PENULIS
Matias Nurhariyadi
01073179153
PENGUJI
SANOTARIUM DHARMAWANGSA
TANGERANG
BAB I................................................................................................................2
PENDAHULUAN ...............................................................................2
BAB II..............................................................................................................4
2.1 DEFENISI......................................................................................4
2.2 EPIDEMIOLOGI...........................................................................4
2.3 ETIOLOGI.....................................................................................5
2.3.1 FAKTOR SOSIOLOGIKAL......................................................8
2.3.2 FAKTOR PSIKOLOGIKAL ..................................................9
2.4 MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS..............................11
2.5 TATALKSANA............................................................................14
2.5.1 FARMAKOTERAPI..................................................................15
2.5.2 ECT.............................................................................................17
2.5.3 PSIKOTERAPI..........................................................................17
BAB III...........................................................................................................19
KESIMPULAN..................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi kasus bunuh diri di setiap negara tidak lah sama
tergantung dari berbagai faktor yang terdapat di sebuah negara tersebut.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh IHME (Institute for Health
Metrics and Evaluation) pada tahun 2016 didapatkan data yakni 817000
2.3 ETIOLOGI
Penyebab dari kematian oleh karena bunuh diri masih belom dapat
di pahami dengan sempurna. Perilaku ini diyakini berasal dari adanya
suatu interaksi yang sangat kompleks dari beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi pikiran seseorang.
Seperti halnya dalam penyakit gangguan-gangguan lain atau
penyakit-penyakit lain, perilaku bunuh diri juga memiliki berbagai macam
faktor resiko yakni:
Jenis kelamin. Terdapat fakta bahwa laki-laki 4 kali lebih banyak
melakukan bunuh diri dari perempuan walaupun perempuan memiliki
pemikiran untuk bunuh diri 3 kali lebih besar dari laki-laki. Hal ini
kemungkinan besar dipengaruhi oleh metode-metode yang dipakai dalam
melakukan bunuh diri. Laki-laki lebih cenderung untuk menggunakan
senjata api, gantung diri, dan melompat dari ketinggian tinggi. Perempuan
di sisi lain lebih sering menggunakan obat-obat psikoaktif dan racun
dengan dosis yang tinggi untuk melakukan bunuh diri(4).
Umur. Angka bunuh diri meningkat sesuai dengan bertambahnya
usia. Pada laki laki, puncak bunuh diri adalah ada pada usia 45 tahun;
Jika ide untuk bunuh diri ada dalam diri seseorang, seorang
psikiater pasti akan mencari lebih lanjut apakah ada rencana yang telah di
pikirkan dan apakah ada langkah-langkah yang sudah diambil untuk
menjalankan rencana tersebut. Walaupun beberapa kasus bunuh diri dapat
terjadi secara mendadak dan tanpa suatu perencanaan terlebih dahulu akan
tetapi rencana yang tersusun secara detail berhubungan dengan resiko
bunuh diri yang lebih besar. Dalam tabel 2.3.3 dibawah ini telah
dirangkum pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu klinisi untuk
memperoleh aspek-aspek spesifik tentang pemikiran, rencana, dan perilaku
bunuh diri(7).
2.5 TATALAKSANA
Sebagian besar bunuh diri pada pasien psikiatri dapat dicegah,
seperti yang dirunjukan oleh bukti bahwa pengkaijan atau terapi yang
tidak adekuat sering dikaitkan dengan bunuh diri. Beberapa pasien
mengalami penderitaan yang hebat dan cukup parah atau begitu lama dan
tidak sepertinya tidak berespon terhadap pengobatan apapun, sehingga
2.5.1 Farmakoterapi
Bukti untuk menurunkan resiko bunuh diri dengan menggunakan
terapi psikiatrik sangatlah terbatas. Data yang mendukung penggunaan
terapi psikofarmakologi hanya terbatas pada litium dan clozapine.
Sementara itu data penurunan resiko bunuh diri meggunakan antidepresan
dan mood-stabilizing sangatlah terbatas.
a. Antidepresant
Berdasarkan bukti bahwa resiko bunuh diri berkaitan dengan
gangguan depresi dan beberapa bentuk cemas, pengobatan mengguanakan
antidepresan seharusnya memiliki hubungan dengan penurunan tingkat
kematian akibat perilaku bunuh diri. Akan tetapi data yang mendukung hal
ini masihlah sangat tidak meyakinkan, karena berdasarkan teori ini, semua
jenis antidepresan atau anti cemas dapat menurunkan resiko perilaku
bunuh diri(8).
Seperti yang kita tau bahwa secara spesifik beberapa jenis
antidepresan memiliki tingkat keamanan yang berbeda-beda, ada yang
aman buat orang dengan perilaku bunuh diri, adapula yang tidak. Semua
golongan trycyclic antidepresant dan monoamine oxidase inhibitor
memiliki potensi mematikan dalam kondisi overdosis akut. Maka dari itu,
disarankan untuk menggunakan obat antidepresan golongan nontrisiklik
dan golongan non-MAOI.
b. Lithium
Berdasar kepada pengetahuan tentang intervensi farmakologi dan
hubungannya dengan resiko perilaku bunuh diri, pengobatan profilaksis
menggunakan garam lithium kepada pasien dengan gangguan afek
didukung oleh data-data pengobatan oleh psikiater dimana terjadi
penurunan resiko perilaku bunuh diri secara signifikan. Penelitian yang
dilakukan terhadap hubungan antara pengobatan lithium dengan bunuh diri
2.5.2 ECT
2.5.3 Psikoterapi