Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN SEMINAR KASUS KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS RISIKO BUNUH DIRI


PADA NY. A DI RUANG CEMPAKA RUMAH SAKIT DR. SOEHARTO
HEERDJAN JAKARTA 2023

OLEH:

ANISA ALMA FRIMA 18220100188

INTAN LULU MUTMA’INAH 18220100212

SYIFA FEBRIANI 18220100211

SITI AISYAH 18220100205

WULANDARI ALAMI 18220100203

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS INDONESIA MAJU
JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyanyang, saya panjatkan puja dan piji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini mengenai “Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh
DiRI”. Makalah ini kami susun dengan maksimal, dan saya menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Akhir
kata saya berharap semoga makalah mengenai “Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko
Bunuh Diri” dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Jakarta…./……../2023

Penulis
DAFTRA ISI
HALAMAN ..........................................................................................................
KATA PENGANTAR .........................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................
A. Latar Belakang ....................................................................................
B. Tujuan .................................................................................................
C. Proses Pembuatan Masalah .................................................................
BAB II GAMBARAN KASUS ...........................................................................
A. Pengkajian ..........................................................................................
B. Masalah Keperawatan ........................................................................
C. Pohon Masalah ...................................................................................
D. Daftar Diagnosa Keperawatan ...........................................................
BAB III LANDASAN TEORI ............................................................................
A. PROSES TERJADINYA MASALAH...............................................
1. Definisi Resiko Bunuh Diri ..........................................................
2. Definisi Isolasi Sosial ..................................................................
3. Definisi Harga diri rendah ............................................................
4. Definisi Resiko perilaku kekerasan .............................................
B. TINDAKAN KEPERAWATAN .......................................................
1. Rencana Tindakan Keperawantan Resiko Perilaku Bunuh diri ...
2. Rencana Tindakan Keperawantan Isolasi Sosial ..........................
3. Rencana Tindakan Keperawantan Harga Diri Rendah ................
4. Rencana Tindakan Keperawantan Resiko Perilaku Kekerasan....

BAB IV PELAKSANAN TINDAKAN ..............................................................

A. . ...........................................................................................................

BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................

A. Pengkajian ..........................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan .......................................................................
C. Perencanaan ........................................................................................
D. Implementasi ......................................................................................
E. Evaluasi ..............................................................................................

BAB VI PENUTUP .............................................................................................

A. KESIMPULAN .........................................................................................
B. SARAN .....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku yang secara klinis
bermakna penderitaan dan menimbulkan kelainan pada satu atau lebih fungsi
kehidupan manusia (Amira et al., 2023) . Menurut Mahmuda (2018)
gangguan jiwa menyebabkan terjadina kegagalan individu dalam
kemampuannya mengatasi keadaan sosial, rendahnya harga diri, rendahnya
tingkat kompetensi, dan sistem pendukung yang berinteraksi dimana individu
berada pada tingkat stress yang tinggi. Bunuh diri atau penganiyaan diri
sendiri hingga meninggal adalah penomena yang sangat memprihatinkan
terutama ketika pelakunya adalah remaja (Amira et al., 2023) Peristiwa bunuh
diri karena menjadi sangat aneh dan mengejutkan bagi masyarakat awam.
Depresi adalah salah satu dari banyak alasan bunuh diri, termasuk tidak
berdayaan untuk menyelesaikan masalah atau tidak memiliki cara untuk
menyelesaikannya. Selain itu bunuh diri dapat di definisikan sebagai
memutuskan secara sengaja untuk mengakhiri hidup seseorang. Bunuh diri
tidak hanya terjadi pada orang dewasa, remaja, siswa atau individu dengan
gangguan mental ( Khairi, A,M., dkk 2017 )
Bunuh diri telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia yang
mencuri perhatian global. Jumlah kematian akibat bunuh diri di dunia
mendekati 800ribu pertahun, dapat diasumsikan bahwa 1 kematian akibat
bunuh diri terjadi setiap 40 detik. WHO melaporkan bahwa bunuh diri
merupakan penyebab kematian terbesar ke 4 diantara populasi berusia 15-29
tahun diseluruh dunia pada 2019 dan 79% terjadi di negara berpendapatan
rendah dan menengah. Di Asia Tenggara kejadian bunuh diri tertinggi
terdapat di Thailand sedangkan Indonesia menempati urutan ke 5 dengan
3.7/1000 populasi (Word Health Organization, 2019). Riset kesehatan dasar
(2018) menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk Indonesia yang berusia di
atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. data lain menunjukkan
bunuh diri pertahun sebanyak 1800 orang atau setiap hari ada 5 orang yang
melakukan bunuh diri, serta 47,7% korban bunuh diri adalah usia 10-39 tahun
yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif (Riskasdes, 2018).
Berdasarkan data rekam medis yang terkumpul dari ruangan cempaka Rumah
Sakit dr. Soeharto Heerdjan 3 bulan terakhir adalah 50% halusinasi, 20%
Perilaku kekerasan, 5 % isolasi sosial 5% waham, 5% defisit perawatan diri,
5% risiko bunuh diri.
Salah satu masalah keperawatan dari gangguan jiwa yang paling serius
adalah risiko bunuh diri karena dapat menghilangkan nyawa seseorang
(Hidayat, 2019) Risiko bunuh diri menjadi perhatian penting dalam
keperawatan karena dapat menghilangkan nyawa seseorang dengan cara
melakukan hal-hal negative seperti melukai diri sendiri bahkan ingin
melakukan percobaan bunuh diri. Percobaan bunuh diri suatu tindakan yang
tidak fatal namun dapat menyakiti diri sendiri dengan maksud untuk
kematian. Dalam hal ini berpotensi menyakiti diri dengan berbagai cara yang
bertujuan untuk melukai diri sendiri. Berdasarkan kasus risiko bunuh diri pada
pasien gangguan jiwa perlu suatu intervensi yang dapat mencegah atau
mengatasi yang bertujuan untuk mengontrol perilaku seseorang agar tidak
melakukan hal negative yang dapat melukai dirinya sendiri. Terapi utama
yang diberikan kepada pasien gangguan jiwa adalah anti depresan. Adapun
intervensi non farmakologi untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan
yang lain akibat efek obat yang dikonsumsi dan untuk mengontrol perilaku
negative seperti melukai diri sendiri bahkan perilaku risiko bunuh diri. Sebuah
penelitian mengungkapkan risiko bunuh diri dapat diturunkan dengan
melibatkan peran keyakinan spiritual atau keagamaan pada diri individu
sehingga tingkat kesehatan mentalpun dapat menjadi lebih baik (Rahayu et al.,
2022).
Terapi yang digunakan adalah dengan ber Dzikir dengan kalimat
“Astaghfirullahal’azhiim (saya mohon ampun kepada Allah yang maha
Agung). Dzkir merupakan kunci latihan untuk selalu mengenal diri kepada
Allah bila seseorang semakin mengenal Allah maka akan semakin kuat
keimanan dan kecintaanya kepada Allah. Tujuan Dzikir antara lain yaitu akan
membuat ketenangan batin, kemantapan jiwa dan semangat untuk tidak
melakukan hal negative (Rahayu et al., 2022).
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa penderita Risiko Bunuh
Diri dalam jumlah yang cukup besar di sebabkan oleh gangguan jiwa, hal ini
penting untuk dilakukan analisa keperawatan, maka dapat diangkat rumusan
masalah mengenai bagaimana menegemen praktik pada Ny. A dengan
diagnosa Risiko Bunuh Diri di Ruang Cempaka di Rumah Sakit Dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran dari manajement praktik tentang Asuhan
Keperawatan pada kasus dengan diagnosa Risiko Bunuh Diri di Rumah
Sakit Jiwa dr. Soeharto Heerdjan.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melaksanakan pengkajian pada Ny. A dengan diagnosa risiko
bunuh diri ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto Heerdjan.
b. Dapat menganalisa dan mempresentasikan data dalam menentukan
diagnosa Risiko Bunuh Diri di Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto
Heerdjan.
c. Dapat melaksanakan rencana tindakan asuhan Keperawatan pada
kasus Ny. A dengan Risiko Bunuh Diri di Rumah Sakit Jiwa dr.
Soeharto Heerdjan.
d. Dapat melaksanakan Implementasi secara langsung dari rencana
tindakan asuhan keperawatan yang telah disusun pada kasus Ny. A
dengan diagnosa Risiko Bunuh Diri di Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto
Heerdjan.
e. Dapat mengevaluasi tentang efektifitas tindakan yang telah dilakukan
pada kasus Ny. A dengan diagnosa Risiko Bunuh Diri di Rumah Sakit
Jiwa dr. Soeharto Heerdjan.
f. Dapat mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada kasus Ny.
A dengan diagnosa Risiko Bunuh Diri di Rumah Sakit Jiwa dr.
Soeharto Heerdjan.

