Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN

PEMBUATAN HERBARIUM TUMBUHAN LUMUT DAN PAKU

OLEH:

NAMA : DINI TRISILA


NIM : 19010108036
DOSEN PENGAMPU : ROSMINI S.Si, M.Pd.

LABORATORIUM BIOLOGI
PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
KENDARI
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pola persebaran flora di Indonesia sama dengan po- la persebaran faunanya
yang berpangkal pada sejarah pembentukan daratan kepulauan Indonesia pada masa
zaman es. Pada awal masa zaman es, wilayah bagian barat Indonesia (Dataran Sunda:
Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan) menyatu dengan benua Asia, sedangkan
wilayah bagian timur Indonesia (Dataran Sahul) menyatu dengan benua Australia.
Dengan demikian, wilayah Indonesia merupakan daerah migrasi fauna dan flora antar
kedua benua tersebut. Selanjutnya, pada akhir zaman es, dimana suhu per- mukaan
bumi meningkat, permukaan air lautpun naik kembali, sehingga Pulau Jawa
terpisah dari benua Asia, Kalimantan, dan Sumatera. Begitu pula pulau- pulau
lainnya saling terpisah satu sama lain.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan tropis
antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua Samudera (Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik) yang terdiri atas sekitar 17.500 pulau dengan panjang garis pantai

sekitar 95.181 km. Wilayah Indonesia luasnya sekitar 9 juta km2 (2 juta km2

daratan, dan 7 juta km2 lautan). Luas wilayah Indonesia ini hanya sekitar 1,3%
dari luas bumi, namun mempunyai tingkat keberagaman kehidupan yang sangat
tinggi. Untuk tumbuhan, Indonesia diperkirakan memiliki 25% dari spesies tumbuhan
berbunga yang ada di dunia atau merupakan urutan negara terbesar ketujuh dengan
jumlah spesies mencapai 20.000 spesies, 40% merupakan tumbuhan endemik atau
asli Indonesia.
1

B. Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui proses
pembuatan herbarium dan mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tumbuhan
lumut (Bryophyta) dan tumbuhan paku (Pteridophyta).

1
Cecep Kusmana dan Agus Himat. 2015. Keanekaragaman Flora Di Indonesia. Jurnal Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Vol. 5 No. 2. hal. 188.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan paku mempunyai banyak manfaat bagi manusia, antara lain: sebagai bahan
makanan (sayuran), sebagai bahan untuk pembuatan kerajinan tangan, bahan pupuk organik,
dan tumbuhan obat. Nilai ekonomi tumbuhan paku ada pada keindahannya. Fungsi ekologis
tumbuhan paku adalah berperan dalam keseimbangan ekosistem hutan yaitu sebagai
pencegah erosi, penyebaran tumbuhan paku sangat luas, mulai dari 0-3200 mdpl, sehingga
pada ke dua ekosistem tersebut memungkinkan tumbuhan paku untuk hidup. Faktor
lingkungan seperti kelembaban yang tinggi, aliran air yang banyak, adanya kabut dan curah
hujan yang tinggi mempengaruhi jumlah tumbuhan paku yang tumbuh.2

Tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan tumbuhan yang dapat hidup dengan


mudah di berbagai macam habitat baik secara epifit, terestrial maupun di air. Penyebaran
dan keanekaragaman tumbuhan paku memang sangat besar, begitu pula dengan potensi dan
manfaatnya yang cukup penting baik untuk tanaman hias, sayuran, obat-obatan hingga
peranannya sebagai keseimbangan ekosistem. Namun, data dasar tumbuhan paku
berkenaan dengan komposisi, keanekaragaman dan distribusi belum banyak terungkap.
Pteridophyta merupakan tumbuhan berpembuluh yang tidak berbiji, memiliki susunan tubuh
khas yang membedakannya dengan tumbuhan yang lain. Pteridophyta disebut sebagai
tracheophyta berspora, yaitu kelompok tumbuhan yang berpembuluh dan berkembang biak
dengan spora.3

Lumut (Bryophyta) merupakan kelompok tumbuhan tingkat rendah yang tumbuh


meluas di daratan. Lumut sejatinya tumbuhan kecil yang tumbuh menempel pada substrat
(batu, pohon, kayu, dan tanah). Kehidupan lumut dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
suhu, kelembaban dan cahaya. Perbedaan toleransi tiap spesies tumbuhan lumut terhadap
faktor lingkungan akan berpengaruh terhadap tingkat adaptasi, komposisi jenis, dan distribusi
tumbuhan lumut. Secara ekologi lumut berperan penting dalam ekosistem, terutama pada
daerah hujan hutan tropis lumut berperan dalam menjaga keseimbangan air, siklus hara dan

2
Fitri Kusuma Astuti.dkk. 2017. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku (PTERIDOPHYTA) di jalur
Pendakian Selo Kawasan Taman Nasional Gunung Merabu, Jawa Tengah. Jurnal Biologi. Vol. 6 No. 2. hal. 1.
3
Ayatusa’adah dan Nor Apriyani Dewi. 2017. Inventarisasi Tumbuhan Paku (PTERIDOPHYTA) di
Kawasan Kampus IAIN Palangka Raya Sebagai Alternatif Media Pembelajaran Materi Klasifikasi Tumbuhan.
Jurnal Pendidikan Sains & Matematika, Vol.5 No.2. hal. 50-51.
merupakan habitat penting bagi organisme lain serta dapat dijadikan sebagai bioindikator
karena tumbuhan ini lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan.4

lumut merupakan tumbuhan kecil yang tingginya hanya sekitar 1-2 cm, dan bahkan
yang paling besarpun umumnya tingginya kurang dari 20 cm. Tumbuhan lumut merupakan
tumbuhan yang sederhana biasanya tumbuh ditempat – tempat basah. Berdasarkan hal
tersebut maka peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap
keanekaragaman tumbuhan lumut (Bryophyta) di hutan sekitar waduk Kedung Brubus
Kecamatan Pilang Kenceng Kabupaten Madiun.5

4
Titi Endang. dkk. 2020. Inventarisasi Jenis-Jenis Lumut (Bryophyta) di Daerah Aliran Sungai
KaburaBurana Kecamatan Batauga Kabupaten Buton Selatan. Jurnal Biologi Tropis. Vol. 20 No. 2. hal. 161-
162.
5
Tiara Kusuma Wati. dkk. 2016. Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Lumut (BRYOPHITHA) di Hutan
Sekitar Waduk Kedung Brubus Kecamatan Pilang Keceng Kabupaten Madiun. Jurnal Florea Vol. 3 No. 1. hal.
47.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat praktikum ini berlangsung pada hari Kamis, 17
Desember 2020. Pada pukul 14:45 WITA yang bertempat di Baruga, Kelurahan
Baruga, Kecamatan Baruga, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.

B. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pratikum ini dapat dilihat pada
tabel berikut:

Table 3.1. Alat dan kegunaannya.


No. Alat Kegunaan
1. Cutter Untuk memotong bahan
2. Solasi Untuk melekatkan bagian herbarium
Untuk membungkus tumbuhan yang akan
3. Kertas Manila
dijadikan herbarium
Untuk membungkus herbarium yang
4. Plastik Bening
telah ditempelkan di stoerofoam
Untuk memberi keterangan pada
5. Kertas Label
herbarium
6. Stoerofoam Sebagai media penempelan herbarium

Table 3.2. Bahan dan kegunaannya


No Bahan Kegunaan
1. Lumut (Bryophyta) Sebagai objek pengamatan
2. Paku (Pteridophyta) Sebagai objek pengamatan
Membantu proses pembuatan
3. Alcohol 70%
herbarium

C. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dari praktikum ini yaitu:
1. Menentukan lokasi pengambilan bahan
2. Mengambil tumbuhan paku dan lumut dengan menggunakan cutter
3. Membersihkan bagian-bagian tanaman tersebut
4. Menyemprot tanaman tersebut dengan alkoho 70%, penyemprottan tidak
boleh terlalu basah
5. Letakkan tanaman tersebut di atas kertas manila dengan rapi lalu tutup lagi
dengan kertas manila
6. Menindis kertas manila dengan tumpukan buku atau alat berat lainnya agar
bagian tanaman dapat kering dengan baik
7. Setelah tumbuhan kering, tempelkan tanaman tersebut di atas Stoerofoam
8. Memberi keterangan pada bagian-bagian tanaman tersebut
9. Membungkus stoerofoam dengan kertas bening agar herbarium tidak rusak.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel berikut
ini.

Nama Bahan Klasifikasi


Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Super domain : Biota
Super kerajaan : Eukariota
Kerajaan : Plantae
Sub kerajaan : Viridiplantae
Infra kerajaan : Streptophyta
Super divisi : Embryophyta
Divisi : Pteridophyta

Tumbuhan Lumut (Bryophita) Kerajaan : Plantae


Divisi : Bryophyta
Kelas : Bryopsida

B. Pembahasan
Herbarium merupakan koleksi tumbuhan atau spesimen yang telah
dikeringkan atau diawetkan yang disusun berdasarkan sistem klasifikasi. Herbarium
yang baik adalah tumbuhan yang diawetkan lengkap dengan organ vegetative dan
generatifnya. Organ vegetative yang dimaksud yaitu akar, batang, dan daun.
Sedangkan organ generatifnya yaitu bunga, buah, dan biji.
Herbarium dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan atau perbandingan
untuk mengetahui takson tumbuhan. Herbarium juga dapat digunakan sebagai bahan
penelitian untuk para ahli botani terutama ahli taksonomi dan ahli bunga, mendukung
studi ilmiah lainnya seperti survey ekologi dan perhitungan kromosom tumbuhan,
serta sebagai bahan untuk mengungkap adanya evolusi. Herbarium dibuat dari
spesimen tumbuhan yang telah dewasa dan tidak terserang hama, penyakit dan tidak
memiliki kerusakan fisik lainnya. Berdasarkan cara pembuatannya herbarium
dibedakan menjadi dua yaitu herbarium kering dan herbarium basah. Herbarium
kering adalah awetan yang dibuat denga cara pengeringan, namun tetap terlihat ciri-
ciri morfologinya sehingga masih bisa diamati dan dijadikan perbandingan pada saat
determinasi selanjutnya. Sedangkan herbarium basah adalah specimen tumbuhan yang
diawetkan yang disimpan dalam larutan yang dibuat dari komponen macam zat
dengan komposisi yang berbeda-beda.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan ditemukan dua spesies
tumbuhan. Spesies tumbuhan pertama yaitu tumbuhan paku (Pteridophyta) yang
merupakan kelompok tanaman dengan kormus berspora, sehingga bagian akar,
batang, dan daun dapat dibedakan secara jelas meski bentuknya tidak seperti tanaman
pada umumnya. Tanaman ini memiliki jenis akar serabut yang berwarna coklat
kehitaman yang dilengkapi dengan kaliptra di bagian ujungnya berfungsi melindungi
akar terhadap kerusakan mekanis pada waktu menembus tanah dan batuan. Jaringan
akar tumbuhan paku terdiri atas epidermis, korteks, serta silinder pusat. Pada bagian
ini juga terdapat berkas pengangkut xylem dan floem. Fungsi akar pada tanaman ini
yaitu sebagai penompang agar tanaman dapat tumbuh tegak.
Batang tumbuhan paku mempunya struktur yang sama dengan akarnya, yaiitu
terdiri dari lapisan epidermis, korteks, dan silindris pusat. Para peneliti menganggap
akar dan batang tanaman ini sebagai bagian yang sama dimana separuh batang
tumbuhan paku hidup di dalam tanah. Tinggi tanaman paku sangat bervariasi, mulai
yang paling pendek setinggu 2 cm dan paling tinggi dapat mencapai 5 meter.
Ketinggian batang tersebut dipengaruhi oleh lingkungan hidup dan habitatnya. Jenis
yang hidup di air umumnya lebih pendek. Sedangkan jenis yang hidup di darat
cenderung berukuran besar dan tinggi. Daun pada tumbuhan paku terdiri atas lapisan
epidermis, pembuluh pengangkut berupa xylem dan floem, serta mesofil. Ukuran
daun pada tumbuhan paku dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu daun makrofil yang
berukuran besar dan daun makrofil yang berukuran kecil. Pada daun makrofil
mempunyai ukuran besar dan memiliki tangkai, sistem pertulangan dau, bunga
karang, jaringan tiang, dan terdapat stomata pada berkas mesofilnya. Sedangkan daun
mikrofil berukuran kecil dan belum mempunyai tangkai dan pertulangan , serta
berbentuk seperti sisik atau rambut. Berdasarkan kelasnya tumbuhan paku dibedakan
menjadi empat jenis yaitu Psilophytinae, Lycopodiinae, Equisetiinae,dan Filiciinae.
Spesies tumbuhan kedua yaitu tumbuhan lumut (Bryophita) yang merupakan
tumbuhan yang tidak memiliki daun dan akar asli, tetapi dapat menyerap fotosintesis
dan nutrisi. Tumbuhan ini dapat hidup di atas batu, batang pohon, tanah, dan bahkan
tembok. Lumut memiliki sebuah sel-sel plastid yang dapat menghasilkan sebuah
klorofil A dan B sehingga mereka dapat membuat makanan mereka sendiri dan
bersifat autotropik. Selain itu, lumut termaksud kingdom plantar yang dapat
mencangkup semua organisme meltiseluler dengan dinding yang eukariotik,
berdiferensiasi, dan mengandung selulosa.
Lumut berbentuk tumbuhan kecil yang berdiri tegak dan memiliki bagian-
bagian tubuh yang mirip akar, batang, dan daun. Adapun baian-bagian yang terdapat
pada tumbuhan lumut yaitu rizoid yang berfungsi menyerap air, garam mineral, serta
untuk melekat pada habitatnya. Daun yang hanya terdiri atas satu selapis sel, sporofit
yaitu bentuk tumbuhan lumut yang menghasilkan spora., dan gametofit adalah bentuk
tumbuhan lumut yang tampak berwarna hijau, berbentuk lembaran, dan membentuk
alat kelamin (gametangium) yang menghasilkan gamet (sel kelamin). Struktur sporofit
dari tubuh lumut terdiri dari vaginula yaitu akar yang tertutupi oleh sisa dinding
archegonium, seta (tangkai), apofisis yaitu pelebaran tepi seta dan transisi seta dengan
kotak spora, caliptra berasal dari dinding archegonium ke atas kubah dada spora, dan
columnas yaitu jaringan yang tidak terlibat dalamm sporulasi. Selain itu, lumut
dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu lumut daun, lumut tanduk, dan lumut hati.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat di tarik kesimpulan
bahwa herbarium merupakan koleksi tumbuhan atau spesimen yang telah dikeringkan
atau diawetkan yang disusun berdasarkan sistem klasifikasi. Dalam pembuatan
herbarium sebaiknya menggunakan spesimen yang sudah tua dan tidak memiliki cacat
fisik serta tidak terserang penyakit. Herbarium juga dibedakan menjadi dua yaitu
herbarium basah dan herbarium kering. Pada bagian-bagian herbarium lumut terdiri
dari beberapa bagian yaitu rizoid, daun, sporofit, dan gametosis. Tumbuhan ini
termaksud dalam kingdom palntae, divisi bryophyta kelas briopsida. Sedangkan
bagian-bagian herbarium paku terdiri dari akar, batang, dan daun sejati. Tumbuhan ini
termaksud dalam Super domain biota, super kerajaan eukariota, kerajaan plantae, sub
kerajaan viridiplantae, infra kerajaan streptophyta, super divisi embryophyta, dan
divisi pteridophyta.

B. Saran
Adapun saran pada praktikum ini yaitu sebaiknya dalam pembuatan herbarium
tidak menggunakan tanaman yang masih muda dan terserang hama atau mempunyai
kelain fisik, agar bagian-bagian tanaman dapat diketahui dengan jelas.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Fitri Kusuma. dkk. 2017. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku
(PTERIDOPHYTA) di jalur Pendakian Selo Kawasan Taman Nasional Gunung
Merabu, Jawa Tengah. Jurnal Biologi. Vol. 6 No. 2. hal. 1.

Ayatusa’adah dan Nor Apriyani Dewi. 2017. Inventarisasi Tumbuhan Paku


(PTERIDOPHYTA) di Kawasan Kampus IAIN Palangka Raya Sebagai Alternatif
Media Pembelajaran Materi Klasifikasi Tumbuhan. Jurnal Pendidikan Sains &
Matematika, Vol.5 No.2. hal. 50-51.

Ending, Titi. dkk. 2020. Inventarisasi Jenis-Jenis Lumut (Bryophyta) di Daerah Aliran
Sungai KaburaBurana Kecamatan Batauga Kabupaten Buton Selatan. Jurnal Biologi
Tropis. Vol. 20 No. 2. hal. 161-162.

Kusmana, Cecep dan Agus Himat. 2015. Keanekaragaman Flora Di Indonesia. Jurnal
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Vol. 5 No. 2. hal. 188.

Wati, Tiara Kusuma. dkk. 2016. Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Lumut


(BRYOPHITHA) di Hutan Sekitar Waduk Kedung Brubus Kecamatan Pilang Keceng
Kabupaten Madiun. Jurnal Florea Vol. 3 No. 1. hal. 47.
DOKUMENTASI
PENCARIAN BAHAN

Gambar 1. Lumut (Bryophita)

Gambar 2. Tumbuhan paku (Pteridophyta)


PENCUCIAN BAHAN
PEMBUATAN HERBARIUM

Anda mungkin juga menyukai