abi Thalib sangat sayang kepada Rasul. Sepeninggal orang tua Rasul, Abi Thaliblah yang
merawat Rasul bahkan selalu membela Rasul dalam memperjuangkan dakwah Islam walaupun pada
ajalnya Abi Thalib wafat bukan sebagai muslim. Rasul sangat sedih mengenai hal itu.

Ali sejak kecil tinggal bersama Rasul, kalau tidak salah semenjak umur Ali tujuh tahun. Ali merupakan
satu dari orang-orang yang pertama masuk Islam dan ia adalah yang paling muda di antara yang lain. Ia
termasuk tokoh Islam atau sahabat Rasul yang sangat berpengaruh dan berjasa. Ali adalah pemuda yang
gagah, tampan, kuat dan cerdas. Bahkan Rasul pernah berkata jikalau Rasul adalah sebuah gudang ilmu
maka Alilah gerbang untuk memasuki gudang tersebut.

Setelah sepeninggal Rasul, Islam dipimpin oleh Khulafaur Rasyidin, Ali menjadi Khulafaur Rasyidin
setelah Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khaththab dan Utsman bin Affan.

Sedangkan Fatimah az-Zahra adalah putri kesayangan Rasul dari pernikahan beliau dengan Siti Khadijah
binti Khuwailid. Khadijah adalah istri pertama Rasul. Seorang saudagar kaya yang cantik dan berakhlak
mulia. Menurut berbagai riwayat, Khadijah adalah orang yang paling pertama masuk Islam. Khadijah
sangat setia dan rela berkorban apapun demi Rasul dan Islam. Rasul pun sangat sayang kepada
Khadijah. Selama Rasul menjadi suami Khadijah, Rasul tidak memadu Khadijah dengan perempuan lain.
Ketika Khadijah meninggal, Rasul sangat sedih, begitu pula dengan Fatimah.

Fatimah adalah perempuan yang tegar, cantik, baik dan lembut. Sebagai anak yang berbakti pada
ayahnya, Fatimahlah yang mengurus Rasul sejak Khadijah meninggal sampai Rasul menikah lagi. Sampai
suatu ketika, saat Rasul menjelang wafat, Fatimahlah orang yang sangat sedih jika Rasul
meninggalkannya tapi Fatimah juga adalah yang paling bahagia karena kata Rasul setelah sepeninggal
Rasul, Fatimahlah yang pertama kali akan menyusul Rasul ke surga.

Sejak Ali ikut tinggal bersama Rasul dan keluarganya, otomatis Ali tinggal bersama Fatimah. Mereka
berdua tinggal dan melewati hari-hari bersama sejak kecil. Hingga menjelang remaja, tumbuhlah rasa
cinta Ali kepada Fatimah. Hatinya dipenuhi keinginan untuk selalu berada di samping Fatimah. Tapi Ali
tidak bodoh. Ia adalah pemuda yang beriman. Ali berusaha untuk selalu menjaga hatinya. Ia pendam
rasa cinta itu bertahun-tahun. Ia simpan rasa itu jauh di dalam lubuk hatinya bahkan si Fatimah pun
tidak pernah tahu bahwa Ali menyimpan lama rasa cinta yang luar biasa untuknya.

Hingga ketika Ali telah dewasa dan telah siap untuk menikah, maka Ali pun berniat menghadap Rasul
dengan tujuan ingin melamar putri Rasul yang tak lain adalah Fatimah, seorang perempuan yang sudah
lama Ali kagumi. Tapi sayang, niat Ali telah didahului oleh Abu Bakar yang sudah duluan melamar

37
Fatimah. Ali pun harus ikhlas bahwa cintanya selama ini berakhir pupus. Apalagi Abu Bakar adalah
sahabat setia Rasul yang sangat shalih dan begitu sayang kepada Rasul, dan rasul pun menyayanginya.
Sedangkan Ali merasa dirinya hanyalah seorang pemuda yang miskin. Sungguh jauh bila dibandingkan
dengan seorang mulia seperti Abu Bakar, pikirnya.

Rencana Allah memang sulit ditebak oleh manusia, ternyata Rasul hanya diam ketika Abu Bakar
melamar putri beliau. Maksudnya, Rasul menolak secara halus lamaran Abu Bakar. Ali pun senang.
Karena masih merasa memiliki kesempatan melamar Fatimah. Maka Ali pun bergegas ingin segera
melamar Fatimah sebelum didahului lagi.

Namun sungguh sayang sekali, lagi-lagi Ali didahului oleh Umar. Lagi-lagi, hati Ali tersayat. Ali sangat
bersedih. Sama seperti dengan Abu Bakar, Ali merasa tak ada harapan lagi. Lagipula, apakah cukup
dengan cinta ia akan melamar Fatimah? Karena ia hanyalah seorang pemuda biasa yang mengharapkan
seorang putri Rasul yang luar biasa. Berbeda bila dibandingkan dengan Umar seorang keturunan
bangsawan yang gagah dan berkharisma. Dan, Ali yakin Fatimah pasti akan bahagia bersama Umar.

Maka Ali pun hanya bisa bertawakal kepada Allah, semoga dikuatkan dengan derita cinta yang sedang
dialaminya. Kali ini, Ali harus benar-benar ikhlas dan tegar menghadapi kenyataan itu. Namun Ali adalah
pemuda yang shalih. Ia pun yakin bahwa Allah MahaAdil. Pasti Allah sudah mempersiapkan pendamping
hidup baginya. Derita cinta memang menyakitkan. “Aku mengutamakan kebahagiaan Fatimah diatas
cintaku,” bisik Ali dalam hati.

Disaat Ali merasakan derita cintanya, tak disangka-sangka, datanglah Abu Bakar dengan senyum
indahnya. Dan memberitahu Ali untuk segera bertemu dengan Rasul karena ada yang ingin beliau
sampaikan. Pikir Ali, pasti ini tentang pernikahan Umar dengan Fatimah. Sepertinya Rasul meminta Ali
untuk membantu persiapan pernikahan mereka. Maka Ali pun menyemangati dirinya sendiri agar kuat
dan tegar. Walaupun sebenarnya, hatinya sangat perih teriris-iris. Apalagi harus membantu
mempersiapkan dan menyaksikan pujaan hatinya menikah dengan orang lain.

Sungguh rencana Allah memang yang paling indah. Setelah Ali bertemu Rasul, tak disangka, lamaran
Umar bernasib sama dengan lamaran Abu Bakar. Bahkan Rasul menginginkan Ali untuk menjadi suami
Fatimah. Karena Rasul sudah lama tahu bahwa Ali telah lama memendam rasa cinta kepada putrinya. Ali
pun sangat bahagia dan bersyukur. Ia pun langsung melamar Fatimah melalui Rasul. Tapi, Ali malu
kepada Rasul karena ia tak memiliki sesuatu untuk dijadikan mahar. Apalagi ia selama ini dihidupi oleh
Rasul sejak kecil.

Namun, sungguh mulia akhlak Rasul. Beliau tidak membebankan Ali. Rasul berkata bahwa nikahilah
Fatimah walaupun hanya bermahar cincin besi. Akhirnya, Ali menyerahkan baju perangnya untuk
melamar Fatimah. Rasul pun menerima lamaran itu. Fatimah pun mematuhi ayahnya serta siap menikah
dengan Ali. Akhirnya Ali pun menikah dengan Fatimah, perempuan yang telah lama ia cintai.

Sekarang, Fatimah telah menjadi istri Ali. Mereka telah halal satu sama lain. Beberapa saat setelah
menikah dan siap melewati awal kehidupan bersama, yaitu malam pertama yang indah hingga
menjalani hari-hari selanjutnya bersama, Fatimah pun berkata kepada Ali, “Wahai suamiku Ali, aku telah
halal bagimu. Aku pun sangat bersyukur kepada Allah karena ayahku memilihkan aku suami yang
tampan, shalih, cerdas dan baik sepertimu.”

Ali pun menjawab, “Aku pun begitu, wahai Fatimahku sayang. Aku sangat bersyukur kepada Allah,
akhirnya cintaku padamu yang telah lama kupendam telah menjadi halal dengan ikatan suci
pernikahanku denganmu.”.

38
Fatimah pun berkata lagi dengan lembut, “Wahai suamiku, bolehkah aku berkata jujur padamu? Karena
aku ingin terjalin komunikasi yang baik diantara kita dan kelanjutan rumah tangga kita.”
Kata Ali, “ Tentu saja istriku, silahkan. Aku akan mendengarkanmu.”
Fatimah pun berkata, “Wahai Ali suamiku, maafkan aku. Tahukah engkau bahwa sesungguhnya sebelum
aku menikah denganmu, aku telah lama mengagumi dan memendam rasa cinta kepada seorang
pemuda. Aku merasa pemuda itu pun memendam rasa cintanya untukku. Namun akhirnya, ayahku
menikahkan aku denganmu. Sekarang aku adalah istrimu. Kau adalah imamku, maka aku pun ikhlas
melayani, mendampingi, mematuhi dan menaatimu. Marilah kita berdua bersama-sama membangun
keluarga yang diridhai Allah.”

Sungguh bahagianya Ali mendengar pernyataan Fatimah yang siap mengarungi bahtera kehidupan
bersama. Suatu pernyataan yang sangat jujur dan tulus dari hati perempuan shalihah. Tapi, Ali juga
terkejut dan sedih ketika mengetahui bahwa sebelum menikah dengannya, ternyata Fatimah telah
memendam perasaan kepada seorang pemuda. Ali merasa bersalah karena sepertinya Fatimah menikah
dengannya karena permintaan Rasul yang tak lain adalah ayahnya Fatimah. Ali kagum dengan Fatimah
yang mau merelakan perasaannya demi taat dan berbakti kepada orang tuanya yaitu Rasul dan mau
menjadi istri Ali dengan ikhlas.

Namun Ali memang pemuda yang sangat baik hati. Ia memang sangat bahagia sekali telah menjadi
suami Fatimah. Tapi karena rasa cintanya karena Allah yang sangat tulus kepada Fatimah, hati Ali pun
merasa tidak tega jika hati Fatimah terluka. Karena Ali sangat tahu bagaimana rasanya menderita karena
cinta. Dan sekarang, Fatimah sedang merasakannya. Ali bingung ingin berkata apa, perasaan di dalam
hatinya bercampur aduk. Di satu sisi ia sangat bahagia telah menikah dengan Fatimah, dan Fatimah pun
telah ikhlas menjadi istrinya. Tapi di sisi lain, Ali tahu bahwa hati Fatimah sedang terluka. Ali pun
terdiam sejenak. Ia tak menanggapi pernyataan Fatimah.

Fatimah pun lalu berkata, “Wahai Ali, suamiku sayang. Astagfirullah, maafkan aku. Aku tak ada maksud
ingin menyakitimu. Demi Allah, aku hanya ingin jujur padamu.”

Ali masih saja terdiam. Bahkan Ali mengalihkan pandangannya dari wajah Fatimah yang cantik itu.
Melihat sikap Ali, Fatimah pun berkata sambil merayu Ali, “Wahai suamiku Ali, tak usahlah kau pikirkan
kata-kataku itu.”

Ali tetap saja terdiam dan tidak terlalu menghiraukan rayuan Fatimah, tiba-tiba Ali pun berkata,
“Fatimah, kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Kau pun tahu betapa aku berjuang memendam rasa
cintaku demi untuk ikatan suci bersamamu. Kau pun juga tahu betapa bahagianya kau telah menjadi
istriku. Tapi Fatimah, tahukah engkau saat ini aku juga sedih karena mengetahui hatimu sedang terluka.
Sungguh, aku tak ingin orang yang kucintai tersakiti. Aku begitu merasa bersalah jika seandainya kau
menikahiku bukan karena kau sungguh-sungguh cinta kepadaku. Walupun aku tahu lambat laun pasti
kau akan sangat sungguh-sungguh mencintaiku. Tapi aku tak ingin melihatmu sakit sampai akhirnya kau
mencintaiku.”

Fatimah pun tersenyum haru mendengar kata-kata Ali. Ali diam sesaat sambil merenung. Tak terasa,
mata Ali pun mulai keluar airmata. Lalu dengan sangat tulus, Ali berkata, “Wahai Fatimah, aku sudah
menikahimu tapi aku belum menyentuh sedikitpun dari dirimu. Kau masih suci. Aku rela agar kau bisa
menikah dengan pemuda yang kau cintai itu. Aku akan ikhlas, lagipula pemuda itu juga mencintaimu.
Jadi, aku tak akan khawatir ia akan menyakitimu. Karena ia pasti akan membahagiakanmu. Aku tak ingin
cintaku padamu hanya bertepuk sebelah tangan. Sungguh aku sangat mencintaimu. Demi Allah, aku tak
ingin kau terluka.”

Dan Fatimah juga meneteskan airmata sambil tersenyum menatap Ali. Fatimah sangat kagum dengan

39
ketulusan cinta Ali kepadanya. Cinta yang dilandaskan keimanan yang begitu kuat. Ketika itu juga,
Fatimah ingin berkata kepada Ali, tapi Ali memotong dan berkata, “Tapi Fatimah, bolehkah aku tahu
siapa pemuda yang kau pendam rasa cintanya itu? Aku berjanji tak akan meminta apapun lagi darimu.
Namun ijinkanlah aku mengetahui nama pemuda itu.”

Airmata Fatimah mengalir semakin deras. Fatimah tak kuat lagi membendung rasa bahagianya dan
Fatimah langsung memeluk Ali dengan erat. Lalu Fatimah pun berkata dengan tersedu-sedu, “Wahai Ali,
demi Allah aku sangat mencintaimu. Sungguh aku sangat mencintaimu karena Allah.” Berkali-kali
Fatimah mengulang kata-katanya.

Setelah emosinya bisa terkontrol, Fatimah pun berkata kepada Ali, “Wahai Ali, awalnya aku ingin
tertawa dan menahan tawa sejak melihat sikapmu setelah aku mengatakan bahwa sebenarnya aku
memendam rasa cinta kepada seorang pemuda sebelum menikah denganmu. Aku hanya ingin
menggodamu. Sudah lama aku ingin bisa bercanda mesra bersamamu. Tapi kau malah membuatku
menangis bahagia. Apakah kau tahu sebenarnya pemuda itu sudah menikah.”

Ali menjadi bingung, Ali pun berkata dengan selembut mungkin, walaupun ia kesal dengan ulah Fatimah
kepadanya, ”Apa maksudmu wahai Fatimah? Kau bilang padaku bahwa kau memendam rasa cinta
kepada seorang pemuda, tapi kau malah kau bilang sangat mencintaiku, dan kau juga bilang ingin
tertawa melihat sikapku, apakah kau ingin mempermainkan aku Fatimah? Tolong sebut siapa nama
pemuda itu? Mengapa kau mengharapkannya walaupun dia sudah menikah?”

Fatimah lalu memeluk mesra lagi, lalu menjawab pertanyaan Ali dengan manja, “Ali sayang, kau benar
seperti yang kukatakan bahwa aku memang telah memendam rasa cintaku itu. Aku memendamnya
bertahun-tahun. Sudah sejak lama aku ingin mengungkapkannya. Tapi aku terlalu takut. Aku tak ingin
menodai anugerah cinta yang Allah berikan ini. Aku pun tahu bagaimana beratnya memendam rasa
cinta apalagi dahulu aku sering bertemu dengannya. Hatiku bergetar bila kubertemu dengannya. Kau
juga benar wahai Ali cintaku. Ia memang sudah menikah. Tapi tahukah engkau wahai sayangku? Pada
malam pertama pernikahannya ia malah dibuat menangis dan kesal oleh perempuan yang baru
dinikahinya.”

Ali pun masih agak bingung, tapi Fatimah segera melanjutkan kata-katanya dengan nada yang semakin
menggoda Ali, ”Kau ingin tahu siapa pemuda itu? Baiklah akan kuberi tahu. Sekarang ia berada disisiku.
Aku sedang memeluk mesra pemuda itu. Tapi dia hanya diam saja. Padahal aku memeluknya sangat erat
dan berkata-kata manja padanya. Aku sangat mencintainya dan aku pun sangat bahagia ternyata
memang dugaanku benar. Ia juga sangat mencintaiku.”

Ali berkata kepada Fatimah, “Jadi maksudmu?”

Fatimah pun berkata, “Ya wahai cintaku, kau benar, pemuda itu bernama Ali bin Abi Thalib sang pujaan
hatiku.”

Berubahlah mimik wajah Ali menjadi sangat bahagia dan membalas pelukan Fatimah dengan dekapan
yang lebih mesra. Mereka masih agak malu-malu. Saling bertatapan lalu tersenyum dan tertawa
cekikikan karena tak habis pikir dengan ulah masing-masing. Mereka bercerita tentang kenangan-
kenangan masa lalu dan berbagai hal. Malam itu pun mereka habiskan bersama dengan indah dalam
dekapan Mahabbah-Nya yang suci. Subhanallah.

Ali dan Fatimah pun menjalani rumah tangga mereka dengan suka maupun duka. Buah cinta dari
pernikahan Ali dan Fatimah adalah putra tampan bernama Hasan dan Husain. Mereka berdua adalah
anak yang sangat disayangi orangtuanya dan disayangi Rasul, kakek mereka. Juga disayangi keluarga

40
Rasul yang lain tentunya. Mereka berdua nantinya juga menjadi tokoh dan pejuang Islam yang luar
biasa.

Selama berumah tangga, Ali sangat setia dengan Fatimah, ia tak memadu Fatimah. Cintanya Ali memang
untuk Fatimah, begitupun cinta Fatimah memang untuk Ali, mereka juga bersama-sama hidup mulia
memperjuangkan Islam. Hingga hari itu pun tiba, semua yang hidup pasti akan kembali ke sisi-Nya. Ali,
Hasan dan Husin dilanda kesedihan. Fatimah terlebih dahulu wafat, meninggalkan suami, anak-anak dan
orang-orang yang mencintai dan dicintainya.

Itulah kisah cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra binti Muhammad. Subhanallah. Allah memang
Mahaadil. Rencana dan skenario-Nya sangat indah. Ada beberapa hikmah dari kisah cinta mereka.
Ketika Ali merasa belum siap untuk melangkah lebih jauh dengan Fatimah, maka Ali mencintai Fatimah
dengan diam. Karena diam adalah satu bukti cinta pada seseorang. Diam memuliakan kesucian diri dan
hati sendiri dan orang yang dicintai. Sebab jika suatu cinta diungkapkan namun belum siap untuk
mengikatnya dengan ikatan yang suci, bisa saja dalam interaksinya akan tergoda lalu terjerumus
kedalam maksiat. Naudzubillah. Biarlah cinta dalam diam menjadi hal indah yang bersemayam di sudut
hati dan menjadi rahasia antara hati sendiri dan Allah Sang Maha Penguasa Hati. Yakinlah Allah
Mahatahu para hamba yang menjaga hatinya. Allah juga telah mempersiapkan imbalan bagi para
penjaga hati. Imbalan itu tak lain adalah hati yang terjaga.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/05/07/50901/cinta-sepasang-insan-mulia-ali-dan-
fatimah/#ixzz3wTstTLl0
Managemen Bila kita berbicara masalah cinta, tidak akan habis waktu untuk membahasnya. Sayangnya bahasan
Cinta cinta tidak jauh seputar masalah antar makhluk. Padahal bahasan cinta itu begitu luas, segala
hubungan baik sesama makhluk maupun dengan sang pencipta dan juga segala kegiatan yang kita
lakukan.
Cinta memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Fenomena yang terjadi sehari-hari
mengungkapkan bahwa cinta dapat menjadi motivator aktivitas yang kita jalankan. Namun perlu juga
kita sadari bahwa cinta dapat juga merusak aktivitas kita.
Oleh karena itu disadari atau tidak, cinta mempengaruhi kehidupan seseorang, baik cinta kepada
Allah maupun bukan kepada Allah. Cinta bukan kepada Allah sering membawa kepada cinta buta yang
tak terkendali sedangkan cinta kepada Allah akan membawa kepada ketenangan dan kedamaian.
Cinta kepada makhluk membawa ketidakpastian, penasaran dan kesenangan semu. Cinta kepada Allah
akan membawa keyakinan dan keabadian.
Cinta yang bukan karena Allah biasanya didasari oleh syahwat dan cinta kepada Allah didasari oleh
iman. Syahwat akan mengendalikan diri kita dan bahkan bila kita memperturutkan syahwat dapat
membahayakan kita. Oleh karena itu kita perlu mengetahui bagaimana mengelola cinta agar bahagia
dunia dan akhirat.
Cinta erat kaitannya dengan amal/aktivitas. Amal tanpa cinta akan merusak amal yang dikerjakan,
karena hanya akan menghasilkan rutinitas dan penghayatan yang semu. Namun sebaliknya apabila
amal berdasarkan cinta akan menghasilkan amal saleh yang dihayati dengan mendalam. Ibadah
kepada Allah perlu didasari kecintaan. Dengan adanya cinta kepada Allah maka kita akan rela dan
ikhlas melaksanakan semua perintahnya bahkan rela berkorban jiwa dan harta.
Pembagian 1. Sesuai syariat
Cinta Cinta seorang mu’min lahir dari ketulusan imannya kepada Allah SWT. Cinta kepada Allah dan
Rasul-Nya mesti diiringi nilai Islam yang benar. Kesalahan dalam mencintai Rasul akan membawa
kepada taqlid yang membabi buta dan menimbulkan figuritas yang berlebihan bahkan cenderung
menjadi tuhan baru.
Cinta berdasarkan syariat akan kekal, tidak saja terjadi di dunia tetapi akan berlanjut sampai di
akhirat. Kasih sayang sebagai wujud dari cinta akan menghaluskan akhlaq dan melembutkan jiwa.
Cinta yang sesuai syariah akan mengarahkan manusia untuk menyayangi yang lemah dan

41
melindungi yang tua, mengajak kepada kebaikan dan menguatkan iman.
2. Tidak sesuai syariat
Cinta yang tidak sesuai dengan syariat berdasarkan atas keinginan syahwat. Cinta tanpa iman
hanya memenuhi tuntutan syahwat semata (hawa nafsu). Cinta seperti ini tidak kekal dan
biasanya bersifat materi. Cinta seperti ini hanya akan menyengsarakan manusia karena akan
menggelincirkan manusia pada kehinaan dan penyesalan.
Namun satu hal perlu yang kita perhatikan adalah kecintaan pada syahwat (QS. Ali Imran (3) :
14) seperti wanita, anak, harta benda, binatang, ladang dan lain-lain dibenarkan keberadaannya
oleh Allah karena kecintaan ini merupakan tabiat manusia. Oleh karena itulah agar cinta ini dapat
membawa kita pada ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat yang perlu dilakukan ialah
mengarahkan bahwa cinta ini perlu dikendalikan oleh syariat bukan dibunuh/dihilangkan. Dengan
panduan syariat kecintaan yang bersifat syahwati akan menuntun pada kebahagiaan yang hakiki
sedangkan tanpa syariat kecintaan syahwati ini akan membawa kesesatan dan kesengsaraan.

Tanda – 1. Banyak mengingat yang dicintainya, (QS. Al Anfal (8) : 2)


Tanda Cinta 2. Kagum
Kagum muncul karena adanya suatu kelebihan yang dilihatnya, apakah bersikap subjektif atau
objektif. Kagum diawalai dengan mengenali sesuatu yang lebih dibandingkan dengan yang lain.
(QS. Al Hasyr (59) : 24)
3. Ridha
Cinta menimbulkan keridhaan kepada yang dicintai apapun yang diperintahkan atau dilarang ia
rela melakukannya. (QS. At Taubah (9) : 62)
4. Tadhhiyah (siap berkorban)
Cinta akan membuat kesiapan untuk berkorban demi kepentingan yang dicintainya. Ia akan
membela habis-habisan sebagai wujud dari cintanya. (QS. Al Baqarah (2) : 207)
5. Takut
Ketakutan yang muncul dari cinta adalah dalam bentuk harap dan cemas berharap agar yang
dicintainya ridho dan cemas bila yang dicintainya tidak ridho kepadanya. (QS. Al Anbiya (21) : 90)
6. Berharap
Cinta menumbuhkan harapan kepada yang dicintainya. (QS. Al Ahzab (33) : 80)
7. Taat
Bukti dari cinta adalah mentaati kepada yang dicintainya. (QS. An Nisaa (4) : 80)
Setelah memahami tanda-tanda cinta tersebut, diharapkan kita dapat membuat porsi-porsi
yang tepat dalam mengelola cinta. Cinta yang menempati urutan pertama dan utama adalah cinta
kepada Allah, dengan mencintai Allah kita akan mendapat berkah dan rahmat dari Allah karena Dialah
penguasa sejati kita, pencipta kita. Setelah itu mencintai apa yang dicintai Allah yaitu Rasulullah SAW
sebagai utusannya dan penerus risalah terakhir kepada manusia, terutama sesama muslim karena
Allah telah mempersaudarakan umat muslim dimanapun mereka berada.
Kisah-Kisah 1. Seorang sahabat bernama Jabir secara fisik kata orang ia tidak ganteng dan secara ekonomi ia
Cinta miskin. Ketika Rasul SAW menawarkannya untuk menikah, dia menyatakan kesediaan meskipun
semula dia tidak yakin akan adanya orang tua yang akan menikahkan putrinya kepadanya. Dan
ternyata Rasul SAW mempertemukan dirinya dengan seorang wanita yang tak hanya sholehah,
tapi juga cantik dan keturunan bangsawan. Tapi beberapa hari sesudah pernikahan, bahkan kata
orang suasananya masih suasana pengantin baru, ketika datang panggilan jihad, maka tak segan-
segan dia mendaftarkan diri kepada Rasul SAW untuk menjadi pasukan perang, lalu ia betul-betul
berangkat ke medan jihad hingga syahid.
2. Kisah kaum Anshor menyambut muhajirin
Ketika Rasulullah telah berhijrah, beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajiri dan kaum
Anshor, di rumah Anas bin Malik. Mereka saling memberikan hak waris setelah kematiannya,
sedangkan kaum kerabatnya tidak menerima hak waris tersebut, hal ini berlaku sampai turun
surat Al Anfal ayat 75.

42
Selain itu Rasulullah SAW juga mempersaudarakan Abdur Rahman bin Auf dan Sa’ad bin Ar-
Rabi. Sa’ad bin Ar-Rabi berkata kepada Abdur Rahman : “Aku termasuk orang Anshor yang
mempunyai banyak harta. Harta itu akan kubagi dua, setengah untuk anda dan setengah untuk
aku, aku mempunyai dua orang isteri, lihatlah mana yang anda pandang paling menarik. Sebutkan
namanya, dia akan segera aku cerai. Setelah habis masa iddahnya Anda kupersilahkan
menikahinya. Abdur Rahman menjawab: “Semoga Allah memberkahi keluarga dan kekayaan
Anda. Tunjukkan saja kepadaku, dimanakah pasar kota kalian?.
Kaum Anshor berkata kepada Nabi SAW, “Bagikanlah pohon kurma di antara kami dan ikhwan
kami”. Beliau berkata, “Tidak”. Kaum Muhajirin berkata, “Kalian memenuhi kebutuhan kami dan
kami ikut bekerja bersama kalian dalam mengurus buah itu”, kaum Anshor berkata, “Kami dengar
dan taat”.
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa kaum Anshor sangat ramah terhadap saudara
mereka, kaum Muhajirin. Sangat tampak sikap rela berkorban, mengutamakan orang lain dan
cinta kasih kaum Anshor. Sedangkan kaum Muhajirin sangat menghargai keikhlasan budi kaum
Anshor. Mereka tidak menggunakan hal itu segai kesempatan untuk kepentingan yang bukan pada
tempatnya. Mereka hanya mau menerima bantuan dari kaum Anshor sesuai dengan jerih payah
yang mereka curahkan di dalam suatu pekerjaan.
Sungguh persaudaraan itu merupakan suatu kebijakan yang unik dan tepat, serta dapat
menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi oleh kaum muslimin.
Hadist 1. “Sesungguhnya diantara hamba-hamba Allah itu ada beberapa orang yang bukan
Tentang golongan nabi dan syuhada, namun para nabi dan syuhada menginginkan keadaan seperti
Cinta mereka, karena kedudukannya di sisi Allah. Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah tolong
beritahu kami siapa mereka?” Rasulullah SAW menjawab : “mereka adalah satu kaum
yang cinta mencintai dengan ruh Allah tanpa ada hubungan sanak saudara, kerabat
diantara mereka serta tidak adak hubunga harta benda yang terdapat pada mereka.
Maka demi Allah wajah-wajah mereka sungguh bercahaya, sedang mereka tidak takut
apa-apa dikala orang lain takut dan mereka tidak berduka cita dikala orang lain berduka
cita”. (HR. Abu Daud)
2. “Sesungguhnya seorang muslim apabila bertemu dengan saudaranya yang muslim, lalu ia
memegang tangannnya (berjabatan tangan) gugurlah dosa-dosa keduanya sebagaimana
gugurnya daun dari pohon kering jika ditiup angin kencang. Sungguh diampuni dosa
mereka berdua, meski sebanyak buih dilaut”. (HR. Tabrani)
3. “Sesungguhnya Allah SWT pada hari kiamat berfirman: “Dimanakah orang yang cinta
mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan menaungi dihari yang tiada
naungan melainkan naungan-Ku”. (HR. Muslim)
4. “Allah SWT berfirman: “Pasti akan mendapat cinta-Ku orang-orang yang cinta- mencintai
karena Aku, saling kunjung mengunjungi karena Aku dan saling memberi karena Aku”.
(Hadits Qudsi)
5. “Bahwa seseorang mengunjungi saudaranya di desa lain, lalu Allah mengutus malaikat
untuk membuntutinya. Tatkala malaikat menemaninya, ia berkata: “Kau mau kemana?”
Ia menjawab: “Aku ingin mengunjungi saudaraku di desa ini. “Lalu malaikat bertanya:
“Apakah kamu akan memberikan sesuatu kepada saudaramu?” Ia menjawab: “Tidak ada,
melainkan hanya aku mencintainya karena Allah SWT”. Malaikat berkata: “Sesungguhnya
aku diutus Allah kepadamu, bahwa Allah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai
orang tersebut karena-Nya”. (HR. Muslim)
6. “Tiga perkara, barangsiapa memilikinya memilikinya, ia dapat merasakan manisnya iman,
yaitu cinta kepada Allah dan Rasul melebihi cintanya kepada selain keduanya, cinta
kepada seseorang kepada Allah dan membenci kekafiran sebagaimana ia tidak mau
dicampakkan ke dalam api neraka”. (HR. Bukharim Muslim)
Sumber http://materitarbiyah.wordpress.com/2008/02/01/manajemen-cinta/
Referensi 1. Riyadhu Asholihin, Imam Nawawi

43
2. Shiroh Nabawiyah, Syaikh Syaffiyyur Rahman Al Mubarakfury
3. Manajemen Cinta, Abdullah Nashih Ulwan
4. Materi Tutoring, FK UPN “Veteran” Jakarta
5. Materi Tutoring Agama Islam, SMUN 1 Bogor
6. Materi Khutbah Jum’at, Khairu Ummah
7. Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnu Qoyyim al Jauziyah

44
‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Materi : Mengendalikan Lidah


Tujuan - Memahami keutamaan mengendalikan lidah
- Termotivasi untuk mengendalikan lidah dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
Materi Pokok - Bahaya Lidah dan Keutamaan Diam
- Penyakit-penyakit Lidah
Kisah Terkait Para sahabat ahlush shuffah adalah para sahabat yang tinggal di serambi masjid Nabi SAW
karena keadaan mereka yang miskin, atau mereka yang memilih untuk tinggal di sana karena ingin
selalu dekat dan bertemu dengan Nabi SAW setiap saat. Mereka tidak makan/minum atau berganti
pakaian/kain kecuali yang diberikan oleh Nabi SAW, dan mereka lebih banyak menghabiskan waktu
untuk beribadah dan menimba ilmu dari Nabi SAW. Keadaan ini sangat menguntungkan karena
ketika terjadi kesalahan atau mereka terjatuh dalam kemaksiatan, yang samar sekalipun, Nabi SAW
akan langsung mengoreksi mereka, seperti peristiwa berikut ini.
Suatu ketika Zaid bin Tsabit, seorang sahabat Anshar yang masih muda, tetapi mempunyai
kedekatan dengan Nabi SAW, bahkan memiliki kelebihan di bidang ilmu Al Qur’an, sedang berada di
antara sahabat ahlush shuffah. Ia menceritakan beberapa riwayat atau hadits yang pernah
didengarnya langsung dari Rasulullah SAW, atau mungkin dialaminya sendiri bersama beliau. Walau
kelihatannya mereka tampak senang mendengarkan, tetapi ada beberapa orang sahabat yang
tampak kurang berkenan.
Tiba-tiba datang seorang utusan yang datang kepada Nabi SAW dengan membawa daging
yang cukup banyak. Maka salah seorang dari mereka berkata, “Wahai Zaid, masuklah ke rumah
Rasulullah dan katakan bahwa kami sudah cukup lama tidak makan daging. Mungkin beliau akan
memberikan sebagian daging itu untuk kami!!”
Ketika Zaid bangkit menuju rumah Nabi SAW, sebagian dari mereka berkata, “Lihatlah Zaid
ini, bukankah kita semua bertemu dengan Rasulullah sebagaimana dia bertemu dengan beliau
(Maksudnya, tidak ada kelebihan Zaid terhadap mereka), mengapa ia duduk di sini mengajarkan
hadits kepada kita??”
Setelah diijinkan, Zaid masuk ke rumah Nabi SAW dan menyampaikan permintaan/pesan
para sahabat ahlush shuffah itu. Tetapi Nabi SAW bersabda, “Katakan kepada mereka bahwa saat
ini mereka sedang makan daging!!”
Zaid bin Tsabit tampak terheran-heran dengan perkataan Nabi SAW, ia melihat sendiri bahwa
mereka tidak makan apapun, bahkan tampaknya mereka sedang lapar. Tanpa membantah dan
menjelaskan apa yang dilihatnya, Zaid kembali ke ahlush shuffah dan menyampaikan pesan Nabi
SAW. Merekapun berkata, “Demi Allah, sudah sekian lama kami tidak memakan daging!!”
Zaid kembali kepada Nabi SAW menyampaikan perkataan sahabat ahlush shuffah itu, tetapi
dengan tegas Nabi SAW bersabda, “Saat ini mereka sedang makan daging!!”
Zaid menemui para sahabat itu dan menyampaikan pesan beliau. Mereka bangkit, datang
berombongan menuju rumah Nabi SAW. Setelah mereka berkumpul, Nabi SAW keluar rumah dan
berkata, “Kalian semua baru saja makan daging saudaramu ini (sambil menunjuk Zaid), dan bekas
daging itu masih tersisa di gigi-gigimu itu. Meludahlah sekarang supaya kalian dapat melihat
merahnya daging itu!!”
Benar saja, begitu mereka meludah, tampaklah warna merah darah di antara ludahnya.
Mereka langsung bertaubat, kemudian meminta maaf dan kehalalan dari Zaid bin Tsabit. Setelah
tahu duduk persoalannya, dengan senang hati Zaid memaafkan mereka.
Pada riwayat yang lain, Nabi SAW sedang berjalan-jalan beberapa orang sahabat. Tiba-tiba
tercium bau busuk seperti bau bangkai terbawa angin. Langsung saja Nabi SAW bersabda,
“Sesungguhnya ada orang munafik yang menggunjing orang-orang muslim, karena itulah bertiup

45
angin yang berbau busuk ini!!”
Pendahuluan Sahl bin Sa’d berkata: Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang menjamin untukku
apa yang ada diantara dua janggutnya dan dua kakinya maka aku menjamin
untuknya sorga.” (HR. Bukhari)
Diantara perkataan ada yang buruk dan ada yang lebih buruk, ada yang keji dan ada yang lebih
keji, ada yang baik dan ada yang lebih baik.
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ‘Hendaklah mereka mengucapkan yang
lebih baik. Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan diantara mereka.”
(al-Isra’:53)
Diantara kewajiban utama kita dalam urusan lidah ini ialah menggunakannya dalam da’wah
kepada kebaikan, amar ma’ruf, nahi munkar, mendamaikan persengketaan dan menyerukan
kebaikan dan taqwa.
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran:104)
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-
bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shadqah, atau berbuat
ma’ruf atau mengadakan perdamaian diantara manusia.” (an-Nisa’:114)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan
rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan
durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan taqwa.”
(al-Mujadilah:9)
Tetapi daftar kewajiban lidah dan larangannya sangat banyak.
Bahaya Lidah Bahaya lidah sangat besar.
Dan Keutamaan Sahl bin Sa’d berkata: Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang menjamin untukku
Diam apa yang ada diantara dua janggutnya dan dua kakinya maka aku menjamin
untuknya sorga.” (HR. Bukhari)
Rasulullah saw. ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan
orang ke dalam sorga, lalu beliau bersabda: “Taqwa kepada Allah dan akhlaq yang
baik.” Dan beliau ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang
ke dalam neraka, kemudian beluai bersabda: “Dua hal yang kosong: Mulut dan
kemaluan.” (HR. Tirmidzi)
Mu’adz bin Jabal berkata: “Aku berkata, wahai Rasulullah, apakah kita akan
disiksa karena apa yang kita ucapkan?” Nabi saw. bersabda: “Bagaimana kamu ini
wahai Ibnu Jabal, tidaklah manusia dicampakkan ke dalam api neraka kecuali
karena akibat lidah mereka.” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya kebanyakan dosa anak Adam berada
pada lidahnya.” (HR. Thabrani, Ibnu Abu Dunya, al-Baihaqi)
Dari Shafwan bin Sulaim, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Maukah aku
beritahukan kepada kalian tentang ibadah yang paling mudah dan paling ringan
bagi badan? Diam dan akhlaq yang baik.” (HR. Ibnu Abu Dunya)
Nabi saw. bersabda: “Simpanlah lidahmu kecuali untuk kebaikan, karena
sesungguhnya dengan demikian kamu dapat mengalahkan syetan.” (HR. Thabrani,
Ibnu Hibban)
Sesungguhnya lidah orang Mu’min berada di belakang hatinya; apabila ingin berbicara tentang
sesuatu maka ia merenungkannya dengan hatinya kemudian lidahnya menunaikannya. Sedangkan
lidah orang munafiq berada di depan hatinya; apabila menginginkan sesuatu maka ia
menunaikannya dengan lidah dan hatinya.
Umar ra. berkata, “Siapa yang banyak omongnya banyak kesalahannya, siapa yang banyak
kesalahannya banyak pula dosanya, dan siapa yang banyak dosanya maka api neraka lebih cocok
untuknya.”

46
Apa sebabnya diam memiliki keutamaan demikian besar? Maka ketahuilah bahwa sebabnya
adalah karena banyaknya penyakit lidah. Penyakit yang banyak ini sangat mudah dan ringan
meluncur dari lidah, terasa manis di dalam hati dan memiliki berbagai dorongan dari tabi’at syetan.
Disamping bahwa di dalam diam itu terkandung kewibawaan, konsentrasi untuk berfikir, dzikir dan
ibadah. Dalam diam juga terkandung keselamatan dari berbagai tanggungjawab perkataan di dunia
dan hisabnya di akhirat.
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat
pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf: 18)
Perkataan terbagi atas empat bagian: Perkataan yang berbahaya sepenuhnya, perkataan yang
bermanfaat sepenuhnya, perkataan yang mengandung manfaat dan bahaya, perkataan yang tidak
berbahaya dan tidak bermanfaat.
Pada perkataan yang berbahaya sepenuhnya maka kita harus diam tidak mengucapkannya.
Demikian pula perkataan yang mengandung bahaya dan manfaat. Adapun perkataan yang tidak
mengandung bahaya dan tidak pula bermanfaat maka ia adalah fudhul (hal yang berlebih dari yang
diperlukan); menyibukkan diri dengannya berarti menyia-nyiakan waktu dan merupakan kerugian.
Penyakit- Berikut ini penyakit-penyakit lidah dan dimulai dengan yang paling ringan kemudian meningkat
Penyakit Lidah kepada yang lebih berat :

Penyakit Pertama: Pembicaraan yang tidak Berguna


Jika Anda berbicara tentang sesuatu yang tidak Anda perlukan dan tidak bermanfaat bagi Anda,
maka berarti Anda menyia-nyiakan waktu. Anda akan dihisab atas perbuatan lidah Anda dan berarti
Anda telah mengganti yang lebih baik dengan yang lebih rendah. Kalau Anda pergunakan waktu
bicara tersebut untuk berfikir bisa jadi Anda akan mendapatkan limpahan rahmat Allah pada saat
tafakkur sehingga sangat besar manfaatnya. Sekiranya Anda memuji Allah, menyebut-Nya dan
mengagungkan-Nya niscaya hal itu lebih baik. Berapa banyak satu kalimat yang dengannya
dibangun istana di sorga.
Sekalipun pembicaraan yang tidak berguna tidak berdosa, tetapi dia telah merugi karena
terluput mendapatkan keuntungan besar dari dzikrullah. Diamnya orang Mu’min hendaknya
merupakan tafakkur, penglihatannya merupakan pengambilan pelajaran, dan ucapannya
merupakan dzikir. Bahkan modal hamba adalah waktunya. Bila dipergunakan untuk hal-hal yang
tidak bermanfaat baginya dan tidak dipakai untuk menimbun pahala di akhirat maka sesungguhnya
dia telah menyia-nyiakan modalnya.
“Termasuk tanda baiknya keislaman seseorang adalah dia meninggalkan sesuatu
yang tidak berguna baginya.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Batasan perkataan yang tidak bermanfaat bagi Anda ialah Anda mengatakan sesuatu
pembicaraan yang sekiranya Anda tidak mengucapkannya maka Anda tidak berdosa dan tidak
membahayakan keadaan ataupun harta. Misalnya, menyebutkan kisah perjalanan Anda, menanya
orang lain tentang sesuatu yang tidak bermanfaat bagi Anda, karena dengan pertanyaan itu berarti
Anda menyia-nyiakan waktu Anda dan Anda telah memaksa teman Anda untuk menjawabnya
sehingga dia pun terbawa kepada hal yang sia-sia.
Obat dari semua ini adalah mengetahui bahwa dirinya akan dimintai pertanggungjawaban atas
setiap kata yang diucapkan, lidahnya adalah jarring yang bisa dipakai untuk mendapatkan bidadari
sorga, menyia-nyiakan hal tersebut merupakan kerugian yang nyata. Itulah obat dari segi ilmu. Dari
segi amal adalah dengan ‘uzlah atau meletakkan kerikil di dalam mulutnya atau mewajibkan dirinya
untuk diam tidak mengatakan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya sehingga lidahnya terbiasa
meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.

Penyakit Kedua: Berlebihan dalam Berbicara


Meliputi pembicaraan yang tidak bermanfaat dan menambah pembicaraan yang bermanfaat
sehingga melebihi keperluan.
Ibrahim at-Taimi berkata, “Apabila seorang Mu’min ingin berbicara maka ia melihat, jika

47
menguntungkan dirinya ia berbicara tetapi jika merugikan maka ia menahan diri. Orang yang
durhaka adalah orang yang lidahnya terumbar bebas.”
Sebagian kaum bijak bestari berkata, “Apabila seseorang berada dalam sebuah majlis lalu
berambisi untuk bicara maka hendaklah ia diam dan apabila diam lalu selalu ingin diam, maka
hendaklah ia berbicara.”
Yazid bin Abu Hubaib berkata, “Termasuk fitnah seorang alim ialah jika dia lebih suka berbicara
ketimbang mendengarkan. Jika sudah ada orang yang berbicara cukup maka mendengarkan adalah
keselamatan sedangkan ikut berbicara adalah kelebihan omongan dan kekurangan.”

Penyakit Ketiga: Melibatkan Diri dalam Pembicaraan yang Batil


Yakni pembicaraan tentang berbagai kemaksiatan. Orang yang terlalu banyak berbicara tentang
hal yang tidak berguna tidak akan aman dari terlibat dalam kebatilan.
“Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki
pembicaraan yang lain.” (an-Nisa’:140)
“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kalimat yang membuat
teman-teman duduknya tertawa, tetapi ucapan tersebut menjerumuskan-nya lebih
jauh dari bintang Trusaya.” (HR. Ibnu Abu Dunya)
Ibnu Sirin berkata, “Seorang Anshar melewati suatu majlis mereka lalu dia berkata kepada
mereka, ‘Berwudhu’lah karena sebagian yang kalian ucapkan lebih buruk dari hadats’.”

Penyakit Keempat: Perbantahan dan Perdebatan


“Janganlah kamu mendebat saudaramu, janganlah kamu mempermainkan-nya,
dan janganlah kamu membuat janji dengannya lalu tidak kamu tepati.” (HR.
Tirmidzi)
“Siapa yang meninggalkan perbantahan padahal dia benar maka dibangun
untuknya sebuah rumah di sorga yang paling atas. Siapa yang meninggalkan
perbantahan sedangkan dia salah maka dibangun untuknya sebuah rumah di
bagian pinggir sorga.” (HR. Tirmidzi)
“Tidaklah sesat suatu kaum setelah Allah menunjuki mereka kecuali karena
mereka melakukan perdebatan” (HR. Tirmidzi)
Perbantahan ialah setiap sanggahan terhadap pembicaraan orang lain dengan menampakkan
ketimpangan di dalamnya. Meninggalkan perbantahan adalah dengan meninggalkan pengingkaran
dan sanggahan. Setiap pembicaraan yang Anda dengar jika tidak berkaitan dengan urusan agama
[juga tidak menimbulkan kerusakan] maka hendaklah Anda mendiamkannya.
Motivasi yang menggerakkan penyakit ini adalah rasa superioritas dengan menampakkan ilmu
dan keunggulan disertai serangan terhadap orang lain dengan menampakkan kekurangannya.
Kedua hal ini adalah syahwat batin bagi jiwa.

Penyakit Kelima : Pertengkaran


Ia lebih berat dari perbantahan dan perdebatan. Perbantahan adalah pengertian tentang
perkara yang berkaitan dengan memenangkan pendapat atau pemikiran tanpa terkait tujuan selain
melecehkan orang lain, dan menampakkan keunggulan dan kepintarannya. Sedangkan
pertengkaran adalah bersikeras dalam pembicaraan untuk mendapatkan harta atau hak yang
direncanakan.
“Orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang paling keras dalam
pertengkaran.” (HR. Bukhari)
Jika Anda berkata, bila manusia memiliki hak lalu untuk mendapatkannya atau menjaganya dia
harus bertengkar karena dizalimi, maka bagaimana hukumnya dan bagaimana pertengkaran itu
dicela, Maka ketahuilah bahwa celaan ini ditujukan kepada orang yang bertengkar dengan cara yang
batil dan tanpa ilmu.
Celaan ini juga ditujukan kepada orang yang menuntut haknya tetapi tidak membatasi diri

48
sesuai keperluannya.
Perkataan yang baik adalah lawan dari pertengkaran, perbantahan, perdebatan yang notabene
merupakan perkataan yang dibenci, dapat melukai hati, dapat mengeruhkan kehidupan, dan
membangkitkan kemarahan dan membuat dada panas.
“Hal yang akan memasukkan kamu ke dalam sorga (diantaranya) adalah
perkataan yang baik dan memberi makan.” (HR. Thabrani)
“Dan ucapkanlah perkataan yang baik kepada manusia.” (al-Baqarah: 83)
“Takutlah kalian akan api neraka sekalipun dengan sebelah biji korma; jika
kamu tidak punya maka dengan perkataan yang baik.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Penyakit Keenam: Berkata Keji, Jorok dan Cacian


“Jauhilah kekejian, karena Allah tidak menyukai kekejian dan membuat-buat
kekejian.” (HR. Nasa’i, al-Hakim dan Ibnu Majah)
“Orang Mu’min itu bukanlah orang yang suka melukai, bukan orang yang suka
melaknat, bukan orang yang suka berkata keji dan bukan pula orang yang suka
berkata kotor.” (HR. Tirmidzi)
“Berkata kotor dan vulgar adalah dua cabang diantara cabang-cabang nifaq.”
(HR. Tirmidzi, al-Hakim)
Yang dimaksud dengan perkataan vulgar (al-bayan) disini adalah mengungkapkan sesuatu yang
tidak boleh diungkapkan. Atau berterus terang menyampaikan apa yang manusia merasa malu
mengungkapkannya secara vulgar.
“Sesungguhnya kekejian dan saling berkata keji bukan dari Islam sama sekali, dan
sesungguhnya orang yang paling baik keislamannya adalah orang yang paling baik
akhlaqnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Abu Dunya)
Hakikat berkata keji ialah mengungkapkan hal-hal yang buruk dengan ungkapan-ungkapan yang
vulgar. Kebanyakan hal tersebut berkaitan dengan masalah seksual dan hal-hal yang berhubungan
dengannya. Orang-orang yang rusak memiliki ungkapan-ungkapan vulgar dan keji yang
dipergunakan untuk mengungkapkan hal tersebut, sedangkan orang-orang shalih menghindarinya
dan menggunakan bahasa-bahasa kiasan. Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya Allah sangat pemalu
lagi Mahamulia; mema’afkan dan menggunakan bahasa kiasan – memakai kata ‘menyentuh’ untuk
mengungkapkan jima. Jadi, menyentuh, masuk dan bergaul adalah kiasan untuk jima’, dan kata-
kata itu tidak keji. Penggunaan bahasa kiasan juga dipakai untuk membuang hajat untuk buang air.
Ada ungkapan-ungkapan keji yang tidak layak disebutkan dan biasanya dipakai untuk mencaci.
Hal yang mendorong berkata keji diantaranya keinginan untuk menyakiti atau kebiasaan akibat
pergaulan dengan orang-orang fasik dan orang-orang hina yang diantara kebiasaan mereka adalah
mencaci-maki.
Seorang Arab badui berkata kepada Rasulullah saw, “Wasiatilah aku.” Nabi
saw. bersabda: “Kamu harus bertaqwa kepada Allah; jika seseorang mencelamu
dengan sesuatu yang diketahuinya ada pada dirimu maka janganlah kamu
membalas mencelanya dengan sesuatu yang ada pada dirinya, niscaya dosanya
kembali kepadanya dan pahalanya untuk kamu, dan janganlah kamu mencela
sesuatu.” Orang Arab Badui itu berkata, “Setelah itu aku tidak pernah mencela
sama sekali.” (HR. Ahmad dan Thabrani)
“Mencaci-maki orang Mu’min adalah kefasikan sedangkan membunuhnya
adalah kekafiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Dua orang yang saling mencaci-maki apa yang mereka katakan, maka adalah
atas (tanggungan) orang yang memulai dari keduanya sampai orang yang
teraniaya melampaui batas.” (HR. Muslim)
“Diantara dosa besar adalah seseorang mencaci kedua orang tuanya..” Para
shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang mencaci kedua orang
tuanya?” Nabi saw. bersabda: “Dia mencaci bapak seseorang lalu orang itu mencaci

49
bapaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Penyakit Ketujuh: Nyanyian dan Syair


Adapun syair, maka perkataannya yang baik adalah baik dan perkataannya yang buruk adalah
buruk. Tetapi berkonsentrasi penuh untuk syair adalah tercela.
Membaca syair tidak haram jika tidak mengandung kata-kata yang dibenci.

