Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN TUTOR KASUS 2

KEPRAWATAN KESEHATAN JIWA II

Dosen Pengampu :

Ns. Yuliana S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh:

1. G1B119006 Mutiara Prasani


2. G1B119010 Eza Reizkha Dewi
3. G1B119032 Okti Maghfirawati
4. G1B119034 Sri Mulyani
5. G1B119052 Syafril Manurung
6. G1B119058 Fitra Ayda Ningsih
7. G1B119072 Mertisa
8. G1B119074 Agustin Mega Kartika S
9. G1B119076 Marini Amaliya Muslim
10. G1B119082 Fadillah Nisa Afrilia
11. G1B119084 Susang Gini

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT zat penguasa alam semesta yang telah
memberikan taufiq, rahmat, hidayah serta inayahnya sehingga kami dapat untuk
menyusun dan menyelesaikan Laporan Tutor Kasus 2 pada Blok Keperawatan
jiwa 2 tentang “RESIKO BUNUH DIRI”.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan laporan ini di masa yang akan datang.Terimakasih
banyak terutama kepada kepada dosen :

DOSEN PEMBIMBING :Ns.YULIANA,S.Kep.,M.Kep.

Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin. Dan
akhirnya semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua terutama bagi pembaca.
Terimakasih.

Jambi, 06 September 2021

Kelompok 2B

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan.............................................................................................................2

1.4 Manfaat...........................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Konsep Narapidana........................................................................................4

2.1.1 Definisi Narapidana...............................................................................4

2.1.2 Etiologi Narapidana...............................................................................5

2.1.3 Klasifikasi Narapidana..........................................................................8

2.1.4 Jenis Masalah Kejiwaan Narapidana.....................................................9

2.1.5 Penatalaksanaan Narapidana...............................................................10

2.2 Konsep Resiko Bunuh Diri...........................................................................13

2.2.1 Definisi RBD.......................................................................................13

2.2.2 Klasifikasi RBD..................................................................................14

2.2.3 Rentang Respon RBD.........................................................................14

2.2.4 Etiologi RBD.......................................................................................15

2.2.5 Psikopatologi RBD..............................................................................15

2.2.6 Manifestasi Klinis RBD......................................................................16

2.2.7 Mekanisme Koping RBD....................................................................16

ii
2.2.8 Pohon Masalah RBD...........................................................................17

2.2.9 Penatalaksanaan RBD.........................................................................18

2.2.10 Komplikasi RBD...............................................................................18

2.2.11 Asuhan Keperawatan Kasus RBD.....................................................19

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................34

3.2 Saran...............................................................................................................34

LAMPIRAN KASUS

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bunuh diri merupakan tindakan yang personal, pribadi dan rumit.
Seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri menunjukkan bahwa dirinya
mengalami kegagalan dalam mengelola dirinya sendiri. Masalah yang muncul
dalam kehidupan tidak diselesaikan dengan tuntas, tetapi justru menggunakan
cara alternative yaitu mengakhiri hidupnya. Oleh karena itu, gejalah awal
bunuh diri adalah seseorang mengalami gejalah depresi, dimana seseorang
tidak mampu untuk mengelola dirinya sendiri dengan baik. Seseorang yang
hendak bunuh diri biasanya menunjukkan gejalah-gejalah atau niatannya
secara tersirat maupun tersurat. Gelman (dalam Nevid, Rathus, dan Greene,
2003, h. 267) menyatakan bahwa orang yang memiliki keinginan bunuh diri
cenderung menunjukkan niatnya, sering kali cukup eksplisit seperti
menceritakan pada orang lain mengenai pikiran-pikiran bunuh dirinya.
Perilaku bunuh diri merupakan fenomena yang marak terjadi diberbagai
belahan dunia, termasuk di Indonesia. Menurut WHO kasus bunuh diri
merupakan peringkat ketiga yang menjadi penyebab kematian pada usia 15-
44 tahun pada pria dan wanita. Indonesia menempati peringkta 137 dari 172
negara yang memiliki kasus bunuh diri terbanyak didunia. Berdasarkan data
estimasi WHO (2014), pada tahun 2012 angka bunuh diri di Indonesia
mencapai 4,3% per 100.000 populasi.
Bunuh diri menjadi permasalahan yang penting untuk segera ditangani
dengan benar. Perlu adanya deteksi dini kecenderungan bunuh diri dapat
digunakan membantu seseorang yang telah merasa putus asa dengan
hidupnya. Deteksi dini kecenderungan bunuh diri dapat dijadikan acuan awal
bagi klinis, konselor atau tenaga medis untuk membantu seseorang
menemukan dan meningkatkan kualitas hidup seseorang yang merasa putus
asa terhadap hidupnya.

1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam laporan ini
adalah bagaimana konsep resiko bunuh diri dengan narapidana.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mamapu mengetahui tentang Konsep Dasar Narapidana
dan Resiko Bunuh Diri.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi narapidana
2. Mengetahui etiologi narapidana
3. Mengetahui klasifikasi narapidana
4. Mengetahui jenis masalah kejiwaan narapidana
5. Mengetahui penatalaksanaan narapidana
6. Mengetahui definisi RBD
7. Mengetahui klasifikasi RBD
8. Mengetahui rentang respon RBD
9. Mengetahui etiologi RBD
10. Mengetahui psikopatologi RBD
11. Mengetahui manifestasi klinis RBD
12. Mengetahui mekanisme koping RBD
13. Mengetahui pohon masalah RBD
14. Mengetahui penatalaksanaan RBD
15. Mengetahui Komlokasi RBD
16. Mengetahui asuhan keperawatan kasus RBD

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Untuk Mahasiswa
Menambah wawasan mahasiswa tentang konsep dasar resiko bunuh
diri dengan narapidana, dan sebagai penunjang pengetahuan lebih
bagi mahasiswa.

2
1.4.2 Manfaat Untuk FKIK UNJA
Meningkatkan pengetahuan serta wawasan mahasiswa FKIK UNJA
mengenai konsep dasar resiko bunuh diri dengan narapidana.

1.4.3 Manfaat Untuk Masyarakat


Agar masyarakat dapat mengetahui mengenai resiko bunuh diri
dengan narapidana serta menambah wawasan bagi masyarakat.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Narapidana


2.1.1 Pengertian Narapidana

Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau


sanksi lainnya, menurut perundang- undangan. Pengertian narapidana
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang
yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum.

Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang


kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan, yaitu seseorang yang
dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995). Narapidana yang diterima
atau masuk kedalam lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan
negara wajib dilapor yang prosesnya meliputi: pencatatan putusan
pengadilan, jati diri ,barang dan uang yang dibawa, pemeriksaan
kesehatan, pembuatan pasphoto, pengambilan sidik jari dan
pembuatan berita acara serah terima terpidana. Setiap narapidana
mempunyai hak dan kewajiban yang sudah diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah. Narapidana yang ditahan dirutan dengan cara
tertentu menurut Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang hukum
acara pidana (KUHAP) pasal 1 dilakukan selama proses penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan untuk disidangkan di pengadilan.Pihak-
Pihak yang menahan adalah Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan
mahkamah agung. Pada pasal 21 KUHAP Penahanan hanya dapat
dilakukan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana
termasuk pencurian. Batas waktu penahanan bervariasi sejak ditahan
sampai dengan 110 hari sesuai kasus dan ketentuan yang berlaku.

