IMS 2017 (Semester 4) - 030217
IMS 2017 (Semester 4) - 030217
EDISI REVISI V
PENYULUHAN KESEHATAN:
INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)
(SEMESTER IV)
Disusun Oleh :
Tim Revisi Field Lab
1
TIM REVISI
PENERBIT :
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Jln. Ir Sutami No. 36A Kentingan Surakarta
Telp. 0271 – 6641178, Fax. 0271 634700
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas selesainya modul Field Lab dengan
topik Penyuluhan Kesehatan : Infeksi Menular Seksual (IMS). Topik Field Lab ini disusun
untuk memenuhi materi pendidikan Kedokteran Komunitas khususnya Infeksi Menular
Seksual.
Sejak tahun 1998 istilah STD (Sexually Transmitted Diseases) menjadi STI
(Sexually Transmitted Infection). Hal ini mengingat banyak infeksi menular seksual tanpa
gejala. Menurut badan kesehatan dunia (WHO) ada 30 jenis (bakteri, parasit, virus) yang
menyebabkan infeksi menular seksual.
Para mahasiswa kedokteran diharapkan, mengetahui, memahami cara mendiagnosa
dan menangani infeksi menular seksual di Fasilitas Kesehatan Pertama (Puskesmas).
Modul pembelajaran ini disusun untuk mendukung pencapaian kompetensi mahasiswa
kedokteran dalam hal penyuluhan kesehatan komunitas khususnya pada infeksi menular
seksual.
Tim penyusun modul Field Lab topik Infeksi Menular Seksual mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berkenan membantu
dalam penyusunan, penyempurnaan dan penerbitan modul ini.
3
ETIKA DAN PERATURAN PELAKSANAAN DI
PUSKESMAS
4
DAFTAR ISI
5
DAFTAR LAMPIRAN
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Field lab merupakan salah satu metode pembelajaran lapangan yang diterapkan oleh
FK UNS dengan tujuan agar mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar dan
mentransformasikan teori dengan kegiatan praktik di pusat kesehatan masyarakat
(puskesmas). Topik Infeksi menular seksual (IMS) merupakan topik kegiatan lapangan
yang keenam dimana mahasiswa yang ada dalam kegiatan ini adalah mahasiswa semester
Empat. Topik field lab yang telah dilalui adalah:
a. Keterampilan pemantauan status gizi balita dan ibu hamil
b. Keterampilan imunisasi
c. Program pengendalian penyakit menular: demam berdarah dengue
d. Keterampilan Penanggulangan tuberkulosis
e. Kesehatan Reproduksi
Pada topik IMS ini didefinisikan sebagai suatu metode pembelajaran laboratorium
lapangan yang melatih mahasiswa untuk Melakukan penyuluhan kesehatan komunitas
tentang IMS khususnya HIV/AIDS, malakukan program pencegahan dan pengobatan IMS
khususnya HIV/AIDS, melakukan tatalaksana IMS – HIV/AIDS dan proses rujukan kasus
IMS terutama yang berisiko tertular HIV/AIDS
B. Latar Belakang
Infeksi Menular Seksual (IMS) atau biasa disebut infkesi kelamin adalah infeksi
yang ditularkan melalui hubungan seksual. Kita gunakan kata infeksi bukan penyakit
untuk mengakomodir beberapa infeksi menular seksual yang tidak menampakkan
gejala. Yang termasuk IMS adalah Syphillis, Gonorhoe, Trichomoniasis, Chlamydia,
Herpes Genitalis, HIV/AIDS dan beberapa lainnya. Penderita IMS adalah penderita
yang mempunyai gejala seperti gejala penyakit yang datangnya secara lambat/
menahun/ kronis. Infeksi Menular Seksual jika tidak ditangani dengan baik maka
dapat merupakan penyebab kemandulan (infertilitas) dan dalam beberapa laporan
menjadi salah satu pemicu terjadi kanker pada organ reproduksi jika tidak ditangani
7
dengan baik. Usia produktif 15 – 49 tahun merupakan usia terbanyak yang rentan
mengalami infeksi menular seksual
Penyebab utama meningkatnya IMS di negara-negara berkembang seperti di
Indonesia antara lain adalah:
a. Kemiskinan dan kebodohan
b. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran mengenai kesehatan reproduksi di kalangan
anak remaja
c. Tabu membicarakan masalah organ-organ reproduksi sejak dini.
d. Perubahan gaya hidup global, jumlah penduduk yang terus meningkat dan
perubahan struktur penduduk.
8
C. Peta Kurikulum
Semester Topik Field Lab Kegiatan Blok/Skills Lab
I Keterampilan pemantauan status gizi Blok Metabolisme, Nutrisi, dan Obat
balita dan ibu hamil Skills lab Komunikasi
Skills lab Dasar pemeriksaan fisik
Skills lab Antropometri
II Keterampilan Imunisasi Blok Imunologi
Skills Lab Anamnesis
Skills lab teknik asepti dan sterilisasi
Program Pengendalian Penyakit Blok Penyakit Infeksi Menular
Menular: Demam Berdarah Dengue
III Keterampilan Penanggulangan Blok Sistem Respirasi
tuberkulosis Skills lab Pemeriksaan Siprometri
Skills lab Pemeriksaan sputum BTA
dan Gram
Skills lab Pemeriksaan respirasi
IV Kesehatan Reproduksi Blok Sistem Reproduksi
Skills lab Pemeriksaan Ginekologi
dan Obstetri
Pemeriksaan Puerperium dan
Kontrasepsi
Infeksi Menular Seksual Blok Sistem Urogenital
Skills lab pemeriksaan perianal dan
genital pria
V Pembinaan UKS, kesehatan Jiwa dan Blok Psikiatri
NAPZA Skills lab pemeriksaan psikitari
Koimunikasi Informasi dan Edukasi Blok Sistem Kulit
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Blok Psikiatri
Sehat)
VI Keterampilan Manajemen Terpadu Blok Pediatri
Balita Sakit (MTBS) Skills lab heteroanamnesis dan
pemeriksaan fisik anak
KIE: Pembinaan posyandu lansia guna Blok Geriatri
pelayanan kesehatan lansia
VII Keterampilan kedokteran keluarga: Blok Ilmu kedokteran komunitas
Kunjungan pasien di rumah (home
visit)
D. Tujuan Pembelajaran
Setelah melakukan kegiatan laboratorium lapangan diharapkan mahasiswa dapat
memiliki kemampuan:
a. Melakukan penyuluhan kesehatan komunitas tentang IMS khususnya HIV/AIDS
b. Melakukan program pencegahan dan pengobatan IMS khususnya HIV/AIDS
c. Melakukan tatalaksana IMS – HIV/AIDS
d. Melakukan proses rujukan kasus IMS terutama yang berisiko tertular HIV/AIDS
9
E. Matriks Pembelajaran
Learning Objective Metode Waktu
1. Melakukan penyuluhan kesehatan
- Kuliah Pengantar
komunitas tentang IMS - Belajar mandiri
- Diskusi dengan Dosen
khususnya HIV/AIDS Pembimbing Lapangan
- Observasi lapangan
- Penyuluhan
10
BAB II
STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Tahap Persiapan
a. Kegiatan laboratorium lapangan dilakukan dalam kelompok yang terdiri dari 10-13
mahasiswa
b. Tiap kelompok dipandu oleh 1 instruktur lapangan (dokter puskesmas)
c. Tiap kelompok dibimbing oleh 1 Dosen Pendamping Lapangan (Dosen Field Lab
FK UNS)
d. Lokasi: 6 DKK yang mempunyai kerjasama dengan FK UNS (Sragen, Wonogiri,
Sukoharjo, Klaten, Karanganyar, Boyolali)
e. Pembagian kelompok dilakukan oleh pengelola Field lab, dengan konfirmasi
jadwal kelompok kepada DKK dan Puskesmas terkait
f. Pembekalan materi diberikan pada kuliah pengantar field lab, sesuai jadwal dari
pengelola KBK FK UNS
g. Setelah kuliah pengantar dan sebelum mahasiswa ke lapangan dilakukan pretes
untuk mahasiswa
h. Sebelum pelaksanaan di lapangan mahasiswa diwajibkan berkonsultasi terlebih
dahulu dengan Dosen Pendamping Lapangan dari FK UNS
i. Sebelum pelaksanaan di lapangan mahasiswa wajib konfirmasi terlebih dahulu
dengan Kepala Puskesmas melalui telepon, sms, whatsapp (nomor telepon Kepala
Puskesmas tersedia di kantor Field lab) dengan sopan.
j. Tiap mahasiswa wajib membuat lembar cara kerja/Buku Rencana Kerja (BRK),
yang diserahkan kepada instruktur lapangan pada pagi hari sebelum pelaksanaan.
Lembar cara kerja berisi:
Kegiatan pembelajaran (konsultasi dengan DPL, Lapangan 1,2 dan 3)
Umpan balik (feed back) dari Kepala Puskesmas atau instruktur lapangan
Refleksi pembelajaran field lab
k. BRK ditanda tangani oleh Kepala Puskesmas dan Dosen Pendamping Lapangan
kemudian dikumpulkan ke Field Lab.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pelaksanaan di lapangan 3 (tiga) hari, sesuai jadwal yang telah disusun tim
pengelola Field lab dan tim pengelola KBK FK UNS.
Hari I : Perencanaan dan persiapan bersama instruktur mengenai kegiatan Field
lab yang akan dilaksanakan.
Hari II : Pelaksanaan, pencatatan, dan pelaporan kegiatan.
11
Hari III : Pengumpulan laporan dan evaluasi.
b. Peraturan yang harus ditaati mahasiswa :
1) Mahasiswa harus memakai almamater di lapangan, dikancing rapi.
2) Mahasiswa datang sesuai dengan jam buka Puskesmas, kemudian menemui
instruktur.
3) Mengikuti kegiatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas yang bersangkutan
(Perencanaan, Persiapan, Pelaksanaan, Pencatatan, Pelaporan).
4) Mahasiswa diperkenankan melakukan konseling pada pasien/sasaran dengan
pendampingan dari pembimbing atau instruktur (tenaga kesehatan) di
Puskesmas.
5) Apabila hari tersebut tidak ada jadwal penyuluhan di Puskesmas yang
bersangkutan, mahasiswa mengikuti demonstrasi pelayanan penyuluhan di
Puskesmas.
6) Kelompok diperbolehkan mengganti hari, mengikuti jadwal kegiatan
Puskesmas (mengikuti jadwal Posyandu). Dengan catatan tidak mengganggu
kegiatan pembelajaran lain di FK dan lapor pada pengelola Field lab/dosen
pendamping lapangan.
3. Tahap Pembuatan Laporan
a. Laporan kelompok, dibuat secara berkelompok sebanyak dua eksemplar:
1. satu eksemplar untuk Puskesmas
2. satu eksemplar untuk bagian Field lab
(menyesuaikan kebijakan Puskesmas)
b. Format Laporan
1) Halaman Cover
2) Lembar Pengesahan
3) Daftar Isi
4) Bab I : Pendahuluan dan Tujuan Pembelajaran
Uraikan secara singkat tentang topik Field lab dan tujuan pembelajaran dari
topik tersebut.
5) Bab II : Kegiatan yang Dilakukan
6) Bab III : Pembahasan
12
Berikan penjelasan lebih lanjut mengenai pokok-pokok dari kegiatan yang
dilaksanakan serta uraikan pula kendala serta solusi dari kegiatan yang telah
dilaksanakan.
7) Bab IV : Penutup
Beri simpulan dan saran dari kegiatan yang telah dilaksanakan.
8) Daftar Pustaka
c. Laporan diketik komputer, ±10 halaman, hari ketiga pelaksanaan harus
diserahkan instruktur lapangan untuk disetujui/disahkan. Ditunjukkan dengan
lembar tanda tangan persetujuan instruktur lapangan.
d. Satu eksemplar laporan diserahkan pada instruktur lapangan, satu laporan
diserahkan pada pengelola Field lab setelah disahkan instruktur lapangan
(paling lambat 1 minggu sesudah pelaksanaan).
e. Apabila mahasiswa membuat laporan persis dengan laporan milik temannya,
maka akan dikembalikan.
f. Setiap kelompok mengumpulkan CD yang berisi soft file laporan kelompok dan
soft file laporan individu, soft file power point (ppt) serta dokumentasi kegiatan
lapangan berupa foto dan video.
g. Dokumentasi video di gabung menjadi satu file dengan durasi waktu minimal 3
menit dan maksimal 10 menit. Suara video harus jelas dan ada keikutsertaan
Kapuskes dalam video tersebut.
13
BAB III
METODE & PROSEDUR KERJA
B. Prosedur Kerja
1. Diagnosis HIV-AIDS
Seorang ibu rumah tangga datang ke Dokter A, dengan keluhan demam tinggi
dan batuk darah. Ibu tersebut mengeluh bahwa sakitnya sudah lama dan berkali-kali
dirawat inap di rumah sakit dengan keluhan serupa. Anamnesis lebih lanjut, suaminya
telah meninggal dunia dan mempunyai riwayat memakai injeksi Narkoba (IDU).
Dokter A tanpa melakukan pemeriksaan lebih lanjut menyatakan kemungkinan ibu
tersebut menderita AIDS. Pasien tidak puas lalu datang ke dokter B, kemudian oleh
14
dokter B disarankan melakukan pemeriksaan laboratorium. Sputum BTA, Foto
Thoraks dan pemeriksaan darah berupa Limfosit T.
Hasil pemeriksaan jumlah Limfosit T Helper (CD4) menunjukkan jumlah yang
sangat rendah. Dokter B mendiagnosis HIV dan pasien berkonsultasi apakah
penyakitnya dapat disembuhkan dan apakah ada obatnya.
Pertanyaan:
1. Menurut anda dokter yang manakah yang lebih kompeten, apa alasannya?
(Kompetensi cara berpikir kritis/Critical Thinking)
2. Bukti-bukti apakah yang perlu dikumpulkan untuk memahami masalah pasien
tersebut? (Kompetensi Critical Thinking dan Evidance Based Medicine=EBM
Diagnosis)
3. Keterangan apa yang sebaiknya diberikan oleh dokter sehubungan dengan
pertanyaan pasien? ( Kompetensi EBM Diagnosis dan Etika)
15
2. Bentuk Strategi Penyuluhan IMS :
a. Bimbingan dan Penyuluhan (Guidance and Counseling)
Melalui bimbingan dan konseling, kontak antara klien dengan petugas
kesehatan akan lebih dekat dan tentu lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi
oleh klien dapat diketahui dan dibantu penyelesaiannya. Diharapkan klien tersebut
dengan sukarela, penuh kesadaran, penuh perhatian, akan menerima perilaku yang
diajarkan tersebut (mengubah perilaku).
b. Interview (Wawancara)
Interview sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan.
Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi
mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan perilaku, untuk mengetahui
apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar
pengertian atau kesadaran yang kuat. Apabila belum maka perlu penyuluhan yang
lebih mendalam.
16
a. Mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau
disusun dalam diagram atau skema.
b. Menyiapkan alat-alat bantu pengajaran misalnya makalah singkat, slide,
transparan, sound system (pengeras suara), dan sebagainya.
Pelaksanaan
Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah
tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk dapat menguasai sasaran
(dalam arti psikologis), penceramah dapat melakukan hal-hal sebagai
berikut :
a. Sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu
dan gelisah.
b. Suara hendaknya cukup keras dan jelas.
c. Pandangan hendaknya tertuju ke seluruh peserta ceramah.
d. Berdiri di depan (di pertengahan), tidak boleh duduk.
e. Menggunakan alat-alat bantu (AVA) semaksimal mungkin.
c.1.b Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan
menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli
atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya
dianggap hangat di masyarakat.
17
Pimpinan diskusi / penyuluh juga duduk di antara peserta sehingga
tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi. Tepatnya mereka dalam taraf
yang sama sehingga tiap anggota kelompok ada kebebasan / keterbukaan
untuk mengeluarkan pendapat.
18
c.2.4 Kelompok Kecil-Kecil (Bruzz Group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil (buzz group)
kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama / tidak dengan kelompok lain
dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya
kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.
Oleh karena sasaran pendidikan ini bersifat umum dalam arti tidak membedakan
golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan
sebagainya maka pesan-pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pendekatan ini biasanya
digunakan untuk menggugah awareness atau kesadaran masyarakat terhadap suatu
inovasi, belum begitu diharapkan sampai dengan perubahan perilaku. Namun demikian
19
bila sudah sampai berpengaruh terhadap perubahan perilaku adalah wajar. Pada
umumnya bentuk pendekatan (cara) massa ini tidak langsung. Biasanya menggunakan
atau melalui media massa. Beberapa contoh metode ini, antara lain :
20
3. Menghitung kebutuhan peralatan peraga penyuluhan IMS
Peralatan peraga diperlukan agar penyuluhan menjadi lebih menarik perhatian
pendengar. Misalnya dengan menggunakan media bagan, elektronik, maupun role play.
21
C. Form Penilaian
Nama :
NIM :
Kelompok :
Puskesmas :
No. Keterangan 0 1 2 3 4
1. Persiapan
Membuat format rencana kerja sesuai panduan
Membuat materi penyuluhan
Presentasi rencana kerja dan materi penyuluhan
2. Sikap dan tingkah laku
Menunjukkan kedisplinan (datang tepat waktu)
Menunjukkan kesiapan mengikuti kegiatan
Menunjukkan penampilan rapi dan sikap sopan
kepada staf Puskesmas dan masyarakat
Menunjukkan sikap bersungguh-sungguh dalam
mengikuti semua kegiatan
3. Pelaksanaan
Menentukan sasaran Penyuluhan IMS
Melakukan penyuluhan IMS pada masyarakat
Memperhatikan demonstrasi/FGD masalah IMS
Menjelaskan bila ada suspek IMS-HIV/AIDS, dan
pencatatan pelaporannya
3. Laporan
Presentasi hasil laporan
Isi laporan sesuai kegiatan
Format laporan sesuai panduan
JUMLAH NILAI
Keterangan :
0: tidak melakukan
1: melakukan kurang dari 40 %
2: melakukan 40-60%
3: melakukan 60-80 %
4: melakukan 80-100 %
Jumlah Nilai
NILAI : -------------------- X 100 = ........................
56
22
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. HIV/AIDS
1. Etiologi
Klien yang mendapatkan Penanganan HIV/AIDS adalah klien yang
mendapat penanganan HIV/AIDS sesuai standar di satu wilayah kerja Puskesmas
pada kurun waktu tertentu.
HIV merupakan singkatan dari ’human immunodeficiency virus’. HIV
merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia
(terutama CD4+ T-sel dan macrophages) komponen-komponen utama sistem
kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini
mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang
akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh (CD4+ <200/ml), terjadi AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Sistem kekebalan tubuh dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat
lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang
kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap
berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak
mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan
defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “opportunistic infection” karena
infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.
23
terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion adalah pembentukan antibodi
akibat HIV yang biasanya terjadi antara enam minggu dan tiga bulan setelah
terjadinya infeksi.
Kendatipun infeksi HIV tidak disertai gejala awal, seseorang yang terinfeksi
HIV sangat mudah menularkan virus tersebut kepada orang lain. Satu-satunya cara
untuk menentukan apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang adalah melalui tes
HIV. Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan
tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan dapat
menyebabkan berkembangnya AIDS.
Apakah AIDS ?
24
Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung
lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TB paru-paru), atau
Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran
tenggorokan (oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru-
paru (bronchi) atau paru-paru dan Sarkoma Kaposi. Penyakit-penyakit penyerta
pada orang dengan HIV + digunakan sebagai indikator AIDS.
Sebagian besar keadaan ini merupakan infeksi oportunistik yang apabila
diderita oleh orang yang sehat, dapat diobati.
2. Cara Penularan
Cara Penularan virus HIV AIDS
1. Melalui darah. Misalnya ; Transfusi darah, terkena darah HIV+ pada kulit
yang terluka, jarum suntik yang dipakai secara bergantian.
2. Melalui cairan semen, air mani (sperma atau peju Pria). Misalnya ; seorang
Pria berhubungan badan dengan pasangannya tanpa menggunakan kondom
atau pengaman lainnya, oral sex, anal sex.
3. Melalui cairan vagina pada Wanita. Misalnya ; Wanita yang berhubungan
badan tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu seks, oral seks, anal
sex.
4. Melalui Air Susu Ibu (ASI). Misalnya ; Bayi meminum ASI dari wanita
HIV+.
Adapun cairan tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita
HIV+ antara lain Saliva (air liur atau air ludah), Feses (kotoran atau tinja),
Air mata, Air keringat serta Urine (Air seni atau air kencing).
Seseorang yang terkena virus HIV pada awalnya, tidak memberikan tanda dan
gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu
tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah
kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa
tahun dan perlahan kekebalan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena
serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan
25
menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan
aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya
adalah seperti di bawah ini :
26
Luka pada saluran kemih, menderita penyakit syphilis. Dibandingkan Pria
maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya
adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga
(tulang) pelvic dikenal sebagai istilah ‘pelvic inflammatory disease (PID)’ dan
mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).
3. Diagnosis
Curiga AIDS secara klinis :
• Batuk lebih dari 2 – 3 minggu
• Penurunan berat badan menyolok > 10 %
• Panas > 1 bulan
• Diare > 1 bulan
• Perhatikan : kandidiasis oral
• Herpes zooster yang luas, kambuhan
• Sariawan rekuren dan berat
27
• Riwayat transfusi
• Perhatikan ciri khas / tanda kelompok risiko
(misal : tato , perilaku tertentu)
• Sekarang HIV sudah berkembang tidak saja pada kelompok berresiko tinggi (risti)
tetapi juga pasangan hetero-seksual dan ibu rumah tangga yang setia, dan bayi yang
menderita HIV/AIDs karena meminum ASI dari ibunya yang terinfeksi, kelak jika
ia mampu bertahan hidup hingga menikah dapat menularkan penyakitnya pada
pasangannya.
Diagnosis Laboratorium :
- Serologis / deteksi antibodi : rapid tes, ELISA, Western Blot (untuk konfirmasi)
- Deteksi virus : RT- PCR, antigen p24
• Indikasi :
- Pasien secara klinis dicurigai menderita AIDS
- Orang dengan risiko tinggi
- Pasien infeksi menular seksual
- Ibu hamil di antenatal care ( PMTCT )
- Pasangan seks atau anak dari pasien positip HIV
Perhatikan hasil negatif palsu karena periode jendela. Pada risiko tinggi , tes
perlu diulang 3 bulan kemudian, dan seterusnya tiap 3 bulan.
• Hati-hati hasil laboratorium positif palsu terutama pada pasien yang
asimptomatik.
Pemeriksaan serologi harus dikonfirmasi dengan Western Blot, atau setidaknya
harus dengan strategi 3 test dengan metode berbeda yang melibatkan ELISA.
28
Voluntary Counseling and Testing (VCT) adalah kegiatan konseling dan Test
HIV secara sukarela
Perawatan orang sakit dengan HIV/AIDS
Pengobatan infeksi Opportunistik
Sistem pelaporan kasus HIV/AIDS
B. Gonorhea
1. Etiologi
Pada laki – laki dikenal sebagai “kencing nanah”. Penyebabnya bakteri yang
disebut Neisseria gonorrrheae. Gejala muncul antara 2 hinga 10 hari setelah terjadi
hubungan seksual.
6. Cara Penularan
Melalui hubungan seksual
7. Gejala
a. Pada Perempuan
- keluar cairan kental berwarna kekuningan
- nyeri perut bagian bawah
- dapat muncul tanpa gejala
b. Pada Laki-laki (Morning Drop)
- keluar nanah dari kemaluan
- sakit saat kencing
29
8. Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan, antara lain:
a. Sediaan langsung dengan perwarnaan Gram akan ditemukan gonokok
negatif-Gram
b. Kultur untuk identifikasi
c. Tes definitif antara lain;
Tes oksidasi yaitu reagen yang mengandung larutan tetrametil-p-
fenilendiamin dimana akan memberi reaksi positif dengan
perubahan warna koloni yang semula bening berubah menjadi merah
muda.
Tes fermentasi menggunakan reagen glukosa, maltosa dan sukrosa,
dimana gonococcus meragikan glukosa.
5. Tatalaksana
Pengobatan untuk penyakit Gonorhea antara lain dengan menggunakan
antibiotika: Penicilin, Amoksisilin, Sefalosporin, Spektinomisin, Kanamisin, dan
Tiamfenikol.
F. Syphilis
1. Etiologi
Disebut juga dengan “raja singa”.
Disebabkan oleh bakteri Treponema
pallidum. Gejala – gejala muncul antara 2-
6 minggu (kadang- kadang 3 bulan)
setalah terjadi hubungan seksual.
2. Cara Penularan
- melalui kontak seksual
- melalui kontak langsung dengan lesi
- penularan dari ibu ke anak
30
9. Gejala
Primer : tampak luka tunggal, menonjol dan tidak nyeri.
Sekunder : bintil / bercak merah di tubuh yang hilang sendiri atau tanpa
gejala.
Tersier : kelainan jantung, kulit, pembuluh darah dan gangguan syaraf.
4. Diagnosis
a. Pemeriksaan Treponema Pallidum dengan mengambil serum dari lesi kulit,
kemudian dilihat bentuk dan pergerakkannya. Treponema akan tampak
berwarna putih latar belakang gelap dan pergerakkannya memutar terhadap
sumbunya.
b. T.S.S. atau serologic Tests for Syphilis sebagai ukuran untuk mengevaluasi
tes serologi ialah sensitivitas dan spesifitas.
5.Tatalaksana
Pengobatannya juga harus dilakukan pada mitra seksualnya serta sebelum sembuh
penderita dilarang bersenggama. Obat-obat yang digunakan yaitu Penisilin dan
antibiotika lainnya yang sifatnya sinergis.
31
Konsekuensi
• Dapat meningkatkan resiko terjadinya Kanker Leher Rahim dan Kanker Penis
• Dapat ditularkan ke pasangan seksual, baik melalui vagina, anal bahkan melalui
oral sex.
Pengobatan
• Belum ada obat yang dapat menghilangkan virus penyebab kutil. Pada tahap
pertama kutil dapat diobati dengan bahan kimia yang bisa menghapus kutil. Bila
besar perlu operasi di rumah sakit. Namun operasi sering kali tidak efektif, karena
kutil dapat muncul kembali.
H. Herpes Genitalis
Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas berupa vesikel
yang berkelompok dengan dasar eritem bersifat rekuren. Herpes genitalis terjadi pada alat
genital dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha). Ada dua macam tipe HSV (Herpes
Simplex Virus) yaitu: HSV-1 dan HSV-2 dan keduanya dapat menyebabkan herpes genital.
Infeksi HSV-2 sering ditularkan melalui hubungan seks dan dapat menyebabkan rekurensi
dan ulserasi genital yang nyeri. Tipe 1 biasanya mengenai mulut dan tipe 2 mengenai
daerah genital.
1. Etiologi
Herpes genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis (HVH), yang
merupakan anggota dari famili herpesviridae. Adapun tipe-tipe dari HSV:
- Herpes simplex virus tipe I: umumnya menyebabkan lesi atau luka padasekitar
wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.
- Herpes simplex virus tipe II: umumnya menyebabkan lesi pada genital dan
sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha).
Herpes simplex virus tergolong dalam famili herpes virus, selain HSV yang juga
termasuk dalam golongan ini adalah Epstein Barr (mono) dan varisela zoster yang
menyebabkan herpes zoster dan varisela. Sebagian besar kasus herpes genitalis
32
disebabkan oleh HSV-2, namun tidak menutup kemungkinan HSV-1 menyebabkan
kelainan yang sama.
Pada umumnya disebabkan oleh HSV-2 yang penularannya secara utama melalui
vaginal atau anal seks. Beberapa tahun ini, HSV-1 telah lebih sering juga menyebabkan
herpes genital. HSV-1 genital menyebar lewat oral seks yang memiliki cold sore pada
mulut atau bibir, tetapi beberapa kasus dihasilkan dari vaginal atau seks anal.
2. Gejala Klinik
Tanda utama dari genital herpes adalah luka di sekitar vagina, penis, atau di daerah
anus. Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul di skrotum, bokong atau paha. Luka
dapat muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi.
Gejala dari herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu setelah orang
terinfeksi dan dapat saja berlangsung untuk beberapa minggu. Adapun gejalanya sebagai
berikut:
- Nyeri dan disuria
- Uretral dan vaginal discharge
- Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala)
- Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal
- Nyeri pada rektum, tenesmus
Tanda-tanda:
- Eritema, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta tergantung pada
tingkat infeksi
- Limfadenopati inguinal
- Faringitis
- Cervisitis
33
Gambar Herpes genitalis pada perempuan
3. Diagnosis
Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok
dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Gejala dan tanda dihubungkan dengan HSV-2.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik jika gejalanya khas dan
melalui pengambilan contoh dari luka (lesi) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Tes
darah yang mendeteksi HSV-1 dan HSV-2 dapat menolong meskipun hasilnya tidak terlalu
memuaskan. Virus ini tak selalu dapat dideteksi lewat tes laboratorium. Tes kultur jaringan
diperlukan untuk melihat tumbuh tidaknya virus Herpes di dalam kultur. Materi kultur
diambil pada dengan cara mengusap (swab) luka yang dicurigai Herpes. Pemeriksaan
Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan
inklusi intranuklear.
34
PROGRAM PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)
Infeksi Menular Seksual yang Diobati adalah Kasus Infeksi Menular Seksual
(IMS) yang ditemukan berdasarkan gejala-gejala dan penyebabnya serta diobati
sesuai standar di satu wilayah kerja Puskesmas pada kurun waktu 1 tahun.
Tabel 2. Diskripsi Cakupan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang diobati Menurut
Kecamatan tahun 2005-2007
No Cakupan Infeksi Menular 2005 2006 2007
Seksual (IMS) yang diobati
1 Kabupaten Semarang 51.96 68.64 68.31
2 Data Kosong 20 puskesmas 19 puskesmas 18 puskesmas
Sumber: Bappeda Kab. Semarang, 2008. Kompilasi data dari Pusat kesehatan Masyarakat di Seluruh
Kabupaten Semarang.
Dari data tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa Cakupan Infeksi Menular
Seksual (IMS) yang diobati di Kabupaten semarang tahun 2005-2007, target SPM tahun
2005 yaitu 100% dan pada tahun 2010 sebesar 100% juga. Pada tahun 2005 didapatkan
cakupan klien yang mendapatkan penanganan HIV-AIDS sebesar 51.96% dari
Puskesmas Bergas dan Puskesmas Tengaran, hal ini masih berada jauh dibawah target
SPM tahun 2005. Sedangkan masih ada 20 puskesmas yang datanya kosong, hal ini dapat
disebabkan karena memang tidak ada pasien penderita infeksi menular seksual yang
ditemukan oleh puskesmas. Pada tahun 2006 didapatkan Cakupan Infeksi Menular
Seksual (IMS) yang diobati di Kabupaten Semarang mengalami peningkatan yaitu
68.64%. Angka tersebut berasal dari Puskesmas Bergas, Tengaran dan Sumowono.
Puskesmas yang datanya kosong ada 19 puskesmas. Pada tahun 2007 didapatkan
Cakupan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Kabupaten Semarang sebanyak 68.31%.
Angka tersebut berasal dari Bergas, Tengaran dan Sumowono ditambah dengan 805
orang dari Puskesmas Duren Ambarawa.
Dari hasil evaluasi ini, ternyata pada tahun 2005 cakupan IMS yang diobati
belum mencukupi target SPM Dinkes Jateng. Perlu dikonfirmasikan ke tiap-tiap
35
puskesmas apakah data kosong yang didapatkan memang karena tidak ada penderita
infeksi menular seksual atau karena sebab lain. Pada tahun 2006 cakupan meningkat.
Sedangkan tahun 2007 jumlah cakupannya hampir sama dengan tahun sebelumnya
ditambah data dari Puskesmas Duren sebanyak 805 orang. Sebaiknya data yang
dikirimkan bukan berupa jumlah orang tetapi berupa cakupan sehingga datanya dapat
dibandingkan dengan data dari tahun-tahun sebelumnya serta dapat dilihat tren-nya
mengalami peningkatan atau penurunan. Oleh karena itu perlu ditingkatkan upaya-upaya
program pencegahan Infeksi Menular Seksual di tiap-tiap puskesmas:
1) Pengobatan IMS
a. Advokasi
b. Meningkatkan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) Pencegahan IMS,
Pemeriksaan IMS dan pengobatan secara dini
c. Pendidikan dan latihan bagi petugas kesehatan dalam tatalaksana penderita IMS.
d. Mengembangkan Klinik IMS di lokasi/ lokalisasi penjaja seks, meski ini sudah
susah dilakukan karena lokalisasi juga sudah banyak yang dihancurkan.
e. Pemeriksaan IMS berkala kepada para PS dan pramuria di lokasi, lokalisasi,
BAR, Karaoke, Panti Pijat.
36
a. Melakukan social–marketing dan meningkatkan akses kondom kepada PSK dan
pelanggannya.
b. Meningkatkan ketersediaan kondom, memperluas jaringan distribusinya melalui
swasta, LSM dan Pemerintah.
c. Meningkatkan KIE tentang manfaat penggunaan kondom.
d. Meningkatkan kualitas kondom (memilih kondom yang berkualitas).
37
KAJIAN ILMIAH ’IMS’
Konsep Map
DATA
(Buku)
MASALAH
KESEHATAN DOKTER DATA Bukti
(Diagnosis (Internet)
HIV AIDS)
KEPUTUSAN
DATA MEDIS
Hasil Lab
38
5. Pelayanan IMS
Dilaksanakan di Puskesmas Manahan dan Puskesmas Sangkrah atas kerja sama
DKK Surakarta dengan GF – ATM diperuntukkan bagi umum termasuk kelompok
risiko tinggi.
6. Pembentukan DIC (Droup in Centre)
Oleh LSM Mitra Alam sebagai tempat konsultasi dan informasi mengenai bahaya
Narkoba/NAPZA bagi generasi muda/ pemuda/remaja. (PB IDI, 2000)
Sejak masuknya virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel
darah putih (yang berperan dalam sistim kekebalan tubuh) dan setelah 5-10 tahun maka
kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS dimana terjadi
berbagai infeksi seperti misalnya infeksi jamur, mudah terinfeksi virus lainnya seperti
influenza dan infeksi bakteri seperti hepatitis A, B, C. Juga dapat mengalami kelainan
organ seperti hati, ginjal dan rentan terhadap terjadinya kanker. Penderita akan meninggal
dalam waktu 1-2 tahun kemudian jika tidak ditangani dengan baik.
39
penanggulangan AIDS) sampai dengan akhir 1995, jumlah orang yang terinfeksi HIV
(Human Immuno-deficiency Virus) di dunia telah mencapai 28 juta dimana 2,4 juta
diantaranya adalah kasus bayi dan anak-anak. Setiap hari terjadi infeksi baru sebanyak
8500 orang, sekitar 1000 diantaranya bayi dan anak-anak (UNAIDS, 2006).
b. Sejumlah 5,8 juta orang telah meninggal akibat AIDS (Acquired Immuno Deficiency
Syndrome), 1,3 juta diantaranya adalah bayi dan anak. HIV/AIDS telah menjadi
penyebab kematian utama di Amerika Serikat, Afrika Sub-sahara dan Thailand. Di
Zambia, epidemi AIDS telah menurunkan usia harapan hidup dari 66 tahun menjadi
33 tahun, di Zimbabwe akan menurun dari 70 tahun menjadi 40 tahun dan di Uganda
turun dari 59 tahun menjadi 31 tahun pada tahun 2010.
c. Pada tahun 2015 sejumlah 36,7 juta orang penderita HIV dan 1,1 juta kematian
akibat AIDs di seluruh dunia. (WHO, 2015).
Ada beberapa hasil penelitian antara lain di negara industri, seorang dewasa yang
terinfeksi HIV akan menjadi AIDS dalam kurun waktu 12 tahun, sedangkan di negara
berkembang kurun waktunya lebih pendek yaitu 7 tahun. Setelah menjadi AIDS,
survival rate di negara industri telah bisa diperpanjang menjadi 3 tahun, sedangkan di
negara berkembang masih kurang dari 1 tahun. Survival rate ini berhubungan erat
dengan penggunaan obat antiretroviral, pengobatan terhadap infeksi oportunistik dan
kualitas pelayanan yang lebih baik.
40
DAFTAR PUSTAKA
DEPKES. 2000. Stigmatisasi dan Diskriminasi pada HIV AIDS. Pengurus Besar IDI.
www.depkes.go.id Edit terakhir: 9 Mei 2008
Handoko R.P. Herpes Simpleks dalam Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Djuanda Adhi,
Hamzah M, Aisah S (ed).ed 3 cet.4 2004. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, p359-361
Marshal C, 2008. Diseases and Disorders. Tannytown, New York. Pg 25 ISBN 978-92-4-
159562-9
Saenang RH, Djawad K, Amin S. Herpes Genetalis. Dalam: Amiruddin MD, editor.
Penyakit Menular Seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2,
Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003. www.depkes.go.id/ index.php?option Update :
14 Juli 2006
Sutardi H. Herpes Simplex Manifestasi Klinis dan Pengobatan. Dalam: Ebers papyrus.
WHO, 2015. HIV/AIDs Fact sheet no. 360. World Health Organization.
41
LAMPIRAN 1. REFLEKSI PEMBELAJARAN FIELD LAB
1. Apa yang Anda harapkan dari pembelajaran Field Lab Topik ini?
2. Aspek kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) apa saja yang udah Anda
dapatkan dalam mencapai tujuan pembelajaran field lab?
a. Aspek pengetahuan
b. Aspek keterampilan
c. Aspek sikap
3. Apakah yang belum atau tidak Anda lakukan dengan baik untuk mencapai apa yang
Anda harapkan dan tujuan pembelajaran field lab?
4. Jika pembelajaran field lab ini akan Anda alami di waktu yang akan datang, apakah
yang Anda lakukan untuk memperbaiki performa?
5. Bagaimanakah hubungan topik field lab ini dengan profesi Anda ketika sudah lulus
nanti?
42
LAMPIRAN 2. Kegiatan Fieldlab Topik Infeksi Menular Seksual (IMS)
Sosialisasi tentang IMS kepada para Presentasi Hasil Kegiatan Field Lab
warga
43