C. PROSES PEMBUATAN KEPERAWATAN


Proses pembuatan makalah dilakukan untuk memenuhi tugas dalam
stase jiwa Profesi Ners, dilakukan setelah melaksanakan praktik lapangan
selama 3 minggu di RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN
Jakarta. Pengambilan kasus dilakukan pada minggu kedua sampai dengan
minggu ketiga, di pilih pasien dengan Risiko Bunuh Diri karena apabila tidak
dilaksanakan tindakan keperawatan akan menimbulkana kematian, maka dari
itu kelompok tertarik untuk melakukan penelitian pada kasus tersebut.
BAB II

GAMBARAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Inisial : Nn. A (P)
No. RM : xxx72
Umur : 21 Tahun
Tanggal Pengkajian : 29/09/2023
Pendidikan : Tamat SMA
Status : Lajang
Agama : Islam
Alamat : Depok
No. bisa dihubungi : 081256xxxxxx
DX. Medis :
2. Hasil Pengkajian
Ny. A Dirawat di rumah sakit sejak tanggal 28/09/2023 berada
diruang cempaka klien mengatakan diantar oleh keluarga. Karena klien
mengatakan ingin mati saja dan mencoba bunuh diri dengan mencoba
meminum sabun rinso 3 gengam dan 10 obat paracetamol dan mecoba
melukai dirinya dengan menggunakan silet. Keluarga pasien mengatakan
bahwa pasien mengalami perubahan sejak seminggu yang lalu, klien
mengatakan merasa ingin mati karena depresi selalu dimarahi oleh ibu nya
dan ditinggalkan oleh ayahnya dan selalu menyumpahinya dengan kata
kata kasar dan merasa tidak mendapatkan dukungan dan perhatian dari
keluarganya.
Klien mengatakan belum pernah mengalami gangguan jiwa
sebelumnya. Pasien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya seksual,
klien mengatakan mengalami penolakan dari ibunya terhadap kekasihnya
yang akan dikenalkan kepada ibunya, tapi klien jadi semakin medapatkan
kekerasan dalam keluarga dan selalu disumpahi oleh ibunya dengan kata
kata kasar dan dipukul badannya. Di dalam Pasien mengatakan dia merasa
sedih karena selalu diperlakukan tidak baik oleh keluarganya. Pasien
mengatakan memiliki pengalaman masa lalu yang tidak mengenakan yaitu
dengan kejadian perceraian kedua orangtuanya.
Klien mengatakan keluhan klien selama dirumah adalah klien merasa
sering sakit kepala, dan sewaktu klien ada dirumah sakit tidak pernah
merasakan sakit kepala. Ny. A Merupakan anak pertama. Klien
mengatakan sebelumnya bekerja disuatu perusahaan sebagai marketing
namun sudah tidak bekerja semenjak sakit dan selalu mengurung diri
dikamar. Nn.A tinggal bersama ibunya saja dikarenakan ibunya bercerai
dengan ayahnya. Klien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami
gangguan jiwa seperti yang dialami oleh Nn.A di dalam kelurganya yang
menjadi pengambil keputusan adalah ibu nya semenjak berpisah dengan
ayahnya tetapi sebelum keputusan diambil keluarga Nn.A memecahkan
dulu permasalahannya secara bersama dan didalam keluarga Nn.A
memakai pola komunikasi verbal. Keluarga Nn.A memakai bahasa
indonesia sebagai bahsa sehari – hari didalam rumah.
Ny. A Mengatakan dia menyukai seluruh anggota tubuhnya mulai dari
ujung rambut sampai dengan ujung kaki tetapi klien mengatakan paling
suka dengan wajahnya. Ny. A berumur 20 tahun dan sebagai anak bungsu
dalam keluarganya Nn.A tau peran sebagai anak dalam keluarganya yaitu
membahagiakan kedua orangtuanya. Nn.A mengatakan ingin segera
pulang kerumah dan segera bekerja kembali serta beraktivitas seperti
semula kembali. Namun klien mengatakan masih takut terhadap perlakuan
keluarganya yang kasar terhadapnya sehingga menjadi depresi dan ingin
bunuh diri. Ny. A mengatakan pada saat dirumah dia sering mengikuti
kegiatan dimasyarakat selain bekerja namun semenjak perlakuan
keluarganya semakin kasar sering mukul mukul dan menyumpahinya
untuk mati saja beliau mengatakan lebih sering dirumah dan marah marah
serta pernah melakukan percobaan bunuh diri. Klien mengatakan sewaktu
dirumah sakit sering mengikuti terapi aktivitas kelompok dan mengikuti
kegiatan senam pagi diruang cempaka. Klien mengatakan tidak ada
hambatan berhubungan dengan orang lain.
B. MASALAH KEPERAWATAN
1. Risiko Bunuh Diri
DS :
Klien mengatakan ingin mati saja dan mencoba bunuh diri dengan
mencoba meminum sabun rinso 3 bungkus dan 10 obat paracetamol dan
mecoba melukai dirinya dengan menggunakan silet.
DO :
Klien tampak murung, ekspresi wajah sedih, bicara pelan dengan mata
berkaca – kaca.
2. Risiko Perilaku Kekerasan
DS :
Klien mengatakan selama di rumah sering marah – marah dan di pukuli
badannya. Klien merasa ingin mati karena depresi selalu dimarahi oleh ibu
nya dan ditinggalkan oleh ayahnya dan selalu menyumpahinya dengan
kata kata kasar dan merasa tidak mendapatkan dukungan dan perhatian
dari keluarganya.
DO :
Klien tampak emosional, wajah tampak kesal ketika menceritakan
orangtuanya, nada bicara keras dan cepat, kontak mata tajam sambil
memainkan rambut.
3. Harga Diri Rendah
Klien mengatakan merasa ingin mati karena depresi selalu dimarahi oleh
ibu nya dan ditinggalkan oleh ayahnya dan selalu menyumpahinya dengan
kata – kata kasar dan merasa tidak mendapatkan dukungan dan perhatian
dari keluarganya. Klien mengatakan mengalami penolakan dari ibunya
terhadap kekasihnya yang akan dikenalkan kepada ibunya.
DO :
Klien tampak menyendiri, klien tampak terlihat menundukkan kepala
4. Isolasi Sosial
DS :
Klien mengatakan kalau di rumah sudah sejak lama menjauhi teman-
temannya karena pasien merasa dimanfaat kan oleh teman-temannya.
Klien mengatakan lebih baik menyendiri karna takut di hianati oleh
teman-temannya. Namun klien saat di RS mampu berinterkasi dengan
klien lainnya.
DO :
Klien tampak kooperatif, klien mampu berinteraksi dengan klien lainnya
C. POHON MASALAH
Risiko Perilaku Kekerasan

Risiko Bunuh Diri

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

D. DAFTAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN


1. Risiko Bunuh Diri
2. Resiko Perilaku Kekerasan
3. Isolasi Sosial
4. Harga diri Rendah
BAB III

LANDASAN TEORI

A. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. RESIKO BUNUH DIRI
a. Definisi Resiko Bunuh Diri
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku ”Keperawatan
Jiwa’ dinyatakan sebagai suatu aktivitas yang jika tidak dicegah,
dimana aktivitas ini dapat mengarah pada kematian (2007). Bunuh diri
juga merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien berada dalam
keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif.
Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara
berulang tanpa rencana yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau
rencana yang spesifik untuk bunuh diri. (Yusuf, Fitryasari, & Endang,
2015, hal. 140). Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri
sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.Bunuh diri merupakan
keputusan terakhir dariindividu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri
mungkin merupakan keputusanterakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Resiko bunuh
diri adalah resiko untuk menciderai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh
diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana
individu gagal dalam melakukan mekanisme kopingyang digunakan
dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri
kehidupan adalah kegagalanu untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat
menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan
hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti,
perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusan (Stuart, 2006).
b. Faktor Predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang
menunjang perilakuresiko bunuh diri meliputi:
1) Diagnosis psikiatri Tiga gangguan jiwa yang membuat klien
berisiko untuk bunuh diri yaitugangguan alam perasaan,
penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadianTiga aspek kepribadian yang berkaitan erat
dengan peningkatan resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan,
impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan psikososial Baru mengalami kehilangan, perpisahan
atau perceraian,kehilangan yangdini, dan berkurangnya
dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan
dengan bunuh diri.
4) Biologis Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan
penjelasan biologisyang tepat untuk perilaku bunuh diri.
Beberapa peneliti percaya bahwa adagangguan pada level
serotonin di otak, dimana serotonin diasosiasikandengan perilaku
agresif dan kecemasan. Penelitian lain mengatakan bahwa
perilaku bunuh diri merupakan bawaan lahir, dimana orang yang
suicidalmempunyai keluarga yang juga menunjukkan
kecenderungan yang sama.Walaupun demikian, hingga saat ini
belum ada faktor biologis yangditemukan berhubungan secara
langsung dengan perilaku bunuh diri
5) Psikologis Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003)
mengidentifikasi tiga bentuk penjelasan psikologis mengenai
bunuh diri. Penjelasan yang pertama didasarkan pada Freud yang
menyatakan bahwa “suicide is murder turnedaround 180
degrees”, dimana dia mengaitkan antara bunuh diri
dengankehilangan seseorang atau objek yang diinginkan. Secara
psikologis,individu yang beresiko melakukan bunuh diri
mengidentifikasi dirinyadengan orang yang hilang tersebut. Dia
merasa marah terhadap objek kasihsayang ini dan berharap untuk
menghukum atau bahkan membunuh orangyang hilang tersebut.
Meskipun individu mengidentifikasi dirinya denganobjek kasih
sayang, perasaan marah dan harapan untuk menghukum
jugaditujukan pada diri. Oleh karena itu, perilaku destruktif diri
terjadi.
6) Sosiokultural Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog
Durkheim yang memandang perilaku bunuh diri sebagai hasil
dari hubungan individu denganmasyarakatnya, yang
menekankan apakah individu terintegrasi dan teraturatau tidak
dengan masyarakatnya.
c. Faktor presipitasi
Stuart (2018) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian
yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di
depan umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain
itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri
atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu
semakin rentan untuk melakukan perilaku bunuh diri.
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah
perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga
tidak dapat menghadapi stres, perasaanmarah/bermusuhan dan bunuh
diri sebagai hukuman pada diri sendiri, serta cara utukmengakhiri
keputusasaan.
c. Mekanisme coping
Klien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupandapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien
secara sadar memilih bunuhdiri. Menurut Stuart (2006) mengungkapkan
bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku
destruktif diri tidak langsung adalah penyangkalan,rasionalisasi,
intelektualisasi, dan regresi. Menurut Fitria (2012) mengemukakanrentang
harapan-putus harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif.

Respon Adaptif Respon Maladaftif


Peningkatan Beresiko Destruktif Pencderaan Bunuh
diri distruktif diri tidak diri diri
langsung

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme


koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir
untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh
diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif
pada diri seseorang.
d. Respon Protektif-diri dan Perilaku Bunuh Diri
Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah kepada kematian. Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai
langsung atau tidak langsung. Perilaku destruktif-diri langsung mencakup
setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu
menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Lama perilaku berjangka
pendek, (Stuart,2006, hal 226). Perilaku destruktif-diri tak langsung
meliputi perilaku berikut
1. Merokok
2. Mengebut
3. Berjudi
4. Tindakan kriminal
5. Penyalahgunaan zat
6. Perilaku yang menyimpang secara sosial
7. Prilaku yang menimbulkan stress.
8. Ketidakpatuhan pada tindakan medis Rentang respon protektif diri
mempunyai peningkatan diri sebagai respon paling adaptif, sementara
perilaku destruktif-diri, pencederaan diri, dan bunuh diri merupakan
respon maladaptif.

2. ISOLASI SOSIAL
a. Definisi Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteaksi dengan
orang lain disekitarnya (Damaiyanti, 2012). Klien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2011). Isolasi sosial
juga merupakan kesepian yang dialami individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain sebagai pernyataan negatif atau
mengancam. (Damaiyanti, 2012). Isolasi sosial merupakan suatu
gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang
tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu
fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DepKes, 2000 dalam
Direja, 2011). Isolasi sosial merupakan upaya Klien untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan
dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain (Trimelia,
2011). Jadi, dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial merupakan
keaadaan seseorang yang mengalami penurunan bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain karena mungkin merasa
ditolak, kesepian dan tidak mampu menjalin hubungan yang baik
antar sesama.
b. Proses terjadinya masalah
1) Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011) faktor predisposisi yang
mempengaruhi masalah isolasi sosial yaitu:
a) Faktor tumbuh kembang Pada setiap tahapan tumbuh
kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Apabila tugas-tugas dalam setiap perkembangan tidak
terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial
selanjutnya. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam
masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.
b) Faktor sosial budaya Isolasi sosial atau mengasingkan diri
dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga,
seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan
sosial.
c) Faktor biologis. Genetik merupakan salah satu faktor
pendukung yang menyebabkan terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mempengaruhi
adalah otak . Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada
keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita
skizofrenia. Klien skizofrenia yang mengalami masalah
dalam hubungan sosial terdapat kelainan pada struktur otak
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat volume
otak serta perubahan struktur limbic
2) Faktor Presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan
hubungan sosial juga dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat
dikelompokan sebagai berikut:
a. Stressor Sosial Budaya Stress dapat ditimbulkan oleh
beberapa faktor antara faktor lain dan faktor keluarga
seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah
dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya
karena dirawat dirumah sakit.
b. Stressor Psikologi Tingkat kecemasan berat yang
berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan
kecemasan tingkat tinggi
3) Rentang Respon Pasien
a. Respon Adaptif Menurut Sutejo (2017) respon adaptif
adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-
norma ocial dan kebudayan secara umum yang berlaku.
Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas
normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut adalah
sikap yang termasuk respon adaptif: Menyendiri, respon
yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah terjadi di lingkungan sosialnya.
b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan
sosial. 3.
c. Kebersamaan, kemampuan individu dalam hubungan
interpersonal yang saling membutuhkan satu sama lain.
d. Saling ketergantungan (Interdependen), suatu hubungan
saling ketergantungan antara individu dengan orang lain
e. Respon Maladaptif Menurut Sutejo (2017) respon
maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma
sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah
perilaku yang termasuk respon maladaptif:
f. Manipulasi, kondisi dimana individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri.
g. Impulsif merupakan respon sosial yang ditandai dengan
individu sebagai subjek yang tidak dapat diduga, tidak
dapat dipercaya dan tidak mampu melakukan penilaian
secara objektif. 8. Narsisisme, kondisi dimana individu
merasa harga diri rapuh, dan mudah marah
4) Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata
yang mengancam dirinya. Mekanisme koping yang sering
digunakan adalah proyeksi, splitting (memisah) dan isolasi.
Proyeksi merupakan keinginan yang tidak mampu ditoleransi
dan klien mencurahkan emosi kepada orang lain karena
kesalahan sendiri. Splitting merupakan kegagalan individu dalam
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk.
Sementara itu, isolasi adalah perilaku mengasingkan diri dari
orang lain maupun lingkungan (Sutejo, 2017).
3. HARGA DIRI RENDAH
a. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yangberkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri. Gangguanharga diri rendah adalah
evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri
yangnegatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan (Townsend, 2018).Menurut Schult & Videbeck (2020),
gangguan harga diri rendah adalah penilaian negative seseorang
terhadap diri dan kemampuan,yang diekspresikan secara langsung
maupun tidak langsung. Gangguan harga diri rendah digambarkan
sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan.(Budi Ana Keliat,2019).
b. Faktor Predisposisi
1. Biologis Faktor heriditer (keturunan) seperti adanya riwayat
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa Selain itu
adanya riwayat penyakit kronis atau trauma kepala merupakan
merupakan salah satu faktor penyebab gangguan jiwa.
2. Psikologis Masalah psikologis yang dapat menyebabkan
timbulnya harga diri rendah adalah pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan, penolakan dari lingkungan dan orang
terdekat serta harapan yang tidak realistis. Kegagalan berulang,
kurang mempunyai tanggung jawab personal dan memiliki
ketergantungan yang tinggi pada orang lain merupakan faktor lain
yang menyebabkan gangguan jiwa. Selain itu pasiend engan
harga diri rendah memiliki penilaian yang negatif terhadap
gambaran dirinya, mengalami krisis identitas, peran yang
terganggu, ideal diri yang tidak realistis.
c. Faktor Sosial Budaya
Pengaruh sosial budaya yang dapat menimbulkan harga diri
rendah adalah adanya penilaian negatif dari lingkungan terhadap
klien, sosial. ekonomi rendah, Pendidikan yang rendah serta adanya
riwayat penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak.
d. Faktor Presipitasi
1. Riwayat trauma seperti adanya penganiayaan seksual dan
pengalaman psikologis yang tidak menyenangkan, menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan, menjadi pelaku, korban
maupun saksi dari perilaku kekerasan.
2. Ketegangan peran dapat disebabkan karena :
1) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan seperti transisi dari masa
kanak – kanak ke remaja pertumbuhan seperti transisi dari
masa kanak – kanak ke remaja.
2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau
kematian
3) Transisi peran sehat – sakit merupakan akibat pergeseran dari
kondisi sehat ke sakit. Transisi ini dapat dicetuskan antara
lain karena kehilangan sebahagian anggota tubuh. perubahan
ukuran, bentuk penampilan atau fungsi tubuh. Atau
perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang
normal. prosedur medis dan keperawatan. realistis, Kegagalan
berulang, kurang mempunyai tanggung jawab
c. Rentang Respon
1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan
dapat diterima.
2. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif
maupun yang negatif dair dirinya.
3. Harga diri rendah adalah individu cendrung untuk menilai dirinya
negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
4. Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-
aspek identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek
psikososial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.
5. Depresionalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing
terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan,
kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.
d. Mekanisme Koping
Menurut Stuart dan Sundeen yang dikutip oleh Anna Budi Keliat,
1998, mekanisme koping pada pasien dengan gangguan konsep diri
menjadi 2 yaitu :
a. Koping jangka pendek
• Aktifitas yang dapat memberikan kesempatan lari sementara
darikasus.
• Aktifitas yang dapat memberikan kesempatan mengganti
identitas sementara.
• Aktifitas yang memberikan kekuatan atau dukungan
sementara terhadap konsep diri atau identitas yang kabur.
• Aktifitas yang memberi arti dalam kehidupan.
b. Koping jangka panjang Semua koping jangka pendek dapat
berkembang menjadi koping jangka panjang. Penjelasan positif
akan menghasilkan identitas dan keunikan individu
4. RESIKO PERILAKU KEKERASAN
a. Definisi Resiko Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik
baik terhadap diri sendiri, orang lain,maupun lingkungan (Fitria,
2009). Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang
ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk,
2008).Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2007).
b. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori
sosiokultural yang dijelaskan oleh (Purba dkk,2008) adalah
1) Neurobiologik Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap
proses impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan
hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam
memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan
memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan
meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan.
Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilakutidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologismempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan
berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia Berbagai neurotransmiter (epinephrine, norepinefrine,
dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye
dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung
antara perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor
predisposisi perilaku agresifdan tindak kekerasan. Tumor otak,
khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal;
trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus
temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan.
c. Faktor Presitipasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009) :
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinyasebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalah
gunaanobat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol
emosinya pada saat menghadapi rasafrustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahanTahap
d. Rentang Respon
1) Asertif, adalah perilaku yang bisa menyatakan perasaan dengan
jelas danlangsung, jarak bicara tepat, kontak mata tapi tidak
mengancam, sikap serius tapi tidak mengancam, tubuh lurus dan
santai, pembicaraan penuh percaya diri, bebas untuk menolak
permintaan, bebas mengungkapkan alasan pribadi kepada orang
lain, bisa menerima penolakan orang lain, mampu menyatakan
perasaan pada orang lain, mampu menyatakan cinta orang
terdekat, mampu menerima masukan/kritik dari orang lain. Jadi
bila orang asertif marah, dia akan menyatakan rasa marah
dengan cara dan situasi yang tepat, menyatakan
ketidakpuasannya dengan memberi alasan yang tepat.
2) Frustasi, merupakan respon yang terjadi akibat gagal mencapai
tujuan yang tidak realistis atau hambatan dalam pencapaian
tujuan.
3) Perilaku Pasif, orang yang pasif merasa haknya di bawah hak
orang lain. Bila marah, orang ini akan menyembunyikan
marahnya sehingga menimbulkan ketegangan bagi dirinya. Bila
ada orang mulai memperhatikan non verbal marahnya, orang ini
akan menolak dikonfrontasi sehingga semakin menimbulkan
ketegangan bagi dirinya. Sering berperilaku seperti
memperhatikan, tertarik, dan simpati walau dalam dirinya sangat
berbeda. Kadang-kadang bersuara pelan, lemah, seperti anak
kecil, menghindar kontak mata, jarak bicara jauh dan
mengingkari kenyataan. Ucapan sering menyindir atau bercanda
yang keterlaluan.
4) Agresif, merupakan perilaku yang menyertai marah dan
merupakan dorongan untuk bertindak destruktif tapi masih
terkontrol. Perilaku yang tampak berupa muka masam, bicara
kasar, menuntut, kasar.
5) Amuk (perilaku kekerasan), yaitu perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri, sehingga
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkunga
B. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. RENCANA KEPERAWATAN RISIKO BUNUH DIRI