4
2.1.2 Etiologi Narapidana

Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi


narapidana adalah:
a. Faktor ekonomi
1) Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran,
persaingan bebas, menghidupkan konsumsi dengan jalan
periklanan, cara penjualan modern dan lain-lain, yaitu
menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus
mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan
penipuan-penipuan.
2) Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan
gangguan ekonomi nasional, upah para pekerja bukan lagi
merupakan indeks keadaan ekonomi pada umumnya. Maka
dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market
fluctuations) harus diperhatikan.
3) Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak,
mempengaruhi terjadinya kriminalitas, terutama dalam
waktu- waktu krisis, pengangguran dianggap paling penting.
Bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju,
pengangguran berkala yang tetap, pengangguran biasa,
berpindahnya pekerjaan dari satu tempat ke tempat yang lain,
perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat anggaran
belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengangguran adalah faktor yang paling penting.

5
b. Faktor Mental
1) Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti
krimogemis bila dihubungkan dengan pengertian dan
perasaan moral yang telah meresap secara menyeluruh.
Meskipun adanya faktor-faktor negatif , memang merupakan
fakta bahwa norma- norma etis yang secara teratur diajarkan
oleh bimbingan agama dan khususnya bersambung pada
keyakinan keagamaan yang sungguh, membangunkan secara
khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan
kecenderungan-kecenderungan kriminal.
2) Bacaan dan film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan
faktor krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman
dari abad ke-18, lalu dengan cerita-cerita dan gambar-gambar
erotis dan pornografi, buku-buku picisan lain dan akhirnya
cerita- cerita detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya,
penuh dengan kejadian berdarah. Pengaruh crimogenis yang
lebih langsung dari bacaan demikian ialah gambaran suatu
kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu cara
teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca.
Harian- harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada
umumnya juga dapat berasal dari koran-koran. Di samping
bacaan-bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap
menyebabkan pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan
remaja akhir- akhir ini.
c. Faktor Pribadi
1) Umur
Meskipun umur penting sebagai faktor penyebab kejahatan,
baik secara yuridis maupun kriminal dan sampai suatu batas
tertentu berhubungan dengan faktor-faktor seks/kelamin dan

6
bangsa, tapi faktor-faktor tersebut pada akhirnya merupakan
pengertian- pengertian netral bagi kriminologi. Artinya hanya
dalam kerjasamanya dengan faktor-faktor lingkungan mereka
baru memperoleh arti bagi kriminologi. Kecenderungan
untuk berbuat antisocial bertambah selama masih sekolah dan
memuncak antara umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan
sampai umur 40, lalu meluncur dengan cepat untuk berhenti
sama sekali pada hari tua. Kurve/garisnya tidak berbeda pada
garis aktivitas lain yang tergantung dari irama kehidupan
manusia.
2) Alkohol
Dianggap faktor penting dalam mengakibatkan kriminalitas,
seperti pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan
kekerasan, pengemisan, kejahatan seks, dan penimbulan
pembakaran, walaupun alcohol merupakan faktor yang kuat,
masih juga merupakan tanda tanya, sampai berapa jauh
pengaruhnya.
3) Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan
lingkungan, seringkali terjadi bahwa orang yang tadinya
patuh terhadap hukum, melakukan kriminalitas.
Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada krisis-krisis,
perpindahan rakyat ke lain lingkungan, terjadi inflasi dan
revolusi ekonomi. Di samping kemungkinan orang jadi kasar
karena perang, kepemilikan senjata api menambah bahaya
akan terjadinya perbuatan-perbuatan kriminal.

7
2.1.3 Klasifikasi Narapidana

Berdasarkan populasi narapidana yang mempunyai masalah kesehatan


pada lembaga pemasyarakatan, yaitu :
a. Wanita
Masalah kesehatan yang ada mungkin lebih komplek misalnya
tahanan wanita yang dalam keadaan hamil, meninggalkan anak
dalam pengasuhan orang lain (terpisah dari anak), korban
penganiayaan dan kekerasan social, penyalahgunaan obat
terlarang. Tetapi pelayanan kesehatan yang selama ini diberikan
belum cukup maksimal untuk memenuhi kebutuhan mereka
seperti pemeriksaan ginekologi untuk wanita hamil dan korban
kekerasan seksual. NCCHC menawarkan ketentuan-ketentuan
berikut untuk pemenuhan pelayanan kesehatan :
1) LP memberikan pelayanan lengkap secara rutin termasuk
pemeriksaan ginekologi secara koprehensif.
2) Pelayanan kesehatan komprehensif meliputi kesehatan
reproduksi, korban dari penipuan, konseling berkaitan dengan
peran sebagai orang tua dan pemakaian obat- obatan dan
alcohol.
b. Remaja
Meningkatnya jumlah remaja yang terlibat tindak kriminal
membuat mereka harus ikut dihukum dan ditahan seperti orang
dewasa. Hal ini akan menghalagi pemenuhan kebutuan untuk
berkembang seperti perkembangan fisik, emosi dan nutrisi yang
dibutuhkan. Para remaja ini akan mempunyai masalah-masalah
kesehatan seperti kekerasan seksual, penyerangan oleh tahanan
lain atau tindakan bunuh diri. Disini perawat harus memantau
tingkat perkembangan dan pengalaman mereka dan perlu waspada
bahwa pada usia ini paling rentan terkena masalah kesehatan.

8
2.1.4 Jenis Masalah Kesehatan Narapidana
a. Kesehatan Mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira
285.000 tahanan dilembaga pemasyarakatan mengalami gangguan
jiwa. Penyakit jiwa yang sering dijumpai adalah skozofrenia,
bipolar affective disorder dan personality disorder. Karena banyak
yang mengalami ganguan kesehatan jiwa maka pemerintah harus
menyediakan pelayanan kesehatan mental.

b. Kesehatan fisik
Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis
dan penyakit menular seperti HIV, Hepatitis dan Tuberculosis.
1. HIV
Angka kejadian HIV diantara para narapidana diperkiraan 6
kali lebih tinggi daripada populasi umum. Tingginya angka
infeksi HIV ini berkaian dengan perilaku yang beresiko
tinggi seperti penggunaan obat-obaan, sexual intercourse
yang tidak aman dan pemakaian tato. Pendekatan yang
dilakukan utnuk menekan angka kejadian yaitu dengan
dilakukannya penegaan dan program pendidikan kesehatan
mengenai HIV dan AIDS.
2. Hepatitis
Hepatitis B dan C meningkat lebih tinggi dariopada populasi
umum walaupun data yang ada belum lengkap. Hal ini
berkaitan dengan penggunaan obat-obat lewat suntikan, tato,
imigran dari daerah dengan insiden hepatitis B dan C tinggi.
National Commision on Correctional Healt Care (NCCHC)
menyarankan agar dilakukan skrining pada semua tahanan
dan jika diindikasikan maka harus segera diberikan
pengobatan. NCCHC juga merekomendasikan pendidikan

9
bagi semua staf dan tahanan mengenai cara penyebaran,
pencegahan, pengobatan dan kemajuan penyakit.
3. Tuberculosis
Angka TB tiga kali lebih besar di LP dibanding populasi
umum. Hal ini terkait dengan kepadatan penjara dan ventilasi
yang buruk, yang mempengaruhi penyebaran penyakit. Pada
tahun 196, lembaga yang menangani tuberculosis yaitu CC
merekomendasikan pencegahan dan pengontrolan TB di
lembaga pemasyarakatan yaitu:
 Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan tahanan
 Diadakan penegahan transmisi penyakit dan diberikan
pengobatan yang sesuai
 Monitoring dan evaluasi skrining

2.1.5 Penatalaksanaan Narapidana


a. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri
ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan
untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
b. Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok
stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan
terapi aktivitas kelompok sosialisasi). Dari empat jenis terapi
aktivitas kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada
individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah adalah
terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.Terapi aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan

1
pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok,
hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau
alternatif penyelesaian masalah.
c. Terapi kerja
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni
pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas
tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada
pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,
pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk
seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang
lain (Riyadi dan Purwanto, 2010).
1. Terapi kerja pada narapidana laki laki
 Pelatih binatang Bekerja sebagai pelatih sekaligus merawat
binatang- binatang dianggap dapat membantu narapidana
untuk mendapatkan terapi secara psikologis dan menjadi
lebih terlatih secara emosional. Binatang yang dilatih tidak
hanya binatang peliharaan, namun juga binatang yang
ditinggalkan atau dibuang oleh pemiliknya. Diharapkan
nantinya binatang-binatang ini juga dapat berguna di
masyarakat, sama seperti 9 narapidana yang mendapatkan
pelatihan untuk dapat diterima dan bekerja dengan
masyarakat lainnya.
 Bidang kuliner Dapur yang ada di penjara juga dapat
dimanfaatkan sebagai pelatihan memasak bagi para
narapidana. Meskipun ada yang mendapatkan pekerjaan
sederhana seperti membuka kaleng, banyak pula yang
mendapatkan pelatihan memasak secara khusus, mulai
dari membuat menu hingga menyusun anggaran.
Beberapa penjara juga bekerja sama dengan restoran
lokal untuk memberi pelatihan ini. Selain itu, dengan

1
pekerja di dapur, mereka tidak perlu banyak berinteraksi
dengan masyarakat yang mungkin memandang negatif.
 Konseling Meskipun Anda mungkin tidak berencana
untuk berkonsultasi pada mantan penjahat, namun di
penjara, narapidana diberikan pengetahuan mengenai
rehabilitasi dan terapi konseling. Hal ini dikarenakan
narapidana memiliki pengalaman yang membuat mereka
lebih mengerti mengenai tindak kejahatan. Dengan
pelatihan ini, mereka diharapkan untuk dapat
memberikan konseling dengan lebih baik kepada orang-
orang yang bermasalah berdasarkan pengalaman pribadi
mereka serta pelatihan yang mereka terima.
2. Terapi kerja pada anak
Keterampilan Agar narapidana anak menjadi terampil
dan juga sebagai bekal baginya setelah kembali kemasyarakat
nantinya, kepada mereka di berikan latihan kerja. Pemberian
latihan kerja ini dapat dilakukan oleh lembaga
pemasyarakatan sedangkan tempat penentuan kerja dan jenis
pekerjaan yang akan diberikan kepada narapidana ditetapkan
oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan. Latihan kerja ini berupa
latihan kerja di bidang pertanian, Perkebunan, Pengelasan,
Penjahitan dan lain sebagainya.
3. Terapi kerja pada narapidana perempuan
Program pembentukan perilaku wirausaha narapidana
di Lapas IIB Sleman dilaksanakan melalui pembinaan soft
kill dan hard skill dengan pendekatan perilaku wirusaha.
Pembinaan soft skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan
intelektual, pembinaan kerohanian dan pembinaan rekreatif.
Pembinaan hard skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan
keterampilan dan kemandirian melalui bimbingan
kerja.Ketrampilan khusus yang di latihkan pada naraidana

1
perempuan berupa ketrampilan hidup seperti pertukangan
kayu, kerajinan sapu, las listrik, batik tulis, kerajinan sangkar
burung,perkebunan, dan pembuatan souvenir.

2.2 Konsep Resiko Bunuh Diri


2.2.1 Definisi Resiko Bunuh diri

Resiko bunuh diri adalah resio untuk menciderai diri sendiri


yang dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan
psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya
(Stuart, 2006).

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri


dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (Keliat 1991 : 4).

Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3)


mengemukakan rentang harapan – putus harapan merupakan rentang
adaptif – maladaptif.

Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian (Gail w. Stuart, 2007). Bunuh diri adalah
pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, 2004.)
Kesimpulan dari pengertian diatas bahwa bunuh diri adalah
suatu tindakan agresif yang merusak diri sendiri dengan
mengemukakan rentang harapan-harapan putus asa, sehingga
menimbukan tindakan yang mengarah pada kematian.
Prilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak di
cegah dapat mengarah kepada kematian. Rentang respon protektif diri
mempunyai peningkatan diri sebagai respon paling adaptif, sementara

1
perilaku destruktif diri, pencederaan diri, dan bunuh diri merupakan
respon maladaptif (Wiscarz dan Sundeen, 1998).

2.2.2 Klasifikasi Resiko Bunuh Diri

Mengklasifikasikan bunuh diri sebagai:

a. Bentuk komunikasi
b. Aksi untuk melakukan balas dendam
c. Sebuah kejahatan fantasi
d. Sebuah pelarian yang tidak disadari
e. Sebuah selaku kebangkitan kembali atau reuni magis
f. Bentuk kelahiran kembali, dan pemulihan atau ganti rugi.

2.2.3 Rentang Respon

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh


normanorma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku,
sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan
individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif
antara lain.

1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apati


2. Kehilangan, ragu-ragu

1
2.2.4 Etiologi Resiko Bunuh Diri

Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :

1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.


2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
3. interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
4. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri.
5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

2.2.5 Manifestasi Klinis


1. Keputusasaan
2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
3. Alam perasaan depresi
4. Agitasi dan gelisah
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan BB
7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
8. Petunjuk psikiatrik :
a. Upaya bunuh diri sebelumnya
b. Kelainan afektif
c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
d. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja
e. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia
f. Riwayat psikososial :
1) Baru berpisah, bercerai/ kehilangan
2) Hidup sendiri
3) Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru
dialami

1
9. Faktor-faktor kepribadian
a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan
b. Kegiatan kognitif dan negative
c. Keputusasaan
d. Harga diri rendah
e. Batasan/gangguan kepribadian antisosial

2.2.6 Mekanisme Koping


Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku
destruktif-diri tak langsung adalah :

a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol


b. Rasionalisme
c. Intelektualisasi
d. Regresi

Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa


memberikan cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini
mungkin berada diantara individu dan bunuh diri.

Perilaku bunuh diri menunjukkan mendesaknya kegagalan


mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya
terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi
masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan
mekanisme adaptif.

2.2.7 Patopsikologi

Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang


yang siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian
dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan

1
mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya
dibagi menjadi 3 kategori:

1. Ancaman bunuh diri

Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut


mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif
dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri.

2. Upaya bunuh diri

Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan


oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak
dicegah.

3. Bunuh diri

Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau


terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan
yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-
tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya. Percobaan
bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi
yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya (
Stuart & Sundeen, 2006).

2.2.8 Pohon Masalah

Harga diri rendah

core problem
Resiko bunuh diri
Koping tidak efektif

(Stuart , 2009)

1
2.2.9 Penatalaksanaan

1. Medis

a. Dengan pemberian obat anti depresan


b. Benzodiazepin dapat digunakan apabila klien mengalami cemas
atau tertekan.

2. Keperawatan

a. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri,


yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
b. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara :
1) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
2) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif.
3) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
4) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri
oleh pasien
5) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
c. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara :
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing
cara penyelesaian masalah
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah
yang lebih baik.

2.2.10 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan
tentamen suicide sangat tergantung pada jenis dan cara yang
dilakukan klien untuk bunuh diri, namun resiko paling besar dari
klien dengan tentamen suicide adalah berhasilnya klien dalam
melakukan tindakan bunuh diri, serta jika gagal akan meningkatkan

1
kemungkingan klien untuk mengulangi perbuatan tentamen
suicide.
Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara
meminum zat kimia atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin
muncul adalah diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif , sesak
nafas, sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi,
koma, blokade jantung akhirnya meninggal.
Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan
asfiksia akan menyebabkan syok yang diakibatkan karena
penurunan perfusi di jaringan terutama jaringan otak. Pada klien
dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik yang jika
tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada
penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan
terjadi kegagalan multiple organ.

2.2.11 Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh diri


I. Pengkajian
Tanyakan bagaimana perasaan pasien saat ini.
Tanyakan apakah pasien mempunyai ide bunuh diri atau
mengungkapkan pernyataan terselubung ingin mengakhiri hidup/
mempunyai pikiran ingin mengakhiri hidupnya?
Apabila YA, apakah dalam berkomunikasi pasien sering
mengungkapkan tentang hal-hal negatif tentang dirinya? Misalnya:
perasaan sebagai orang yang tidak berguna, rasa
bersalah/sedih/marah/putus asa atau tidak berdaya?
Apabila YA, apakah pasien mempersiapkan alat? Mempunyai
rencana/ide ? dan menyatakan ingin mengakhiri hidup?
Apabila TIDAK, jenis perilaku resiko bunuh diri pasien adalah
isyarat bunuh diri
Apabila YA, jenis perilaku risiko bunuh diri adalah ancaman bunuh
diri.

1
Apakah pasien sudah pernah melakukan tindakan menciderai/
melukai diri? Seperti gantung diri, minum racun, memotong urat
nadi, melompat dari ketinggian namun tertolong?
Apabila TIDAK------- jenis perilaku risiko bunuh diri adalah
ancaman bunuh diri
Berapa sering muncul pikiran ingin mengakhiri hidupnya?
Kapan terakhir berpikir ingin mengakhiri hidup/ mati?
Apakah pasien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh diri?
Kapan terakhir melakukannya? Dengan apa pasien melakukan
percobaan bunuh diri? Apakah saat ini masih berpikir untuk
melakukan perilaku bunuh diri?
Apa yang menyebabkan pasien ingin melakukan percobaan bunuh
diri?
Apabila YA jenis perilaku risiko bunuh diri: percobaan bunuh
diri.

1. Identitas Klien

Nama Lengkap : Tn. H


Usia : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status :-
Alamat :-

2. Alasan Masuk
Klien dihukum karena melakukan pelecehan seksual kepada anak
tetangganya

3. Faktor Predisposisi
-
4. Faktor Presipitasi

2
klien mengatakan ia malu dihukum, merasa hidupnya sudah tidak
berharga lagi dan merasa orang lain pasti menjauhinya jika nanti ia
keluar dari LAPAS. klien menjawab bahwa ia bosan hidup, rasanya
ingin mengakhiri kehidupan ini saja karena klien merasa hidupnya
sudah tidak berharga lagi.
Masalah Keperawatan:
1. Resiko bunuh diri

5. Fisik
A. PSIKOSOSIAL

1. Konsep Diri:

a. Citra Tubuh :
klien mengatakan ia malu dihukum, merasa hidupnya sudah
tidak berharga lagi dan merasa orang lain pasti menjauhinya jika
nanti ia keluar dari LAPAS. Klien juga mengatakan bahwa
tindakannya tersebut telah merugikan dirinya sendiri dan membuat
malu kedua orangtuanya.

b. Identitas :

seorang remaja laki-laki (H) berusia 15 tahun yang sedang


menjalani masa hukuman di LAPAS tersebut. Klien dihukum karena
melakukan pelecehan seksual kepada anak tetangganya.
c. Peran :

d. Ideal Diri :
sebelum masuk ke LAPAS klien juga pernah menggunakan
narkoba ekstasi disaat sedang banya pikiran. Saat ini, klien tampak
murung, lebih banyak menunduk saat berbicara, menolak untuk
berbicara dengan siapapun. Penampilan tidak rapi, pandangan
kosong, menjawab pertanyaan dengan singkat dan nada suara pelan.

2
Ketika perawat menanyakan penyebabnya klien menjawab bahwa ia
bosan hidup, rasanya ingin mengakhiri kehidupan ini saja karena
klien merasa hidupnya sudah tidak berharga lagi
e. Harga diri:
lebih banyak menunduk saat berbicara, menolak untuk
berbicara dengan siapapun. menjawab pertanyaan dengan singkat
dan nada suara pelan.
f. Masalah keperawatan

RESIKO BNUH DIRI

B. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Klien dihukum karena melakukan pelecehan seksual kepada


anak tetangganya klien mengatakan ia malu dihukum, merasa
hidupnya sudah tidak berharga lagi dan merasa orang lain pasti
menjauhinya jika nanti ia keluar dari LAPAS klien tampak murung,
lebih banyak menunduk saat berbicara, menolak untuk berbicara
dengan siapapun. Penampilan tidak rapi, pandangan kosong,
menjawab pertanyaan dengan singkat dan nada suara pelan. Ketika
perawat menanyakan penyebabnya klien menjawab bahwa ia bosan
hidup, rasanya ingin mengakhiri kehidupan ini saja karena klien
merasa hidupnya sudah tidak berharga lagi.

C. Format Analisa Data

No. DATA MASALAH


1. Ds : Resiko bunuh diri

1) klien mengatakan ia malu dihukum, merasa


hidupnya sudah tidak berharga lagi dan merasa orang
lain pasti menjauhinya jika nanti ia keluar dari
LAPAS

2) Klien juga mengatakan bahwa tindakannya tersebut telah

2
merugikan dirinya sendiri dan membuat malu kedua
orangtuanya

3) LAPAS klien juga pernah menggunakan narkoba ekstasi


disaat sedang banya pikiran.

4) klien menjawab bahwa ia bosan hidup, rasanya ingin


mengakhiri kehidupan ini saja karena klien merasa
hidupnya sudah tidak berharga lagi
Do :

1) klien tampak murung

2) lebih banyak menunduk saat berbicara

3) menolak untuk berbicara dengan siapapun

4) Penampilan tidak rapi

5) pandangan kosong

6) menjawab pertanyaan dengan singkat dan nada suara pelan

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Isolasi Sosial

2
III. Catatan perawatan dan perkembangan

N0 Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


keperawatan
1. Resiko bunuh Tujuan umum : Tindakan keperawatan
diri Klien tidak untuk pasien isyarat bunuh
membahayakan diri
dirinya secara 1) Tujuan:
fisik a) Pasien
rnendapat
Tujuan khusus : perlindungan
Pasien tetap darilingkungannya
aman dan b) Pasien dapat
selamat rnengungkapkan
perasaanya
c) Pasien dapat
rneningkatkan harga
dirinya
d) Pasien dapat
rnenggunakan cara
penyelesaian rnasalah yang
baik
2) Tindakan keperawatan :
a) Mendiskusikan tentang
cara rnengatasi keinginan
bunuh
diri, yaitu dengan rnerninta
bantuan dari keluarga atau
ternan.
b) Meningkatkan harga diri
pasien, dengan cara:
~ Mernberi kesernpatan
2
pasien rnengungkapkan
perasaannya.
~ Berikan pujian bila
pasien dapat rnengatakan
perasaan
yang positif.
';> Meyakinkan pasien
bahwa dirinya penting
';> Membicarakan tentang
keadaan yang sepatutnya
disyukuri oleh pasien
';> Merencanakan aktifitas
yang dapat pasien lakukan
c) Meningkatkan
kernarnpuan
menyelesaikan masalah,
dengan cara:
~ Mendiskusikan dengan
pasien cara menyelesaikan
masalahnya
~ Mendiskusikan dengan
pasien efektifitas masmg-
masing cara penyelesaian
masalah
';> Mendiskusikan dengan
pasiencara menyelesaikan
masalah yang lebih baik
b. Tindakan keperawatan
untuk keluarga dengan
pasien isyarat bunuh
diri

2
1) Tujuan: Keluarga
mampu merawat pasien
dengan risiko bunuh
diri.
2) Tindakan keperawatan:
a) Mengajarkan keluarga
tentang tanda dan gejala
bunuh diri
)r Menanyakan keluarga
tentang tanda dan gejala
bunuh diri yang pemah
muncul pada pasien ..
)r Mendiskusikan tentang
tanda dan gejala yang
umumnya muncul pada
pasien berisiko bunuh diri.
b) Mengajarkan keluarga
cara melindungi pasien dari
perilaku bunuh diri:
)r Mendiskusikan tentang
cara yang dapat dilakukan
keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan
gejala bunuh diri.
)r Menjelaskan tentang
cara-cara melindungi
pasien,
antara lain:
c) Memberikan tempat
yang aman
Menempatkan pasien di

2
tempat yang mudah
diawasi,
jangan biarkan pasien
mengunci diri di kamamya
atau
jangan meninggalkan
pasien sendirian di rumah
d) Menjauhkan barang-
barang yang bisa
digunakan untuk
bunuh diri.
Jauhkan pasien dari
barang-barang yang
bisa digunakan
untuk bunuh diri, seperti:
tali, bahan bakar
minyaklbensin,
api, pisau atau benda tajam
lainnya, zat yang
berbahaya
seperti obat nyamuk
atauracun serangga.
e) Selalu mengadakan
pengawasan dan
meningkatkan
pengawasan apabila tanda
dan gejala bunuh diri
meningkat
Jangan pemah
melonggarkan pengawasan,
walaupun

2
pasien tidak menunjukan
tanda dan gejala untuk
bunuh
diri.
f) Menganjurkan keluarga
untuk melaksanakan cara
tersebut
di atas.
g) Mengajarkan keluarga
tentang hal-halyg dpt
dilakukan
apabila pasien melakukan
percobaan bunuh diri,
antara
lain:
);> Mencari bantuan pada
tetangga sekitar atau
pemuka
masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh
diri tsb.
);> Segera membawa
pasien ke rumah sakit atau
puskesmas mendapatkan
bantuan medis
h) Membantu keluarga
mencari rujukanfasilitas
kesehatan
yang tersedia bagi pasien
);> Memberikan informasi
tentang nomortelepon

2
darurat
tenaga kesehatan
);> Menganjurkan keluarga
untuk mengantarkan pasien
berobat/kontrolsecara
teratur untuk mengatasi
masalah bunuh dirinya
., Menganjurkan keluarga
utk membantu pasien
minum
obat sesuai prinsip lima
benar yaitu benar
orangnya,
benar obatnya, benar
dosisnya, benar cara

IV. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

NO TGL/JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN
Tanda dan gejala S:
1. Keputusasaan Klien mengatakan
1. 4/09/2021 Resiko Bunuh Diri 2. Celaan terhadap diri sendiri, sudah mencoba
Pkl.10.00 perasaan gagal dan tidak belajar berkenalan
WIB. berguna namun masih enggan
3. Alam perasaan depresi untuk dilakukan
4. Agitasi dan gelisah
5. Insomnia yang menetap O:

2
6. Penurunan BB Klien aktif dan
7. Berbicara lamban, memperhatikan
keletihan, menarik diri dari selama latihan
lingkungan sosial. berkenalan dengan
8. Petunjuk psikiatrik perawat
a. Upaya bunuh diri
sebelumnya Dalam resiko
b. Kelainan afektif bunuh diri :
c. Alkoholisme dan
penyalahgunaan obat 1. Perilaku bunuh
d. Kelaianan tindakan dan diri
depresi mental pada remaja DS: menyatakan
e. Dimensia dini/ status ingin bunuh diri /
kekacauan mental pada lansia ingin mati saja, tak
f. Riwayat psikososial ada gunanya hidup.
1. Baru berpisah, DO: ada isyarat
bercerai/ kehilangan bunuh diri, ada ide
2. Hidup sendiri bunuh diri, pernah
3. Tidak bekerja, perbahan/ mencoba bunuh diri.
kehilangan pekerjaan baru 2. Koping
dialami maladaptif
DS: menyatakan
4. Faktor-faktor kepribadian putus asa dan tak
a. Implisit, agresif, berdaya, tidak
rasa bermusuhan bahagia, tak ada
b. Kegiatan kognitif dan negatif harapan.
c. Keputusasaan DO: nampak sedih,
d. Harga diri rendah mudah marah,
e.Batasan/gangguan gelisah, tidak dapat
kepribadian antisocia mengontrol impuls.

3
Tind. Keperawatan : A:
Klien sudah tahu
Pada Pasien : cara berkenalan
Sp I Pasien dengan menyebutkan
Membina hubungan saling nama,asal,hobi
percaya dengan klien
Mengidentifikasi benda- P:
benda yang dapat Lanjutkan
membahayakan pasien berkenalan dengan
Mengamankan benda-benda orang lain.
yang dapat membahayakan
pasien.
Melakukan kontrak treatment
Mengajarkan cara
mengendalikan dorongan bunuh
diri

Sp II Pasien

Mengidentisifikasi aspek
positif pasien
Mendorong pasien untuk
berfikir positif terhadap diri
sendiri
Mendorong pasien untuk
menghargai diri sebagai
individu yang berharga

Sp III Pasien
Mengidentisifikasi pola
koping yang biasa diterapkan

3
pasien
Menilai pola koping yng
biasa dilakukan
Mengidentifikasi pola koping
yang konstruktif
Mendorong pasien memilih
pola koping yang konstruktif
Menganjurkan pasien
menerapkan pola koping
konstruktif dalam kegiatan
harian

Sp IV Pasien
Membuat rencana masa depan
yang realistis bersama pasien
Mengidentifikasi cara
mencapai rencana masa depan
yang realistis
Memberi dorongan pasien
melakukan kehiatan dalam
rangka meraih masa depan yang
realistis

SP 1 Keluaga
Mendiskusikan massalah
yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
Menjelaskan pengertia, tanda
dan gejala resiko bunuh diri,
dan jenis prilaku yang di alami
pasien beserta proses terjadinya

3
Menjelaskan cara-cara
merawat pasien resiko bunuh
diri yang dialami pasien beserta
proses terjadinya.

SP II Keluarga
Melatih keluarga
mempraktekan cara merawat
pasien dengan resiko bunuh diri
Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung
kepada pasien resiko bunuh
diri.

SP III Keluarga
Membantu keluarga membuat
jadual aktivitas dirumah
termasuk minum obat\
Mendiskusikan sumber
rujukan yang bias dijangkau
oleh keluarga

3
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan
atau sanksi lainnya, menurut perundang- undangan. Ada beberapa faktor
penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi narapidana yaitu faktor
ekonomi, faktor mental, dan faktor pribadi. Berdasarkan populasi narapidana
yang mempunyai masalah kesehatan pada lembaga pemasyarakatan, yaitu
wanita dan remaja. Jenis Masalah Kesehatan Narapidana seperti Kesehatan
Mental dan kesehatan fisik.
Beberapa penatalaksanaan narapidana yaitu bisa dengan psikoterapi,
keperawatan, dan terapi kerja. Resiko bunuh diri adalah resiko untuk
menciderai diri sendiri yang dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri
merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri
kehidupannya. Respon Prilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika
tidak di cegah dapat mengarah kepada kematian.
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri yaitu
Kegagalan beradaptasi, Perasaan terisolasi,interpersonal/ gagal melakukan
hubungan yang berarti, dan Perasaan marah/ bermusuhan.
Beberapa Manifestasi Klinis RBD yaitu Keputusasaan, Celaan terhadap diri
sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna, alam perasaan depresi dll. RBD
harus diberi penanganan baik itu medis maupun keperawatan. Resiko paling
besar dari klien dengan tentamen suicide adalah berhasilnya klien dalam
melakukan tindakan bunuh diri.

3.2 Saran
Dengan membaca makalah ini, penulis berharap semoga pembaca
dapat memahami tentang resiko bunuh diri. Kita sebagai calon perawat harus

3
dapat menerapkan teori resiko bunuh diri ini dalam praktik keperawatan agar
pasien dengan masalah resiko bunuh diri dapat diatasi dengan baik dan benar.

3
LAMPIRAN

Skenario 2

Banu (Keperawatan UNJA) sedang melaksanakan kunjungan ke LAPAS


Anak dan berinteraksi dengan seorang remaja laki-laki (H) berusia 15 tahun yang
sedang menjalani masa hukuman di LAPAS tersebut. Klien dihukum karena
melakukan pelecehan seksual kepada anak tetangganya. Dari informasi yang didapat
korban mengalami sindrom trauma perkosaan akibat perbuatan yang dilakukan oleh
klien. Banu memperoleh data bahwa klien mengatakan ia malu dihukum, merasa
hidupnya sudah tidak berharga lagi dan merasa orang lain pasti menjauhinya jika
nanti ia keluar dari LAPAS. Klien juga mengatakan bahwa tindakannya tersebut telah
merugikan dirinya sendiri dan membuat malu kedua orangtuanya. Selain itu, sebelum
masuk ke LAPAS klien juga pernah menggunakan narkoba ekstasi disaat sedang
banya pikiran. Saat ini, klien tampak murung, lebih banyak menunduk saat berbicara,
menolak untuk berbicara dengan siapapun. Penampilan tidak rapi, pandangan kosong,
menjawab pertanyaan dengan singkat dan nada suara pelan. Ketika perawat
menanyakan penyebabnya klien menjawab bahwa ia bosan hidup, rasanya ingin
mengakhiri kehidupan ini saja karena klien merasa hidupnya sudah tidak berharga
lagi.

LO

1. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?


2. Buatlah standar pelaksanaan komunikasi pada pasien?

3
STEP I (Identifikasi Kata Sulit)

1. Lapas (susang)
2. Sindrom (mutiara)
3. Trauma (hanif)
4. Pelecehan seksual (miftahur)
5. narkoba ektstasi (lala)

Jawab:

1. lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak


didik pemasyarakatan di Indonesia.(silvana)
2. Sindrom dalam ilmu kedokteran dan psikologi adalah kumpulan dari beberapa
ciri-ciri klinis tanda-tanda, simtoma, fenomena, atau karakter yang sering
muncul bersamaan. Kumpulan ini dapat meyakinkan dokter dalam
menegakkan diagnosis. ( Okti )
3. Trauma adalah respons emosional terhadap peristiwa mengerikan seperti
kecelakaan, pemerkosaan, atau bencana alam (Mifta)
4. Pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang dipaksakan atau
diancam pada korban, baik itu berupa lisan, fisik, atau isyarat tertentu yang
membuat mereka merasa tersinggung, dipermalukan, bahkan terintimidasi.
(Rati)
5. Ekstasi, atau MDMA, adalah zat psikodisleptik psikoaktif (atau kata lainnya
pengganggu), sejenis zat yang mengubah aktivitas otak dan menyebabkan
perubahan persepsi dan suasana hati. Karena komposisi kimianya, bersama
dengan mescaline dan obat lain yang termasuk dalam kelompok
fenilalkilamina. (marini)

3
STEP 2 (Identifikasi Masalah)

1. Biasanya dari faktor apa yang menyebabkan pelaku melakukan pelecehan


seksual? (sorcha)
2. Bagaimana cara perawat menumbuhkan motivasi semangat hidup pasien yang
ingin mengakhiri hidupnya? (okti)
3. Apakah gangguan yang sedang dialami oleh klien termasuk ke dalam hdrk?
Apa alasannya ? (gita)
4. sebagai seorang perawat apa tindakan yang tepat yang dapat dilakukan
perawat dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien? (fadillah)
5. Apakah ada terapi yang bisa diberikan pada pasien? jika ada, terapi apa yg
bisa diberikan oleh perawat untuk mencegah pasien melakukan bunuh diri?
(lala)
6. apa yang membuat pasien menggunakan narkoba ekstesi disaat banyak
pikiran?(Mertisa)
7. Dari kasus diatas dijelaskan bahwa pasien pernah mendekam dilapas,
pertanyaannya apakah riwayat pasien saat mendekam dilapas dapat
berpengaruh untuk kesembuhannya? (Mega)
8. Support apa yang paling efektif pada klien H yang merasa bahwa hidup nya
sudah tidak berharga lagi. Apakah support dari diri sendiri ataupun support
dari keluarganya? (Rahadatul Mardhiyah)
9. Dari informasi yang didapat korban mengalami sindrom trauma perkosaan
akibat perbuatan yang dilakukan oleh klien. Nah, Apakah trauma perkosaan
itu dapat dihilangkan dalam jangka panjang? (susang)
10. tindakana apa yan g harus dilakukan perawat dalam menangani kasus
tersebut?(hanif)
11. bagaimana peran perawat memotivasi klien yg masih berumur 15 tahun
apabila saat ia banyak pikiran untuk tidak kembali mengkonsumsi narkoba?
(Fitra)

3
12. Berdasarkan kasus tersebut, bagaimana mekanisme perawat dalam menggali
masalah yang dialami oleh pasien? (Sri)
13. Apakah ada kemungkinan hambatan yang akan dialami mahasiswa perawat
untuk melakukan pengkajian terhadap pasien tersebut, jelaskan ? (silvana)
14. Dari permasalahan yang di alami klien sesuai kasus apakah ada resiko bagi
klien mengalami defisit perawatan diri? (eza)
15. Dari tanda dan gejala yang dialami klien pada kasus, apakah klien
kemungkinan memiliki masalah risiko bunuh diri? (Eva)
16. Bagaimana tindakan yang seharusnya diberikan oleh perawat kepada pasien
yang mengalami trauma sesuai pada kasus skenario tersebut? (syafril)

3
STEP 3 ( Analisa Masalah)

1. seperti yang kita lihat di kasus bahwa sebelumnya klien pernah menggunakan
narkoba, nah penggunaan narkoba ini dapat mengubah aktivitas otak dan
menyebabkan perubahan persepsi dan suasana hati. Menurut saya penggunaan
narkoba ini menjadi salah satu faktor klien melakukan pelecehan seksual
(Anggraini Gita)

2. Dengan kasus yang ada di skenario, perawat tidak bisa menumbuhkan


motivasi atau semangat hidup klien secara langsung, perawat harus
melakukan dengan cara bertahap, yang jika di keperawatan jiwa itu disebut
dengan SP Komunikasi.
 Perawat berkomunikasi dengan mencoba membuat klien merasa
bahwa dirinya sangat di sayangi orang banyak.
 Perawat berkomunikasi dengan mengingatkan klien tentang
kehidupannya dulu yang pernah mendapat penghargaan serta membuat
ia dan orang lain bangga,
 Perawat mengingatkan klien tentang orang-orang disekelilingnya yang
menganggap bahwa klien adalah orang sangat berharga.
 Perawat mencoba mendekatkan diri klien ke Tuhan. (Rahadatul M.)

3. menurut saya tidak, dikarenakan dilihat dari keluhan keluhan yang klien
utarakan atau melihat dari cerita klien itu tidak mengarahkan pada kriteria
hdrk (Sorcha)

4. Tindakan keperawatan:
Perawat harus mengatasi resiko bunuh diri terlebih dulu (utama).
 Menemani pasien terus menerus sampai dia dapat dipindahkan
ketempat yang aman

4
 Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet,
gelas, tali pinggang dll)
 Memeriksa apakah pasien benar-benat telah meminum obatnya, jika
pasien mendapatkan obat.
 Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri

Setelah teratasi, perawat dapat melakukan tindakan keperawatan untuk


mengatasi HDRK dengan cara:

 Membina hubungan saling percaya


 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien
 Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat
digunakan
 Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan
berdasarkan kegiatan yang dilakukan
 Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan. (mutiara)

5. Psikoterapi seperti terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy) dan


terapi perilaku dialektika (dialectical behavior therapy) dapat membantu orang
dengan pemikiran bunuh diri untuk menyadari pola pikir atau tindakan yang
tidak sehat, memvalidasi perasaan yang bermasalah, dan mempelajari teknik
penanganan stres.Pemberian obat-obatan dapat diberikan jika dibutuhkan
untuk menyembuhkan depresi dan rasa cemas yang mendasar, serta dapat
menurunkan risiko seseorang untuk melukai diri. Tergantung diagnosis
kesehatan jiwanya, pengobatan lain juga bisa digunakan untuk mencegah
gejala tertentu Mendengarkan dengan seksama sekaligus mempelajari apa
yang dia pikirkan dan rasakan.

4
Membantu dia dalam mengatasi depresi yang dialamiJangan ragu untuk
menanyakan padanya tentang adanya keinginan untuk bunuh diri. Jangan ragu
untuk mengekspresikan rasa sayang, baik dalam bentuk perbuatan maupun
kata-kata. Jangan mengabaikan perasaan dia terhadap suatu hal, meski hal itu
sepele atau mudah untuk diselesaikan. Sebisa mungkin jauhkan barang-barang
yang dapat digunakan untuk bunuh diri, misalnya senjata api. (marini)

6. Sesuai dgn kasus bahwa pasien mempunyai riwayat menggunakan narkoba


ekstasi sebelum masuk LAPAS.efek dr penggunakan ekstasi yang paling
diinginkan adalah perasaan euforia sampai ekstase (senang yang sangat
berlebihan). Obat ini juga menimbulkan efek meningkatnya kepercayaan diri,
harga diri dan peningkatan libido.Pemakai ekstasi bisa tampil penuh percaya
diri tanpa ada perasaan malu sedikit pun dan menjadi orang yang berbeda
kepribadian dari sebelumnya.Dari efek samping tersebutlah kemungkinan
besar klien mnggunakan ekstasi untuk menenangkan pikiran nya (eza).

7. Nah itu bisa ditanyakan terlebih dahulu apakah pengalaman saat dilapas
mendapatkan pengalaman yg buruk atau tidak? Dan bagaimana interaksi nya
bersama yg lain, jika dia mengataakan bahwa ia mendapat pengalaman buruk,
trus jarang bersosialisasi itu dapat disimpulkan bahwa pengalaman di lapas
dapat mempengaruhi kesembuhannya, nah kita sebagai perawat dapat
menghilangkan trauma nya terlebih dahulu dan membuang hal hal negatif yg
pernah ia alami. (susang)

8. Support dari diri sendiri dan keluarga, selain itu Yang dibutuhkan dalam
proses recovery adalah menemukan dan menghadapi setiap tantangan dari
keterbatasan akibat penyakit yang diderita dan membangun kembali integritas
diri yang baru yang lebih berarti agar individu bisa hidup, bekerja, dan
berkontribusi di masyarakatnya. Karena itu selama menjalani proses recovery,

4
individu membutuhkan dukungan dari lingkungan. Mereka membutuhkan
supportive environment dari keluarga, tetangga, masyarakat, pemerintah, dan
swasta. Program lainnya seperti layanan konseling dan health promotion juga
dibutuhkan oleh klien sebagai support untuk membuat kehidupan orang yang
mengalami keterbatasan akibat penyakitnya menjadi lebih berarti.(Sri)

9. Iya bisa, dengan cara mendapatkan dukungan dari teman, kerabat, orang tua,
saudara, psikolog atau orang2 yang terdekat dengan menjadi pendengar yang
baik serta tidak menghakimi korban dalam arti mereka memiliki pandangan
bahwa kejadian yang menimpa korban bukan terjadi karena kesalahan korban.
Proses pemulihan trauma yang dihadapi oleh korban perkosaan merupakan
suatu
proses adaptasi yang harus dilalui agar korban dapat menerima kenyataan
yang telah terjadi.
Menurut Agaid (2002) keluarga sebagai pihak terdekat dapat memberikan
dukungan bagi korban dengan cara:
(1) Mempercayai cerita yang disampaikan oleh korban.
(2) Bersikap tenang. Hal ini dapat membantu korban merasa aman.
(3) Meyakinkan korban. Keluarga dapat menunjukkan empatinya terhadap
peristiwa yang dialami oleh korban.
(4) Mempersiapkan korban terhadap
kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya. Korban mungkin memerlukan
bantuan dari orang lain misalnya dokter dan polisi jika ia melaporkan
kasusnya
Memberi dukungan dan melaporkan perkosaan yang dialami korban ke pihak
yang berwajib (mega)
10.10.
(1) Melakukan pengkajian atau wawancara

4
(2) melakukan observasi terhadap tanda dan gejala yang dialami pasien
sehingga akan didapatkan data objektif dan subjektif
(3) Kemudian menentukan masalah keperawatan yang muncul
(4) Melakukan tindakan keperawatansesuai dengan diagnosa yang telah
ditentukan.

Nah, dalam kasus, beberapa intervensi yang mungkin dilakukan adalah

(1) Mendiskusikan cara mengatasi keinginan untuk mengakhiri hidup


(2) Meningkatkan harga diri pasien
(3) Meningkatkan kemampuan pasien dalam menyelesaikan masalah.
(eva)

11. Yaitu dengan cara membawa dia kembali dekat dengan tuhan,dan memberi
motivasi agar pasien tidak depresi,dan memberitahu bahaya mengonsusmi
narkoba secara terus menerus. (hanif)
12.12.
(1) Menilai faktor-faktor protektif pada pasien, baik internal maupun
eksternal, yang dapat membantu pasien untuk tidak melakukan
tindakan yang berbahaya. Faktor internal merupakan faktor yang
spesifik pada masing-masing individu, seperti mekanisme adaptasi
terhadap stres (coping mechanism), kehidupan rohani, dan toleransi
terhadap putus asa. Faktor eksternal misalnya tanggung jawab
terhadap anak/keluarga, hubungan yang baik dan dukungan sosial.
(2) Perawat melakukan edukasi pada pasien dan keluarga pasien untuk
menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien baik pada saat rawat
inap maupun saat persiapan pulang
(3) Perawat membangun dukungan yang realistik dengan menyadari
bahwa pasien mungkin memiliki keluhan yang masuk akal (Fitra)

4
13. Ya pastinya hambatan itu ada pada setiap kali seorang perawat menangangi
pasiennya mulai dari Faktor-faktor yang menghambat dalam melaksanakan
proses pengkajian keperawatan yaitu kurangnya kemampuan perawat dalam
mengumpulkan data pengkajian yang komperhensif, enggan mengkaji, beban
kerja yang tinggi, dan karena mengkaji itu memakan waktu dan hambatan
yang berasal dari pasien itu sendiri. Apa lg dengan pasien yang menarik diri
tidak mau berbicara kepada siapa pun,malu untuk bertemu dengan siapa
pun,banyak menunduk dan menjawab pertanyaan dengan singkat hal ini
mempersulit perawat dalam mengkaji data objektif dan data subyektif
nya.perawat jg harus lebih aktif lagi untuk mendekatkan diri kepada pasien
agar pasien percaya dan merasa nyaman untuk bercerita masalahnya kepada
perawat hal ini termasuk dalam beratnya beban pekerjaan, Dan juga waktu
yang sangat sempit juga menyebabkan pengkajian kepada pasien kurang
maksimal. (rati)

14. Menurut Dermawan & Rusdi (2013), defisit perawatan diri adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri seperti mandi,berhias,
makan, toileting. Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang
mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk
mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau
napas, dan penampilan tidak rapi.
Tanda dan gejala mayor minor defisit perawatan diri Menurut PPNI (2016)
berikut ini adalah tanda dan gejala pada pasien dengan defisit perawatan diri :
Gejala dan Tanda Mayor Defisit Perawatan Diri
Subyektif Obyektif
(1) Menolak melakukan perawatan diri.
(2) Tidak mampu mandi/ mengenakan pakaian /makan /ke toilet /berhias
secara mandiri.

4
(3) Minat melakukan perawatan diri kurang.
Dermawan & Rusdi (2013) menyatakan tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
(1) Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor.
d. Gigi kotor disertai mulut bau.
e. Penampilan tidak rapi.
(2) Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri.
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
(3) Sosial
a. Interaksi kurang.
b. Kegiatan kurang.
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembarang tempat,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandir
Sedangkan masalah pada kasus lebih kepada tanda dan gejala resiko bunuh
diri
 Ekspresi murung
 tak bergairah
 banyak diam. (mertisa)

15. Menurut saya, iya karena pada kasus pasien memperlihatkan tanda-tanda
adanya resiko bunuh diri seperti yang kita ketahui bahwa Intervensi ditujukan
pada depresi sebagai penyebab utamanya, apalagi saat Ketika perawat

4
menanyakan penyebab klien tidak mau berbicara kepada siapa pun,
pandangan menunduk,merasa malu dan bnyak merugikan orang lain klien
menjawab bahwa ia bosan hidup, rasanya ingin mengakhiri kehidupan ini saja
karena klien merasa hidupnya sudah tidak berharga lagi. dan juga faktor yang
melatarbelakangi bunuh diri adalah trauma, penggangguran, dan isolasi sosial,
dan harga diri rendah.(Rati)

16. perawat dapat memberikan perawatan terstruktur dan dukungan pada korban
pemerkosaan untuk membantu penyembuhan gejala RTS yang timbul. Masa
penyembuhannya membutuhkan waktu yang cukup lama dan menyakitkan.
Kesabaran, pengertian dan dukungan dari teman, keluarga atau significant
others sangat dibutuhkan oleh korban. Memahami perkembangan korban
dalam masa penyembuhannya akan membantu keluarga dan teman dalam
memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh korban dan membantu mereka
untuk memiliki harapan yang realistik terhadap korban karena terkadang
keluarga dan teman-teman korban mengharapkan korban pulih secepatnya.
Perawat dapat memberikan Terapi Thriving secara Konvensional seperti
Terapi Individual, Krisis Intervensi, Terapi Kognitif, dan Group Therapy.
Selain itu juga perlu diberikan Usaha Alternatif Thriving seperti Kesenian,
Activism, Spiritualitas dan Dukungan Sosial. (mutiara)

4
STEP 4 (Mind Mapping)

Sedang menjalani hukuman di lapas


H (Laki laki) 15 th karena melakukan pelecehan seksual
kepada anak tetangganya

Korban mengalami sindrom trauma


perkosaan akibat perbuatan yang di
lakukan oleh klien

Riwayat pasien: klien pernah


menggunakan narkoba ekstasi di saat
sedang banyak pikiran

DO DS:
 Tampak murung  Mengatakan malu di hukum
 Lebih banyak menunduk saat  Merasa hidupnya sudah tidak berharga lagi
bicara  Merasa orang lain akan menjauhinyaketika
 Menolak berbicara dengan keluarLAPAS
siapapun  Klien mengatakan tindakannya merugikan
 Penampilan tidak rapi dirinya sendiri dan membuat malu orang tua
 Pandangan kosong  Pasien mengatakan ia bosan hidup,rasanya
 Menjawab pertanyaan dgn ingin mengakhiri kehidupan ini saja karena
singkat dan nada suara pelan klien merasa hidupnya sudah tidak berharga lagi

48

RESIKO BUNUH DIRI


STEP 5 (LO)

1. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?


2. Buatlah standar pelaksanaan komunikasi pada pasien?

Jawab:

1. Masalah keperawatan yang terjadi didalam kasus sesuai dengan tanda dan
gejala yang di alami oleh pasien,semua nya merujuk pada masalah
keperawatan untuk resiko bunuh diri
2. SP diagnose resiko bunuh diri
Intervensi untuk klien:
SP 1
a. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
b. Mengamankan benda-benda yang dapat mengamankan pasien
c. Melakukan kontrak treatment
d. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
e. Melatih cara mengendalikan bunuh diri

SP 2

a. Mengidentifikasi aspek positif pasien


b. Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri sendiri
c. Mendorong pasien untuk menghargai diri sendiri sebagai individu
yang berharga

SP 3

a. Mengidentifikasi pola koping yang bisa diterapkan pasien


b. Menilai pola koping yang bisa dilakukan
c. Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
d. Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam
kegiatan harian

4
SP 4

a. Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien


b. Mngidentifikasi cara mencapai masa depan yang realistis
c. Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih
masa depan yang realistis

Sp Keluarga 1

Melatih keluarga cara memberikan pujian positif pada pasien

Sp Keluarga 2

Cara memberi penghargaan pada pasien.

Sp Keluarga 3

Melatih cara berdiskusi dengan pasien tentang harapan masa depan.

Sp Keluarga 4

Cara untuk mencapai harapan masa depan.

Sp Keluarga 5

Membuat perencanaan pulang bersama keluarga pasien resiko bunuh diri.

5
DAFTAR PUSTAKA

Fitri Maharani, S. (2019). DUKUNGAN SOSIAL DAN HUBUNGANNYA


DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA NARAPIDANA ANAK. 83-90.

Isaac, Ann. . Keperawatan Kesehatan Jiwa dan psikiatrik. Jakrta: EGC

Stuart dan Sundeen. . Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC

Forintos,D. P, Sallai, J, Rózsa, S. (2010). Adaptation of the Beck Hopelessness


Scale in Hungary. Psychological Topics.

Carpenito, dkk. (2013). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-nininghaia-6277-2-
babii.pdf (diakses pada 04 September 2021)

Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai