Anda di halaman 1dari 29

Referat

KRISIS INTERVENSI PADA SUICIDE

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-

Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas referat ini yang berjudul

“Krisis Intervensi pada Suicide”. Referat ini dibuat untuk memenuhi syarat

kepaniteraan klinik senior dibagian Psikiatri Rumah Sakit Umum Daerah

Mochammad Natsir Solok.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Zulismaliatul Fajriah

Sp. KJ, M.Sc selaku pembimbing penyusunan referat ini yang telah memberikan

bimbingan dan nasehat dalam penyelesaian referat ini. Terimakasih pula kepada

teman-teman serta staf bagian Psikiatri dan semua pihak yang telah membantu

dalam penyelesaian referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh

dari kata sempurna baik mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya.

Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari penulis dalam

menyelesaikan referat ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun untuk perbaikan penulisan referat selanjutnya. Akhir

kata, semoga referat ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan bagi pembaca

pada umumnya dalam memahami masalah yang berhubungan dengan “Krisis

Intervensi pada Suicide”

Solok, 21 September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................5
DAFTAR TABEL..................................................................................................6
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................7
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................8
1.1 Latar Belakang...........................................................................................8
1.2 Tujuan Penulisan........................................................................................8
1.3 Manfaat Penulisan......................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................10
2.1 Bunuh Diri...............................................................................................10
2.1.1 Definisi Bunuh Diri.................................................................................10
2.1.2 Rentang Respon Protektif Diri................................................11
2.1.3 Epidemiologi Bunuh Diri........................................................12
2.1.4 Etiologi Bunuh Diri8................................................................14
2.1.6 Tahapan Bunuh Diri................................................................17
2.1.7 Aspek Neurobiologi Bunuh Diri2............................................19
2.1.8 Penatalaksanaan pada Kasus Bunuh Diri................................21
2.1.9 Pencegahan dan Edukasi pada Kasus Bunuh Diri...................23
BAB III PENUTUP..............................................................................................28
3.1 Kesimpulan.............................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rentang Respon Protektif Diri..........................................................4

Gambar 2.2 Jumlah Kasus Bunuh Diri di Enam Wilayah Dunia..........................6

Gambar 2.3 Angka Tingkat Bunuh Diri Berdasarkan Jenis Kelamin...................6

Gambar 2.4 Asesmen Penilaian Risiko Bunuh Diri..............................................20

Gambar 2.5 Management Plan Berdasarkan Tingkat Resiko Bunuh Diri.............21

Gambar 2.6 Tindakan Prevensi Bunuh Diri..........................................................26

4
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Golongan Obat Anti-depressan.............................................................21

5
DAFTAR SINGKATAN

APA : American Psychiatry Association

CDC : Centers for Disease Control and Prevention

DBT : Dialectical Behavioral Therapy

ELA : Early Life Adversity

HPA : Hypothalamus Pituitary Adrenal

IASP : International Association for Suicide Prevention

IPK : Ikatan Psikolog Klinis Indonesia

NIMH : National Institute of Mental Health

OKBD : Orang dengan Kecenderungan Bunuh Diri

PDSKJI : Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa

SPET : Single-photon emission computed tomography

SSRI : Selective serotonin reuptake inhibitors

WHO : World Health Organization

6
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bunuh diri adalah salah satu kegawatdarutatan psikiatri yang merupakan

sebuah perilaku dalam mengakhiri kehidupannya. Perilaku ini disebabkan karena

faktor stress yang tinggi dan bekepanjangan dan individu tersebut dianggap gagal

dalam mekanisme koping menghadapi permasalahan yang ada. Bunuh diri

menjadi bagian dari 20 penyebab utama kematian di dunia untuk semua umur dan

kurang lebih satu juta orang meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya.1

Tindakan bunuh diri merupakan sebuah keadaan dimana individu

bertindak melakukan sesuatu yang bertujuan menyakiti dirinya sendiri bahkan

tindakan tersebut dapat mengancam nyawanya sendiri. Perilaku destruktif ini

dimaksudkan untuk mengakhiri kehidupannya di dunia dan dilakukan dengan

waktu yang singkat dan disengaja bahkan individu tersebut tau akibat dari

perilakunya. Tindakan ini merupakan salah satu cara untuk mengekspresikan stres

yang dialaminya.2

1.2 Tujuan Penulisan

Referat ini dapat digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran,

menambah ilmu pengetahuan agar pembaca lebih memahami tentang Krisis

intervensi pada suicide dan sebagai bahan materi di kepaniteraan klinik bagian

Psikiatri RSUD Mochammad Natsir Solok.

7
1.3 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan referat ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

acuan dalam mempelajari, memahami dan mengembangkan teori mengenai Krisis

Intervensi pada Suicide.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bunuh Diri

2.1.1 Definisi Bunuh Diri

Secara umum, bunuh diri (suicide) berasal dari bahasa latin “suicidium,

dengan “sui” yang berarti sendiri dan “cidium” yang berarti pembunuhan. Bunuh

diri merupakan kegawatdaruratan dibidang psikiatri yang menjadi salah satu

penyebab kematian di seluruh dunia termasuk Indonesia. World Health

Organization (WHO) mendefinisikan bunuh diri sebagai tindakan membunuh diri

sendiri dengan sengaja. American Psychiatric Associationi (APA) mengartikan

perilaku bunuh diri sebagai bentuk tindakan dari individu dengan cara membunuh

dirinya sendiri dan paling sering diakibatkan oleh adanya tekanan, depresi ataupun

penyakit mental lainnya.3

National Institute of Mental Health (NIMH) mendeskripsikan bunuh diri

sebagai kematian yang disebabkan oleh perilaku merugikan yang diarahkan pada

diri sendiri dengan niat untuk mati sebagai akibat dari perilaku tersebut. NIMH

kemudian juga mendefinisikan percobaan bunuh diri sebagai perilaku tak fatal

yang ditujukan pada diri sendiri dan berpotensi merugikan dengan niat untuk mati

sebagai akibat dari perilaku tersebut. Sedangkan ide bunuh diri diacu kan pada

pemikiran atau pertimbangan atau perencanaan bunuh diri.4

Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (PDSKJI) dan Ikatan

Psikolog Klinis Indonesia (IPK-Indonesia) menyatakan bahwa:5

9
1. Pikiran, niat atau tindakan bunuh diri mempunyai penyebab

multidimensional, bio-psiko-sosial; dan bukan semata disebabkan oleh

lemahnya iman seseorang.5

2. Bunuh diri dapat dicegah. Pikiran tentang kematian dan menyakiti diri

adalah masalah kesehatan jiwa yang perlu mendapatkan penanganan

intensif dari psikiater dan psikolog klinis agar tak berujung pada tindakan

bunuh diri.5

3. Masyarakat perlu mengenali tanda-tanda kecenderungan individu

melakukan upaya tindakan bunuh diri seperti ucapan, ide, niat mengakhiri

hidup, penyebutan alat dan waktu untuk mengakhiri hidup. Segera cari

bantuan terdekat apabila mengetahui ada individu yang mempunyai

kecenderungan upaya tindakan bunuh diri.5

4. Masyarakat perlu mempelajari dan memahami berbagai hal yang dapat

melatarbelakangi permasalahan kesehatan jiwa dan penanggulangannya.5

2.1.2 Rentang Respon Protektif Diri

Gambar 2.1. Rentang Respon Protektif Diri.1

1. Peningkatan diri, individu yang mempunyai pengharapan, keyakinan, serta

keasadaran diri.1

2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, merupakan rentang posisi perilaku

yang masih normal dialami individu dengan perkembangan perilaku.1

10
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, usaha untuk merusak keadaan fisik

individu dan dapat mengarah ke kematian, termasuk: mengebut ketika

berkendaraan, berjudi, tidakan kriminal, penyalahgunaan zat, perilaku

menyimpang sosial.1

4. Pencederaan diri, merupakan tindakan yang dapat membahayakan diri

sendiri dan dilakukan dengan sengaja, tanpa bantuan orang lain, serta

menyebabkan cedera yang cukup parah pada tubuh, termasuk: melukai dan

membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuh

sedikit demi sedikit ataupun menggigit jari.1

5. Bunuh diri, merupakan tindakan agresif secara langsung pada diri sendiri

dengan tujuan mengakhiri kehidupan.1

2.1.3 Epidemiologi Bunuh Diri

Berdasarkan data WHO pada International Association for Suicide

Prevention (IASP) 2023, diperkirakan lebih dari 700.000 orang meninggal dunia

akibat bunuh diri setiap tahunnya dan hampir 77% dari seluruh kasus bunuh diri

global terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Untuk setiap kasus

bunuh diri, ada lebih banyak lagi orang yang mencoba bunuh diri atau memiliki

ide bunuh diri yang serius.6

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2020

melaporkan bahwa bunuh diri merupakan penyebab kematian nomor dua pada

individu berusia 10-14 dan 25-34 tahun, penyebab kematian ketiga pada individu

berusia 15-24 tahun, dan penyebab kematian keempat pada individu berusia antara

15-24 tahun. dari 35 dan 44. Jumlah kasus bunuh diri di Amerika diketahui

11
hampir dua kali lebih banyak (45.979) dibandingkan jumlah kasus pembunuhan

(24.576).7

Gambar 2.2. Jumlah Kasus Bunuh Diri di Enam Wilayah Dunia.7

WHO melaporkan bahwa pada tahun 2019, terjadi penurunan drastis

angka bunuh diri dalam dua dekade terakhir. Meski begitu, wilayah eropa masih

memiliki angka kematian akibat bunuh diri tertinggi yaitu 12,8 per 100.000

penduduk. Asia Tenggara sendiri berada pada posisi kedua dengan angka 10,1

kematian per 100.000 penduduk. WHO menyebut, total global kematian akibat

bunuh diri telah menurun sejak tahun 2000, dari hampir 800.000 menjadi sedikit

di atas 700.000 pada tahun 2019. Di Indonesia, tingkat bunuh diri tergolong dalam

kategori rendah, yaitu dibawah 5 per 100.000 populasi atau lebih tepatnya adalah

3,4 per 100.000 populasi.3,7

12
Gambar 2.3. Angka tingkat bunuh diri berdasarkan jenis kelamin pada 2021.7

CDC pada laporannya di tahun 2021 mengungkapkan bahwa rasio bunuh

diri tertinggi di dunia ada pada jenis kelamin laki-laki. Pada laporan ini ditemukan

rasio bunuh diri laki-laki 22.8% dan diperkirakan 4 kali lebih tinggi dibandingkan

pada perempuan (5,7%).7 Berdasarkan data WHO, metode yang banyak

digunakan oleh penduduk di wilayah Asia adalah gantung diri (23% di Hongkong,

69% di Jepang, 9% di Kuwait, kecuali laki-laki di Hongkong lebih banyak

menggunakan metode menjatuhkan diri dari gedung tinggi). Di negara Asia

lainnya, perempuan lebih banyak menggunakan metode gantung diri seperti di

Korea Selatan (26%) dan di Jepang (60%). Secara keseluruhan, di Asia lebih

banyak digunakan metode bunuh diri, gantung diri, dan meminum racun.2

2.1.4 Etiologi Bunuh Diri8

1. Faktor Genetik

Resiko bunuh diri dapat terjadi akibat faktor genetik/ keturunan.

Umumnya terjadi pada kondisi kembar monozygot dibandingkan pada

kondisi kembar dizygot. Adanya penurunan serotonin yang dapat

menyebabkan individu mengalami depresi dan memunculkan resiko bunuh

diri. Angka kejadian bunuh diri berkisar 1,5-3 kali lebih tinggi terjadi pada

individu pada keturunan tingkat pertama dari orang yang memiliki

gangguan perasaan (mood) ataupun depresi dan mereka yang pernah

melakukan percobaan bunuh diri.8

2. Faktor Psikologis

Penyebab individu melakukan percobaan bunuh diri diantaranya adalah

karena depresi, stress, serta kecemasan yang dialaminya. Individu akan

13
merasakan perasaan sedih, marah, cemas bahkan tidak berdaya merupakan

suatu luapan emosi dan stress yang dialaminya yang kemudian akan

menstimulus untuk melakukan tindakan bunuh diri.8

Teori yang dikemukakan oleh Jamison mengatakan bahwa psikopatologi

memerankan elemen penting dalam perilaku bunuh diri, diantaranya yang

menjadi fokus penting termasuk gangguan mood, skizofrenia, borderline

disorder, antisocial personality disorder, perilaku alkoholik dan

penyalahgunaan obat-obatan.8

3. Faktor Biologis

Teori biologis menunjukkan terdapat penurunan serotonin yang dapat

menyebabkan individu mengalami depresi dan memunculkan resiko bunuh

diri. Faktor biologis erat hubungannya dengan keadaan fisik tertentu pada

individu. Misalnya pada individu yang memiliki kondisi penyakit kronis

dan penyakit jasmani lainnya khususnya dikalangan orangtua. Bunuh diri

tidak hanya disebabkan karena penyakit mental yang banyak dikatakan,

tetapi juga pada penderita penyakit fisik yang memiliki resiko tinggi

melakukan bunuh diri, seperti pada pasien dengan penyakit kanker,

penyakit serebrovaskuler, penyakit jantung, epilepsi, dan lainnya.

Dukungan kasih sayang dan pendekatan terhadap penderita diperlukan

sebagai sebuah inovasi dalam dukungan psikologis penderita penyakit

kronis seperti ini.8

4. Faktor Sosial dan Lingkungan

Terdapat 3 kategori suicide, diantaranya; atruistik (suicide yang dilakukan

atas dasar untuk kebaikan masyarakat), egoistic (terjadi pada individu yang

14
tidak terintegrasi pada kelompok sosialnya), serta anomik (yaitu bunuh diri

yang dikarenakan kesulitan berinteraksi dengan orang lainndan gagal

dalam beraptasi terhadap stressor). Contoh dari faktor ini meliputi

penipuan, dukungan sosial yang rendah, serta adanya duka cita akibat

kehilangan anggota keluarga.8

2.1.5 Faktor Risiko Bunuh Diri

Gangguan psikiatri yang sering menjadi faktor resiko bunuh diri pada anak

dan remaja adalah gangguan suasana perasaan (depresi dan bipolar), skizofrenia,

penyalahgunaan zat, gangguan tingkah laku, dan gangguan makan. Faktor resiko

lain yang juga bisa memunculkan perilaku bunuh diri yaitu adanya kejadian yang

menimbulkan stres, masalah hubungan anak dan orangtua, perceraian orangtua,

riwayat keluarga, dan penyakit kronis. Keputusasaan serta kemampuan

meyelesaikan masalah yang buruk juga dihubungkan dengan perilaku bunuh diri.

Perilaku bunuh diri dijumpai diantara pasien dengan range IQ retardasi mental

sedang atau di atasnya dan lebih sering dijumpai pada remaja dibandingkan anak-

anak.5,9

Dari aspek biologi, pada pemeriksaan single-photon emission tomography

(SPET) didapati pasien yang dengan sengaja menyakiti diri memiliki penurunan

kadar ikatan reseptor 5-HT2a. Pada remaja korban bunuh diri juga dijumpai

disregulasi posreseptor 5HT2a, yang ditandai dengan perubahan ikatan protein C

kinase. Penurunan kadar triptopan di dalam darah dijumpai pada anak prepubertal

dengan masalah psikiatri yang melakukan usaha percobaan bunuh diri

dibandingkan dengan anak yang normal atau anak dengan masalah psikiatri yang

15
memiliki ide bunuh diri. Sehingga kadar triptopan darah dapat dijadikan penanda

untuk mengidentifikasi anak-anak dengan resiko bunuh diri.5,9

a. Faktor Risiko Individu10

- Upaya bunuh diri sebelumnya

- Riwayat depresi dan penyakit mental lainnya

- Penyakit serius seperti nyeri kronis

- Masalah pidana/hukum

- Masalah atau kerugian pekerjaan/keuangan

- Kecenderungan impulsif atau agresif

- Penggunaan zat

- Riwayat pengalaman masa kecil yang merugikan saat ini atau

sebelumnya

- Rasa putus asa

- Korban dan/atau perbuatan kekerasan

b. Faktor Risiko dalam Hubungan10

- Penindasan

- Riwayat bunuh diri keluarga/orang yang dicintai

- Putus hubungan

- Konflik tinggi atau hubungan kekerasan

- Isolasi sosial

c. Faktor Risiko Masyarakat10

- Kekerasan komunitas

- Diskriminasi di lingkungan masyarakat

16
2.1.6 Tahapan Bunuh Diri

Terdapat 4 macam tingkatan bunuh diri, yaitu:1

1. Ide Bunuh Diri (Suicidal Ideation)1

Ide bunuh diri sebagai pikiran tentang atau berencana untuk terlibat dalam

perilaku dengan tujuan untuk mengakhiri kehidupan. . Ide bunuh diri

merupakan proses kontemplasi dari bunuh diri atau sebuah metoda yang

digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada tahap ini

tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun

demikian, perlu disadari bahwa klien pada tahap ini memiliki pikiran

tentang keinginan mati.

2. Ancaman Bunuh Diri (Suicide Threats)1

Ungkapan secara langsung atau tulisan sebagai ekpresi dari niat

melakukan bunuh diri namun tanpa adanya tindakan. Ancaman bunuh diri

mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan

agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan

kegagalan koping dan mekanisme adaptif. Ancaman bunuh diri

disampaikan kepada orang lain yang berisi keinginan untuk mati disertai

rencana untuk mengakhiri hidupnya dan persiapan alat untuk

menjalalankan rencana bunuh dirinya tersebut. Secara aktif seseorang yang

mengancam bunuh diri memikirkan rencana bunuh diri namun tidak

disertai percobaan bunuh diri.

3. Isyarat Bunuh Diri (Suicide Gesture)1

Isyarat bunuh diri ini ditunjukkan melalui perilaku tidak langsung ingin

bunuh diri seperti mengatakan:”tolong jaga anak saya karena saya akan

17
pergi jauh”, “segala sesuatu akan menjadi lebih baik tanpa saya”. Pada

kondisi ini seseorang sudah memiliki ide untuk bunuh diri namun tidak

disertai ancaman atau percobaan bunuh diri. Tahap ini sering dinamakan

“Crying for help”sebab individu ini sedang berjuang dengan stres yang

tidak mampu diselesaikan.

4. Percobaan Bunuh Diri (Suicide Attempts)1

Percobaan bunuh diri merupakan tindakan serius untuk melukai diri secara

langsung dimana terkadang menyebabkan luka kecil atau besar dari

seseorang mencoba mengakhiri hidup atau dengan serius mencederai

dirinya. Merupakan tindakan seseorang mencederai atau melukai diri

untuk mengakhiri hidupnya. Pada tahap ini individu aktif untuk

mengakhiri hidupnya dengan berbagai cara.

2.1.7 Aspek Neurobiologi Bunuh Diri2

1. Serotonin

Sistem serotonin disebutkan berhubungan dengan perilaku bunuh diri dan

ide bunuh diri. Serotonin juga dikaitkan dengan gangguan depresi dan

perilaku agresif atau impulsif, dua hal ini berkaitan dengan bunuh diri dan

menjadi salah satu faktor pendukung untuk terjadinya bunuh diri.

Hubungan antara impulsivitas dan penurunan fungsi serotonin

memunculkan hipotesis bahwa kekurangan fungsi serotonergik

mengakibatkan peningkatan impulsivitas dan agresivitas termasuk agresi

perilaku bunuh diri.2

2. Norepinefrin

18
Norepinefrin dan katekolamin disebutkan berhubungan dengan respons

stres tubuh dan berperan dalam munculnya psikopatologi dan perilaku

bunuh diri. Pada korban bunuh diri ditemukan juga peningkatan ekpsresi

mRNA reseptor alfa-2 adrenergik, juga ditemukannya konsentrasi

norepinefrin tinggi di hipokampus. Rendahnya kadar norepinefrin dalam

darah dapat memberikan efek protektif terhadap perkembangan perilaku

agresivitas dan impulsivitas masa kanak-kanak dan dewasa muda pada

laki-laki. Berdasarkan pemeriksaan sistem adrenergik pada darah, urin,

dan cairan serebrospinal pasien bunuh diri didapatkan turunnya kadar

katekolamin.2

3. Dopamin

Peningkatan konsentrasi dopamin berhubungan dengan perilaku agresif

dan dihubungkan dengan upaya bunuh diri atau suicide completions.

Terdapat penurunan pengikatan transporter dopamin dan peningkatan rasio

D2 dan D3 pada amigdala pasien depresi, juga terdapat perubahan pada

jalur dopaminergik pada pasien gangguan mood dan bunuh diri. Striatal

dopamin juga dapat terganggu karena faktor lingkungan hingga

menyebabkan bunuh diri, seperti pada early life adeversity (ELA).

Pelepasan dopamin di striatal berkaitan dengan kurangnya perawatan

orangtua dan peningkatan respons kadar kortisol pada stresor psikososial.2

4. Glutamatergic dan GABAergic

Disregulasi ekspresi gen pada glutamatergik dan pensinyalan GABAergik

pada korteks prefrontal, hipokampus, dan singuli anterior juga ditemukan

pada pasien bunuh diri. Terdapat hubungan antara bunuh diri dan gen G2

19
reseptor GABA, GABRG. Gen tersebut juga ditemukan pada pasien

skizofrenia dan riwayat penggunaan zat dengan upaya bunuh diri.2

5. Hypothalamus Pituitary Adrenal (HPA) Axis

HPA axis merupakan bagian neuroendokrin utama dalam sistem

pengelolaan stres pada manusia. Disfungsi sistem HPA axis ini telah

terbukti memiliki hubungan dengan depresi dan bunuh diri. Pada suicide

completers juga ditemukan peningkatan berat kelenjar adrenal dan

hipertrofi kortikal.2

2.1.8 Penatalaksanaan pada Kasus Bunuh Diri

Penanganan awal yang dapat diberikan adalah krisis intervensi yang

bertujuan untuk memberikan pengalaman yang baik antara keluarga dan staf

medik gawat darurat, mengatur harapan realistis tentang follow up treatment, dan

mendapatkan komitmen dari remaja yang bunuh diri serta keluarganya untuk

kembali dan melakukan evaluasi lebih lanjut. Pelaku percobaan bunuh diri harus

dirawat inap jika kondisinya tidak stabil dan perilakunya tidak bisa diprediksi.

Selain melakukan pendekatan melalui anamnesis, kita juga dapat melakukan

penilaian risiko bunuh diri melalui asesmen singkat yang dapat ditanyakan

sembari dilaksanakannya anamnesa, berupa:5,10,11

20
Gambar 2.4 Asesmen Penilaian Risiko Bunuh Diri.5

Gambar 2.5 Management Plan Berdasarkan Tingkat Resiko Bunuh Diri.5

Gambaran diagnostik yang bisa digunakan sebagai indikasi untuk rawat

inap adalah depresi mayor dengan gejala psikotik, siklus cepat perilaku impulsif

dan iritabel, psikotik dengan halusinasi perintah dan penyalahgunaan alkohol dan

zat terlarang. Penanganan selanjutnya dilakukan menggunakan teknik psikoterapi

yang bertujuan untuk mengurangi perasaan tidak berdaya, marah, cemas, putus

asa, serta untuk mereorientasi perspektif kognitif dan emosional dari anak/remaja

yang melakukan bunuh diri. Jenis-jenis psikoterapi yang dapat digunakan yaitu

21
terapi perilaku kognitif, psikoterapi interpersonal, Dialectical Behavioral Therapy

(DBT), psikoterapi psikodinamik dan terapi keluarga.5,10,11

Psikofarmakologi diberikan berdasarkan gangguan yang mendasari

perilaku bunuh diri. Pelaku bunuh diri yang memiliki riwayat gangguan bipolar,

pertama kali harus diberikan mood stabilizer sebelum mendapatkan anti depresan,

dan lithium merupakan pengobatan lini pertama. SSRI dipilih sebagai

penatalaksanaan depresi pada anak dan remaja.5,10,11

22
Tabel 2.1 Golongan Obat Anti-depressan
Nama Obat Dosis harian (mg) Efek samping

SRRI Semua SSRI bisa


Escitalopram 20-60 mg menimbulkan insomnia,
Fluoksetin 10-40 mg agitasi, sedasi, gangguan
Sertralin 50-150 mg saluran cerna dan
Fluvoksamin 150-300 mg disfungsi seksual

Trisiklik/Tetrasiklik Anti kolonergik


Amitriptilin 75-300 mg
Maprotilin 100-225 mg
Imipramine 75-300 mg

SNRI mengantuk, kenaikan


Duloxetine 40-60 mg berat badan, hipertensi,
Venlafaksin 150-375 mg dan gangguan saluran
cerna
RIMA pusing, sakit kepala,
Maklobemid 150-300 mg mual, berkeringat, mulut
kering, mata kabur
NaSSA 15-45 mg Mual, somnoloen
Mirtazapine
SSRE 12,5-37,5 mg somnolen, mual,
Tianepin
gangguan kardiovaskular

Melatonin Antagonis 25-50 mg sakit kepala


Agomelatin

2.1.9 Pencegahan dan Edukasi pada Kasus Bunuh Diri

1. Melakukan Pendekatan11,12

Apabila kita sudah memperkirakan terdapat risiko bunuh diri pada

seseorang, segeralah bertindak cepat. Meskipun hanya kecurigaan kecil,

tetap harus mendekati orang tersebut. Kita harus memiliki pengetahuan,

sumber maupun informasi layanan terkait kondisi krisis bunuh diri

sebelum berinteraksi dengan individu yang memiliki ide atau pemikiran

bunuh diri.

23
Hindari mengangkat topik tentang bunuh diri dengan OKBD saat sedang

berdebat ataupun saat OKBD sedang marah, karena ada kemungkinan

OKBD akan merespon secara negatif ataupun menjauh. Pahami bahwa

OKBD tidak selalu bersedia untuk bicara, atau kita mungkin tidak berhasil

melakukan pendekatan kepadanya. Jika hal ini terjadi, kita harus

menawarkan kepada OKBD untuk bicara dengan orang lain.

2. Bertanya tentang Pikiran Bunuh Diri11,12

Mulailah percakapan dengan bertanya tentang apa yang OKBD rasakan.

Berikan kesempatan untuk menceritakan atau mendiskusikan perasaan-

perasaan negatifnya sebelum bertanya tentang ide bunuh dirinya. Sabar

dan beri waktu kepadanya untuk sampai pada topik mengenai ide bunuh

dirinya. Tanyakan terlebih dulu secara tidak langsung, contoh: “Apakah

kamu pernah berharap bahwa kamu tidak lagi bisa terbangun saat pagi

hari?” dan kemudian bertanyalah secara langsung apabila jawabannya 'ya'.

Contohnya, Anda bisa bertanya: “Apakah kamu memiliki pikiran untuk

bunuh diri?” atau “Apakah kamu berpikir untuk membunuh dirimu?”

Berbicara tentang bunuh diri tidak akan ‘memunculkan ide bunuh diri’

kepada seseorang. Sebaliknya, menanyakan ide bunuh diri yang dimiliki

oleh OKBD justru akan memberikan kesempatan padanya untuk berbagi

tentang masalah yang sedang dihadapinya dan menunjukkan kepadanya

bahwa ada orang yang peduli. Penting untuk menghindari ekspresi negatif

ketika mendengarkan ide bunuh diri seperti menghakimi, panik, kaget,

marah. Berusahalah untuk tampak tenang, percaya diri, dan penuh empati

dalam situasi krisis agar dapat memberikan efek yang sama pada OKBD.

24
Jika Anda masih merasa khawatir setelah menanyai OKBD, jangan

biarkan OKBD meyakinkan kita bahwa kecenderungan bunuh dirinya

tidak serius atau dapat ditangani sendiri.

3. Mempertahankan Komunikasi dengan OKBD11,12

Perlu diingat bahwa pada kondisi krisis, OKBD mungkin tidak suka

dinasehati dan kita tidak boleh memberikan nasehat spiritual yang

menghakimi (misalnya bahwa bunuh diri itu dosa). Bersikaplah

mendukung dan memahami OKBD serta dengarkan mereka dengan penuh

perhatian.

Yakinkan OKBD bahwa perasaannya adalah sesuatu yang wajar.

Yakinkan bahwa pikiran bunuh diri ialah hal yang umum, dapat dialami

oleh banyak orang, dan sangat mungkin untuk mendapatkan pertolongan.

Terima apa yang dikatakan OKBD tanpa menyetujui ataupun menentang

perilaku atau sudut pandangnya. Akui, mengertilah dan hormati

penderitaan yang dialaminya. Izinkan OKBD untuk mengungkapkan

perasaannya dan menjelaskan alasannya ingin mati. Seseorang dapat

merasa lega karena telah meluapkan pikiran dan perasaan mereka.

4. Menjaga OKBD Tetap Aman11,12

Segera setelah memastikan adanya risiko bunuh diri, kita harus bertindak

untuk menjaga orang tersebut tetap aman. Jangan sekalipun meninggalkan

OKBD sendirian dalam kondisi krisis. . Mintalah bantuan dari keluarga,

teman atau orang yang serumah dengannya untuk memastikan OKBD

tidak memiliki akses pada senjata, racun, atau apapun yang dapat

digunakan untuk bunuh diri. Singkirkan semua alat yang bisa digunakan

25
untuk bunuh diri di sekitarnya (tidak hanya senjata api, tali, atau obat tidur,

melainkan juga pisau, aneka jenis racun, minyak tanah, dsb).

OKBD seringkali percaya bahwa mereka tidak punya pilihan lain selain

bunuh diri. Ingatkan bahwa dia memiliki kendali atas pikiran/ide bunuh

dirinya; ide tersebut tidak perlu direalisasikan dan akan berlalu seiring

berjalannya waktu. Nyatakan dengan jelas bahwa pikiran bunuh dirinya

bisa jadi berkaitan dengan suatu gangguan yang bisa diobati, karena hal ini

dapat memberikan harapan baginya. Apabila OKBD dalam kondisi yang

benar-benar putus asa, penolong pertama harus mengambil alih dalam

menjaga keselamatan orang tersebut.

5. Rencana Keselamatan11,12

Rencana keselamatan adalah persetujuan antara OKBD dengan penolong

pertama yang meliputi tindakan-tindakan untuk menjaga OKBD tetap

aman. Hal ini dapat melibatkan orang yang dipercayainya dalam

menyusun rencana keselamatan, seperti teman, sanak keluarga,

profesional, atau tokoh agama dan tokoh masyarakat. Libatkan keluarga

atau orang terdekat yang memiliki hubungan yang positif dengan OKBD

dalam penyusunan rencana keselamatan. Jika OKBD memiliki anak yang

sudah cukup usia, tanyakan kepadanya tentang anaknya, dan cobalah

untuk meyakinkan agar anaknya dilibatkan dalam penyusunan rencana

keselamatan. Rencana keselamatan seharusnya dikembangkan berdasarkan

latar belakang sosial-budaya OKBD (termasuk latar belakang

spiritual/agama).

26
Gambar 2.6 Lima Tindakan Prevensi Bunuh Diri.13

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Angka bunuh diri yang semakin meningkat terutama dikalangan remaja

dan dewasa muda, hal ini membutuhkan perhatian yang serius. Pengetahuan dan

pemahaman yang baik terhadap etiologi dan faktor risiko bunuh diri serta

tindakan pencegahan dan edukasi yang komprehensif dan tepat sasaran

diharapkan dapat menurunkan angka bunuh diri. Pencegahan untuk tindakan

percobaan bunuh diri dapat dilakukan dengan pendekatan, melakukan komunikasi

dengan OKBD, menjaga agar tetap aman, dan rencana keselamatan. Selain itu,

penatalaksanaan pada pelaku percobaan bunh diri dapat dilakukan dengan

psikoterapi, rawatan inap, dan psikofarmako sesuai dengan gejala pelaku.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Jatmiko ipung. Analisis Faktor Penyebab Bunuh Diri. 2019;7–24.

2. Oktaria Safitri D, Kusumawardhani A. Aspek Neurobiologi dan


Neuroimaging Bunuh Diri. Cermin Dunia Kedokt. 2021;48(8):289.

3. Suicide [Internet]. World Health Organization. 2023.

4. Bethesda M. Suicide [Internet]. National Institute of Mental Health. 2023.

5. Setia UD. Pencegahan Bunuh Diri [Internet]. Ikatan Psikolog Klinis


Indonesia. 2020.

6. International Association for Suicide Prevention - IASP [Internet].

7. Suicide Data and Statistics | Suicide | CDC [Internet].

8. Wicaksana A. Konsep Bunuh Diri. Https://MediumCom/. 2016;11–28.

9. Universitas Gajah Mada Fasultas Psikologi. Tanda bahaya kecenderungan


bunuh diri. :0–19.

10. Putra IGNE, Karin PAES, Ariastuti NLP. Suicidal ideation and suicide
attempt among Indonesian adolescent students. Int J Adolesc Med Health.
2021;33(5):1–12.

11. Zulaikha A, Febriyana N. Bunuh Diri pada Anak dan Remaja. J Psikiatri
Surabaya. 2018;7(2):62.

12. Lalenoh GA, Zega IBP., Yuni IF, Florensa MVA, Ningsih MTAS.
Hubungan Tingkat Stres Dengan Ide Bunuh Diri Pada Mahasiswa [the
Relationship Between Stress Levels and Suicide Ideation in College
Students]. Nurs Curr J Keperawatan. 2021;9(1):89.

13. NIMH » Suicide [Internet]. Nati.

29

Anda mungkin juga menyukai