No Diagnosa Prencanaan Intervensi Rasional


Tgl Tujuan
Dx. Keperawatan Kriteria Evaluasi
1 2 3 4 5 6 7
RISIKO TUM
BUNUH Klien tidak melakukan
1.1. Expresi wajah 1.1.1. Bina hubungan saling percaya dg. Hubungan saling
DIRI percobaan bunuh diri
bersahabat menunjukan menggunakan prinsip komunikasi percaya merupakan
TUK
rasa senang ada kontak terapeutik: dasar untuk
1. Klien dapat membina
mata, mau berjabat a) Sapa klien dengan ramah baik verbal kelancaran
hubungan saling
tangan, mau maupun non verbal. hubungan interaksi
percaya
menyebutkan nama mau b) Perkenalkan diri dengan sopan selanjutnya
menjawab salam, mau c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama
duduk berdampingan panggilan yang disukai klien
dengan perawat, mau d) jelaskan tujuan pertemuan
mengungkapkan e) Jujur dan menepati janji
perasaannya dan f) tunjukkan sikap empati dan
perasaannya. menerimaklien apa adanya
g) berikan perhatian kepada klien dan
2.1. Klien dapat terlindungi
perhatikan kebutuhan dasar klien.
dari perilaku bunuh diri Prioritas tertinggi
yang diberikan
2.1.1. Jauhkan klien dari benda – benda yang pada aktivitas
dapat membahaakan (pisau, silet, gunting, penyelamatan
tali, kaca, dan lain – lain penyelamatan hidup
2. Klien dapat terlindungi
2.1.2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang klien
daru perilaku bunuh diri
dan selalu terlihat oleh perawat
2.1.3. Awasi klien secara ketat setiap saat
Perilaku klien harus
diawasi sampai
kendali diri
memadai untuk
keamanan

3. Klien dapat 3.1.Klien dapat 3.1.1. Dengarkan keluhan yang dirasakan Perilaku bunuh diri
mengekspresikan mengekspresikan 3.1.2. Bersikap empati untuk meningkatkan mencerminkan
perasaannya perasaannya ungkapan keraguan, ketakutan, dan depresi yang
keputusasaan mendasar dan
3.1.3. Beri dorongan untuk mengungkapkan terkait dengan
mengapa dan bagaimana harapannya harga diri rendah
3.1.4. Beri waktu dan kesempatan untuk serta kemarahan
menceritakan arti penderitaan, kematian, terhadap diri
dan lain – lain. sendiri

4. Klien dapat 4.1.Harga diri klien 4.1.1. Bantu klien untuk memahami bahwa klien Harga diri rendah
meningkatkan harga diri meningkat dapat mengatasi keputusasaannya menyebabkan
4.1.2. Kaji dan kerahkan sumer -sumber internal isolasi social dan
individu depresi,
4.1.3. Bantu mengidentifikasi sumber – sumber mencetuskan
harapan (misal : hubungan antar sesama, perilaku perilaku
keyakinan, hal – hal untuk diselesaikan) destruktif destruktif
terhadap terhadap
diri sendiri
5. Klien dapat 5.1.Interaksi koping klien 5.1.1. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman Mekanisme koping
menggunakan koping adaptif – pengalaman yag menyenangkan setiap maladaptif harus
yang adaptif ‘ hari (missal : berjalan – jalan, membaca diganti dengan
buku favorit, menulis surat, dan lain lin yang sehat untuk
5.1.2. Bantu untuk mengenali hal – hal yang ia mengatasi stres dan
cintai dan ia saying, dan pentingnya ansietas
terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam
Kesehatan
5.1.3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan
pada oang lain yang mempunyai suatu
maslah dan/atau penyakit yang sama dan
telah mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi maslah tersebut dengan koping
yan efekti f
2. RENCANA KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

No Diagnosa Prencanaan Intervensi Rasional


Tgl
Dx. Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
1 2 3 4 5 6 7
ISOLASI TUM:
SOSIAL Klien dapat berinteraksi
dengan orang lain
TUK:
1. Klien dapat membina 1.1.Expresi wajah bersahabat 1.1.1. Bina hubungan saling percaya dg. Hubungan saling

hubungan saling menunjukan rasa senang menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: percaya merupakan

percaya ada kontak mata, mau a) Sapa klien dengan ramah baik verbal dasar untuk
berjabat tangan, mau maupun non verbal. kelancaran
menyebutkan nama mau b) Perkenalkan diri dengan sopan hubungan interaksi
menjawab salam, mau c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama selanjutnya
duduk berdampingan panggilan yang disukai klien
dengan perawat, mau d) jelaskan tujuan pertemuan
mengutarakan masalah e) Jujur dan menepati janji
yang dihadapi f) tunjukkan sikap empati dan
menerimaklien apa adanya
g) berikan perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien.
2.1. Klien dapat menyebutkan Diketahuinya
2. Klien dapat 2.1.1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku
penyebab menarik diri penyebab akan
menyebut-kan menarik diri dan tanda2nya:
yang berasal dari: dapat dihubungkan
penyebab isolasi - “Di rumah ibu tinggal dengan siapa”
- diri sendiri dengan factor
social - “Siapa yang paling dekat dg. ibu”
- orang lain presipitasi yang
- “Apa yang membuat ibu dekat
- lingkungan dialami klien.
dengannya”
- “Dengan siapa ibu tidak dekat”
- “Apa yang harus ibu lakukan agar dekat
dengan seseorang”
2.1.2. Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan penyebab menarik
diri atau tidak mau bergaul.
2.1.3. Berikan pujian terhadap
kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya.

