( PSIKIATRI )
KELOMPOK IV
ASRI 2118044
ARFINISIUS ANARATO 2118006
ALPIN MARHABA 2118019
DESRIANA BILI 2118037
SITI NURLAILA 2118031
YUSTINUS DENDO 21180025
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas berjudul “KEGAWAT DARURATAN
( PSIKIATRI )” dengan sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan ini, kami telah mengalami berbagai hal baik suka maupun
duka. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan
lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari
berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan
tulus kami sampaikan terima kasih.
Dalam penyusunan ini, kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada
teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatau permasalahan yang
berhubungan dengan judul makalah ini.
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Keperawatan Gawat Darurat adalah pelayanan profesional yg didasarkan pada
ilmu keperawatan gawat darurat & tehnik keperawatan gawat darurat berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif ditujukan pada semua
kelompok usia yang sedang mengalami masalah kesehatan yang bersifat urgen ,
akut dan kritis akibat trauma, proses kehidupan ataupun bencana.
Berdasarkan konsensus yang dikembangkan oleh American Psychiatric
Association (APA) menyebutkan bahwa kedaruratan psikiatri adalah gangguan yang
bersifat akut, baik pada pikiran, perilaku, atau hubungan sosial yang membutuhkan
intervensi segera yang didefinisikan oleh pasien, keluarga pasien, atau masyarakat.
(Trent, 2013)
Kedaruratan psikiatri adalah suatu kondisi gangguan akut pada pikiran, perasaan,
perilaku, atau hubungan sosial yang membutuhkan suatu intervensi segera (Allen,
Forster, Zealberg, dan Currier, 2002).
B. ETIOLOGI
Penyebab kegawat daruratan psikiatrik adalah :
Bisa hal yang tidak berhubungan dengan kelainan organis (Psikosis, mania,
histeri
dissosiatif, gangguan panik dan sebagainya). Atau hal yang berhubungan
b. Usia
Kasus bunuh diri meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki,
angka bunuh diri tertinggi pada usia di atas 45 tahun sedangkan
pada perempuan angka bunuh diri tertinggi pada usia di atas 55 tahun. Orang
yang lebih tua lebih jarang melakukan percobaan bunuh diri, tetapi lebih sering
berhasil.n.
c. Ras
Di Amerika Serikat ras kulit putih lebih banyak melakukan bunuh diridibanding
ras kulit hitam.
d. Status perkawinan
Pernikahan menurunkan angka bunuh diri, terutama jika terdapat anak dirumah.
Orang yang tidak pernah menikah dua kali lebih beresiko untuk bunuhdiri.
Perceraian meningkatkan resiko bunuh diri. Janda atau duda yang pasangannya
telah meninggal juga memiliki angka bunuh diri yang tinggi.
e. Pekerjaan
Semakin tinggi status sosial semakin tinggi resiko bunuh diri, tetapi status
sosial yang rendah juga meningkatkan resiko bunuh diri.
3. Tindak Kekerasan
1. Faktor predisposisi
a. Faktor psikologis
- Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi
perilaku kekerasan
- Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil
tidak menyenangkan
- Frustasi
- Kekerasan dalam rumah tangga
2. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam baik
berupa injury fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Faktor pencetus :
a. Klien : kelemahan fisik, keputusasaam. Ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan
b. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun
eksternal dari lingkungan
c. Lingkungan : panas, padat, bising.
C. KLASIFIKASI
Kasus kedaruratan psikiatrik meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku
yangmemerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain: (Elvira, Sylvia D
danGitayanti Hadisukanto, 2010)
a. Kondisi gaduh gelisah
Keadaan gaduh gelisah bukanlah diagnosis dalam arti kata sebenarnya,tetapi
hanya menunjuk pada suatu keadaan tertentu, suatu sindrom
dengansekelompok gejala tertentu. Keadaan gaduh gelisah dipakai sebagai
sebutansementara untuk suatu gambaran psikopatologis dengan ciri-ciri utama
gaduh dangelisah. (Maramis dan Maramis, 2009).
Dikutip dari situs kesehatan mental epigee.org, berikut ini adalah tanda-tanda
bunuh diri yang mungkin terjadi:
1. Bicara mengenai kematian: Bicara tentang keinginan menghilang, melompat,
menembak diri sendiri atau ungkapan membahayakan diri.
2. Baru saja kehilangan: kematian, perceraian, putus dengan pacar atau
kehilangan pekerjaan, semuanya bisa mengarah pada pemikiran bunuh diri
atau percobaan bunuh diri. Kehilangan lainnya yang bisa menandakan bunuh
diri termasuk hilangnya keyakinan beragama dan hilangnya ketertarikan pada
seseorang atau pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati.
3. Perubahan kepribadian: seseorang mungkin memperlihatkan tanda-tanda
kelelahan, keraguan atau kecemasan yang tidak biasa.
4. Perubahan perilaku: kurangnya konsentrasi dalam bekerja, sekolah atau
kegiatan sehari-hari, seperti pekerjaan rumah tangga.
5. Perubahan pola tidur: tidur berlebihan, insomnia dan jenis gangguan tidur
lainnya bisa menjadi tanda-tanda dan gejala bunuh diri.
6. Perubahan kebiasaan makan: kehilangan nafsu makan atau bertambahnya
nafsu makan. Perubahan lain bisa termasuk penambahan atau penurunan
berat badan.
7. Berkurangnya ketertarikan seksual: perubahan seperti ini bisa mencakup
impotensi, keterlambatan atau ketidakteraturan menstruasi.
8. Harga diri rendah: gejala bunuh diri ini bisa diperlihatkan melalui emosi
seperti malu, minder atau membenci diri sendiri.
9. Ketakutan atau kehilangan kendali: seseorang khawatir akan kehilangan
jiwanya dan khawatir membahayakan dirinya atau orang lain.
10. Kurangnya harapan akan masa depan: tanda bunuh diri lainnya adalah
seseorang merasa bahwa tidak ada harapan untuk masa depan dan segala
hal tidak akan pernah bertambah baik.
D. MANIFESTASI
KLINIS
1. Gaduh/gelisah
Tanda dan gejala pada pasien yang mengalami gaduh gelisah diantaranya:
Gelisah
Mondar-mandir
Berteriak-teriak
Loncat-loncat
Marah-marah
Curiga
Agresif
Beringas
Agitasi
Gembira
Bernyanyi
Bicara kacau
Sulit berkomunikasi
2. Tindak Kekerasan
Gambaran klinis menurut Stuart dan Sundeen (1995) adalah sebagai berikut:
Muka merah
Pandangan tajam
Otot tegang
Berdebat
Stress
Menentang
Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.
Disfagia
Tremor
Inkontinensia
Penurunan kesadaran
Takikardia
Leukositosis
F. PENATALAKSANAAN
Perawatan di kedaruratan psikiatri biasanya berfokus pada manajemen perilaku
dan gejala. Proses pengobatan dilakukan bersamaan dengan proses evaluasi
(jika pemberian terapi telah memungkinkan). Wawancara awal tidak hanya
berfungsi untuk memperoleh informasi diagnostik yang penting, tetapi juga untuk
terapi. Dalam melakukan proses evaluasi, bila fasilitas tidak memadai, dapat
dilakukan perujukan pada fasilitas kesehatan terdekat yang memiliki fasilitas yang
cukup untuk penatalaksanannya. (Sadock and Kaplan, 2009; Trent, 2013)
Modalitas terapi yang digunakan untuk seting kedaruratan psikiatri antara lain:
1) farmakoterapi,
3) psikoterapi. (Knox dan Holloman, 2011; Riba et al., 2010; Sadock and
Kaplan, 2009).
a). Prehospital
Bila pasien masih diikat, sebaiknya ikatan itu disuruh dibuka sambil
tetap berbicara dengan pasien dengan beberapa orang memegangnya agar ia
tidakmen gamuk lagi. Biarpun pasien masih tetap dipegang dan dikekang, kita
berusahamemeriksanya secara fisik. Sedapat-dapatnya tentu perlu ditentukan
penyebabkeadaan gaduh gelisah itu dan mengobatinya secara etiologis bila
mungkin(Maramis dan Maramis, 2009).
