Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA II

“Resiko Bunuh Diri”

Dosen pembimbing:

Dr. Ns Wahyu Kirana, M.Kep.Sp.Jiwa

Disusun Oleh :

Islamiyati (821181005)

Jabalul rahamn (821181007)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROPESI NERS

STIKES YARSI PONTIANAK

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “keperawatan jiwa II “dengan baik dan tepat
pada waktunya. Dalam penyusunan makalah ini mungkin ada hambatan, namun berkat bantuan serta
dukungan dari teman-teman dan bimbingan dari dosen pembimbing. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu
proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak, atas bantuan serta dukungan dan doa nya,
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini dan
dapat mengetahui tentang profesi keperawatan. Kami mohon maaf apabila makalah ini mempunyai
banyak kekurangan, karena keterbatasan penulis yang masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun, sangat diharapkan oleh kami dalam
pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah sederhana ini bermanfaat bagi pembaca maupun
kami.

Pontianak, 9, Oktober, 2020

Penyusun
Daftar isi
Kata pengantar
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................................................................2

A. Latar Belakang.................................................................................................................................2

B. Tujuan..............................................................................................................................................2

C. Metode Penulisan............................................................................................................................2

D. Ruang Lingkup Penulisan................................................................................................................2

E. Sistematika Penulisan......................................................................................................................2

BAB II: TINJAUAN TEORI....................................................................................................................2

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan................................................................................................2

1. Pengertian........................................................................................................................................2

B. Jenis.................................................................................................................................................2

C. Proses Terjadinya Masalah..............................................................................................................2

a. Faktor Predisposisi..........................................................................................................................2

D. Faktor Presipitasi (pencetus)...........................................................................................................2

E. Sumber Koping................................................................................................................................2

F. Mekanisme Koping..........................................................................................................................2

G. Penatalaksanaan Medis....................................................................................................................2

H. Asuhan Keperawatan Teoritis..........................................................................................................2

BAB III: APLIKASI KASUS...................................................................................................................2

I. Diagnosa Keperawatan....................................................................................................................2

J. Strategi Pelaksanaan Komunikasi (Role play).................................................................................2

BAB IV: KESIMPULAN dan SARAN....................................................................................................2

Kesimpulan..............................................................................................................................................2

Saran........................................................................................................................................................2

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................2
BAB I :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bunuh diri merupakan salah satu kegawatdaruratan psikiatri kata bunuh diri
berasal dari kata suicidere yang merupakan bahasa latin, sui memiliki arti “diri” dan
cadere yang merupakan arti ‘membunuh’ (Wuri, 2018: 155).
Menurut Stuart 2013. Di dunia, setidaknya 1000 kasus bunuh diri terjadi setiap
hari. Bunuh diri adalah penyebab utama kematian, melebihi jumlah pembunuhan atau
kematian terkait perang. Kebanyakan orang dengan ide bunuh diri, rencana, dan upaya
tidak menerima pengobatan. Di Amerika Serikat lebih dari 36.000 orang selesai tindakan
bunuh diri setiap tahun, rata-rata satu orang setiap 15menit. Pada 2008, 8,3 juta orang
dewasa dilaporkan bunuh diripikiran (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit,
2011).Bunuh diri adalah penyebab kematian kesepuluh, melebihi jumlah pembunuhan,
yang merupakan penyebab kematian kelima belas di Amerika Serikat (American
Association of Suicidology, 2011). Jumlah kasus bunuh diri yang sebenarnya mungkin
dua sampai tiga kali lebih tinggi karena underreporting. Apalagi banyak Kecelakaan
mobil tunggal dan pembunuhan sebenarnya adalah bunuh diri. Statistik tambahan tentang
bunuh diri di Amerika Serikattermasuk yang berikut ini: Tingkat bunuh diri tertinggi
untuk semua kelompok di Amerika Serikat Serikat adalah di antara orang-orang yang
berusia lebih dari 80 tahun. Tua orang dewasa memiliki tingkat bunuh diri hampir 50%
lebih tinggi dari itubangsa secara keseluruhan (segala usia) (stuart, 2013:324).
Berdasarkan Mentri Kesehatan Indonesia mayoritas rentang usia pelaku bunuh
diri mencakup kelompok umur remaja hingga dewasa awal, kelompok umur ini dalam
perkembangannya rentan dalam menghadapi masalah pribadi, lingkungan yang
berhubungan dengan identitas diri, kemandirian, situasi dan kondisi di rumah, lingkungan
sosial, serta hak dan kewajiban yang dibebankan oleh orangtua mereka (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Hal ini didukung oleh data World Health Organization yang menyatakan bahwa
bunuh diri menempati peringkat kedua tertinggi sebagai penyebab kematian pada
kelompok usia 15 hingga 29 tahun (WHO, 2018). Bunuh diri adalah fenomena global,
79% kasus bunuh diri terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah pada 2016.
Bunuh diri merupakan 1,4% dari semua kematian di seluruh dunia, menjadikannya
penyebab utama kematian ke-18 pada tahun 2016 (WHO, 2016). Sehingga remaja
merupakan salah satu kelompok risiko untuk melakukan bunuh diri.
Berdasarkan fenomena tersebut kelompok ingin membahas lebih lanjut dalam
mengenai peran perawat dalam menghadapi dan membantu klien dengan resiko bunuh
diri. Agar bisa mengurangkat angka kematikan dalam Resiko Bunuh Diri.