3. Klien dapa 3.1. Klien dapat menyebutkan 3.1.1 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan Klien harus dicoba
menyebutkan Keuntungan keuntungan berinteraksi dengan orang lain berinteraksi secara
keuntungan berhubungan dg. orang 3.1.2 Beri kesempatan kepada klien untuk bertahap agar
berhubungan dg orang lain, misalnya: mengungkapkan perasaan tentang keuntungan terbiasa membina
lain dan kerugian - banyak teman berhubungan dengan orang lain. hubungan yan sehat
tidak berhubungan - tidak sendiri 3.1.3 Diskusikan bersama klien tentang manfaat dengan orang lain
dengan orang lain. - bisa diskusi,dll. berhubungan dengan orang lain. Beri
reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
3.2. Klien dapat menyebutkan Mengevaluasi
3.2.1. Kaji pengetahuan klien ttg. kerugian bila tidak
kerugian tidak manfaat yang
berhubungan dg. orang lain.
berhubungan dg. orang dirasakan klien
3.2.2. Beri kesempatan kepada klien untuk
lain. Misalnya: sehingga timbul
mengungkapkan perasaan tentang kerugian
- sendiri motivasi untuk
bila tidak berhubungan dg. orang lain.
- tidak punya teman berinteraksi.
3.2.3. Diskusikan bersama klien ttg. kerugian tidak
- sepi, dll
berhubungan dg orang lain
3.2.4. Beri reinforcement positif terhadap
kemampuan mengungkapkan perasaan ttg.
Kerugian tidak berhubungan dg. orang lain

4. Klien dapat 4.1. Klien dapat 4.1.1. Kaji kemampuan klien membina hubungan Hubungan secara
melaksanakan mendemonstrasikan dengan orang lain. bertahap memberi
hubungan social hubungan social secara 4.1.2. Dorong dan bantu klien untuk berhubungan kesempatan klien
secara bertahap. bertahap antara: dg. orang lain melalui tahap: untuk
- K-P - K-P meningkatkan
- K-P-P lain - K-P-P lain interaksi dengan
- K-P-P lain - K-P-P lain-K lain orang lain.
- K lain - K-Kel/Klp/Masy
- K-Kel/Klp/Masy. 4.1.3. Beri reinforcement positif terhadap
keberhasilan yang telah dicapai.
4.1.4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat
berhubungan.
4.1.5. Diskusikan jadwal harian yang dapat
dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu.
4.1.6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan
ruangan.
4.1.7. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien
dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat
5.1. Klien dapat Ungkapan perasaan
mengungkapkan 5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan
mengungkapkan perasaannya dan penguatan
perasaannya setelah perasaannya bila berhubungan dg. orang lain.
setelah berhubungan dg. dapat meningkatkan
berhubungan dengan 5.1.2 Diskusikan dg. klien tentang perasaan
orang lain untuk: diri sendiri rasa percaya diri
orang lain. manfaat brhubungan dg. orang lain.
orang lain klien.
3. RENCANA KEPERAWATAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH

No Diagnosa Prencanaan Intervensi Rasional


Tgl Tujuan
Dx. Keperawatan Kriteria Evaluasi
1 2 3 4 5 6 7
GANGGUAN TUM:
KONSEP klien dapat melakukan
DIRI : aktivitasnya sehari-hari
HARGA TUK:
DIRI 1. Klien dapat membina 1.1.Expresi wajah bersahabat 1.1.1. Bina hubungan saling percaya dg. Hubungan saling

RENDAH hubungan saling menunjukan rasa senang menggunakan prinsip komunikasi percaya merupakan

percaya dengan perawat ada kontak mata, mau terapeutik: dasar untuk
berjabat tangan, mau a) Sapa klien dengan ramah baik verbal kelancaran
menyebutkan nama mau maupun non verbal. hubungan interaksi
menjawab salam, mau b) Perkenalkan diri dengan sopan selanjutnya
duduk berdampingan c) Tanyakan nama lengkap klien dan
dengan perawat, mau nama panggilan yang disukai klien
mengutarakan masalah d) jelaskan tujuan pertemuan
yang dihadapi. e) Jujur dan menepati janji
f) tunjukkan sikap empati dan
menerimaklien apa adanya
g) berikan perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien.

2.1.Klien mengidentifikasi Diskusi tingkat


2. Klien dapat 2.1.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif
kemampuan dan aspek kemampuan
mengidentifikasi yang dimiliki klien dan dibuat daftarnya
positif yang dimiliki menilai secara
kemampuan dan aspek jika klien tidak mampu mengidentifikasi
- Kemampuan realitas.
positif yang dimiliki maka dimulai oleh perawat untuk memberi
yang dimiliki Memberikan pujian
pujian pada aspek positif yang dimiliki
klien yang
klien
- Aspek positif 2.1.2. Setiap bertemu klien hindarkan memberi realistis yang tidak
keluarga penilaian negative menyebabkan
- Aspek positif 2.1.3. Utamakan memberi pujian yang realistis kegiatan hanya
lingkungan untuk diberi pujian.
dimiliki klien

3. Klien dapat menilai 3.1.Klien menilai 3.1.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang Agar klien

kemampuan yang kemampuan yang masih dapat dilaksanakan selama sakit mengetahui dan

dimiliki untuk dimilliki untuk 3.1.2. Diskusikan kemampuan yang dapat menilai kegiatan

dilaksanakan dilaksanakan dilanjutkan pelaksanaannya positif apa saja


yang bisa ia
lakukan selama
sakit

4. Klien dapat 4.1. Klien membuat rencana 4.1.1. Rencanakan Bersama klien aktivitas yang Keterbukaan dan
(menetapkan) kegiatan harian dapat dilakukan setiap hari sesuai pengertian tentang
merencanakan kegiatan kemampuan kemampuan yang
- Kegiatan mandiri
sesuai dengan - Kegiatan dengan bantuan dimiliki adalah
kemampuan yang - Kegiatan yang membutuhkan bantuan prasat untuk
dimiliki total berubah
4.1.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi kondisi klien
4.1.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yag
boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan 5.1.Klien melakukan 5.1.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba Klien adalah
kegiatan sesuai kondisi kegiatan sesuai kondisi kegiatan yang telah direncanakan individu yang
dan kemampuannya dan kemampuannya 5.1.2. Beri pujian atas keberhasilan klien bertanggung jawab
5.1.3. Diskusikan kemungkinan pelaksaan terhadap dirinya
kegiatan setelah pulang sendiri

6. Klien dapat 6.1.Klien memanfaatkan 6.1.1. Beri Pendidikan kesehatan pada keluarga System pendukung
memanfaatkan system system pendukung yang tentang cara merawat klien dengan harga sebagai bagian
pendukung yang ada ada di keluarga diri rendah yang paling dekat
6.1.2. Bantu keluarga memberikan dukungan dg. klien akan
selama klien dirawat membimbing
6.1.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di Secara kontinyu
rumah. dlm. Meningkatkan
kemampuan klien
5.1.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan
klien mengungkapkan perasaan manfaat
berhubungan dengan orang lain.

6. Klien dapat 6.1. Keluarga dapat: 6.1.1. Bina hubungan saling percaya keluarga: System pendukung
memberdayakan - menjelaskan - salam, perkenalan diri sebagai bagian
sistem pendukung perasaannya - jelaskan tujuan yang paling dekat
atau keluarga. - menjelaskan cara - buat kontrak dg. klien akan
merawat klien - explorasi perasaan klien membimbing
menarik diri Secara kontinyu
- Mendemonstrasikan dlm. Meningkatkan
cara perawatan klien kemampuan klien
- Menarik diri
- Berpartisipasi dalam
perawatan klien
menarik diri.
4. RENCANA KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN/RISIKO PERILAKU KEKERASAN

No Diagnosa Prencanaan Intervensi Rasional


Tgl Tujuan
Dx. Keperawatan Kriteria Evaluasi
1 2 3 4 5 6 7
PERILAKU TUM :
KEKERASAN/ Klien dapat
RISIKO mendemonstrasikan cara
PERILAKU mengotrol perilaku
KEKERASAN kekerasan
TUK :
1. Klien dapat 1.1 Expresi wajah bersahabat 1.1.1. Bina hubungan saling percaya dg. Hubungan saling

membina hubungan menunjukan rasa senang menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: percaya merupakan

saling percaya ada kontak mata, mau a) Sapa klien dengan ramah baik verbal dasar untuk
berjabat tangan, mau maupun non verbal. kelancaran
menyebutkan nama mau b) Perkenalkan diri dengan sopan hubungan interaksi
menjawab salam, mau c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama selanjutnya
duduk berdampingan panggilan yang disukai klien
dengan perawat, mau d) jelaskan tujuan pertemuan
mengutarakan masalah e) Jujur dan menepati janji
yang dihadapi. f) tunjukkan sikap empati dan
menerimaklien apa adanya
g) berikan perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien.

2.1.Klien dapat Klien harus


2.1.1. Beri kesempatan untuk mengungkapkan
2. Klien dapat mengungkapkan mengetahui apa
perasaannya
mengidentifikasi persaannya penyeab dirinya
penyebab perilaku 2.2.Klien dapat jengkel/kesal
2.2.1. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab
kekerasan mengungkapkan
jengkel/kesal
penyebab perasaan
jengkel/kesal (dari diri
sendiri, dari lingkungan /
orang lain)

3. Klien dapat 3.1.Klien dapat 3.1.1. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang
mengidentifikasi mengungkapkan dialami saat marah / jengkel Klien harus bisa
tanda-tanda perilaku perasaan saat 3.1.2. Observasi tanda perilaku kekerasan pada mengungkapkan
kekerasan marah/jengkel klien dan menyimpulkan
tanda – tanda emosi
3.2.Klien dapat 3.2.1. Simpulkan bersama klien tanda - tanda yang dialaminya
menyimpulkan tanda - jengkel/kesal yang dialami klien

tanda jengkel/ kesal yang


dialami

4. Klien dapat 4.1.1. Anjurkan klien untuk mengungkapkan Klien harus


4.1.Klien dapat
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan mengetahui
mengungkapkan perilaku
perilaku kekerasan klien penyebab perilaku
kekerasan yang biasa
yang biasa dilakukan dilakukan 4.2.1. Bantu klien bermain peran sesuai dengan kekerasan yang
4.2.Klien dapat bermain perilaku kekerasan yang biasa dilakukan biasa dilakukannya
peran dengan perilaku agar dapat
kekerasan yang biasa mengetahui cara
dilakukan 4.3.1. Bicarakan dengan klien apakah cara yang yang tepat untuk
4.3.Klien dapat mengetahui klien lakukan masalahnya selesai. menyelesaikan
cara yang biasa dapat masalahnya
menyesuaikan
5. Klien dapat 5.1.Klien dapat menjelaskan 5.1.1. Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang Klien harus
mengidentifikasi akibat dari cara yang dilakukan klien mengetahui
akibat perilaku digunakan klien 5.1.2. Bersama klien menyimpulkan akibat cara kerugian dari cara
kekerasan yang digunakan oleh klien yang ia lakukan
agar memilih cara
yang tepat

6. Klien dapat 6.1.Klien dapat melakukan 6.1.1. Tanyakan pada klien “apakakah ia ingin Jika klien
mengidentifikasi cara berespon terhadap mempelajari cara baru yang sehat?” menyetujui, maka
cara konstruksi kemarahan secara 6.1.2. Berikan pujian jika klien mengetahui cara klien bisa
dalam merespon konstruksi lain yang sehat mempelajarinya
terhadap kemarahan 6.1.3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat degan baik dan
a) Secara fisik: tarik nafas dalam jika menerapkannya di
sedang kesal/memukul bantal/kasur atau dalam kegiatan
olah raga atau pekerjaan yang sehari – harinya.
memerlukan tenaga
b) Secara verbal: katakan bahwa anda
sedang kesal/tersinggung/ jengkel
c) Secara sosial: lakukan dalam kelompok
cara-cara marah yang sehat; latihan
asentif. Latihan manajemen perilaku
kekerasan
d) Secara spiritual: anjurkan klien
sembahyang, berdo’a/ ibadah lain;
meminta pada Tuhan untuk diberi
kesabaran, mengadu pada Tuhan
kekerasan/ kejengkelan
7. Klien dapat 7.1. Klien dapat 7.1.1. Bantu klien memilih cara yang paling tepat Agar klien terbiasa
mendemonstrasikan mendemonstrasikan cara untuk klien melakukannya di
cara mengontrol mengontrol perilaku 7.1.2. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara dalam kegiatan
perilaku kekerasan kekerasan dipilih sehari – harinya
- Fisik: tarik nafas 7.1.3. Berreinforcement positif atau keberhasilan
dalam, olah raga, klien menstimulasi cara tersebut
menyiram tanaman 7.1.4. Anjurkan klien untuk menggunakan cara
- Verbal: yang telah dipelajari saat jengkel/marah
mengatakannya
secara langsung
dengan tidak
menyakiti
- Spiritual:
sembahyang, berdo’a
atau ibadah lain

8. Klien dapat 8.1. Klien dapat menyebutkan 8.1.1. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien Agar klien
menggunakan obat - obatobatan yang 8.1.2. Diskusikan manfaat minum obat dan mengetahui jenis,
obatan yang diminum dan kegunaan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin kegunan dan
diminum dan (jenis, waktu, dan efek) dokter pengguanaan
kegunaannya (jenis, 8.2. Klien dapat minum obat 8.2.1. Jelaskan prinsip benar minum obat (baca obatnya dengan
waktu, dosis dan sesuai program nama yang tertera pada botol obat, dosis tepat
efek) pengobatan obat, waktu dan cara minum)
8.2.2. Ajarkan klien minta obat dan minum tepat
waktu
8.2.3. Anjurkan klien melaporkan pada
perawat/dokter jika merasakan efek yang
tidak menyenangkan
8.2.4. Beri pujian, jika klien minum obat dengan
benar
BAB IV
PELAKSANAAN TINDAKAN

A. RENCANA TINDAKAN
1. RISIKO BUNUH DIRI
Nama Klien : Nn, A
Hari/Tanggal/Jam : Jumat, 29-09-2023 (15.00 WIB)
a. Tujuan :
Klien dapat mengendalikan dorongan untuk tidak melakukan bunuh diri
b. Tindakan Keperawatan
SP I
- Membina hubungan saling percaya
- Mengidentifikasi benda – benda yang dapat membahayakan klien
- Mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien
- Melakukan kontak treatment
- Mengajarkan cara mengendalikandorongan bunuh diri
- Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
c. Implementasi
Klien mengatakan ingin mati saja dan mencoba bunuh diri dengan
mencoba meminum sabun rinso 3 bungkus dan 10 obat paracetamol dan mecoba
melukai dirinya dengan menggunakan silet. Klien ketika berbicara wajah tampak
murung dengan ekspresi wajah sedih, berbicara pelan dengan mata berkaca –
kaca.
d. Diagnosa Keperawatan
Risiko Bunuh Diri
e. Evaluasi
Klien mengatakan merasa tenang setelah berbincang – bincang dan dapat
menjauhkan benda – benda yang dapat membahayakan dirinya, klien dapat
melakukan treatment berdzikir untuk mengendalikan dorongan bunuh dirinya, dan
klien masih ada risiko bunuh diri. Anjurkan klien melakukan treatment berdzikir
yang telah dilakukan dalam jadwal harian.
Untuk rencana tindak lanjutnya yaitu identifikasi aspek positif klien, dorong klien
untuk bepikir positif terhadap diri sendiri dan menghargai diri sebagai individu
yang berharga.
Nama Klien : Nn, A
Hari/Tanggal/Jam : Senin, 02-10-2023 (15.00 WIB)
a. Tujuan :
Klien dapat menghargai diri sendiri
SP II
- Mengidentifikasi aspek positif klien
- Mendorong klien untuk berpikir positif terhadap diri
- Mendorong klien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga
b. Implementasi
Klien mengatakan memiliki hobi melukis dan mengatakan bahwa melukis dapat
meluapkan amarahnya. klien mengatakan melakukan treatment berdzikir untuk
mengendalikan dorongan bunuh dirinya. Klien nampak senang saat berbicara
mengenai hobinya yang senang melukis. Anjurkan klien melakukan treatment
berdzikir yang telah dilakukan dalam jadwal harian.
c. Diagnosa Keperawatan
Risiko Bunuh Diri
d. Evaluasi
Klien mengatakan merasa senang dan nyaman karena bisa mengekspresikan
perasaannya lewat lukisan, karena di RS tidak diperbolehkan untuk memegang
alat tulis. Klien terlihat senang dan nyaman saat diberi kesempatan untuk
melakukan melukis.

Nama Klien : Nn, A


Hari/Tanggal/Jam : Selasa, 02-10-2023 (10.00 WIB)
a. Tujuan :
Klien dapat menerapkan pola coping konstruktif dalam kegiatan harian
SP III
- Mengidentifikasi pola coping yang biasa diterapkan klien
- Menilai pola coping yang biasa dilakukan
- Mengidentifikasi pola coping yang konstruktif
- Mendorong klien memilih pola coping yang konstruktif
- Menganjurkan klien menerapkan pola coping konstruktif dalam kegiatan
harian
b. Implementasi
Klien mengatakan tidak mau serumah bersama ibu kandungnya, klien mengatakan
lebih baik tinggal serumah bersama ayahnya dan ibu sambungnya.
c. Diagnosa Keperawatan
Risiko Bunuh Diri
e. Evaluasi
Klien mengatakan merasa tenang setelah berbincang bincang dan klien dapat
mengungkapkan bahwa dirinya sudah tidak ingin melakukan bunuh diri kembali.
Klien mengatakan bahwa setelah pulang, klien tidak ingin bekerja kembali. Ketika
klien menjawab pertanyaan, klien menjawab dengan nada rendah dan menatap ke
depan dengan tatapan kosong.
Anjurkan klien untuk selalu berpikir positif dan melakukan kegiatan yang telah
diajarkan dengan meluapkan perasaannya lewat berdzikir untuk menenangkan hati
dan pikiran dan ditambah dengan kegiatan hobinya yaitu melukis. Buat rencana tidak
lanjut dengan klien untuk rencana di masa depan dan identifikasi cara untuk mencapai
rencana masa depan yang realistis, dan berikan dorongan klien untuk melakukan
kegiatan tersebut.

Nama Klien : Nn, A


Hari/Tanggal/Jam : Rabu, 04-10-2023 (10.15 WIB)
a. Tujuan :
Klien dapat membuat rencan di masa depan yang realistis
SP IV
- Membuat rencana masa depan yang realistis bersama klien
- Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
- Memberikan dorongan klien melakukan kegiatan dalam rangka meraih
masa depan yang realistis
b. Implementasi
Klien mengatakan di masa depan ingin menata kembali hidupnya dengan
lembaran baru yang lebih baik lagi. Klien tampak sedih dengan mata berkaca –
kaca.
c. Diagnosa Keperawatan
Risiko Bunuh Diri
d. Evaluasi
Klien mengatakan di masa depan ingin bekerja di tempat yang baru dan
nyaman, klien juga mengatakan ingin memiliki suami seperti ayahnya yang
tidak berprilaku kasar.
Anjurkan klien untuk melakukan kegiatan yang telah diajarkan ke dalam
jadwal kegiatan harian. Anjurkan klien untuk selalu berpikir baik dan
berprasangka positif agar hal – hal baik datang menghampirinya.
BAB V

PEMBAHASAN

Pada Bab ini kami akan menguraikan kasus yang diamati serta membandingkannya
dengan teori yang didapat untuk mengetahui sejauh mana faktor pendukung, penghambat dan
solusinya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien Ny. A dengan gangguan: Resiko
Bunuh Diri diruang Cempaka Soeharto Heerjan.

Dalam pembahasan ini mencakup semua tahap proses keperawatan dengan cara
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan.

A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dari proses keperawatan dengan cara
wawancara dan observasi secara langsung dengan klien, informasi dari catatan keperawatan,
catatan medis dan perawat ruang.
Faktor predisposisi yang ada pada klien adalah keluarga, hal ini didukung dengan adanya
data pada coping keluarga: ny. A mengatakan klien merasa ingin mati karena depresi selalu
dimarahi oleh ibu nya yang bercerai denan ayahnya. Ibu nya selalu menyumpahinya dengan
kata-kata kasar dan merasa tidak mendapatkan dukungan dan perhatian dari keluarganya.
Pasien mengatakan memiliki pengalaman masa lalu yang tidak mengenakan yaitu dengan
kejadian perceraian kedua orangtuanya. Ny. A Mengatakan dia menyukai seluruh anggota
tubuhnya mulai dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki tetapi klien mengatakan paling
suka dengan wajahnya. Ny. A berumur 20 tahun dan sebagai anak bungsu dalam keluarganya.
Nn.A tau peran sebagai anak dalam keluarganya yaitu membahagiakan kedua orangtuanya.
Nn A mengatakan klien ingin segera pulang kerumah dan segera bekerja kembali serta
beraktivitas seperti semula kembali. Namun klien mengatakan masih takut terhadap perlakuan
keluarga dan temannya yang kasar terhadapnya sehingga menjadi depresi dan ingin bunuh
diri. Klien mengatakan mengalami penolakan dari ibunya terhadap kekasihnya yang akan
dikenalkan kepada ibunya.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian
keperawatan, kemudian di identifikasi masalah yang muncul dan dikaitkan dengan data yang
ada. Diagnosa yang kami dapatkan 4 diagnosa yaitu: yang pertama Resiko Bunuh Diri. Klien
mengatakan ingin mati saja dan mencoba bunuh diri dengan mencoba meminum sabun rinso 3
bungkus dan 25 obat paracetamol dan mencoba melukai dirinya dengan menggunakan silet.
Diagnosa yang kedua yaitu: Resiko Prilaku Kekerasan. Klien mengatakan sering marah-
marah dan dipukuli badannya. Klien merasa ingin mati karena depresi selalu dimarahi oleh
ibunya dan ditinggalkan oleh ayahnya dan selalu menyumpahi dengan kata-kata kasar dan
merasa tidak mendapatkan dukungan dan perhatian dari keluarganya.
Diagnosa yang ketiga yaitu: Harga Diri Rendah. Klien mengatakan merasa ingin mati
karena depresi selalu dimarahi oleh ibunya dan selalu menyumpahinya dengan kata-kata kasar
dan merasa tidak mendapatkan dukungan dan perhatian dari keluarganya. Klien mengatakan
mengalami penolakaan dari ibunya terhadap kekasihnya yang akan dikenalkan kepada ibunya.
Diagnosa yang terakhir keempat yaitu: Isolasi Sosial. Klien mengatakan kalau dirumah
sudah sejak lama menjauhi teman-temannya karena pasien merasa dimanfaatkan oleh teman-
temannya. Klien mengatakan lebih baik menyendiri karena takut dihianati oleh teman-
temannya, namun klien saat di RS mampu berinteraksi dengan klien lainnya.
C. PERENCANAAN

Rencana Tindakan yang ada kasus kami dapat memprediksi waktu pencapaian
keberhasilan Tindakan dengan melihat kondisi kemampuan dan kebutuhan klien, adapun
kesengajaan yang terjadi tidak menjadi penghambat dalam merencanakan Tindakan.

Perencanaan pada diagnosa keperawatan resiko bunuh diri, resiko prilaku kekerasaan, harga
diri rendah, dan terakhir isolasi sosial.
Dalam merencanakan Tindakan keperawatan kami mengalami hambatan dikarenakan
klien merasa gelisah selalu meminta ingin pulang.
D. IMPLEMENTASI
Pada tahap implementasi asuhan keperawatan yaitu: diberikan pada klien dengan Risiko
Bunuh Diri sesuai Tindakan keperawatan. Berdasarkan hasil implementasi keperawatan yang
telah dilakukan pada Strategi pelaksanaan yaitu: Sp 1 (membina hubungan saling percaya,
mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan klien, melakukan kontrak treatment
berdzikir, mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri). Sp 2 (mengevaluasi sp 1,
mengidentifikasi aspek postif klien dengan melukis, mendorong klien untuk berpikir positif
terhadap diri dan mendorong klien untuk menghargai diri sendiri sebagai individu yang
berharga). Sp 3 (mengevaluasi sp 1 dan 2, Mengidentifikasi pola coping yang biasa diterapkan
klien, Menilai pola coping yang biasa dilakukan, Mengidentifikasi pola coping yang konstruktif,
Mendorong klien memilih pola coping yang konstruktif, Menganjurkan klien menerapkan pola coping
konstruktif dalam kegiatan harian). Sp 4 (Membuat rencana masa depan yang realistis bersama klien,
Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis, Memberikan dorongan klien
melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan yang realistis).
Jadi, pada saat melakukan implementasi kepada klien tidak terlalu banyak menemukan hambatan
dan secara keseluruhan dalam melakukan Tindakan yang dimuali dari sp 1 sampai sampai sp 4 karena
klien koperatif dapat mengendalikan dorongan untuk tidak melakukan bunuh diri dan dengan
melakukan treatment berdzikir dan klien mampu berpikiran positif dengan menerapkan coping
konstruktif dalam kegiatan harian dan mampu merencanakan masa depan.
C. EVALUASI

Evaluais adalah tahap akhir dari proses keperawatan, dimana kegiatan ini, dilakukan terus
menerus untuk menentukan apakah rencana tindakan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan. Evaluasi adalah proses hasil atau somatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan antara tujuan khusus dan tujuan
umum. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Klien dapat melakukan treatment untuk
mengendalikan dorongan bunuh dirinya 1x24 jam di dapatkan.

Berdasarkan hasil evaluasi hari pertama pada Strategi pelaksanaan I data subjektif yang
mengatakan pasien merasa tenang sudah melakukan treatment berdzikir untuk mengendalikan
dorongan bunuh dirinya. Pada evaluasi hari ke 2 masalah sudah teratasi pada SP I dan SP II
dapat mengidentifikasi aspek positif yang ada pada dirinya dengan mengontrol ingin bunuh
diirnya dengan meluapkan perasaannya melalui lukisan. Pada evaluasi ke 3 masalah teratasi SP I
dan SP II teratasi lanjut SP III Mengevaluasi masalah dan latihan sebelumnya dan mendorong
pasien memilih pola koping yang konstruktif dengan menyarankan pasien agar dapat melakukan
aktivitas kembali dan milih tempat bekerja yang sesuai dengan dirinya agar dapat diterima
dilingkungannya. Pada evaluasi ketiga Masalah sudah teratasi pada SP I II dan III dipertahankan.
Dan SP IV dilanjutkan seperti mengevauasi masalah dorongan pasien untuk membuat rencana
masa depan dan mengindentifikasi cara mencapai masa depan yang realistis. Jadi pada tahap
evaluasi pada klien dengan masalah resiko bunuh diri ini teralaksana sesuai rencana. Dengan
hasil klien dapat melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan yang realistis.
BAB VI

PENUTUPAN

Pada bab ini kami akan menarik kesimpulan dan saran yang terkait dengan Asuhan
Keperawatan pada Nn.A dengan Resiko Bunuh Diri di Ruang Cempaka yang kami lakukan pada
tanggal 27 September 2023, Sesuai dengan pembahasan yang telah kami lakukan sebelumnya.