Penyakit Kedelapan: Senda Gurau


Asalnya tercela dan dilarang kecuali dalam kadar yang sedikit.
Yang dilarang adalah senda gurau yang berlebihan atau terus menerus, karena bersenda gurau
secara terus menerus berarti sibuk dengan permainan dan hal yang sia-sia. Senda gurau yang
berlebihan akan menyebabkan banyak tertawa padahal banyak tertawa itu bisa mematikan hati dan
menjatuhkan kewibawaan. Senda gurau yang terbebas dari hal-hal tersebut tidak tercela.
Diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau bersabda “Sesungguhnya aku bersenda
gurau tetapi aku tidak mengatakan kecuali yang benar.”
Orang seperti Nabi saw. bisa bersenda gurau tanpa berdusta, sedangkan orang selainnya
apabila telah membuka pintu senda gurau maka tujuannya adalah membuat orang tertawa
sesukanya. Padahal Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu perkataan yang membuat teman-
teman duduknya tertawa, tetapi dengan perkataan itu dia terjerumus ke dalam api
neraka lebih jauh dari bintang tsuraiya.”
Selain itu banyak tertawa juga menjadi tanda kelalaian dari akhirat. Nabi saw. bersabda :
“Sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kalian akan banyak
menangis dan sedikit tertawa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tertawa yang tercela adalah tertawa terbahak-bahakn sedangkan tertawa yang terpuji adalah
tersenyum hingga terlihat giginya tetapi tanpa terdengar suara keras. Demikianlah senyum
Rasulullah saw. (Hadits semakna dengan ini terdapat di dalam riwayat Muslim)

Penyakit Kesembilan: Ejekan dan Cemoohan


Hal ini diharamkan, karena dapat menyakiti.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum
yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok).” (al-Hujurat:11)
Arti ejekan ialah penghinaan, pelecehan dan penyebutan berbagai aib atau kekurangan untuk
mentertawakannya.
Dari Abdullah bin Zam’ah bahwa ia mendengar Rasulullah saw berkhutbah lalu menasihati
mereka tentang tertawa mereka kepada orang yang kentut. Nabi saw. bersabda: “Mengapa salah
seorang diantara kalian menertawakan apa yang diperbuatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Penyakit Kesepuluh: Janji Palsu


Lidah sangat mudah memberikan janji, sedangkan jiwa terkadang tidak memungkinkan untuk
menepatinya sehingga janji itu teringkari.
“Wahai orang-orang yang beriman, tepatilah janji-janji (kalian).” (al-Ma’idah:1)
Ibnu Mas’ud tidak pernah memberikan janji kecuali dengan mengatakan ‘insya Allah’. Ini lebih
utama. Kemudian jika hal itu difahami sebagai kepastian janji maka harus ditepati kecuali
berhalangan. Jika pada saat memberikan janji sudah bertekad untuk tidak menepati maka hal itu
adalah nifaq.
“Empat hal siapa yang berada padanya maka dia adalah munafiq dan siapa yang
salah satu sifat tersebut ada padanya maka pada dirinya ada salah satu sifat nifaq
hingga ditinggalkannya: Apabila berbicara berdusta, apabila berjanji mengingkari,

50
apabila membuat kesepakatan berkhianat, dan apabila bertengkar berlaku curang.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Penyakit Kesebelas: Berdusta dalam Perkataan dan Sumpah


“Sesungguhnya dusta membawa kepada kedurhakaan, sedangkan kedurhakaan
menyeret ke neraka, dan sesungguhnya seseorang berdusta hingga ditulis di sisi
Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi saw. bersabda :
“Aku (bermimpi) melihat seolah-olah ada orang yang datang kepadaku seraya
berkata “bangunlah”, lalu aku bangkit bersamanya, kemudian tiba-tiba aku
bertemu dua orang lelaki; yang satu berdiri sedangkan yang lain duduk. Di tangan
orang yang berdiri ada pengait dari besi lalu menjejalkannya ke dagu orang yang
dudul lalu menariknya hingga sampai ke pundaknya, kemudian ia menariknya lalu
menjejalkannya ke sisi yang lain lalu memanjangkannya; apabila ia
memanjangkannya maka sisi yang lain kembali seperti semula. Kemudian aku
bertanya kepada orang yang membangunkan aku, ‘apa ini?’ Ia berkata, ‘Ini adalah
seorang pendusta yang disiksa di kuburnya hingga hari kiamat’.” (HR. Bukhari)
Rasulullah saw. bersabda dalam keadaan bersandar: “Maukah aku
beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa besar yang paling besar, yaitu
menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Kemudian Rasulullah
saw. duduk dan bersabda: “Ketahuilah dan berkata dusta.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
“Sesungguhnya seorang hamba berdusta sekali sehingga malaikat menjauh
darinya sejauh perjalanan satu mil karena busuknya apa yang diperbuatnya itu.”
(HR. Tirmidzi)
Dusta yang Ditoleransi
Maimun bin Mahran berkata, “Dusta dalam sebagian perkara lebih baik dari kejujuran.
Bagaimanakah pendapatmu jika ada seseorang yang mengejar orang lain dengan membawa
pedang untuk membunuhnya lalu orang yang dikejar itu masuk rumah, kemudian orang yang
mengejar itu bertanya kepadamu ‘Apakah kamu melihat si Fulan?’. Apa yang akan Anda katakana?
Tidakkah Anda menjawabnya, ‘Tidak tahu?’ Anda tentu tidak jujur kepadanya, tetapi kedustaan ini
wajib Anda lakukan.
Pembicaraan adalah sarana untuk mencapai tujuan. Setiap tujuan terpuji yang bisa dicapai
dengan kejujuran dan kedustaan maka melakukan kedustaan dalam hal ini adalah haram. Jika bisa
dicapai dengan kedustaan tetapi tidak bisa dicapai dengan kejujuran maka kedustaan dalam hal ini
adalah mubah, jika pencapaian hal itu memang mubah, atau wajib jika pencapaian tujuan itu sendiri
wajib dilakukan.
Dari Ummu Kultsum, ia berkata: Aku tidak pernah mendengar Rasulullah saw.
memberikan keringanan dalam berdusta kecuali menyangkut tiga hal: Seseorang
yang mengucapkan perkataan untuk tujuan perdamaian, seseorang yang
mengucapkan perkataan dalam perang dan seseorang yang berbicara kepada
istrinya atau istri yang berbicara kepada suaminya.” (HR. Muslim)
Ketiga hal tersebut di atas merupakan pengecualian (untuk berdusta) yang disebutkan secara
tegas, sedangkan hal-hal lain bisa disamakan dengannya jika terkait dengan tujuan yang benar.

Penyakit Keduabelas: Menggunjing (Ghibah)


“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah
seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?” (al-
Hujurat:12)
.”Setiap Muslim bagi Muslim yang lain haram darah, harta dan
kehormatannya.” (HR. Muslim)

51
“Janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling membenci,
janganlah kalian saling bersaing, dan janganlah kalian saling membuat makar.
Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, dan jadilah kalian
hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Para shahabat ra. saling bertemu dengan gembira dan tidak menggunjing bila saling berpisah.
Mereka menganggap hal tersebut sebagai amal perbuatan yang paling utama sedangkan
kebalikannya merupakan tradisi orang-orang munafiq.
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (al-Humazah:1)
Ibnu Abbas berkata, “Apabila kamu hendak menyebut aib saudaramu maka ingatlah aib dirimu
sendiri.”
Makna Ghibah dan Batasannya
Ghibah ialah menyebut saudaramu dengan hal yang tidak disukainya seandainya ia
mendengarnya, baik kamu menyebutkan dengan kekurangan yang ada pada badan (menyebut
pendek, hitam dan semua hal yang menggambarkan sifat badannya yang tidak disukainya), nasab
(mengatakan hina), akhlaq (mengataka buruk akhlaqnya, sombong, pengecut, dan lain sebagainya),
perbuatan, perkataan, agama atau dunianya, bahkan pada pakaian, rumah dan kendaraannya.
Nabi saw. bersabda: “Tahukan kalian apa itu ghibah?” Sahabat menjawab, “Allah
dan rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Nabi saw. bersabda: “Kamu menyebut
saudaramu dengan hal yang tidak disukainya.” Ditanyakan, “Bagaimana jika apa
yang aku katakana itu ada pada diri saudaraku itu?” Nabi saw. menjawab: “Jika
apa yang kamu katakana itu ada pada dirinya maka sungguh kamu telah
menggunjingnya dan jika tidak ada pada dirinya maka sungguh kamu telah
menyebutkan hal yang dusta tentang dirinya.” (HR. Muslim)
Ghibah tidak Hanya Terbatas pada Lidah
Isyarat, anggukan, picingan, bisikan, tulisan, gerakan dan semua hal yang memberi pemahaman
tentang apa yang dimaksud, maka ia masuk ke dalam ghibah dan diharamkan.
Contoh diantaranya adalah berjalan menirukan cara berjalannya. Ini adalah ghibah bahkan lebih
berat dari ghibah dengan lidah, karena ia lebih kuat dalam penggambaran dan pemberian kesan.
Bentuk ghibah lainnya adalah mendengarkan ghibah dengan mengaguminya, karena dengan
memperlihatkan kekagumannya sesungguhnya dia telah mendorong semangat orang yang
melakukan ghibah. Bahkan orang yang diam saja ketika mendengar ghibah sama dengan orang yang
melakukan ghibah.
Orang yang mendengar ghibah tidak terbebas dari dosa kecuali dengan mengingkari secara lisan
atau dengan hatinya jika takut. Jika mampu melakukannya atau memotong omongannya dengan
omongan lain tetapi dia tidak melakukannya maka dia berdosa.
“Siapa yang membela kehormatan saudaranya yang sedang dipergunjingkan, maka
Allah akan membebaskannya dari api neraka.” (HR. Ahmad dan Thabrani)
Hal-hal yang Mendorong Ghibah
Secara umum, pendorong ghibah terangkum dalam sebab-sebab berikut :
1. Melampiaskan kemarahan.
2. Menyesuaikan diri dengan kawan-kawan, berbasa-basi kepada teman dan mendukung
pembicaraan mereka. Apabila mereka “berpesta” dengan menyebutkan aib orang, maka ia
merasa kalau perbuatan mereka itu ditentang pasti mereka berkeberatan dan menjauhi
dirinya. Karena itu ia kemudian mendukung mereka dan menganggap hal tersebut sebagai
pergaulan yang baik dan basa-basi dalam persahabatan.
3. Ingin mendahului menjelek-jelekkan keadaan orang yang dikhawatirkan memandang jelek
ihwalnya di sisi orang yang disegani.
4. Keinginan bercuci tangan dari perbuatan yang dinisbatkan (disebutkan) kepada dirinya.
5. Ingin membanggakan diri. Yaitu mengangkat dirinya dengan menjatuhkan orang lain. Misalnya
berkata, “si fulan itu bodoh.” Maksud terselubung dari ucapannya ini adalah untuk
mengukuhkan keunggulan dirinya dan memperlihatkan bahwa dirinya lebih tahu ketimbang

52
orang tersebut.
6. Kedengkian.
7. Bermain-main, senda gurau, dan mengisi waktu kosong dengan lelucon.
8. Melecehkan dan merendahkan orang lain demi untuk menghinakannya. Penyebabnya adalah
kesombongan dan menganggap kecil orang yang direndahkan itu
Obat yang dapat Mencegah Lidah dari Ghibah
1. Mengetahui bahwa ghibah dapat mendatangkan kemurkaan Allah
2. Mengetahui bahwa ghibah dapat membatalkan kebaikan-kebaikannya di hari kiamat
3. Mengetahui bahwa ghibah dapat memindahkan kebaikan-kebaikannya kepada orang yang
digunjingnya, sebagai ganti dari kehormatan yang telah dinodainya; jika tidak memiliki
kebaikan yang bisa dialihkan maka keburukan-keburukan orang yang digunjingnya akan
dialihkan kepadanya.
4. Jika hamba meyakini berbagai nash tentang ghibah niscaya lidahnya tidak akan melakukan
ghibah karena takut kepada hal tersebut.
5. Akan bermanfaat juga jika dia merenungkan tentang dirinya. Jika mendapatkan cacat maka ia
sibuk mengurusi cacat dirinya dan merasa malu untuk tidak mencela dirinya lalu mencela
orang lain.
6. Akan bermanfaat baginya jika dia mengetahui bahwa orang lain merasa sakit karena ghibah
yang dilakukannya sebagaimana dia merasa sakit bila orang lain menggunjingnya.
Sedangkan pengobatan secara rinci, adalah dengan memperhatikan sebab yang mendorong
melakukan ghibah, karena obat penyakit adalah dengan memutus sebab-sebabnya.
Haramnya Ghibah dengan Hati
Buruk sangka adalah haram sebagaimana perkataan yang buruk juga haram.
Adapun lintasan-lintasan pikiran maka hal itu dima’afkan, bahkan keraguan hati juga dima’afkan,
tetapi yang dilarang adalah prasangka.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (al-Hujurat:12)
Anda tidak boleh meyakini keburukan orang lain kecuali bila Anda telah melihatnya dengan
nyata sehingga tidak dapat diartikan dengan hal lainnya.
Beberapa Alasan yang Memberikan Rukhshah dalam Ghibah
1. Mengadukan kezhaliman.
2. Menjadi sarana untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke
jalan yang benar
3. Meminta fatwa
4. Memperingatkan orang Muslim dari keburukan
5. Jika orang yang disebutkan sudah dikenal dengan nama julukan yang mengungkapkan tentang
cacatnya.
6. Jika orang yang disebutkan melakukan kefasikan secara terang-terangan

Penyakit Ketigabelas : Melibatkan Diri Secara Bodoh pada Beberapa Pengetahuan dan
Pertanyaan yang Menyulitkan
Orang awam merasa senang melibatkan diri pada pengetahuan, karena syetan menumbuhkan
khayalan bahwa dirinya termasuk kalangan ulama’ dan orang yang memiliki keutamaan. Syetan
terus menimbulkan khayalan itu hingga dia berbicara tentang pengetahuan yang membawanya
kepada kekafiran sedangkan dia tidak menyadarinya. Setiap orang yang ditanya tentang
pengetahuan yang rumit sedangkan pemahamannya belum mencapai tingkatan tersebut maka ia
adalah tercela. Karena sesungguhnya dia dalam kaitannya dengan pengetahuan tersebut sangat
awam.
Referensi Sa’id bin Muhammad Daib Hawwa, Mensucikan Jiwa : Konsep Tazkiyatun nafs Terpadu
http://percikkisahnabi.blogspot.co.id/2012/07/nabi-saw-menunjukkan-hakikat-ghibah.html

53
‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Materi : Syirik
Tujuan - Memahami makna syirik
- Memahami hal-hal yang termasuk kedalam syirik
- Menghindari hal-hal yang termasuk kedalam syirik
Materi Pokok  Makna syirik
 Macam-macam syirik
 Islam menghancurkan kemusyrikan
 Dampak syirik
Kisah Terkait
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab r.a, negeri Mesir telah menjadi bagian dari
pemerintahan Islam di Madinah. Sekitar th 20 H, suatu hari perwakilan pemimpin masyarakat
Mesir mendatangi sahabat Amr bin ‘Ash r.a yang saat itu ditugaskan Khalifah Umar untuk menjadi
Gubernur Mesir.

“wahai Amr, Sungai Nil kami ini memiliki tradisi yang dengan tradisi itu maka arus sungai Nil ini
dapat mengalir terus menerus” ujar mereka

lalu Amr bertanya “apakah tradisi itu ?”

mereka menjawab “di malam ke sekian dari bulan ini, kami akan mencari seorang wanita
perawan yang paling cantik dan paling sempurna, yang kami ambil dari orangtuanya ... meskipun
kami juga akan berusaha membujuk orangtuanya agar merelakan anaknya kami bawa” lanjutnya
“setelah itu, kami akan menghiasnya dengan berbagai perhiasan yang membuatnya sangat
cantik, juga pakaian yang paling indah untuknya..” dengan sedikit ragu mereka meneruskan
penjelasannya “... setelah itu kami akan korbankan dirinya dengan membuangnya ke Sungai Nil”

Amr pun langsung menjawab “Astaghfirullah, tradisi ini dilarang dalam islam, sesungguhnya kita
harus meruntuhkan tradisi syirik seperti ini!”

Jawaban tegas dari Amr membuat mereka diam dan tidak berani berbuat apa apa. Dan sungguh,
dalam kenyataannya beberapa hari kemudian sungai Nil menjadi kering sekering keringnya. Telah
beberapa bulan berlalu, Sungai Nil tidak sedikitpun mengalirkan airnya, sehingga muncul suara-
suara sumbang dari penduduk sekitar sungai Nil terhadap kebijakan Gubernur, akibat kepayahan
mereka tanpa adanya air dari Nil. Penduduk yg telah tidak tahan dg kepayahan tsb telah bersiap
siap melakukan eksodus, mengungsi dari Mesir.

Amr bin Ash segera mengirim surat kepada Khalifah Umar memberitakan kejadian tersebut, dan
mohon solusi secepatnya.

Dalam balasan suratnya khalifah Umar berkata “sesungguhnya kebijakan yang kau (Gubernur
Amr bin Ash) ambil sudah tepat,.. dan aku telah mengirim bersama surat ini sebuah lembaran.
maka lemparkanlah lembaran ini ke dasar sungai Nil”

Maka Amr bin ‘Ash segera ketepian sungai Nil untuk melakukan perintah Khalifah Umar,
54
melemparkan sebuah lembaran dari Khalifah ke dasar sungainya. Dan di pagi harinya, tentu atas
ijin Allah, sungai Nil telah kembali mengalirkan airnya. Bahkan dalam hari itu pula permukaan air
bertambah tinggi sehingga kembali menggenangi keringnya seluruh sungai Nil yang luas dan
panjang.

Dan sejak tahun itu, tradisi syirik jahiliah di Mesir terkait sungai Nil hingga sekarang telah
dihilangkan. Gubernur Amr bin ‘Ash sendiri masih mengingat isi lembaran yang harus ia
lemparkan itu, yang hanya berupa tulisan/surat yang bunyinya; “dari hamba Allah Umar bin
Khattab kepada Sungai Nil milik penduduk Mesir, Amma ba’du : “jika engkau mengalir karena
dirimu dan atas keinginanmu sendiri, maka tidak usah kau mengalir dan sungguh kami tidak
membutuhkanmu karena hal itu. tetapi jika engkau mengalir karena perintah Allah Yang Maha
Satu dan Perkasa, sebab Dia-lah yang membuatmu mengalir, maka kami memohon kepada
Allah agar membuatmu mengalir”
Makna Syirik Syirik ialah menyekutukan Allah dengan melakukan perbuatan yang seharusnya hanya ditujukan
kepada Allah.
Macam-Macam 1. Syirik Akbar (Besar)
Syirik Syirik akbar ialah dosa besar yang tidak akan mendapatkan ampunan Allah. Pelakunya tidak
akan masuk surga untuk selamanya.
Syirik akbar ada dua macam, yaitu Dzahirun Jali (tampak nyata) dan Batinun Khafi
(tersembunyi).
a. Menyembah kepada selain Allah
Di antara syirik akbar yang jali ialah beribadah kepada sesembahan lain di samping
menyembah Allah.
b. Meminta Pertolongan Kepada Orang Mati
Di antara syirik Akbar khafi ialah bedoa kepada orang mati dan kuburan orang-
orang besar. Sebab yang mengakibatkan tersembunyinya syirik tersebut:
Karena mereka tidak mengindetikkan doa mohon lindungan kepada kuburan
tersebut sebagai ibadah. Padahal doa itulah adalah ruh ibadah.
Mereka berkeyakinan bahwa orang mati yang ditempati untuk berdoa itu bukanlah
tuhan, karena mayit itu sama dengan mereka. Tetapi orang mati itu hanya sebagai
perantara yang menghubungkan mereka dengan Allah. Keyakinan seperti itu timbul
akibat kurangnya pemahaman tentang Allah. Keyakinan seperti itulah yang
menjerumuskan kaum musyrikin pada masa lalu, ketika mereka melukiskan tentang
tuhan-tuhan dan berhala-berhala mereka
“Kami tidak menyembah mereka, melainkan agar mereka mendekatkan
kami kepada Allah sedekat-dekatnya.” (QS. Az-Zumar39:3)
“Mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan
bencana kepada mereka dan juga tidak memberikan manfaat dan mereka
berkata : Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah.” (QS.
Yunus 10:18)
Allah SWT tidak membutuhkan perantara karena Dia dekat dengan manusia.
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka
jawablah, bahwa Aku dekat (dengan mereka).” (QS. Al-Baqarah 2:186)
c. Mengangkat Pembuat Undang-undang Selain Allah
Di antara perbuatan syirik besar yang tampak dan tidak tampak pada kebanyakan
manusia ialah menjadikan selain Allah sebagai pembuat Undang-undang atau mencari
hukum selain hukum Allah. Mereka memberi wewenang kepada beberapa orang guna
membuat undang-undang yang absolut bagi mereka atau bagi orang lain. Dengan
wewenang itu mereka membuat hukum halal dan haram sesuai dengan kemauan
sendiri. Membuat sistem, aturan, metode kehidupan dan idealisme yang berlawanan
dengan syari’at Allah. Kemudian orang lain mengikutinya seolah-olah hukum itu berasal
dari langit yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar sedikit pun. Padahal yang
55
berhak membuat undang-undang bagi ciptaanNya hanyalah Allah sendiri.
Alam adalah kerajaan Allah. Jika ada di antara hamba menganggap ada seseorang
yang mempunyai hak memerintah dan melarang serta membuat undang-undang tanpa
seizin pemilik dan penguasa kerajaan, berarti dia telah menjadikan sekutu bagiNya.
Sebab itu Al-Qur’an memvonis Ahli Kitab sebagai musyrik [Mereka (pastur dan
pendeta) itu telah mengharamkan sesuatu yang halal dan menghalalkan sesuatu yang
haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah bentuk penyembahan
kepada mereka].
“Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai
tuhan selain Allah, dan (mereka juga) mempertuhankan al-Masih putra
Maryam, padahal mereka disuruh menyembah Tuhan yang Maha Esa. Tidak
ada tuhan selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan.”
(QS. At-Taubah 9:31)
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. As-
Syura 42:21)
2. Syirik Asgar (Kecil)
Syirik asgar ialah termasuk dosa besar yang dikhawatirkan pelakunya akan meninggal dalam
keadaan kufur, jika Allah tidak mengampuninya dan selama dia tidak bertaubat kepadaNya
sebelum meninggal.
a. Bersumpah Dengan Selain Allah
Seperti bersumpah dengan nama nabi, dengan seorang wali, dengan seorang pembesar,
dengan tanah air, dengan nenek moyang, atau dengan makhluk Allah lainnya.
Bersumpah adalah pengangungan sesuatu yang digunakan untuk bersumpah. Padahal
yang harus diagungkan dan disucikan itu hanya Allah.
“Siapa yang bersumpah, hendaklah bersumpah dengan nama Allah atau
diam.” (HR. Muslim)
“Dan siapa yang bersumpah dengan selain nama Allah, maka dia telah
kufur atau syirik.” (HR. Tirmidzi dan dihasankannya)
b. Meyakini suatu benda memiliki kekuatan gaib
Tauhid tidak bertentangan dengan sebab ciptaan Allah dalam alam ini. Seperti obat
untuk penyembuhan, senjata untuk menjaga diri, dll. Tetapi bila menempuh cara lain
yang dapat mengakibatkan pengaruh tersembunyi yang tidak disyari’atkan oleh Allah
untuk menghilangkan penderitaan atau menjaga diri dari bahaya, maka perbuatan
tersebut sudah bertentangan dengan tauhid.
“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, kecuali dalam
keadaan menyekutukan Allah.”(QS. Yunus 10:106)
c. Menggantung Azimat
Azimat yaitu benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib yang dapat menyembuhkan
atau menghindarkan pemakainya dari bahaya. Perbuatan seperti ini termasuk syirik
karena mengandung unsur meminta terhindar dari bahaya kepada selain Allah.
“Jika Allah menimpakan suatu bahaya kepadamu, maka tidak ada yang
menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Jika Dia mendatangkan kebaikan
kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-An’am 6:17)
Ada pula azimat seperti tulisan atau gambar. Menghilangkan perbuatan ini merupakan
kewajiban bagi setiap orang yang mampu.
Bila azimat itu ditulis dari ayat-ayat Al-Qur’an atau mengandung Asmaul Husna,
apakah termasuk dilarang? Para ulama salaf berbeda pendapat. Tetapi pendapat yang
kita terima ialah melarang pemakaian seluruh bentuk azimat, meskipun dibuat dari ayat-
ayat Al-Qur’an. Dalilnya sbb :
1) Karena keumuman lafaz hadis yang melarang penggunaan azimat, dan tidak

56
disebutkan pengecualiannya.
2) Sebagai saddud zariah (tindakan prefentif). Karena memberi keringanan bagi
penggunaan azimat yang dibuat dari ayat-ayat Al-Qur’an itu, berarti membuka pintu
penggunaan azimat lain. Bila pintu kejahatan telah terbuka, maka sulit bagi kita
untuk menutupnya.
3) Karena bisa menjurus kepada penghinaan Al-Qur’an. Sebab kadangkala pemakainya
memasuki tempat-tempat bernajis seperti ketika membuang hajat.
4) Menganggap rendah ayat-ayat Al-Qur’an dan bertentangan dengan apa yang
termuat didalamnya. Sebab, Allah menurunkan Al-Qur’an untuk menjadi petunjuk
bagi manusia, serta menyelamatkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Bukan
untuk dijadikan azimat.
d. Mantera
Mantera ialah mengucakan kata-kata tertentu agar dapat menolak kejahatan dan
mendapatkan kekuatan gaib dengan bantuan jin. Mantera yang diharamkan ialah lafaz
yang mengandung ucapan meminta pertolongan selain kepada Allah, atau ucapan yang
kadangkala mengandung makna kekufuran dan kemusyrikan. Adapun selain itu, tidak
ada halangan membaca mantera.
Ulama telah membolehkan bermantera bila terdapat tiga persyaratan sebagai
berikut : dengan kalamullah (ayat-ayat Al-Qur’an) atau dengan nama-nama Allah atau
sifat-sifatNya, dengan bahasa Arab atau lainnya yang dapat dipahami maksudnya,
berkeyakinan bahwa mantera itu sendiri tidak berpengaruh, tetapi semuanya itu
ditentukan oleh Allah SWT.
e. Sihir
Sihir ialah semacam cara penipuan dan pengelabuan yang dilakukan dengan cara
memantera, menjampi, dll. Perbuatan ini termasuk syirik karena ia mengandung makna
meminta tolong kepada selain Allah, yakni meminta bantuan jin. Al-Qur’an mengajari
kita untuk berlindung diri kepada Allah dari bahaya sihir dan tukang sihir.
“Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada
buhul-buhul.” (QS. Al Falaq 113:4)
Perbuatan sihir adalah haram. Orang yang mempercayai sihir dan datang ke tukang
sihir untuk melakukan penyihiran adalah orang-orang yang ikut berdosa bersama tukang
sihirnya.
f. Ramalan
Salah satu bentuk sihir adalah ramalan. Yaitu anggapan mengetahui dan melihat
rahasia-rahasia masa depan berupa kejadian umum atau khusus atau pun nasib
seseorang, melalui perbintangan dsb.
“Siapa yang mempelajari salah satu cabang dari perbintangan, maka dia
telah mempelajari sihir.” (HR. Abu Daud dengan sanad sahih)
g. Guna-guna
“Sesungguhnya mantera, azimat dan guna-guna itu adalah perbuatan
syirik.” (HR. Ibnu Hibban)
h. Dukun dan Tenung
Dukun ialah orang yang menganggap dirinya dapat memberitahukan tentang hal-hal
gaib pada masa datang, atau apa yang tersirat dalam naluri manusia. Tukang tenung
ialah nama lain dari peramal dan dukun. Semua yang gaib itu hanyalah Allah yang
mengetahuinya.
“Katakanlah: Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui
perkara gaib kecuali Allah.” (QS. An Naml 27:65)
“(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang gaib maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada
rasul yang diridhai-Nya.” (QS. Al-Jin 72:26-27)

57
“Katakanlah: Aku tidak kuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak
(pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan
sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku
hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-
orang beriman.” (QS. Al A’raf 7:188)
Bangsa jin tempat mereka meminta bantuan dengan perbuatan sihir dan tenung itu
tidak mempunyai kemampuan untuk mengetahui yang gaib.
“Maka ketika ia tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka
mengetahui yang gaib, tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang
menghinakan” (QS. Saba’ 34:!4)
i. Bernazar (berjanji) Kepada Selain Allah
Nazar adalah ibadah dan taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah, dan beribadah itu
hanya kepada Allah.
“Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya. Tidak ada seorang penolong pun bagi
orang-orang yang berbuat zalim.” (QS. Al-Baqarah 2:270)
Ada orang yang jika sakit atau kehilangan sesuatu bernazar kepada kuburan orang-orang
alim. Hal ini adalah haram, karena :
1) Nazar tersebut ditujukan kepada makhluk. Bernazar untuk makhluk hukumnya
haram. Sebab nazar adalah ibadah yang tidak boleh ditujukan kepada makhluk
2) Tempat menyampaikan nazarnya adalah mayat yang tidak memiliki kemampuan apa
pun.
3) Dia menganggap bahwa orang mati itu dapat memberi keputusan terhadap suatu
persoalan di samping Allah. Sedangkan yang mempercayainya berarti berbuat
kekufuran.
Demikian pula perbuatan yang dilakukan oleh sebagian orang yang membawa uang, lilin
dan munyak atau barang-barang lain untuk dijadikan sesajian di tempat para wali adalah
juga termasuk perbuatan yang diharamkan.
j. Sembelihan Selain untuk Allah
Telah menjadi kebiasaan orang-orang musyrikin melakukan penyembelihan qurban
sebagai sarana pendekatan diri kepada tuhan-tuhan dan berhala-berhala mereka.
Semua ini diharamkan.
“Ali ra. berkata: “Rasulullah saw. bersabda kepadaku dengan empat
kalimat: Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah, Allah
melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang
yang melindungi penjahat dan Allah melaknat orang yang merubah batas-
batas tanah miliknya.” (HR. Muslim)
Untuk memelihara tauhid dan menjauhkan perbuatan syirik, Islam melarang
menyembelih kurban kepada Allah di tempat-tempat pelaksanaan sembelihan kepada
selain Allah.
k. Tathayyur (Berperasaan sial)
Ialah berfirasat buruk, berperasaan sial yang menimbulkan rasa pesimis karena
pengaruh berbagai suara tertentu yang didengar atau suatu kejadian yang dilihat atau
pun lainnya.
Hal ini termasuk syirik karena dia tidak sepenuhnya bertawakkal kepada Allah, serta
menjadikan firasat buruk (perasaan sial) itu lebih berpengaruh daripada tawakkalnya
kepada Allah SWT.
“Siapa yang membatalkan hajatnya karena tathayyur, maka sungguh dia
telah berbuat syirik. Para sahabat bertanya kepada Rasulullah: Apakah
kaffarah (tebusan denda) dari perbuatan tersebut? Dijawab oleh beliau:

58
“Agar engkau mengucapkan: “Ya Allah tidak ada sesuatu kebaikan kecuali
kebaikanMu dan tidak ada tathayyur (perasaan sial) kecuali tathayyur yang
datang dariMu, dan tidak ada Tuhan melainkan Engkau.” (HR. Imam
Ahmad)
Islam Islam telah menentukan berbagai cara penyelamatan agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan
Menghancurkan syirik. Lubang-lubang yang dapat menghembuskan angin kemusrikan antara lain :
Kemusyrikan a. Berlebihan Dalam Mengagungkan Nabi
Nabi Muhammad saw melarang umat Islam berlebihan mengagungkan dan memuji-munji
dirinya. Bila Rasulullah saw melihat / mendengar sesuatu yang dapat menjurus kepada sikap
yang melebih-lebihkan pribadinya, maka beliau mencegah melakukannya. Kemudian beliau
mengajarkan yang benar.
“Janganlah engkau menyanjung-nyanjung aku sebagaimana umat Nashara
menyanjung Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku adalah seorang hamba,
maka katakanlah hamba Allah dan rasulNya.” (Muttafaq alaih)
b. Berlebihan Menyanjung Orang Shaleh
Umat Kristen berlebihan dalam mengagungkan Isa Almasih. Mereka juga berlebihan dalam
mengagungkan pendera dan rahib, sehingga menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan
disamping Allah.
c. Memuja Kuburan
Islam melarang beberapa perbuatan yang dapat mengarah kepada pemujaan kuburan :
menjadikan kuburan sebagai masjid, shalat menghadap kuburan, menyalakan lampu dan lilin
di atas kuburan, membangun dan mengapur kuburan, menulis di atas kuburan, meninggikan
kuburan, upacara dan peringatan di Kuburan
“Ketahuilah orang-orang sebelum kamu telah menjadikan kuburan nabi-
nabi mereka sebagai tempat ibadah. Ingat, kamu jangan menjadikan
kuburan itu sebagai tempat ibadah, karena sesungguhnya aku melarang
kalian melakukan hal yang seperti itu.” (HR. Muslim)
“Janganlah engkau duduk di atas kuburan dan janganlah engkau shalat
menghadap kuburan.” (HR. Muslim)
“Jabir berkata: Rasulullah saw. melarang mengapur kuburan, duduk di
atasnya dan membangun bangunan di atasnya.” (HR. Muslim)
“Nabi saw. mengutus (Ali) dan memerintahkannya agar tidak
membiarkan kuburan meninggi, kecuali dari tanah kuburan itu sendiri.” (HR.
Muslim)
d. Meminta Berkah Kepada Pepohonan dan Bebatuan
Berhala-berhala besar bangsa Arab pada mulanya berbentuk patung besar seperti Lata atau
pohon seperti Uzza atau batu seperti Manat.
e. Ucapan yang Dapat Menimbulkan Kemusyrikan
Sebagai contoh :
 Orang berkata: “Apa yang dikehendaki Allah dan dikehendaki si A”
 Kalimat yang berbunyi: “Kalau bukan karena Allah dan si A, atau aku bergantung kepada
Allah dan kepadamu, atau pun ungkapan yang serupa dengan kalimat di atas.
 Memberi nama dengan nama-nama Allah atau nama yang seharusnya hanya untuk Allah
 Pemberian nama manusia dengan Abdun (hamba) selain Allah
 Mencaci waktu (zaman) ketika seseorang mendapat kesulitan atau musibah. Menghina
waktu (masa) adalah termasuk suatu keluhan terhadap Allah SWT.
Dampak Syirik a. Penghinaan Manusia
Syirik merupakan penghinaan terhadap kemuliaan manusia dan penurunan martabat serta
kedudukannya. Allah memuliakan manusia dan mengajarkannya semua nama dan sebagian
ilmu. Dia menciptakan bagi manusia segala yang ada di langit dan di bumi dan menjadikannya
sebagai khalifah di muka bumi ini. Tetapi manusia tidak dapat menghayati martabatnya,

59
sehingga menjadikan sebagian dari alam ini sebagai tuhannya. Dia tunduk merendahkan
dirinya, padahal sebenarnya dia adalah tuan dari seluruh makhluk.
b. Sarang Tahayyul
Orang yang berkeyakinan terhadap adanya pengaruh lain di alam ini selain Allah, baik berupa
binatang, jin dan lain sebagainya, akal pikirannya telah siap menerima setiap yang berbau
tahayul.
c. Kezaliman Yang Besar
Zalim terhadap kebenaran, karena kebenaran yang paling agung adalah kalimat la ilaha
illallah. Zalim terhadap diri sendiri, karena orang musyrik menjadikan dirinya sebagai budak
dan hamba bagi makhluk lain, padahal ia dicipta oleh Allah sebagai makhluk yang merdeka.
Dan (ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar.” (QS. Luqman 31:13)
d. Sumber Ketakutan
Orang yang mempercayai khurafat, tahayul serta kebatilan akan menjadi seorang penakut.
Semuanya menimbulkan rasa pesimis, kebosanan, keguncangan jiwa, serta ketakutan yang
tidak dimengerti asal usul dan sebabnya.
“Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir perasaan takut,
disebabkan mereka menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri
tidak menurunkan keterangan tentang itu.” (QS. Ali Imran 3:151)
e. Penghambat Jiwa Optimis
Syirik mengajari penganutnya untuk berserah diri dan bertawakkal kepada perantara dan
pemberi syafaat mereka, sehingga terjerumus ke dalam berbagai dosa besar dan
menggantungkan diri kepada tuhan-tuhan batil dan palsu untuk mendapatkan pengampunan
dosa di sisi Allah.
f. Dampak Syirik di Akhirat
i. Adamul gufran (tidak mendapat ampunan)
“Sesungguhnya Allah tidak akan Mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’ 4:48)
“Sesungguhnya Allah tidak Mengampuni dosa mempersekutukan
(sesuatu) dengan Dia, dan Dia Mengampuni dosa yang selain dari syirik itu
bagi siapa yang Dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
(sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-
jauhnya.” (QS. An Nisa’ 4:116)
ii. Itsmun ‘azhim (dosa besar) (4:48)
iii. Irmanul Jannah (larangan masuk syurga)
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya
Allah ialah al-Masih putra Maryam”, padahal al-Masih (sendiri) berkata,
“Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhan-ku dan Tuhan-mu.” Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah
ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al-Ma-idah
5:72)
iv. Dukhulunnar (masuk ke dalam neraka) (5:72)
v. Ihbathul ‘amal (penghapusan ‘amal/pahala)
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-
nabi) yang sebelummu, “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan
hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”

60
(QS. Az Zumar 39:65)
‘… Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari
mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am 6:88)
Referensi Dr. Yusuf Qardhawi : Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan
Dr. Irwan Prayitno, Makrifatullah
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mustaqim_muslimin_abdul_ghani/kisah-umar-bin-
khattab-dan-sungai-nil-dan-tradisi-syirik-di-lingkungan-kita_54f716ffa33311b1228b4751

61
‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Materi : Ukhuwah Islamiyah


Tujuan - Memahami makna ukhuwah Islamiyah
- Memahami perbedaan ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah jahiliyah
- Memahami hal-hal yang dapat menguatkan ukhuwah Islamiyah
- Memahami buah dari Ukhuwah Islamiyah
- Termotivasi untuk menjalin ukhuwah Islamiyah
Materi Pokok  Makna Ukhuwah Islamiyah
 Hakekat Ukhuwah Islamiyah
 Perbedaan Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Jahiliyah
 Peringkat-peringkat Ukhuwah dalam Islam
 Hal-hal yang menguatkan Ukhuwwah Islamiyah
 Hak-hak Persaudaraan
 Buah Ukhuwah Islamiyah
Kisah Terkait
Syaikh Shafiyurr Rohman Al-Mubarokfury berkata dalam kitabnya “Ar-Rahiqul Mahtum” (hal.168).
“Sesampai di mulut gua, Abu Bakar berkata: “Demi Allah, janganlah engkau masuk ke dalamnya
sebelum aku masuk terlebih dahulu. Jika di dalam ada sesuatu yang tidak beres, biarlah aku yang
terkena, asal tidak mengenai engkau.”

Lalu Abu Bakar memasuki gua dengan menyisihkan kotoran yang menghalangi. Di sebelahnya dia
mendapatkan lubang. Dia merobek mantelnya menjadi dua bagian dan mengikatnya ke lubang itu.
Robekan satunya lagi dia balutkan ke kakinya. Setelah itu Abu Bakar berkata kepada beliau:
“Masuklah!”

Maka beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) pun masuk ke dalam gua. Setelah mengambil
tempat di dalam gua, beliau merebahkan kepala di atas pangkuan Abu Bakar dan tertidur. Tiba-tiba
Abu Bakar disengat hewan dari lubangnya. Namun dia tidak berani bergerak, karena takut
mengganggu tidur Rasulullah.

Dengan menahan rasa sakit, air matanya menetes ke wajah beliau. ”Apa yang terjadi denganmu
wahai Abu Bakar?“ Tanya beliau. Abu Bakar menjawab, “Demi ayah dan ibuku menjadi jaminanmu,
aku digigit binatang.” Rasulullah meludahi bagian yang digigit sehingga hilang rasa sakitnya.”
Game Terkait
1. Menyusun Bujur Sangkar

Media :

* Sembilan (9) bujur sangkar dari karton / kertas berukuran sama yang telah dipotong secara acak
dan dipisah-pisahkan ke dalam 3 amplop

Cara :

* Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang. Masing-masing kelompok
mengirimkan 3 orang sebagai pekerja yang duduk secara melingkar, sedangkan yang lainnya
bertugas sebagai pengawas

* Tiap kelompok mendapat satu amplop yang berasal dari tiga bujur sangkar yang berukuran sama
dan telah dipotong secara acak

* Mentor bertugas membagikan membagikan potongan-potongan acak dari bujur sangkar tersebut
62
kepada setiap pekerja kelompok

* Tiap pekerja mendapatkan 3-5 potongan karton

* Setiap pekerja diberi waktu tiga menit untuk membentuk bujur sangkar dari potongan karton
tersebut

* Pekerja boleh memberikan potongan karton yang dimiliknya kepada teman pekerja lain dalam
kelompoknya tetapi tidak boleh memintanya

* Pekerja tidak boleh berkomunikasi sesama pekerja dan tidak boleh memberi petunjuk atau
berdiskusi dengan temannya untuk menentukan letak potongan karton yang dimilikinya atau yang
diperoleh temannya

* Pekerja yang sudah membentuk bujur sangkar miliknya boleh merubahnya lagi sedemikian
sehingga setiap pekerja akan memiliki atau membentuk sebuah bujur sangkar

* Pengawas bertugas mengawasi dan memberikan penilaian terhadap jalannya permainan.


Pengawas berhak menegur pekerja yang melanggar ketentuan

Kriteria Keberhasilan

= Setiap pekerja atau kelompok dapat membentuk bujur sangkar dalam waktu yang ditentukan

= Setiap pekerja menolong temannya dengan memberikan potongan bujur sangkar yang dimilikinya

= Setiap pengawas menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya

Hikmah

= Ta'awun/ saling tolong menolong adalah salah satu kunci ukhuwah


= Pentingnya tausiyah dalam membina ukhuwah

2. Kapal Karam

Tujuan
Membuat peserta seolah-olah berada dalam suatu keadaan yang sangat darurat, dan belajar untuk
saling menolong.

Waktu : ±10 menit, ditambah waktu untuk evaluasi

Bahan : Beberapa lembar koran berbentuk segi empat yang direkatkan satu sama lain dengan
selotip/plester perekat

Petunjuk
Seluruh peserta atau "penumpang kapal" berdiri berdesakan di atas geladak kapal yang hampir
tenggelam (dari potongan-potongan koran). Perlahan-lahan kapal tenggelam sehingga tempat
berdiri semakin sempit. Fasilitator/pembimbing menceritakan proses tenggelamnya kapal supaya
peserta dapat sungguh-sungguh membayangkan berada di atas kapal itu dan memperkecil tempat
berdiri dengan merobek lembaran-lembaran koran satu persatu. Tempat berdiri terus-menerus
dipersempit. Para peserta harus saling menahan dan menolong. Permainan berakhir, jika keadaan
tidak memungkinkan lagi bagi kelompok untuk berdiri, atau kapal sudah karam.
Variasi : Untuk memudahkan, permainan dapat diiringi musik, peserta bergerak mengikuti irama
setiap kali potongan koran dicabut.

63
Makna Ukhuwah Menurut Imam Hasan Al-Banna : Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama
Islamiyah lain dengan ikatan aqidah.

1. Nikmat Allah
Hakekat “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
Ukhuwah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
Islamiyah dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu,
lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang ber-saudara; dan
kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu
daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar
kamu menda-pat petunjuk. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali ‘Imran : 103-104)
Dalam dua ayat tersebut tersebut terdapat tuntutan yang harus dilak-sanakan oleh muslim
yang menjalin ukhuwah dalam Islam :
- komitmen terhadap al-Qur’an dan as-Sunah. Tidak menggunakan manhaj lain selainnya
- menjauhkan diri dari permusuhan dan perpecahan
- penyatu hati adalah mahabbah (cinta) kepada Allah
- mendakwahkan kebaikan
Dengan ukhuwah ini kaum muslimin tolong-menolong untuk melaksa-nakan tuntutan tersebut.
2. Merupakan arahan Rabbani.
“… Dia-lah yang Memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para
Mukmin, dan yang Mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman).
Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya
kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah
Mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Al-Anfal 8:62-63)
Allah-lah semata-mata pembangun ukhuwwah diantara hati-hati Mukminin.
3. Merupakan cermin kekuatan iman
“Tidak beriman salah seorang dari kalian sehingga mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari)
Betapa kuatnya korelasi antara ukhuwwah Islamiyah dan ‘iman’. Sehingga Rasulullah saw.
mensyaratkan kecintaan kepada saudara sesama muslim sebagai salah satu unsur pembentuk
iman. Iman sejati menghajatkan suatu rajutan persaudaraan yang kokoh di jalan Allah.
Karena itu eksistensi ukhuwwah berbanding lurus dengan kondisi iman seseorang atau
sekelompok jamaah. Semakin solid suatu ikatan persaudaraan fillah, makin besar peluang untuk
anggotanya dikategorikan sebagai mukmin sejati (mu’min al haq). Sebaliknya ikatan bersaudara
di jalan Allah ini bila rapuh, akan mengindikasikan suatu hakikat keimanan yang juga masih
rendah tingkatnya.
Perbedaan Ukhuwah Jahiliyah bersifat temporer (terbatas pada waktu dan tempat), yaitu ikatan selain ikatan
Ukhuwah aqidah (misalnya ikatan keturunan, perkawinan, nasionalisma, kesukuan, kebangsaan, dan
Islamiyah dan kepentingan pribadi.
Ukhuwah Ukhuwah Islamiyah bersifat abadi dan universal karena berdasarkan aqidah dan syariat Islam.
Jahiliyah Karena ikatan ukhuwah inilah, Islam mengajarkan kita mendo’akan seluruh kaum muslimin (yang
sudah tiada, yang masih hidup maupun yang akan datang).
“Mintalah ampun untuk dosamu sendiri dan untuk kaum mu’minin lelaki dan
perempuan.” (QS. Muhammad 19)
Peringkat- Jalan menuju ukhuwah memiliki sejumlah tahapan, yang seorang muslim tidak bisa
peringkat menggapai ukhuwah dengan saudaranya kecuali apabila melaluinya. Tiap tahapan ini memiliki
Ukhuwah dalam rambu-rambu dan etika-etikanya, yang akhirnya akan berujung pada ukhuwah Islamiah yang kokoh.
Islam Ta’aruf (saling mengenal)

64
“Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari laki-laki
dan perempuan dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi
Allah adalah yang paling taqwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat 49:13)
Yang demikian itu mengharuskan seorang muslim mengenal saudaranya seiman. Bahkan ia
harus mengetahui hal-hal yang disukai dan hal-hal yang tidak disukainya hingga dapat
membantunya jika ia berbuat baik, memohonkan ampun untuknya jika ia berdosa, mendoakan
untuknya dengan kebaikan jika tidak berada di tempat dan mencintainya jika ia bertaubat.
Ta’aluf (saling bersatu)
Ta’aluf berarti bersatunya seorang muslim dengan muslim lainnya.
“Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara” (Ali ‘Imran : 103)
“Walaupun kalian membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi,
niscaya kalian tidak akan dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah
mempersatukan hati mereka.” (Al-Anfal:63)
Rasulullah saw. bersabda : “Ruh-ruh itu ibarat tentara-tentara yang
terkoordinasi; yang saling mengenal niscaya bersatu, sedangkan yang tidak saling
mengenal niscaya berpisah.” (HR. Muslim)
Maka salah satu kewajiban ukhuwah adalah, hendaknya seorang muslim menyatu dengan
saudaranya sesama muslim. Seiring dengan itu, hendaklah ia melakukan hal-hal yang bisa
menyatukan dirinya dengan saudaranya.
Suatu faktor global yang bisa mewujudkan ta’aluf adalah: “Hendaklah seorang muslim
konsisten melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah dan meninggalkan apa yang
dilarang-Nya.”
Tafahum (saling memahami)
Hendaklah terjalin sikap tafahum (saling memahami) antara seorang muslim dengan
saudaranya, yang diawali dengan kesepahaman dalam prinsip-prinsip pokok ajaran Islam, lalu
dalam masalah-masalah cabang yang juga perlu dipahami secara bersama.
Bersikap husnudzan jangan su’udzan.
Seorang muslim yang berusaha mencapai tingat tafahum dituntut agar mampu
mengendalikan diri, menguasai perasan dan emosi serta mengarahkan tingkah lakunya dan
pergaulan ke arah kemanusiaan yang bermartabat, bersopan santun dan bertenggang rasa,
tidak melukai perasaan atau menyakiti hati orang lain tanpa alas an.
Akhlak yang baik dapat merubah lawan yang dibenci menjadi kawan yang disenangi. Itu
lebih baik daripada menambah musuh.
“Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara
yang lebih baik, sehingga orang yang diantaramu dan dia ada permusuhan seolah-
olah telah menjadi teman yang setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali
kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika setan
mengganggumu dengan suatu gangguan maka mohonlah perlindungan kepada
Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
(Fushilat 41:34-35)
“Maka disebabkan Rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan-lah
ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.