B. Tujuan
Tujuan umum
Untuk mengetahui dan memahami resiko bunuh diri.
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pengertian resiko bunuh diri
2. Untuk mengetahui jenis resiko bunuh diri
3. Untuk mengetahui Sumber koping resiko bumuh diri
4. Untuk mengetahui Mikanisme koping resiko bunuh diri
5. Untuk mengetahui Rentan respon resiko bunih diri
6. Untuk mengetahui Penatalaksanaan medis resiko bunuh diri
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis resiko bunuh diri
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan resiko bunuh diri
9. Untuk mengetahui aplikasi kasus resiko bunu diri

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriptif yaitu
dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dengan menggunakan menggunakan
sumber dari berbagai jurnal serta dari berbagai buku-buku.
D. Ruang Lingkup Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kelompok menjelaskan tentang resiko bunuh diri.
E. Sistematika Penulisan
Dalam makalah ini dipergunakan sestematika penulisan sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan:
Bab ini berisi tentang Latar belakang, Tujuan umum dan tujuan khusus, Ruang
lingkup, Metode penulisan, serta Sistematika penulisan yang digunakan.
BAB II Tinjauan teori:
Bab ini menjelaskan mulai dari pengertian, jenis resiko bunuh diri, dan proses
terjadinya resiko bunuh diri, dan faktor predisposisi, faktor precipitasi, penilaia stresor
resiko bunuh diri, mikanisme koping, rentang respon resiko bunuh diri, dan
penatalaksanaan medis, asuha keperawatan teoritis.
BAB III Aplikasi kasus:
Dan di bab ini kami menjelaskan tentang aplikasi kasus, mulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi, dan evaluasi
BAB IV Penutup:
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh dari aplikasi sistem pakar yang
telah dibuat serta untuk pengembangan yang lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu tindakan angresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang di hadapi (Prabowo, 2017: 159).
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang
penuh stress. Prilaku bunuh diri berkembang dalam rentang. Suicidal idetion,
pada tahap ini merupakan proses kontemplasi dari suicide atau sebuah metode
yang digunakan tanpa melakukan aksi / tindakan. Bahkan klien pada tahap ini
tdak akan menggungkapkan idenya apabila tidak di tekan. Walaupun demikian
perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang
keinginan untuk mati (Sabila, 2020: 11).
Menurut muhith 2015. Bunuh diri adalah upaya yang disadari dan
bertujuan untuk mnegakhiri kehidupan, individu secara sadart berhasrat dan upaya
melaksanakan hasratnya untuk mati (Muhith 2015: 464).
Bunuh diri adalah tindakan membunuh diri sendiri. Pikiran untuk bunuh
diri sering terjadi pada orang dengan gangguan mood, terutama depresi. Bunuh
diri adalah penyebab kematian kedua (setelah kecelakaan) di antara orang berusia
15 sampai 24 tahun, dan angka bunuh diri meningkat paling cepat pada kelompok
usia ini (Videback, 2010:308).
F. Jenis
Menurut Yusuf 2015: 141 jenis bunuh diri terdiri:
1. Bunuh diri egoistik
Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk
2. Bunuh diri altruistic
Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan
3. Bunuh diri anomik
Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu (Ah yusuf.

Menurut Elizabeth, 2017: 503. Jenis resiko bunuh diri terdiri 4 jenis yaitu:
1. Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egois sebagai kematian yang dilakukan sendiri oleh individu
yang berbalik melawan hati nuraninya sendiri (misalnya, bunuh diri seorang
remaja Katolik yang taat setelah dia melakukan aborsi yang dilarang oleh agama)
2. Bunuh diri altruistic
Bunuh diri altruistik adalah kematian yang dilakukan sendiri atas dasar
ketaatan pada tujuan kelompok daripada mencerminkan kepentingan terbaik
seseorang (misalnya kematian pelaku bom bunuh diri terrarist pada 11 September
2001)
3. bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik sebagai tindakan penghancuran diri oleh individu yang
telah terasing dari hubungan penting dalam kelompok mereka, terutama karena
hal ini berkaitan dengan standar hidup mereka (misalnya, bunuh diri setelah
jatuhnya pasar saham tahun 1929)
4. Bunuh diri fatalistik
Bunuh diri fatalistik sebagai kematian yang dilakukan sendiri akibat dari
peraturan yang berlebihan (misalnya, bunuh diri seorang narapidana) sebagai rasa
malu, putus asa, tidak berdaya, tidak berharga, dan takut. Kemudian Freud
memasukkan banyak fitur psikologis dan sosiologis yang menyertainya, seperti
rasa bersalah, ke dalam pandangannya tentang bunuh diri
Pengelompokan Bunuh Diri
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan “Tolong jaga anak-anak karena
saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada
kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, tetapi
tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak
berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, yang berisi
keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah
memikirkan rencana bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan
pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh
diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. (Yusuf, 2015: 142).
G. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor Predisposisi (penyebab)
Teori Bunuh Diri Teori Psikologis Anger Turned Inward Freud (1957) percaya
bahwa bunuh diri adalah respon terhadap kebencian diri yang kuat yang dimiliki
seseorang. Kemarahan berasal dari objek cinta tetapi akhirnya berbalik ke dalam
melawan diri sendiri. Freud percaya bahwa bunuh diri terjadi sebagai akibat dari
keinginan tertekan sebelumnya untuk membunuh orang lain. Ia mengartikan bunuh
diri sebagai tindakan agresif terhadap diri sendiri yang seringkali benar-benar
ditujukan kepada orang lain ( Townsend, 2015: 277).
Faktor predisposisi yang menunjang perilaku resiko bunuh diri meliputi:
a. Diagnosis psikiatri Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko
untuk bunuh diri vaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obal, dan
skizofrenia.
b. Sifat kepribadian Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan
peningkatan resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan
depresi.
c. Lingkungan psikososial Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau
perceraian, kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor resiko untuk perilaku resiko bunuh diri
e. Faktor biokimia Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine
dapat menimbulkan perilaku resiko bunuh diri. (Prabowo, 2017: 161)
Menurut ah yusuf, 2015. Banyak pendapat tentang penyebab dan atau alasan
termasuk hal-hal berikut.
a. Kegagalan atau adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
b. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonalatau gagal melakukan hubungan yang berarti.
c. Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
e. Tangisan minta tolong.
Lima domain faktor risiko menunjang pada pemahaman perilaku destruktif
diri sepanjang siklus kehidupan, yaitu sebagai berikut.
a. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan
jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan afektif, skizofrenia, dan penyalahgunaan zat.
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya risiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,
kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor risiko penting untuk perilaku destruktif.
e. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotonegik, opiatergik, dan
dopaminergik menjadi media proses yang dapat menimbulkan perilaku
merusak diri.Faktor penyebab tambahan terjadinya bunuh diri antara lain
sebagai berikut:
1) Penyebab bunuh diri pada anak
a) Pelarian dari penganiayaan dan pemerkosaan.
b) Situasi keluarga yang kacau.
c) Perasaan tidak disayangi atau selalu dikritik.
d) Gagal sekolah.
e) Takut atau dihina di sekolah.
f) Kehilangan orang yang dicintai.
g) Dihukum orang lain.
2) Penyebab bunuh diri pada remaja.
a) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.
b) Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.
c) Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
d) Perasaan tidak dimengerti orang lain.
e) Kehilangan orang yang dicintai.
f) Keadaan fisik.
g) Masalah dengan orang tua.
h) Masalah seksual.
i) Depresi.
3) Penyebab bunuh diri pada mahasiswa.
a) Self ideal terlalu tinggi.
b) Cemas akan tugas akademik yang terlalu banyak.
c) Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih
sayang orang tua.
d) Kompetisi untuk sukses.
4) Penyebab bunuh diri pada usia lanjut.
a) Perubahan status dari mandiri ke ketergantungan.
b) Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi.
c) Perasaan tidak berarti di masyarakat.
d) Kesepian dan isolasi sosial.
e) Kehilangan ganda, seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan.
f) Sumber hidup bergantung (Yusuf Dkk, 2015: 146-147).