A. KESIMPULAN
Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola prilaku yang secara klinis bermakna penderitaan
dan menimbulkan kelainan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia. Bunuh diri
adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri atau
melakukan tindakan yang mengancam nyawa. Bunuh diri telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di dunia yang mencuri perhatian global.
Pengkajian yang dilakukan pada Nn.A kami menemukan data sebagai berikut. Nn.A
dirawat sejak tanggal 28-09-2023 berada di ruangan Cempaka klien mengatakan dirinya
diantar oleh keluarganya dan baru pertama kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa, Nn.A
mengatakan pernah melakukan percobaan bunuh diri dengan cara meminum Rinso 3
gengggam, obat Paracetamol 25 tablet dan melukai dirinya menggunakan silet, Keluarga
klien mengatakan bahwa klien mengalami perubahan sejak seminggu yang lalu, klien
mengatakan merasa ingin mati karna depresi merasa kesal sering dimarahi sampai di pukul
dan disumpahi mati oleh ibunya. Saat ini Nn.A sangat berharap ingin cepat pulang dari
Rumah Sakit Jiwa ini. Diagnosa yang didapat pada Nn.A adalah Risiko Bunuh Diri.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan pada bab sebelumnya, kami menganjurkan beberapa saran untuk
dijadikan bahan evaluasi antara lain :
a) Bagi Mahasiswa
1. Mahasiswa diharapkan agar lebih menambah pengetahuan mengenai pelaksanaan
Asuhan Keperawatan pada klien dengan Resiko Bunuh Diri.
2. Mahasiswa lebih meningkatkan komunikasi Terapeutik dalam berinteraksi dengan
klien.
3. Mahasiswa sebaiknya memberikan Pendidikan Kesehatan untuk kesiapan di rumah
pada keluarga.
b) Bagi Rumah Sakit Dan Perawat
1. Dalam upaya untuk meningkatkan mutu dan pelayanan kami berharap dari pihak
Rumah Sakit menghimbau kepada para perawatnya untuk lebih memperhatikan
kesejahteraan klien dengan sikap empati dari perawat, dengan begitu akan kita
ketahui kebutuhan yang paling mendasar yang dibutuhkan oleh klien, agar
terlaknasanya pelayanan yang berkualitas seperti dengan memberikan sarana dan
fasilitas yang dapat menunjang peningkatan status kesehatan selain koping individu
klien itu sendiri.
2. Untuk para perawat dapat memberi waktu lebih sering untuk membiarkan semua
klien bersosialisasi dengan cara berinteraksi diluar ruangan agar tidak membuat
jenuh jika lebih sering berada didalam kamar.
DAFTAR PUSTAKA

Amira, I., maulana, I., Senjaya, S., Keperawatan, F., Padjadjaran JlRaya Bandung
Sumedang, U. K., & Sumedang Jawa Barat, K. (2023). INTERVENSI PENCEGAHAN
BUNUH DIRI PADA REMAJA: LITERATURE REVIEW SUICIDE PREVENTION
INTERVENTION IN YOUTH: LITERATURE REVIEW.

Rahayu, H., Setiawan, & Rima Agustin, W. (2022). PENGARUH TERAPI DZIKIR
TERHADAP RESIKO BUNUH DIRI PADA PASIEN GANGGUAN JIWA DI RUMAH
PELAYANAN SOSIAL DISABILITAS MENTAL ESTI TOMO WONOGIRI. 49.

Riskasdes. (2018). LAPORAN PROVINSI JAWA BARAT.

Khairi, A. M., Fadillah, G.F., & Triyono, T. (2017). Congnitive Restruturing Sebagai Upaya
Preventif

Bunuh Diri Siswa Di Sekolah. In Proceeding Seminar Lokakarya Nasional Bimbingan dan
Konseling 2017 Vol. 1, pp. 10-19)
World Health Organizing. (2019). Suicide. https://www.who.int/news-room/fact-
sheet/detail/suicide
Lampiran

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


RESIKO BUNUH DIRI
NAMA : Nn.A
Hari/Tgl/Jam : Jum’at 29/09/2023 15.00 – 15.30 WIB
Pertemuan : SP 1

A. KONDISI KLIEN
DS : Klien mengatakan ingin mati saja dan mencoba bunuh diri dengan mencoba
meminum sabun rinso 3 bungkus dan 10 obat paracetamol dan mecoba melukai dirinya
dengan menggunakan silet.
DO : Klien tampak murung, ekspresi wajah sedih, bicara pelan dengan mata berkaca –
kaca.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko Bunuh Diri
C. TUJUAN
Klien dapat mengendalikan dorongan bunuh diri
D. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Membina Hubungan Saling percaya
2. Mengidentifikasi benda benda yang dapat membahayakan pasien
3. Mengamankan benda benda yang dapat membhayakan pasien
4. Melakukan kontrak treatment
5. Mengendalikan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
6. Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
E. PROSES TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
b. Selamat pagi Ibu, perkenalkan saya Surianni Marnitta Purba Mahasiswa
Keperawatan
c. Universitas Pelita Harapan. Apakah benar ini Ibu Y. Ohh, senang dipanggil apa ?
Ohh Ibu
d. Y.
Selamat siang. kenalkan saya adalah perawat yang bertugas di ruang Cempaka
ini, saya dinas Siang dari jam 14.00 sampai 18.00.” namanya siapa? Senang
dipanggil siapa ?
b. Evaluasi dan validasi
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang Nn. A rasakan selama
ini. Dimana dan berapa lama kita bicara?”
c. Kontrak
Bagaimana kalau berbincang-bincang hari ini sekitar 30 menit. Diruangan ini ya ?
tentang kejadian yang dialami.
2. Fase Kerja
“Bagaimana perasaan Nn.A setelah terjadi kejaidan tersebut? Apakah dengan
kejadian ini Nn.A merasa paling menderita di dunia ini? Apakah Nn.A kehilangan
kepercayaan diri? Apakah Nn.A merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah
daripada orang lain? Apakah Nn.A merasa bersalah atau mempersalahkan diri
sendiri? Apakah Nn.A sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah Nn.A
berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap bahwa Nn.A
mati? Apakah A Nn.A pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana
caranya? Apa yang Nn.A rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh
dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien,
misalnya dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya Nn.A membutuhkan pertolongan
segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. ”Saya perlu memeriksa
seluruh isi kamar Nn.A ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang
membahayakan Nn.A.” ”Nah Nn.A, Karena Nn.A tampaknya masih memiliki
keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup Nn.A, maka saya tidak akan
membiarkan Nn.A sendiri.” ”Apa yang Nn.A lakukan kalau keinginan bunuh diri
muncul ? Kalau keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya Nn.A harus
langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman
yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan pada perawat, keluarga atau
teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan”. ”Saya percaya Nn.A dapat
mengatasi masalah, OK Nn.A?”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan
ingin bunuh diri?”
b. Evaluasi subjektif
”Coba A sebutkan lagi cara tersebut” ”Saya akan menemani A terus sampai
keinginan bunuh diri hilang” ( jangan meninggalkan pasien )
c. Rencana Tindak Lanjut
Pasien : baiklah. Selanjutnya mari kita masukan kedalah jadwal harian Nn.A
Perawat : baiklah, selanjutnya kita akan bertemu kembali untuk belajar cara
mengontrol Resiko bunuh diri dengan cara berfikir positif. Untuk waktunya 30
menit dan tempatnya disini ny,A
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
RISIKO BUNUH DIRI
Nama : Nn.A
Hari/tanggal :
Pertemuan : SP 3
A. Proses Keperawaatan
1. Kondisi Pasien
DS :
DO :
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Bunuh Diri
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat mengidentifikasi pola coping yang biasa diterapkan
pasien.
b. Klien dapat menilai pola coping yang biasa dilakukan.
c. Klien dapat mengidentifikasi pola coping yang konstruktif.
d. Klien dapat memilih pola coping yang konstruktif.
e. Klien dapat menerapkan pola coping konstruktif dalam kegiatan
harian.
B. Proses Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Assalamualaikum, selamat pagi kaka apa kabar?
b. Perkenalan
Kakak masih ingat dengan saya? Ayo siapa nama saya? Benar kak,
ingatan kaka luar biasa.
c. Membuka pembicaraan dengan topic umum
Bagaimana perasaan kakak hari ini? Tidurnya semalam nyenyak kak?
Kakak masih ingat tidak apa yang sudah kita bicarakan dipertemuan
pertama dan kedua kemarin ?
d. Kontrak
Topik : kakak sesuai dengan pembicaaran kita kemarin hari ini kita
akan berbincang kembali selama 15 menit aja boleh ya?
2. Fase Kerja
Apa saja dalam kaka yang perlu disyukuri? Siapa saja kira kira yang sedih
kalau kaka meninggal? Coba kaka ceritakan hal hal yang baik dalam
kehidupan kaka? Kedaan bagaimana yang membuat kaka merasa puas?
Bagus… ternyata kehidupan kaka masih ada yang baik yang patut kaka
syukuri. Coba kakak sebutkan kegiatan apa saja yang masih dapat kaka
lakukan selama ini? Bagaimana kalau kaka mencoba melakukan kegiatan
tersebut? Mari kita latih!
3. Fase Terminasi
Bagaimana perasaan kakak setelah bercakap-cakap? Bisa sebutkan
kembali apa yang patut kakak syukuri dalam hidup kakak? Ingat dan
ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan kakak jika terjadi dorongan
mengakhiri hidup. Bagus kakak coba ingat-ingat hal-hal yang masih kakak
miliki dan perlu kakak syukuri! Nanti kita bahas cara mengatasi masalah
dengan baik. Maunya dimana? Waktunya sekitar 15 menit. Baiklah, tapi
kalau ada prasaan-prasaan yang tidak terkendali segera hubungi saya ya!

Anda mungkin juga menyukai