65
(QS. Ali Imran 3:159)
Ri’ayah (perhatian)
Hendaknya seorang muslim memperhatikan keadaan saudaranya agar ia bisa bersegera
memberikan pertolongan sebelum saudaranya tersebut memintanya karena pertolongan
merupakan salah satu hak saudaranya yang harus ia tunaikan.
“Tidaklah beriman seseorang dari kalian sehingga ia mencintai untuk saudaranya
sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Salah satu bentuk perhatian adalah hendaknya seorang muslim menutupi aib saudaranya.
“Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba yang lain kecuali Allah akan
menutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR. Muslim)
Bentuk perhatian lainnya adalah hendaknya ia berusaha sekuat tenaga untuk
menghilangkan kecemasannya apabila sedang tertimpa kecemasan, meringankan kesulitan yang
dihadapinya, menutupi aibnya dan membantunya dalam memenuhi kebutuhan.
“Barangsiapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan
menghilangkkan satu kesusahannya di hari kiamat. Barangsiapa menutupi aib
seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat. Allah selalu
menolong seorang hamba selama dia menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Bentuk perhatiannya lainnya adalah hendaknya ia menjalankan kewajiban-kewajiban yang
ditetapkan Islam atasnya untuk saudaranya.
“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam.” Ditanyakan, “Apakah
keenam hak itu wahai Rasulullah?” Beliau saw. bersabda, “Jika engkau berjumpa
dengannya maka ucapkanlah salam, jika ia mengundang maka penuhilah
undangannya, jika ia meminta nasihat kepadamu maka nasihatilah, jika ia bersin
lalu memuji Allah maka ucapkanlah: yarhamukallah, jika ia sakit maka kunjungilah,
dan jika ia meninggal maka antarkanlah jenazahnya.” (HR. Muslim)
Secara lebih rinci hak-hak persaudaraan yang harus dipenuhi dalam ukhuwwah Islamiyah
akan dibahas pada bagian 4.f.
Ta’awun (saling membantu)
Allah swt. telah memerintahkan hamba-hambanya yang beriman untuk bantu-membantu
dalam melaksanakan kebaikan (al-birr) dan dalam meninggalkan kemungkaran yang disebut
dengan (at-taqwa).
Indikasi-indikasi ta’awun yang dilaksanakan oleh orang-orang yang berukhuwah dalam Islam
diantaranya :
- Ta’awun dalam memerintahkan yang ma’ruf, mengamalkan kebaikan, dan melaksanakan
ketaatan sesuai dengan petunjuk Islam. Sebaik-baik sahabat adalah yang mengingatkanmu
apabila lupa dan membantumu apabila ingat.
- Ta’awun dalam meninggalkan kemungkaran, hal yang diharamkan dan bahkan hal yang
makruh
- Ta’awun dalam upaya terus-menerus mengubah manusia dari satu keadaan kepada
keadaan lain yang lebih diridhai Allah swt.
Tanashur (saling menolong)
Ia masih sejenis dengan ta’awun, tetapi memiliki pengertian yang lebih dalam dan lebih
menggambarkan makna cinta dan loyalitas.
Tanashur diantara dua orang yang berukhuwah dalam Islam memiliki banyak makna, di
antaranya :
- Seseorang tidak menjerumuskan saudaranya kepada sesuatu yang buruk atau dibenci
- Mencegah saudaranya dan menolongnya dari setan yang membisikkan kejahatan
kepadanya dan dari pikiran-pikiran yang buruk yang terlintas pada dirinya untuk menunda
pelaksanaan amal kebaikan
- Menolong menghadapi setiap orang yang menghalanginya dari jalan kebenaran
- Menolongnya, baik saat menzhalimi (dengan cara mencegahnya dari perbuatan zhalim)

66
maupun saat dizhalimi (dengan berusaha menghindarkannya dari kezhaliman yang
menimpanya)
Tidak akan terjadi tanashur diantara orang-orang yang bersaudara dalam Islam kecuali
masing-masing bersedia memberikan pengorbanan untuk saudaranya, baik pengorbanan
waktu, tenaga, maupun harta.
Itsar (mendahulukan kepentingan saudaranya daripada kepentingan dirinya sendiri)
Ketika bergolak medan peperangan Yarmuk, ada kisah emas tentang bagaimana ruh
ukhuwwah sejati ditampilkan shahabat. Diketengahkan oleh al-Qurthubi tentang pengalaman
seorang shahabat Rasulullah saw. “Aku bermaksud mencari keponakanku. Hendak kuberi
minum ia pada saat-saat akhir menjelang ajalnya. Aku katakana padanya,” ‘Minumlah air ini.’
Dia menganggukkan kepala. Sejurus kemudian terdengar rintihan memelas shahabat
disampingnya, penuh belas kasih. Keponakanku mengisyaratkan agar aku menemuinya. Ah,
ternyata Husein bin ‘Ash.
‘Minumlah ini,’ kataku sambil menyodorkan air yang tadi kubawa. Husein menganggukkan
kepada Namun berbarengan dengan itu terdengar seseorang di sampingnya mengerang
kehausan. Husein menyuruhku agar memberikan air kepada orang tersebut. Ketika kutemui
shahabat tadi, ia sudah gugur. Lantas aku bergegas kepada Husein, iapun telah gugur. Kemudian
aku menuju keponakanku, dan .. ia pun telah pulang ke pangkuan Rabb-nya.
Sementara itu, di episode lain dari sekian puluh kejadian-kejadian sirah Rasulullah dan para
shahabat, adalah Abdurrahman bin Auf yang Muhajirin dan Sa’ad bin Rabi’ yang Anshar.
Selayaknya kaum Muhajirin yang meninggalkan kampung halaman tanpa banyak perbekalan,
Ibnu Auf mulanya jelas terbilang miskin. Sebaliknya Sa’ad bin Rabi’ adalah aghniya, hartawan
dengan kekayaan melimpah. Keduanya dipersaudarakan oleh Rasulullah saw. Terjadilah dialog
dengan muatan ruh ukhuwwah Islamiyah sejati antara keduanya. Berkata Sa’ad, “Akhi, aku
adalah penduduk Madinah yang kaya. Pilih separuh hartaku dan ambillah! Dan aku punya dua
istri, pilih yang menarik hatimu, biar nanti kucerai salah satunya hingga engkau bisa
memperistrikannya.”
Dengan penuh kasih Abdurrahman bin Auf menjawab, “Semoga Allah merahmatimu, harta
dan istri-istrimu. Sekarang, tolong tunjukkan di mana letak pasar, biar aku bisa berdagang.”
Dua penggal kisah diatas merupakan kisah sejati yang menggambarkan ruh itsar kepada
kita.
Kalau dicermati, fenomena persaudaraan pada sahabat itu senantiasa dimulai dengan
keikhlasan untuk memikul sekian keprihatinan perjuangan. Pementasan ukhuwwah Islamiyah
para shahabat berada di sebuah panggung kehidupan yang bernama ‘jihad di jalan Allah’.
Kejadian-kejadian dahsyat dalam sejarah tadi beruanglingkupkan atmosfir penegakan kalimat
Allah dalam pengertian yang sebenar-benarnya.
Pribadi-pribadi yang bertemu dalam forum ukhuwwah Islamiyah adalah pribadi-pribadi
yang telah memiliki kesamaan pemahaman terhadap problematika ummat, sadar terhadap
kewajibannya sebagai muslimin taat. Mereka mempunyai kepedulian tinggi, keterlibatan dan
rasa memiliki terhadap nasib ummat. Mereka terkondisi untuk selalu memikirkan bagaimana
dakwah harus dijalankan. Terikat satu sama lain dalam tugas suci meninggikan kalimat Allah. Ini
dilakoni oleh mereka dalam segala suasana: sedih, tragis, suka, untung atau mengharukan.
Semuanya dikerjakan secara bersama senasib dan sepenanggungan.
Padahal semua mafhum betapa jalan dakwah yang dilalui para shahabat penuh dengan
situasi rumit. Himpitan-himpitan ‘ipoleksosbud-hankam’ dari kaum musyirikin, terror fisik dan
mental, tanggungan perasaan karena kurangnya harta, dan situasi-situasi tragic lain. Di forum
semacam itulah ukhuwwah antara para shahabat terjadi.
Menyimak latar belakang itu, wajar jika para shahabat begitu spektakuler dalam
menampilkan ruh ukhuwwah Islamiyah. Ini terjadi ternyata diawali oleh pra kondisi yang
pengundang perasaan heroik. Ada suasana perjuangan yang mengharukan. Beban tanggung
jawab yang sama terhadap kebenaran menjadikan mereka bisa bahu-membahu satu dengan

67
yang lain.
Dengan ini maka solidaritas yang dibangun adalah yang mengarah pada visi keummatan.
Bukan solidaritas kelompok yang justru bisa menghambat lahirnya ukhuwwah.
Pada akhirnya, egoisme golongan dapat ditekan sekecil mungkin atau dimusnahkan. Ketika
tidak lagi berpikir tentang kelompok, kemudian mengarahkan keterlibatannya pada hal-hal
yang besar yang dihadapi ummat, menanggung keprihatinan-keprihatinan bersama atas kondisi
dakwah; mereka lebih mungkin berbicara soal ukhuwwah Islamiyah sejati. Tanpa adanya pra
kondisi ini, tanpa mewujudkan lebih dahulu kesadaran terhadap perjuangan dakwah, rasa-
rasanya ukhuwwah sejati akan sulit diwujudkan.
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar)
sebelum (kedatangan) mereka (muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah
kepada mereka dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap
apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang muhajirin) dan mereka
mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka
dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr:9)
Hal-hal yang 1. Memberitahukan kecintaan pada yang kita cintai
menguatkan Bersabda Nabi saw.: Jika seorang cinta kepada saudaranya harus memberitahu
Ukhuwwah kepadanya bahwa ia kasih sayang kepadanya karena Allah. (HR. Abu Dawud)
Islamiyah Anas r.a. berkata: Ada seorang duduk di sisi Nabi saw. mendadak ada seorang
berjalan, maka orang itu berkata: Ya Rasulullah saya sungguh cinta pada orang itu.
Nabi bertanya: Apakah sudah kauberitahu padanya, bahwa kau cinta padanya?
Jawabnya: Belum. Bersabda Nabi saw.: Beri-tahukanlah ia. Maka dikejarnya dan
dikatakan kepadanya: Sesungguhnya saya cinta padamu karena Allah. Jawabnya:
Semoga Allah cinta kepadamu, sebagaimana kau cinta kepadaku karena Allah. (HR.
Abu Dawud)
2. Memohon dido’akan bila berpisah
3. Menunjukkan kegembiran & senyuman bila berjumpa
4. Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non-muhrim)
Bersabda Rasulullah saw.: Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, kamu tiada
dapat masuk sorga sehingga percaya (beriman) dan tidak percaya (beriman)
sehingga kasih sayang pada semua manusia. Sukakah saya tunjukkan perbuatan,
kalau kamu kerjakan timbul rasa kasih saying? Sebarkanlah salam di antara kamu.
(HR. Muslim)
5. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan
6. Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu
7. Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara)
8. Memperhatikan saudaranya & membantu keperluannya
9. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya
Hak-hak Hak-hak seorang Muslim atas Muslim lainnya secara umum :
Persaudaraan 1. Menutupi Aib Saudara Seiman
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak menzhalimi atau
mencelakakannya. Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya sesama muslim
dengan menghilangkan satu kesusahan darinya, niscaya Allah akan menghilangkan
darinya satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan di hari kiamat. Dan
barangsiapa menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aibnya pada
hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari)
2. Membela Saudara Seiman yang Digunjing
Pada dasarnya, ia tidak boleh mendengarkan kata-kata buruk yang diarahkan untuk
menggunjing saudaranya seiman, akan tetapi apabila terlanjur terjadi dan ia mendengarnya, ia
berkewajiban membela dan membantah penggunjingannya, demi memenuhi hak saudaranya

68
seiman.
“Apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami,
tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Jika
setan menjadikan lupa (akan larangan ini), janganlah kamu duduk bersama orang-
orang yang zhalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” (Al-An’am:68)
“Barangsiapa membela kehormatan saudaranya, Allah akan menjauhkan
neraka dari wajahnya pada hari kiamat.” (HR. Tirmidzi)
3. Memaafkan Saudara Seiman
“Bersegeralah kalian menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya
seluas langit dan bumi, yang Dia sediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.
(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun
sempit, serta orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran:133-134)
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta
berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raf:199)
“Akan tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (Asy-Syura:43)
4. Berbuat Baik terhadap Saudara Seiman
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian agar berlaku adil dan berbuat baik.”
(An-Nahl:90)
a. Mengunjungi, menjenguk, dan memberinya hadiah, tidak membeli barang yang sudah
dibelinya dan tidak mendiamkannya melebihi tiga hari
“Ada seorang lelaki mengunjungi saudaranya di suatu desa. Maka Allah
mengutus seorang malaikat untuk menemuinya. Ketika sampai, utusan itu berkata,
‘Hendak kemanakah engkau?’ ‘Aku hendak menemui saudaraku yang berada di
desa ini,’ jawab lelaki itu. ‘Apakah engkau menginginkan suatu nikmat tertentu
yang hendak kau dapatkan darinya?’ ‘Tidak, aku hanya mencintainya karena Allah,’
jawab lelaki itu. ‘ Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, untuk
menyampaikan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai
saudaramu karena-Nya.’” (HR. Muslim)
“Barangsiapa menjenguk orang yang sakit atau mengunjungi saudaranya
seiman karena Allah, ada (malaikat) yang memanggilnya, ‘Bagus engkau, bagus
pula perjalananmu. Semoga engkau menempati rumah di dalam surga.” (HR.
Muslim)
“Apabila seorang muslim berkunjung kepada saudaranya seiman, hakikatnya ia
berada di kebun surga, sampai ia kembali.” (HR. Muslim)
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah niscaya kalian saling mencintai dan
hilanglah rasa benci.” (HR. Malik)
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, karena sesungguhnya hadiah itu
menghilangkan kemarahan di dada. Janganlah seorang yang bertetangga mencela
hadiah dari tetangganya, walaupun hanya berupa kuku kambing.” (HR. Tirmidzi)
‘Janganlah salah seorang dari kalian menjual barang yang sudah dibeli orang
lain dan janganlah kalian melamar perempuan yang sudah dilamar oleh orang
lain.” (HR. Tirmidzi)
“Tidaklah dihalalkan bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi
tiga malam. Keduanya saling bertemu namun satu sama lain saling berpaling.
Orang yang paling baik di antara keduanya adalah yang memulai dengan salam.”
(HR. Muslim)

b. Memberikan senyuman dan membantunya sesuai dengan kemampuan


“Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah. Amar ma’ruf nahi munkar

69
yang kau lakukan adalah sedekah. Engkau menunjuki seseorang yang tersesat di
suatu tempat, juga merupakan sedekah bagimu. Jika engkau menyingkirkan batu,
duri, dan tulang dari jalan juga merupakan sedekah bagimu.” (HR. Tirmidzi)
“Setiap kebaikan adalah sedekah, dan diantara kebaikan itu adalah: engkau
menjumpai saudaramu dengan wajah berseri.” (HR. Tirmidzi)
“Janganlah kau meremehkan kebaikan sekecil apapun, sekalipun sekadar wajah
berseri yang kau berikan ketika berjumpa saudaramu.” (HR. Muslim)
c. Tidak menimpakan bahaya dan tidak mengancam, baik dengan serius maupun sekedar
bergurau, seremeh apa pun, baik bersifat material maupun nonmaterial
“Terkutuklah siapa saja yang menimpakan bahaya atau membuat tipu daya
atas seorang mukmin.” (HR. Tirmidzi)
“Mencela seorang muslim adalah kefasikan, sedangkan memeranginya adalah
kekafiran.” (HR. Bukhari)
“Barangsiapa mengacungkan sepotong besi (mengancam) kepada saudaranya,
malaikat melaknatinya sampai ia meninggalkannya, meskipun itu dilakukan
terhadap saudara seayah atau seibu.” (HR. Muslim)
“Janganlah salah seorang dari kalian mengacungkan senjata kepada
saudaranya, karan ia tidak tahu jika setan menggerakkan tangannya sehingga ia
terperosok ke lubang neraka.” (HR. Muslim)
d. Memenuhi kebutuhan-kebutuhannya
“… dan Allah menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR.
Tirmidzi)
“… dan barangsiapa tengah memenuhi hajat saudaranya, niscaya Allah
memenuhi hajatnya.” (HR. Bukhari)
“Setiap muslim harus bersedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Nabi Allah,
bagaimana dengan orang yang tidak memiliki harta?” Beliau bersabda, “Bekerjalah
dengan tangannya, sehingga ia bermanfaat bagi dirinya lalu bersedekah.” Mereka
bertanya lagi, “Bagaimana kalau ia tidak punya?” Beliau bersabda, “Membantu
orang yang membutuhkan lagi meminta pertolongan.” Mereka bertanya, “Kalau
tidak bisa?” Beliau bersabda, “Hendaklah ia melakukan kebajikan dan menahan diri
dari kejahatan, karena keduanya merupakan sedekah baginya.” (HR. Bukhari)
Derajat paling minimal dalam memenuhi kebutuhan saudaranya adalah memenuhi
kebutuhannya ketika ia memintanya.
5. Menahan Diri dari Membicarakan Aib Saudaranya Seiman
a. Tidak menyebut aib saudaranya dengan lisan
“Orang-orang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari
gangguan lidah dan tangannya.”
“Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya?
Tentulah kalian merasa jijik kepadanya.” (al-Hujurat:12)
b. Tidak menyebut aib saudaranya di dalam hati
“Hendaklah kalian menjauhi prasangka, karena prasangka itu merupakan
sedusta-dusta perkataan.” (HR. Bukhari)
“Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki dan saling
membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang berukhuwah…” (HR.
Muslim)
c. Hak untuk tidak didebat
Rasulullah saw. bersabda: “Aku menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi
siapa saja yang meninggalkan perdebatan sekalipun ia benar, satu rumah di tengah
surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bergurau, dan satu
rumah di tempat tertinggi surga bagi siapa saja yang berakhlak mulia.” (HR. Abu
Dawud)

70
“Tinggalkanlah perdebatan karena sedikit kebaikannya. Tinggalkanlah
perdebatan karena manfaatnya sedikit dan bisa menimbulkan permusuhan sesama
saudara.” (HR. Dailami)
“Janganlah engkau mendebat saudaramu, jangan mempermain-kannya, jangan
pula memberi janji kepadanya lalu mengingkarinya.” (HR. Tirmidzi)
d. Hak untuk tidak disebarkan rahasianya
Nabi saw. bersabda: “Tidaklah dua orang duduk bercakap-cakap kecuali dengan
amanah. Tidaklah dihalalkan bagi salah satu dari keduanya untuk menyebarkan
rahasia sahabatnya yang tidak diinginkannya.” (HR. Abu Bakar bin Bilal)
6. Hak untuk Dibicarakan oleh Saudaranya dengan Apa yang Disukainya
a. Hak untuk dipanggil dengan nama yang paling disukai
Umar ra. berkata, “Ada dua hal yang bisa menjernihkan cintamu kepada saudara-
saudaramu: hendaklah engkau mengucapkan salam kepadanya terlebih dahulu ketika
berjumpa, dan panggillah ia dengan nama yang paling disukainya.”
b. Memuji kebaikan-kebaikan yang diketahuinya
Memuji yang dimaksud berbeda dengan menyanjung di hadapan orang yang disanjung,
karena sikap yang terakhir ini dicela Islam.
Pujian ini semakin penting apabila ia memuji kebaikan-kebaikan saudaranya di hadapan
orang yang bisa mendapatkan manfaat dari pujian tersebut, sehingga orang tersebut
memperbaiki pandangannya terhadap orang yang dipuji.
Adalah merupakan salah satu etika Islam apabila seorang muslim memuji saudaranya
seiman, hendaklah mengatakan, “Saya kira dia demikian, saya tidak menyucikan seorang
pun dihadapan Allah.”
c. Menyampaikan kepada saudaranya pujian orang lain
d. Berterima kasih terhadap kebaikannya
“Barangsiapa diperlakukan baik, lalu berkata kepada pelakunya, ‘Semoga Allah
membalasmu dengan yang lebih baik,’ berarti ia telah berterima kasih.” (HR.
Tirmidzi)
7. Hak untuk Mendapatkan Nasihat dan Pengajaran
“Agama adalah nasihat,” Sahabat bertanya, “Untuk siapa?” Nabi saw.
menjawab, “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, imam-imam kaum muslimin, dan
orang-orang awam di antara mereka.” (HR. Muslim)
a. Jauhkan nasihat dari tujuan mencari muka
Nasihat disebut sebagai usaha mencari muka, jika engkau menasihati saudaramu untuk
kepentinganmu sendiri atau untuk mewujudkan ambisimu. Nasihat semacam ini tidak
membawa kebaikan bagi saudaramu, namun membawa kebaikan bagi dirimu sendiri.
b. Menahan diri
Salah satu etika nasihat adalah, hendaknya penasihat menahan diri dari sikap yang
mengharuskannya memberi nasihat untuk beberapa waktu. Diperbolehkannya menahan
diri ini harus dengan syarat bahwa sikap ini benar-benar memberi kemaslahatan agama dan
keselamatan bagi pelakunya.
c. Hendaknya aib yang dinasihatkan untuk ditinggalkan itu tidak disadari oleh pelakunya
d. Hendaklah ditunjukkan aibnya
Umar bin Khathab ra. pernah meminta kepada saudara-saudaranya untuk menunjukkan
aib dirinya. Ia berkata, “Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan aib saudaranya.”
e. Yang dinasihati harus mencintai penasihatnya
Jika itu dilakukan tentu akan mengundang rasa cinta dan simpati lebih dalam.
f. Menahan diri dari menasihati atas sifat bawaan seseorang
Karena terkadang aib yang terdapat pada seseorang merupakan pembawaan yang ia
tidak bisa melepaskan diri darinya.
Namun apabila ia memperlihatkan aib itu, hendaklah saudaranya memberi nasihat

