Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN TUTOR KASUS

2 RESIKO BUNUH DIRI


Dosen Pembimbing :Ns. LURI MEKEAMA,S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 3
G1B119009 KHAFIVAH MAISULVI
G1B11 9019 HANI FRANSISKA PURBA
G1B11 9029 RIZKI DINI MAHARANI
G1B11 9039 NURMARDIAH
G1B11 9051 RENY HARYANI
G1B11 9053 YAYU ANGGRIANI
G1B11 9059 MUTIA SALSA BI LLA
G1B11 9061 MELIKSON KAKYARMABIN
G1B11 9065 NADIA RI FELDA
G1B11 9067 HARNIKA
G1B119069 TRI GUMAY KHAYRUPAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini
yang berjudul “ISOLASI SOSIAL" tepat pada Waktunya Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya
Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Jambi, 7 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................................1
1.2. Rumusan masalah........................................................................................3
1.3. Tujuan.........................................................................................................3
1.4. Manfaat.......................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi Resiko Bunuh Diri.......................................................................4
2.2. Faktor Resiko Bunuh Diri.........................................................................4
2.3. Tanda Dan Gejala Resiko Bunuh Diri......................................................5
2.4. Pohon Masalah Resiko Bunuh Diri...........................................................6
2.5. Penatalaksanaan Resiko Bunuh Diri.........................................................7
2.6. Komplikasi Resiko Bunuh Diri.................................................................7
2.7. Manifestasi Klinis Resiko Bunuh Diri......................................................7
2.8. Rentan Resiko Bunuh Diri........................................................................8
2.9. Etiologi Resiko Bunuh Diri.......................................................................9
2.10. Jenis Perilaku Resiko Bunuh Diri.............................................................9
2.11. Sp Komunikaasi Resiko Bunuh Diri.......................................................10
2.12. Asuhan Keperawatan Kasus Isolasi Sosial.............................................13

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan............................................................................................63
3.2. Saran......................................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gangguan jiwa adalah konsep sindrom yang ditandai dengan tingkah laku
seseorang secara psikologis yang sangat signifikan atau suatu pola yang dialami
pada kepribadian seseorang yang berhubungan dengan gejala nyeri atau cacat
contohnya penurunan pada satu atau lebih fungsi yang sangat penting atau resiko
peningkatan kematian, nyeri, kecacatan atau kerugian (Prabowo, 2015).
Gangguan jiwa dapat dialami oleh siapapun tidak mengenal suku budaya ,
umur, agama, ataupun status sosial dan ekonomi. Gangguan jiwa bukan
disebabkan pada melemahnya diri seseorang. Di masyarakat sendiri banyak sekali
pendapat tentang kepercayaan suatu mitos yang sangat salah mengenai gangguan
jiwa, ada yang meyakini bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh
jahat, adapula yang meyakini semua itu disebabkan guna guna dari orang pintar
(dukun) karena suatu kutukan ataupun hukuman dari dosa yang pernah dilakukan
oleh seseorang di masa lalunya (Dian, 2013).
Bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Istilah yang terakhir ini menjadi topik besar dalam psikatri
kontemporer, karena jumlah yang terlibat dan riset yang mereka buat. Resiko
bunuh diri adalah resiko untuk menciderai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan
perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart, 2006).
Berdasarkan data WHO, setidaknya 800 ribu orang di seluruh dunia
melakukan bunuh diri setiap tahun. Bunuh diri menjadi salah satu faktor penyebab
kematian tertinggi, khususnya usia muda 15 - 29 tahun. Sebanyak 75% bunuh diri
terjadi di negara dengan penduduk berpendapatan rendah - menengah. Di
Indonesia, kasus bunuh diri yang diketahui oleh kepolisian berkisar di angka 900-
an pertahun. Jika dirinci kasus bunuh diri di Indonesia mencapai 3,7/100.000
penduduk. Dibandingkan Negara - negara Asia lain, prevalensi itu lebih rendah.
Namun dengan 258 juta penduduk, berarti ada 10.000 bunuh diri di Indonesia tiap

1
tahun atau satu orang per jam. (BPS, 2016). Di dunia lebih dari 1000 tindakan
bunuh diri terjadi tiap hari, di Inggris ada lebih dari 3000 kematian bunuh diri tiap
tahun (Ingram, Timbury dan Mowbray, 1993). Di Amerika Serikat, dilaporkan
25.000 tindakan bunuh diri setiap tahun (Wilson dan Kneisl,1988), dan
merupakan penyebab kematian kesebelas. Rasio kejadian bunuh diri antara pria
dan wanita adalah tiga berbanding satu (Stuart dan Sundden, 1987, hlm. 487).
Pada usia remaja, bunuh diri merupakan penyebab kematian kedua (Leahey dan
Wright, 1987, hlm.79).
Selain karena faktor kecelakaan. Pada laki - laki tiga kali lebih sering
melakukan bunuh diri daripada wanita, karena laki - laki lebih sering
menggunakan alat yang lebih efektif untuk bunuh diri, antara lain dengan pistol,
menggantung diri, atau lompat dari gedung yang tinggi, sedangkan wanita lebih
sering menggunakan zat psikoaktif overdosis atau racun, namun sekarang mereka
lebih sering menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih sering memilih cara
menyelamatkan dirinya sendiri atau diselamatkan orang lain. Ada banyak
penyebab orang sampai nekad untuk melakukan bunuh diri, bahkan ada yang
sampai lebih dari satu kali melakukan percobaan karena sebelumnya gagal.
Laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut bahwa terdapat tiga pemicu
utama bunuh diri di Indonesia. Kasus terbanyak adalah putus cinta, disusul
masalah ekonomi, dan soal pendidikan. Melihat data tersebut, berarti yang paling
mendominasi terjadinya bunuh diri adalah faktor eksternal walaupun faktor
internal juga tidak dapat dipungkiri juga mempengaruhi hal tersebut. Klien
dengan resiko bunuh diri dapat melakukan tindakan - tindakan berbahaya atau
menciderai dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang
lain, memecahkan perabot, membakar rumah, dan lain - lain.
Bunuh diri terjadi karena seseorang merasa dirinya sedang menanggung
beban permasalahan yang besar dan dianggap sudah tidak bisa diselesaikan.
Sebagai seorang perawat, peran yang dapat dilakukan adalah sebagai konselor.
Perawat dalam hal ini dapat menjadi sebuah fasilitator yang dapat digunakan
untuk sarana berkonsultasi terkait permasalahan - permasalahan yang dihadapi
seseorang dan sebagai seorang individu kita wajib mengengarahkan pikiran kita
untuk selalu berpikir positif.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut bagaimana “ Konsep Teori Resiko
Bunuh Diri dan Konsep Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh Diri “ ?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami “ Konsep Teori Resiko Bunuh Diri dan
Konsep Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh Diri “.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami definisi resiko bunuh diri.
b. Mahasiswa mampu memahami factor penyebab resiko bunuh diri.
c. Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala resiko bunuh diri.
d. Mahasiswa mampu memahami pohon masalah resiko bunuh diri.
e. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan resiko bunuh diri.
f. Mahasiswa mampu memahami komplikasi resiko bunuh diri.
g. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis resiko bunuh diri.
h. Mahasiswa mampu memahami rentang respon resiko bunuh diri.
i. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari resiko bunuh diri.
j. Mahasiswa mampu memahami jenis perilaku resiko bunuh diri.
k. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan resiko bunuh diri.

1.4 MANFAAT
1.4.1 Bagi Penulis
Penulis dapat terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber,
mengambil bagian penting, bisa memahami setiap sumber materi yang
diperoleh dan mengembangkan ke tingkat yang lebih tinggi.

1.4.2 Bagi Prodi Keperawatan


Sebagai bahan bacaan mahasiswa keperawatan agar dapat memahami
konsep teori Resiko Bunuh Diri dan konsep Asuhan Keperawatan Resiko
Bunuh Diri, sehingga dapat diterapkan pada pasien dengan baik.
BAB II

KONSEP TEORI
2.1 DEFINISI BUNUH DIRI

Bunuh diri yakni suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya
melaksanakan hasratnya untuk mati. Stuart (2007) mengemukakan bunuh diri
adalah setiap aktifitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian.
Isaacs (2004), menyatakan bahwa bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan
nyawa sendiri.

2.2 FAKTOR BUNUH DIRI

Etiologi dari bunuh diri meliputi:

a. faktor predisposisi

(1) Faktor genetik:

Faktor genetik mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada


keturunannya. Lebih sering terjadi pada kembar monozygot dari pada kembar
dizygot. Disamping itu ada penurunan serotonin yang dapat menyebabkan depresi
yang berkontribusi terjadinya resiko bunuh diri. Prevalensi bunuh diri berkisar
antara 1,5-3 kali lebih besar terjadi pada individu yang menjadi kerabat tingkat
pertama dari orang yang mengalami gangguan mood atau depresi yang pernah
melakukan upaya bunuh diri,

(2) Faktor biologis:

Biasanya berhubungan dengan keadaan-keadaan tertentu seperti penyakit


kronis/kondisi medis tertentu, misalnya stroke, gangguan kerusakan kognitif
(dimensia), diabetes, penyakit arteri koronaria, kanker, HIV/AIDS, dan lainlain,

(3) Faktor psikososial dan lingkungan:

(a) Teori psikoanalitik/psikodinamika:

Dalam teori Freud, Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa
bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri, yaitu
bahwa kehilangan objek berkaitan dengan agresi dan kemarahan, perasaan
negative terhadap diri sendiri dan terakhir depresi,

(b) Teori perilaku kognitif:


Beck menyatakan bahwa adanya pola kognitif negative yang berkembang,
memandang rendah diri sendiri.

(4) Stressor lingkungan:

Kehilangan anggota keluarga, penipuan, kuranganya system dukungan


sosial: Teori sosiologi: Emile Durkheim membagi suicide dalam tiga kategori
yaitu: egoistic (orang yangtidak terintegrasi pada kelompok sosial), altruistic
(melakukan suicide untuk kebaikan orang lain) dan anomic (suicide karena
kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).

b. faktor presipitasi

1. Perilaku Koping

Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan


dapatmelakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar
memilihuntuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan
dengan, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupanbersosial
dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilakubunuh diri.
Isolasi social dapat menyebabkan bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan
kesepian dan meningkatkankeinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri.
Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress
dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat
mencegah seseorangmelakukan tindakan bunuh diri.