Suntikan intramuskular suatu neuroleptikum yang mempunyai
dosisterapeutik tinggi (misalnya chlorpromazine HCL), pada umumnya sangat
bergunauntu mengendalikan psikomotorik yang meningkat. Bila tidak terdapat,
makasuntikan neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeurik rendah,
misalnyatrifluoperazine, haloperidol (5–10mg), atau fluophenazine dapat juga
dipakai, biarpun efeknya tidak secepat neuroleptikum kelompok dosis terapeutik
tingi. Bila tidak ada juga, maka suatu tranquailaizer pun dapat dipakai, misalnya
diazepam (5 – 10 mg), disuntik secara intravena, dengan mengingat
bahwatranquilaizer bukan suatu antipsikotikum seperti neuroleptika, meskipun
kedua-duanya mempunyai efek antitegang, anticemas dan antiagitasi (Maramis
danMaramis, 2009).
Bila pasien sudah tenang dan mulai kooperatif, maka pengobatan dengan
neuroleptika dilanjutkan per oral (bila perlu suntikan jugada pat diteruskan).
Pemberian makanan dan cairan juga harus memadai. Kita berusaha
terus mencari penyebabnya,
bila belum diketahui, terutama bila didugasuatu sindrom otak organik yang akut.
Bila ditemukan, tentu diusahakan untukmengobatinya secara etiologis (Maramis
dan Maramis, 2009).
BAB II
A. Pengkajian
1. Pengkajian awal
a. Pasien dengan gangguan mental organic diberikan obat dalam dosis
teraupetik minimal agar gejala penting tidak terselubung
b. Pasien dengan kondisi medis umum mengancam nyawa mula – mula tampilan
gejalanya seperti gangguan psikiatrik, terlebih dahulu harus diatasi kondisi
medis umumnya
2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan sesegera mungkin untuk menyingkirkan
kegawatdaruratan yang terkait fungsi organic.
Pemeriksaan psikiatrik standar meliputi: riwayat perjalanan penyakit,
pemeriksaan status mental, pemeriksaan status fisik/neurologik dan jika perlu
pemeriksaan penunjang. Yang pertama dan terpenting yang harus dilakukan
oeh seorang dokter di unit gawat darurat adalah menilai tanda-tanda vital
pasien. Tekanan ddarah, suhu, nadi adalah sesuatu yang mudah diukur dan
dapat memberikan informasi bermakna. Misalnya seorang yang gaduh gelisah
dan mengalami halusinasi, demam, frekuensi nadi 120 per menit dan tekanan
darah meningkat, kemungkinan besar mengalami delirium dibandingkan
dengan suatu gangguan psikiatrik. Lima hal yang harus ditentukan sebelum
menangani pasien selanjutnya:
b. Pemeriksaan psikiatrik
1. Wawancara psikiatrik
a. Ajukan pertanyaan 1 yang bersifat terbuka
b. Amati penampilan, aktivitas psikomotor, pembicaraan, alam perasaan,
proses piker dan isi pikir pasien, di samping usaha memperole
anamnesis.
c. Tunda keinginan untuk segera memulai penanganan atau mengambil
kesimpulan dengan maksud supaya segera memulai menolong pasien
berikutnya.
2. Pemeriksaan status mental
a. Selama pemeriksaan, evaluasi status mental pasien
b. Status mental dinilai dari :
ANAMNESA STATUS MENTAL
1) APPEARANCE (Penampilan) :
Postur tubuh , Kerapian , Status nutrisi , Tanda penggunaan
obat/ alcohol, Selalu bawa senjata, Motorik , Pergerakan ,
5) THOUGHT
Pola pikir
6) MOOD
Suasana hati
B. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan pada diri sendiri
1. Harga diri rendah berhubungan dengan penyakit fisik,minder, dan malu.
2. Resiko Perilaku Kekerasan berhubungan dengan adanya ancaman
fisik,psikis,dan konsep diri.
Tujuan : Klien memiliki konsep fisik yang positif dan dapat membina
hubungan saling percaya
Kriteria hasil :
Intervensi Keperawatan
Tujuan : perilaku kekerasan tidak terjadi dan klien dapat membina hubungan
saling percaya
Kriteria Hasil :
Klien menunjukan wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, kontak mata ada,
mau menceritakan perasaan yang dirasakan, mau menceritakan masalahnya
Intervensi Keperawatan
A. Kesimpulan
Kegawatdaruratan Psikiatri adalah kondisi dimana kondisi psikis pasien
menjadi terganggu sehingga dibutuhkan intervensi segera dengan ilmu
keperawatan gawat darurat secara holisitik.
B. Saran
1. Selalu berfikiran positif akan segala hal
2. Selalu mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa
3. Menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan yang positif
4. Jangan mencoba-coba sesuatu yang tidak baik