71
dengan lemah lembut.
g. Hendaklah berlapang dada dan memaafkan
8. Hak untuk Mendapatkan Kesetiaan (Wafa’)
Sikap setia adalah sikap konsisten dalam mencintai baik ketika saudaranya masih hidup
maupun setelah kematiannya.
9. Hak untuk Diringankan Bebannya
a. Tidak membebani dengan sesuatu yang memberatkan
b. Jangan sampai orang lain meminta untuk dipenuhi hak-haknya
c. Tidak meminta orang lain rendah hati kepadanya
“Rendahkanlah hatimu terhadap orang-orang yang mengikuti-mu, yaitu orang-orang
yang beriman.” (Asy-Syu’ara:215)
d. Mempergauli saudaranya sesama muslim dengan bersahaja tanpa takalluf (memaksakan
diri)
e. Hendaknya seorang muslim berprasangka baik kepada saudaranya dan memandangnya
lebih baik daripada dirinya sendiri
10. Hak Seorang Muslim atas Muslim yang Lain untuk Didoakan, Baik Semasa Hidupnya maupun
setelah Mati
“Orang-orang yang datang setelah mereka mengatakan, ‘Wahai Tuhan kami,
ampunilah kami dan orang-orang yang telah mendahului kami dalam keimanan, dan
janganlah Engkau jadikan di dalam hati kami perasaan dengki terhadap orang-orang
yang beriman. Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang.” (Al-Hasyr:10)
Buah Ukhuwah 1. Merasakan lezatnya iman
Islamiyah Bersabda Nabi saw. : Tiga sifat siapa yang memilikinya akan merasakan kelezatan
iman: (1) Jika ia mencintai Allah dan Rasulullah lebih dari lain-lain-Nya (2) Jika ia
mencintai sesama manusia semata-mata karena Allah (3) Jika engkau membenci
kembali kepada kafir setelah diselamatkan Allah daripadanya sebagaimana engkau
enggan dimasukkan ke dalam neraka.” (HR. Bukhari, Muslim)
2. Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat
Bersabda Nabi saw. : Tujuh macam orang yang bakal dinaungi Allah di bawah
naungan-Nya, pada hari tiada naungan kecuali naungan Allah; (1) Pemimpin (raja)
yang adil. (2) Pemuda yang rajin dalam ibadat kepada Allah. (3) Seorang yang
selalu gandrung hatinya pada masjid. (4) Dua orang yang kasih sayang karena
Allah, baik di waktu berkumpul atau berpisah. (5) Seorang lelaki yang diajak berzina
oleh wanita bangsawan cantik kemudian ia berkata: Saya takut kepada Allah. (6)
Seorang bersedekah dengan diam-diam sehingga tangan yang sebelah kanan tidak
tahu apa yang disedekahkan oleh tangan sebelah kirinya. (7) Seorang yang ingat
(berdzikir) pada Allah dengan sendirian, maka mencucurkan air mata. (HR. Bukhari,
Muslim)
“Pada hari kiamat Allah akan berfirman: Di manakah orang yang kasih sayeng
karena kebesaran-Ku, kini Aku naungi di bawah naungan-Ku, pada saat di mana
tiada naungan kecuali naungan-Ku.” (HR. Muslim)
Referensi Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Al-Ukhuwwah al-Islamiyah, takwin as-Syaksyiyah al-Insaniyah
Dr. Abdul Halim Mahmud, Fiqh Al-Ukhuwwah fi Al-Islami
Ust. Husni Adham Jarror, Bercinta dan Bersaudara karena Allah
Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Meraih Nikmatnya Iman
https://fadhlihsan.wordpress.com/2015/03/06/kisah-dusta-3-abu-bakar-tersengat-kalajengking/

72
‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Materi : Adab – Adab Hati Seorang Muslim


Tujuan - Memahami pengertian adab hati
- Memahami yang termasuk kedalam adab – adab hati
- Mengamalkan adab – adab hati seorang Muslim
Materi Pokok - Yang termasuk kedalam adab – adab hati

Kisah Terkait Kisah Kejujuran Bung Hatta

Adakah pejabat yang mampu mengendalikan diri untuk tidak korupsi? Entahlah. Rasa saat ini sulit
ditemui pejabat yang juru dan anti korupsi. Tetapi Bung Hatta, Proklamator dan Wakil Presiden RI
pertama telah memberikan contoh, bahwa sebenarnya kontrol diri untuk tidak korupsi itu bisa
dilakukan.

Salah satu kisah yang menarik dari Bung Hatta dan selalu diingat masyakarat adalah kisah tentang
sepatu Bally yang mekipun sangat diidam-idamkannya, tetapi hingga akhir hayatnya tidak dia
dapatkan.

Pada tahun 1950-an, Bally adalah merek sepatu mewa yang berharga mahal. Ketika itu, Bung Hatta,
yang wakil presiden berniat membelinya. Lalu dia menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat
penjualnya.

Kemudian dia pun menabung untuk meuwujudakan keinginnya tersebut. Namun, dalam waktu yang
cukup lama, uang tabungan tidak pernah cukup untuk membeli sepatu Bally. Penyebabnya, adalah
karena uang tabungan selalu dikurangi untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu orang-
orang yang datang kepadanya guna meminta pertolongan. Akibatnya, keinginan Bung Hatta untuk
membeli sepasang sepatu Bally tak pernah kesampaian hingga akhir hayatnya. Bahkan, yang lebih
mengharukan, ternyata hingga wafat, guntingan iklan sepatu Ball tersebut masih tersimpan dengan
baik.

Andai saja Bung Hatta mau memanfaatkan posisinya saat itu, sebenarnya sangatlah mudah baginya
untuk memperoleh sepatu Bally. Tinggal ngomong saja dengan para duta besar atau pengusaha yang
menjadi kenalannya, pasti akan dibelikan. Bahkan tidak hanya sepatu bally, barang yang lebih mahal
pun mudah dia dapatkan. Tetapi semua itu tidak dilakukannya.

Selain sepatu Bally, ternyata Hatta juga tidak mampu mesin jahit yang juga sudah lama didambakan
sang istri. Ketika itu, Hatta mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden, 1 Desember 1956, uang
pensiun yang diterimanya sangat kecil. Bahkan saking kecilnya, sampai-sampai hampir sama dengan
Dali, sopirnya yang digaji pemerintah. Dalam kondisi seperti ini, keuangan keluarga Bung Hatta
memang sangat kritis.

Bung Hatta pernah pula mengembalikan sisa uang transportasi sepulang dari Swedia. Ketika itu Bung
Hatta mendapati uang masih bersisa, dan karena dia merasa bukan haknya, uang itu dikembalikannya
ke kas negara.

Di lain waktu suatu saat Bung Hatta kaget melihat tagihan listrik, gas, air, dan telepon yang harus
dibayarnya, karena mencekik leher. Menghadapi keadaan itu, Bung Hatta tidak putus asa. Dia
semakin rajin menulis untuk menambah penghasilannya. Baginya, biarpun hasilnya sedikit, yang
penting diperoleh dengan cara yang halal.
73
Yang Termasuk 1. Jujur
Adab-adab Hati
Jujur

Seorang Muslim harus jujur, tidak suka berdusta. Berani mengatakan yang benar, meskipun
mengandung resiko bagi dirinya, tanpa takut celaan orang. Dusta merupakan salah satu sifat buruk
dan tercela serta merupakan pintu gerbang menuju godaan-godaan syetan. Menjaga diri dari dosa
dusta, akan menciptakan imunitas dalam jiwa yang melindungi dari bisikan dan godaan syetan,
sehingga ia tetap di dalam kebersihan, kesucian dan ketinggiannya.

“Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan (ta’at) dan kebaikan itu
membawa ke sorga. Dan seseorang membiasakan dirinya berkata benar hingga tercatat di
sisi Allah siddiq. Dan dusta membawa kepada dosa sedang dosa membawa ke neraka. Dan
seseorang suka berdusta hingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari,
Muslim)

Manusia yang selalu melatih diri untuk kebaikan, akhirnya kebaikan itu menjadi tabi’at kebiasaannya.
Dan apabila telah menjadi demikian, maka mudahlah ia melakukannya.

“Tinggalkan apa yang kau ragu-ragukan dan kerjakan apa yang tidak kau ragu-ragukan.
Sesungguhnya kebenaran membawa ketenangan dan dusta itu menimbulkan keragu-
raguan.” (HR. Tirmidzi.)

Perintah kepada orang-orang beriman agar berteman dengan orang-orang yang jujur :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah 9:119)

Tidak Dusta

“Tanda orang munafiq itu tiga. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi dan
jika dipercaya khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)

Dan sesungguhnya orang-orang munafik akan dilemparkan ke dalam kerak api neraka.

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah
dari neraka dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi
mereka.” (QS. An Nisa 4:145)

Bersabda Rasulullah saw.: Siapa yang mengambil hak seorang muslim dengan sumpah
palsunya, maka Allah telah mewajibkan baginya neraka, dan mengharamkan dari sorga.
Seorang bertanya: Walaupun barang sedikit ya Rasulullah? Jawab Nabi: Walau sekecil
batang kayu arok (sikat untuk gosok gigi)

Mengambil hak orang lain itu sudah berdosa, maka kalau pengambilan itu disertai dengan sumpah
palsu, yang berarti orang itu merasa seolah-olah barang yang diambil itu telah menjadi halal baginya,
karena telah menang perkara dengan sumpah palsunya, maka Allah akan menetapkan baginya neraka
dan mengharamkannya dari sorga.

2. Adil

Adil

74
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu (untuk) menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguh-nya Allah Memberi
Pengajaran yang sebaik-baiknya kepada-mu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.” (QS. An Nisa’ 4:58)

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-
kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berbuat yang tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah itu Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maidah 5:8)

“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Kami tidak Memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar
kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil
kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah Janji Allah. Yang demikian itu
Diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (QS. Al An’am 6:152)

Adil yang dikenal oleh individu muslim dan masyarakat Islam adalah keadilan hakiki yang penuh
ketulusan, tidak berat sebelah meskipun terhadap musuh yang sangat dibenci. Harus ditegakkan
keadilan yang tidak pandang bulu, sekalipun menghadapi sanak saudara/keluarga atau orang-orang
yang disegani.

Rasulullah SAW telah memberikan contoh dalam hal bertindah adil :


Ketika datang Usamah bin Zaid mengusulkan agar diberikan keringanan hukuman bagi
seorang perempuan dari Bani Mahzum yang mencuri, padahal Rasulullah SAW bermaksud
untuk memotong tangannya. Rasulullah bersabda kepada Usamah: “Apakah Anda
bermaksud hendak meringankan (membebaskan) hukuman terhadap seorang yang telah
menjadi ketentuan Allah, Hai Usamah? Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad
mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” (HR. Bukhari, Muslim)

Dalam sejarah Islam pernah terjadi kasus hilangnya baju besi Ali bin Abi Thalib r.a. yang ketika itu
menjabat sebagai khalifah. Seorang Yahudi dicurigai sebagai pencurinya. Ali bin Abi Thalib dan Yahudi
itu dihadapkan ke muka pengadilan. Di depan pengadilan yang dipimpin oleh Syuraih, khalifah Ali
tidak dapat memberikan kesaksian atau bukti yang jelas tentang keterlibatan si pencuri, walau
sebenarnya barang bukti curian (baju besi) itu dilihat dari ciri-cirinya jelas milik khalifah. Tetapi karena
bukti tidak kuat, maka hakim tidak dapat menghukum si Yahudi, malah dalam pengadilan itu khalifah
kalah dan si tertuduh bebas. Melihat betapa adilnya hukum Islam si Yahudi yang memang telah
mencuri baju besi itu tergetar hatinya. Akhirnya dia mengakui bahwa dialah pencurinya, baju besi itu
dikembalikannya kepada Ali, dia sendiri masuk Islam.
Karena itulah, seorang muslim dituntut untuk selalu berbuat adil baik dalam ucapan maupun dalam
tindakan. Sikap adil merupakan akar yang kuat di dalam masyarakat dan melambangkan kesucian
akidah.

Jangan Zhalim

“Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari Kiamat yaitu) ketika hati
(menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim
tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi

75
syafaat yang diterima syafaatnya.” (Al Mu’min 40:18)
Rasulullah saw. bersabda: Awaslah kamu daripada aniaya (zhalim), karena zhalim itu
merupakan kegelapan di hari qiamat, dan awaslah dari kikir karena kikir itulah yang telah
membinasakan ummat-ummat yang sebelum kamu. Mendorong mereka hingga
menumpahkan darah dan menghalalkan semua yang haram.” (HR. Muslim)

Firman Allah dalam hadits Qudsi :


“Hai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengharam-kan kezaliman (berbuat zalim)
pada diri-Ku, dan Aku jadikan sebagai perbuatan haram bagi kalian, maka itu janganlah
kalian berbuat zalim.” (HR. Muslim)

Allah sendiri telah mengharamkan perbuatan zalim atas diri-Nya, padahal Dia Al Khalik, Zat yang
paling berhak Menyombongkan diri-Nya. Apakah pantas bagi seorang muslim yang selalu berpegang
teguh pada tali diennya (Islam) itu hendak berbuat zalim ?

Rasulullah saw. bersabda: Sungguh pasti semua hak akan dikembalikan pada yang berhak
pada hari qiamat, hingga kambing yang tidak bertanduk diberi hak (kesempatan)
membalas pada kambing yang bertanduk.” (HR. Muslim)

Yaitu yang dahulu di dunia pernah ditanduk dan belum dapat membalas-nya, maka pembalasan
menurut keadilan telah dituntut dari binatang yang tidak berakal dan bagi yang berakal tentu lebih
pasti.

Bersabda Nabi saw.: Siapa yang merasa pernah berbuat aniaya pada saudaranya, baik
berupa kehormatan badan atau harta atau lain-lainnya, hendaknya segera minta halal
(ma’af)nya sekarang juga sebelum datang suatu hari yang tiada harta dinar atau dirham,
jika ia mempunyai amal salih, maka akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak
mempunyai hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya
untuk ditanggungkan kepadanya. (HR. Bukhari, Muslim)

Penganiayaan (perbuatan zhalim) dapat berupa: caci maki, tipuan, ghibah, copetan dan segala
gangguan dalam badan atau kekayaan atau kehormatan dsb.

“Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya, tidak menzaliminya, tidak
mengecewakannya. Dan barangsiapa yang memperhatikan keperluan saudaranya, pasti
Allah akan memperhatikan keperluannya. Dan barangsiapa yang melepaskan kesulitan
seorang muslim, pasti Allah akan melepaskan kesulitan orang itu dari berbagai kesulitan di
hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib dan rahasia) seorang muslim, pasti Allah
akan menutupi rahasia (aib) orang itu di hari kiamat” (HR. Bukhari)

3. Komit

Komit

“… dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (QS.
Al Isra’ 17:34)

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai Saksi-mu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah
Mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. An Nahl 16:91)

76
“Hai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengata-kan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan. Sungguh besar murka Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaaf 61:3-4)

Balasan terhadap yang melanggar janji :


“Bahwasannya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka
berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang
melanggar janjinya, niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri; dan
barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan Memberinya Pahala yang
besar.” (QS. Al-Fath 48:10)

Jauhi Nifaq

Berkata Rasulullah saw. bersabda: Empat sifat, siapa yang lengkap ada pada dirinya maka
ia munafiq betul-betul. Dan siapa yang mempunyai salah satu daripadanya; maka berarti
mempunyai salah satu sifat munafiq hingga ditinggal-kannya. Jika dipercaya khianat. Bila
bicara dusta. Jika berjanji ia menyalahi dan bila berdebat (bertengkar) melam-paui batas.
(HR. Bukhari, Muslim)

Dalam riwayat Muslim disebutkan : sekalipun orang itu berpuasa, shalat dan mengaku bahwa
dirinya seorang muslim!

4. Amanat

Amanat

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan (mengembalikan) amanat kepada yang


berhak (ahlinya).” (QS. An-Nisa’ 4:58)

Jangan Khianat

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang diperca-
yakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal 8:27)

“… Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-Anfal 8:58)
“Tanda orang munafiq itu tiga. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi dan
jika dipercaya khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)

5. Tawadhu’

Tawadhu’

Terutama dikalangan saudara-saudaranya sesama Muslim. Jangan hendaknya ia membeda-bedakan


antara yang kaya dengan yang miskin. Rasulullah saw. sendiri pernah berlindung kepada Allah dari
sifat sombong.
“Hai sekalian orang yang beriman, siapa yang murtad dari agamanya, maka Allah
akan mendatangkan kaum yang kasih kepada Allah, dan dikasihi oleh Allah,
merendah diri kepada sesama kaum mu’min; keras hati terhadap orang kafir.” (Al-
Maidah:54)

77
“Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup
yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang
kafir itu) dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah
kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. An Nahl 16:88)

“Negeri akhirat itu, Kami Jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin
menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang
baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Qashash 28:83)

Bersabda Rasulullah saw. : Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepada saya:


Bertawadhu’ (merendah dirilah) hingga seseorang tidak menyombongkan diri
terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap lainnya.” (HR. Muslim)

“Tiada berkurang harta karena sedekah dan Allah tiada menambah pada seorang
yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’
(merendah diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (HR. Muslim)

Anas r.a. berkata: Biasa unta Nabi saw. yang bernama Al’adhba tidak pernah dapat
dikejar, tiba-tiba pada suatu hari ada seorang badwi berkendaraan unta yang masih
muda dan dapat mengejar unta Al’adhba itu, hingga kaum muslimin merasa jengkel,
lalu Rasulullah saw. bersabda: Layak sekali bagi Allah, tiada sesuatu di dunia ini yang
akan menyombongkan diri melainkan direndahkan oleh-Nya. (HR. Bukhari)

Jangan Sombong

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
Menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (HR. Luqman 31:18)

Bersabda Nabi saw.: Tiada masuk ke sorga, siapa yang di dalam hatinya ada seberat
dzarrah (atom yang kecil) dari sombong. Maka seorang berkata: Adakalanya seorang
itu suka berpakaian bagus. Sabda Nabi saw.: Sesungguhnya Allah indah dan suka
keindahan. Sombong itu ialah menolah hak kebenaran dan merendahkan orang. (HR.
Muslim)

Haritsah bin Wahab r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Sukakah saya beritahukan kepadamu orang-orang ahli neraka? Ialah tiap-tiap orang
yang kejam, rakus dan sombong. (HR. Bukhari, Muslim)

“Ketika seorang berjalan dengan pakaian yang indah, bersisir rambut dengan
sombong dan congkak jalannya. Tiba-tiba Allah membinasakannya, hingga ia timbul
tenggelam di tanah sampai hari qiamat (ialah Qorun di zaman Musa a.s.) (HR.
Bukhari, Muslim)

Kisah Qarun dan kekayaannya yang harus menjadi pelajaran bagi manusia:
“Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya
terhadap mereka, dan Kami telah Menganugerahkan kepadanya perbendaharaan
harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat.
(Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah kamu terlalu bangga;
sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.”

78
Dan carilah pada apa yang telah Dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah Berbuat Baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak Menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Qarun berkata,
“Sesungguh-nya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” Dan
apakah ia tidak mengetahui, bahwasannya Allah sungguh telah Membinasakan
umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpul-
kan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang
dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya.
Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, “Moga-moga kiranya
kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguh-nya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” Berkatalah orang-orang yang
dianugerahi ilmu, “Kecelakaan yang besarlah bagimu, Pahala Allah adalah lebih baik
bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh Pahala itu,
kecuali oleh orang-orang yang sabar.” Maka Kami Benamkan Qarun beserta
rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak aa baginya suatu golongan pun yang
menolongnya terhadap Azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang
dapat) membela (dirinya).” (QS. Al Qashash 28: 76-81)

Balasan bagi orang yang sombong :


“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim
(berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang pada malaikat memukul
dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” Di hari ini kamu
dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan
terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu
menyombongkan diri terhadap Ayat-ayat-Nya.” (QS. Al An’am 6:93)

“Dan apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah


kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya)
neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-
buruknya.” (QS. Al Baqarah 2:206)

“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan


menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka
pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke
lubang jarum. DemikianlahKami Memberi Pembalasan kepada orang-orang yang
berbuat kejahatan.” (QS. Al-A’raf 7:40)
Tidak akan dibukakan pintu langit maksudnya doa dan amal mereka tidak diterima Allah.

6. Pemaaf

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta
berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf 7:199)

“Dan bersegeralah kamu kepada Ampunan dari Tuhan-mu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang. Allah Menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali ‘Imran 3:133-

79
134)

Bersabar dan memberi maaf lebih baik daripada mengambil pembalasan : (pahala bagi orang yang
memberi maaf)

“Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di
dunia; dan yang ada pada Sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang
beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakal, dan (bagi) orang-
orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji dan apabila
mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhan-nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan
sebagian dari Rezeki yang Kami Berikan kepada mereka. Dan (bagi) orang-orang
yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. Dan balasan
suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan
berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak
Menyukai orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya, orang-orang yang membela
diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. Sesungguhnya dosa itu
atas orang-orang yang berbuat zaalim kepada manusia dan melampaui batas di
muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang
bersabar dan memaafkan sesung-guhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk
hal-hal yang diutamakan.” (QS. Asy Syura 42:36-43)

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara


kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kamu
kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada Jalan
Allah dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak
ingin bahwa Allah Mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. An Nur 24:22)

“Tiada berkurang harta karena sedekah dan Allah tiada menambah pada seorang
yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’
(merendah diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (HR. Muslim)
“Bukan seorang yang kuat itu, yang kuat bergulat. Tetapi orang yang sungguh kuat,
yaitu yang dapat menahan hawa nafsu ketika marah.” (HR. Bukhari, Muslim)

Keteladanan Nabi SAW. :


Aisyah r.a. bertanya kepada Nabi saw.: Pernahkah terjadi padamu suatu hari yang
lebih berat daripada penderitaanmu ketika perang Uhud? Jawab Nabi saw.: Saya
telah menderita beberapa kejadian dari kaummu dan yang terberat yaitu hari
Aqobah ketika saya berpropaganda kepada Ibnu Abd Yalail bin Abd Kulal, yang mana
tidak seorangpun dari mereka yang menyambut ajaranku. Maka saya kembali
dengan hati yang kesal, hingga seolah-olah saya berjalan dengan tidak sadar, hanya
ketika telah sampai di Qarnitstsa’alib, di situ baru saya sadar dan mengangkat
kepalaku ke langit, di mana saya melihat awan di atasku, tiba-tiba Malaikat Jibril
memanggil saya sambil berkata: Allah telah mendengar jawaban kaummu
kepadamu, dan kini telah mengutus Malaikat penjaga bukit untuk menurut segala
perintahmu. Kemudian terdengar suara Malaikat penjaga bukit memberi salam
sambil berkata: Ya Muhammad, Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu,
dan saya penjaga bukit dipe-rintah oleh Allah menurut segala kehendakmu. Maka
perintahlah saya sesukamu. Kalau kau suka saya dapat merobohkan dua bukit yang

80
terbesar di daerah kota Mekkah (bukit Al’akhsyabain). Jawab Nabi saw.: Tetapi saya
masih mengharap semoga Allah mengeluarkan dari turunan mereka orang-orang
yang beribadat kepada Allah dan tidak menye-kutukan pada-Nya sesuatu apapun.
(HR. Bukhari, Muslim)

Referensi Al-Qur’an Al-Karim


Imam Nawawy, Tarjamah Riyadhus Shalihin
Anis Matta, Membentuk Karakter Muslim
http://www.intelijen.co.id/kisah-kejujuran-bung-hatta-sepatu-bally-yang-tak-terbeli/

‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Materi : Manajemen Waktu


Tujuan - Memahami hakikat dan keutamaan waktu dalam Islam
- Menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya agar termasuk orang-orang yang beruntung
- Menginspirasi agar berjuang di jalan dakwah
Materi Pokok - Hakikat Waktu
- Pentingnya Manajemen Waktu
- Karakteristik Waktu
- Penyakit yang Membuat Waktu Tidak Efektif
- 4 Kuadran Manajemen Waktu
- Kiat Menyikapi Waktu
- Langkah –Langkah Efektif Dalam Mengatur Waktu
Hakikat Waktu itu ibarat uang, sangatlah berharga. Tapi bedanya, uang bisa saja kita dapatkan kembali jika
Waktu hilang atau mungkin kita bisa mendapatkan gantinya, sedangkan waktu yang hilang sampai kapanpun
tidak akan pernah bisa kembali.
Waktu adalah salah satu nikmat tertinggi yang diberikan Allah kepada Manusia. Sudah sepatutnya
manusia memanfaatkannya seefektif dan seefisien mungkin untuk menjalankan tugasnya sebagai
makhluk Allah di bumi ini. Karena pentingnya waktu ini maka Allah swt telah bersumpah pada
permulaan berbagai surat dalam al-quran yang turun di mekkah dengan berbagai macam bagian dari
waktu. Misalnya bersumpah demi waktu malam, demi waktu siang, demi waktu fajar, demi waktu
dhuha, dan demi masa.
Menurut pengertian yang popular di kalangan para mufassirin dan juga dalam perasaan kaum
muslimin, apabila Allah bersumpah dengan sesuatu dari ciptaan-Nya, maka hal itu mengandung
maksud agar kaum muslimin memperhatikan kepada-Nya dan agar hal tersebut mengingatkan mereka
akan besarnya manfaat dan impressinya. Oleh karena itu, barang siapa terluput atau terlena dari suatu
amal perbuatan pada salah satunya, maka hendaklah ia berusaha menggantikannya pada saat yang
lain.
‫ار إ ِ َذا ت َ َج َّلى‬
ِ َ‫َوال َّل ْي ِل إ ِ َذا ي َ ْغشَى َوال َّنه‬
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang, ( Qs Al Lail : 1-2 )
‫ض َحى َوال َّل ْي ِل إ ِ َذا سَ َجى‬
ُّ ‫َوال‬
Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap ( Qs Ad Duha :
1-2 )
ْ َ ‫َوا ْلع‬
ِ ْ ‫ص ِر إ ِ َّن‬
‫اْلنسَانَ َل ِفي ُخسْر‬

81
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian ( Qs Al Ashr : 12 )

Sumber:http://anggiputrifik.blogspot.com/2012_12_01_archive.html
http://devitapramulya.tumblr.com/post/53917825288/manajemen-waktu-dalam-islam
Pentingnya Mengapa kita perlu memanajemen waktu kita sebaik mungkin ? Selain karena waktu itu sangat
Manajemen berharga, ada beberapa alasan lainnya, diantaranya :
Waktu Karena waktu kita terbatas, sementara pekerjaan senantiasa bertambah.
 Manajemen waktu membantu kita untuk berkerja lebih efektif dengan skala prioritas.
 Manajemen waktu menjauhkan kita dari stress kita dapat mengontrol setiap tugas dan tenggat
waktunya
 Manajemen waktu membuat kita lebih produktif (dapat menghindari hambatan dan gangguan
yang menghalangi dari tujuan.
Sebuah sistem manajemen waktu yang sesuai dengan kebutuhan, dapat membantu Kita menyelesakan
pekerjaan dalam waktu singkat. Apapun prioritasnya, mempelajari cara mengatur hidup dan belajar
akan membantu kita mencapai tujuan hidup kita.

Sumber : http://anggiputrifik.blogspot.com/
Karakteristik Waktu mempunyai karakteristik khusus yang istimewa. Kita wajib mengerti secara sungguh-sungguh
Waktu dan wajib mempergunakannya sesuai dengan pancaran cahayanya. Di antara karakteristik waktu adalah
sebagai berikut:
1. Cepat habis. Waktu itu berjalan laksana awan dan lari bagaikan angin, baik waktu senang atau suka
ria maupun saat susah atau duka cita. Apabila yang sedang dihayati itu hari-hari gembira, maka
lewatnya masa itu terasa lebih cepat, sedangkan jika yang dihayati itu waktu prihatin, maka
lewatnya masa-masa itu terasa lambat. Namun, pada hakikatnya tidaklah demikian, karena
perasaan tersebut hanyalah perasaan orang yang sedang menghayati masa itu sendiri. Pada
hakikatnya umur manusia hanya sebentar, kehidupan yg dijalani ibarat laksana kejapan mata yang
lewat bagaikan kilat yang menyambar.
2. Waktu yang telah habis tak akan kembali dan tak mungkin dapat diganti. Inilah ciri khas waktu
dari berbagai karakteristik khusus waktu. Setiap hari yang berlalu, setiap jam yang habis dan setiap
kejapan mata yang telah lewat, tidak mungkin dapat dikembalikan lagi dan tidak mungkin dapat
diganti.
3. Modal terbaik bagi manusia. Oleh karena waktu sangat cepat habis, sedangkan yang telah lewat tak
akan kembali dan tidak dapat diganti dengan sesuatu pun, maka waktu merupakan modal terbaik.
Modal yang paling indah dan paling berharga bagi manusia. Keindahan waktu itu dapat diketahui
melalui fakta bahwa waktu merupakan wadah bagi setiap amal perbuatan dan segala produktivitas.
Karena itulah, maka secara realistis waktu itu merupakan modal yang sesungguhnya bagi manusia,
baik secara individu (perorangan) maupun kolektif atau kelompok masyarakat.

Sumber : http://devitapramulya.tumblr.com/post/53917825288/manajemen-waktu-dalam-islam
Penyakit Kita semua punya waktu 24 jam sehari dan 7 hari seminggu buat melakukan aktivitas kita. Tidak
yang kurang dan tidak lebih untuk semua orang. Tapi sayangnya, waktu kita terbatas sementara hal-hal yang
Membuat ingin kita lakukan tidak terbatas. Jadi kita tidak puya cukup waktu untuk melakukan semua hal yang kita
Waktu Tidak inginkan.
Efektif Tapi terlepas dari keterbatasan waktu yang kita punya, ada saja orang-orang yang jago banget
memanfaatkan waktu yang mereka punya sehingga bisa meraih begitu banyak prestasi di usia yang
sangat muda, sementara ada orang yang terlalu banyak menghabiskan waktu buat hal-hal yang tidak
penting.
Kita coba bahas hal ini dengan mengambil contoh yang familiar dalam kehidupan pelajar. Coba
sekarang apa yang membuat sebagian besar dari kita malas untuk belajar? Dari sekian banyak masalah,
kita ambil dua saja yang bisa jadi paling sering dialami :
1. Kebiasaan Menunda

82
Ini adalah penyakit kronis yang sering muncul dan menghantui umat manusia sepanjang zaman.
Kebiasaan nunda ! Nunda belajar lah, nunda ngerjain tugas lah, nunda bikin PR lah. Bahkan yang
lebih parah, diantara kita bahkan memilih untuk bersikap pasif dan menunggu disuruh, baik oleh
orang lain, maupun oleh keadaan. Tapi anehnya kalau untuk main game, baca komik, pacaran, tidak
pernah ditunda-tunda dan tidak pernah nunggu disuruh ya? Hahaha.
2. Tidak Fokus
Nah, masalah berikutnya yang biasa kita temukan setelah kita sudah bisa meniatkan diri kita untuk
belajar adalah tidak fokus / tidak konsen dalam melakukannya. Zaman sekarang banyak sekali yang
bisa mengalihkan fokus kita dalam mengerjakan segala sesuatu, dari mulai facebook, twitter, bbm,
whatsapp, youtube, game, komik, dsb. Hal tersebut membuat waktu yang kita sudah luangkan untuk
hal-hal bermanfaat, terkikis juga untuk hal-hal yang tidak terlalu penting dan cenderung keterusan.
Hal ini juga yang biasanya membuat kita tidak bisa memanfaatkan waktu secara optimal.

Sumber : https://www.zenius.net/blog/1676/gimana-sih-caranya-manfaatin-waktu-secara-optimal
4 Kuadran Aktivitas secara umum dapat dibagi dalam 2 kelompok : pertama kegentingan (urgensi: mendesak &
Manajemen tidak mendesak) dan kepentingannya (importansi : penting & tidak penting).
Waktu 1. Kegentingan merupakan kapan suatu aktivitas waktu perlu diselesaikan, jika harus saat ini disebut
genting, jika bisa nanti dianggap tidak genting. Sub kelompok ini ada dua genting dan tidak genting.
2. Kepentingan merupakan seberapa besar hasil atau makna suatu aktivitas perlu dijalankan, jika
mendapatkan hasil besar atau sangat bermakna maka disebut aktivitas yang penting lainnya
aktivitas tidak penting. Sub kelompok ini ada 2 penting dan tidak penting.

Perpaduan diantara kegentingan dan kepentingan maka akan diperoleh 4 kuadran manajemen waktu :
Kuadran Pertama : Penting dan Genting/mendesak
Kuadran Kedua : Penting dan tidak genting/tidak mendesak
Kuadran Ketiga : Tidak Penting dan mendesak/genting
Kuadran Keempat : tidak penting dan tidak mendesak/tidak genting

Adapun definisi lain untuk pembahasan kita kali ini adalah :


1. Mendesak : Semua kegiatan kalau tidak kita lakukan dengan segera, kita tidak akan dapat
kesempatan lain untuk melakukan hal itu lagi.
2. Penting : Semua kegiatan yang relevan / sejalan dengan visi hidup, obsesi, cita-cita, atau apapun
yang jadi tujuan jangka panjang kita.

Penting dan Mendesak, sesuatu yang tidak terduga terjadi di luar perencanaan. Contohnya : rumah
dan segala harta benda kita kebakaran, mengejar deadline penting mendadak yang relevan dengan cita-
cita kita, dll.
Penting dan Tidak Mendesak, nah ini dia hal-hal penting yang mendukung cita-cita, visi hidup, dan
obsesi kita. Contohnya : Baca buku-buku berkualitas, olahraga teratur, belajar banyak hal, bangun
koneksi, dll.
Tidak penting dan Mendesak, contohnya : angkat telepon, angkat jemuran waktu hujan, buka pintu
kalau ada yang mengetuk, dll.
Tidak penting dan tidak mendesak, contohnya : mandi, gosok gigi, mencabut rumput tetangga,
menimba sumur, dll.

Please ignore kuadran 3 dan 4 dan coba kita fokus pada nomer 1 dan 2. Nah, sebisa mungkin segala
hal yang penting itu kita arahkan jadi situasi kuadran 2, sehingga segala sesuatu yang penting jadi tidak
mendesak. Artinya, segala sesuatu yang penting akan terjadi sesuai dengan perencanaan dan
persiapan kita.
Aktivitas dan Hasil masing-masing Kuadran berbeda-beda :
Kuadran 1 Aktivitas : Krisis, masalah yg mendesak, proyek yg digerakkan oleh batas waktu. Hasil :

83
Stres, keletihan, manajemen kritis, selalu memadamkan krisis.
Kuadran 2 Aktivitas : Pencegahan, aktivitas kapasitas produksi, pengembangan hubungan,
pengenalan peluang baru, perencanaan, rekreasi. Hasil : Visi, perspektif, keseimbangan, disiplin, kontrol,
beberapa krisis.
Kuadran 3 Aktivitas : Interupsi, beberapa telepon, beberapa pos, beberapa laporan, beberapa
pertemuan, urusan yg mendesak, aktivitas yg populer. Hasil : Fokus jk pendek, manajemen krisis,
reputasi-karakter bunglon, menganggap tujuan dan rencana tak berharga, merasa menjadi korban,
lepas kendali, hubungan dangkal atau putus.
Kuadran 4 Aktivitas : Hal-hal sepele, kerja sibuk, beberapa pos, beberapa telepon, pemboros waktu,
aktivitas menyenangkan. Hasil : Sama sekali tak bertanggung jawab, dipecat dari pekerjaan, bergantung
pd orang lain atau lembaga utk hal-hal mendasar.
Untuk mempunyai Kebiasaan yg efektif sebaik mungkin segala kegiatan diarahkan ke Kuadran II, jadi
segala sesuatu dipersiapkan dengan matang. Keberhasilan adalah pertemuan antara persiapan dan
peluang. Selamat bermetamorfosis.
Oleh sebab itu perlu kita melakukan manajemen waktu agar semua kegiatan kita setiap saat
mengarah kepada tujuan hidup kita, kita haruslah bisa memilah mana yang Penting Mendesak, Penting
namun Tidak Mendesak, Tidak Mendasak namun Penting dan kegiatan yang Tidak Penting Tidak
Mendesak. Sehingga dibagilah kegiatan kita dalam 4 Kuadran waktu seperti gambar berikut ini:

Kuadran I merupakan hal-hal yang penting yang tidak bisa ditunda lagi harus dikerjakan seperti
Menghadiri Pemakaman Keluarga dekat, Bayar Hutang dsb. sedangkan kuadran II merupakan kegiatan
penting juga namun bisa kita Atur waktunya seperti Sholat, Baca buku, Ngaji, Mengerjakan Tugas-tugas,
mengerjakan PR namun jika kegitan pada kuadran II ini di tunda-tunda maka pada akhirnya akan
menjadi kegiatan Penting Mendesak pada kuadran I. Sehingga menjadwalkan kegiatan harian sangatlah
penting.

Kuadran III merupakan kegiatan yang harus segera dilakukan meskipun tidak terlalu penting seperti
buang air dll. Sementara kuadran IV merupakan kegiatan yang sama sekali tidak perlu kita lakukan yang
tidak ada kaitannya dengan tujuan hidup kita seperti main game, facebookan berlama-lama, ngerumpi
atau ngobrol pangjang lebar yang tidak ada arah tujuannya dan sebagainya.

Dengan mengetahui cara memilah kegiatan-kegiatan kita menjadi empat kuadran ini maka akan lebih
mudah kita memprioritaskan mana yang lebih utama dilakukan dan mana yang tidak perlu dilakukan.

84
Sumber : http://setfreedom.wordpress.com/2012/07/04/4-kuadran-manajemen-waktu/ ,
https://www.zenius.net/blog/1676/gimana-sih-caranya-manfaatin-waktu-secara-optimal ,
http://osasuntsua.blogspot.com/2014/03/aktivitas-dan-hasil-4-kuadran-manajemen.html ,
http://blog.autada.com/2013/10/manajemen-diri-dan-manajemen-waktu.html
Kiat Kiat yang benar untuk menyikapi waktu menurut Islam, ialah pandangan yang mencakup masa lalu,
Menyikapi masa sekarang dan masa depan secara keseluruhan. Oleh karena itu, manusia wajib melihat, mengisi,
Waktu dan mempersiapkan ketiga masa tersebut.
1. Wajib melihat masa lalu. Melihat ke masa lalu, dimaksudkan untuk mengambil pelajaran dengan
segala peristiwa yang terjadi pada masa tersebut. Menerima nasihat dengan kejadian yang dialami
umat saat itu dan sunnatullah terhadapa mereka, sebab masa lalu merupakan wadah peristiwa dan
khazanah pelajaran.
2. Melihat masa depan. Melihat ke masa depan memang hal wajib, sebab manusia itu sesuai dengan
fitrahnya senantiasa terikat ke masa depan. Ia tak akan dapat melupakannya atau
menyembunyikannya di balik kedua telinganya. Sebagaimana manusia itu diberi rezeki ingatan yang
menghubungkannya dengan masa lalu dan apa yang terjadi di dalamnya, maka ia pun diberi rezeki
upaya menggambarkan masa depan dan apa yang akan diharapkan.
3. Memperhatikan masa kini. Seorang mukmin berkewajiban melihat ke masa lalu untuk mengambil
pelajaran, mengambil manfaat, dan mawas diri. Di samping itu, juga perlu melihat masa depan
untuk mempersiapkan perbekalan. Maka, ada kewajiban untuk memperhatikan masa kini, yaitu
masa di mana secara nyata kita sedang menjalani dan menghayatinya, agar kita dapat
menggunakannya sebelum lepas dan tersia-sia.

Sumber : http://devitapramulya.tumblr.com/post/53917825288/manajemen-waktu-dalam-islam
Langkah – Banyak diantara kita yang mempunyai keinginan yang kuat untuk memanfaat waktunya dengan sebaik-
Langkah baiknya dalam hal-hal yang positif, akan tetapi tidak sedikit dari mereka yang belum mempunyai
Efektif Dalam gambaran utuh tentang langkah -langkah yang harus ditempuh untuk mencapai cita-citanya. Berikut ini
Mengatur beberapa tawaran singkat tentang langkah-langkah pengaturan waktu :
Waktu
Langkah Pertama : Isi waku kosong dengan kegiatan yang bermanfaat .
Ada sebuah hikmah mengatakan :
‫إن الفراغ والشباب والجدة مفسدة للمرأة أي مفسدة‬
” Kekosongan jika melanda para pemuda yang mempunyai uang , maka akan
mengakibatkan kerusakan yang lur biasa .”
Ini dikuatkan dengan hikmah lainnya :
‫ وللنساء غلمة‬، ‫الفراغ للرجال غفلة‬
” Pengangguran bagi laki-laki adalah sebuah kelalaian dan bagi perempuan akan
menjerumus kepada hal-hal yang negatife ( syahwat ). ”
- Bukankah Istri pejabat yang merayu nabi Yusuf as. disebabkan karena kekosongan dan kesepian yang
menyelimutinya.
- Para dokter menyatakan bahwa 50 % kebahagian hidup bisa di dapat dengan mengisi waktu kosong
dengan kegiatan yang bermanfaat. Betapa kita lihat para pekerja kasar di jalan-jalan, para kuli
bangunan, para petani di sawah-sawah , para pedagang asongan di terminal-terminal, merasa lebih
tenang dan bahagia dibanding dengan anda yang melamun dan tergeletak di atas kasur akibat
pengangguran.
- Beberapa penelitian menyebutkan bahwa sebagian orang yang sudah lanjut usia didapatkan masih
kelihatan energik dan jarang merasa lesu atau malas, hal itu dikarenakan mereka selalu menyibukkan
diri mereka dengan pekerjaan-pekerjaan yang bisa mengembangkan syaraf mereka. Hal ini tidak hanya
bermanfaat bagi kesehatan mereka saja, akan tetapi lebih dari itu, menjaga kesehatan otak mereka
juga.

85
Langkah Kedua : Menggunakan satu waktu untuk banyak kegiatan
Sebuah pepatah mengatakan : ” Sambil menyelam minum air ” , ” Sekali dayung dua atau tiga pulau
terlampaui.” Para ulama dahulu telah memberikan contoh kepada kita bagaimana memanfaatkan waktu
yang terbatas untuk mengerjakan lebih dari satu kegiatan :
1. Diriwayatkan bahwa Khatib Al Baghdadi salah seorang ulama hadist yang sangat terkenal, jika ia
berjalan mesti ditangannya ada sebuah buku yang dibacanya ”
2. Imam Sulaim Ar Razi , salah seorang ulama Syafi’ah yang meninggal tahun 447 H, selalu mengisi
waktu-waktunya dengan pekerjaan yang bermanfaat. Berkata Ibnu Asakir : ” Saya pernah
diceritakan oleh guruku : Abu Farj Al Isfirayini bahwa beliau pada suatu saat keluar dari rumahnya
untuk suatu keperluan, kemudian tidak berapa lama datang lagi sambil berkata : ” Saya telah
membaca satu juz dari al Qur’an selama saya di jalan ” . Berkata Abu Faraj : ” Saya pernah
diceritakan oleh Muammil bin Hasan bahwa pada suatu hari ia melihat pena Sulaim Ar Razi rusak
dan tumpul, ketika ia memperbaiki penanya tersebut terlihat ia menggerak-gerakkan mulutnya ,
setelah diselidiki ternyata di membaca Al Qur’an di sela-sela memperbaiki penanya, dengan tujuan
agar tidak terbuang begitu saja waktunya dengan sia-sia. ” ()
3. Abu Al Wafa’ Ibnu Uqail, salah satu tokoh dalam Madzhab Hambali mampu menyingkat waktu
makan dengan memilih makan yang praktis, beliau bisa memanfaat perbedaan waktu makan roti
kering dengan roti yang diberi air , untuk membaca 50 ayat Al Qur’an. ()
4. Abu Al Barakat, kakek Ibnu Taimiyah, jika ia masuk kamar mandi atau WC , ia menyuruh saudaranya
untuk membacakan sebuah buku dengan suara keras agar dia bisa mendengarnya.

Untuk saat ini, apa yang dikerjakan oleh para ulama tersebut bisa kita tiru dengan sarana yang lebih
mudah, seperti tape, komputer, bahkan USB/Mp3 jauh lebih praktis untuk bisa mendengar ceramah
ataupun bacaan Al Qur’an sambil berjalan.
Jepang berhasil menjadi sejajar dengan negara-negara maju lainnya dalam kurun waktu yang relatif
singkat, setelah kejatuhan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, hal
itu disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah : hobi membaca yang sudah membudaya di negara
tersebut, hal ini di dukung dengan menyebarnya jalur kereta listrik ke berbagai pelosok sejak 1950-an
yang secara tidak langsung ikut juga memperkuat kecenderungan masyarakat untuk membaca. Orang
dapat menghabiskan waktu beberapa jam setiap hari dalam perjalanan dengan kereta. ()
Kita sebagai mahasiswa dan pelajar Indonesia di Kairo bisa membudayakan hobi membaca dalam
sarana-sarana trasnportasi, seperti altramco, bis mini dan metro bawah tanah. Sebaiknya mencari
sarana transportasi yang bisa mendukung ke arah itu, walaupun kadang-kadang agak lebih mahal
sedikit.

Langkah Ketiga : Memilih waktu-waktu yang mempunyai keutamaan .


Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa di dalam ajaran Islam terdapat waktu-waktu tertentu
yang mempunyai keutamaan-keutamaan yang tidak dimiliki oleh waktu-waktu lainnya , seperti :
a. Keutamaan bulan Ramadlan, di dalamnya terdapat 10 malam terakhir yang di dalamnya ada
satu malam, yaitu lailat qadr yang mempunyai kadar ibadah 1000 bulan pada malam-malam
lainnya.
b. Keutamaan 10 hari pertama dari bulan Dzulhijjah, puncaknya ada pada tanggal 10 Dzulhijjah ,
Dalam suatu hadist disebutkan bahwa:
‫ وال الجهاد في‬: ‫ وال الجهاد في سبيل الله !! قال‬: ‫ قالوا‬. ‫ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله منه في هذه األيام العشر‬
. ‫ إال رجل خرج بنفسه وماله ولم يرجع من ذلك بشيء‬، ‫سبيل الله‬
c. Hari Jum’at, merupakan sebaik-bak hari dalam seminggu, di dalamnya banyak keutamaan, yang
jika seorang muslim mampu memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, niscaya akan mendapatkan
pahala yang sangat banyak sekali. Di dalamnya ada satu jam yang jika seorang muslim berdoa,
niscaya Allah akan mengabulkannya.
‫ وهو قائم يصلى يسأل الله شيئا إال‬، ‫خير يوم طلعت عليه الشمس يوم الجمعة ( أخرج ه مسلم ) فيها ساعة ال يوافقها عبد مسلم‬
) ‫أعطاه إياه ( متفق عليه‬
86
d. Waktu sahur, tepatnya pada sepertiga terakhir malam hari.
‫ ومن‬، ‫ ومن يسألني فأعطيه‬، ‫ من يدعوني فأستجيب له‬: ‫ينزل الله كل ليلة إلى سماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل اآلخر فيقول‬
) ‫يستغفرني فأغفر له ( أخرجه مسلم‬

Oleh karena itu para salaf sholeh mengibaratkan sholat 5 waktu sebagai timbangan harian, hari
Jum’at sebagai timbangan mingguan, bulan Ramadlan sebagai timbangan tahunan, sedangkan haji
sebagai timbangan seumur hidup. Mereka sangat memperhatikan bagaimana hariannya bisa terjaga
dengan baik, setelah berhasil, mereka berusaha menjaga mingguannya, setelah berhasil, mereka
berusaha untuk menjaga tahunannya , setelah berhasil mereka menjaga umurnya, dan itulah misk
khitam ( penutup yang baik )
Masalah ini, kalau kita kembangkan dalam kehidupan sehari-hari kita, maka kita sholat lima waktu
sebagai barometer kegiatan kita sehari-hari, sebagai contoh : kegiatan menghafal atau mengulangi
hafalan Al Qur’an. Ternyata dengan mengikuti jadwal sholat lima waktu terbukti kegiatan kita sangat
efektif, karena seorang muslim tentunya tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu. Agar terasa
lebih ringan, hendaknya setiap sholat dibagi menjadi dua bagian, sebelum sholat dan sesudahnya.
Sebelum sholat , yaitu : sebelum adzan, dan waktu antara adzan dan iqamah . Apabila dia termasuk
orang yang rajin ke masjid, sebaiknya pergi ke masjid sebelum adzan agar waktu untuk mengulangi
hafalannya lebih panjang. Kemudian setelah sholat, yaitu setelah membaca dzikir ba’da sholat atau
dzikir pagi pada sholat shubuh dan setelah dzikir sore setelah sholat Ashar. Seandainya saja, ia mampu
mengulangi hafalannya sebelum sholat sebanyak seperempat juz dan sesudah sholat seperempat juz
juga, maka dalam satu hari dia bisa mengulangi hafalannya sebanyak dua juz setengah. Kalau bisa
istiqamah seperti ini, maka dia bisa menghatamkan hafalannya setiap dua belas hari, tanpa menyita
waktunya sama sekali. Kalau dia bisa menyempurnakan setengah juz sisanya pada pada sholat malam
atau sholat-sholat sunnah lainnya, berarti dia bisa menyelesaikan setiap harinya tiga juz, dan dengan
demikian dia bisa menghatamkan Al Qur’an pada setiap sepuluh hari sekali. Banyak para ulama dahulu
yang menghatamkan hafalannya setiap sepuluh hari sekali.

Langkah Ke-Empat : Membagi waktunya dalam berbagai kegiatan .


Sebagai seorang muslim, seyogyanya dia tidak hanya beramal dan bekerja pada satu bidang saja,
akan tetapi hendaknya membagi waktu-waktunya untuk mengerjakan kewajibannya terhadap Allah swt
dengan beribadat kepada-Nya, juga kewajibannya terhadap orang tua, saudara , anak dan istri, tetangga
dan masyarakat sekitarnya.
Di dalam Lembaran Ibrahim as, disebutkan bahwa : ” Seyogyanya bagi orang yang berakal
hendaknya mempunyai 4 waktu : waktu untuk bermunajat kepada Allah swt, waktu untuk intropeksi
terhadap diri sendiri, waktu untuk bertafakkur serta merenungi ciptaan Allah, dan waktu untuk
mengurusi kebutuhan hidupnya seperti makan dan minum ” ()
Dalam suatu hadits, Rosulullah saw pernah bersabda :
.‫ فأعط كل ذي حق حقه‬,‫ وإن ألهلك عليك حقا وإن لزورك عليك حقا‬,‫ وإن لبدنك عليك حقا‬,‫إن لربك عليك حقا‬
” Sesungguhnya pada Rabb-mu ada hak yang harus anda tunaikan, dan pada dirimu ada
hak yang harus anda tunaikan, dan pada diri keluargamu ada hak yang harus anda
tunaikan, dan pada orang yang datang kepadamu ada hak yang harus anda tunaikan
,maka berilah setiap bagian akan haknya ( HR Bukhari dan Muslim )
‫ ومن رغب عن سنتي فليس مني‬,‫ وأتزوج النساء‬,‫ وأصوم وأفطر‬,‫ ولكني أصلي وأنام‬، ‫إنما أنا أخشاكم لله وأتقاكم له‬
” Sesungguhnya saya adalah orang yang paling takut dan paling bertaqwa kepada
Allah swt, walaupun begitu, saya bangun malam dan kadang tidur juga, berpuasa dan
berbuka, serta menikahi para wanita, dan barang siapa yang tidak mau mengikuti
sunnahku, maka bukanlah ia dari golongan-ku “ ( HR Bukhari )
Para ulama dahulupun telah memberikan suri tauladan yang baik kepada generasi sesudahnya.
Adalah Ibnu Jarir At Thobari, telah membagi satu harinya menjadi beberapa bagian, sebagaimana yang
dikisahkan oleh Qadhi Abu Bakar Ahmad Kamil Al-Syajari, salah satu murid dekatnya : ” Setelah Ibnu
Jarir makan dan tidur, kemudian beliau bangun untuk sholat dhuhur di rumahnya, setelah itu, beliau
menulis untuk sebuh buku sampai datang waktu ashar, beliau kemudian keluar untuk melakukan sholat
87
ashar dan mengajar para murid-muridnya sampai maghrib, kemudian setelah maghrib beliau mengajar
fikih dan beberapa pelajaran lainnya hingga datang sholat Isya, kemudian beliau pulang ke rumahnya.
Beliau benar-benar telah membagi waktu seharinya untuk : maslahat dirinya, agama dan masyarakat
sekitarnya . ”

Langkah Ke-Lima : Ambillah waktu istirahat untuk mengumpulkan tenaga


Waktu istirahat mutlak diperlukan oleh semua makhluq yang hidup di dunia ini, bahkan benda
matipun memerlukan waktu istirahat, seperti hal-nya mesin-mesin pembantu manusia, seperti mesin
cuci, kipas angin, computer, radio, tape, mobil dan lain-lainnya. Istirahat bukan berarti berhenti kerja
atu menganggur, akan tetapi berhenti untuk mengumpulkan kekuatan, mengisi bensin untuk
meneruskan perjuangan, mengasah kapak agar lebih tajam atau mengambil strategis supaya pekerjaan
yang dihadapinya bisa diselesaikan dengan lebih cepat dan baik.
Konon ada kisah seorang penebang kayu, karena dijanjikan oleh majikannya dengan gaji yang
menggiurkan , maka ia bekerja mati-matian, siang malam tanpa berhenti untuk menebang banyak
pohon akan tetapi ternyata semakin lama, tenaga semakin lemah dan semangat untuk menebang mulai
luntur dan hasil yang di dapat mulai seikit dan tidak maksimal. Maunya memeluk gunung tapi apa daya
tangan tak sampai, bukannya menyelsaikan pekerjaan akanteapi justru keletihan dan keputus asaan
yang di dapat, kenapa ? Karena ada satu hal kecil yang tidak diperhatikan oleh si penebang kayu itu,
yaitu istirahat untuk mengasah gergaji, agar bisa digunakan semaksimal mungkin. Maka, sesibuk apa
pun an serajin apapun, kita harus meluangkan waktu untuk mengasah kapak kita, mengasah otak dan
pikiran kita dan mengisi hal-hal baru untuk menambah pengetahuan, wawasan dan spiritual agar
kehidupan kita akan menjadi dinamis, berwawasan dan selalu baru agar setiap hari bekerja dengan
tenaga yang sama dan hasil yang maksimal. Meminjam sitilah orang cina : “Xiu Xi Bu Shi Zou Deng Yu
Chang De Lu” ( Istirahat bukan berarti berhenti.) Akan tetapi : ”Er Shi Yao Zou Geng Chang De Lu” (
Tetapi untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh lagi ) ()
Islam sendiri telah memberi ruang istirahat bagi seorang muslim, untuk mengendorkan urat dan
meluruskan punggung, menambah perbekalan agar bisa melanjutkan perjalanan yang akan
ditempuhnya lagi.
Dalam suatu hadist disebutkan :
) ‫ وإن أحب األعمال إلى الله أدمها وإن قل ( متفق عليه‬، ‫ فإن الله ال يمل حتى تملوا‬، ‫خذوا من األعمال ما تطيقون‬
Begitu juga apa yang dipesankan Rosulullah saw kepada salah seorang sahabat-nya Handhalah yang
mengeluh karena semangatnya turun ketika berkumpul dengan keluarganya :
. ‫ ولكن يا حنظلة ساعة فساعة‬، ‫ لصافحتكم المالئكة في الطرقات‬، ‫ لو بقيتم على الحال التى تكونون عليها عندي‬، ‫يا حنظلة‬
)‫(أخرجه مسلم‬
Berkata Imam Ali : hiburlah hati anda sesaat-saat, karena hati ini jika telah capai , tidak bisa
memandang sesuatu dengan baik.”

Langkah Ke –Enam : Mengerjakan pekerjaan pada waktunya


Sebenarnya yang penting dalam kerja dan beramal bukanlah bekrja sebanyak-banyaknya, akan
tetapi harus dilihat juga waktu dan tempatnya.
Dahulu dikatakan dalam hikmah :
‫لكل مقام مقال ولكل مقال مقام‬
Khalifah Abu Bakar As- Siddiq pernah berwasiat kepada Umar bin Khattab ketika mengangkatnya
sebagai khalifah pengganti : ” Ketahuilah bahwa Allah telah menentukan suatu amalan siang yang
apabila dikerjakan waktu malam,maka tidaklah akan diterimanya, dan menentukan amalan malam,
yang jika dikerjakan pada waktu siang tidaklah akan diterimanya.
Oleh karena itu, kita dapatkan Allah telah menentukan banyak ibadat pada waktu-waktu tertentu,
tidak boleh dimajukan maupun dimundurkan, seperti waktu sholat, puasa, zakat , haji dan lain-lainnya. ()
Maka, kita dapatkan sebagain ulama menyatakan bahwa amalan paling utama adalah amalan yang
dikerjakan menurut waktunya. Ketika datang waktu sholat, maka yang paling utama adalah melakukan
sholat, ketika datang waktu Ramadlan, maka amalan yang paling utama dikerjakan adalah puasa, ketika
datang waktu haji, maka yang paling utama dikerjakan adalah haji , dan ketika waktu ujian, maka
88
amalan yang paling utama dikerjakan adalah beljar untuk menghadapi ujian.
Dalam hal ini seorang ulama yang hidup pada abad 8 H, Ibnu Rajab Al hambali ( w : 795 ) telah
mengarang sebuah buku yang menerangkan tentang amalan-amalan berdasarkan urutan waktunya dan
diberi nama : “ Lathoif Al Ma’arif fima li-Mawasim al Am min al Wadhaif ” ( Pengetahuan tentang
amalan- amalan pada setiap musim ).

Langkah Ke- Tujuh : Memilih amalan dan kegiatan yang bermanfaat bagi orang banyak .
Ajaran Islam diturunkan untuk membawa kemaslahatan dan manfaat bagi manusia. Oleh karenanya
, sebagai insan muslim, hendaknya selalu memilih kegiatan dan amalan yang manfaatnya bisa dirasakan
oleh orang banyak. Para ulama Islam telah menyinggung permasalahan ini secara tegas dan gamblang.
Mereka menyatakan bahwa amalan yang bermanfaat bagi orang banyak jauh lebih utama dibanding
dengan amalan yang bermanfaat bagi dirinya sendiri. Salah satu fatwa ulama dalam masalah ini adalah
fatwa yang menyebutkan bahwa At Tafaqquh fi Dien dan belajar agama jauh lebih utama dibanding
dengan sholat malam atau puasa sunnah, karena manfaat ilmu bisa dirasakan oleh orang lain, sedang
sholat malam dan puasa sunnah manfaatnya hanya terbatas pada pribadi. Alasan lain : bahwa ilmu
pemimpin bagi amalan karena dengan ilmu amalan bisa diluruskan, lain halnya orang yang beramal
tanpa ilmu, maka dia akan terus menerus tenggelam dalam ibadat yang salah, dan otomatis tidak akan
diterima oleh Allah swt.
Sebenarnya banyak ayat dan hadist yang menyatakan bahwa disana ada sebagian amal perbuatan
yang bermanfaat bagi orang banyak dan pahalanyapun mengalir sampai hari kiamat walaupun
pemiliknya sudah meninggal dunia . Allah berfirman :
‫ص ْينَاه ُ فِي ِإ َمام ُم ِبين‬ َ ‫ارهُ ْم َوكُ َّل‬
َ ‫ش ْيء أ ْح‬ ُ ُ ‫ِإنَّا نَحْ ُن نُحْ ِيي ا ْل َم ْوت َى َونَ ْكت‬
َ َ ‫ب َما قَد َّ ُموا َوآث‬
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang
telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu
Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh) ( Qs Yasin : 12 )
‫ أو‬، ‫ صدقة جارية‬: ‫ عن أبي هريرة رضى الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم ( إذا مات ابن آدم انقطع عمله إال من ثالث‬-
‫ أو ولد صالح يدعو له ) رواه مسلم‬، ‫علم ينتفع به‬
‫ ( من سن سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها إلى يوم القيامة ) رواه مسلم‬-
Bahkan Al Mutanabi seorang penyair yang terkenal menyebutkan bahwa jasa-jasa orang yang sudah
meninggal adalah umur keduanya, yang kemudian dikembangkan oleh Ahmad Syuqi dalam salah satu
syi’irnya :
‫دقات قلب المرء قائلة له إن الحياة دقائق وثوان‬
‫فارفع لنفسك بعد موتك ذكرها فالذكر لإلنسان عمر ثان‬
Salah satu amalan yang bisa bermanfaat bagi orang banyak, bahkan para generasi sesudahnya
adalah mengajar ilmu baik secara lisan maupun dengan menyusun sebuah buku. Dalam hal ini para
ulama dahulu telah menunjukkan semangat dan kebolehannya yang kesemuanya itu patut dicontoh
oleh para generasi sesudahnya.
Adalah Al- Khatib Al Baghdadi pernah berkata : ” Saya mendengar dari Al-Simsi yang menceritakan
bahwa Ibnu Jarir At Tobari selama 40 tahun, menulis setiap harinya 40 lembar . Bahkan salah seorang
murid Ibnu Jarir yang bernama ” Al Farghani ” mengatakan bahwa para murid Ibnu Jarir telah mendata
kehidupan beliau sejak baligh hingga meninggal dunia pada umur 86 tahun. Kemudian mereka
mengumpulkan seluruh karya-karya beliau, dan jika dibandingkan dengan umur beliau, ternyata
didapatkan bahwa beliau menulia setiap harinya 14 lembar. Dan ini tidak akan mampu dilakukan oleh
seseorang kecuali atas inayah Allah swt. Dan jika dihitung-hitung lembaran karya tulisnya maka
didapatkan jumlahnya sekitar 358.000 lembar.
Diriwayatkan juga bahwa Abu Al Wafa’ bin Uqail Al Hambali adalah seorang ulama dari madzhab
hambali yang sangat ketat di dalam menjaga waktunya, jika mulut , lidah , dan matanya capai karena
banyaknya yang dibaca, dia terdiam merenung dan merancang apa saja yang perlu ditulis, maka ketika
ia duduk atau berbaring, keculai telah menghasilkan banyak hal-hal yang bisa dicatat dalam buku.
Bahkan beliau memilih-milih makanan yang paling praktis dan cepat dimakan, untuk kemudian sisa
waktunya digunakan untuk membaca dan menulis. Imam Ibnu Uqail ini seorang ulama yang selalu sibuk
dengan ilmu , beliau mempunyai banyak karangan, dan yang paling besar adalah buku ” Al Funun ” yang
89
mencakup berbagai disiplin keilmuan seperti tafsir, fiqh, ushul fiqh, aqidah , nahwu, adab dan sejarah.
Berkata Imam Ad- Dzahabi pernah menyatakan bahwa : ” Belum ada buku di dunia ini yang lebih tebal
dari buku ” Al Funun ” . Buku ini konon mencapai 800 jilid.

Langkah Ke-Delapan : Menggunakan Waktu Yang Tersedia Untuk Menyelesaikan Sebuah Program .
Banyak orang yang gagal dalam menempuh cita-citanya hanya karena terjebak dalam empat kata :
”Saya tidak mempunyai waktu .” Sebaliknya, banyak orang yang sukses dalam bidang tertentu hanya
karena dia mampu menyediakan waktu dan komitmen di dalamnya untuk menggapai cita-citanya.
Jika kita menyediakan waktu satu jam saja setiap hari untuk menjalankan suatu program, berarti kita
telah mampu mengumpulkan waktu selama 365 jam setahun, atau sama dengan 45 hari bekerja secara
sungguh dan terus menerus selama 8 jam sehari. Ini sama dengan juga menambahkan satu bulan
setengah kehidupan produktif dalam hidup kita setiap tahun. Walaupun begitu, tidak banyak yang
mampu mengerjakannya, kecuali orang-orang yang mempunyai tekad dan semangat yang kuat.
Sebagai contoh : Seorang pegawai perbaikan lift berkebangsan bangsa Itali bernama Nicholas
Christofilos pada suatu ketika tertarik kepada ilmu pengetahuan modern. Apa yang harus ia lakukan ?
Setiap hari sepulang dari kerja , sebelum dia duduk untuk makan malam, dia memperuntukkan waktu
satu jam untuk membaca buku tentang energi nuklir. Setelah dia mulai memahami ilmu yang
dipelajarnya dengan baik, gagasan pun timbul dalam fikirannya. Pada tahun 1948 M , dia membuat
rancangan untuk akselerator partikel yang menurut fikirannya akan lebih murah dan lebih kuat daripada
peralatan mana pun yang sudah ada. Dia mengirimkan rancangannya kepada Lembaga Tenaga Atom di
Amerika Serikat untuk dilakukan uji layak. Setelah rancangan tersebut disempurnakan kembali,
didapatkan bahwa alat hasil penemuannya ternyata bekerja begitu baik sehingga pemerintah Amerika
Serikat mampu menghemat dana kira-kira 70 juta dolar. Akhirnya Christofilos menerima dua
penghormatan : pertama mendapatkan uang tunai 10.000 dolar pada masa itu tentunya sangat banyak
sekali dan yang kedua : mendapatkan kedudukan yang terhormat di Laboratorium Radiasi Universitas
California. ()
Berikut ini hasil penelitian tentang waktu-waktu yang dibuang dan diremehkan oleh banyak orang,
padahal kalau dimanfaatkan sebaik mungkin akan menghasilkan sesuatu yang besar dan luar biasa :
Kita ambil permitsalan salah seorang yang mempunyai umur 70 tahun, jika ia hanya menyia-nyiakan
waktunya 5 menit saja tiap hari, berarti dia selama hidupnya telah menyia-nyiakan waktunya 3 bulan
berturut-turut ( 88 hari ) . Kalau dia menyia-nyiakan 1 jam tiap harinya, berarti dia telah membuang
waktunya selama 3 tahun berturut-turut. Hal ini nampak lebih jelas dalam daftar di bawah ini :
- 5 Menit = 3 bulan = 0,35 %
- 10 Menit = 6 bulan = 0, 71 %
- 20 menit = 1 tahun = 1,42 %
- 1 jam = 3 tahun = 4, 28 %
- 10 jam = 30 tahun = 42, 85 %

Data ini bisa berlaku bagi para pengganggur, dan sebaliknya juga bisa berlaku bagi orang yang mau
memanfaatkan waktu-waktu tersebut untuk melaksanakan sebuah program hidup yang ber-orentasi
pada hal-hal yang bermanfaat .

Jika orang yang berumur 72 tadi melakukan aktivitas sehari hari, maka bisa dilihat sebagai berikut :
- Tidur ( 8 jam sehari ) = 23 thn = 32 %
- Kerja ( 6-7 jam /hari) = 21, 5 thn = 21,5 %
- Makan, minum ( 1,5 jam/hari ) = 4,5 tahun = 6,4 %
- Urusan birokrasi ( 0,5 jam/ hari ) = 1,5 tahun = 2,14 %
- Pekerjaan rumah tangga, rihlah, piknik ( 1 jam/hari )=3 tahun = 4,24 %
- Ziarah, silaturahim, kumpul teman ( 0,5 jam/hari) = 1.5 tahun= 2,14 %
- Transportasi dari satu tempat ke tempat lain ( 0,5 jam/hari) = 1.5 tahun= 2,14 %
- Telpun , sms, chating dan lain-lain ( 0,5 jam/hari) = 1.5 tahun= 2,14 %

90
Jumlah Total = 61 tahun = 87 %
Sisa 9 tahun = 12, 85 % —— > jika dikurangi masa kecil dan puber, kira-kira sisa waktu yang kita
punyai untuk menyelesaikan program-program yang besar tinggal berapa ??? ()

Di sinilah, ditemukan salah satu jawaban sebuah pertanyaan yang selalu terngiang-ngiang di telinga
kita : ” Kenapa Umat Islam mundur sedang yang lainnya maju ” ? yang kemudian menjadi sebuah judul
buku yang sangat masyhur yang ditulis oleh Syakib Arselan .
Jadwal diatas, kalau kita terapkan pada kehidupan mahasiswa Al Azhar yang menempuh
pendidikannya selama 4 tahun di S1, kira-kira apa yang didapat ? Bagaimana dengan mahasiswa yang
kuliyah sambil bekerja ? Bagaimana dengan mahasiswa yang kuliyah sambil berkeluarga, apalagi
mempunyai 2- 3 anak ? Mungkin salah satu jawabannya ada dalam bait syiir di bawah ini :
‫الكرام مكار ُم‬
ِ ‫على قدر أهل العزم تأتي العزائ ُم وتأتي على قدر‬
‫صغارها وتصغُر في عين العظيم عظائ ُم‬ ُ ‫وتعظُ ُم في عين الصغير‬

Langkah Ke –Sembilan : Jangan menangguhkan kesempatan di depan anda sampai hari esok
Kalau kita punyai rencana untuk melakukan sesuatu kerjaan, lakukan saat ini juga, jangan menunda-
nunda pekerjaan sampai esok hari, karena kita tidak tahu apa yang terjadi pada hari besok. Seorang
penyair pernah menulis bait-baitnya dalam masalah ini :
‫مضى أمسك الماضي شهيد معدال وأعقبه يوم عليك جديد‬
‫فيومك إن أغنتيه عاد نفعـــه عليك وماضي األمس ليس يعود‬
‫فأن كنت إقترفت إســــاءة فثَن بإحسان وأنت حميد‬
‫فال تُرجِ فعل الخير يوما إلى غد لعل غدا يأتي وأنت فقيد‬
- Harimu kemarin telah berlalu sebagai saksi bagimu, kemudian datang hari baru untukmu..
- Hari ini adalah harimu, manfaatnya untuk kamu , sedang hari kemarin tidak akan kembali lagi ..
- Jika hari kemarin anda telah melakukan kesalahan, maka segera anda ikuti dengan perbuatn baik,
sedang anda mensyukurinya…
- Maka janganlah anda sekali menangguhkan perbuatan baik sampai besok hari, barangkali besok hari
tiba, sedang anda sudah tiada.
Langkah Ke –Sepuluh : Berkonsentrasi Pada Hasil.
Banyak mahasiswa sekarang bangga kalau mereka aktif dalam berbagai kegiatan, dari diskusi,
menghadiri seminar, panitia bazaar, ikut rihlah dan piknik bersama, dan lain-lainnya. Mereka tidak tahu
bahwa yang penting bukanlah banyaknya aktivitas, tapi hasil dari aktivitas itu sendiri. Aktivitas,
terkadang dapat membebaskan dari tekanan jiwa , akan tetapi hal itu tidak cukup untuk mencapai
tujuan anda. Maka disini, orientasi pada hasil sangat diperlukan .
Ary Ginanjar dalam bukunya : ESQ, telah membagi orang-orang yang sibuk menjalankan aktivitasnya
menjadi tiga kelompok :
a. Kelompok Pertama adalah kelompok sibuk pengisi waktu
Kelompok ini sibuk melakukan kegiatan sepele yang memboroskan waktu tetapi tidak penting.
Kegiatan ini biasanya tidak memiliki tujuan jangka panjang. Mereka tidak tahu kemana akan
melangkah , dalam pikiran mereka mereka merasa sudah mencapai tujuan hidup, namun ibarat
orang yang berjalan di tempat, mereka tidak ke mana-mana. Kelompok ini nampaknya selalu sibuk,
namun pada hakekatnya mereka tidak produktif sama sekali.
b. Kelompok Kedua adalah Kelompok Pertengahan.
Kelompok ini adalah kelompok yang melawan gelombang lautan. Pekerjaan mereka terus-menerus
hanya mengatasi krisis dari hari kehari . Pekerjaan ini biasanya lebih mudah, karena masalahnya
sudah jelas di depan mata, tidak memerlukan visi. Lama kelamaan mereka akhirnya akan terperosok
juga pada rutinitas pekerjaan yang kurang penting ,tetapi mendesak. Kelompok ini tidak cepat maju,
karena tidak memiliki visi dan inisiatif. Mereka menjadi korban lingkungannya sendiri. Umumnya
mereka mengeluh dengan hasil yang minim, padahal sudah bekerja keras.
c. Kelompok Ketiga adalah kelompok pencapai tujuan.
Adalah kelompok yang memiliki tujuan hidup yang jelas.Setiap langkah yang diambil adalah
pengejawantahan dari visinya. Kelompok ini selalu merencanakan langkah-langkah yang dibuatnya
91
secara sistimatis. Target jangka panjangnya telah dipecah-pecah menjadi tujuan-tujuan jangka
pendek, yang bisa dicapai secara realistis, dalam jangka waktu tertentu. Kelompok ini mampu
menentukan skala prioritas berdasarkan visi, prinsip, dan suara hati yang bijaksana. ()

Imam Ghozali di dalam bukunya Ihya Ulumuddin menyebutkan Peta Perjalan Manusia ,yang bisa
diringkas sebagai berikut :
Terminal Pertama = Tempat lahir
Terminal Terakhir = Alam Kubur
Tujuan Terakhir = Syurga atau Neraka
Jarak Perjalanan = Umur
Bekal Perjalan = Ketaatan kepada Allah
Modal Perjalan = Waktu-waktu kosong
Copet dan Perampok = Syahwat dan Hawa nafsu
Keuntungannya = masuk syurga
Kerugiannya = masuk neraka
Sedang Imam Ibnu Qayyim menggambarkan orang yang cerdik adalah : orang yang memperhatikan
setiap langkah yang dilaluinya, tidak banyak melamun dan berangan-angan, kalau dia mengetahui
pendeknya jarak yang akan ditempuh, maka sangat ringan baginya untuk bekerja keras untuk mencari
bekal dan oleh-oleh sebelum sampai tujuan.

Sumber : http://www.ahmadzain.com/read/penulis/128/management-waktu-1/

92

Anda mungkin juga menyukai