2. Mekanisme Koping

Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping


yangberhubungan deng berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial,
rasionalization,regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang
ada seharusnyatidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

2.3 TANDA DAN GEJALA

1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.


2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obatdosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah
danmengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
mengalamikegagalan dalam karier).kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

2.4 POHON MASALAH RBD


2.5 PENATALAKSANAAN RBD
Terapi Lingkungan pada Kondisi Bunuh Diri
a. Ruangan aman dan nyaman, terhindar dari alat yang dapat digunakan untuk
mencederai diri sendiri atau orang lain.
b. Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di lemari dalam
keadaan terkunci.
c. Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keselur4uhan ruanagn mudah
dipantau oleh petugas kesehatan.
d. Ruangan yang menarik, misalnya dengan warna cerah, ada poster dll.
e. Hadirkan musik yang ceria, televisi, film komedi, bacaan ringan dan lucu.
f. Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang pribadi klien.
g. Lingkungan sosial: komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas
menyapa pasiien sesering mungkin, memberikan penjelasan setiap akan
melakukan tindakan keperawatan atau kegiatan medis lainnya, menerima
pasien apa adanya tidak engejek atau merendahkan, meningkatkan harga
diri pasien, membantu menilai dan meningkatkan hubungan social secara
bertahap, membantu pasien dalam berinteraksi dengan keluarganya,
sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan biarkan
pasien sendiri dalam waktu yang lama komplikasi resiko bunuh diri

2.6 KOMPLIKASI RESIKO BUNUH DIRI


Resiko bunuh diri merupakan tindakan yang sengaja dilakukan
seseorang individu yang mengarah ke tindakan untuk mengakhiri
hidupnya dengan berbagai cara. Jika tidak diberikan intervensi dan
penatalaksanaan yang depan pasien resiko bunuh diri dapat mengalami
berbagai komplikasi yang serius diantaranya perilaku kekerasan,
menyakiti diri sendiri, bahkan sampai melaksanakan tindakan bunuh diri.

2.7 MANIFESTASI KLINIS

1. Keputusasaan
2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
3. Alam perasaan depresi
4. Agitasi dan gelisah
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan BB
7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
8. Petunjuk psikiatrik :
a. Upaya bunuh diri sebelumnya
b. Kelainan afektif
c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
d. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja
e. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia
f. Riwayat psikososial :
1) Baru berpisah, bercerai/ kehilangan
2) Hidup sendiri
3) Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami
9. Faktor-faktor kepribadian
a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan
b. Kegiatan kognitif dan negative
c. Keputusasaan
d. Harga diri rendah
e. Batasan/gangguan kepribadian antisosial

2.8 RENTANG RESPON RBD

Perilaku kekerasan (resiko mecederai diri sendiri)

Resiko bunuh diri

Gangguan interaksi sosial (menarik Diri)

Gangguan konsep diri (harga diri rendah)


2.9 ETIOLOGI DARI RESIKO RBD
1) Faktor Predisposisi
Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri
antara lain : 1. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit
jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk
bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
a. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
b. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
d. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan
prilaku destrukif diri
2) Faktor Presipitisi
a. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusan

2.10 JENIS PERILAKU RBD


Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1) Bunuh diriegoistic(faktor dalam diri seseorang)Individu tidak mampu
berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan
atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak
berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan
mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan
bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
2) Bunuh dirialtruistic(terkait kehormatan seseorang) Individu terkait pada
tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena
indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok
tersebut sangat mengharapkannya.
3) Bunuh diri anomik(faktor lingkungan dan tekanan)Hal ini terjadi bila
terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan
masyarakat,sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma
kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan.
Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya
karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-
kebutuhannya.

2.11 SP KOMUNIKASI PASIEN RBD


SP 1 pasien : melindungi pasien dari isyarat bunuh diri.
Peragakan komunikasi dibawah ini !
Orientasi
“Selamat pagi H! Masih ingat dengan saya? Bagaimana perasaan H hari
ini? Jadi, H merasa tidak perlu lagi hidup didunia ini. Apakah H merasa ingin
bunuh diri?”
“Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana
cara mengatasi keinginain ingin bunuh diri. Mau berapa lama? Di mana? Di sini
saja yah?”
Kerja
“Baiklah, tampaknya H membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan ingin mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar H ini
untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan H.”
“Nah H, karena H tampaknya memiliki keinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup H, maka saya tidak akan membiarkan H sendiri.”
“Apa yang H lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau
keinginan itu muncul, untuk mengatasinya H harus langsung minta bantuan
kepada perawat atau keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi, usahakan H
jangan pernah sendirian.”
Terminasi
“bagaimana perasaan H setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan
kembali apa yang telah kita bicarakan tadi? Bagus H. Bagaimana
Masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih ada perasaan atau dorongan
untuk bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain. Kalau sudah
tidak ada keinginan bunuh diri saya akan bertamu H lagi, untuk membicarakan
cara meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan di sini saja.”

SP 2 Pasien : meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri.


Orientasi
“selamat pagi H! bagaimana perasaan H saat ini? Masih adakah dorongan
mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu, sekarang kita
akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih H miliki.
Mau berapa lama? Di mana?”

Kerja
“Apa saja dalam kehidupan H yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira
yang sedih dan rugi kalau H meninggal. Coba H ceritakan hal-hal yang baik
dalam kehidupan H. keadaan yang bagaimana yang membuat H merasa puas?
Bagus. Ternyata kehidupan H masih ada yang baik dan patut H syukuri. Coba H
sebutkan kagiatan apa yang masih dapat H lakukan selama ini. Bagaimana kalau
H mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih.”

Terminasi
“Bagaimana perasaan H setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan
kembali apa-apa saja yang patut syukuri dalam kehidupan H? Ingat dan ucapkan
hal-hal yang baik dalam kehidupan H jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan
(afirmasi). Bagus H! Coba H ingat lagi hal-hal lain yang masih H miliki dan perlu
disyukuri! Nanti, jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik,
Dimana tempatnya? Baiklah.”
“kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi suster
ya!”

SP 3 pasien: Meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada


pasien isyarat bunuh diri.
Orientasi
“selamat siang H. bagaimana perasaannya? Masih ada keinginan bunuh
diri? Apalagi hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus! Sekarang kita akan
berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi masalah yang selama ini timbul.
Mau berapa lama? Di sini saja, ya?”

Kerja
“coba ceritakan situasi yang membuat H ingin bunuh diri. Selain bunuh
diri, apalagi kira-kira jalan keluarnya? Ternyata banyak juga jalan keluarnya. Nah,
coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian masing-masing cara tersebut. Mari
kita pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan! Menurut H cara
yang mana? Ya, saya setuju. H bisa coba! Mari kita buat rencana kegiatan untuk
masa depan.”

Terminasi
“Bagaimana perasaan H, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi
masalah yang H akan gunakan? Coba dalam satu hari ini, H menyelesaikan
masalah dengan cara yang dipilih H tadi. Besok dijam yang sama kita akan
bertemu lagi di sini untuk membahas pengalaman H menggunakan cara yang
dipilih.”
2.12. Asuhan Keperawatan RBD

1. Pengkajian
a. Kaji Keluhan utama klien
b. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
c. Konsep diri : Harga diri rendah
(Umumnya pasien mengatakan hal yang negatif tentang dirinya,
yang menunjukkan harga diri yang rendah)
d. Alam perasaan
( ) sedih
( ) putus asa
( ) ketakutan
( ) gembira berlebihan
(pasien pada umumnya merasakan kesedihan dan keputusasaan
yang sangat mendalam)
e. Interaksi selama wawancara
( ) bermusuhan
( ) Tidak kooperatif
( ) Defensi
( ) Kontak mata kurang
( ) mudah tersinggung
( ) curiga
(pasien biasanya menunjukkan kontak mata yang kurang)
f. Afek
( ) Datar
( ) Labil
( ) Tumpul
( ) Tidak sesuai
(pasien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul)
g. Mekanisme koping maladaptif
( ) minum alkohol
( ) bekerja berlebihan
( ) reaksi lambat
( ) mencederai diri
( ) menghindar
( ) lainnya
(pasien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara
menghindar dan mencederai diri)
h. Masalah psikososial dan lingkungan
( ) masalah dengan dukungan keluarga
( ) masalah dengan perumahan

Tabel 1. Pengkajian tingkat resiko bunuh diri

Rendah Sedang Tinggi


1. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau
2. Depresi Rendah Sedang panik Berat
3. Isolasi-menarik Perasaan depresi yang Perasaan tidak berdaya, Tidak berdaya, putus
diri samar, tidak menarik putus asa, menarikdiri asa, menarik
diri diri, protes
4. Fungsi sehari- Baik pada beberapa
Umumnya baik pada pd diri sndiri Tidak
hari aktivitas
semua aktivitas baik pd semua
5. Sumber-sumber Sedikit
Beberapa Aktivitas
6. Strategi koping Sebagian konstruktif
Umumnya konstruktif Kurang
7. Orang Sedikit atau hanya satu
Beberapa Sebagian bsr
penting/dekat destruktif Tidak ada
Ya, umumnya memuaskan
8. Pelayanan psikatri Tidak, sikap positif
yang lalu Bersikap
9. Polahidup nega
Sedang (stabil tak stabil)
Stabil tif
10. Pemakai terhadappertolongan
Sering
Tidak sering
alkohol dan
Tidak stabil
obat
11. Percobaan bunuh Dari tidak sampai dengan
Tidak, atau yang tidak Terus
diri sebelumnya cara yang agak fatal
fatal
12. Disorientasi
dan Sedikit
Tidak ada
disorganisasi menerus
13. Bermusuhan
Tidak atau sedikit Beberapa
Rencana bunuh diri.
Sering dipikirkan kadang-
Samar, kadang-kadang
Dari tidak, sampai
kadang ada ide untuk
ada pikiran, tidak ada
berbagai cara yang
merencanakan
rencana
fatal
Jelas atauada

Jelas atauada
Sering dan konstan
dipikirkan dengan
rencana spesipik

or 0 : tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang


or 1 : ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri. Skor
2 : memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.
or 3 : mengancam bunuh diri, misalnya “tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh diri”. Skor
4 : aktif mencoba bunuh diri.