H. Faktor Presipitasi (pencetus)


Pencetus dapat berupa kejadia yang memalukan, seperti masalah
interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman
pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh
diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan
untuk melakukan perilaku bunuh diri (Prabowo, 2017: 161)
1. Psikososial dan klinik
a. Keputusasaan
b. Ras kulit putih
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Usia lebih tua
e. Hidup sendiri
2. Riwayat
a. Pernah mencoba bunuh diri.
b. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat (Ah yusuf. 2015: 147-148)
I. Sumber Koping
Toingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan faktor sosial dan
kultural. Durkheim membuat urutan tentang tingkah laku bunuh diri. Ada tiga
subkategori bunuh diri berdasarkan motivasi seseorang, yaitu sebagai berikut.
1. Bunuh diri egoistik
Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.
2. Bunuh diri altruistik
Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
3. Bunuh diri anomik
Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu (Ah yusuf.
2015: 148)
J. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku pengerusakan
diri tak langsung adalah pengingkaran (denial). Sementara, mekanisme koping yang
paling menonjol adalah rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi. (Ah yusuf. 2015:
148)
1. Rentang Respon (adaptif-maladaptif)
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
1) Self enhancement (pengembangan diri): menyayangi kehidupan diri,
berusaha selalu meningkatkan kualitas diri.
2) Growth promoting risk taking: berani mengambil risiko untuk
meningkatkan perkembangan diri.
b. Respon maladaptif
Respon maladaptive adalahresponyang diberikan individuketika dia tidak
mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapai.
1) Indirect self-destruktif behavior, perilaku merusak diri tidak
langsung. aktivitas yang dapat mengancam kesejahtraan fisik dan
berpotensi mengakibatkan kematian, individu tidak menyadari atau
menyangkal bahaya aktivitas tersebut
2) Self-injury mencederai diri, tak bermaksud bunuh diri tetapi
prilakunya dapat mengancam diri
3) Suicide atau bunuh diri; perilaku yang disengaja menimbulkan
kematian diri, individu sadar bahkan menginginkan kematian.
(Prabowo, 2017: 160-161)
c. Rentang respon

Respon adaptif Respon


Maladaftif

Self grouth indirect self_ sel injury suicide


Enhance- promotion destrutivve
Ment risk taking behavior

(Prabowo, 2017: 160)

K. Penatalaksanaan Medis
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan
darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan
terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan
urgensi suatu tindakan medis. Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial
tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan
bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat
dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan
gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga
gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro
konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi (Prabowo, 2017: 165).
Keperawatan untuk pasien dengan keinginan bunuh diri dan upaya bunuh diri
terjadi pada tiga tingkatan yang berbeda: primer, sekunder, dan tersier. Meningkatkan
kesehatan mental komunitas secara keseluruhan dapat mengurangi kejadian bunuh diri
lebih efektif daripada upaya ekstensif yang diarahkan untuk mengidentifikasi individu
yang akan segera bunuh diri; oleh karena itu, perhatian yang lebih difokuskan pada
intervensi utama yang melibatkan partisipasi masyarakat luas akan mengarah pada hasil
yang lebih baik (Halter, 2014: 487).
1. Bantu klien untuk menurunkan risiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri dengan cara mengkaji tingkat dan lama tidaknya risiko bunuh diri serta kaji
gaya hidup, dukungan sosial yang tersedia, rencana tindakan yang dapat mengancam
hidupannya, dan mengatasi perangkat yang dapat digunakannya.
2. Berikan lingkungan yang aman berdasarkan tingkatan risiko bu- nuh diri, seperti
menempatkan klien dalam tempat yang mudah dimonitor atau mengidentifikasi
benda-benda yang dapat diguna- kan klien untuk bunuh diri.
3. Membantu klien untuk meningkatkan harga diri, seperti tidak menghakiminya,
memberikan empati, mengidentifikasi aspek- aspek positif dalam interaksi dengan
orang lain, berpikir positif, atau memberikan jadwal aktivitas harian yang terencana,
mengontrol pada impuls-impuls, melakukan terapi kelompok dan kognitif.
4. Membantu klien untuk mendapatkan dukungan sosial, seperti Membantu memberi
tahu keluarga dan saudaranya bahwa klien yang memberikan dukungan sosial dan
kasih sayang, bersama klien yang menulis daftar dukungan sosial yang dimilikinya,
misalnya buku wajah atau melakukan kontak sosial.
5. Membantu klien untuk mengembangkan cara mengatasi yang positif, seperti klien
untuk mengekspresikan marah dan bermusuhan secara asertif, melakukan tindakan
pada usaha-usaha tindakan bunuh diri, faktor predisposisi, memanipulasi uji stres
kehidupan dan alternatif coping, eks- plorasi perilaku alternatif, dan menggunakan
modifikasi perilaku yang sesuai (Herry, 2011:210).

L. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
Menurut muhith 2015:481. Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar
dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan kemungkinan
kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita mengenal tiga macam perilaku bunuh
diri, yaitu:
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri yang ditunjukkan dengan berperilaku tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: "Tolong jaga anak-anak karena saya akan
pergi jauh! " atau "Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya." Pada kondisi ini,
pasien mungkin sudah memiliki ide untuk men- gakhiri hidupnya, namun tidak
dilengkapi dengan ancaman dan perco- baan bunuh diri. Pasien mengungkapkan
perasaan seperti ambillah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya. Pasien juga
mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggam- barkan harga
diri rendah
b. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri yang diucapkan oleh pasien, berisi ke- inginan untuk mati
dengan rencana untuk mengakhiri ke- hidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah bunuh diri, namun tidak
mengikuti percobaan bunuh diri.
c. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan
cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat yang tinggi.
Menurut Yusuf, 2015:142-145. Pengkajian tingkah laku bunuh diri temasuk
aplikasi observasi melekat dan keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda
spesifik dan rencana spesifik. Perawat harus mengkaji tingkat risiko bunuh diri,
faktor predisposisi, presipitasi, mekanisme koping, dan sumber koping pasien.
Beberapa kriteria untuk menilai tingkat risiko bunuh diri seperti pada tabel berikut.
1) Faktor resiko
a) Menurut hatton, Valente, dan Rink. Dalam Yusuf, 2015: 143
No. Perilaku/ Gejala Rendah Sedang Berat
1 Cemas Rendah Sedang Tinggi atau
panic
2 Depresi Rendah Sedang Berat
3 Isolasi/ menarik Perasaan Perasaan tidak Tidak berdaya,
diri depresi yang berdaya putus putus asa,
samar, tidak asa, menarik diri menarik diri,
menarik diri protes pada diri
sendiri
4 Fungsi sehari-hari Umumnya Baik pada Tidak baik pada
oada pada beberapa semua aktivitas
semua aktivitas.
aktivitas
5 Sumber-sumber Beberapa Sedikit Kurang
6 Strategi kuping Umumnya Sebagian Sebagian kurang
konstruktif. konstruktif. besar destruktif
7 Orang penting Beberapa Sedikit atau -
hanya satu
8 Pelayana pskiate Tidak, sikap Ya, umumnya Bersikap
yang lalu positif memuaskan. negative
terhadap
pertolongan.
9 Pola hidup Stabil Sedang (stabil- Tidak stabil
tidak stabil)
10 Pemakaian Tidak sering Sering Terus menerus
alkhohol dan obat
11 Percobaan bunuh Tidak atau Dari tidak Dari tidak
diri sebelumnya yang tidak sampai dengan sampai berbagai
fatal cara yang agak cara yang fatal.
fatal.
12 Disorientasi dan Tidak ada Beberapa Jelas atau ada
disorganisasi
13 Bermusuhan Tidak atau Beberapa Jelas atau ada
sedikit
14 Rencana bunuh Samar, Sering Sering dan
diri kadang-kadang dipikirkan, konstan di
ada pikiran, kladang-kadang pikirkan dengan
tidak ada ade ide untuk rencana yang
rencana. merencanakan spesifik
(Yusuf, 2015:143)
b) Menurut stuar dan sudeen dalam Yusuf, 2015:144
Faktor Resiko tinggi Resiko rendah
Umur >45 tahun dan remaja 21-45 tahun atau< 12
tahun
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Status perkawinan Cerai, pisah, janda/duda Kawin
Jabatan Professional Pekerja kasar
Pekerja Pengangguran Peekerja
Penyakit kronis Kronik, terminal Tidak ada yang serius
Gangguan material Depresi, halusinasi Gangguan kepribadian.
(Yusuf, 2015:144)
2. Diagnosa keperawatan
Jika ditemukan data bahwa pasien memebrikan ancaman atau mencoba bunuh diri,
masalah keperawatan yang mungkin muncul: resiko bunuh diri
3. Intervensi
a. Listening, kontrak, kolaborasi dengan keluarga.
Klien bisa di- tolong dengan terapi dan mencoba untuk mengungkapkan
peasaan- nya, berikan dukungan agar dia tabah dan tetap berpandangan bah- wa
hidup ini bermanfaat. Buatlah lingkungannya seaman mungkin dan jauhkanlah
dari alat-alat yang bisa digunakan untuk bunuh diri.
b. Pahami persoalan dari kacamata mereka.
Harus dihadapi dengan cap menerima, sabar, dan empati. Perawat
berupaya agar tidak bersikap memvonis, memojokkan, apalagi menghakimi
mereka yang punya niat bunuh diri. Pada saat sedang menderita, ia membutuhkan
bantuan orang lain dan butuh ventilasi untuk mengalirkan perasaan dan
masalahnya. Namun, ia biasanya takut untuk mencari pertolongan.
c. Pentingnya partisipasi masyarakat.
Gangguan kejiwaan biasanya bisa sembuh hanya perlu terus dievaluasi
karena sewaktu-waktu bisa kambuh, dalam hal ini dukungan keluarga sangat
penting untuk upaya penyembuhan klien, keluarga perlu didukung masyarakat
sekitarnya agar klien gangguan jiwa dianggap sama dengan penyakit-penyakit
fisik lainnya.
d. Express feeling.
Perlu ada dukungan dari lingkungan seperti sharing atau curhat sehingga
membantu meringankan beban yang menerpa, selain mengontrol emosi, lebih
mendekatkan diri kepada yang maha kuasa.
e. Lakukan implementasi khusus.
Seperti menjauhkan benda-benda berbahaya dari lingkungan klien dan
mengobservasi perilaku yang berisiko untuk bunuh diri.
Tujuan: klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Indikator:
a. Menyatakan harapannya untuk hidup
b. Menyatakan perasaan marah, kesepian, dan keputusasaan secara
c. Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran bunuh diri
muncul.
d. Mengidentifikasi alaternatif untuk coping (Muhith, 2015: 475-377).

