Anda di halaman 1dari 2

ADJI MUHAMMAD IDRIS (SULTAN KUTAI)

BERSAMA
LA MADDUKELLENG MEMBEBASKAN SULWESI
SELATAN DARI DOMINASI BELANDA (VOC)

Sepuluh tahun, atau pada permulaan tahun 1736, setelah La Maddukelleng menjadi
Sultan Pasir, yang mungkin menjalankan untuk dan atas nama isterinya, maka datanglah
Arung Ta` La Dallek di Pasir membawa surat Arung Matoa wajo` (1712-1736) La
Salewangeng To Tenrirua yang isinya memanggil La Maddukelleng untuk Kembali ke Wajo`
guna memerlukan Wajo` dari penajajahan VOC menurut surat itu bahwa Arung Matoa telah
berhasil mebeli senjata api dan mesiu secara diam-diam. Juga Sebagian orang-orang Wajo`
sudah dilatih untuk menggunakan bedil dan Meriam. Akan tetapi tujuan itu dirahasiakan.
Oleh karena kedudukan VOC di Sulawesi Selatan terlampau kuat sehingga yang akan
dihapadi kelak ialah seluruh kerajaan, yang secara de facto dipimpin oleh Batari Toja,
sebagai orang kepercayaan VOC, yang memiliki empat jabatan : Raja Bone. Raja Soppeng,
Raja Luwu dan Ranreng Tuwa Wajo` (Angggota Dewan eksekutif Raja-raja Wajo`). Terlebih
dahulu Arung Matoa Wajo` akan mengusahakan agar La Maddukelleng dapat diberikan
kemampuan oleh We Batari Toja, karena pada waktu itu Ia masih kanak-kanak di tuduh telah
membunuh beberapa orang Bone dipesta sabung ayam di Cenrana pada masa pemerintah raja
Bone La Patauk Matanna Tikka Nyilikna Walinonoe (Kemanakan La Tenri Tattak Arung
Palakka, yang oleh L.A. Andaya (1931) disebut the Everlord or South Sulawesi = Maha Raja
Sulawesi Selatan).
Dari Arung Ta` La Dallek, La Maddukelleng memperoleh pula berita bahwa bukan
saja seluruh kerajaan di Sulawesi Selatan akan di hadapi oleh La Maddukelleng tetapi juga
Sebagian daerah Wajo` yang sudah bergabung dengan kerajaan Bone dan Sidenreng, bahkan
ada yang berdiri sendiri. Selain itu kerajaan lain luar Sulawesi Selatan pasti akan membantu
Belanda dan Bone seperti Buton dan orang-orang, sekutu-sekutu VOC.
Menyadari kekuatan VOC terlampau kuat tersebut yang tidak mungkin dihadapi
sendiri, maka diajaknya bekas kapiten lautnya LA Banna To Assak untuk bergabung. Yang
pernah dipecat karena sering membajak di laut dan pernah menyerang Banjarmasin kapiten
laut itu berpangkalan di Mandar. La Maddukelleng juga mengajak menantunya, Sultan Adji
Muhammad Idris, Sultan Kutai XVI (1732-1739) untuk membantunya melawan VOC`
karena selama VOC berkuasa di Sulawesi Selatan maka kerajaan-kerajaan di Indonesia tidak
mungkin dapat berdagang secara bebas seperti halnya sebelum Sultan Hasanuddin. Raja
Gowa di kalahkan pada tahun 1667. Sultan Adji Muhammad Idris memang sudah lama
mengetahui/ memahami cita-cita da tujuan La Maddukellen yang tidak dipahami oleh kawan-
kawan La Maddukelleng yang lain seperti Daeng Mamuntuli Arung Kaju suami bataritoja
Daeng Talaga (Seorang bangsawan Bone) yang hanya bertujuan memerdekakan Bone dan
sudah lama ingin menjadi raja Bone, sedangkan I Mappasempek Daeng Mamoro, Karaeng
Bonto Langkasak hanyalah bercita-cita untuk menjadi Raja Gowa. Kedua sekutu La
Maddukelleng pada waktu La Maddukelleng masih berpangkalan di Pulo Laut. Keduanya
telah dibekali dengan sejumlah senjata api dan di suruh kembali ke Sulawesi Selatan untuk
menyusun Kembali kekuatan guna melawan VOC tanpa piker Panjang Sultan Aji
Muhammad Idris menyatakan kesiapannya untuk berangkat Bersama-sama La Maddukelleng
sekalipun ia memperoleh informasi, bahwa salah seorang Saudara Seayahnya Bernama
Sultan Aliyiddin Adji Kedo berniat untuk menyatakan Coupd` etat serta istri beliau sedang
mengandung/ hamil besar.
Sebelum berangkat La Maddukelleng juga mengirim surat rahasia kepada Daeng
Mangatungi Arung Kaju dan I Mappassempek Daeng Mamaro Karaeng Bonto Langkasak,
bahwa ia akan Kembali ke Sulawesi Selatan.
Armada La Maddukelleng. Armada Kapitan Laut La Bannak To Assak pasukan
tempur. Panglima Puanna Pabbolo yang diperkuat oleh pasukan Kutai yang dipimpin oleh
Sultan Adji Muhammad Idris dan pasukan dari pasir dan dipimpin langsung oleh La
Maddukelleng berangkatlah menuju ke Mandar mula-mula diserang karena Marakdia
Balannipa dan Arung Binuang melindungi La Passonrik KArek Patasak yang dituduh sebagai
Bajak Laut dan mata-mata VOC setelah pesisir Pantai Mandar diserang armada Gabungan La
Maddukelleng dan Sultan Aji Muhammad Idris melanjutkan perjalanannya menuju Makassar.
Setelah armada La Maddukelleng sejumlah 40 buah perahu bintak mengalahkan VOC
yang menghadangnya diperairan Makassar dua kali pada tanggal 18 Maret 1736 (Noorduyn,
1955: 128; Lontarak Bilang Gowa ; Memorie Gouverneur Arrewijne) dan menembaki
benteng Juppandang yang sudah berubah nama menjadi Fort Rotterdam serta mengatakan
perundingan dengan kawan seperjuangan I Mappasempek Karaeng Bontolangkasak di
Babanna (Pelabuhan) Gowa, maka armada La Maddukelleng biarlah diadili dahulu oleh
Tellumpoccoe. Armada La Maddukelleng berlabuh diluar Doping. Seorang utusan Ratu Bone
We Batari Tojs Daeng Talaga, yang merangkap juga menjadi Datu Soppeng dan Datu Luwu`
menemui La Maddukelleng dan menyampaikan pesan agar ia mendarat . La Maddukelleng
melihat melalui teropongnya bahwa di darat kelihatan ribuan pasukan Bone Soppeng-Wajo
menunggu. Ia meminta jaminan kepada utusan itu bahwa ia tidak akan di apa-apakan kalua
mendarat dan ia bersedia diadili karena ia merasa tidak pernah melakukan kejahatan terhadap
Tellumpoccoe.
Hanya dua orang bangwasan yang mendukungnya yaitu I Mappasempek KAraeng
Bontolangsak, seorang bangsawan Gowa dan Daeng, Mamuntuli Arung Kaju, seorang
bangsawan Bone jumlah pasukannya adalah ±300 orang. Dikawal oleh 40 orang marinirnya
La Maddukelleng mendarat, tak seorang pun anggota pasukan Tellumpoccoe (Bone-
Soppeng-Wajo`) bergerak. Mereka terpaku melihat para mariner dengan senjata lengkap yang
canggih. La Maddukelleng bagaikan Napoleon Bonaparte yang mendarat dari
pembuangannya di pulau Alba. Begitu berwibawahnya La Maddukelleng, sehingga Ketika
sampai di Lawessok datanglah serratus orang Wajo` bersenjata api lengkap. Setibanya di
Penrang pasukan sudah berjumlah tiga ratus orang. Keesokan harinya, pasukan La
Maddukelleng melanjutkan perjalanan menuju Singkang diaman ibu La Maddukelleng
berkedudukan sebagai Raja Arung Singkang. Semestara itu Tellumpoccoe sepakat untuk
mengadili La Maddukelleng, di Ibu Kota Kerajaan Wajo, Tosora, yang terletak di sebelah
timur Singkang.

Anda mungkin juga menyukai