Anda di halaman 1dari 9

 

wordpress.com
Google mendeteksi bahwa sambungan internet Anda lambat dan telah mengoptimalkan laman ini untuk
menghemat data hingga 80%.
Dioptimalkan 2 menit yang lalu
Lihat yang asli Segarkan

Search Search

semadim.wordpress.com
sayangi motormu melebihi pacarmu :p

Pengaruh Berbagai Media Terhadap Perkecambahan Matoa


BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matoa (Pometia pinnata Frost) merupakan salah satu pohon penghasil buah asli Papua. Buah matoa
mempunyai citarasa yang khas dengan bentuk buah yang mirip buah lengkeng sehingga matoa dikenal
masyarakat luar Papua sebagai lengkeng Papua. Dengan keunggulan citarasanya tersebut berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian RI No. 160/Kpts/SR.120/3/2006, matoa Papua telah ditetapkan sebagai varitas
buah unggul yang patut dibudidayakan.

Meskipun dikenal memiliki citarasa yang khas dan harganya cukup mahal sejauh ini matoa belum
dibudidayakan secara intensif. Buah yang diperjualbelikan di pasar lokal berasal dari pohon yang tumbuh
secara alami di kebun masyarakat atau kawasan hutan sehingga ketersediaannya terbatas dengan kualitas
buah yang beragam. Apalagi sebagian masyarakat memanen buah matoa dengan menebang pohonnya
sehingga dari waktu ke waktu ketersediaan pohon penghasil buah semakin berkurang.

Di lain pihak, kelezatan buah matoa yang khas semakin banyak peminatnya, bahkan sampai ke luar daerah
Papua. Semakin tersedianya sarana transportasi antar pulau semakin memudahkan distribusi buah matoa ke
luar Papua. Memperhatikan berbagai hal tersebut buah matoa dinilai cukup potensial untuk dikembangkan
dan dibudidayakan sebagai buah unggulan lokal Papua. Selain menyediakan alternatif sumber pendapatan
bagi masyarakat, budidaya juga akan menunjang kelestarian pohon matoa.

1.2 Perumusan Masalah

Media tanam yang sering dipakai untuk dijadikan tempat tumbuh bagi tanaman biasanya menggunakan
media tanah, tapi banyak juga yang menggunakan media yang lainnya seperti sekam padi dan pupuk
kandang. Tapi biasanya tanaman sukar tumbuh pada media yang bukan tanah, tanaman dapat tumbuh
dengan baik bila media yang digunakan sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut, tapi apabila media yang
digunakan tidak sesuai maka pertumbuhan tanaman akan terhambat. Apakah mungkin tanaman dapat
tumbuh dengan baik jika medianya bukan tanah ?
1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh berbagai media tanam terhadap perkecambahan benih
matoa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Risalah Umum Matoa

2.1.1 Botanis dan Penyebaran

Matoa (Pometia sp) merupakan tumbuhan daerah tropis yang banyak terdapat di hutan-hutan pedalaman
Pulau Irian (sekarang Papua). Secara umum diketahui terdapat 3 spesies pometia, yaitu P. pinnata, P.
coreaceae, dan P. accuminata. Secara taksonomis klasifikasi matoa adalah :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub-kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales

Familia : Sapindaceae

Genus : Pometia

Species : Pometia pinnata J.R & G. Forst, Pometia acuminata, dan Pometia coreaceae.

.Dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama Matoa. Di tempat lain matoa dikenal dengan berbagai
nama, yaitu Kasai (Kalimantan Utara, Malaysia, Indonesia), Malugai (Philipina), dan Taun (Papua New
Guinea). Sedangkan nama daerah adalah Kasai, Kongkir, Kungkil, Ganggo, Lauteneng, Pakam (Sumatera);
Galunggung, Jampango, Kasei, Landur (Kalimantan); Kase, Landung, Nautu, Tawa, Wusel (Sulawesi); Jagir,
Leungsir, Sapen (Jawa); Hatobu, Matoa, Motoa, Loto, Ngaa, Tawan (Maluku); Iseh, Kauna, Keba, Maa, Muni,
(Nusa Tenggara); Ihi, Mendek, Mohui, Senai, Tawa, Tawang (Papua).

2.1.2 Daerah Penyebaran

Di Indonesia matoa (Pometia spp.) tumbuh menyebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumbawa
(Nusa Tenggara Barat), Maluku, dan Papua (Sudarmono, 2001). Daerah penyebaran matoa di Papua antara
lain di Dataran Sekoli (Jayapura), Wandoswaar – P. Meoswaar, Anjai – Kebar, Warmare, Armina, Bintuni,
Ransiki (Manokwari), dan lain-lain. Tumbuh pada tanah yang kadang-kadang tergenang air tawar, pada tanah
berpasir, berlempung, berkarang dan berbatu cadas. Keadaan lapangan datar, bergelombang ringan – berat
dengan lereng landai sampai curam pada ketinggian sampai 120 m di atas permukaan air laut (Dinas
Kehutanan DATI I Irian Jaya, 1976)
Matoa merupakan tumbuhan berbentuk pohon dengan tinggi 20 – 40 m, dan ukuran diameter batang dapat
mencapai 1,8 meter. Batang silindris, tegak, warna kulit batang coklat keputih-putihan, permukaan kasar.
Bercabang banyak sehingga membentuk pohon yang rindang, percabangan simpodial, arah cabang miring
hingga datar. Akar tunggang, coklat kotor.

Matoa berdaun majemuk, tersusun berseling, 4 – 12 pasang anak daun. Saat muda daunnya berwarna merah
cerah, setelah dewasa menjadi hijau, bentuk jorong, panjang 30 – 40 cm, lebar 8 – 15 cm. Helaian daun tebal
dan kaku, ujung meruncing (acuminatus), pangkal tumpul (obtusus), tepi rata. Pertulangan daun menyirip
(pinnate) dengan permukaan atas dan bawah halus, berlekuk pada bagian pertulangan. Bunga majemuk,
bentuk corong, di ujung batang. Tangkai bunga bulat, pendek, hijau, dengan kelopak berambut, hijau. Benang
sari pendek, jumlah banyak, putih. Putik bertangkai, pangkal membulat, putih dengan mahkota terdiri 3 – 4
helai berbentuk pita, kuning. Buah bulat atau lonjong sepanjang 5 – 6 cm, berwarna hijau kadang merah atau
hitam (tergantung varietas). Daging buah lembek, berwarna putih kekuningan. Bentuk biji bulat, berwarna
coklat muda sampai kehitam-hitaman.

2.2 Media Tanam

Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan
harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan
standar untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan
setiap daerah memiliki kelembapan dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus
dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan
unsur hara.

Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu sama. Di Asia Tenggara, misalnya, sejak
tahun 1940 menggunakan media tanam berupa pecahan batu bata, arang, sabut kelapa, kulit kelapa, atau
batang pakis. Bahan-bahan tersebut juga tidak hanya digunakan secara tunggal, tetapi bisa dikombinasikan
antara bahan satu dengan lainnya. Misalnya, pakis dan arang dicampur dengan perbandingan tertentu hingga
menjadi media tanam baru. Pakis juga bisa dicampur dengan pecahan batu bata.

Untuk mendapatkan media tanam yang baik dan sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam, seorang
hobiis harus memiliki pemahaman mengenai karakteristik media tanam yang mungkin berbeda-beda dari
setiap jenisnya. Berdasarkan jenis bahan penyusunnya, media tanam dibedakan menjadi bahan organik dan
anorganik.

2.2.1 Bahan Organik

Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organik umumnya berasal dari komponen organisme
hidup, misalnya bagian dari tanaman seperti daun, batang, bunga, buah, atau kulit kayu. Penggunaan bahan
organik sebagai media tanam jauh lebih unggul dibandingkan dengan bahan anorganik. Hal itu dikarenakan
bahan organik sudah mampu menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman. Selain itu, bahan organik juga
memiliki pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan cukup
baik serta memiliki daya serap air yang tinggi.

Bahan organik akan mengalami proses pelapukan atau dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme.
Melalui proses tersebut, akan dihasilkan karbondioksida (CO2), air(H2O), dan mineral. Mineral yang
dihasilkan merupakan sumber unsur hara yang dapat diserap tanaman sebagai zat makanan. Namun, proses
dekomposisi yang terlalu cepat dapat memicu kemunculan bibit penyakit. Untuk menghindarinya, media
tanam harus sering diganti. Oleh karena itu, penambahan unsur hara sebaiknya harus tetap diberikan
sebelum bahan media tanam tersebut mengalami dekomposisi.

Beberapa jenis bahan organik yang dapat dijadikan sebagai media tanam di antaranya arang, cacahan pakis,
kompos, mosS, sabut kelapa, pupuk kandang, dan humus.
2.2.2 Bahan Anorganik

Bahan anorganik adalah bahan dengan kandungan unsur mineral tinggi yang berasal dari proses pelapukan
batuan induk di dalam bumi. Proses pelapukan tersebut diakibatkan oleh berbagai hal, yaitu pelapukan
secara fisik, biologi-mekanik, dan kimiawi.

Berdasarkan bentuk dan ukurannya, mineral yang berasal dari pelapukan batuan induk dapat digolongkan
menjadi 4 bentuk, yaitu kerikil atau batu-batuan (berukuran lebih dari 2 mm), pasir (berukuran 50 /-1- 2 mm),
debu (berukuran 2-50u), dan tanah liat (berukuran kurang dari 2ju). Selain itu, bahan anorganik juga bisa
berasal dari bahan-bahan sintetis atau kimia yang dibuat di pabrik. Beberapa media anorganik yang sering
dijadikan sebagai media tanam yaitu gel, pasir, kerikil, pecahan batu bata, spons, tanah liat, vermikulit, perlit,
dan kertas.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 1 ( satu ) bulan bertempat di halaman rumah jalan Sepakat 2 Rusunawa
Untan Enggang 1 No. 309.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Adapun beberapa peralatan yang digunakan yakni polyback, label, dan sendok.

3.2.2 Bahan

Adapun beberapa bahan yang digunakan yakni pasir, sekam padi, kertas bekas, arang dan biji matoa.

3.3 Prosedur Kerja

Siapkan polyback sebanyak 4 buah, kemudian diberi label pada setiap polyback tersebut, kemudian
masukkan media pasir pada polyback pertama, media sekam padi pada polyback kedua, media arang pada
polyback ketiga, dan media kertas bekas pada polyback yang keempat dengan menggunakan sendok.
Setelah itu massukkan biji matoa pada setiap media. Amati pertumbuhan biji pada setiap media tanam
tersebut.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Gambar 1. Perkecambahan Matoa Pada Media Arang

Gambar 2. Perkecambahan Matoa Pada Media Sekam

Gambar 3. Perkecambahan Matoa Pada Media Pasir

Gambar 4. Perkecambahan Matoa Pada Media Kertas

4.2 Pembahasan
Matoa adalah tanaman yang tidak memiliki masa dormansi biji, apabila telah terlepas dari daging buah maka
harus segera cepat ditanam karena jika tidak ditanam maka biji ini akan mati. Media tanam yang berbeda
struktur, tekstur dan permaebilitas ini sangat mempengaruhi perkecambahan benih matoa, yang dimana
kandingan bahan organik pada setiap media ini sangatlah berbeda.

Pada media arang pertumbuhan benih matoa kurang baik, hal ini terlihat dalam gambar 1. Hal itu
dikarenakan arang kurang mampu mengikat air dalam jumlah banyak. Keunikan dari media jenis arang
adalah sifatnya yang bufer (penyangga). Selain itu, bahan media ini juga tidak mudah lapuk sehingga sulit
ditumbuhi jamur atau cendawan yang dapat merugikan tanaman. Namun, media arang cenderung miskin
akan unsur hara.

Sebelum digunakan sebagai media tanam, idealnya arang dipecah menjadi potongan-potongan kecil terlebih
dahulu sehingga memudahkan dalam penempatan di dalam polyback. Ukuran pecahan arang ini sangat
bergantung pada wadah yang digunakan untuk menanam serta jenis tanaman yang akan ditanam. Untuk
mengisi wadah yang memiliki diameter 15 cm atau lebih, umumnya digunakan peeahan arang yang
berukuran panjang 3 em, lebar 2-3 cm, dengan ketebalan 2-3 cm. Untuk wadah  yang lebih kecil, ukuran
pecahan arang juga harus lebih kecil.

Pada media Sekam padi pertumbuhan benih matoa sangat baik, hal ini terlihat pada gambar 2.. Sekam
bakar dan sekam mentah memiliki tingkat porositas yang sama. Sebagai media tanam, keduanya
berperan penting dalam perbaikan struktur tanah sehingga sistem aerasi dan drainase di media tanam
menjadi lebih baik.

Penggunaan sekam bakar untuk media tanam tidak perlu disterilisasi lagi karena mikroba patogen telah mati
selama proses pembakaran. Selain itu, sekam bakar juga memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi
sehingga membuat media tanam ini menjadi gembur, namun sekam bakar cenderung mudah lapuk.

Sementara kelebihan sekam mentah sebagai media tanam yaitu mudah mengikat air, tidak mudah lapuk,
merupakan sumber kalium (K) yang dibutuhkan tanaman, dan tidak mudah menggumpal atau memadat
sehingga akar tanaman dapat tumbuh dengan sempurna. Namun, sekam padi mentah cenderung miskin
akan unsur hara.

Pada media pasir pertumbuhan benih cukup baik, hal ini terlihat pada gambar 3. Pasir sering digunakan
sebagai media tanam alternatif untuk menggantikan fungsi tanah. Sejauh ini, pasir dianggap memadai
dan sesuai jika digunakan sebagai media untuk penyemaian benih, pertumbuhan bibit tanaman, dan
perakaran setek batang tanaman. Sifatnya yang cepat kering akan memudahkan proses pengangkatan
bibit tanaman yang dianggap sudah cukup umur untuk dipindahkan ke media lain. Sementara bobot pasir
yang cukup berat akan mempermudah tegaknya batang. Selain itu, keunggulan media tanam pasir adalah
kemudahan dalam penggunaan dan dapat meningkatkan sistem aerasi serta drainase media tanam.
Pasir malang dan pasir bangunan merupakan Jenis pasir yang sering digunakan sebagai media tanam.

Oleh karena memiliki pori-pori berukuran besar (pori-pori makro) maka pasir menjadi mudah basah dan cepat
kering oleh proses penguapan. Kohesi dan konsistensi (ketahanan terhadap proses pemisahan) pasir sangat
kecil sehingga mudah terkikis oleh air atau angin. Dengan demikian, media pasir lebih membutuhkan
pengairan yang lebih intensif.

Pada media kertas bekas pertumbuhan tanaman agak sedikit terlambat hal ini terlihat pada gambar 4.
Hidroponik dengan mengunakan kertas bekas ini hanya dapat digunakan pada tanaman bunga –
bungaan. Oleh karena itu mungkin kurang cocok untuk tanaman semusim seperti matoa. Adapun zat
kimia yangterkandung pada kertas sehinnga menyebabakan hanya diperbolehkan untuk tanaman hias
adalah sebagai berikut :

Bahan pemutih, diperukan untuk membuat kertas menjadi putih bersih sebab bahan baku kertas tidak
berwarna. Bahan pemutih tersebut yaitu : Hidrogen Peroksid,Natrium Peroksid, Natrium Bisufat, Kalium
Bisulfat.
Bahan penghancur kayu, diperlukanuntuk menghancurkan kayu tidak dengan cara mekanis tetapi bahan
reaksi kimia. Bahan penghancur tersebut adalah : Asam >Asam sulfat, Alkali > Sodium Hidroksid.
Bahan pewarna.
Bahan Pengisi, bahan untuk menutup lubang-lubnag halus pada permukaan kertas. Sehingga
diperoleh.kertas yang rata dan halus. Diantara bahan-bahan tersebut adalah : Kaolin, Tanah Diatomea,
Gips, Kapur Magnesit.
Bahan perekat, bahan untuk mengikat serat atau selulosa kayuagar lebih kuat dan kokoh diantaranya :
Perekat arpus, Perekat hewani,Perekat tepung kanji.

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan :

Matoa adalah tanaman yang tidak memiliki masa dormansi biji, apabila telah terlepas dari daging buah
maka harus segera cepat ditanam karena jika tidak ditanam maka biji ini akan mati. Media tanam yang
berbeda struktur, tekstur dan permaebilitas ini sangat mempengaruhi perkecambahan benih matoa, yang
dimana kandingan bahan organik pada setiap media ini sangatlah berbeda.
Pada media arang pertumbuhan benih matoa kurang baik, hal itu dikarenakan arang kurang mampu
mengikat air dalam jumlah banyak. Selain itu, media arang cenderung miskin akan unsur hara.
Pada media Sekam padi pertumbuhan benih matoa sangat baik, sekam bakar dan sekam mentah
memiliki tingkat porositas yang sama. Sebagai media tanam, keduanya berperan penting dalam
perbaikan struktur tanah sehingga sistem aerasi dan drainase di media tanam menjadi lebih baik.
Pada media pasir pertumbuhan benih cukup baik, pasir sering digunakan sebagai media tanam alternatif
untuk menggantikan fungsi tanah. Sejauh ini, pasir dianggap memadai dan sesuai jika digunakan sebagai
media untuk penyemaian benih, pertumbuhan bibit tanaman, dan perakaran setek batang tanaman.
Pada media kertas bekas pertumbuhan tanaman agak sedikit terlambat, hidroponik dengan mengunakan
kertas bekas ini hanya dapat digunakan pada tanaman bunga – bungaan. Oleh karena itu mungkin kurang
cocok untuk tanaman semusim seperti matoa.

Advertisements

Share this:

Facebook Google Twitter

Loading...
Like

Be the first to like this.

Related
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI PASCA PANEN “PENGUJIAN KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN KIMIA
PADA BUAH RAMBUTAN DAN LANGSAT”
In "kuliahku"

Rencana Penelitian KAJIAN SIFAT MORFOLOGI, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PEGAGAN (
Centella asitica (L.) Urban. ) PADA TANAH GAMBUT, ALUVIAL DAN PODSOLIK MERAH KUNING
In "kuliahku"

info kencan borneo yang ke 5


In "Motor Ceper"

03/11/2011 2 Replies

« Previous

Next »

Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment

Name

Email

Website

Post Comment
Notify me of new comments via email.

Pingback: TEKNOLOGI BENIH | andr4pratama

admin on 26/06/2013 at 1:18 am

semoga bermanfaat gan

Reply

tanggal hari ini

NOVEMBER 2011

M T W T F S S
  1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27
28 29 30  
« Oct   Jul »

Recent Posts

Syarat Wajib Dalam Touring


Motor Terunik di Dunia
bagi club motor, wajib paham
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI PASCA PANEN “PENGUJIAN KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN KIMIA PADA BUAH
RAMBUTAN DAN LANGSAT”
Rencana Penelitian KAJIAN SIFAT MORFOLOGI, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PEGAGAN ( Centella
asitica (L.) Urban. ) PADA TANAH GAMBUT, ALUVIAL DAN PODSOLIK MERAH KUNING
140
Centella asiatica di kalbar
131
128
124
121
KTA (Bentuk dan Penanggulangan Erosi)
TPLBG
Pengaruh Berbagai Media Terhadap Perkecambahan Matoa
SIMMOK 3
Laporan Praktikum Hama Penyakit Tanaman
info kencan borneo yang ke 5
Gabung A2C2
Motor Ceper
sejarah aspal

Categories

A2C2 Ketapang
kuliahku
Motor Ceper
Motor Tua
onthel
Uncategorized
Vespa

Tag

ceper

Blogroll

http://pribumikayong.wordpress.com

semadim.woedpress.com

Register
Log in
Entries RSS
Comments RSS
WordPress.com

View Full Site

Create a free website or blog at WordPress.com.

Follow

semadim.wordpress.com Sign up Log in Copy shortlink

Report this content Manage subscriptions


Collapse this bar

Anda mungkin juga menyukai