2. Diagnose keperawatan
Jika ditemukan data bahwa pasien menunjukkan isyarat bunuh diri,
masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah: Harga diri rendah.
Bila telah merumuskan masalah ini, maka tindakan keperawatan yang
paling utama dilakukan adalah meningkatkan harga diri pasien. Jika
ditemukan data bahwa pasien memberikan aneaman atau mencoba
bunuh diri, masalah keperawatan yang mungkin muncul : Risiko
bunuh diri. Bila telah merumuskan masalah ini, maka perawat perlu
segera melakukan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien.
3. Perencanaan keperawatan
Rencana tindakan keperawatan pada pasien bunuh diri dan keluarga
terdiri dari 3 macam yaitu :
a. Ancaman bunuhdiri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi
keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri
kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri,
namun tidak disertai dengan percobaan bunuhdiri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh
diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja
dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh
dirinya.
b. Isyarat bunuhdiri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak
langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong
jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala
sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk
mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan
seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien
juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
c. Percobaan bunuhdiri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau
melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini,
klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum
racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat
tinggi.
4. Tindakan keperawatan
1. Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan :
Risiko Bunuh Diri
a. Tindakan keperawatan untuk pasien pereobaan bunuh diri
1) Tujuan: Pasien tetap aman dan selamat
2) Tindakan: Melindungi pasien
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba
bunuh diri, maka perawat dapat melakukan tindakan
berikut :
a) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat
dipindahkan ketempat yang aman
b) Menjauhkan semua benda yangberbahaya (misalnya
pisau, silet, gelas.tali pinggang)
c) Memeriksa apakah pasien benar-benartelah mermnum
obatnya, jika pasien mendapatkan obat
d) Dengan lembut menjelaskan padapasien bahwa
perawat akan melindungipasien sampai tidak ada
keinginan bunuh diri.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien
percobaan bunuh diri
1) Tujuan : Keluarga berperan serta melindungi anggota
keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri
2) Tindakan :
a. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien
serta jangan pemah meninggalkan pasien sendirian
b. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat
menjauhi barang-barang berbahaya disekitar pasien
c. Mendiskusikan dengan keluargauntuk tidak sering
melamun sendiri
d. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien
minum obat secara teratur
2. Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah
a. Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
1) Tujuan:
a) Pasien rnendapat perlindungan dari lingkungannya
b) Pasien dapat rnengungkapkan perasaanya
c) Pasien dapat rneningkatkan harga dirinya
d) Pasien dapat rnenggunakan cara penyelesaian rnasalah
yang baik
2) Tindakan keperawatan :
a) Mendiskusikan tentang cara rnengatasi keinginan bunuh
diri, yaitu dengan rnerninta bantuan dari keluarga atau
ternan.
b) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
- Mernberi kesernpatan pasien rnengungkapkan
perasaannya.
- Berikan pujian bila pasien dapat rnengatakan
perasaan yang positif.
- Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
- Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya
disyukuri oleh pasien
- Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
c) Meningkatkan kernarnpuan menyelesaikan masalah,
dengan cara:
- Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalahnya
- Mendiskusikan dengan pasien efektifitas
masmgmasing cara penyelesaian masalah
- Mendiskusikan dengan pasiencara menyelesaikan
masalah yang lebih baik
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien isyarat
bunuh diri
1) Tujuan : Keluarga mampu merawat pasien dengan risiko
bunuh diri.
2) Tindakan keperawatan :
a) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh
diri
b) Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh
diri yang pemah muncul pada pasien
c) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya
muncul pada pasien berisiko bunuh diri.
d) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari
perilaku bunuh diri:
e) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan
keluarga bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala
bunuh diri.
f) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien,
antara lain:
g) Memberikan tempat yang aman
h) Menempatkan pasien di tempat yang mudah diawasi,
jangan biarkan pasien mengunci diri di kamamya atau
jangan meninggalkan pasien sendirian di rumah
i) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk
bunuh diri. Jauhkan pasien dari barang-barang yang
bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan
bakar minyaklbensin, api, pisau atau benda tajam
lainnya, zat yang berbahaya seperti obat nyamuk
atauracun serangga.
j) Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan
pengawasan apabila tanda dan gejala bunuh diri
meningkat
k) Jangan pemah melonggarkan pengawasan, walaupun
pasien tidak menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh
diri.
l) Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara
tersebut di atas.
m) Mengajarkan keluarga tentang hal-halyg dpt dilakukan
apabila pasien melakukan percobaan bunuh diri, antara
lain:
n) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka
masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tsb.
o) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas
mendapatkan bantuan medis
p) Membantu keluarga mencari rujukanfasilitas kesehatan
yang tersedia bagi pasien
q) Memberikan informasi tentang nomortelepon darurat
tenaga kesehatan
r) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien
berobat/kontrolsecara teratur untuk mengatasi masalah
bunuh dirinya
s) Menganjurkan keluarga utk membantu pasien minum
obat sesuai prinsip lima benar yaitu benar orangnya,
benar obatnya, benar dosisnya, benar cara
penggunaannya, benar waktu penggunaannya
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi pada tingkah laku bunuh diri memerlukan pemantauan
yang teliti tentang tingkah laku klien setiap hari. Perubahan dapat
segera terjadi yang memerlukan modifikasi perencanaan. Peran serta
klien pada perencanaan, evaluasi dan modifikasi rencana sangat
membantu pencapaian tujuan asuhan keperawatan. Tujuan utama
asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai ia dapat
melindungi diri sendiri, melalui intervensi yang aktif dan efektif
diharapkan klien dapatmengembangkan alternative pemecahan
masalah bunuh diri.
LAMPIRAN

SKENARIO KASUS 2

Banu (Keperawatan UNJA) sedang melaksanakan kunjungan ke LAPAS Anak


dan berinteraksi dengan seorang remaja laki-laki (H) berusia 15 tahun yang sedang
menjalani masa hukuman di LAPAS tersebut. Klien dihukum karena melakukan
pelecehan seksual kepada anak tetangganya. Dari informasi yang didapat korban
mengalami sindrom trauma perkosaan akibat perbuatan yang dilakukan oleh klien.Banu
memperoleh data bahwa klien mengatakan ia malu dihukum, merasa hidupnya sudah
tidak berharga lagi dan merasa orang lain pasti menjauhinya jika nanti ia keluar dari
LAPAS.Klien juga mengatakan bahwa tindakannya tersebut telah merugikan dirinya
sendiri dan membuat malu kedua orang tua nya. Selainitu, sebelum masuk ke LAPAS
klien juga pernah menggunakan narkoba ekstasi disaat sedang banyak pikiran. Saat ini,
klien tampak murung, lebih banyak menunduk saat berbicara,menolak untuk berbicara
dengan siapapun. Penampilan tidak rapi, pandangan kosong, menjawab pertanyaan
dengan singkat dan nada suara pelan. Ketika perawat menanyakan penyebabnya klien
menjawab bahwa ia bosan hidup, rasanya ingin mengakhiri kehidupan ini saja karena
klien merasa hidupnya sudah tidak berharga lagi.

LO

1. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?


2. Buatlah standar pelaksanaan komunikasi pada pasien?

STEP I. IDENTIFIKASI KATA SULIT

1. Narkoba ekstaksi (Septia Dwi G1B119050)

Jawaban: Ekstasi, atau MDMA, adalah zat psikodisleptik psikoaktif (atau kata
lainnya pengganggu), sejenis zat yang mengubah aktivitas otak dan menyebabkan
perubahan persepsi dan suasana hati. Karena komposisi kimianya, bersama
dengan mescaline dan obat lain yang termasuk dalam kelompok fenilalkilamina.
(Fenni Dwi Ananda G1B119014).

2. Sindrom (Rika Fitria G1B119080)


Jawaban: Sindrom adalah kumpulan gejala yang terjadi secara bersamaan
membentuk kesatuan klinis yang khas dan menandai ketidaknormalan tertentu,
(seperti emosi atau tindakan) yang biasanya secara bersama-sama membentuk
pola yang dapat diidentifikasi. (Harnika G1B119067)

3. Lapas (Assyafiah Harnum G1B119078)

Jawaban: Lembaga Pemasyarakatan (disingkat Lapas) adalah tempat untuk


melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di
Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut disebut
dengan istilah penjara. (Reny Haryani G1B119051)

4. Pelecehan seksual ( Niken Larasati G1B119048)

Jawaban: Pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang dipaksakan atau
diancam pada korban, baik itu berupa lisan, fisik, atau isyarat tertentu yang
membuat mereka merasa tersinggung, dipermalukan, bahkan terintimidasi. (Fira
Dilla Zaskia G1B119012)

5. Murung (Rossie Intan Komala G1B119020)

Jawaban: Murung adalah suatu sikap yang menggambarkan perasaan seseorang


yang sedang bersedih (Rizki Dini Maharani G1B119029)

6. Trauma (Tri Gumay Khayrupan G1B119069)

Trauma adalah kondisi yang terjadi sebagai akibat dari peristiwa buruk yang
menimpa diri seseorang (Nadia Rifelda G1B119065)

STEP II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Berdasarkan kasus tersebut, bagaimana mekanisme perawat dalam


menggali permasalahan yang pasien alami? (Assyafiah Harnum
G1B119078)
2. Sesuai kasus di atas apakah pasien akan mengalami defisit perawatan diri?
(Fira Dilla Zaskia G1B119012)
3. Bagaimana cara meningkatkan pikiran positif pada klien agar dia tidak
merasa malu dan berpikiran negatif tentang orang terdekatnya? (Nadia
Rifelda G1B119065)
4. Tindakan apa yang akan diberikan oleh perawat kepada pasien yang
mengalami trauma sesuai dengan kasus tersebut? (Rizki Dini Maharani
G1B119029)
5. Pendekatan seperti apa yang dapat perawat lakukan untuk menangani
klien yang menunjukkan sikap seperti kasus diatas? (Indah widya
G1B119022)
6. Mengapa narkoba ekstasi dapat memberikan efek ketenangan pada
penggunanya? (Fenni Dwi Ananda G1B119014)
7. Apa dampak menggunakan narkoba ekstasi? (Tri Gumay Khayrupan
G1B119069)
8. Bagaimana cara perawat menumbuhkan motivasi semangat hidup pasien
yg ingin mengakhiri hidupnya? (Niken Larasati G1B119048)
9. Dari tanda dan gejala yang di alami pasien, apakah klien pada kasus
memiliki masalah resiko bunuh diri? (Khafivah maisulvi G1B119009)
10. Mengapa banyak pasien menggunakan narkoba saat banyak pikiran? (Hani
Fransiska Purba)
11. Apakah trauma pemerkosaan dapat dihilangkan dalam jangka panjang?
(Harnika G1B119067)
12. Apakah pengaruh Napza yang pernah klien gunakan sebelumnya bisa
menjadi faktor pencetus terjadinya resiko bunuh diri? (Tasya Nabila
G1B119040)
13. Terapi apa yang bisa di berikan oleh perawat untuk mecegah pasien
melakukan bunuh diri? (Reny Haryani G1B119051)

STEP III. ANALISIS MASALAH

1. Mekanisme perawatan dalam menggali permasalahan yang pasien alami


dimana kita tau bahwaPelaksanaan proses yang berbeda jiwa bersifat unik,
karena sering kali pasien menggambarkan gejala yang sama, masalah
pasien tidak dapat dilihat secara langsung, dan penyebabnya bervariasi.
Pasien banyakyangmengalamikesulitan menceritakan permasalah yang
dihadapi, sehingga tidak jarang menceritakan hal yang sama sekali
berbeda dengan yang dialaminya. Perawat jiwa memiliki kejelian yang
melakukan asuhan keperawatan Proses 1000 jiwa dimulai dari pengkajian
(termasuk analisis data dan pembuatan pohon masalah), perumusan
diagnosis, pembuatan kriteria hasil, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi (Fortinash, 1995).
a. Pengkajian
Pengkajian sebagai tahap awal proses pengumpulan data, analisis data,
dan perumusan masalah pasien. Data yang dikumpulkan adalah data
pasien secara holistik, meliputi aspek biologi, psikologis, sosial, dan
spiritual . Seorang perawat jiwa diharapkan memiliki kesadaran atau
kemampuan tilik diri (self awareness), kemampuan mengobservasi
dengan akurat, berkomunikasi secara terapeutik, dan kemampuan
berespons secara efektif (Stuart dan Sundeen, 2002) karena hal
tersebut utama dalam menumbuhkan hubungan saling percaya dengan
pasien.
b. Diagnosa
Perumusan diagnosis 1000 jiwa mengacu pada pohon masalah yang
sudah dibuat. Misalnya pada pohon masalah di atas, maka dapat
dirumuskan diagnosis sebagai berikut. Sebagai diagnosis utama yakni
masalah utama menjadi etiologi yaitu risiko mencederai diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran.
c. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan terdiri atas empat komponen, yaitu tujuan umum,
tujuan khusus, rencana tindakan tindakan, dan rasional . Tujuan
umumberfokus pada penyelesaian masalah . Tujuan ini dapat dicapai
jika tujuan khusus yang telah ditetapkan tercapai. Tujuan khusus fokus
pada etiologi (E). Tujuan ini merupakan rumusan kemampuan pasien
yang harus dicapai. Pada umumnya kemampuan ini terdiri atas tiga
aspek, yaitu sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 2002).
d. Implementasi
Sebelum tindakan keperawatan diimplementasikan perawat perlu
memvalidasi apakah rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai
dengan kondisi pasien sebelumnya saat ini (di sini dan sekarang).
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan yang dilakukan pada pasien. Evaluasi ada dua macam, yaitu
(1) evaluasi proses atau evaluasi formatif, yang dilakukan setiap
melaksanakan tindakan, dan (2) evaluasi hasil atau sumatif, yang
dilakukan dengan membandingkan respons pasien pada tujuan khusus
dan umum yang ditetapkan. (Silvi kalmia G1B119008)

2. Pada kasus di atas pasien belum mengalami difisit perawatan diri,karena


yang kita tau bahwa difisit perawat diri adalah dimna pasien tidak mampu
melakukam atau menyelesaikam aktivitas perawatan diri yang di tandai
dengan:
a. pasien menolak melakukam perawatan diri
b. tidak mampu mandi/mengenakan pakaian sndiri
Dan jika dilihat dari pengkajian dilakukan pada pasien difisit
perawatan diri maka ditemukan beberapa tanda dan gejala adanya
gangguan defisit perawatan diri yaitu:
a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi
kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
b. Ketidakmampuan berhias atau berdandan, ditandai dengan rambut
acak – acakan. (Silvi kalmia G1B119008)

3. Cara meningkatkan pikiran positif pada klien agar dia tidak merasa malu
dan berpikiran negatif tentang orang terdekatnya yaitu dengan tahap-tahap
berikut.
a. Mengidentifikasi penyebab, tanda, gejala, proses terjadinya dan akibat
rasa malu dan tidak percaya pada orang lain. Hal-hal tersebut perlu
diidentifikasi terlebih dahulu agar dapat digunakan sebagai data acuan
dalam membantu pasien meningkatkan pikiran positif dan melatih
pasien agar mau berinteraksi dan percaya pada orang lain.
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien dapat dijadikan
sarana atau bahan latihan meningkatkan pola pikir dan melatih pasien
dalam berinteraksi.
c. Mendiskusikan serangkaian kegiatan sehari-hari pasien. Kegiatan
sehari-hari pasien akan didiskusikan untuk mengetahui bagaimana
kegiatan pasien sehari-hari contohnya hanya berdiam diri dikamar atau
tidur seharian, dan sebagainya.
d. Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu
pasien kesan atau penilaian yang negatif
e. Menilai kemampuan yang dapat digunakan. Setelah mengidentifikasi
beberapa hal kemudian menilai kemampuan mana yang dapat
digunakan sebagai alat untuk melatih cara interaksi dan meningkatkan
pola pikir pasien
f. Menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan.
Setelah didapat kemampuan yang dapat digunakan, perawat dan pasien
menyepakati atau berdiskusi mengenai bentuk latihan apa yang akan
digunakan untuk melatih atau meningkatkan pola pikir pasien
g. Melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan
h. Melakukan kegiatan yang sudah dilatih
i. Mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan (Yayu Anggriani-
G1B119053)

4. Menurut saya Tindakan yang diberikan perawat kepada pasien harus


disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing2 pasien. Perawat harus
memastikan keamanannya, termasuk keamanan emosional dan melakukan
pemeriksaan psikologis untuk mengetahui kondisi pasien. Serta perawat
membantu pasien untuk terbuka dengan kejadian yang dialami,
mendukung pasien untuk ikut dalam terapi penyembuhan, membantu
pasien untuk menenangkan diri dan menyarankan pasien untuk gabung
kedalam lingkungan sosial. (Tasya Nabila G1B119040)

5. Dilihat dari kasus, bahwa klien H menunjukkan sikap tampak


murung,lebih banyak menunduk saat berbicara,menolak berbicara pada
siapapun,pandangan kosong dan menjawab pertanyaan dengan singkat
serta nada suara yang pelan. Kemudian juga klien mengatakan bahwa ia
bosan hidup dan ia ingin mengakhiri hidupnya karena merasa tidak
berharga lagi. Oleh karena itu, prinsip pendekatan penanganan yang dapat
dilakukan adalah.

a. Bersikap empati dan menempatkan lingkungan yang aman bagi klien.


Sikap empati digunakan perawat untuk melakukan diskusi terkait sikap
yang ditunjukkan klien mengenai keinginannya mengakhiri hidupnya
serta untuk menilai risiko bunuh diri pasien, misalnya apakah pasien
memiliki rencana spesifik untuk mengakhiri hidup ataupun hal lain,
dan memiliki akses kepada metode yang letal seperti senjata tajam atau
senjata api.
b. Terapi non farmakologi psikoterapi terdiri atas proses eksplorasi untuk
memahami perilaku, intervensi untuk meningkatan perilaku positif dan
mencegah perilaku negatif, serta berfokus pada perilaku pasien.
Perawat harus mampu membantu pasien mengadopsi perilaku untuk
melakukan pemecahan masalah, mengenal cetusan emosi yang
memicu klien untuk mengakhiri hidup, meningkatkan kemampuan
kognisi pasien dan membuat perencanaan untuk mengatasi desakan
bunuh diri.
c. Terapi farmakologis dapat diberikan jika diperlukan, contoh golongan
obat yang dapat diberikan berupa inhibitor reuptake serotonin selektif
seperti fluoxetine, litium, atau ketamin
d. Pendekatan penanganan lain dapat meliputi pembuatan kontrak
pencegahan bunuh diri dan juga pemantauan yang dilakukan jangka
panjang. Hal ini bertujuan agar pasien terhindar dari gangguan fisik
dan psikis serta adanya resiko percobaan bunuh diri di masa
mendatang yang lebih besar. (Rossie Intan Komala G1B119020)

6. Narkoba ekstasi memiliki nama lengkap Methylene Dioxy Meth


Amphetamin (MDMA). Obat ini memiliki sifat stimulan. Sifat stimulan
merupakan obat golongan psikotropika yang dapat meningkatkan hormon
dopamin dan hormon norepinefrin sehingga menyebabkan para
penggunanya menjadi merasa senang dan memberikan ketenangan. Sifat
stimulan juga dapat menyebabkan fungsi tubuh bekerja lebih tinggi dan
kerja organ menjadi lebih berat sehingga dapat merusak organ jika
dikonsumsi secara berlebihan, maka dari itu obat ini sangat dilarang
penggunaannya. (Rika Fitria G1B119080)

7. Dampak penggunaan Narkoba Ekstasi dikutip dari Website Badan


Narkotika Nasional Republik Indonesia:
a. Dampak Jangka Pendek
1) Kehilangan rasa lelah, lapar dan haus.
2) Rasa tenang dan bahagia yang berlebihan.
b. Dampak jangka panjang
1) Kerusakan sel saraf neuron akibat kandungan dalam narkoba
ekstasi.
2) Halusinasi
3) Agresif
4) Kecemasan
5) Depresi (Yayu Anggriani-G1B119053)

8. Peran perawat dalam menumbuhkan motivasi semangat hidup pasien yang


ingin mengakhiri hidupnya adalah dengan cara.
a. membantu klien untuk selalu mendekatkan diri kepada tuhan yang
maha esa Luangkan waktu untuk khusyuk berdoa dan meminta
pertolongan Tuhan. Biasanya, setelah berdoa, hati akan terasa lebih
tenang
b. Ajarkan kepada pasien untuk selalu bersyukur terhadap apa yang
diperoleh
c. Beri dukungan dengan mengingatkan pasien tergadap keluarga yang ia
kasihi
d. Bantu pasien untuk selalu berinterkasi dengan lingkungan, hal ini
dilakukan agar pasien terbiasa dan tidak menutup diri kepada orang
lain
e. Beri kegiatan yang positif untuk mengisi waktu luang pasien
f. jangan biarkan pasien menyendiri dengan pikiran kosong, ajaklah
pasien untuk selalu berkomunikasi
g. Libatkan dalam kegiatan sehari-hari
h. Selalu berikan pujian jika pasien melakukan hal yang positif
i. Jangan mengkritik pasien jika pasien melakukan kesalahan
j. menjauhkan pasien dari pengalaman atau keadaan yang menyebabkan
penderita merasa tidak berdaya dan tidak berarti. (Indah widya
G1B119022 )

9. Ada, karena pada kasus klien mengatakan ia malu dihukum, merasa


hidupnya sudah tidak berharga lagi dan merasa orang lain pasti
menjauhinya jika nanti ia keluar dari lapas. Klien juga mengatakan bahwa
tindakannya tersebut telah merugikan dirinya sendiri dan membuat malu
kedua orangtuanya. Selain itu, sebelum masuk ke lapas klien juga pernah
menggunakan narkoba ekstasi disaat sedang banya pikiran. Saat ini, klien
tampak murung,klien menjawab bahwa ia bosan hidup, rasanya ingin
mengakhiri kehidupan ini saja karena klien merasa hidupnya sudah tidak
berharga lagi. (Nurmardiah G1B119039)

10. Karena efek ekstasi yang bisa langsung dirasakan adalah perubahan
suasana hati menjadi sangat bahagia dan berenergi. Dan dalam narkoba
ada zat stimulan yaitu zat yang mempunyai sifat menenangkan. Alkohol
yang Zat yang bersifat menekan susunan saraf pusat bisa menimbulkan
sedikit efek lupa terhadap masalah yang dihadapi. Itulah mengapa klien
dengan masalah emosional/banyak pikiran sering menggunakan alkohol
untuk menghilangkan rasa tidak nyamannya.(Nurmardiah G1B119039)

11. Menurut saya bisa, sebagaimana yang kita tau bahwa korbam perkosaan
kemungkinan mengalami stres pasca perkosaan. Baik stres yang langsung
terjadi dan stres jangka panjang. Tentu saja selama masa pemulihan kita
sebagai perawat juga harus memastikan bahwa korban pemerkosaan ini
mendapatkan dukungan sosial yg baik seperti dari teman, psikiater,
keluarga dan juga orang tua atau siapa saja yang dapat mendengarkan
mereka tanpa menghakimi, disini peran keluarga dan orang tua sangat
besar untuk memberikan dukungan dan juga rasa aman kepad korban
selama masa pemulihan berlangsung (Septia Dwi Mawarti G1B119050)

12. Pengaruh napza dapat menjadi faktor pencetus orang melakukan bunuh
diri. Biasanya hal ini dipicu karena faktor depresi sehingga berkeinginan
mengakhiri hidup, pengguna napza dapat membuat orang yang
memakainya menjadi tidak dapat berfikir dengan jernih dan cenderung
bertindak sesuka hatinya. Faktor lain yang mendukung hal ini menurut
kasus adalah remaja tersebut merasa membuat malu kedua orangtuanya
akibat apa yang dia lakukan (Hani Fransiska Purba)

13. Sebelum melakukan tindakan keperawatan bina hubungan saling percaya


dengan pasien.
a. Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b. Perkenalkan nama dan nama panggilan yang Perawat sukai, serta
tanyakan nama dan nama panggilan pasien
c. Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d. Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi
e. Bila pasien tidak menjawab, duduklah bersama pasien tanpa
tberbicara, dan tunjukkan bahwa perawat dapat memahami perasaan
pasien. Tunjukkan sikap empati terhadap pasien
f. Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan, misalnya
memberikan minum
g. Amankan lingkungan
h. Jauhkan pasien dari benda-benda yang berbahaya yang dapat pasien
gunakan untuk bunuh diri
i. Latih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
j. Buat daftar aspek positif diri dan lakukan afirmasi positif (Pernyataan
dorongan untuk semangat menjalani hidup dan memperbaiki mood dan
suasana hati
k. Buat daftar aspek positif dari orang yang berarti dan lakukan afirmasi
positif
l. Buat daftar aspek positif lingkungan dan lakukan afirmasi positif
m. Latih semua aspek positif yang dimiliki: diri sendiri, orang yang
berarti, dan lingkungan
n. Latih evalusi perasaan dan pikiran atas keberhasilan
o. Bangun harapan dan masa depan
1) Diskusikan tujuan hidup
2) Diskusikan harapan diri sendiri dan orang yang berate dalam hidup
3) Diskusikan cara dan tekad mencapai harapan dan masa depan
4) Latih mencapai harapan dan masa depan

Isyarat Bunuh Diri

1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan


meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a. Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
b. Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e. Latih kontrol pikiran BD dengan Pikiran Positif Diri
f. Latih kontrol pikiran BD dengan Pikiran Positif Keluarga &
Lingkungan
g. Latih menyusun rencana masa depan
h. Latih melakukan kegiatan rencana masa depan

Ancaman/Percobaan Bunuh Diri

1. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat


yang aman
2. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali
pinggang)
3. Mendapatkan orang yang dapat segera membawa pasien ke Puskesmas/
Rumah Sakit untuk pengkajian lebih lanjut dan kemungkinan dirawat
4. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika
pasien mendapatkan obat
5. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri (Mutia Salsa
Billa_G1B119059)
STEP IV. MIND MAPPING

Banu melaksanakan kunjungan ke LAPAS Anak

Remaja laki-laki (H)

(15th)

Etiologi

Faktor Presipitasi: Faktor Predisposisi:

Merasa hidup tidak berharga (keputusasaan) Dihukum karena melakukan pelecehan seksual pada anak tetangga
Merasa orang lain pasti menjauhinya (kehilanganMengalami
hubungansindr
interpersonal)
om trauma perkosaan
Menggunakan narkoba ekstasi

Data objektif:

Tampak murung
Menunduk saat berbicara
Menolak berbicara dengan orang lain
Penampilan tidak rapi
Pandangan kosong
Menjawab pertanyaan singkat
Nada suara pelan

Data subjektif:

Malu dihukum
Merasa tidak berharga
Merasa orang lain menjauhinya jika keluar dari Lapas
Merasa tindakan merugikan diri sendiri
Membuat malu kedua orang tua
Bosan hidup
Ingin mengakhiri hidup
Merasa hidupnya sudah tidak berguna

Risiko Bunuh Diri (Isyarat Bunuh Diri)


33
STEP V. LEARNING OBJEKTIF

1. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?

Jawaban:

Berdasarkan data dari kasus, dapat disimpulkan bahwa remaja tersebut mengalami
masalah keperawatan jiwa resiko bunuh diri.

2. Buatlah standar pelaksanaan komunikasi pada pasien?

Jawaban:

Standar Pelaksanaan Komunikasi I

A. Fase orientasi
1.1 Salam
“Selamat pagi adik, saya Ners Yayu. Saya perawat yang berdinas di area
Kecamatan Telanaipura. Kakak kesini bertujuan untuk membantu Adik dalam
meningkatkan kesehatan pada. Hari ini saya berkesempatan berkunjung kesini
didampingi Ibu Walikota. Boleh saya tau nama Adik? Adik senangnya dipanggil
siapa?
1.2 Evaluasi
“Bagaimana kabar Adik hari ini? Saya mendapat informasi dari tim LAPAS
mengenai kondisi Adik sekarang. Sekarang bagaimana perasaan Adik? Apakah
Bapak bersemangat dan gembira hari ini?”
1.3 Validasi
“Jadi adik Banu merasa malu dan tidak berguna hidup ya Dik?”
1.4 Kontrak
1.4.1 Topik dan Tujuan
“Hari ini saya akan berdiskusi dengan Adik Banu mengenai kondisi Adik saat ini
supaya perasaan Adik menjadi lebih baik dari sebelumnya.”
1.4.2 Waktu
“Waktunya selama 30 menit Dik.”

34
1.4.3 Tempat
“Adik lebih nyaman duduk seperti ini atau bagaimana Dik?”

B. FASE KERJA
2.1 Pengkajian
“Berdasarkan ungkapan adik Banu tadi bahwa adik Banu merasa malu dan tidak
berharga untuk hidup. Boleh Adik ceritakan mengapa hal itu bisa terjadi dan
merasa tidak berharga dalam hidup”?
2.2 Diagnosis
“Adik Banu sudah sangat bagus menceritakan mengenai perasaan adik saat ini
dan penyebab rasa itu muncul. Berdasarkan perasaan malu dan ingin mengakhiri
kehidupan yang adik Banu rasakan, adik Banu mengalami masalah keperawatan
jiwa resiko bunuh diri.
2.3 Tindakan keperawatan
2.3.1 Jelaskan kepada pasien bahwa hidup adalah anugerah yang wajib
dijaga dan disyukuri.
“Menurut adik Banu kehidupan itu penting atau tidak? Sejauh mana adik Banu
mensyukuri semua yang ada dalam kehidupan adik banu saat ini?”
“Jadi dik, kehidupan merupakan takdir yang sudah Tuhan rencanakan kepada kita.
Kehidupan merupakan perjalanan yang harus kita jalani dengan baik. Saya
manusia biasa begitu pula adik Banu juga manusia biasa. Oleh karena itu jika kita
berbuat kesalahan bukan berarti hidup kita tidak berguna. Kita bisa memperbaiki
hidup kita secara perlahan dan kita tidak boleh menyalahkan diri kita atas apa
yang terjadi.”
2.3.2 Jelaskan kepada pasien mengenai sisi positif yang dimiliki setiap
individu
“Kira-kira sisi positif atau kemampuan saat ini yang dimiliki adik Banu apa saja?
“Iya, bagus sekali. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan tentunya kita memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Seperti yang disebutkan adik Banu
bahwa Banu pandai menyanyi dan bermain musik. Mungkin untuk mengisi waktu
adik Banu bisa dengan cara bernyanyi atau bermain musik.
2.3.3 Dorong pasien untuk lebih menghargai diri sendiri
“Dik, setiap manusia tentunya pernah melakukan kesalahan sama seperti Adik
Banu saat ini yang sedang melakukan hukuman karena perbuatan Adik Banu.
Namun adik Banu hewab telah bertanggung jawab saat ini. Sejak sekarang dan
sampai kapanpun adik Banu adalah individu yang hebat dan berharga yang
diciptakan oleh Tuhan. Oleh karena itu ke depannnya adik Banu harus percaya
dan lebih menghargai diri sendiri. Walaupun kita telah melakukan kesalahan pasti
ada jalan bagi kita untuk menjadi lebih baik karena Tuhan Maha Pemaaf. Adik
Banu harus tetap semangat dan jangan lagi berkata bahwa hidup kamu tidak
berharga ya, Dik.”

C. FASE TERMINASI
3.1 Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Adik Banu setelah tadi kita berdiskusi?”
3.2 Evaluasi objektif
Nah kalau begitu mari kita coba ulangi ya Dik. Tolong Adik sebutkan mengapa
hidup kita berharga yang wajib dijaga dan disyukuri?”
3.3 Rencana Tindak Lanjut
“Bagus sekali jawabannya Adik, berarti Adik Banu sudah paham ya. Kalau begitu
untuk pertemuan selanjutnya kira-kira kapan Adik bisa? Jam berapa dan
tempatnya dimana Dik?
“Baik kalau begitu hari Minggu pagi kita bertemu lagi disini ya Dik”
3.4 Salam
“Terimakasih atas waktu Adik Banu telah berdiskusi dengan sangat baik dengan
saya. Semoga Adik semakin membaik yaa. Saya pamit dahulu. Permisi Dik.
STEP VI. REFERENSI

RESIKO BUNUH DIRI

A. DEFINISI RESIKO BUNUH DIRI

Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh
diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu
gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi
masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi,
dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan
(Stuart, 2006). Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk
membinasakan dirinya sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh
seseorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat.
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusanterakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Bunuh
diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Risiko bunuh diri
dapat diartikan sebagai resiko individu untuk menyakitidiri sendiri, mencederai
diri, serta mengancam jiwa. (Nanda, 2012).

Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan


rentang harapan- putus harapan merupakan rentang adaptif -maladaptif.Respon
adaptif merupakan responyang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang
kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Prilaku
destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak di cegah dapatmengarah
kepada kematian.
Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatandiri sebagai respon
paling adaptif, sementara perilaku destruktif diri, pencederaan diri,dan bunuh
diri merupakan respon maladaptif (Wiscarz dan Sundeen, 1998). Pikiran bunuh
diri biasanya muncul pada individu yang mengalami gangguan mood, terutama
depresi. Bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk
membunuh diri sendiri (Videbeck, 2008). Sehingga dari beberapa pendapat
diatas, bunuh diri merupakan tindakan yang sengaja dilakukan seseorang
individu untuk mengakhiri hidupnya dengan berbagai cara. Dan seseorang
dengan gangguan psikologi tertentu atau sedang depresi dapat pula beresiko
melakukan bunuh diri. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang bunuh diri,
dapat dari faktor eksternal seperti lingkungan dan faktor internal seperti
gangguan psikologi dalam dirinya.

B. ETIOLOGI RESIKO BUNUH DIRI

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri


ada dua faktor yaitu faktor predisposisi (faktor risiko) dan faktor presipitasi
(faktor pencetus).

1. Faktor predisposisi

Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku


resiko bunuh diri meliputi:

a. Diagnosis psikiatri

Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh diri
yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan
skizofrenia.

b. Sifat kepribadian

Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan


resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.

c. Lingkungan psikososial

Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,kehilangan


yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.

d. Biologis
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan
biologis yang tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti
percaya bahwa ada gangguan pada level serotonin di otak, dimana
serotonin diasosiasikan dengan perilaku agresif dan kecemasan.
Penelitian lain mengatakan bahwa perilaku bunuh diri merupakan
bawaan lahir, dimana orang yang suicidal mempunyai keluarga
yang juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Walaupun
demikian, hingga saat ini belum ada faktor biologis yang
ditemukan berhubungan secara langsung dengan perilaku bunuh
diri
e. Psikologis
Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003) mengidentifikasi tiga
bentuk penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang
pertama didasarkan pada Freud yang menyatakan bahwa “suicide is
murder turned around 180 degrees”, dimana dia mengaitkan antara
bunuh diri dengan kehilangan seseorang atau objek yang
diinginkan. Secara psikologis, individu yang beresiko melakukan
bunuh diri mengidentifikasi dirinya dengan orang yang hilang
tersebut. Dia merasa marah terhadap objek kasih sayang ini dan
berharap untuk menghukum atau bahkan membunuh orang yang
hilang tersebut. Meskipun individu mengidentifikasi dirinya
dengan objek kasih sayang, perasaan marah dan harapan untuk
menghukum juga ditujukan pada diri. Oleh karena itu, perilaku
destruktif diri terjadi
f. Sosiokultural
Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang
memandang perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan
individu dengan masyarakatnya, yang menekankan apakah individu
terintegrasi dan teratur atau tidak dengan masyarakatnya
2. Faktor presipitasi

Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang


memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media
untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untukmelakukan
perilaku bunuh diri. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri
adalah perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat
menghadapi stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman
pada diri sendiri, serta cara utukmengakhiri keputusasaan.
a. Respon terhadap stres
1) Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses
kognitifnya, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya
konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.
2) Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan nyata
akibat adanya stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah.
3) Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi
dua, yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons
lokal tubuh terhadap stresor (misal: kita menginjak paku maka secara
refleks kaki akan diangkat) dan Genital Adaptation Symdrome (GAS)
adalah reaksi menyeluruh terhadap stresor yang ada.
4) Perilaku: Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku
bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social
maupun budaya.
5) Sosial: Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau
bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social
dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang
untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka
bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah
seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
b. Kemampuan mengatasi masalah/sumber coping
1) Kemampuan personal: kemampuan yang diharapkan pada klien dengan
resiko bunuh diri yaitu kemampuan untuk mengatasi masalahnya.
2) Dukungan sosial: adalah dukungan untuk individu yang di dapat dari
keluarga, teman, kelompok, atau orang-orang disekitar klien dan
dukungan terbaik yang diperlukan oleh klien adalah dukungan keluarga.
3) Asset material: ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan
kesehatan, dana atau finansial yang memadai, asuransi, jaminan
pelayanan kesehatan dan lain-lain.
4) Keyakinan positif: merupakan keyakinan spiritual dan gambaran
positif seseorang sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang
dapat mempertahankan koping adaptif walaupun dalam kondisi penuh
stressor. Keyakinan yang harus dikuatkan pada klien resiko bunuh diri
adalah keyakinan bahwa klien mampu mengatas masalahnya.
c. Mekanisme koping
Klien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien
secara sadar memilih bunuh diri. Menurut Stuart (2006)
mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan
dengan perilaku destruktif diri tidak langsung adalah penyangkalan,
rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.

C. TANDA DAN GEJALA RESIKO BUNUH DIRI


Bermacam-macam perilaku dan tindakan yang menunjukkan bahwa
seseorang mengalami masalah kesehatan jiwa resiko bunuh diri diantaranya.
1) Keputusasaan
2) Celaan terhadap diri sendiri
3) Perasaan gagal dan tidak berguna
4) Alam perasaan depresi
5) Agitasi dan gelisah
6) Insomnia yang menetap
7) Penurunan berat badan
8) Berbicara lamban
9) Keletihan
10) Menarik diri dari lingkungan sosial
11) Mempunyai ide untuk bunuh diri
12) Mengungkapkan keinginan untuk mati
13) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
14) Impulsif
15) Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
16) Memiliki riwayat percobaan bunuh diri

D. PATOPSIKOLOGI RESIKO BUNUH DIRI

Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang


yang siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian
dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai
niat untuk melakukannya. Proses perilaku bunuh diri.

Peningkatan verbal/ non verbal

Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivelensi tentang kematian Kurangnya respon positif

Upaya bunuh diri

Bunuh diri
E. POHON MASALAH RESIKO BUNUH DIRI
Bunuh diri

Resiko bunuh diri

Depresi

Isolasi sosial

Harga diri rendah

Koping keluarga Kegagalan Perpisahan


Tidak efektif

F. RENTANG RESPON RESIKO BUNUH DIRI


Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang respon resiko bunuh diri
yang terdiri dari rentang adaptif- maladaptif.

Adaptif Maladaptif

Peningkatan Pengambilan resiko Perilaku Pencederaan

bunuh diri yang meningkatkan desdruktif diri diri

pertumbuhan langsung

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-


norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon
maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya
setempat. Respon maladaptif antara lain :
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, dan apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan
meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu
mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna
lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta
yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan dan ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak
realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak
tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan,
perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa,
rendah diri yang semuanya dapat berakhir dengan bunuh diri.
3. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh
diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi
berat.
4. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia,
2005).

G. JENIS-JENIS PERILAKU RESIKO BUNUH DIRI


Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori yaitu:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan
bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan.
Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung
ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui
tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu
tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang
menjatuhkan harga dirinya (Stuart & Sundeen, 2006).

H. KOMPLIKASI RESIKO BUNUH DIRI


Resiko bunuh diri merupakan tindakan yang sengaja dilakukan
seseorang individu yang mengarah ke tindakan untuk mengakhiri
hidupnya dengan berbagai cara. Jika tidak diberikan intervensi dan
penatalaksanaan yang depan pasien resiko bunuh diri dapat mengalami
berbagai komplikasi yang serius diantaranya perilaku kekerasan,
menyakiti diri sendiri, bahkan sampai melaksanakan tindakan bunuh diri.

I. PENATALAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI


1. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko


bunuh diri salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut
(videbeck, 2008), obat- obat yang biasanya digunakan pada klien resiko
bunuh diri adalah SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor)
(fluoksetin 20 mg/hari per oral), venlafaksin (75- 225 mg/hari per oral),
nefazodon (300-600 mg/hari per oral), trazodon (200-300 mg/hari per
oral), dan bupropion (200-300 mg/hari per oral). Obat-obat tersebut
sering dipilih karena tidak berisiko letal akibat overdosis. Mekanisme
kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem neurotransmiter
monoamin di otak khususnya norapenefrin dan serotonin. Kedua
neurotransmiter ini dilepas di seluruh otak dan membantu mengatur
keinginan, kewaspadaan, perhataian, mood, proses sensori, dan nafsu
makan.
2. Penatalaksanaan Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri


selanjutnya perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi yang
tepat bagi klien. Tujuan dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko
bunuh diri adalah (Keliat, 2009)
a. Klien tetap aman dan selamat

b. Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya

c. Klien mampu mengungkapkan perasaannya

d. Klien mampu meningkatkan harga dirinya

e. Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang

baik Penatalaksanaan klien dengan resiko bunuh diri

yaitu:

1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu


dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri klien, dengan cara:

a) Memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.

b) Berikan pujian bila klien dapat mengatakan perasaan yang positif.

c) Meyakinkan klien bahwa dirinya penting

d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh klien

e) Merencanakan aktifitas yang dapat klien lakukan

3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:

a) Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalahnya

b) Mendiskusikan dengan klien efektifitas masing-masing cara


penyelesaianmasalah
c) Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik

J. ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO BUNUH DIRI


1. Pengkajian
a) Identitas pasien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,


tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.

b) Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga


datang ke rumah sakit. Biasanya berupa sikap percobaan bunuh
diri,komunikasi dengan keluarga kurang, tidak mampu berkonsentrasi,
merasa gagal, merasa tidak berguna dan merasa tidak yakin
melangsungkan hidupnya. Tanyakan juga hal apa yang telah dilakukan
keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

1) Faktor Predisposisi

i. Riwayat: bagaimana hasil pengobatan sebelumnya, apakah


pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal.

ii. Diagnosa Medis Gangguan Jiwa: Diagnosa medis


gangguan jiwa yang beresiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan afektif, penyalahgunaan zat dan schizophrenia.
Lebih dari 90% orang dewasa mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa.

iii. Sifat Kepribadian: Sifat kepribadian yang meningkatkan


resiko bunuh diri yaitu suka bermusuhan, impulsif,
kepribadian anti sosial dan depresif.

iv. Lingkungan Psikososial: Individu yang mengalami


kehilangan dengan proses berduka yang berkepanjangan
akibat perpisahan dan bercerai, penolakan dari
lingkungan, kehilangan barang dan kehilangan dukungan
sosial merupakan faktor penting yang mempengaruhi
individu untuk melakukan tindakan bunuh diri. Riwayat
Keluarga: Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
dan konflik yang terjadi dalam keluarga merupakan
faktor penting untuk melakukan bunuh diri. Menurunnya
neurotransmitter serotonin, opiate dan dopamine dapt
menimbulkan perilaku destruktif-diri.

2) Aspek fisik

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,


Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
Apakah ada bekas percobaan bunuh diri pada leher,
pergelangan tangan maupun di bagian tubuh lainnya. Pasien
biasanya mengeluh sakit pada dirinya, pusing ataupun tidak
dapat melakukan aktifitas seperti biasanya. Pasien mengeluh
bahwa dirinya sudah tidak mampu beraktivitas lagi.

3) Genogram

Menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola


komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
4) Konsep Diri
a. Gambaran Diri
Klien biasanya merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
Ada bagian tubuh pasien yang mengalami penurunan fungsi
sehingga pasien tidak bisa menerima keadaan
tubuhnya.mengungkapkan perasaan keputusasaan dan merasa
ingin mati.
b. Identitas
Merasa tidak puas dengan status ataupun pekerjaannya sedang
dapat mempengaruhi hubungan sosial dengan orang lain
c. Peran Diri
Tanyakan pada klien apakah klien seorang kepala keluarga, ibu/
ibu rumah tangga atau sebagai anak dari berapa bersaudara. Klien
dengan resiko bunuh diri merasa tidak mampu melaksanakan
tugas atau peranannya baik dalam keluarga, pekerjaan atau dalam
kelompok masyarakat
d. Ideal Diri
Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh
klien akan melakukan apa untuk hidupnya selanjutnya, apakah
lebihbersemangat atau membuat lembaran baru.
e. Harga Diri: Pasien mengatakan hal yang negatif tentang
dirinya,yang menunjukkan harga diri yang rendah, selalu
berfikiran negatif kepada orang lain bahwa dirinya tidak lagi
dihargai dan dianggap. Perilaku resiko bunuh diri mengalami
harga diri rendah situasi seperti masalah keluarga atau pekerjaan
yang sedang dihadapi saat ini.
f. Hubungan Sosial
Tanyakan Menurut klien orang yang paling dekat dengannya
siapa, ataukah teman sekamar yangg satu agama.
g. Spiritual
i) Nilai dan keyakinan: Tanyakan apakah pasien
percayaakan adanya Tuhan atau dia sering
mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya.
ii) Kegiatan ibadah: Tanyakan apakah Klien
sering,selalu atau jarang beribadah dan
mendekatkan diri kepada Tuhan. Biasanya, pasien
meyakini bahwa tidak ada gunanya untuk hidup,
keyakinannya akan masalah adalah takdir yang maha
kuasa itupun tidak ada. Mereka menganggap bahwa
tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan
masalahnya selain dengan mengakhiri hidupnya.
h. Status Mental
i) Penampilan: Pada penampilan fisik: Tidak rapi, tidak
mandi dan berpakaian harus di suruh, rambut tidak
pernah tersisir rapi dan sedikit bau. Perubahan
kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest,
kurang mendengarkan.
ii) Pembicaraan: Klien hanya mau bicara bila ditanya
oleh perawat, jawaban yang diberikan pendek, afek
datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak
mata dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang
terjadi blocking. Pembicaraannya lesu dan topik
yang dibicarakan tentang kematian dan penyesalan
hidup.
i. Aktivitas Motorik
Aktivitas motorik klien lebih mengarah untuk mengakhiri
hidupnya misal membenturkan kepalanya, melukai badannya, dan
membuat sesuatu sebagai sarana untuk mengakhiri hidupnya
misal membuat gantungan dari tali
j. Afek & Emosi
Perasaan sedih, rasa tak berguna, gagal, kehilangan, merasa
berdosa, putus asa, penyesalan tak ada harapan. Menunjukkan
rasa kekecewaan yang mendalam disertai rasa putus asa.
k. Interaksi selama wawancara
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan
bicara saat berkomunikasi. Tidak mau mendengarkan pendapat
atau saran yang dapat membantunya dalam menyelesaikan
masalah
l. Persepsi sensori
Adanya halusinasi pendengaran yang menyuruhnya mengakhiri
hidupnya.
m. Proses Pikir
i) Isi fikir: Suicidal thaught/pikiran bunuh diri: isi
pikiran yang dimulai dengan memikirkan usaha
bunuh diri sampai terus menerus berusaha untuk
dapat bunuh diri.
ii) Tingkat kesadaran: Bingung, seseorang yang ingin
melakukan bunuh diri merasa dirinya bingung
karena adanya kejadian-kejadian negatif dalam
hidup, penyakit kronis atau bahkan perceraian.
iii) Memori: Kontigulasi: Ingatan yang keliru dan
dimanifestasikan dengan pembicaraan tidak sesuai
dengan kenyataan dengan memasukkan cerita yang
tidak benar untuk menutupi daya ingatnya. Perilaku
bunuh diri biasanya bercerita yang tidak sesuai
dengan kenyataan. Tidak berdasarkan fakta karena
pasien dengan resiko bunuh diri akan menghindar
dari kenyataan.
iv) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Mudah beralih : Perhatian perilaku bunuh diri
mudah berganti dari satu objek ke objek lain. Mudah
untuk mengalihkan pembicaraan.
Tidak mampu berkonsentrasi : Perilaku bunuh diri
tidak mampu untuk berkonsentrasi dengan baik.
Selalu meminta agar pertanyaan diulang atau tidak
dapat menjelaskan kembali pembicaraan.
Tidak mampu berhitung : Perilaku bunuh diri
tidak dapat melakukan penambahan atau
pengurangan pada benda benda nyata. Karena orang
tersebut tidak bisa berkonsentrasi dengan baik.
n. Kemampuan penilaian
i) Gangguan kemampuan penilaian ringan : Dapat
mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan
orang lain. Contoh: berikan kesempatan pada klien
untuk memilih mandi dulu sebelum makan atau
makan dulu sebelum mandi. Jika diberi penjelasan,
orang tersebut dapat mengambil keputusan.
ii) Gangguan kemampuan penilaian bermakna : Tidak
mampu mengambil keputusan walaupun dibantu
orang lain. Contoh: berikankesempatan pada klien
untuk memilih mandi dulu sebelum makan atau
makan dulu sebelum mandi. Jika diberi penjelasan
klien masih tidak mampu mengambil keputusan.
o. Gangguan titik diri
Mengingkari penyakit yang di derita dan menyalahkan hal-hal di
luar dirinya
p. Stressor Pencetus/Faktor Presipitasi
Bunuh diri dapat terjadi karena stres yang berlebihan yang
dialami individu. Faktor pencetus seringkali berupa peristiwa
kehidupan yang memalukan seperti masalah hubungan
interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan
pekerjaan, ancaman penahanan dan dapat juga pengaruh
media yang menampilkan peristiwa bunuh diri.
q. Sumber Koping
Perlu dikaji adakah dukungan masyarakat terhadap klien dalam
mengatasi masalah individu dalam memecahkan masalah
seringkali membutuhkan bantuan orang lain.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil pengamatan perawat,data-data


yang dikumpulkan oleh pemberi pelayanan kesehatan lain dan informasi yang
diberikan oleh pasien dan keluarga. Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul, diantaranya:

a. Resiko bunuh diri

b. Risiko perilaku kekerasan


c. Harga diri rendah
3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan Umum Tujuan Khusus Intervensi

Keperawatan
1 Resiko Bunuh Tujuan: A. Klien: 1. Perkenalkan diri dengan klien
Diri Klien tidak mencederai diri. 1. Klien dapat membina 2. Tanggapi pembicaraan klien dengan
Kriteria hasil: hubungan saling sabar dan tidak menyangkal.
1. Pasien dapat menunjukan Percaya dengan 3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
pengendalian implus komunikasi terapeutik 4. Bersifat hangat dan bersahabat.
dengan indikator 2. Klien dapat terlindung 5. Temani klien saat keinginan
sebagai berikut: dari perilaku bunuh diri mencederai diri meningkat.
a. Mengeluarkan 3. Klien dapat 6. Jauhkan klien dari benda-benda yang
perasaaan negatif mengekspresikan dapatmembahayakan (pisau, silet,
secara tepat perasaanya gunting, tali, kaca, dan lain-lain).
b. Mengidentifikasi 4. Klien dapat 7. Tempatkan klien di ruangan yang
meningkatkan hargadiri tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
perasaan atau
5. Klien dapat 8. Awasi klien secara ketat setiap saat.
perilaku yang menggunakan koping 9. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
mengarah pada yang adaptif Bersikap empati untuk
tindakan implusif 6. Klien dapat meningkatkan ungkapan keraguan,
menggunakan dukungan ketakutan dan keputusasaan.

53
sosial 10. Beri dorongan untuk mengungkapkan
c. Mengungkapkan
7. Klien dapat
secara verbal tentang mengapa dan bagaimana harapannya.
menggunakan obat
pengendalian secara
11. Beri waktu dan kesempatan
dengan benar dan tepat
implus untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian,dan lain-lain.
d. Menghindari B. Keluarga:
lingkungan dan 1. Keluarga berperan 12. Beri dukungan pada tindakan atau
situasi beresiko serta melindungi ucapan klien yang menunjukkan
tinggi anggota keluarga keinginan untuk hidup.
yang mengancam atau
13. Bantu untuk memahami bahwa klien
mencoba bunuhdiri
dapatmengatasi keputusasaannya.
2. Keluarga pasien
14. Kaji dan kerahkan sumber-sumber
mampu merawat
internal individu.
pasien dengan
15. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber
resiko bunuh diri
harapan (misal: hubungan antar sesama,
keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

16. Ajarkan untuk mengidentifikasi


pengalaman-pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal:
berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)

17. Bantu untuk mengenali hal-hal yang


ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang
lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.

18. Beri dorongan untuk berbagi


keprihatinanpada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau
penyakit yang sama dantelah
mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebutdengan
koping yang efektif.

19. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber


ekstemal individu (orang-orang terdekat,
tim pelayanan kesehatan, kelompok
pendukung, agama yang dianut).

20. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai,


pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).

21. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal :


konseling pemuka agama).

22. Diskusikan tentang obat (nama, dosis,


frekuensi, efek dan efek samping minum
obat).

23. Bantu menggunakan obat dengan


prinsip 5 benar (benar pasien, obat,
dosis, cara, waktu).

24. Anjurkan membicarakan efek dan


efek samping yang dirasakan.

25. Beri reinforcement positif bila


menggunakan obat dengan benar.

26. Menganjurkan keluarga untuk ikut


mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian

27. Menganjurkan keluarga untuk


membantu perawat menjauhi
barang-barang berbahaya disekitar
pasien

28. Mendiskusikan dengan keluarga


untuk tidak sering melamun sendiri

29. Menjelaskan kepada keluarga


pentingnya passion minum obat secara
teratur.

30. Menanyakan keluarga tentang tanda dan


gejala bunuh diri

31. Menanyakan keluarga tentang tanda


dan gejala bunuh diri yang pernah
muncul pada pasien

32. Mendiskusikan tentang tanda dan gejala


yang umumnya muncul pada pasien
beresiko bunuh diri

33. Mengajarkan keluarga tentang cara


melindungi pasien dari perilaku bunuh
diri.

34. Mengajarkan keluarga tentang cara yang


dapat dilakukan keluarga
bila pasien memperlihatkan tanda
dan gejala bunuh diri.

35. Menjelaskan tentang cara-cara


melindungi pasien, antara lain:

a. Memberikan tempat yang aman.


Menempatkan pasien ditempat yang
mudah di awasi, jangan biarkan
pasien mengunci diri dikamarnya
atau jangan meninggalkan pasien
sendirian dirumah.

b. Menjauhkan barang-barang yang


bias digunakan untuk bunuh diri.
Jauhkan pasien dari barang-barang
yang bias digunakan untuk bunuh
diri, seperti tali,bahan bakar
minyak/bensin, api, pisau ataubenda
tajam lainnya, zat yang berbahaya
seperti racun nyamuk atau racun
serangga.

c. Selalu mengadakan pengawasan dan


meningkatkan pengawasan apa bila
ada tanda dan gejala bunuh diri
meningkat.

d. Jangan pernah melonggarkan


pengawasan walaupun pasien tidak
menunjukkan tanda dan gejala untuk
bunuh diri.

e. Menganjurkan keluarga untuk


melaksanakan cara tersebut diatas.

36. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal


yang dapat dilakukan apa bila pasien
melakukan percobaan bunuh diri,
antara lain:
a. Mencari bantuan pada tetangga
sekitar atau pemuka masyarakat
untuk menghentikan upaya bunuh
diri tersebut
b. Segera membawa pasien kerumah
sakit atau puskesmas untuk
mendapatkan bantuan medis.
37. Mencari keluarga mencari rujukan
fasilitas kesehatan yang tersedia bagi
pasien
a. Memberikan informasi
tentang nomor telpon darurat
tenaga kesehatan
b. Menganjurkan keluarga untuk
mengantarkan pasien
berobat/control secara teratur untuk
mengatasi masalah bunuh dirinya
c. Menganjurkan keluarga uuntuk
membantu pasien minum obat sesuai
prinsip lima benar pemberian obat.
4. Implementasi dan Evaluasi
No. Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan Evaluasi
1. Resiko bunuh diri SP I S: Klien mengatakan sudah mencoba
1. Membina hubungan saling belajar berkenalan namun masih enggan
percaya dengan klien untuk dilakukan
2. Mengidentifikasi benda-benda
yang dapat membahayakan O: Klien aktif dan memperhatikan
3. Mengamankan benda-benda selama latihan berkenalan dengan
yang dapat membahayakan perawat
pasien
4. Melakukan kontrak treatment A: Klien sudah tahu cara berkenalan
5. Mengajarkan cara dengan menyebutkan nama, asal dan
mengendalikan dorongan hobi.
bunuh diri
P: Lanjutkan berkenalan dengan orang
SP II lain
1. Mengidentifikasi aspek
positif pasien
2. Mendorong pasien untuk
berpikir positif terhadap diri

61
sendiri
3. Mendorong pasien untuk
menghargai diri sebagai
individu yang berharga

SP III
1. Mengidentifikasi pola koping
yang biasa diterapkan pasien
2. Menilai pola koping yang
biasa dilakukan
3. Mengidentifikasi pola koping
pasien
K. STANDAR PELAKSAAN KOMUNIKASI PADA PASIEN RESIKO
BUNUH DIRI

SP I

1. Membina hubungan saling percaya dengan klien


2. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan
3. Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
4. Melakukan kontrak treatment
5. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri

SP II

1. Mengidentifikasi aspek positif pasien


2. Mendorong pasien untuk berpikir positif terhadap diri sendiri
3. Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga

SP III

1. Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien


2. Menilai pola koping yang biasa dilakukan
3. Mengidentifikasi pola koping pasien
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Banyak penyebab atau alasan seseorang melakukan
resiko bunuh diri diantaranyakegagalan beradaptasi,perasaan marah dan
terisolasi, dan lainnya.

Resiko bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri, ancaman
bunuh diri serta, percobaan bunuh diri. Pengkajian resiko bunuh dirimencakup
apakah orang tersebut sudah membuat rencana yang spesifik dan apakah
tersedia alatuntuk melakukan rencana bunuh diri.

3.2 Saran
63
Dengan adanya konsep resiko bunuh diri, dan kasus tutorial keperawatan
jiwa diharapkan mahasiswa keperawatan mengetahui cara mengenali dan
memberikan asuhan keperawatan dengan baik. Hendaknya perawat
melibatkan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
gangguan jiwa.

64
DAFTAR PUSTAKA

Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU
Press.

Jannah, S. R. (2010). TINJAUAN PENATALAKSANAAN


KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN BUNUH DIRI.
Idea
Nursing Journal, 1(1), 32-38.

Anda mungkin juga menyukai