4. Tindakan Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan untuk orang dengan penghancuran diri perilaku
harus fokus pertama pada melindungi pasien dari membahayakan. Selain itu, rencana
harus mempertimbangkan faktor-faktor yang berkontribusi pada perilaku marah pasien.
Nanti, suster dapat fokus pada pengembangan wawasan tentang suicial perilaku
substitusi dari mekanisme koping yang sehat.Pasien suicial dapat diobati dalam berbagai
kondisi. Itu keputusan tentang pengaturan mana yang paling sesuai untuk suatu keadaan
pasien didasarkan pada penilaian risiko. Orang yangtampak sangat berniat dan yang
memiliki rencana tindakan khusus dan metode yang mematikan harus dimasukkan ke
pengaturan rawat inap di mana mereka dapat diawasi dengan ketat (Stuart 2: 335)
a. Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosan keperawatan: resiko bunuh diri
1) Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri
Tujuan : pasie tetap aman dan selamat
Tindakan : melindungi pasien
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri,
maka dapat melakukan tindakan beriku:
a) Menemani pasien terus- menerus sampai dia dapat dipindahkan ke tempat
yang aman.
b) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali
pinggng)
c) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah minum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat.
d) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa perawat akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri (Muhith, 2015: 483).

2) Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri


Tujuan : keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam
atau mencoba bunuh diri
Tindakan:
a) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian
b) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjahui barang-barang
berbahaya disekitar pasien
c) Mendiskusikan denga keluarga untuk menjaga agar tidak sering melamun
sendiri
d) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara
teratur (Muhith, 2015:285).
b. Isyarat bunuh diri dengan diagnose harga diri rendah:
1) Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
Tujuan :
a) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungan nya
b) Pasien dapat mengungkapkan perasaannya
c) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
d) Pasien dapat menggunakan penyelesaian masalah yang baik
Tindakan keperawatan :
a) Mendiskusikan tentang cara mengetahui keinginan bunuh diri, yaitu
dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman
b) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
(1) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaanya
(2) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
(3) Menyakini pasien bahwa dirinya penting
(4) Membecarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri pasien
(5) Merencanakan aktivitas yang dapat pasien lakukan
c) Meninggalkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara:
(1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
2) Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien isyarat bunuh diri
Tujuan : keluarga mampu merawat pasien dengan resiko bunuh diri.
Tindakan :
a) Mengajarkan keluiarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
(1) Menyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang
pernah muncul pada pasien.
(2) Mendiskusikan tentan tanda dan gejala yang umumnya muncul
kepada pasien berisiko bunuh diri.
b) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
(1) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila
pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
(2) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
(a) Memberikan tempat yang aman, menempatkan pasien di
tempat yang mudah diawasi, jangan biarkan pasien mengunci
diri dikamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian
dirumah.
(b) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh
diri, jauhkan pasien dari barang-barang yang bisa digunakan
untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan bakar minyak/bensin, api,
pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti obat
nyamuk atau racun serangga
(c) Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan
pengawasan apabila tanda dan gejala bunuh diri meningkat,
jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien
tindak mnunjukkan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
(3) Mengajurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut diatas.
c) Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien
melakukan percobaan bunuh diri antara lain:
(1) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh diri tersebut.
(2) Segera membawa pasien kerumah sakit atau puskesmas mendapatkan
d) Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi
pasien
(1) Memberikan informasi tentang nomer telepon darurat tenaga
kesehatan.
(2) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/control
secara teratur untuk mngatasi masalah bunuh diri.
(3) Menganjurka keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai
prinsip 5 benar yaitu: benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya,
benar cara menggunakannya, benar waktu penggunaanya.
(Muhith,2015:487-492)

BAB III
APLIKASI KASUS
Contoh Kasus:
Tn. B berusia 35 tahun, bekerja di sebuah perusahaan swasta bernama PT.

Bagindo. Status menikah, tapi belum memiliki anak. Perusahaan tempatnya bekerja
mengalami masalah, akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena pemutusan

hubungan kerja (PHK), termasuk salah satunya Tn. B. akibatnya kondisi keuangan Tn. B

memburuk, sehingga membuat istrinya meminta cerai karena Tn. B tidak bisa

memberikan nafkah lagi kepada istrinya. Tn. B pun menjadi putus asa dan ingin

mengakhiri hidupnya dengan cara mencoba gantung diri di dalam kamar. Saat dilakukan

pengkajian ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan, BB pasien

menurun, dan pasien tampak lemah dan tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut,

sakit kepala. N: 80x/m. TD: 120/90 MmHg. S: 37C. RR: 20x/m. BB: 50kg. TB: 170cm.

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama Lengkap : Tn. B
Usia : 35 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Status : Menikah
Alamat : Pontianak-Kalbar
2. Alasan Masuk
Klien dibawa ke rumah sakit jiwa karena mencoba gantung diri dikamar mandi rumah
pasien.
3. Faktor predisposisi
Klien prustasi karena baru mengalami kehilangan pekerjaan/PHK oleh perusahaan
tempat dia bekerja dan ditinggal istrinya ada anggota keluarga yang juga mengalami
gangguan jiwa.
4. Faktor presipitasi
Klien mengatakan hidupnya sudah tidak berguna lagi dan lebih baik mati saja

Masalah keperawatan:
a. Resiko bunuh diri
b. Resiko kekerasan
c. Harga diri rendah
5. Fisik
Ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan tangan, BB pasien
menurun, dan klien tampak lemas tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut,
kepala sakit. N: 80x/m. TD: 120/90 MmHg. S:37c. RR:20x/m. BB: 50kg. TB:170cm.
6. Psikososial.
Geogram:
7. Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
b. Identitas
Klien sudah menikah mempunyai seorang istri.
c. Peran Diri
Klien adalah kepala rumah tangga dengan 3 orang anak yang masih kecil-kecil
d. Ideal Diri
Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien bingung
harus mendapat pekerjaan dimana untuk menghidupi keluarga dan bagaimana
membangun keluarganya seperti dulu.
e. Harga diri
Depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain. Masalah keperawatan HDR
8. Hubungan Sosial
Menurut klien orang yang paling dekat dengannya adalah Tn. M teman
sekamar yg satu agama. Klien adalah orang yang kurang perduli dengan
lingkungannya, klien sering diam, menyendiri, murung dan tak bergairah, jarang
berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan teman yang lain, sangat sensitive.
9. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: pasien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering
mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya.
b. Kegiatan ibadah: Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada
Tuhan.
10. Status Mental
a. Penampilan:
Pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh,
rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan fungsi,
tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan.
b. Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan
pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata
dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang terjadi blocking.
c. Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan aktivitas
d. Interaksi selama wawancara:
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara saat
berkomunikasi.
e. Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
11. Kebutuhan Persiapan Pulang.
12. Mekanisme Koping
Mal adaptif : Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak
menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak
berdaya, klien tidak mau melakukan aktifitas.
13. Analisa Data
Diagnosa Data Mayor
Risiko DS Mayor
Bunuh Diri - klien Mengatakan hidupnya tak berguna lagi
- Klien menyatakan Inggin mati
- Klien Menyatakan pernah mencoba bunuh diri
- Klien Mengancam bunuh diri.
DS Minor:
- Mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
- Mengatakan lebih baek mati saja
- Mengatakan sudah bosan hidup
DO Mayor:
- Ekspresi murung
- Tak bergairah
- Ada bekas percobaan bunuh diri
DO Minor:
- Perubahan kebiasaan hidup
- Perubahan perangai
TTV:
N: 80x/m
TD: 120/90MmHg
S: 37C
RR: 20x/m
BB: 50 kg
TB: 170cm.

M. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko bunuh diri
a. Analisa Data
Diagnosa Data Mayor
Risiko DS Mayor
Bunuh Diri - klien Mengatakan hidupnya tak berguna lagi
- Klien menyatakan Inggin mati
- Klien Menyatakan pernah mencoba bunuh diri
- Klien Mengancam bunuh diri.
DS Minor:
- Mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
- Mengatakan lebih baek mati saja
- Mengatakan sudah bosan hidup
DO Mayor:
- Ekspresi murung
- Tak bergairah
- Ada bekas percobaan bunuh diri
DO Minor:
- Perubahan kebiasaan hidup
- Perubahan perangai

b. Rencana Keperawatan
Pasien:
a. Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
b. Tujuan khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
a) Perkenalkan diri dengan klien
b) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
c) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d) Bersifat hangat dan bersahabat.
e) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

2) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri


Tindakan:
a) Jauhkan klien dari bendabenda yang dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca, dan lainlain).
b) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
c) Awasi klien secara ketat setiap saat.
3) Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
a) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
b) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
c) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
d) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lainlain.
e) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.

4) Klien dapat meningkatkan harga diri


Tindakan:
a) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
b) Kaji dan kerahkan sumbersumber internal individu.
c) Bantu mengidentifikasi sumbersumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, halhal untuk diselesaikan).
5) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
a) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalamanpengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal: berjalan-jalan, membaca buku favorit,
menulis surat dll.).
b) Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
c) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan
koping yang efektif.

6) Klien dapat menggunakan dukungan sosial


Tindakan:
a) Kaji dan manfaatkan sumbersumber ekstemal individu (orangorang
terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang
dianut).
b) Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).
c) Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal: konseling pemuka agama).

7) Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat


Tindakan:
a) Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat).
b) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat,
dosis, cara, waktu).
c) Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan
d) Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

KELUARGA
1. Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba
bunuh diri.
Tindakan:
a. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian
b. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang
berbahaya disekita pasien
c. Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri
d. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya passion minum obat secara teratur.
2. Keluarga mampu merawat pasien dengan resiko bunuh diri
Tindakan:
a. Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
1) Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah
muncul pada pasien
2) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada
pasien beresiko bunuh diri
b. Mengajarkan keluarga tentang cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
1) Mengajarkan keluarga tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila
pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
2) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
- Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat
yang mudah di awasi, jangan biarkan pasien mengunci diri
dikamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian dirumah
- Menjauhkan barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri.
Jauhkan pasien dari barang-barang yang bias digunakan untuk
bunuh diri, seperti tali, bahan bakar minyak/bensin, api, pisau atau
benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti racun nyamuk
atau racun serangga.
- Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan
apa bila ada tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah
melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukkan
tanda dan gejala untuk bunuh diri.
3) Menganjurkan keluarga untuk malaksanakan cara tersebut diatas.
c. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apa bila pasien
melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:
1) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh diri tersebut
2) Segera membawa pasien kerumah sakit atau puskesmas untuk
mendapatkan bantuan medis.
d. Mencari keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
1) Memberikan informasi tentang nomor telpon darurat tenaga kesehatan
2) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/control
secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya
3) Menganjurkan keluarga uuntuk membantu pasien minum obat sesuai
prinsip lima benar pemberian obat.
No. Tgl/Jam Diagnosa Kep. Tindakan Evaluasi
1. 12/7/2019 Resiko Bunuh Sp I Pasien S:
PK. 08.00 Diri 1. Membina Klien mengatakan
hubungan saling sudah mencoba
percaya dengan klien belajar berkenalan
2.  Mengidentifikasi namun masih
benda-benda yang enggan untuk
dapat dilakukan
membahayakan
pasien O:
3.  Mengamankan Klien aktif dan
benda-benda yang memperhatikan
dapat selama latihan
membahayakan berkenalan dengan
pasien. perawat
4.  Melakukan
kontrak treatment A:
5. Mengajarkan cara Klien sudah tahu
mengendalikan cara berkenalan
dorongan bunuh diri dengan
menyebutkan
Sp II Pasien nama,asal,hobi

1. Mengidentisifikas P:
i aspek positif pasien Lanjutkan
2. Mendorong pasien berkenalan dengan
untuk berfikir positif orang lain.
terhadap diri sendiri
3. Mendorong pasien
untuk menghargai
diri sebagai individu
yang berharga

Sp III Pasien
1. Mengidentisifikas
i pola koping yang
biasa diterapkan
pasien
2.Menilai pola
koping yng biasa
dilakukan
3. Mengidentifikasi
pola koping yang
konstruktif
4. Mendorong pasien
memilih pola koping
yang konstruktif
5. Menganjurkan
pasien menerapkan
pola koping
konstruktif dalam
kegiatan harian

Sp IV Pasien
1. Membuat rencana
masa depan yang
realistis bersama
pasien
2. Mengidentifikasi
cara mencapai
rencana masa depan
yang realistis
3. Memberi
dorongan pasien
melakukan kehiatan
dalam rangka meraih
masa depan yang
realistis

SP 1 Keluaga
1. Mendiskusikan
massalah yang
dirasakan keluarga
dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan
pengertia, tanda dan
gejala resiko bunuh
diri, dan jenis
prilaku yang di
alami pasien beserta
proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-
cara merawat pasien
resiko bunuh diri
yang dialami pasien
beserta proses
terjadinya.

SP II Keluarga
1. Melatih keluarga
mempraktekan cara
merawat pasien
dengan resiko bunuh
diri
2. Melatih keluarga
melakukan cara
merawat langsung
kepada pasien resiko
bunuh diri.

SP III Keluarga
1. Membantu
keluarga membuat
jadual aktivitas
dirumah termasuk
minum obat\
2. Mendiskusikan
sumber rujukan yang
bias dijangkau oleh
keluarga

N. Strategi Pelaksanaan Komunikasi (Role play)


SP 1 Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B kenalkan saya adalah perawat A yang bertugas di ruang Mawar
ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.”
“Bagaimana perasaan B hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang B rasakan selama ini. Dimana
dan berapa lama kita bicara?”
KERJA
“Bagaimana perasaan B setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini B
merasa paling menderita di dunia ini? Apakah B kehilangan kepercayaan diri? Apakah B
merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah B merasa
bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah B sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah B berniat menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau B berharap
bahwa B mati? Apakah B pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana
caranya? Apa yang B rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh dirinya,
segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien, misalnya
dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena
ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini
untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B, Karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang akan B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu
muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat
diruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi B jangan sendirian
ya? Katakan pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan”.
“Saya percaya B dapat mengatasi masalah, OK B?”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan B sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin
bunuh diri?”
“Coba B sebutkan lagi cara tersebut?”
“Saya akan menemui B terus sampai keinginan bunuh diri hilang”
(jangan meninggalkan pasien)

SP 2 Pasien : Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri


ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B! masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan B hari ini? O..
jadi B merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada perasaan ingin bunuh
diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara
mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Disini saja yah!”

KERJA
“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk
mengakhiri hidup.” “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan
tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul,
maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga
dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan pernah sendirian ya..?”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang
telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh diri?
Kalau masih ada perasaan/dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat
yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunuh diri, saya akan ketemu B lagi, untuk
membicarakan cara meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini saja.”

SP 3 Pasien: Untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri.

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B! Bagaiman perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan
mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita 2 jam yang lalu sekarang kita akan
membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa
lama? Dimana?”
KERJA
“Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi
kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan
yang bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada
yang baik yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B
lakukan selam ini?.” “Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari
kita latih.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja
yang B patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam
kehidupan B jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus B. Coba B
ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu disyukuri!. Nanti jam 12 kita
bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi
kalau ada perasaan-perasaan yag tidak terkendali segera hubungi saya ya!”
KELUARGA :

SP 1 keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba


bunuh diri.

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu, kenalkan saya A yang merawat putra bapak dan ibu
dirumah sakit ini”.
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar B tetap selamat
dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau disini saja kita berbincang-
bincangnya Pak/Bu?” Sambil kita awasi terus B.

KERJA
“Bapak/Ibu, B sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan pekerjaan dan
ditinggal istrinya, sehingga sekarang B selalu ingin mengakhiri hidupnya. Karena kondisi
B yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua perlu mengawasi B
terus-menerus. Bapak/Ibu dapat ikut mengawasi ya.. pokoknya kalau dalam kondisi
serius seperti ini B tidak boleh ditinggal sendirian sedikitpun”
“Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat digunakan B
untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, tali pinggang. Semua barang-barang
tersebut tidak boleh ada disikitar B.” “Selain itu, jika bicara dengan B fokus pada hal-hal
positif, hindarkan pernyataan negatif”.
“Selain itu sebaiknya B punya kegiatan positif seperti melakukan hobbynya bermain
sepak bola, dll supaya tidak sempat melamun sendiri.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin
bunuh diri?”
“Coba Bapak/Ibu sebutkan lagi cara tersebut?” “Baik mari sama-sama kita temani B,
sampai keinginan bunuh dirinya hilang.”

SP 2 Keluarga: percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat anggota


keluarga beresiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu. Bagaimana keadan Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara
melindungi dari bunuh diri.”
“Dimana kita akan diskusi? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama
Bapak/Ibu punya waktu untuk diskusi?”

KERJA
“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan B?”
“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunu diri.
Pada umunya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan tanda melalui
percakapan misalnya “Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya.”
Apakah B pernah mengatakannya?”
“Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ungkapan perasaan dari B secara serius. Pengawasan terhadap B
ditingkatkan, jangan biarkan dia sendirian di rumah atau jangan dibiarkan mengunci diri
di kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan
digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah dengan meningkatkan pengawasan dan
memberi dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan bahwa Bapak/Ibu
sayang pada B. Katakan juga kebaikan-kebaikan B.”
“Usahakan sedikitnya 5 kali sehari Bapak/Ibu memuji B dengan tulus.”
“Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan
orang lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit
terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius. Setelah kembali ke rumah,
Bapak/Ibu perlu membantu agar B terus berobat untuk mengatasi keinginan bunuh diri.”

TERMINASI
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-
cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”
“Ya bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri
segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang
tentang cara-cara meningkatkan harga diri B dan penyelesaian masalah.”

SP 3 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh
diri

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang ketemu lagi”
“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu
lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita latihan?”

KERJA
“Sekarang anggap saya B yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan ibu
praktekkan cara bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada B”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan
positifnya sesuai jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada B?”
(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)

TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B di rumah?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan
ibu membesuk B”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita
akan mencoba lagi cara merawat B sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”

SP4 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga dengan pasien risiko
bunuh diri

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak, bu, hari ini B sudah boleh pulang, maka sebaiknya kita
membicarakan jadual B selama dirumah.”
“Berapa lama kita bisa diskusi?”
“Baik mari kita diskusikan.”

KERJA
“Pak, bu, ini jadwal B selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan
dirumah?’ tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum
obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh B
selama di rumah. Kalau misalnya B terus menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak
gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong bapak dan ibu segera
hubungi Suster C dirumah sakit harapan peduli,rumah sakit terdekat dari rumah ibu dan
bapak, ini nomor telepon rumah sakitnya: (0771) 12345. Selanjutnya suster C yang akan
membantu memantau perkembangan B”

TERMINASI
“Bagaimana pak/bu? Ada yang belum jelas?”
“Ini jadwal kegiatan harian B untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat C di
rumah sakit harapan peduli. Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau
ada gejala yang tampak. Silahkan selesaikan administrasinya.”

BAB IV
KESIMPULAN dan SARAN
Kesimpulan
Bunuh diri merupakan salah satu kegawatdaruratan psikiatri kata bunuh diri berasal dari
kata suicidere yang merupakan bahasa latin, sui memiliki arti “diri” dan cadere yang merupakan
arti ‘membunuh’. Jadi bunuh diri adalah sebuah tindakan yang dilakukan dengan sadar oleh
seseorang untuk mengakhiri hidupnya. (Wuri Emi, 2018: 155)
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadia yang memalukan, seperti
masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman
pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untuk melakukan
perilaku bunuh diri. (Prabowo. 2017: 161)
Saran
Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup cirri-ciri pasien yang
ingin mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri pasien.
Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan jiwa

DAFTAR PUSTAKA

Mary C, DKK, 2018, Psychiatric Mental Health Nursing, F.A. Davis company. Phyladelphia,
America.
Halter. 2014. Varcarolis Foumdations Of Psychiatric Mentah Health Nursim. ELSEVIER: USA

Elizabeth. 2017. Essentials Of Psychiatric Mental Health Nursing. ELSEVIER: CHINA


Merry C. Townsend. 2014. Psychiatric Mentah Health Nursing Concepts Of Care In Evidence-

Base Practice. F.A Davis Company: USA

Gail W. Stuart. 2013. Principles And Practice Of Psychiatric Nursing. ELSEVIER: CHINA
Shela L. Videback. 2010. Psychiatric-Mental Health Nursing. Wolters: Williams
Abdul Muhith, 2015, Pendidikan Keperawatan Jiwa. CV, ANDI OFFSET (penerbit andi,
Yogyakarta.
Emi Wuri Wuryaningsi, dkk, 2018, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa I. UPT. Percetakan
dan penerbit universitas jumber, Jember.
Ulik Makrifatul Azizah, dkk, 2016, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. INDOMEDIA
Pustaka, Yogyakarta.
Ah Yusuf, dkk, 2015, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. SELEMBA MEDIKA: Jakarta,
Yafi Sabila Rosyad, 2020, Praktikum Keperawatan Jiwa II. MEDIA SAINS INDONESIA,
(CV, media sains Indonesia): Jawa Barat.
Wayan candra, dkk, 2017, Psikologis landasan Keilmuan Praktik Keperawatan jiwa. ANDI
(Anggota IKAPI), Yogyakarta.
Prabowo Eko, 2017. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika: Yogyakarta

Herry. Dkk. 2011. Pengantar Psikopatologi Untuk Keperawatan. MEDIA GROUP: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai