Anda di halaman 1dari 109

TESIS

ANALISIS KEJADIAN GASTROENTERITIS


DI MASA PANDEMI COVID-19 DAN KUALITAS
HYGIENE SANITASI MAKANAN BERDASARKAN
UJI BAKTERIOLOGIS PADA KARYAWAN
PUSAT PERBELANJAAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar (S2)


Magister Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya

OLEH

NAMA : VENIRANDA NENY WIDYASTUTI


NIM : 10012621923011

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT (S2)


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021

i
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Usaha tak pernah mengkhianati hasil

Bersikap ramahlah, karena setiap orang yang Anda temui sedang


menghadapi perjuangan yang berat (Plato)

PERSEMBAHAN

• Untuk suamiku yang selalu pengertian dan memberi semangat


• Kedua buah hatiku yang hebat dan manis
• Kedua orang tuaku yang tidak berhenti mendo’akan putra
putrinya
• Seluruh sahabat dan handai taulan

vi
KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATANMASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Karya tulis ilmiah berupa tesis,
22 Juni 2021

Veniranda Neny Widyastuti

Analisis Kejadian Gastroenteritis Di Masa Pandemi Covid-19 Dan Kualitas


Hygiene Sanitasi Makanan Berdasarkan Uji Bakteriologis Pada Karyawan Pusat
Perbelanjaan
v + 66 halaman, 2 grafik, 29 tabel, 3 lampiran

ABSTRAK

Pusat perbelanjaan sebagai salah satu sarana publik tempat berkumpulnya


masyarakat melakukan berbagai aktivitas dapat menjadi cluster penularan Covid-
19. Selama masa pandemic SARS-CoV-2, sebagian besar perhatian kita tertuju
kepada gejala-gejala penyakit gangguan pernapasan. Sedangkan kita tidak bisa
menyampingkan gejala diare dan gangguan saluran pencernaan lainnya, misalnya
gastroenteritis yang ditandai dengan adanya keluhan sindrome buang air besar.
Tujuan penelitian ini untuk melihat gambaran skor hygiene sanitasi rumah makan
pada tiap pusat perbelanjaan dengan kejadian gastroenteritis pada karyawan,
menghitung prevalence ratio kejadian gastroenteritis berdasarkan variabel penilaian
hygiene sanitasi tempat pengolahan makanan dan uji bakteriogis sampel makanan
pada karyawan pusat perbelanjaan.
Metode yang digunakan adalah cross sectional analitik yang disertai observasi.
Subyek penelitian adalah 208 karyawan pada 5 mall di Palembang dan 12 rumah
makan yang menjadi pilihan karyawan tersebut untuk makan siang.
Kesimpulan : analisis data menunjukkan bahwa semakin tinggi skor penilaian
hygiene sanitasi rumah makan, maka semakin rendah adanya keluhan irritable
bowel syndrome (IBS). Prevalence ratio tertinggi kejadian gastroenteritis adalah
pada variabel bahan makanan dan makanan jadi yaitu 1,251.

Kata Kunci : Gastroenteritis, pusat perbelanjaan, Palembang, covid-19


Kepustakaan : 54 ( 1975 – 2020 )

vii
ENVIRONMENTAL HEALTH
MASTER STUDY PROGRAM (S2) PUBLIC HEALTH SCIENCE
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
SRIWIJAYA UNIVERSITY
Scientific paper in the form of theses,
June 22, 2021
Veniranda Neny Widyastuti
Analysis of Gastroenteritis Incidence During the Covid-19 Pandemic And Food
Sanitation Hygiene Quality Based On Bacteriological Tests On Shopping Center
Employees
v + 66 pages, 2 charts, 29 tables, 3 appendices

ABSTRACT
Shopping centers as one of the public facilities where people gather to carry out
various activities can become a cluster of Covid-19 transmission. During the SARS-
CoV-2 pandemic, most of our attention was focused on the symptoms of respiratory
diseases. Meanwhile, we cannot rule out the symptoms of diarrhea and other
digestive tract disorders, such as gastroenteritis which is characterized by
complaints of bowel syndrome.
The purpose of this study was to see the description of the hygiene and sanitation
scores of restaurants in each shopping center with the incidence of gastroenteritis
in employees, calculate the prevalence ratio of gastroenteritis events based on the
assessment of hygiene sanitation in food processing places and bacteriological tests
of food samples on shopping center employees.
The method used is cross sectional analytic accompanied by observation. The
subjects of the study were 208 employees at 5 malls in Palembang and 12
restaurants which were the employees' choice for lunch.
Conclusion: data analysis showed that the higher the score of the restaurant
hygiene sanitation assessment, the lower the complaints of irritable bowel
syndrome (IBS). The highest prevalence ratio of gastroenteritis is the variable of
foodstuffs and ready-to-eat foods, which is 1.251.
Keywords: Gastroenteritis, shopping center, Palembang, covid-19
Citations : 54 ( 1975 – 2020 )

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukut ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas Berkah dan RahmatNya
sehingga penyusunan tesis dengan judul “Analisis Kejadian Gastroenteritis Di
Masa Pandemi Covid-19 Dan Kualitas Hygiene Sanitasi Makanan
Berdasarkan Uji Bakteriologis Pada Karyawan Pusat Perbelanjaan” ini dapat
terselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan
Program Magister pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat di Program
Pascasarjana Universitas Sriwijaya Palembang.
Pelaksanaan penelitian, proses penulisan dan penyelesaian tesis ini dapat berjalan
dengan baik karena adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
perkenankan penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Ibu Dr. Misnaniarti, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya Palembang
2. Ibu Dr. Rostika Flora,S.Kep, M.Kes selaku Koordinator Program Studi
Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
Palembang.
3. Ibu Prof. Dr. Yuanita Windusari, S.SI, M.Si, selaku Pembimbing I yang
telah memberikan arahan dalam ide utama penulisan tesis kami.
4. Bapak Hermansyah, S.Si. M.Si. Ph. D, selaku Pembimbing II, yang telah
membimbing dan mengarahkan teknis penulisan tesis kami sehingga bisa
menjadi karya tulis yang baik.
5. Dr.rer.med. H.Hamzah Hasyim,S.KM.,M.KM, Dr. Novrikasari, SKM,
M.Kes, Dr. Misnaniarti, SKM, MKM, dan Dr. Rico Januar Sitorus, SKM,
M.Kes(Epid), selaku penguji tesis kami yang telah memberikan banyak
kritik, saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis kami.
Penulis menyadari bahwa tesisi ini begitu banyak mempunayi kekurangan.
Namun demikian, penulis tetap berharap kiranya tesis ini bisa memberikan
manfaat bagi penulis sendiri maupun pihak lain.
Palembang, Juni 2021
Penulis

ix
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 November 1972 di Kota Madiun Propinsi Jawa
Timur. Putri dari bapak Ignatius Narno Widadi dan ibu Lucia Endang Surtini yang
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDK.St. aBernardus pada tahun 1985,
Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Madiun pada tahun 1988, Sekolah
Menengah Atas di SMAN 2 Madiun pada tahun 1991. Pada tahun 1994
menyelesaikan pendidikan Diploma III di Akademi Kesehatan Lingkungan di
Surabaya dan tahun 2008 menyelesaikan Strata 1 di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bina Husada Palembang.
Pada tanggal 28 Oktober 1995 penulis menikah dengan Martindra Mirlansyah dan
dikaruniai seorang putri bernama Widya Haris Saraswati pada tahun 1997 dan
seorang putra bernama Haris Fajar Wibisono pada tahun 2002.
Pada tahun 1999 penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil dan sejak tahun 2000
penulis berkarier di Dinas Kesehatan Kota Palembang pada seksi Penyehatan
Lingkungan dan menjadi pemegang program Penyehatan Makanan dan Minuman
sampai saat ini.

x
DAFTAR ISI
TESIS ....................................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN INTEGRITAS ....................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………………...v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................. x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 5
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................................ 5
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 6
1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................................................. 6
1.4.2 Manfaat Praktis .............................................................................................. 6
BAB II ..................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 7
2.1 Hygiene Sanitasi Makanan ................................................................................ 7
2.2 Definisi Gastroenteritis ..................................................................................... 8
2.3 Faktor Penyebab Gastroenteritis ....................................................................... 9
2.4 Kejadian Gastroenteritis .................................................................................. 11
2.5 Irritable Bowel Syndrome sebagai Dampak Jangka Panjang dari Bacterial
Gastroenteritis ...................................................................................................... 11
2.6 Pusat Perbelanjaan .......................................................................................... 12
2.7 Hipotesis.......................................................................................................... 15

xi
2.8 Kerangka Teori................................................................................................ 16
2.9 Kerangka Konsep ............................................................................................ 17
2.10 Definisi Operasional ..................................................................................... 18
BAB III ................................................................................................................. 22
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 22
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ...................................................................... 22
3.2. Pengambilan Data Kuantitatif ........................................................................ 22
3.2.1 Populasi dan sampel ..................................................................................... 22
3.2.2 Sumber Data ................................................................................................. 24
3.2.3 Pengumpulan Data ....................................................................................... 24
3.3 Pengolahan Data.............................................................................................. 25
3.4 Analisa dan Penyajian Data ............................................................................ 26
3.4.1 Analisa Data ................................................................................................. 26
3.4.2 Penyajian Data ............................................................................................. 27
3.6 Alur Penelitian ................................................................................................ 29
BAB IV ................................................................................................................. 30
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 30
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................... 30
4.2 Analisa Deskriptif ................................................................................... 30
4.2.1 Distribusi Rumah Makan dan Menu Pilihan Karyawan .............................. 30
4.2.2 Hasil Penilaian Hygiene Sanitasi Rumah Makan......................................... 31
4.2.3 Hasil Penilaian Irritable Bowel Syndrome di Tiap Pusat Perbelanjaan ....... 32
4.2.4 Hubungan Deskriptif antara Gejala Irritable Bowel Syndrome (IBS) dengan
Hasil Penilaian Hygiene Sanitasi Rumah Makan.................................................. 33
4.2.5 Hubungan Hasil Uji Angka Lempeng Total dengan Skor Penilaian Rumah
Makan .................................................................................................................... 35
4.3 Analisa Kuantitatif Analitik ........................................................................... 36
4.3.1 Analisa Univariat ......................................................................................... 36
4.2.2 Analisis Bivariat ........................................................................................... 41
4.2.3 Analisa Multivariat....................................................................................... 48
4.4 Pembahasan .................................................................................................... 52
4.3.1 Lokasi dan Bangunan .................................................................................. 52
4.3.2 Fasilitas Sanitasi ........................................................................................... 53
4.3.3 Dapur, Ruang Makan Dan Gudang Bahan Makanan ................................... 54

xii
4.3.4 Bahan Makanan Dan Makanan Jadi ............................................................ 55
4.3.5 Pengolahan Makanan ................................................................................... 56
4.3.6 Penyimpanan Bahan Makanan Dan Makanan Jadi ..................................... 58
4.3.7 Penyajian Makanan ...................................................................................... 58
4.3.8 Peralatan ...................................................................................................... 59
4.3.9 Tenaga Kerja ................................................................................................ 61
4.3.10 Pengolahan Makanan, Lokasi dan Pintu sebagai Faktor Terbesar Penyebab
Gastroenteritis ........................................................................................... 62
4.5 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 63
BAB V................................................................................................................... 64
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 64
5.2 Saran ................................................................................................................ 65

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis-Jenis Perbelanjaan ................................................................. 14


Tabel 2.2 Definisi Operasional ....................................................................... 18
Tabel 4.1 Distribusi Rumah Makan dan Menu Rujukan Makan Siang
Para Karyawan di Tiap Pusat Perbelanjaan ..................................... 30
Tabel 4.2 Hasil Skor Penilaian Hygiene Sanitasi Rumah Makan Rujukan
Makan Siang Para Karyawan Pusat Perbelanjaan ........................... 31
Tabel 4.3 Angka Gejala Irritable Bowel Syndrome pada Karyawan Pusat
Perbelanjaan .................................................................................... 32
Tabel 4.4 Hubungan Skor Penilaian Hygiene Sanitasi Rumah Makan Skor
Terendah Terhadap Gejala IBS pada Karyawan ............................. 33
Tabel 4.5 Hubungan Skor Penilaian Hygiene Sanitasi Rumah Makan Skor
Tertinggi Terhadap Gejala IBS pada Karyawan ............................. 33
Tabel 4.6 Hubungan Skor Penilaian Hygiene Rumah Makan dengan
Angka Lempeng Total pada Sampel Makanan ............................... 34
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Penelitian (n=208) .... 35
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Responden
(n=208) ............................................................................................ 36
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Skor Total IBS .............................................. 37
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Jumlah Karyawan dan Jumlah Penjamah
Makanan di Setiap Pusat Perbelanjaan ........................................... 37
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Skor Total Penilaian Rumah Makan ............ 38
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Hasil Pengujian Laboratorium Sampel
Makanan (Bakteri Salmonella) ......................................................... 39
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Hasil Pengujian Laboratorium Sampel
Makanan (Bakteri Escherichia Coli) ............................................... 39
Tabel 4.14 Gambaran Baku Mutu pada Sampel Makanan .............................. 39
Tabel 4.15 Prevalence Ratio Lokasi dan Bangunan dengan Penyakit Bawaan
Makanan (Gastroenteritis) ............................................................... 40
Tabel 4.16 Prevalence Ratio Fasilitas Sanitasi dengan Penyakit Bawaan
Makanan (Gastroenteritis) .................................................................. 41

xiii
Tabel 4.17 Prevalence Ratio Dapur, Ruang Makan, dan Gudang Bahan
Makanan dengan Penyakit Bawaan Makanan (Gastroenteritis) ... 41
Tabel 4.18 Prevalence Ratio Bahan Makanan dan Makanan Jadi dengan
Penyakit Bawaan Makanan (Gastroenteritis) .................................. 42
Tabel 4.19 Prevalence Ratio Pengolahan Makanan dengan Penyakit Bawaan
Makanan (Gastroenteritis) ................................................................. 43
Tabel 4.20 Prevalence Ratio Tempat Penyimpanan Bahan Makanan dan
Makanan Jadi dengan Penyakit Bawaan Makanan
(Gastroenteritis)……………………………………………………44
Tabel 4.21 Prevalence Ratio Penyajian Makanan dengan Penyakit Bawaan
Makanan (Gastroenteritis) ............................................................... 45
Tabel 4.22 Prevalence Ratio Peralatan dengan Penyakit Bawaan Makanan
(Gastroenteritis) ............................................................................... 46
Tabel 4.23 Prevalence Ratio Tenaga Kerja dengan Penyakit Bawaan Makanan
(Gastroenteritis) ............................................................................... 46
Tabel 4.24 Seleksi Bivariat Hygiene Sanitasi Tempat Pengolahan Makanan . .. 48
Tabel 4.25 Pemodelan Akhir Multivariat ......................................................... 49
Tabel 4.26 Seleksi Bivariat .............................................................................. 50
Tabel 4.27 Pemodelan Akhir Multivariat ......................................................... 50

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konsep ......................................................................... 17


Gambar 3.1 Alur Penelitian .............................................................................. 29
Gambar 4.1 Grafik Trend Penurunan Angka IBS berdasarkan Skor Penilaian
Hygiene Sanitasi Rumah Makan Terendah di Setiap Pusat
Perbelanjaan …………………………………………………. 34
Gambar 4.2 Grafik Trend Penurunan Angka IBS berdasarkan Skor Penilaian
Hygiene Sanitasi Rumah Makan Tertinggi di Setiap Pusat
Perbelanjaan…………………………………………………… 35

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyediaan makanan dan minuman bagi karyawan telah menjadi suatu
kegiatan rutin pada beberapa kegiatan perekonomian. Intervensi lingkungan kerja
dapat memberikan pengaruh yang positif dalam perilaku makan atau diet. (1)
Beberapa perusahaan dengan jumlah karyawan cukup besar, misalnya diatas 50
orang dan memiliki jam kerja lebih dari 8 jam serta terbagi dalam beberapa shift,
merasa perlu melakukan upaya yang lebih terkoordinasi untuk melakukan
penyediaan makanan dan minuman tersebut. Sebagian perusahaan mengupayakan
sendiri dengan dapur yang tersedia di lingkungan kerjanya, sebagian lagi merasa
perlu melibatkan pihak ketiga dengan berlangganan dan sebagian lagi memberi
kebebasan kepada karyawan untuk memilih sendiri rumah makan atau sejenisnya
berikut menu kesukaannya.
Lebih dari 59% kasus keracunan di Eropa disebabkan oleh usaha jasa penyedia
catering. (3). Terdapat lima faktor penyebab utama kejadian luar biasa keracunan
makanan yaitu: penanganan suhu yang tidak tepat, proses pengolahan makanan
yang tidak memenuhi syarat, peralatan yang terkontaminasi, pembelian atau
pemilihan bahan makanan yang tidak baik dan rendahnya personal hygiene pada
penjamah makanan. Perilaku mencuci tangan pada para pekerja juga menjadi faktor
penting dalam mencegah perpindahan bakteri.
Demikian pula dengan sebuah penelitian terhadap kasus keracunan makanan di
sebuah sekolah yang melakukan pemeriksaan bakteriologis terhadap sampel
makanan berupa kentang beku, daging hamburger dan roti serta wawancara
terhadap pekerja kantin dan siswa yang mengalami muntah dan diare. Kesimpulan
yang diperoleh adalah pengolahan makanan yang kurang sempurna dan kesehatan
pekerja kantin pada saat melakukan proses pengolahan menjadi faktor penyebab
terjadinya kasus keracunan massal tersebut. (4)
Diare merupakan karakterisitik umum dari perubahan pola buang air besar
dengan frekwensi 3 kali atau lebih dalam sehari atau setara dengan 200 gr per hari.
(5) Diare dikategorikan sebagai akut apabila berlangsung selama kurang dari 14

1 Universitas Sriwijaya
2

hari dan dikategorikan sebagai kronik bila berlangsung lebih dari 14 hari.
Gastroenteritis diartikan sebagai sindroma muntah dan diare atau paduan dari
keduanya. (5) Gejala muntah dan diare perlu menjadi perhatian sebab secara klinis
merupakan symptoms dari gastroenteritis. Gastroenteritis akut sering terjadi,
terutama pada anak-anak dan telah diketahui bahwa penyebabnya adalah virus.(6)
Penyakit ini secara kontinu menimbulkan angka kesakitan dan kematian pada
populasi di seluruh dunia. Sementara gastroenteritis pada orang dewasa yang
disebabkan oleh calicivirus sering menimbulkan kejadian epidemic. (6)
Penyebab gastroenteritis lainnya adalah bakteri Salmonella. (7). Pangan
hewani dan produk pangan segar lain sering dirujuk sebagai penyebab kejadian luar
biasa keracunan makanan yang diakibatkan oleh bakteri ini. Tidak seperti telur dan
daging, produk segar seringkali dikonsumsi mentah sehingga pencegahan
penularan penyakit melalui produk ini menjadi suatu tantangan yang unik. (8) Di
Amerika Serikat, diperkirakan 1,4 juta kasus gastroenteritis disebabkan oleh
Salmonella dan 600 diantaranya menyebabkan kematian. Sementara menurut data
di Profil Dinas Kesehatan Kota Palembang tahun 2017, telah ditemukan 41.957
kasus diare, sementara pada tahun sebelumnya ditemukan 37.896 kasus. Data
tersebut tidak mencantumkan penyebab etiologinya.
Selain Salmonella, bakteri lain penyebab gangguan pencernaan adalah
Escherichia coli O157:H7. Bakteri ini sejak tahun 1982 diketahui sebagai penyebab
utama pathogenitas di industry pangan. (9) Keberadaan E. coli berhubungan erat
dengan fasilitas sanitasi yang merupakan kelengkapan- kelengkapan yang harus
tersedia untuk memelihara kualitas lingkungan sehingga dapat mencegah terjadinya
pencemaran, dalam hal ini adalah pencemaran makanan. Fasilitas sanitasi yang
dimaksud adalah ketersediaan air bersih, pengelolaan sampah, pengelolaan air
limbah, kebersihan toilet, tempat cuci tangan dan peralatan. (10) Ketersediaan air
yang memenuhi syarat kesehatan sangat berpengaruh pada hasil akhir produk
makanan karena air diperlukan dalam setiap tahapan proses pengolahan dan
pencucian peralatan.
Infeksi bakteri dapat mengakibatkan infeksi sekunder oleh virus dan memicu
terjadinya kombinasi genetic dari virus tersebut. Lebih lanjut diungkapkan bahwa
bakteri pencernaan dapat meningkatkan virulensi dan frekwensi infeksi sekunder

Universitas Sriwijaya
3

oleh virus. Poliovirus, reovirus dan norovirus sebagai bagian dari virus-virus
pencernaan masuk melalui sistem pencernaan dan pada sistem tersebut bertemu
dengan bakteri yang memang sudah ada sebelumnya. Bakteri pencernaan ini dapat
menyebabkan infeksi sekunder lebih dari dua jenis virus untuk setiap sel inang. (11)
Selama masa pandemic SARS-CoV-2, sebagian besar perhatian kita tertuju
kepada gejala-gejala penyakit gangguan pernafasan. Sedangkan kita perlu memberi
perhatian kepada fakta bahwa sejumlah pasien COVID-19 secara signifikan
mengalami juga gejala diare. (12) Diare sering muncul sebagai gejala pada pasien
terinfeksi SARS-CoV-2 dan peningkatan angka kejadian ini bisa merupakan akibat
dari transmisi fecal-oral. Pada artikel-artikel publikasi ditemukan variasi kasus
diare pada rentang 2% - 50%. Sedangkan pada sumber analisis data ditemukan
bahwa 10% pasien Covid-19 menderita diare. Walaupun angka ini lebih rendah
daripada komplikasi lain yang disebabkan oleh coronavirus, tetapi kita tidak bisa
menyampingkan adanya hubungan antara diare dengan COVID-19. Gejala diare
seharusnya menjadi perhatian akan adanya infeksi SARS-CoV-2 dan patut
ditindaklanjuti sebagai diagnosis awal adanya COVID-19.(12) Keluhan yang
berhubungan dengan usus dan gangguan perut laiinya yang disertai dengan
gangguan pernafasan adalah gejala umum dari infeksi keluarga family coronavirus.
Penelitian retrospektif atau kohort pertama yang mengevaluasi adanya gejala
gastroenteritis dengan SARS telah dilakukan di Hongkong pada tahun 2003.
Keluhan yang berhubungan dengan usus dan gangguan perut laiinya yang disertai
dengan gangguan pernafasan adalah gejala umum dari infeksi keluarga family
coronavirus. Penelitian retrospektif atau kohort pertama yang mengevaluasi adanya
gejala gastroenteritis dengan SARS telah dilakukan di Hongkong pada tahun
2003.(12)
Pada tanggal 19 Januari sampai dengan 9 Februari 2020, di kota Wenzhou,
China terdeteksi 7 staff pusat perbelanjaan dan 10 orang pengunjungnya positif
mengidap COVID-19. (13) Kontak terdekat dari pasien tersebut dilacak dan
didapatkan 11 orang lain yang juga dinyatakan positif terinfeksi. Sampai saat ini
belum terbukti bahwa virus dapat hidup di luar tubuh manusia, tetapi melihat
pengalaman dari merebaknya kasus Middle East Respiratory Syndrom (MERS),
coronavirus ternyata dapat hidup dan bersifat infectious selama 60 menit sejak

Universitas Sriwijaya
4

dihembuskan (aerolization). Berdasarkan pengalaman itu maka diduga terjadi


penularan tak langsung melalui gagang pintu, tombol lift dan pegangan tangan di
tangga elevator. (13)
Pusat perbelanjaan, sebagai salah satu kegiatan ekonomi, diatur dalam
Ketentuan Umum ayat 4 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No 69
tahun 2018 tentang Pengawasan Barang Beredar dan/Jasa, merupakan area untuk
melakukan perdagangan barang dan/atau jasa yang terpusat pada daerah atau
bangunan tertentu, baik berbentuk vertical maupun horisontal. (14) Pusat
perbelanjaan merupakan adaptasi terkini dari pasar tradisional yang telah ada sejak
dulu. (15) Seringkali masyarakat berkumpul di pusat perbelanjaan bukan hanya
untuk membeli barang kebutuhan saja tetapi juga untuk bersenang-senang.(15)
Sebagai tempat berkumpulnya orang banyak, pusat perbelanjaan juga dapat
menjadi tempat penularan penyakit kepada masyarakat luas, sehingga wajib
menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi syarat kesehatan, sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 17 tahun 2020
tentang Pasar Sehat.
Kota Palembang, sebagai salah satu kota besar di Indonesia memiliki beberapa
pusat perbelanjaan yang tersebar di beberapa wilayah. Dengan semakin banyaknya
pusat perbelanjaan yang berdiri, maka semakin banyaklah pula kemungkinan
penularan penyakit akibat aktifitas masyarakat di dalamnya. Dengan latar belakang
inilah, kami bermaksud melakukan analisis kejadian gastroenteritis di masa
pandemi Covid-19 dan kualitas hygiene sanitasi makanan berdasarkan uji
bakteriologis pada karyawan di beberapa pusat perbelanjaan di Kota Palembang.

1.2 Rumusan Masalah


Terjadinya gastroenteritis disebabkan oleh kuman, seperti Salmonella dan E.
coli yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman.
Gangguan pencernaan yang sering dijumpai oleh para ahli di negara-negara
berkembang adalah irritable bowel syndrome (IBS), yang diartikan sebagai
gangguan sistem pencernaan dengan gejala tertentu dengan penyebab bahan –
bahan biokimia atau kerusakan patologi yang tidak teridentifikasi, walaupun dapat
juga dipengaruhi oleh factor psikologis dan emosional.(16). Gastroenteritis

Universitas Sriwijaya
5

bacterial akut berhubungan dengan naiknya gejala pada pasien dengan diagnose
IBS yang hampir mendekati 15%. (16). Hal demikian didefinisikan sebagai
postinfectious irritable bowel syndrome (PI-IBS). Gejala gastroenteritis pada masa
pandemic ini patut menjadi perhatian karena disebutkan dalam sebuah penelitian
bahwa sebanyak 17 pasien atau sebesar 23,3% menunjukkan hasil positif SARS-
CoV-2 RNA pada uji faeces, meskipun test respiratory dinyatakan negatif.(12)
Selama pandemic covid-19 ini, terjadi juga peningkatan angka kesakitan diare di
China, Eropa, Jepang dan Amerika sebanyak 2% - 50%. (12).
Karyawan pusat perbelanjaan yang mengkonsumsi makan siang di rumah
makan di sekitar tempat kerja, dapat terpapar oleh berbagai kuman penyebab
penyakit bawaan makanan. Postinfectious irritable bowel syndrome hendaknya
dijadikan tanda adanya dampak jangka panjang dari penyakit bawaan makanan.(16)
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu kajian analisa kejadian
gastroenteritis melalui pengukuran gejala irritable bowel syndrome (IBS) terhadap
karyawan pusat perbelanjaan yang telah bekerja selama minimal satu tahun di suatu
pusat perbelanjaan pada masa pandemic covid-19 dan kualitas hygiene sanitasi
rumah makan disertai pengujian sampel makanan secara bakteriologis.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis hubungan kejadian gastroenteritis dan tingkat hygiene sanitasi
rumah makan melalui uji bakteriologis makanan pada karyawan pusat
perbelanjaan.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menganalisa hubungan skor penilaian hygiene sanitasi rumah makan
dengan kejadian gastroenteritis pada karyawan pusat perbelanjaan.
b. Menganalisa hubungan kualitas hygiene sanitasi sarana tempat
pengolahan makanan, yaitu rumah makan, kantin atau warung lokasi
makan siang karyawan pusat perbelanjaan dengan kejadian gastroenteritis
berdasarkan variabel pemeriksaan sebagai berikut :
1. lokasi dan bangunan,
2. fasilitas sanitasi,

Universitas Sriwijaya
6

3. dapur, ruang makan dan gudang bahan makanan,


4. bahan makanan dan makanan jadi,
5. pengolahan makanan,
6. penyimpanan makanan dan makanan jadi,
7. penyajian makanan
8. peralatan,
9. tenaga kerja
c. Menganalisa keberadaan bakteri E coli dan Salmonella pada sampel
makanan.
d. Menganalisis determinant terbesar penyebab gastroenteritis dari variabel
penilaian hygiene sanitasi rumah makan.

1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Dapat menunjukkan hubungan antara kualitas hygiene sanitasi makanan
dan sarana pengolahan makanan dengan resiko terjadinya gastroenteritis pada
karyawan pusat perbelanjaan.

1.4.2 Manfaat Praktis


a. Dapat memberikan arahan bagi upaya perbaikan kualitas hygiene
sanitasi tempat pengolahan makanan, khususnya yang menjadi
rujukan aktivitas para karyawan pusat perbelanjaan.
b. Dapat menjadi landasan kebijakan bagi para pemangku kepentingan
dalam upaya peningkatan pengawasan dan pembinaan tempat
pengolahan makanan di Kota Palembang.

Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hygiene Sanitasi Makanan


Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh makanan yang aman dan layak
untuk dikonsumsi. (17) Penyakit yang diakibatkan oleh keracunan makanan sangat
merugikan dan bahkan bisa berakibat fatal. Setiap pihak yang terlibat dalam usaha
penyediaan makanan, mulai dari petani sampai dengan penjamah makanan dan
konsumen turut bertanggung jawab dalam pencegahan penyakit bawaan makanan.
Oleh sebab itu, pengawasan hygiene sanitasi makanan harus dilaksanakan dengan
baik.
Prinsip hygiene sanitasi makanan atau yang lebih dikenal sebagai Hazard
Analysis Critical and Control Points (HACCP) merupakan program pengawasan
penyediaan makanan untuk menjamin makanan agar aman dikonsumsi. Program
ini dapat diterapkan pada seluruh rangkaian system penyediaan makanan mulai dari
pertanian sampai dengan penyajian makanan (from farm to table) dengan dilandasi
bukti-bukti ilmiah. Di banyak negara berkembang, prinsip-prinsip HACCP sering
tidak dilaksanakan dengan baik sehingga meningkatkan resiko terjadinya penyakit
akibat makanan. (17)
Untuk melaksanakan HACCP yang baik dan benar, perlu didahului dengan
pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOPs) yaitu dengan
melakukan pencatatan dan pelaksanaan tiap tahapan proses pada dokumen laporan
atau checklist. Setiap pekerja harus mengerti setiap tahapan tersebut dan mampu
melaksanakannya secara efektif. Keberhasilan pelaksanaan HACPP dapat dicapai
apabila SSOPs dilakukan dan terdokumentasi dengan baik. Pelaksanaan SSOPs
juga dapat mencegah terjadinya kelebihan beban kerja yang dialami oleh karyawan
sebab setiap individu memiliki tanggung jawabnya masing-masing.(17)
Pelaksanaan SSOPs merupakan rangkaian kegiatan sanitasi rutin yang telah
dibakukan misalnya cara menyimpan makanan, cara menjaga suhu pemyimpanan
bahan makanan, kebersihan peralatan termasuk jadwal pembersihan, kebersihan
para penjamah makanan termasuk kelengkapan pakaian kerja dan kebiasaan
mencuci tangan. Langkah-langkah dalam SSOPs dituangkan dalam dokumen yang

7 Universitas Sriwijaya
8

dikerjakan secara tim atau grup dengan memberi masukan-masukan sesuai dengan
bidang pengetahuannya. Pengerjaan setiap langkah tersebut juga harus melibatkan
kerangka waktu sehingga dapat terjadwal dengan baik.

2.2 Definisi Gastroenteritis


Gastroenteritis merupakan gangguan pencernaan yang ditandai dengan muntah
atau diare dimana penderita mengalami buang air besar yang berair lebih dari dua
kali dalam sehari. Masyarakat kadang menyebutnya sebagai flu perut, flu lambung
atau virus perut. (18) Selain gangguan pencernaan, infeksi ini bisa juga disertai
demam, sakit kepala, sakit otot, berkurangnya nafsu makan dan penurunan berat
badan. Pada orang usia lanjut, penyakit ini dapat menampakkan gejala yang cukup
parah seperti misalnya muntah darah, tidak dapat menelan cairan sehingga
dimuntahkan kembali, sampai dengan buang air besar yang disertai darah. Pada
kondisi ini, pertolongan dokter harus segera diberikan. Sedangkan pada bayi atau
balita, penyakit ini dapat menimbulkan gejala lesu, demam tinggi, perasaan tidak
nyaman sehingga anak menjadi rewel, dehidrasi, menangis tanpa air mata dan mulut
yang kering.
Salah satu penyebab gastroenteritis adalah virus. Sampai dengan tahun 1940-
an, jenis virus penyebabnya belum banyak diketahui. Kemudian pada tahun 1972,
Kapikian et al pertama kali mengidentifikasi adanya Norwalk virus pada feces salah
satu penderita kasus gastroenteritis. Setahun berikutnya ditemukan rotavirus oleh
Bishop et al (19) dan pada tahun 1975 ditemukan pula astrovirus dan enteric
adenovirus pada anak-anak penderita akut. Semenjak itu, jenis virus yang
berhubungan dengan gastroenteritis semakin banyak diketahui jenisnya, antara lain
coronavirus, picobirnavirus, pestivirus dan torovirus. (6)
Penanganan terhadap viral gastroenteritis adalah bersifat symptomatic dimana
tujuan utamanya adalah mencegah dehidrasi sekunder.(6) Oleh karena itu,
pertolongan pertama dengan pemberian cairan adalah sangat penting untuk
mengatasi kekurangan cairan dan mengganti hilangnya cairan tubuh akibat muntah
dan diare.
Penyebab lain dari gastroenteritis adalah bakteri, terutama bakteri Salmonella.
Sebagaimana yang dipublikasikan oleh The Center for Disease Control ( Pusat

Universitas Sriwijaya
9

Pengendalian Penyakit Amerika Serikat ) secara berkala tentang kejadian luar biasa
keracunan makanan, bahwa pada tahun 1973 terdapat total 307 Kejadian Luar Biasa
( KLB) keracunan makanan yang berdampak pada 12.447 orang dan mengakibatkan
kematian pada 15 orang diantaranya. Tujuh kematian adalah akibat salmonellosis,
empat diantaranya dari jenis botulinum, satu akibat Clostridium perfingens, satu
korban akibat trichinosis dan dua lainnya adalah akibat lain yang tidak infeksius.
Penyebab KLB 66% adalah bakteri dengan rincian sebagai berikut : Salmonella
26%, Staphylococcus aureus 15,6%, Clostridium perfingens 7,1%, Shigella 6,3%,
Bacillus cereus 0.8%, Brucella melitensis 0,8%, Group A Streptococcus
0,8%, Vibrio parahaemolyticus 0,8%, Trichinella spiralis 7,9%, dan
Hepatitis A 3,9%. Bakteri E. coli juga bisa menjadi penyebab diare akut, baik pada
orang dewasa, kolera.

2.3 Faktor Penyebab Gastroenteritis


Terdapat beberapa hasil penelitian dengan topik hygiene sanitasi kantin
sekolah yang menitik beratkan penelitiannya pada aspek yang berbeda. Salah
satunya adalah penelitian terhadap kasus keracunan makanan di sebuah sekolah
menengah atas di Brooklyn Amerika Serikat pada tahun 1984. (4) Dalam penelitian
tersebut dilakukan investigasi yang meliputi inspeksi sanitasi pada sarana kantin
sekolah, pemeriksaan laboraturium terhadap sampel bahan makanan, wawancara
kepada para penjamah makanan dan penyebaran angket kepada para siswa. Inspeksi
sanitasi menemukan bahwa ayam dan tuna salad disimpan pada suhu 16 0C dan
hamburger yang telah dimasak disimpan pada suhu 430C. Seharusnya,
penyimpanan makanan yang telah masak (siap santap) dilakukan pada suhu
dibawah 70C atau diatas 600C. Selain itu, pada hasil wawancara didapatkan bahwa
terdapat dua pekerja kantin yang mengalami gangguan pencernaan tetapi pada hari
terjadinya kejadian luar biasa keracunan makanan tetap bekerja mengolah makanan
seperti biasa.
Penelitian di Spanyol yang dipublikasikan pada tahun 2012 menitikberatkan
pada penyediaan salad atau sayuran mentah. Sayuran mentah yang didefiniskan
sebagai ready to eat (RTE) vegetable sering mendapat perlakuan yang tidak
semestinya sehingga fungsi nutrisinya menurun dengan cepat. (7) Perlakuan ini

Universitas Sriwijaya
10

meliputi penyimpanan pada suhu yang terlalu panas, penjamah makanan yang
berperilaku tidak hygienis dan sistem sirkulasi udara yang bisa mengakibatkan
kontaminsai silang, baik dari pengunjung, penjamah makanan atau dari sayuran itu
sendiri. Perilaku penjamah menjadi factor yang menjadi perhatian utama terkait
dengan pemakaian sarung tangan dan sering tidaknya mereka mencuci tangan.
Lebih lanjut disarankan bahwa mencuci tangan sesering mungkin adalah lebih
dianjurkan daripada menggunakan sarung tangan yang jarang diganti.
Sedangkan di Propinsi Bali,(10) dilakukan pengambilan sampel makanan
olahan dari kantin, warung dan rumah makan pada tahun 2013. Dari 29 sampel, 25
diantaranya positif tercemar bakteri E.coli. Temuan ini kemudian ditindaklanjuti
dengan penelitian terhadap 31 kantin sekolah dasar di wilayah Kecamatan Denpasar
Selatan sejak bulan Januari sampai dengan Maret 2015. Penelitian dilakukan
dengan variable bebas berupa pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan
makanan dan makanan jadi, pengolahan makanan, pengangkutan makanan,
penyajian makanan, kondisi dan sanitasi bangunan, fasilitas sanitasi dan tenaga
penjamah makanan dan pemeriksaan laboratorium untuk variabel terikat /dependen.
Selain itu juga dilakukan pengambilan sampel air untuk uji bakteri E.coli. Dari hasil
analisa data diketahui bahwa fasilitas sanitasi memegang peran dominan dalam
menjamin mutu produk makanan olahan. Fasilitas sanitasi pada penelitian ini yang
meliputi sarana ketersediaan air bersih, penanganan sampah, penanganan air
limbah, kebersihan toilet, tempat cuci tangan harus dapat mengendalikan factor –
factor peralatan, bahan makanan, tempat dan orang agar bisa mencegah
keracunan,kontaminasi, pembusukan dan pemalsuan.
Penelitian lain membahas tentang waktu tunggu (holding time) yang ideal
untuk mencegah makanan tercemar oleh bakteri. Pada penelitian yang dilakukan di
kantin Universitas Makassar terhadap jajanan pisang goreng diperoleh hasil bahwa
makanan yang mengandung angka kuman di bawah ambang batas dan aman untuk
dikonsumsi adalah pisang yang memiliki waktu tunggu di bawah satu menit.
Sedangkan setelah 1 jam, 2 jam, 3 jam dan 4 jam, angka kuman sudah melewati
nilai ambang batas sehingga produk makanan tidak lagi aman dikonsumsi. Faktor
yang menjadi penyebab pencemaran selama waktu tunggu antara lain adalah
perilaku penjual yang sering memegang dagangannya, lokasi penjualan yang kotor,

Universitas Sriwijaya
11

berdebu dan dekat dengan sumber pencemaran, misalnya tempat sampah. Selain
itu, penyimpanan pada suhu ruang di tempat terbuka juga menjadi penyebab
meningkatnya jumlah mikroba secara signifikan. (20)
Faktor emosional juga dapat menimbulkan gejala gangguan pencernaan, sesuai
dimana factor depresi, gelisah, abusing baik fisik atau seksual, obsessive-
compulsive disorder (OCD), phobia dan stress. (21) Sebagaimana diutarakan oleh
Robert V. Tauxe bahwa panjangnya rantai penyediaan makanan sejak dari pertanian
sampai dengan penyajian di atas meja menjadikan upaya pencegahan penyakit
akibat makanan sebagai usaha yang unik dan multifaktor. Tidak ada solusi yang
bersifat universal dan seringkali penyakit ini tidak memiliki vaksin yang bisa
mencegahnya.(22)

2.4 Kejadian Gastroenteritis


Di Amerika Serikat, diperkirakan terjadi 1,4 juta kasus gastroenteritis akibat
Salmonella setiap tahunnya. Lebih dari 33.000 kasus teridentifikasi sebagai
Salmonella serotype Braenderup. Jenis bakteri ini sering dihubungkan dengan
bahan makanan berupa ayam, telur dan jelly dalam pie daging. Selama tahun 2004
telah dilaporkan sebanyak 125 kasus yang teridentifikasi sebagai S. Braenderup di
16 negara bagian yang terpusat di timur laut Amerika Serikat dengan 90% kasus.
Tidak ada laporan kematian akibat kejadian luar biasa ini.(7)
Sedangkan berdasarkan rekapitulasi data diare dari Dinas Kesehatan Kota
Palembang sejak tahun 2017 – 2019, diketahui bahwa trend penyakit ini mengalami
kenaikan pada tahun 2019 dan sempat turun pada tahun 2018. Dengan rincian
sebagai berikut: tahun 2017 sebanyak 20.552 kasus kemudian turun menjadi 1868
kasus pada tahun 2018. Dan naik kembali pada tahun 2019 sebanyak 23.000 kasus.

2.5 Irritable Bowel Syndrome sebagai Dampak Jangka Panjang dari Bacterial
Gastroenteritis
Irritable Bowel Syndrome (IBS) atau Sindroma Iritasi Usus Besar,
didefinisikan sebagai gangguan fungsi pencernaan yang ditandai oleh gejala-gejala
umum gangguan perut tanpa disertai bukti patologi khusus. (16) Gangguan yang
muncul bisa berupa gejala diare, dyspepsia, kembung, mual dan rasa kenyang dini.
Gejala utama adalah sakit perut berulang kali yang mempengaruhi frekewensi

Universitas Sriwijaya
12

buang air besar dan konsistensi kotoran disertai hilangnya sakit perut seiring proses
buang air besar. Gejala lain yang muncul bisa sangat bervariasi antar individu,
sehingga penanganan yang berhasil memerlukan berbagai strategi yang berbasis
individu.(16)
Gastroenteritis bakteri akut dapat dihubungkan dengan munculnya gejala IBS
dan memunculkan kondisi lain yang dikenal dengan postinfectous IBS (PI-IBS).
(16). Peningkatan PI-IBS dapat terjadi bila gastroenteritis yang diderita cukup parah
dan berlangsung lama. Selain itu, peningkatan dapat terjadi akibat dari tingkat
virulensi bakteri, jenis kelamin penderita (perempuan memiliki resiko 2-3 kali lebih
tinggi daripada laki-laki) dan kondisi kejiwaan seseorang, misalnya cemas dan
depresi. Penelitian terhadap pasien IBS dan PI-IBS baru-baru ini juga melihat
bahwa peradangan lapisan lendir usus diringi dengan kemunculan sel-sel penghasil
kekebalan tubuh seperti T sel dan sel-sel pembunuh alamiah lainnya.
Gejala IBS dapat dimonitor dengan mengajukan beberapa pertanyaan terukur
yang dikenal dengan nama Rome Criteria. Kuisioner ini selalu diperbaharui dan
yang terkini adalah The Rome IV Diagnostic Questionnaire for Functional
Gastrointestinal Disorders in Adults (R4DQ). (23)Tetapi kuesioner ini jarang
digunakan karena memiliki daftar pertanyaan yang sangat komplek sehingga sulit
diingat.(23) Diperlukan suatu kuesioner andal dan akurat yang dapat memisahkan
penderita gastrointestinal dari pasien penderita lainnya.(24)

2.6 Pusat Perbelanjaan


Pusat perbelanjaan bukanlah sekedar kumpulan pertokoan yang menjual
dagangannya secara retail. (25). Di dalamnya tergambar kesatuan rancangan
arsitektur dan site plan. Area parkir juga disediakan untuk mendukung kelancaran
arus pengunjung dan penyusunan area dirancang dari sudut pandang pengunjung
untuk menjamin kepuasan layanan. Jenis barang dan jasa yang ditawarkan di tiap
tenant telah melalui seleksi agar terjadi keseimbangan dan menghindari
keseragaman. Pusat perbelanjaan merupakan suatu pusat kegiatan perekonomian
yang melibatkan para pengusaha, penyewa lapak (tenant), pemilik modal dan juga
komunitas masyarakat di sekitarnya. (25)
Terdapat beberapa terminology yang perlu diketahui agar dapat lebih

Universitas Sriwijaya
13

memahami fungsi dari pusat perbelanjaan, antara lain : (25)


1. Gross Building Area (GBA) adalah total area termasuk area yang diukur dari
dinding bangunan pusat pertokoan ke dinding luar pembatas pagar.
2. Gross Leasable Area (GLA) adalah area yang dapat disewa oleh para tenant,
termasuk basement, loteng atau lantai atas. Biasanya dihitung dalam satuan
square feet.
3. Gross Leasable Area of Mall Shop adalah total luas lantai yang digunakan oleh
mall untuk kegiatan yang bersifat regional dan superregional, misalnya hotel
dan lain-lain. Tidak termasuk pertokoan.
4. Total Floor Space adalah perbandingan luas lantai yang digunakan oleh
pemilik utama property dan area lain yang dikelola secara mandiri tetapi masih
menjadi bagian dari unit bangunan dari pusat perbelanjaan.
5. Common Area adalah area yang tidak untuk disewakan kepada para tenant
tetapi dapat digunakan untuk kegiatan bersama-sama, misalnya area parkir,
mall, lorong atau teras pejalan kaki, toilet, area bongkar muat barang dan
sejenisnya.
6. Parking Area adalah area untuk memarkir kendaraan, kios dan peralatan lain
yang perlu diletakkan di area tersebut secara insidentil.
Menurut Peraturan Walikota Kota Palembang nomor 25 tahun 2011 tentang
Pedoman Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaandan Toko Modern, toko
modern adalah toko yang menjual eceran dengan system layanan mandiri dan dapat
berbentuk supermarket, department store. Hypermart didefinisikan sebagai pusat
perbelanjaan atau shopping mall yang terdiri dari toko pengecer dengan dukungan
berbagai fasilitas sehingga menjadi suatu kesatuan untuk memberi kenyamanan
bagi para pengunjungnya. (26) Umumnya, toko pengecer dirancang menghadap ke
suatu koridor utama sebagai pusat aktivitas dan sirkulasi pengunjung. Sesuai
karakteristiknya, pusat perbelanjaan terdiri dari beberapa jenis, sesuai tabel di
bawah ini.

Universitas Sriwijaya
14

Tabel 2.1
Jenis-Jenis Pusat Perbelanjaan
Kapasitas Radius dari
No. Jenis Fungsi Utama Luas Area Jumlah Toko
Layanan pemukiman
Menjual barang kebutuhan 5.000 – 40.000
1. Neighborhood Center 2.700 – 9.290m2 ± 0,5 mil ±20 unit
sehari-hari jiwa
Menjual barang kebutuhan
9.290 - 40.000 –
2. Community Center sehari-hari dengan ± 2 mil ±40 unit
23.225m2 150.000 jiwa
penambahan barang lain
Selain fungsi-fungsi di
atas, juga terdapat
27.870 – 150.000 –
3. Regional Center komplek perkantoran, ± 4 mil ±100 unit
92.900m2 400.000 jiwa
hotel, kolam renang dan
lain-lain.

Universitas Sriwijaya
15

2.7 Hipotesis
Semakin rendah skor penilaian hygiene sanitasi rumah makan maka semakin besar
resiko terjadinya penyakit bawaan makanan gastroenteritis yang ditandai dengan
jumlah angka kejadian irritable bowel syndrome (IBS).

Universitas Sriwijaya
16

2.8 Kerangka Teori

PERSIAPAN/PENGOLAHAN TEKNIK KESEHATAN


LOKASI DAN BANGUNAN BAKTERI
MAKANAN PENYAJIAN PENJAMAH
MAKANAN DAN
VIRUS

FASILITAS SANITASI

DAPUR, RUANG MAKAN


DAN GUDANG BAHAN WAKTU
MAKANAN PAJAN

BAHAN MAKANAN
DAN MAKANAN
JADI
HYGIENE PENYAKIT
PENGOLAHAN SANITASI BAWAAN
MAKANAN TEMPAT
MAKANAN
PENGOLAHAN
TEMPAT PENYIMPANAN
MAKANAN ( gastroenteritis )
BAHAN MAKANAN DAN
MAKANAN JADI

PENYAJIAN

PERALATAN

TENAGA KERJA Sumber: Kepmenkes No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 ttg. Persyaratan Hygiene Sanitasi
Rumah Makan/Restoran; modifikasi Neil R. Blacklow, MD, Sousia, Osterblad

Universitas Sriwijaya
17

2.9 Kerangka Konsep

Variabel Independen

HYGIENE SANITASI
TEMPAT PENGOLAHAN Variabel Dependen
MAKANAN
1. Lokasi dan bangunan
2. Fasilitas sanitasi
3. Dapur, ruang makan dan gudang bahan
makanan
PENYAKIT
4. Bahan makanan dan makanan jadi BAWAAN
5. Pengolahan makanan MAKANAN
6. Tempat penyimpanan bahan makanan
dan makanan jadi
( gastroenteritis)
7. Penyajian
8. Peralatan
9. Tenaga kerja

Bakteri

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Universitas Sriwijaya
18

2.10 Definisi Operasional


Tabel 2.2
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Variabel Dependen
Irritable
Jumlah penderita gastroenteritis
Bowel 0 = Bukan Irritable
Penyakit pada karyawan pusat
Wawancara Syndrome Bowel Syndrome
1. Bawaan perbelanjaan yang Ordinal
Kuisioner Questionnaire 1 = Irritable Bowel
Makanan mengkonsumsi makanan di
(27) Syndrome
kantin.

Variabel Independen
Hygiene
0 = 900-1000 = Grade A
Sanitasi Kualitas hyigene sanitasi kantin
Formulir 1 = 800-899 = Grade B
2. Tempat karyawan berdasarkan KMK Observasi Ordinal
RM.02(28) 2 = 700-799 = Grade C
Pengolahan 1098/Menkes/SK/VII/ 2003.
3 = < 700 = Non Grade
Makanan
Lokasi dan Lokasi adalah letak, tempat atau Formulir Baik : Mean ≥ 63,69
3. Observasi Ordinal
Bangunan penempatan suatu benda/ RM.02(28) Buruk : Mean < 63,69

Universitas Sriwijaya
19

keadaan pada permukaan bumi.


Bangunan merupakan struktur
buatan manusia yang terdiri atas
dinding dan atap yang didirikan
secara permanen di suatu tempat.
Seluruh sarana prasarana yang
Fasilitas Formulir Baik : Mean ≥ 80,16
4. menunjang sanitasi rumah Observasi Ordinal
Sanitasi RM.02(28) Buruk : Mean < 80,16
makan.
Dapur adalah suatu tempat untuk
menyimpan, menyiapkan bahan
makanan sehingga dapat diolah
Dapur,
sebagai makanan. Ruang makan
Ruang
merupakan suatu tempat untuk
Makan dan Formulir Baik : Mean ≥ 70,04
5. menampung kegiatan makan. Observasi Ordinal
Gudang RM.02(28) Buruk : Mean < 70,04
Gudang bahan makanan adalah
Bahan
suatu tempat yang digunakan
Makanan
untuk menyimpan bahan
makanan, baik berbentuk
kemasan kaleng, plastik, kardus,

Universitas Sriwijaya
20

botol, atau bahan makanan kering


lainnya.
Bahan makanan adalah bahan
Bahan yang dapat dijadikan makanan.
Makanan dan Makanan jadi adalah bahan Formulir Baik : Mean ≥ 57,03
6. Observasi Ordinal
Makanan makanan yang telah melalui RM.02(28) Buruk : Mean < 57,03
Jadi proses sampai menjadi makanan
jadi.
Pengolahan makanan adalah
kumpulan metode dan teknik
Pengolahan Formulir Baik : Mean ≥ 29,72
7. yang digunakan untuk mengubah Observasi Ordinal
Makanan RM.02(28) Buruk : Mean < 29,72
bahan mentah menjadi makanan
untuk dikonsumsi.
Tempat Tempat yang didesain untuk
Penyimpanan menyimpan bahan makanan
Bahan maupun makanan jadi. Formulir Baik : Mean ≥ 45,15
8. Observasi Ordinal
Makanan dan RM.02(28) Buruk : Mean < 45,15
Makanan
Jadi

Universitas Sriwijaya
21

Penyajian adalah suatu cara untuk


menyuguhkan makanan kepada Formulir Baik : Mean ≥ 27,82
9. Penyajian Observasi Ordinal
orang/para tamu untuk disantap RM.02(28) Buruk : Mean <27,82
secara keseluruhan.
Peralatan yang digunakan untuk
mengolah, menyediakan, Formulir Baik : Mean ≥ 86,77
10. Peralatan Observasi Ordinal
menyajikan, hingga memakan RM.02(28) Buruk : Mean < 86,77
makanan.
Setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna Formulir Baik : Mean ≥ 37,91
11. Tenaga Kerja Observasi Ordinal
menghasilkan barang atau jasa RM.02(28) Buruk : Mean < 37,91
untuk memenuhi kebutuhan.
Jumlah angka kuman total, E. 0 = MS : < SNI 7388 –
Biakan
Coli dan Salmonella pada sampel Plate count 2009
12. Bakteri plate count Ordinal
makanan dan air dari kantin agar 1 = TMS : >SNI 7388 –
agar
karyawan 2009

Universitas Sriwijaya
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Desain penelitian ini adalah cross sectional analitik yang disertai observasi.
Penelitian memberikan gambaran secara deskriptif tentang skor penilaian hygiene
sanitasi rumah makan dengan angka kejadian gastroenteritis yang ditandai melalui
kejadian irritable bowel syndrome dan prevalence ratio terjadinya keluhan
gastroenteritis berdasarkan variabel – variabel pemeriksaan pada rumah makan,
warung atau kantin pilihan karyawan pusat perbelanjaan untuk makan siang.

3.2. Pengambilan Data Kuantitatif


3.2.1 Populasi dan sampel
Pusat perbelanjaan yang menjadi lokasi penelitian adalah shopping mall
dengan kategori community dan regional center sesuai dengan penjelasan dalam
tinjauan pustaka, yaitu pusat perbelanjaan yang dapat menampung pengunjung
sampai dengan 40.000 – 400.000 jiwa dengan luas area sama dengan atau lebih dari
10.000 m2. Populasi pada penelitian adalah jumlah seluruh karyawan yang bekerja
di 5 pusat perbelanjaan lokasi penelitian. Jumlah sampel karyawan yang
diwawancarai tentang keluhan gastroenteritis dihitung dengan menggunakan rumus
dari James Lemeshow sebagai berikut :

2 [Z1−α/2√2P2 (1 − P2 ) + Z1−β √P1 (1 − P1 ) + P2 (1 − P2 )]


n =
(P1 − P2 )2

Sumber : Lemeshow et.al., 2019

Dimana :
n = Jumlah sampel minimal
Z1-α/2 = Derivate baku alpha 5% = 1,96
Z1-β = Derivate baku beta kekuatan uji 80% = 1,64
P = ( P1+P2 ) /2 = 0,4
P1 = Penyajian makanan yang tidak memenuhi syarat dengan positif

22 Universitas Sriwijaya
23

E.coli, yaitu 50% atau 0,5.


P2 = Penyajian makanan yang memenuhi syarat dengan positif E.coli,
yaitu 33,3% atau 0,3.

Penentuan P1 dan P2 ini didasarkan pada hasil penelitian dari Dewi Nuryani,
Nyoman Adi Putra, Ida Bagus Sudana tentang Kontaminasi Escherichia Coli pada
Makanan Jajanan di Kantin Sekolah Dasar Negeri Wilayah Denpasar Selatan.
Dalam penelitian tersebut diungkapkan hasil pengukuran variabel penyajian
makanan yang tidak memenuhi syarat terhadap jumlah bakteri E.coli. Hal ini
menunjukkan bahwa seringkali variabel penyajian makanan menjadi variabel
penentu kualitas produk yang sebelumnya telah diolah dan mendapat perlakuan
sesuai ketentuan. Sejalan pula dengan hasil penelitian Pengaruh Waktu Pajan
Terhadap Total Mikroba dan Jenis Mikroba Patogen Dalam Makanan Jajanan
Gorengan di Workshop Kampus Universitas Hasanuddin Makassar tentang
hubungan lamanya waktu tunggu (holding time) gorengan sejak selesai diolah
sampai dikonsumsi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa produk yang
memiliki holding time 4 jam atau lebih, tidak layak lagi dikonsumsi. (29)
Dari rumus diatas didapatkan sampel sebanyak 186 buah dan untuk
menghindari drop out atau missing data, maka dilakukan penambahan sebanyak
10% sehingga total sampel yang diambil adalah 205 buah dengan kriteria telah
bekerja di tempat kerjanya minimal 1 tahun. Dengan demikian diharapkan tidak ada
data yang tidak sesuai atau tidak terisi. Apabila jumlah tersebut didistribusikan ke
5 pusat perbelanjaan sampel, maka di tiap lokasi diambil 41 orang karyawan
manajemen pusat perbelanjaan secara random yang akan menjadi responden.
Pada tiap responden diberikan daftar pertanyaan tentang kantin, warung atau
rumah makan yang paling banyak dikunjungi disertai dengan menu yang paling
sering dikonsumsi. Dari jawaban yang didapatkan, dipilih rumah makan dan menu
yang paling banyak menjadi rujukan para karyawan, sehingga tiap pusat
perbelanjaan akan diwakili oleh beberapa rumah makan berikut menu makanan
yang akan dijadikan sampel dan diuji bakteriologis.

Universitas Sriwijaya
24

3.2.2 Sumber Data


a. Data Primer
Data primer diperoleh dari observasi kantin karyawan dengan
menggunakan Formulir RM.02 seperti pada lampiran 1, pemeriksaan angka
kuman E coli dan Salmonella pada sampel makanan, pengisian IBS quisioner
sebagaimana pada lampiran 2.tentang gejala gastroenteritis yang diderita dalam
kurun waktu selama 1 (satu) tahun terakhir oleh karyawan.
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari pusat perbelanjaan mengenai jumlah
karyawan (manajemen) beserta data demografinya yaitu : jenis kelamin, umur
dan lama bekerja, Dinas Perdagangan Kota Palembang tentang pusat
perbelanjaan di Kota Palembang.

3.2.3 Pengumpulan Data


a. Data Variabel Bebas
Data hygiene sanitasi tempat pengolahan makanan didapatkan melalui
observasi dan wawancara terhadap pimpinan staff pusat perbelanjaan (human
resource department) tentang perilaku makan siang para karyawan, pengelola
rumah makan dan para penjamah makanan. Selanjutnya disebarkan angket
kepada karyawan untuk mengetahui rumah makan yang menjadi rujukan
makan siang beserta menu pilihannya. Hasil angket kemudian ditabulasi untuk
mengetahui rumah makan terbanyak yang menjadi pilihan karyawan pada
setiap pusat perbelanjaan dengan menu yang paling sering dikonsumsi.
Selanjutnya dilakukan penilaian hygiene sanitasi terhadap rumah makan
rujukan tersebut dengan menggunakan check list atau formulir RM.02 untuk
melakukan skoring terhadap variabel-variabel sebagai berikut :
1) lokasi dan bangunan,
2) fasilitas sanitasi,
3) dapur, ruang makan dan gudang bahan makanan,
4) bahan makanan dan makanan jadi,
5) pengolahan makanan,
6) penyimpanan makanan dan makanan jadi,

Universitas Sriwijaya
25

7) penyajian makanan,
8) peralatan,
9) tenaga kerja
b. Uji Bakteriologis
Pengumpulan data angka kuman sampel makanan didapatkan melalui
pengambilan sampel makanan secara bakteriologis dari rumah makan, warung
atau kantin yang menjadi rujukan makan siang para karyawan pusat
perbelanjaan di Kota Palembang. Pada pemeriksaan laboraturium, sampel
dihancurkan dan diambil sebanyak 10 gram untuk dimasukkan ke dalam labu
erlemeyer. Selanjutnya ditambahkan 90 ml air garam phisiologis atau aquadest
steril dan dikocok 25 kali sampai homogen. Sampel siap ditanam pada media
agar dan dibiakkan dalam incubator pada suhu 35oC selama 24-48 jam dengan
posisi petri dish terbalik. Koloni yang tumbuh kemudian dihitung dengan
menggunakan coloni counter.
c. Data Variabel Terikat
Pengumpulan data kejadian gastroenteritis diperoleh dengan pengisian
formulir Irritable Bowel Syndrome Quisionnaire oleh para karyawan pusat
perbelanjaan yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh
Lembaga Bahasa Universitas Sriwijaya untuk kemudian dilakukans skoring
sesuai acuan yang ada dalam formulir aslinya. Bila nilai skor di bawah 15,
maka responden tersebut tidak mengalami gejala irritable bowel syndrome
(IBS). Apabila skor 15-24, maka reponden mengalami irritable bowel
syndrome (IBS) yang disertai oleh sebab penyakit lain dan bila skor berada
pada 25-30, maka responden dinyatakan menderita irritable bowel syndrome
(IBS).

3.3 Pengolahan Data


Data yang didapatkan dari hasil pengukuran diolah dalam bentuk table
distribusi frekwensi sehingga informasi yang terbaca masih bersifat baku dan belum
menunjukkan keterkaitan satu sama lain. Agar informasi tersebut dapat
menunjukkan keterkaitannya satu sama lain, maka dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut:

Universitas Sriwijaya
26

a. Editing (Pengolahan Data), dilakukan dengan mengklarifikasi data-data yang


sudah terkumpul dari lapangan agar bisa dibaca, lengkap dan konsisten
sehingga bisa diolah. Dengan melakukan pengeditan data, diketahui apakah
ada jawaban yang tidak lengkap, membingungkan atau ambigu. Bila terjadi hal
demikian, bisa diatasi dengan kembali turun ke lapangan atau menganggapnya
sebagai data yang hilang.
b. Coding (Pengkodean Data), dilakukan dengan merubah data yang didapatkan
dari lapangan menjadi angka-angka untuk memudahkan proses pencatatan
data. Misalnya untuk variabel jenis kelamin karyawan, koding 1 = perempuan,
koding 2 = laki-laki. Melalui proses pengkodean, maka proses pengolahan data
dengan menggunakan perangkat software lebih mudah dilakukan.
c. Processing, dilakukan dengan memasukkan data yang sudah rapi ke dalam
kedalam bentuk excel kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS.
d. Cleaning, dilakukan untuk memeriksa kembali data yang sudah diproses
sehingga konsisten secara logika sehingga dihasilkan data yang berkualitas.

3.4 Analisa dan Penyajian Data


3.4.1 Analisa Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisa yang paling sederhana, dimana hanya
ditujukan pada sebaran data pada satu variable penelitian saja. Analisis ini
dilakukan terhadap tiap variable hasil penelitian dan menyajikannya dalam
bentuk grafik, table dan ukuran statistic lainnya sehingga hasil pengukuran
tersebut menjadi informasi yang berguna. Hasilnya adalah statistic deskriptif
berupa prosentase sebaran hasil pengukuran tiap variabel.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi. Analisa ini dilakukan melalui proporsi dan Chi-
squre. Uji Chi-square adalah membandingkan frekwensi yang diperoleh dari
hasil pengukuran dengan frekuensi yang diharapkan. Jika p value < 0.05, maka
perhitungan secara statistik menunjukkan nilai prevalence ratio dari variabel
tersebut.

Universitas Sriwijaya
27

c. Analisis Multivariat
Analisis multivariat merupakan suatu analisis statistik yang digunakan
untuk melihat hubungan beberapa variable bebas terhadap satu variable tak
bebas atau lebih. Tujuan kita sangat menentukan bentuk analisis yang akan kita
gunakan. Demikian pula dengan jumlah variabel bebas dan tak bebas, skala
ukur tiap variabel dan eksklusifitas anggota tiap kelompok.
Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi probabilitas terjadinya
gastroenteritis pada karyawan pusat perbelanjaan didasarkan pada variabel
penilaian kualitas hygiene sanitasi tempat pengolahan makanan beserta
produknya melalui uji laboraturium. Berdasarkan tujuan dan variabel di atas,
maka penelitian ini menggunakan uji analisis regresi logistik.
Selanjutnya, variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan rumus :
1
P =

1 + 𝑒(𝛼+𝛽1𝑥1+𝛽2𝑋2+......+𝛽𝑘𝑥𝑘)
Sumber : Sutanto, P. H., 2006
Keterangan :
P = Peluang terjadinya efek
E = Bilangan natural ( nilai e = 2,7182818)
α = Konstanta
β = Koefisien regresi
X = Variable bebas

Jika P > 0,05, maka pengaruh variabel bebas terhadap varibel terikat adalah
tidak signfiikan secara statistik, sebaliknya bila nilai P < 0,05, maka pengaruhnya
adalah signifikan secara statistik.

3.4.2 Penyajian Data


a. Tabel Univariat
Setiap variabel penelitian disajikan dalam bentuk table frekwensi, yaitu
variabel dependent dan independent. Variabel independent hygiene sanitasi
rumah makan disajikan untuk melihat distribusi kualitas rumah makan
berdasarkan pusat perbelanjaan dan skore penilaian ( grade rumah makan ).

Universitas Sriwijaya
28

Keberadaan bakteri ditampilkan ke dalam table tentang jenis sampel


makanan beserta hasil pemeriksaan bakteriologisnya untuk mengetahui
kualitas bakteriologis sampel tersebut yang disesuaikan dengan ketentuan
dalam SNI 7388-2009. Variabel dependen, yaitu jumlah keluhan gastroenteritis
ditampilkan ke dalam table yang memuat nama pusat perbelanjaan beserta
perbandingan jumlah keluhan gastroenteritis terhadap jumlah karyawan pada
tiap pusat perbelanjaan.
Secara deskriptif, table hasil penilaian hygiene sanitasi terhadap rumah
makan dengan skor tertinggi di tiap – tiap pusat perbelanjaan akan
disandingkan dengan jumlah keluhan gastroenteritis pada tiap pusat
perbelanjaan. Demikian pula dengan rumah makan dengan skor penilaian
terendah pada tiap pusat perbelanjaan akan disandingkan dengan angka
keluhan gastroenterisnya sehingga bisa dilihat trend naik turun angka keluhan
gastroenteritis berdasarkan skor penilaian rumah makan.

b. Tabel Bivariat
Setelah dilakukan tabulasi pada setiap variabel, langkah selanjutnya adalah
menyajikan data secara silang antara variabel independent dan dependent.
Melalui table bivariate dapat dilihat prevalence ratio masing – masing variabel
penilaian hygiene sanitasi rumah makan terhadap keluhan gastroenteritis.

c. Tabel Multivariat
Setiap variabel penilaian hygiene sanitasi tempat pengolahan makanan
(rumah makan, warung, kantin) akan ditabulasikan secara seretak terhadap
keluhan gastroenteritis sehingga dapat diketahui variabel penilaian kualitas
hygiene sanitasi tempat pengolahan makanan yang paling besar pengaruhnya
mengakibatkan keluhan/kejadian gastroenteritis.

Universitas Sriwijaya
29

3.6 Alur Penelitian

Menentukan Menentukan Menentukan teknik


lokasi karyawan pengukuran sampling

Melakukan observasi,
Collecting wawancara, Menentukan jadwal
data pengambilan dan pengambilan sampel
pemeriksaan sampel

Pembahasan Menarik
Analisa Hasil Kesimpulan

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Pada penelitian pendahuluan, didapatkan hasil bahwa dari 7 pusat perbelanjaan
yang menjadi lokasi penelitian, 2 diantaranya menyatakan bahwa semua karyawan
management tidak makan siang di rumah makan atau warung tetapi membawa
bekal sendiri dari rumah. Oleh karena itu, penelitian dilakukan terhadap 5 pusat
perbelanjaan dengan menambahkan jumlah responden agar jumlah minimal sampel
tetap terpenuhi.

4.2 Analisa Deskriptif


4.2.1 Distribusi Rumah Makan dan Menu Pilihan Karyawan
Pada 5 pusat perbelanjaan lokasi penelitian disebarkan angket untuk
mengetahui lokasi dan menu makan siang yang paling sering dikunjungi dan
dikonsumsi oleh para karyawan, dengan hasil sebagai berikut.
Tabel 4.1 Distribusi Rumah Makan dan Menu Rujukan Makan Siang
Para Karyawan di Tiap Pusat Perbelanjaan

No Nama Mall Nama Rumah Makan Nama Menu


1. Pusat Perbelanjaan A PJY Telur Dadar
SK Telur Kari
OG Bakso
2. Pusat Perbelanjaan B CA Perkedel
PJ Ayam Panggang
3. Pusat Perbelanjaan C LG Chicken Steak
RB Ayam Gemes
PV Pempek
4. Pusat Perbelanjaan D EP Telur Dadar
PJ II Ayam Goreng
5. Pusat Perbelanjaan E SM lapak 1 Ayam Goreng
SM lapak 2 Perkedel jagung
SM lapak 3 Tongkol Sambal

30 Universitas Sriwijaya
31

Dari tabel 4.1 diketahui bahwa karyawan memilih rumah makan yang dekat
dengan tempat mereka bekerja. Karyawan pada pusat perbelanjaan E memiliki
rujukan sebuah sentra makanan yang menyediakan berbagai menu pilihan dengan
satu ruang makan terbuka untuk digunakan bersama-sama.

4.2.2 Hasil Penilaian Hygiene Sanitasi Rumah Makan


Setiap rumah makan yang menjadi rujukan para karyawan dilakukan observasi
dan penilaian hygiene sanitasi dengan menggunakaan formulir RM.02. Dari hasil
total skoring diketahui grade atau tingkat hygiene sanitasi sesuai ketentuan yang
telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1098/2003 tentang
Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan/Restoran. Hasil penilaian hygiene
sanitasi rumah makan dapat dilihat pada table di bawah ini.

Tabel 4.2 Hasil Skor Penilaian Hygiene Sanitasi Rumah Makan Rujukan
Makan Siang Para Karyawan Pusat Perbelanjaan

Nama Pusat Nama Rumah Skor


No Grade
Perbelanjaan Makan Penilaian
PJY 260,5 Non Grade
1. Pusat Perbelanjaan A SK 495,5 Non Grade
OG 433 Non Grade
CA 419 Non Grade
2. Pusat Perbelanjaan B
PJ 373 Non Grade
LG 951,5 Grade A
3. Pusat Perbelanjaan C RB 842,5 Grade B
PV 599 Non Grade
EP 368,5 Non Grade
4. Pusat Perbelanjaan D PJ II 441,5 Non Grade
S 629 Non Grade
5. Pusat Perbelanjaan E SM 492,5 Non Grade

Universitas Sriwijaya
32

Dari tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian besar rumah makan yang menjadi
rujukan para karyawan tidak memenuhi persyaratan hygiene sanitasi sesuai
ketentuan. Dari 12 rumah makan yang diobservasi, hanya ada 2 atau 16% rumah
makan yang memenuhi syarat untuk mendapatkan peringkat grade rumah makan
atau restoran.

4.2.3 Hasil Penilaian Irritable Bowel Syndrome di Tiap Pusat Perbelanjaan


Pada setiap pusat perbelanjaan dilakukan penilaian angka kejadian
gastroenteritis melalui daftar pertanyaan yang terdapat dalam IBS Quisionairre
sesuai lampiran 2. Bacterial gastroenteritis yang bersifat akut berhubungan dengan
meningkatnya kejadian IBS (irritable bowel syndrome) yang dalam hal ini
merupakan kejadian pasca infeksi IBS(16) Organisme yang sering terlibat dalam
infeksi ini antara lain, Campylobacter, Escherichia coli, Salmonella dan Shigella.
Skor yang diperoleh merupakan total nilai yang akan menentukan seseorang
mengalami IBS atau tidak. Apabila skor yang diperoleh adalah 25 – 30, maka
responden dinyatakan menderita IBS, bila skor 15-24 maka responden dinyatakan
menderita IBS dengan kemungkinan disertai penyakit lain. Dan bila skor penilaian
di bawah 15, maka responden dinyatakan tidak menderita IBS. Hasil penilaian
gejala IBS dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3 Angka Gejala Irritable Bowel Syndrome pada Karyawan Pusat
Perbelanjaan

Nama Pusat Gejala IBS /


No Angka Gejala IBS
Perbelanjaan Responden
1. Pusat Perbelanjaan A 26 / 41 0,634
2. Pusat Perbelanjaan B 0 / 25 0,000
3. Pusat Perbelanjaan C 0 / 45 0,000
4. Pusat Perbelanjaan D 3 / 45 0,067
5. Pusat Perbelanjaan E 2/ 52 0,038

Dari tabel 4.3 diketahui bahwa gejala Irritable Bowel Syndrome paling banyak

Universitas Sriwijaya
33

dialami oleh karyawan pusat perbelanjaan A sedangkan di pusat perbelanjaan B dan


C tidak ditemukan gejala tersebut.

4.2.4 Hubungan Deskriptif antara Gejala Irritable Bowel Syndrome (IBS)


dengan Hasil Penilaian Hygiene Sanitasi Rumah Makan
Pada tiap pusat perbelanjaan didapatkan rumah makan yang memiliki skor
penilaian hygiene sanitasi yang terendah dan tertinggi. Skor penilaian rumah makan
tersebut dihubungkan dengan angka gejala IBS untuk melihat trend naik turunnya.
Hubungan antara rumah makan skor terendah di tiap pusat perbelanjaan dengan
angka gejala IBS adalah seperti tabel di bawah ini.

Tabel 4.4 Hubungan Skor Penilaian Hygiene Sanitasi Rumah Makan


Skor Terendah Terhadap Gejala IBS pada Karyawan

Nama Pusat Nama Rumah Skor Rumah


No. IBS Hasil
Perbelanjaan Makan Makan
Pusat 260,5
1. PJY 0,634 -
Perbelanjaan A (Non Grade)
Terjadi
Pusat 368,5
2. EP 0,067 Penurunan
Perbelanjaan D (Non Grade)
89,4%
Terjadi
Pusat 373,0
3. PJ 0,000 Penurunan
Perbelanjaan B (Non Grade)
100%
Pusat 492,5 Terjadi
4. 0,038
Perbelanjaan E SM (Non Grade) Kenaikan 3,8%
Terjadi
Pusat 599,0
5. PV 0,000 Penurunan
Perbelanjaan C (Non Grade)
100%

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan gejala IBS seiring dengan
meningkatnya skor penilaian rumah makan. Kenaikan gejala IBS terjadi pada
rumah makan SM di pusat perbelanjaan E yang menerapkan sistem terbuka pada
area ruang makannya, yaitu tidak ada pembatas dinding dan pintu masuk antara area
makan dengan udara luar. Penurunan angka IBS tersebut dapat dilihat pada lebih

Universitas Sriwijaya
34

jelas pada grafik di bawah ini.

0.8

0.6

0.4

IBS 0.2

0
0 100 200 300 400 500 600 700
-0.2
SKOR HS RUMAH MAKAN

Grafik. 4.1 Trend Penurunan Angka IBS berdasarkan Skor Penilaian Hygiene
Sanitasi Rumah Makan Terendah di Setiap Pusat Perbelanjaan.
Selanjutnya, hubungan antara gejala IBS dilakukan terhadap rumah makan
yang memiliki skor penilaian tertinggi di tiap pusat perbelanjaan. Hubungan
tersebut dapat dilihat pada table di bawah ini.

Tabel 4.5 Hubungan Skor Penilaian Hygiene Sanitasi Rumah Makan


Skor Tertinggi Terhadap Gejala IBS pada Karyawan

Nama Pusat Nama Rumah Skor Rumah


No. IBS Hasil
Perbelanjaan Makan Makan
Pusat 419,0
1. CA 0,000 -
Perbelanjaan B (Non Grade)
Pusat 429,5 Terjadi Kenaikan
2. SM 0,038
Perbelanjaan E (Non Grade) 3,8%
Pusat 495,5 Terjadi Kenaikan
3. SK 0,634
Perbelanjaan A (Non Grade) 1568,4%
Terjadi
Pusat 629,0
4. S 0,067 Penurunan
Perbelanjaan D (Non Grade)
9,43%
Pusat 951,5 Terjadi
5. LG 0,000
Perbelanjaan C (Grade A) Penurunan 100%

Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa terjadi dua kali kenaikan angka gejala IBS

Universitas Sriwijaya
35

yaitu pada rumah makan SM dan SK, masing-masing sebesar 3,8% dan 1568,4%.
Gejala IBS kembali mengalami penurunan pada rumah makan S dan LG seiring
dengan meningkatnya skor penilaian pada rumah makan tersebut. Rumah makan
SM dan SK menerapkan sistem area makan terbuka tanpa dinding dan pintu
pembatas dengan lingkungan sekitar. Rumah makan SM berada pada area parkir di
belakang pusat perbelanjaan dan tidak berhadapan langsung dengan jalan raya.
Sedangkan rumah makan SK, selain tidak memiliki dinding dan pintu, juga berada
di tepi jalan raya yang ramai kendaraan melintas atau parkir. Penurunan angka IBS
tersebut dapat dilihat lebih jelas pada grafik 4.2 di bawah ini.

0.7
0.6
0.5
0.4
IBS

0.3
0.2
0.1
0
0 200 400 600 800 1000
SKOR HS RUMAH MAKAN

Grafik. 4.2 Trend Penurunan Angka IBS berdasarkan Skor Penilaian Hygiene
Sanitasi Rumah Makan Tertinggi di Setiap Pusat Perbelanjaan.

4.2.5 Hubungan Hasil Uji Angka Lempeng Total dengan Skor Penilaian
Rumah Makan
Dari setiap rumah makan dilakukan sampling makanan secara bakteriologis
untuk mengetahui jumlah kuman yang terdapat di tiap sampel makanan. Menu yang
menajdi sampel adalah menu yang paling banyak direkomendasikan oleh para
karyawan berdasarkan angket yang disebarkan dan diisi secara mandiri. Hubungan
antara angka lempeng total dengan skor penilaian rumah makan dapat dilihat pada
tabel 4.6.

Universitas Sriwijaya
36

Tabel 4.6 Hubungan Skor Penilaian Hygiene Rumah Makan dengan


Angka Lempeng Total pada Sampel Makanan

Nama Pusat Penilaian Skor


No. Jenis Makanan ALT
Perbelanjaan Rumah Makan
Telur Dadar 260,5 (Non Grade) 1750
1. Pusat Perbelanjaan A Bakso 433,0 (Non Grade) 0
Telur Kari 495,5 (Non Grade) 6650
Ayam panggang 373,0 (Non Grade) 0
2. Pusat Perbelanjaan B
Perkedel 419,0 (Non Grade) 0
Pempek 599,0 (Non Grade) 24
3. Pusat Perbelanjaan C Ayam Gemes 842,5 (Grade B) 0
Steak Ayam 951,5 (Grade A) 0
Telur Dadar 368,5 (Non Grade) 1137
4. Pusat Perbelanjaan D Ayam Goreng 441,5 (Non Grade) 36
Telur Dadar 629,0 (Non Grade) 6500
Ayam Goreng 492,5 (Non Grade) 0
5. Pusat Perbelanjaan E Perkedel jagung 492,5 (Non Grade) 126
Tongkol Sambal 492,5 (Non Grade) 275

Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa hubungan antara skor penilaian rumah
makan dengan angka lempeng total sampel makanan belum diketahui. Hasil skor
penilaian rumah makan yang tinggi tidak selalu menjamin jumlah kuman pada
makanan yang dihidangkan selalu rendah.

4.3 Analisa Kuantitatif Analitik


4.3.1 Analisa Univariat
4.3.1.1 Gambaran Distribusi Responden pada Lokasi Penelitian
Responden tersebar pada 5 pusat perbelanjaan dengan kriteria masa kerja
minimal satu tahun. Dengan kriteria tersebut, jumlah responden tidak dapat tersebar
merata di seluruh pusat perbelanjaan sebab beberapa pusat perbelanjaan
menerapkan sistem kontrak yang diperbaharui tiap tahun. Distribusi responden
berdasarkan lokasi penelitian dapat dilihat pada table 4.8 di bawah ini.

Universitas Sriwijaya
37

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Penelitian (n=208)

Jumlah
Tempat Penelitian
n %
Pusat Perbelanjaan A 41 19,7
Pusat Perbelanjaan B 25 12,0
Pusat Perbelanjaan C 45 21,6
Pusat Perbelanjaan D 45 21,6
Pusat Perbelanjaan E 52 25,0
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa, responden penelitian didominasi
oleh karyawan Pusat Perbelanjaan E, yakni sebanyak 52 orang (25%).

4.2.1.2 Gambaran Karakteristik Demografi Responden


Gambaran karakteristik demografi responden meliputi jenis kelamin, usia, dan
lama kerja.
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Responden
(n=208)

Jumlah
Karakteristik Responden
n %
Jenis Kelamin
- Laki-laki 120 57,7
- Perempuan 88 42,3
Umur
- < 15 tahun 0 0
- 15-50 tahun 203 97,6
- > 50 tahun 5 2,4
Lama Kerja
- ≤ 5 tahun 165 79,3
- 6-10 tahun 23 11,1
- 11-15 tahun 9 4,3
- 16-20 tahun 4 1,9
- > 20 tahun 7 3,4

Universitas Sriwijaya
38

Berdasarkan data tabel 4.8 di atas, diketahui bahwa dari 208 responden
sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah sebanyak 120 orang
(57,7%) dan mayoritas berusia 15-50 tahun sebanyak 203 orang (97,6%). Sebagian
besar responden, yaitu sebesar 79,3% atau 165 orang, sudah berkerja lebih dari 5
tahun.

4.2.1.3 Gambaran Skor Total Irritable Bowel Syndrome


Gambaran skor total IBS disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Skor Total IBS

Skor Total n %
25-30 (IBS) 0 0
15-24 (IBS disertai sebab lain) 31 14,9
< 15 (Bukan IBS) 177 85,1
Total 208 100
Mean Median Min-Max
8,50 8 2-23

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan sebanyak 177 orang (85,1%) bukan


menderita IBS (skor total < 15) dan sebanyak 31 orang (14,9%) menderita IBS
disertai sebab lain (skor total 15-24). Rata-rata responden memiliki skor total 8,50
dengan nilai minimum 2 dan maksimum 23. Ini menandakan bahwa penyakit
bawaan makanan tidak banyak dialami oleh karyawan di pusat perbelanjaan.

4.2.1.4 Gambaran Tempat Pengolahan Makanan pada Lokasi Penelitian


Karyawan pusat perbelanjaan mempunyai rumah makan, warung atau kantin
yang menjadi rujukan tempat makan siangnya masing-masing. Gambaran tentang
tempat rujukan tersebut bervariasi antar pusat perbelanjaan, baik secara jumlah
lokasi, jumlah karyawan tempat pengolahan makanan dan jumlah karyawan.
Secara rinci dapat dilihat pada table 4.10 di bawah ini.

Universitas Sriwijaya
39

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Jumlah Karyawan dan Jumlah


Penjamah Makanan di Setiap Pusat Perbelanjaan

Jumlah
Karakteristik Rumah Makan
n %
Nama Pusat Perbelanjaan
Pusat Perbelanjaan A 3 25
Pusat Perbelanjaan B 2 16,7
Pusat Perbelanjaan C 3 25
Pusat Perbelanjaan D 3 25
Pusat Perbelanjaan E 1 8,3
Jumlah karyawan rumah makan
< 50 orang 10 83,3
50-100 orang 1 8,3
> 100 orang 1 8,3
Jumlah Penjaman Makanan
≤ 50 orang 10 83,3
51-100 orang 2 16,7

Berdasarkan tabel di atas, total rumah makan yang di ambil untuk sampel
hygiene sanitasi tempat pengolahan makanan ada 12, yang terdiri dari 3 rumah
makan yang menjadi rujukan karyawan di Pusat Perbelanjaan D, C dan A, dengan
presentase sebesar 25%. Selain itu, terdapat 2 rumah makan rujukan karyawan
Pusat Perbelanjaan B dengan presentase 16,7% dan 1 Sentra Makanan yang
menjadi rujukan karyawan Pusat Perbelanjaan E dengan persentase 8,3%.
Sebanyak 83,3 % rumah makan memiliki karyawan kurang dari 50 orang.
Sebanyak 83,3% pula, rumah makan memiliki penjamah kurang dari 50 orang.

4.2.1.5 Gambaran Skor Total Penilaian Rumah Makan


Gambaran skor total penilaian rumah makan disajikan pada tabel di bawah ini.

Universitas Sriwijaya
40

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Skor Total Penilaian Rumah Makan

Total Keseluruhan Penilaian Rumah Makan n %


900-1000 (Grade A) 1 8,3
800-899 (Grade B) 1 8,3
700-799 (Grade C) 0 0
< 700 (Non Grade) 10 83,3
Total 12 100
Mean Median Min-Max
525,4 467 260,5-951,5

Berdasarkan tabel di atas, total skor untuk penilaian rumah makan didapatkan
bahwa hampir semua rumah makan memiliki skor < 700 dengan kategori Non
Grade, yakni sebanyak 10 rumah makan (83,3%). Sedangkan untuk kategori Grade
A dan B masing-masing hanya diperoleh oleh 1 rumah makan saja dengan
persentase 8,3%. Rata-rata rumah makan memiliki skor total 467 dengan nilai
minimum 260,5 dan maksimum 951,5. Artinya, masih banyak rumah makan yang
belum memenuhi persyaratan hygiene sanitasi sehingga belum layak mendapatkan
predikat grade rumah makan.

4.2.1.6 Gambaran Hasil Pengujian Laboratorium Sampel Makanan


Gambaran hasil pengujian laboratorium sampel makanan yang terdiri dari
bakteri Salmonella dan Escherichia Coli disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Hasil Pengujian Laboratorium Sampel


Makanan (Bakteri Salmonella)

Bakteri Salmonella n %
Positif 0 0
Negatif 12 100
Total 12 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa semua sampel makanan


terbebas dari bakteri Salmonella.

Universitas Sriwijaya
41

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Hasil Pengujian Laboratorium Sampel


Makanan (Bakteri Escherichia Coli)

Bakteri Escherichia Coli n %


Positif 0 0
Negatif 12 100
Total 12 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa semua sampel makanan
terbebas dari bakteri Escherichia Coli.

4.2.1.7 Gambaran Baku Mutu Bakteriologis pada Sampel Makanan


Gambaran baku mutu yang ada pada jenis disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.14 Gambaran Baku Mutu pada Sampel Makanan

Baku Mutu n %
Terdapat Kuman Pathogen 0 0
Bebas Kuman Pathogen 12 100
Total 12 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa semua sampel makanan


terbebas dari kuman pathogen sehingga cukup aman untuk dikonsumsi.

4.2.2 Analisis Bivariat


4.2.2.1 Prevalence Ratio Lokasi dan Bangunan dengan Penyakit Bawaan
Makanan (Gastroenteritis)
Hasil analisis antara lokasi dan bangunan dengan gastroenteritis diperoleh
bahwa ada sebanyak 29 responden (33,7%) yang mengkonsumsi makan siang di
lokasi dan bangunan yang buruk mengalami IBS. Sedangkan di antara responden
yang mengkonsumsi makan siang di rumah makan dengan lokasi dan bangunan
yang baik, ada sebanyak 2 orang (1,6%) yang mengalami IBS. Gambaran
prevalence ratio lokasi dan bangunan dengan penyakit bawaan makanan
(gastroenteritis) secara rinci ditunjukkan oleh tabel 4.15 di bawah ini.

Universitas Sriwijaya
42

Tabel 4.15 Prevalence Ratio Lokasi dan Bangunan dengan Penyakit


Bawaan Makanan (Gastroenteritis)

Gastroenteritis
Lokasi dan Total PR
IBS Bukan IBS p value
Bangunan (95% CI)
n % n % n %
Buruk 29 33,7 57 66,3 86 100 0,674
0,000
Baik 2 1,6 120 98,4 122 100 (0,579-0,785)
Jumlah 31 14.9 177 85.1 208 100

Dari tabel di atas diperoleh bahwa sebagian responden yang memilih rumah
makan dengan lokasi dan bangunan yang buruk mengalami gastroenteritis, yaitu
sebesar 33,7% dan sebagian besar lainnya tidak mengalami gastroenteritis yaitu
66,3%. Pada responden yang memilih rumah makan dengan lokasi dan bangunan
yang baik terdapat 1,6% yang mengalami gastroenteritis sedangkan sebagian besar
lainnya, yaitu 98,4% tidak mengalami gastroenteritis. Berdasarkan uji statistic
diketahui bahwa nilai PR 95% CI = 0,674 (0,579-0,785), maka artinya lokasi dan
bangunan yang buruk menurunkan 0,674 resiko gastroenteritis (33% menurunkan
resiko) dan secara statistic signifikan (p = 0,000).

4.2.2.2 Prevalence Ratio Fasilitas Sanitasi dengan Penyakit Bawaan Makanan


(Gastroenteritis)
Prevalence ratio antara fasilitas sanitasi dengan Penyakit Bawaan Makanan
dapat dilihat pada tabel 4.16 di bawah ini.

Tabel 4.16 Prevalence Ratio Fasilitas Sanitasi dengan Penyakit Bawaan


Makanan (Gastroenteritis)

Gastroenteritis
Fasilitas Total PR
IBS Bukan IBS
Sanitasi p value (95% CI)
n % n % n %
Buruk 26 39,4 40 60,6 66 100 0,628
0,000
Baik 5 3,5 137 96,5 142 100 (0,516-0,765)
Jumlah 31 14.9 177 85.1 208 100

Universitas Sriwijaya
43

Dari tabel di atas diperoleh bahwa sebagian besar responden yang memilih
rumah makan dengan fasilitas sanitasi yang buruk 39,4% mengalami gastroenteritis
dan sebesar 60,6% tidak mengalami gastroenteritis. Pada responden yang memilih
rumah makan dengan fasilitas sanitasi yang baik terdapat 3,5% yang mengalami
gastroenteritis, sedangkan sebagian besar lainnya, yaitu 96,5% tidak mengalami
gastroenteritis. Berdasarkan uji statistic diketahui bahwa nilai PR 95% CI = 0,628
(0,516-0,765), maka artinya fasilitas sanitasi yang buruk menurunkan 0,628 resiko
gastroenteritis (38% menurunkan resiko) dan secara statistic signifikan (p = 0,000).

4.2.2.3 Prevalence Ratio Dapur, Ruang Makan, dan Gudang Bahan Makanan
dengan Penyakit Bawaan Makanan (Gastroenteritis)
Gambaran prevalence ratio dapur, ruang makan, dan gudang bahan makanan
dengan penyakit bawaan makanan (gastroenteritis) dapat dilihat pada tabel ini.

Tabel 4.17 Prevalence Ratio Dapur, Ruang Makan, dan Gudang Bahan
Makanan dengan Penyakit Bawaan Makanan
(Gastroenteritis)

Gastroenteritis
Dapur, Ruang Total PR
Makan, dan Gudang IBS Bukan IBS p value
(95% CI)
Bahan Makanan n % n % n %
Buruk 26 39,4 40 60,6 66 100 0,628
Baik 5 3,5 137 96,5 142 100 0,000 (0,516-0,765)
Jumlah 31 14,9 177 85,1 208 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang memilih
rumah makan dengan dapur, ruang makan dan gudang bahan makanan yang buruk
39,4% mengalami gastroenteritis dan sebesar 60,6% tidak mengalami
gastroenteritis. Pada responden yang memilih rumah makan dengan dapur, ruang
makan dan gudang bahan makanan yang baik terdapat 3,5% yang mengalami
gastroenteritis, sedangkan sebagian besar lainnya, yaitu 96,5% tidak mengalami
gastroenteritis. Berdasarkan uji statistic diketahui bahwa nilai PR 95% CI = 0,628

Universitas Sriwijaya
44

(0,516-0,765), maka artinya dapur, ruang makan dan gudang bahan makanan yang
buruk menurunkan 0,628 resiko gastroenteritis (38% menurunkan resiko) dan
secara statistic signifikan (p = 0,000).

4.2.2.4 Prevalence Ratio Bahan Makanan dan Makanan Jadi dengan Penyakit
Bawaan Makanan (Gastroenteritis)
Prevalence ratio bahan makanan dan makanan jadi dengan penyakit bawaan
makanan (gastroenteritis) dapat dilihat pada tabel 4.18 di bawah ini.

Tabel 4.18 Prevalence Ratio Bahan Makanan dan Makanan Jadi dengan
Penyakit Bawaan Makanan (Gastroenteritis)

Bahan Gastroenteritis
Total PR
Makanan dan IBS Bukan IBS p value
(95% CI)
Makanan Jadi n % n % n %
Buruk 2 2,6 75 97,4 77 100 1,251 ( 1,134
0,000
Baik 29 22,1 102 77,9 131 100 – 1,380 )
Jumlah 31 14,9 177 85,1 208 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang memilih
rumah makan dengan bahan makanan dan makanan jadi yang buruk 2,6%
mengalami gastroenteritis dan sebesar 97,4% tidak mengalami gastroenteritis. Pada
responden yang memilih rumah makan dengan bahan makanan dan makanan jadi
yang baik terdapat 22,1% yang mengalami gastroenteritis, sedangkan sebagian
lainnya, yaitu 77,9% tidak mengalami gastroenteritis. Berdasarkan uji statistic
diketahui bahwa nilai PR 95% CI = 1,251(0,516-0,765), maka artinya bahan
makanan dan makanan jadi yang buruk meningkatkan 1,251 resiko gastroenteritis
dan secara statistic signifikan (p = 0,000).

4.2.2.5 Prevalence Ratio Pengolahan Makanan dengan Penyakit Bawaan


Makanan (Gastroenteritis)
Dari tabel 4.19 di bawah ini dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang
memilih rumah makan dengan pengolahan makanan yang buruk 33,7% mengalami
gastroenteritis dan sebesar 66,3% tidak mengalami gastroenteritis. Pada responden

Universitas Sriwijaya
45

yang memilih rumah makan dengan pengolahan makanan yang baik terdapat 1,6%
yang mengalami gastroenteritis, sedangkan sebagian lainnya, yaitu 98,4% tidak
mengalami gastroenteritis. Berdasarkan uji statistic diketahui bahwa nilai PR 95%
CI = 0,674 (0,579 – 0,785), maka artinya pengolahan makanan yang buruk
menurunkan 0,674 resiko gastroenteritis (33% menurunkan resiko) dan secara
statistic signifikan (p = 0,000).

Tabel 4.19 Prevalence Ratio Pengolahan Makanan dengan Penyakit


Bawaan Makanan (Gastroenteritis)

Gastroenteritis PR
Pengolahan Total
IBS Bukan IBS p value (
Makanan
n % n % n % 95% CI)
Buruk 29 33,7 57 66,3 86 100 0,674 ( 0,579
0,000
Baik 2 1,6 120 98,4 122 100 -0,785)
Jumlah 31 14,9 177 85,1 208 100

4.2.2.6 Prevalence Ratio Tempat Penyimpanan Bahan Makanan dan


Makanan Jadi dengan Penyakit Bawaan Makanan (Gastroenteritis)
Analisa prevalence ratio tempat penyimpanan bahan makanan dan makanan
jadi terhadapa gastroenteritis dapat dilihat pada tabel 4.20 di bawah ini.

Tabel 4.20 Prevalence Ratio Tempat Penyimpanan Bahan Makanan dan


Makanan Jadi dengan Penyakit Bawaan Makanan
(Gastroenteritis)

Gastroenteritis
Tempat
Penyimpanan Total PR
Bahan p value
IBS Bukan IBS (95% CI)
Makanan dan
Makanan Jadi n % n % n %
Buruk 26 39,4 40 60,6 66 100 0,628 ( 0,516
0,000
Baik 5 3,5 137 96,5 142 100 – 0,765 )
Jumlah 31 14,9 177 85,1 208 100

Universitas Sriwijaya
46

Dari tabel 4.20 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang
memilih rumah makan dengan tempat penyimpanan bahan makanan dan makanan
jadi yang buruk 39,4% mengalami gastroenteritis dan sebesar 60,6% tidak
mengalami gastroenteritis. Pada responden yang memilih rumah makan dengan
pengolahan makanan yang baik terdapat 3,5% yang mengalami gastroenteritis,
sedangkan sebagian lainnya, yaitu 96,5% tidak mengalami gastroenteritis.
Berdasarkan uji statistic diketahui bahwa nilai PR 95% CI = 0,628 (0,516-0,765),
maka artinya pengolahan makanan yang buruk menurunkan 0,628 resiko
gastroenteritis (38% menurunkan resiko) dan secara statistic signifikan (p = 0,000).

4.2.2.7 Prevalence Ratio Penyajian Makanan dengan Penyakit Bawaan


Makanan (Gastroenteritis)
Gambaran prevalence ratio penyajian makanan dengan penyakit bawaan
makanan (gastroenteritis) dapat dilihat pada tabel 4.21 di bawah ini.

Tabel 4.21 Prevalence Ratio Penyajian Makanan dengan Penyakit


Bawaan Makanan (Gastroenteritis)

Gastroenteritis
Penyajian Total PR
IBS Bukan IBS p value
Makanan (95% CI)
n % n % n %
Buruk 26 39,4 40 60,6 66 100 0,628 (0,516
0,000
Baik 5 3,5 137 96,5 142 100 – 0,765)
Jumlah 31 14,9 177 85,1 208 100

Dari tabel 4.21 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang
memilih rumah makan dengan penyajian makanan yang buruk 39,4% mengalami
gastroenteritis dan sebesar 60,6% tidak mengalami gastroenteritis. Pada responden
yang memilih rumah makan dengan penyajian makanan yang baik terdapat 3,5%
yang mengalami gastroenteritis, sedangkan sebagian lainnya, yaitu 96,5% tidak
mengalami gastroenteritis. Berdasarkan uji statistic diketahui bahwa nilai PR 95%
CI = 0,628 (0,516-0,765), maka artinya penyajian makanan yang buruk

Universitas Sriwijaya
47

menurunkan 0,628 resiko gastroenteritis (38% menurunkan resiko) dan secara


statistic signifikan (p = 0,000).

4.2.2.8 Prevalence Ratio Peralatan dengan Penyakit Bawaan Makanan


(Gastroenteritis)
Gambaran prevalence ratio peralatan makanan dengan penyakit bawaan
makanan (gastroenteritis) dapat dilihat pada tabel 4.22 di bawah ini.

Tabel 4.22 Prevalence Ratio Peralatan dengan Penyakit Bawaan


Makanan (Gastroenteritis)

Gastroenteritis Total
PR
Peralatan IBS Bukan IBS p value
(95% CI)
n % n % n %
Buruk 26 39,4 40 60,6 66 100 0,000 0,628 ( 0,516
Baik 5 3,5 137 96,5 142 100 – 0,765 )
Jumlah 31 14,9 177 85,1 208 100

Dari tabel 4.22 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang
memilih rumah makan dengan peralatan yang buruk 39,4% mengalami
gastroenteritis dan sebesar 60,6% tidak mengalami gastroenteritis. Pada responden
yang memilih rumah makan dengan peralatan yang baik terdapat 3,5% yang
mengalami gastroenteritis, sedangkan sebagian lainnya, yaitu 96,5% tidak
mengalami gastroenteritis. Berdasarkan uji statistic diketahui bahwa nilai PR 95%
CI = 0,628 (0,516-0,765), maka artinya peralatan yang buruk menurunkan 0,628
resiko gastroenteritis (38% menurunkan resiko) dan secara statistic signifikan (p =
0,000).

4.2.2.9 Prevalence Ratio Tenaga Kerja dengan Penyakit Bawaan Makanan


(Gastroenteritis)
Dari tabel 4.23 di bawah ini dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang
memilih rumah makan dengan tenaga kerja yang buruk 30,1% mengalami

Universitas Sriwijaya
48

gastroenteritis dan sebesar 69,9% tidak mengalami gastroenteritis. Pada responden


yang memilih rumah makan dengan tenaga kerja yang baik terdapat 2,6% yang
mengalami gastroenteritis, sedangkan sebagian lainnya, yaitu 97,4% tidak
mengalami gastroenteritis. Berdasarkan uji statistic diketahui bahwa nilai PR 95%
CI = 0,718 (0,626-0,823), maka artinya tenaga kerja yang buruk menurunkan 0,718
resiko gastroenteritis (28% menurunkan resiko) dan secara statistic signifikan (p =
0,000).

Tabel 4.23 Prevalence Ratio Tenaga Kerja dengan Penyakit Bawaan


Makanan (Gastroenteritis)

Gastroenteritis
Tenaga Total PR
IBS Bukan IBS p value
Kerja (95% CI)
n % n % n %
Buruk 28 30,1 65 69,9 93 100 0,718 ( 0,626-
0,000
Baik 3 2,6 112 97,4 177 85,1 0,823)
Jumlah 31 14,9 177 85,1 208 100

4.2.3 Analisa Multivariat


Analisis multivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap beberapa
variabel dalam waktu yang bersamaan. Analisis multivariat dilakukan dengan
tujuan untuk melihat variabel independen yang berpotensi sebagai variabel
confounding (perancu) terhadap variabel dependen. Analisis multivariat yang
digunakan ialah uji analisis regresi logistik dengan model prediksi. Analisis ini
digunakan untuk mengetahui hubungan antara lokasi dan bangunan; fasilitas
sanitasi; dapur, ruang makan, dan gudang bahan makanan; bahan makanan dan
makanan jadi; pengolahan makanan; tempat penyimpanan bahan makanan dan
makanan jadi; penyajian makanan; peralatan; dan tenaga kerja; dengan kejadian
penyakit bawaan makanan (gastroenteritis).

4.3.3.1 Analisa Multivariat Hygiene Sanitasi Tempat Pengolahan Makanan


4.2.3.1.1 Seleksi Bivariat
Seleksi bivariat dilakukan dengan cara memasukkan hasil analisis bivariat

Universitas Sriwijaya
49

antara masing-masing variabel yang diduga berhubungan dengan kejadian penyakit


bawaan makanan (gastroenteritis). Jika hasil analisis bivariat memiliki nilai p value
< 0,25 maka variabel tersebut dapat dimasukkan kedalam model multivariat.
Namun, jika nilai p value > 0,25, maka variabel tersebut dikeluarkan dalam model.

Tabel 4.24 Seleksi Bivariat Hygiene Sanitasi Tempat Pengolahan


Makanan

Variabel p value Keterangan


Lokasi dan Bangunan 0,000 Masuk pemodelan
Fasilitas Sanitasi 0,655 Tidak Masuk pemodelan
Dapur, Ruang Makan, dan Gudang
0,988 Tidak Masuk pemodelan
Bahan Makanan
Bahan Makanan dan Makanan Jadi 0,861 Tidak Masuk pemodelan
Pengolahan Makanan 0,000 Masuk pemodelan
Tempat Penyimpanan Bahan
0,533 Tidak Masuk pemodelan
Makanan dan Makanan Jadi
Penyajian Makanan 0,861 Tidak Masuk pemodelan
Peralatan 0,350 Tidak Masuk pemodelan
Tenaga Kerja 0,001 Masuk pemodelan

Berdasarkan tabel 4.24, dapat disimpulkan bahwa dari 9 variabel yang diteliti,
hanya 3 variabel yang memenuhi syarat untuk masuk dalam analisis multivariat,
dimana variabel tersebut terdiri dari variabel lokasi dan bangunan (p value=0,000);
pengolahan makanan (p value=0,000); dan tenaga kerja (p value=0,001.)
Selanjutnya, ke-3 variabel ini akan dianalisa multivariate untuk melihat variabel
yang paling besar pengaruhnya terhadap kejadian gastroenenteritis. Dengan
banyaknya variabel penilaian hygiene sanitasi rumah makan dalam penentuan
grade, perlu dilakukan analisa yang akan berguna untuk memberikan penekanan
pada variabel yang harus diutamakan untuk dilakukan upaya perbaikan hygiene
sanitasi.

Universitas Sriwijaya
50

4.2.3.1.2 Pemodelan Akhir Analisis Multivariat

Tabel 4.25 Pemodelan Akhir Multivariat

Variabel p value PR (95%CI)


Lokasi dan Bangunan 0,000 3,618 (1,925-6,799)
Pengolahan Makanan 0,000 3,618 (1,925-6,799)
Tenaga Kerja 0,001 2,917 (1,550-5,489)

Berdasarkan hasil analisis multivariat, diperoleh bahwa variabel yang memiliki


hubungan yang paling bermakna terhadap skor penilaian rumah makan adalah
variabel lokasi dan bangunan (0,000); pengolahan makanan (0,000); dan tenaga
kerja (0,001). Hasil analisis didapatkan Prevalence Ratio (PR) dari lokasi dan
bangunan adalah 3,681, artinya lokasi dan bangunan yang buruk dapat
mempengaruhi sebesar 0,3681 kali lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi dan
bangunan yang baik. Begitu pula untuk variabel pengolahan makanan yang
memiliki PR = 3,681 dan variabel tenaga kerja yang memiliki PR = 2,917. Dari
hasil analisis multivariat pula, dapat diketahui juga bahwa variabel yang paling
besar pengaruhnya adalah variabel lokasi dan bangunan serta pengolahan makanan.

4.3.3.2 Analisis Multivariat Lokasi dan Bangunan


4.2.3.2.1 Seleksi Bivariat
Seleksi bivariat dilakukan dengan cara memasukkan hasil analisis bivariat
antara masing-masing variabel yang diduga berhubungan dengan angka kejadian
gastroeneritis. Jika hasil analisis bivariat memiliki nilai p value < 0,25 maka
variabel tersebut dapat dimasukkan kedalam model multivariat. Namun, jika nilai
p value > 0,25, maka variabel tersebut dikeluarkan dalam model.
Pada formulir penilaian hygiene sanitasi rumah makan, variabel lokasi dan
bangunan memiliki komponen penilaian yang terdiri dari: lokasi, bangunan,
pembagian ruang, lantai, dinding, ventilasi, pencahayaan, atap, langit-langit dan
pintu. Analisis bivariate ini bermaksud untuk mengetahui komponen penilaian yang
paling mempengaruhi angka kejadian gastroenteritis. Hasil analisa bivariate
tersebut dapat dilihat pada table 4.26 di bawah ini.

Universitas Sriwijaya
51

Tabel 4.26 Seleksi Bivariat

Variabel p value Keterangan


Lokasi 0,000 Masuk Pemodelan
Bangunan 0,997 Tidak Masuk Pemodelan
Pembagian Ruang 0,997 Tidak Masuk Pemodelan
Lantai 0,997 Tidak Masuk Pemodelan
Dinding 0,997 Tidak Masuk Pemodelan
Ventilasi 0,000 Masuk Pemodelan
Pencahayaan 0,389 Tidak Masuk Pemodelan
Atap 0,380 Tidak Masuk Pemodelan
Langit-Langit 0,998 Tidak Masuk Pemodelan
Pintu 0,000 Masuk Pemodelan

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa hanya variabel lokasi,


ventilasi, dan pintu yang masuk ke dalam pemodelan multivariat karena memenuhi
syarat untuk dilakukan analisis multivariat dengan p value < 0,25.

4.2.3.2.2 Pemodelan Akhir Analisis Multivariat

Tabel 4.27 Pemodelan Akhir Multivariat

Variabel p value PR (95%CI)


Lokasi 0,000 3,409 (1,807-6,433)
Ventilasi 0,000 0,293 (0,155-0,553)
Pintu 0,000 3,409 (1,807-6,433)

Berdasarkan hasil analisis multivariat, diperoleh bahwa variabel yang memiliki


hubungan yang paling bermakna terhadap angka kejadian gastroenteritis adalah
variabel lokasi (0,000); ventilasi (0,000); dan pintu (0,000). Hasil analisis
didapatkan Prevalence Ratio (PR) dari variabel lokasi adalah 3,409, artinya lokasi
yang buruk berpengaruh sebesar 3,409 kali lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi
yang baik. Begitu pula untuk variabel ventilasi yang memiliki PR = 0,293 dan
variabel pintu yang memiliki PR = 3,409. Dari hasil analisis multivariat pula, dapat

Universitas Sriwijaya
52

diketahui juga bahwa variabel yang paling besar pengaruhnya adalah variabel
lokasi dan pintu.

4.4 Pembahasan
4.3.1 Lokasi dan Bangunan
Pada industri di bidang restoran, kesuksesan dan kegagalan sebagian besar
ditentukan oleh factor lokasi. (30). Dalam hal ini, factor aksebilitas dan
penampilan memiliki peran yang penting sebab berhubungan dengan factor
kenyamanan dan lokasi yang strategis.(31). Liu et al menyatakan bahwa pada
industri restoran, intensitas konsumen yang datang kembali menjadi indikator yang
baik dan menjadi bukti akan kenyamanan dan kepuasan yang ditawarkan.(30).
Mengingat hal tersebut, industri restaurant perlu memperhatikan factor populasi
dalam suatu kawasan agar mudah menjangkau konsumennya.(30). Penelitian ini
menunjukkan bahwa para karyawan memilih rumah makan yang tidak jauh dari
tempat mereka berkerja dengan pilihan menu favoritnya masing-masing.
Pada masa sekarang ini, “makan” bukan lagi hanya untuk mengurangi rasa
lapar tetapi juga telah menjadi gaya hidup dan pemenuhan citarasa.(32) Lingkungan
fisik telah memberikan dampak positif bagi kepuasan pelanggan.(32) Terdapat
genangan air di beberapa tempat yang diperkirakan dapat menjadi sumber kuman
dan akibat pembersihan lantai yang tidak benar, aliran airnya di bawah lantai
menyebabkan lantai retak atau rusak.(15) Masalah peresapan (drainase) dapat
menyebabkan rembesan air kotor ke area dapur sehingga menyebabkan jalur
kontaminasi.
Beberapa factor lain seperti misalnya: perencanaan bangunan yang tidak
layak sejak awal, lahan yang sempit, pemanfaatan bangunan yang tidak sesuai
dengan peruntukaannya, sulitnya dukungan infrastruktur yang layak dan sebagai
tambahan adalah rendahnya hygiene turut mendorong terjadinya kontaminsi
makanan.(33) Sebagai penyedia jasa layanan di bidang makanan dan minuman,
restoran harus memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi lingkungan yang
layak.(34) Pada pemeriksaan sanitasi terhadap restoran-restoran di Pantai
Gandoria Kota Pariaman menunjukkan bahwa semua restoran tidak memiliki

Universitas Sriwijaya
53

bangunan yang permanen dan lantai kasar yang sulit dibersihkan sebab terbuat dari
semen keras yang 60% berlumut.(34).
Pada penelitian ini, rumah makan berlantai semen terdapat pada rumah
makan SM di pusat perbelanjaan E, PJY dan OG di pusat perbelanjaan A dan EP
di pusat perbelanjaan D. Bangunan semi permanen terdapat pada rumah makan
EP, PJY dan SM. Permasalahan hygiene sanitasi yang sering ditemui pada
permeriksaan rutin adalah permukaan yang kotor pada lantai, dinding, permukaan
peralatan yang tidak kontak dengan makanan, konstruksi bangunan yang buruk
atau perbaikan konstruksi yang tidak baik.(35). Pembagian ruang pada lokasi
observasi menunjukkan bahwa sudah terdapat pemisahan antara area makan,
pengolahan dan penyimpanan makanan jadi (food display area). Tetapi, hanya
pada rumah makan LG, PV dan RB yang mengkondisikan ruangannya agar
konsumen tidak dapat memasuki ruang pengolahan makanan dan area
penyimpanan makanan jadi. Sedangkan pada rumah makan lain, pemisahan ini
belum bersifat tegas sehingga para penjamah makanan dapat beraktivitas dari
ruang pengolahan ke ruang penyajian atau sebaliknya. Begitu pula konsumen
dapat masuk ke tempat penyimpanan makanan untuk memilih menu yang
dikehendaki. Peningkatan konsentrasi polutan dalam ruangan dapat terjadi
terutama disebabkan oleh tingginya tingkat okupasi restoran.(36)
Aspek lain yang bisa menjadi daya tarik konsumen adalah faktor fisik, baik
di bagian dalam atau luar area restoran. Untuk menjaga hal tersebut, pihak
pengelola harus bersedia memberikan pembiayaan yang tidak sedikit untuk desain
interior, dekorasi, kebersihan lantai dan aksesoris lainnya.(37) Pada penelitian ini,
rumah makan yang tampak berkomitmen untuk menjaga penampilannya adalah
rumah makan LG dan RB di pusat perbelanjaan C. Skor penilaian untuk RB adalah
842,5 atau berpredikat Grade B dan LG adalah 951,5 sehingga layak berpredikat
Grade A.

4.3.2. Fasilitas Sanitasi


Rendahnya infrastruktur, pengetahuan tentang hygiene, tidak tersedianya
sumber air, rendahnya fasilitas penyimpanan dan lingkungan yang tidak sesuai
untuk pengolahan makanan, misalnya dekat dengan pembuangan sampah dan air

Universitas Sriwijaya
54

limbah, dapat berkontribusi terhadap kualitas mikrobiologi makanan.(38).


Fasilitas pembuangan sampah yang tidak tepat dapat mengakibatkan dampak yang
lebih jauh lagi. Penelitian di Kota Bahir Dar menunjukkan bahwa praktik hygiene
makanan yang buruk yang dilaksanakan oleh para penjamah makanan setara
dengan tingkat keburukan dari konsidi sanitasinya. Kombinasi keduanya dapat
memicu terjadinya Kejadian Luar Biasa Keracunan Makanan.(38)Hal ini sejalan
dengan pernyataan WHO yang dikutip oleh Jurnal of Health Education bahwa
praktik kebersihan dan sanitasi yang buruk dapat menimbulkan kondisi yang tidak
baik dan memicu timbulnya penyakit disentri, kolera dan diare.(39).
Pada observasi, ketersediaan air bersih pada setiap rumah makan sudah
cukup tetapi belum dilengkapi dengan data pemeriksaan kualitas air yang
dilakukan secara berkala oleh laboraturium terakreditasi. Sarana cuci tangan yang
baik dan permanen tersedia di rumah makan LG, PV dan RB. Sedangkan rumah
makan lain menyediakan sarana cuci tangan yang belum permanen sebagai
tanggapan terjadinya pandemic Covid-19 berupa bak dan kran air non permanen,
tidak dilengkapi dengan alat pengering serta tidak ergonomis. Pencucian tangan
yang benar harus dilengkapi dengan sabun, air mengalir, diusapkan merata ke
seluruh tangan, dibilas dan dikeringkan dengan handuk bersih. (3) Apabila handuk
bersih tidak tersedia dapat mendorong para penjamah makanan untuk
menggunakan pakain kerja mereka sebagai pengering dan seringkali pakaian
mereka tidak bersih.(33)
Fasilitas sanitasi lain yang kurang memenuhi syarat adalah tempat pencucian
peralatan, terutama pada rumah makan EP, PJY, PJ dan PJ II. Tersedianya bak
pencuci peralatan sangat penting untuk menjaga keamanan pangan dan kebersihan
dapur secara umum. Apabila peralatan saji dan pengolahan tidak bersih, maka
dapat menjadi sarana perpindahan bakteri pathogen penyebab penyakit. (33)

4.3.3 Dapur, Ruang Makan Dan Gudang Bahan Makanan


Dapur komersial umumnya memerlukan ratio yang tinggi antara luas lantai
dengan lubang ventilasi udara. (32). Saat ini,sebagian besar dapur dan ruang
makan telah dilengkapi dengan sistem sirkulasi udara, misalnya Make-up Air Fans
(MAF) atau Make-up Air Units (MUA) untuk menyuplai 50%-80% udara bersih

Universitas Sriwijaya
55

yang keluar dari sistem pembuangan. Dapur paling sempit, kurang pencahayaan
dan ventilasi pada lokasi observasi didapatkan pada rumah makan EP dan PJY
sehingga dapat mempengaruhi proses pengolahan makanan oleh para penjamah.
Lantai dapur berupa semen didapatkan pada rumah makan EP dan PJY. Rumah
makan lain sudah menggunakan keramik sehingga lebih mudah dibersihkan.
Pada penelitian ini, sebagian besar rumah makan yang menjadi rujukan para
karyawan menggunakan sistem sirkulasi alami pada ruang makannya. Rumah
makan dengan sistem tertutup yaitu yang menyediakan pintu penghalang udara
luar masuk adalah rumah makan LG, RB, PV dan S. Sedangkan rumah makan lain
membiarkan pintu masuk tetap terbuka sehingga rawan mengalami pencemaran
oleh udara luar. Pada rumah makan SK dan Sentra Makanan Pusat Perbelanjaan E
bahkan tidak ada dinding pemisah antara area makan dengan lingkungan sekitar.
Pemilihan lokasi untuk meletakkan sistem ventilasi sangat penting terutama pada
area yang luas seperti di ruang makan.(32).Ruangan dengan penggunaan alat
pendingin udara, seharusnya memiliki tingkat polusi yang lebih rendah daripada
ruangan dengan ventilasi alami. Akan tetapi perlu juga diingat bahwa ventilasi
alami tidak dapat menahan polutan lebih lama karena tingginya arus pergantian
udara.(36) Bahkan, aktivitas pemanasan dan pemasakan dapat berkontribusi dalam
peningkatan konsentrasi polutan PM10 dan PM2,5 dalam ruang restoran.(36) Tidak
ada gudang bahan makanan pada lokasi observasi sebab semua bahan makanan
langsung diolah dan dikonsumsi pada hari yang sama.

4.3.4 Bahan Makanan Dan Makanan Jadi


Pada lingkungan masyarakat di Inggris, ditemukan fakta bahwa 85%
populasinya menyiapkan dan mengolah makanan di rumah setidaknya satu kali
dalam sehari.(40) Dari jumlah tersebut, sebanyak 90-95% membeli daging segar
sehingga berpotensi mengakibatkan kontaminasi dan kemungkinan terjadinya
infeksi lanjutan. Oleh karena itu, praktik hygiene sanitasi harus dijalankan oleh para
konsumen untuk mengurangi resiko tersebut. Tanggung jawab mengenai keamanan
bahan pangan lebih mengacu kepada konsumen karena para konsumen bukan hanya
membeli tetapi juga mengolah dan menyediakan makanan olahan baik bagi diri
sendiri maupun orang lain.(40).

Universitas Sriwijaya
56

Proses penyimpanan bahan makanan banyak dilakukan dengan menggunakan


alat pendingin. Proses pendinginan menitikberatkan pada pengaturan suhu dengan
tidak meninggalkan aspek “kebersihan” dan “pemisahan bahan makanan”(41).
Penelitian menunjukkan bahwa lemari pendingin di rumah tangga bukanlah tempat
yang bersih. Bahkan penelitian di Irlandia menunjukkan bahwa pemeriksaan hasil
usap lemari pendingin mengandung S. aureus, Salmonella enterica, E. coli,
Listeria monocytogenes dan Yersinia enterocolitica. (41). Suhu dalam lemari
pendingin juga tidak cukup dingin, yaitu hanya mencapai 50C akibat penyimpanan
bahan makanan yang terlalu sesak sehingga udara dingin tidak mengalir lancar dan
memicu terjadinya kontaminasi silang
Hasil observasi dan wawancara dengan pengelola menunjukkan bahwa
bahan makanan yang digunakan cukup segar dan berkualitas baik. Mutu bahan
pangan sega ryang digunakan sangat bervariasi, untuk menyesuaikan dengan daya
beli konsumen. Rumah makan EP, PJY dan CA mendapatkan bahan makanan dari
beberapa pasar di kota Palembang, rumah makan lain sudah memiliki pemasok
bahan makanan langganan. Rumah makan PJ dan PJ II memiliki dapur produksi
yang berlokasi di rumah makan PP Jakabaring. Bahan makanan berupa pangan
olahan, seperti kecap dan berbagai jenis saus sudah memiliki tanda terdaftar dari
BPOM dan Dinas Kesehatan serta tidak melewati tanggal kadaluwarasa.
Makanan yang dihasilkan menunjukkan angka kuman yang bervariasi
seperti yang ditunjukkan pada table 4.6. Hasil analisa bivariate menunjukkan
bahwa bahan makanan dan makanan jadi yang buruk berpeluang mengakibatkan
penyakit bawaan makanan 10,662 kali lebih tinggi daripada bahan makanan dan
makanan jadi yang baik. Nilai ini merupakan yang terbesar dari nilai PR variabel-
variabel lainnya sehingga menuntut pengawasan dan tata laksana yang ketat dalam
penyediaan bahan makanan dan makanan jadi. Untuk itu dalam inspeksi penilaian
hygiene sanitasi rumah makan oleh petugas yang berwenang, perlu menyertakan
pengambilan dan pemeriksaan bakteriologis sampel makanan yang disajikan pada
laboraturium terakreditasi.

4.3.5 Pengolahan Makanan


Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) adalah langkah pertama dan tidak
terelakkan untuk menuju penerapan Hazard Analysis and Critical Control Points

Universitas Sriwijaya
57

(HACCP).(42). Meskipun CPPB dan HACCP sering dibicarakan secara terpisah,


tetapi keduanya tidak mempunyai batas yang jelas dan sering saling berkaitan.
Penerapan sistem HACCP sangat memerlukan sumberdaya yang cukup di bidang
tenaga kerja, teknologi dan pembiayaan.(42) Pengolahan makanan yang
dilaksanakan di rumah makan pada penelitian ini telah dilakukan sesuai dengan
sumberdaya yang ada. Proses pengolahan yang dilakukan merupakan proses
sederhana yang terdiri dari merebus, menggoreng dan memanggang. Rumah
makan LG, RB, OG dan PV akan menyiapkan makanan segera setelah dipesan dan
menyajikan makanan secepat mungkin setelah diolah sehingga makanan sampai
ke tangan konsumen pada suhu aman, yaitu di atas 60oC. Pencegahan timbulnya
bahaya akibat makanan dapat dilakukan dengan menjaga suhu makanan di bawah
7,2oC atau diatas 60oC selama persiapan dan penyajian (43). Sedangkan rumah
makan CA dan Sentra Makanan menggunakan cara kombinasi, yaitu menyediakan
menu yang selalu terhidang panas dan menu-menu lain yang disimpan pada suhu
ruang. Sedangkan rumah makan SK, PJY, EP, S, PJ II, PJ menyediakan menu yang
sudah dimasak sejak pagi hari agar siap dihidangkan pada saat makan siang.
Hasil uji angka kuman seperti yang diperlihatkan pada table 4.7
memperlihatkan bahwa makanan berbahan dasar telur memiliki angka lempeng
total lebih dari 1000. Pada sampel makanan berbahan dasar lain memiliki angka
kuman yang kurang dari 1000, bahkan makanan yng dihidangkan panas memiliki
angka kuman 0. Kontaminasi sering terjadi selama proses produksi daripada sesaat
sebelum dikonsumsi.(44). Oleh sebab itu perlu dilakukan titik kendali pada produk
berbahan telur dengan lebih ketat agar dapat menghasilkan makanan yang aman
bagi konsumen.
Telur merupakan jenis makanan yang mudah busuk (perishable) dan dapat
mengalami penurunan kualitas secara cepat bila tidak diberi perlakuan yang benar
di antara waktu produksi sampai konsumsi. (45) Kulit telur bukanlah perlindungan
yang sempurna sebab sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya,
terutama suhu dan kelembaban. Temperatur saat penyimpanan berpengaruh lebih
besar pada kualitas albumin daripada jenis alat dan suhu yang digunakan pada saat
pemanenan telur. Penurunan mutu albumin terjadi paling cepat pada tiga hari
pertama sejak dipanen, tanpa melihat factor suhu. Oleh karena itu, perlu

Universitas Sriwijaya
58

diperhatikan factor penyimpanan dan pengangkutan agar telur yang sampai ke


tangan konsumen tetap bermutu tinggi.(45)

4.3.6 Penyimpanan Bahan Makanan Dan Makanan Jadi


Pada penelitian ini tidak ada sarana penyimpanan bahan makanan berupa
lemari pendingin, kecuali pada rumah makan PV, LG dan RB yang menyajikan
menu khusus seperti minuman, dikarenakan semua bahan makanan akan langsung
diolah dan dikonsumsi pada hari yang sama. Bahan makanan yang sering menjadi
stok umumnya adalah bahan kering seperti beras, gula, garam dan tidak
ditempatkan di ruang khusus. Pada rumah makan PJ ditemukan beras dalam
karung yang diletakkan langsung di lantai, dekat dengan peralatan kebersihan.
Bahan makanan yang berupa pangan kemasan, seperti kecap, saus tidak melewati
batas kadaluwarsa dan memiliki tanda terdaftar dari BPOM atau Dinas Kesehatan.
Penyimpanan makanan jadi atau sudah masak pada restoran yang diteliti
dalam thesis ini umumnya menggunakan lemari yang terbuat dari bahan sederhana
dengan dinding depan dari kaca untuk memudahkan konsumen memilih menu.
Sarana penyimpanan makanan jadi tersebut dibersihkan setiap kali sebelum dan
sesudah operasional sehingga kebersihannya sangat tergantung pada sarana
pembersihnya. Pada rumah makan OG, dengan produk berupa bakso, makanan
selalu dihidangkan dalam keadaan panas sehingga tidak menghasilkan angka
kuman pada pemeriksaan bakteriologis. Sedangkan pada rumah makan lain
menyediakan menu yang disimpan pada suhu ruang dengan beberapa pilihan yang
dapat diminta untuk dipanaskan kembali sebelum disajikan. Hasil pemeriksaan
bakteriologis menunjukkan bahwa tidak ada bakteri pathogen pada makanan jadi.
Beberapa menu yang disajikan, terutama yang disajikan dalam keadaan panas,
tidak mengandung kuman sama sekali (Angka Lempeng Total = 0).

4.3.7 Penyajian Makanan


Makanan yang telah diolah dalam jangka waktu yang lama sebelum
dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang, diketahui menjadi factor kunci yang
berkontribusi pada keracunan akibat makanan (food poisoning). (38) Penelitian
juga menunjukkan bahwa angka kuman yang tinggi pada makanan berhubungan
dengan makanan yang disimpan lebih dari empat jam pada suhu ruang. Hal ini

Universitas Sriwijaya
59

sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Universitas Hasanuddin Makassar


tentang pengaruh waktu pajan terhadap jajanan gorengan.(29). Sebagian besar
penjamah makanan, yaitu sebanyak 53% melaporkan bahwa makanan telah
disiapkan jauh sebelum waktu puncak penyajian makanan atau enam sampai
delapan jam sebelum waktu makan siang.(38)
Proses pendinginan pada masakan yang panas adalah penyebab siginifikan
lain pada penyakit bawaan makanan.(46) Pada proses pendinginan harus diatur
agar panas makanan dapat tersalurkan melalui dinding wadah dengan tidak
menempatkan beberapa makanan yang masih panas secara berdekatan atau dengan
memberikan ventilasi pada wadah makanan, misalnya dengan membuka tutup
wadah atau ditutup dengan longgar.(46)
Penyajian yang dilakukan di lokasi observasi pada penelitian ini sangat
bervariasi. Rumah makan LG menyiapkan makanan segera setelah dipesan dari
bahan mentah dan disajikan segera mungkin. Rumah makan OG dan PV telah
menyiapkan makanan olah yang siap dipanaskan kembali untuk segera disajikan
kepada konsumen. Rumah makan CA melakukan perpaduan cara penyajian, yaitu
terdapat menu yang selalu dipanaskan dan beberapa menu lainnya yang disimpan
pada suhu ruang. Sedangkan rumah makan yang lain menyiapkan menu masakan
sejak pagi hari agar siap dikonsumsi saat makan siang. Jumlah dan jenis mikroba
pada makanan jadi dipengaruhi oleh waktu pajan.Pagiu (2004),(20) Waktu pajan
lebih dari 4 jam akan menghasilkan makanan yang sudah tidak aman lagi untuk
dikonsumsi.(29)

4.3.8 Peralatan
Penelitian di Burkina Faso menunjukkan bahwa peralatan berbahan
aluminium dapat larut selama proses pemasakan.(47). Pelarutan aluminium lebih
mudah terjadi bila mengolah makanan yang mengandung asam seperti tomat atau
buah-buahan yang mengandung sitrus. Spon pencuci piring dan peralatan juga
merupakan salah satu sumber munculnya pencemaran pada makanan.(48) Hampir
seluruh rumah tangga yang mengalami pencemaran makanan menunjukkan
konsentrasi bakteri yang tinggi pada bak dan spon pencuci piring. Konsentrasi
fecal coliform pada bak pencuci ditemukan 63% sampel positif dan pada spon

Universitas Sriwijaya
60

pencuci sebesar 67%. Escherichia coli ditemukan pada 16.7% sampel bak pencuci
dan 33.3% pada spon pencuci. Pada penelitian tentang rumah makan di destinasi
wisata pantai Losari ditemukan bahwa hanya 25% rumah makan yang memenuhi
standar persyaratan peralatan. Rumah makan yang lain dinyatakan tidak memenuhi
standar peralatan karena proses pencucian yang tidak baik.(49) Pencucian
peralatan dapat dilakukan dengan baik apabila disedaiakan sedikitnya tiga bak
yang masing-masing berfungsi untuk mencuci, membilas dan desinfeksi denngan
dilengkapi oleh air panas dan dingin yang mengalir lancar.(50)
Peralatan yang digunakan oleh rumah makan pada penelitian ini sangat
bervariasi. Umumnya sudah menggunakan penjepit untuk mengambil makanan
dan tidak menggunakan tangan langsung. Untuk peralatan pengolahan makanan
didapatkan peralatan yang sudah tidak layak pakai, seperti pemanggang ikan pada
rumah makan PJY. Peralatan penyajian pada rumah makan LG, RB dan Sentra
Makanan di Pusat Perbelanjaan E, sebagian berupa alat sekali pakai sehingga
langsung dapat dibuang. Sedangkan pada rumah makan OG, CA, SK, S, EP, PJ II,
dan PJ dalam keadaan utuh dan cukup bersih, tetapi masih perlu dibuktikan dengan
pengambilan sampel usap alat secara bakteriologis. Untuk mencegah kontaminasi
silang, permukaan meja dan peralatan dapur, terutama yang digunakan untuk
mengolah bahan daging dan unggas, harus selalu dibersihkan dengan
menggunakan bahan antibakteri atau desinfektan setiap kali selesai digunakan.(48)
Pada pemeriksaan kain dapur, bak cuci piring dan bak cuci peralatan telah
ditemukan strain bakteri yang sesuai dengan bakteri penyebab KLB keracunan
makanan. (51). Bak cuci piring saji dan peralatan yang memenuhi syarat pada
lokasi observasi hanya terdapat pada rumah makan LG, RB,,S, SK, PJ dan PJ II.
Air panas untuk mencuci piring pada rumah makan S, PJ dan PJ II disediakan
secara konvesional, yaitu dengan merebus air dan menyiramkannya pada peralatan
saji yang sudah dibilas bersih. Sedangkan pada LG dan RB sudah dilengkapi
dengan kran air panas. Hal yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah menjaga
agar handle kran air tetap bersih. Area yang paling sering mengalami pencemaran
adalah bak pencucian, pegangan kran untuk cuci tangan, pegangan tempat sampah
dan papan pemotong atau talenan. (Staskel, Briley, Field, & Barth, 2007). (52)

Universitas Sriwijaya
61

4.3.9 Tenaga Kerja


Penyakit bawaan makanan (food borne disease) seringkali didefinisikan
sebagai penyakit yang disebabkan oleh agent yang masuk ke dalam tubuh melalui
makanan dan minuman. Penelitian menunjukkan bahwa para pekerja di bidang
industri pangan merupakan sumber utama penyebaran penyakit bawaan makanan.
Di Turki, tenaga kerja yang bergerak di bidang produksi pangan dan organisasi
kesehatan diwajibkan menjalani pemeriksaan secara periodic setiap 3 bulan sekali
untuk mendapatkan dokumen pemeriksaan kesehatan yang mencatat penyakit-
penyakit menular yang pernah diderita oleh pekerja tersebut. (9) Persyaratan
kualifikasi penjamah makanan di Indonesia juga telah diatur dengan berbagai
ketentuan misalnya harus mengikuti kursus tentang hygiene sanitasi makanan yang
diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan, memiliki catatan riwayat kesehatan. (28)
Penelitian yang dilakukan di Ghana menunjukkan bahwa bakteri Salmonella
typhoid terdeteksi di feses para penjual makanan sebanyak 2,3%. (9). Sikap yang
salah dan abai terhadap hygienitas dapat mengakibatkan bagian tubuh penjamah
makanan dapat mengandung kuman pathogen dan dalam beberapa kasus, kuman
tersebut dapat tetap hidup dalam makanan walaupun telah dilakukan pengolahan
sehingga menimbulkan masalah terhadap konsumen.(38) Bagian tubuh yang rentan
menjadi vector penyakit adalah tangan pekerja karena tidak sering dicuci dan
terjadinya kontaminasi silang. Kontaminasi silang selama proses pengolahan
produk ayam mentah berkontribusi besar pada kejadian luar biasa akibat infeksi
dari Campylobacter and Staphylococcus aureus.(48) Survey menunjukkan bahwa
lebih dari 75% konsumen memiliki pemahaman yang rendah terhadap prinsip –
prinsip kontaminasi silang.(40)
Pada penelitian tesis ini ditemukan hubungan yang signifikan antara kejadian
gastroenteritis dan factor tenaga kerja. Kualifikasi penjamah makanan berdasarkan
formulir RM.02 dijabarkan dari beberapa aspek, yaitu kepemilikan sertifikat
pelatihan penjamah makanan yang menunjukkan pengetahuan tentang hygiene
sanitasi makanan, pakaian kerja, pemeriksaan kesehatan dan personal hygiene.
Untuk dapat mencapai sikap yang benar tentang personal hygiene perlu didahului
dengan peningkatan pengetahuan melalui sertifikasi penjamah makanan dan
didukung oleh sarana prasarana yang cukup antara lain baju kerja, termasuk alat

Universitas Sriwijaya
62

pelindung diri dan pemeriksaan kesehatan berkala yang dibuktikan melalui


dokumen pemeriksaan. Pada lokasi observasi, penjamah makanan pada rumah
makan LG, RB, PV, PJ, PJ II, S, OG dan SK sudah dilengkapi oleh baju kerja.
Tetapi belum diketahui apakah baju tersebut khusus digunakan di tempat kerja
ataukah dikenakan sejak dari rumah, sebab baju kerja yang dikenakan sejak dari
rumah dapat mengalami pencemaran selama perjalanan ke tempat kerja. Penjamah
makanan seharusnya mengenakan pakaian dan celemek bersih selama persiapan
dan penyajian makanan untuk mencegah terjadinya kontaminasi. (50) Sebagian
penjamah makanan di rumah makan PJ, PJ II, LG dan RB sudah pernah mengikuti
pelatihan penjamah makanan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan dan
penanggung jawab rumah PV sudah memperoleh Sertifikat Pelatihan Keamanan
Pangan terstandar dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan.
Proses pengolahan dan penanganan makanan yang lebih baik ditunjukkan
oleh para penjamah makanan yang telah menjalani pelatihan dan memiliki tingkat
pendidikan yang lebih tinggi. Sebuah penelitian di Costa Rica menunjukkan bahwa
rendahnya pengetahuan dan pengawasan menjadi factor menonjol yang
mempengaruhi tingkat keamanan pangan.(50) Sebagian besar penjamah makanan
merupakan kelompok yang rentan sebagai sumber pencemar yang disebabkan
karena kontak dengan pembeli dan permukaan peralatan pengolahan.(8) Oleh
karena itu pelatihan untuk para penjamah makaanan harus dilakukan melalui
pendekatan multidimensi yang meliputi bidang social, lingkungan dan organisasi
dengan penekanan pada perubahan wawasan agar tidak terjadi praktik penyediaan
makanan yang tidak aman.(53)

4.3.10 Pengolahan Makanan, Lokasi dan Pintu sebagai Faktor Terbesar


Penyebab Gastroenteritis
Di Malaysia, restoran dan warung makan banyak dijumpai di tepi jalan, dekat
dengan kegiatan pembangunan konstruksi gedung dan di dekat area industri.
Makanan pada restoran dan warung makan tersebut dihidangkan di area semi
terbuka atau terbuka penuh sehingga memudahkan terjadinya kontaminasi dari
udara luar dan dalam restoran.(54) Meskipun bukan termasuk kriteria sebagai
polutan, mikroba udara (airborne microorganisms) atau bioaerosol adalah

Universitas Sriwijaya
63

parameter penting dalam penentuan kualitas udara terutama di restoran(11).


Bioaerosol dapat bersumber dari para pekerja, sampah organic dan pertumbuhan
bakteri yang dapat memicu terjadinya kontaminasi makanan.(54) Penyebaran
bioaerosol ini sangat tergantung pada aktivitas manusia dalam restoran.(13).
Aktivitas manusia ini juga dapat menyebabkan tumpukan debu dan akhirnya akan
menumbuhkan partikulat mikroba udara(54)
Pada beberapa penelitian tentang kualitas udara indoor restoran oleh Maryam
Z, et al, ditemukan banyak sekali bakteri Gram positife bila dibandingkan dengan
Gram negative. (54) Bakteri Gram positif bentuk batang sering dikaitkan dengan
sumber dari udara luar seperti emisi bahan bakar, air, debu, udara, faeces, tanaman,
luka pada permukaan kulit maupun luka bengkak. Walaupun sebagian besar
spesiesnya tidak berbahaya bagi manusia, tetapi proses infeksi tetap dapat terjadi
pada spesies tertentu terhadap individu yang rentan.(54)
Pada table 4.5 dan 4.6 dalam penelitian ini diperlihatkan bahwa rumah makan
yang menerapkan area penyajian makanan terbuka mempunyai angka IBS yang
tinggi. Penelitian ini tidak bertujuan untuk menunjukkan sebuah rumah makan
sebagai penyebab IBS, melainkan untuk melihat factor-faktor yang paling besar
pengaruhnya untuk menimbulkan gejala IBS berdasarkan variabel penilaian
hygiene sanitasi rumah makan. Masih banyak factor lain yang bisa menjadi factor
seseorang mengalami IBS, seperti misalnya kualitas bakteriologis peralatan makan
dan pengolahan, hasil usap dubur penjamah makanan, perilaku dan kualitas sanitasi
rumah karyawan pusat perbelanjaan itu sendiri. Prosentase kenaikan angka IBS
tertinggi terjadi pada rumah makan SK di pusat perbelanjaan A yang merupakan
rumah makan dengan ruang penyajian terbuka dan terletak di tepi jalan atau area
parkir yang padat kendaraan.

4.5 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan pada penelitian thesis kali ini adalah kurangnya data tentang
kualitas bakteriologis air yang digunakan untuk mengolah makanan dan belum
adanya keseragaman tentang waktu pajan makanan jadi pada rumah makan yang
dijadikan sampel untuk lebih mendukung validitas hasil uji sampel makanan.

Universitas Sriwijaya
64

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan terhadap data yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa :
1. Semakin tinggi skor penilaian hygiene sanitasi rumah makan, maka semakin
rendah kejadian gastroenteritis pada karyawan pusat perbelanjaan.
2. Uji bivariat hubungan kualitas hygiene sanitasi sarana tempat pengolahan
makanan, yaitu rumah makan, kantin atau warung lokasi makan siang
karyawan pusat perbelanjaan dengan kejadian gastroenteritis berdasarkan
variabel pemeriksaan adalah sebagai berikut :
a. Lokasi dan bangunan yang buruk menurunkan 0,674 resiko gastroenteritis
(33% menurunkan resiko).
b. Fasilitas sanitasi yang buruk menurunkan 0,628 resiko gastroenteritis
(38% menurunkan resiko).
c. Dapur, ruang makan dan gudang bahan makanan yang buruk menurunkan
0,628 resiko gastroenteritis (38% menurunkan resiko).
d. Bahan makanan dan makanan jadi yang buruk menaikkan 1,251 resiko
gastroenteritis.
e. Pengolahan makanan yang buruk menurunkan 0,674 resiko
gastroenteritis (33% menurunkan resiko).
f. Tempat penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi yang buruk
menurunkan 0,628 resiko gastroenteritis (38% menurunkan resiko).
g. Penyajian makanan yang buruk menurunkan 0,628 resiko gastroenteritis
(38% menurunkan resiko).
h. Peralatan yang buruk menurunkan 0,628 resiko gastroenteritis (38%
menurunkan resiko).
i. Tenaga kerja yang buruk menurunkan 0,718 resiko gastroenteritis ( 28%
menurunkan resiko)
3. Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa variabel yang paling besar
berpeluang untuk menimbulkan kejadian gastroenteritis adalah pengolahan

Universitas Sriwijaya
65

makanan, lokasi dan bangunan dengan nilai PR = 3,618. Artinya pengolahan


makanan, lokasi dan bangunan yang buruk berpeluang sebesar 3,618
menimbulkan kejadian gastroenteritis daripada pengolahan makanan, lokasi
dan bangunan yang baik. Begitu pula untuk variabel pengolahan makanan yang
memiliki PR = 3,681 dan variabel tenaga kerja yang memiliki PR = 2,917. Dari
hasil analisis multivariat pula, dapat diketahui juga bahwa variabel yang paling
besar pengaruhnya adalah variabel lokasi dan bangunan serta pengolahan
makanan.
4. Hasil analisis multivarie terhadap sub variabel pada lokasi dan bangunan yaitu
lokasi, bangunan, pembagian ruang, lantai, dinding, ventilasi, pencahayaan,
atap, langit-langit dan pintu didapatkan Prevalence Ratio (PR) dari variabel
lokasi adalah 3,409, artinya lokasi yang buruk berpengaruh sebesar 3,409 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi yang baik. Begitu pula untuk variabel
ventilasi yang memiliki PR = 0,293 dan variabel pintu yang memiliki PR =
3,409. Dari hasil analisis multivariat pula, dapat diketahui juga bahwa variabel
yang paling besar pengaruhnya adalah variabel lokasi dan pintu.
5. Hasil uji laboraturium sampel makanan menunjukkan bahwa semua makanan
tidak mengandung kuman pathogen, tetapi sampel makanan berupa olahan
telur menunjukkan angka kuman lebih dari 1000.

5.2 Saran
1. Kepada pengelola rumah makan
a. Meningkatkan mutu hygiene sanitasi rumah makan dengan mengacu pada
variabel-variabel yang tercantum dalam formulir RM.02.
b. Bersikap terbuka dengan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya
peningkatan kualitas hygiene sanitasi rumah makan, baik yang berasal dari
pemerintah maupun dari organisasi kuliner lainnya.
2. Kepada pengelola dan manajemen pusat perbelanjaan
Perlu memperhatikan personal hygiene karyawannya dengan memulai dari
pilihan rumah makan dan menu masakan dalam pencegahan terbentuknya
cluster baru dalam penyebaran Covid-19.
3. Kepada Pemerintah dan Pihak Berwenang yang terkait

Universitas Sriwijaya
66

a. Meningkatkan upaya pengawasan dan pembinaan pada sarana jasa


penyedia makanan, dalam hal ini adalah restoran, dengan melengkapi
petugas dengan peralatan yang memadai, misalnya dengan alat pengukur
pencahayaan, air flow detector dan sarana prasarana pemeriksaan sampel
untuk uji bakteriologis.
b. Menerapkan peraturan perundangan di bidang hygiene sanitasi tempat
pengolahn makanan, khususnya rumah makan, dengan lebih optimal
untuk mendorong peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
4. Kepada peneliti selanjutnya
Penelitian ini masih bisa dilanjutkan dengan memilih berbagai macam
variabel penelitian, mulai dari kualitas lokasi rumah makan, tingkat mutu
pekerja rumah makan, sampai dengan jenis kain lap cuci dan spon untuk
pencucian piring dan peralatan memasak. Hasil penelitian yang dilakukan
selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan di lapangan sehingga
bersama-sama dapat lebih meningkatkan kualitas hygiene sanitasi rumah
makan.
5. Kepada civitas academica
Agar menambah intensitas dan kualitas penelitian di bidang hygiene
sanitasi rumah makan dengan hasil penelitian yang mudah diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Universitas Sriwijaya
67

DAFTAR PUSTAKA

1. Ni Mhurchu C, Aston LM, Jebb SA. Effects of worksite health promotion interventions on
employee diets: A systematic review. BMC Public Health. 2010;10.
2. Masruroh M, Fernanda F, Wibowo T. Analisis Efisiensi Biaya terhadap Keputusan Penggunaan
Outsourcing Bidang Cleaning Service dan Catering pada PT Kuwera Jaya Jakarta. The Winners.
2014;15(1):34.
3. Rodríguez-Caturla MY, Valero A, Carrasco E, Posada GD, García-Gimeno RM, Zurera G.
Evaluation of hygiene practices and microbiological status of ready-to-eat vegetable salads in
Spanish school canteens. J Sci Food Agric. 2012;92(11):2332–40.
4. Charles, Quest, MB M, Spitalny Kenneth. C M, Madore Paul H P, Pray Katherine B, Dolin
Raphael M, HErrmann John E P, et al. Foodborne Snow Mountain Agent Gastroenteritisin a
Scholl Cafetaria. Pediatric. 1987;79(9):559–63.
5. Getto L, Zeserson E, Breyer M. Vomiting, Diarrhea, Constipation, and Gastroenteritis. Emerg
Med Clin North Am [Internet]. 2011;29(2):211–37. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.emc.2011.01.005
6. Wilhelmi I, Roman E, Sánchez-Fauquier A. Viruses causing gastroenteritis. Clin Microbiol
Infect. 2003;9(4):247–62.
7. Gupta SK, Nalluswami K, Snider C, Perch M, Balasegaram M, Burmeister D, et al. Outbreak of
Salmonella Braenderup infections associated with Roma tomatoes, northeastern United States,
2004: A useful method for subtyping exposures in Field investigations. Epidemiol Infect.
2007;135(7):1165–73.
8. Lynch MF, Tauxe R V., Hedberg CW. The growing burden of foodborne outbreaks due to
contaminated fresh produce: Risks and opportunities. Epidemiol Infect. 2009;137(3):307–15.
9. Pala K, Özakin C, Akiş N, Sinirtaş M, Gedikoglu S, Aytekin H. Asymptomatic carriage of
bacteria in food workers in Nilüfer district, Bursa, Turkey. Turkish J Med Sci. 2010;40(1):133–
9.
10. Nuryani D, Adiputra N, Sudana IB. Kontaminasi Escherichia Coli Pada Makanan Jajanan Di
Kantin Sekolah Dasar Negeri Wilayah Denpasar Selatan. ECOTROPHIC J Ilmu Lingkung
(Journal Environ Sci. 2016;10(1):28.
11. Erickson AK, Jesudhasan PR, Mayer MJ, Narbad A, Winter SE, Pfeiffer JK. Bacteria Facilitate
Enteric Virus Co-infection of Mammalian Cells and Promote Genetic Recombination. Cell Host
Microbe. 2018;23(1):77-88.e5.
12. D’Amico F, Baumgart DC, Danese S, Peyrin-Biroulet L. Diarrhea During COVID-19 Infection:
Pathogenesis, Epidemiology, Prevention, and Management. Clin Gastroenterol Hepatol
[Internet]. 2020;18(8):1663–72. Available from: https://doi.org/10.1016/j.cgh.2020.04.001
Universitas Sriwijaya
68

13. Cai J, Sun W, Huang J, Gamber M, Wu J, He G. Indirect virus transmission in cluster of COVID-
19 cases, Wenzhou, China, 2020. Emerg Infect Dis. 2020;26(6):1343–5.
14. Rahmat D, Yang T, Esa M. Pengawasan Barang Beredar Dan/ Atau Jasa. 2018;
15. Ubeja S, Bedia D. Customer satisfaction in shopping malls: an empirical study. Pacific Bus Rev
Int. 2012;5(2):60–72.
16. Smith JL, Bayles D. Postinfectious irritable bowel syndrome: A long-term consequence of
bacterial gastroenteritis. J Food Prot. 2007;70(7):1762–9.
17. Mekonen YM, Keskes Melaku S. Significance of HACCP and SSOP in Food Processing
Establishments. World J Dairy Food Sci. 2014;9(2):121–6.
18. Children T, Wallace WM, Webb H, Shreveport W, Louisiana R. Diagnosis epidemic.
2020;38(3).
19. Road M. Summary. 1975;953–4.
20. Ur PJ, Latumeten NC, Souisa G V. Analisis Cemaran Eschericia Coli pada Jajanan Gorengan
dan Minuman Olahan di Depan Kampus Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Ambon.
2-Trik Tunas-Tunas Ris Kesehat [Internet]. 2017;7(2). Available from:
http://2trik.jurnalelektronik.com/index.php/2trik/article/view/96/59
21. Razak A. Aplikasi Metode Iridologi Untuk Identifikasi Stres Pada Siswa Sd, Smp Dan Sma
Menghadapi Ujian Nasional (Un) Di Sumatera Barat. Ta’dib. 2016;17(1):86.
22. Painter JA, Hoekstra RM, Ayers T, Tauxe R V., Braden CR, Angulo FJ, et al. Attribution of
foodborne illnesses, hospitalizations, and deaths to food commodities by using outbreak data,
United States, 1998-2008. Emerg Infect Dis. 2013;19(3):407–15.
23. Whitehead WE, Palsson OS, Simrén M. Irritable bowel syndrome: what do the new Rome IV
diagnostic guidelines mean for patient management? Expert Rev Gastroenterol Hepatol
[Internet]. 2017;11(4):281–3. Available from:
http://dx.doi.org/10.1080/17474124.2017.1292130
24. J. TI, Phillips SF, Wiltgen CM, Zinsmeister AR, Melton LJ. Assessment of Functional
Gastrointestinal Disease: The Bowel Disease Questionnaire. Mayo Clin Proc [Internet].
1990;65(11):1456–79. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S0025-6196(12)62169-7
25. Shopping_Center_Appraisal_Ch1.Pdf.
26. Heri Sugianto, Erni Setyowati GH. Shopping Mall Di Kota Pekalongan. Maji [Internet].
2012;Vol. 1(No. 6):1109–16. Available from: file:///E:/DATA SEMESTER 8/Wisata Era
Digital/shopping mall di kota pekalongan.pdf
27. Organisation G. IBS questionnaire for HCP *. :12–3.
28. 2003 UN 20 T. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NO.
1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan
Restoran. 2003;147–73.
Universitas Sriwijaya
69

29. Pagiu.H.W., Sirajuddin. S., Syam. A. Pengaruh Waktu Pajan Terhadap Total Mikroba dan Jenis
Mikroba Patogen Dalam Makanan Jajanan Gorengan di Workshop Kampus Universitas
Hasanuddin Makassar. Journal. 2013;1–13.
30. Wang J, Yan X. How location matters in restaurant success? Proc ot 21st Pacific Asia Conf Inf
Syst “‘Societal Transform Through IS/IT’”, PACIS 2017. 2017;
31. Hanaysha J. Restaurant Location and Price Fairness as Key Determinants of Brand Equity: A
Study on Fast Food Restaurant Industry. Bus Econ Res. 2016;6(1):310.
32. Kumari P. Kitchen and Dining Space: As A Way of Eating Manner in Mising Community. IOSR
J Humanit Soc Sci. 2012;4(5):23–8.
33. Al-Khatib IA, Al-Mitwalli SM. Restaurant environment and its effects on food safety: Case
study of restaurants in Palestinian Ramallah-Bireh District. Jordan Med J. 2007;41(3):145–52.
34. Anggraini H, Sari SM, Razak A, Dewata I. Environmental Sanitation and Health “nasi Sek”
(Seribu Kenyang) Restaurant in Gandoriah Beach Pariaman City. IOP Conf Ser Earth Environ
Sci. 2020;448(1).
35. Jones TF, Pavlin BI, LaFleur BJ, Ingram LA, Schaffner W. Restaurant Inspection Scores and
Foodborne Disease. Emerg Infect Dis. 2004;10(4):688–92.
36. Yusup Y, Ahmad MI, Ismail N. Indoor Air Quality of Typical Malaysian Open-air Restaurants.
Environ Pollut. 2014;3(4):10–23.
37. Hanaysha J. Testing the effects of food quality, price fairness, and physical environment on
customer satisfaction in fast food restaurant industry. J Asian Bus Strateg. 2016;6(2):31–40.
38. Kibret M, Abera B. The sanitary conditions of food service establishments and food safety
knowledge and practices of food handlers in bahir dar town. Ethiop J Health Sci [Internet].
2012;22(1):27–35. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22984329%0Ahttp://www.pubmedcentral.nih.gov/articl
erender.fcgi?artid=PMC3437977
39. Wilayah D, Puskesmas K. Kondisi Sanitasi Dan Kepadatan Lalat Kantin Sekolah Dasar Wilayah
Kerja Puskesmas Kedungmundu. J Heal Educ. 2017;2(1):101–6.
40. Redmond EC, Griffith CJ. Consumer food handling in the home: A review of food safety studies.
J Food Prot. 2003;66(1):130–61.
41. Byrd-Bredbenner C, Berning J, Martin-Biggers J, Quick V. Food safety in home kitchens: A
synthesis of the literature. Int J Environ Res Public Health. 2013;10(9):4060–85.
42. Toropilová J, Bystrický P. Why HACCP Might Sometimes Become Weak or Even Fail.
Procedia Food Sci [Internet]. 2015;5:296–9. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.profoo.2015.09.072
43. Onyeneho SN, Hedberg CW. An assessment of food safety needs of restaurants in Owerri, Imo
State, Nigeria. Int J Environ Res Public Health. 2013;10(8):3296–309.
Universitas Sriwijaya
70

44. Tauxe R V. Emerging Foodborne Diseases: An Evolving Public Health Challenge. Emerg Infect
Dis. 1997;3(4):425–34.
45. Hussain S, Ahmed Z, Khan MN, Khan TA. A study on quality traits of chicken eggs collected
from different areas of Karachi. Sarhad J Agric. 2013;29(2):255–9.
46. Brown LG, Ripley D, Blade H, Reimann D, Everstine K, Nicholas D, et al. Restaurant food
cooling practices. J Food Prot. 2012;75(12):2172–8.
47. Norsuzila Ya’acob1, Mardina Abdullah1, 2 and Mahamod Ismail1 2, Medina M, Talarico TL,
Casas IA, Chung TC, Dobrogosz WJ, et al. We are IntechOpen , the world ’ s leading publisher
of Open Access books Built by scientists , for scientists TOP 1 %. Intech [Internet].
1989;32:137–44. Available from: http://www.intechopen.com/books/trends-in-
telecommunications-technologies/gps-total-electron-content-tec- prediction-at-ionosphere-
layer-over-the-equatorial-region%0AInTec
48. Anwar T. Determination of prevalence and antibiotic susceptibility pattern of bacteria isolated
from household and restaurant kitchen utensils of Dhaka, Bangladesh. 2018; Available from:
http://dspace.bracu.ac.bd/xmlui/bitstream/handle/10361/9802/12226002_MNS.pdf?sequence=
1&isAllowed=y
49. Fadly M, Anwar, Natsir MF. Pantai Losari Kota Makassar Sanitation Quality of The Restaurant
in The Tourism Destination Losari Beach Makassar Muhammad Fadly , Anwar , Muhammad
Fajaruddin Natsir Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin PENDAHUL. J Fkm Unhas. 2017;5.
50. Meleko A. Assessment of the Sanitary Conditions of Catering Establishments and Food Safety
Knowledge and Practices of Food Handlers in Addis Ababa University Students’ Cafeteria. Sci
J Public Heal. 2015;3(5):733.
51. Mair-Jenkins J, Borges-Stewart R, Harbour C, Cox-Rogers J, Dallman T, Ashton P, et al.
Investigation using whole genome sequencing of a prolonged restaurant outbreak of Salmonella
Typhimurium linked to the building drainage system, England, february 2015 to march 2016.
Eurosurveillance [Internet]. 2017;22(49):1–9. Available from: http://dx.doi.org/10.2807/1560-
7917.ES.2017.22.49.17-00037
52. Veiros MB, Proença RPC, Santos MCT, Kent-Smith L, Rocha A. Food safety practices in a
Portuguese canteen. Food Control [Internet]. 2009;20(10):936–41. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.foodcont.2009.02.002
53. Sharif L, Obaidat MM, Al-Dalalah M-R. Food Hygiene Knowledge, Attitudes and Practices of
the Food Handlers in the Military Hospitals. Food Nutr Sci. 2013;04(03):245–51.
54. Maryam Z, Rafiqah Azira MR, Noor Faizul Hadry N, Norhidayah A, Mohd Shukri MA. Indoor
microbial contamination through water mist aerosol at public restaurants. J Teknol.
2015;77(24):45–50.
Universitas Sriwijaya
b. 1. CONTOH FORMULIR RM.2.

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN


RESTORAN
1. Nama rumah makan/restoran : …………………………………….
2. Alamat : …………………………………….
…………………………………….
3. NamaPengusaha/penanggungjawab : …………………………………….
4. Jumlah karyawan : ………...……………………orang
5. Jumlah penjamah makanan : …….………………………..orang
6. Nomor izin usaha : .……………………………………
7. Nama pemeriksa : ….…………………………………

Cara pengisian :
a. Kolom 3, beri tanda lingkaran pada salah satu nilai yang paling sesuai
dengan petunjuk dan penilaian RM.
b. Kolom 4, adalah hasil perkalian kolom 2 dengan nilai yang dipilih pada kolom
3.
c. Nilai 0, adalah wujud fisik sarana tidak ada.
d. Batas skore tingkat mutu/laik hygiene sanitasi minimal 700.
Variabel Bobot Nilai Skore

1 2 3 4
A. Lokasi dan Bangunan
1. Lokasi 2 4, 6, 10
2. Bangunan 2 2, 4, 6, 8, 10
3. Pembagian ruang 1 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
4. Lantai 0,5 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
5. Dinding 0,5 0, 4, 6, 7, 10
6. Ventilasi 1 2, 3, 5, 7, 8, 10
7. Pencahayaan/penerangan 1 2, 3, 5, 7, 8, 10
8. Atap 0,5 2, 3, 5, 7, 8, 10
9. Langit-langit 0,5 0, 2, 4, 6, 8, 10
10. Pintu 1 0, 3, 4, 6, 7, 10

B. Fasilitas Sanitasi

11. Air bersih 3 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10


12. Pembuangan air limbah 2 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
13. Toilet 1 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
14. Tempat sampah 2 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
15. Tempat cuci tangan 2 0, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10
16. Tempat mencuci peralatan 1 0, 2, 4, 6, 8, 10
17. Tempat mencuci bahan makanan 1 0, 2, 3, 5, 7, 8, 10
18. Locker karyawan 1 0, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 10

11
19. Peralatan pencegah masuknya 2 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10
serangga dan tikus

C. Dapur, Ruang Makan dan Gudang


Bahan Makanan

20. Dapur 7 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
21. Ruang makan 5 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
22. Gudang bahan makanan 3 0, 2, 4, 6, 8, 10

D. Bahan Makanan dan Makanan Jadi

23. Bahan makanan 5 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10


24. Makanan jadi 6 3, 4, 6, 7, 10

E. Pengolahan Makanan
25. Proses pengolahan 5 2, 3, 5, 7, 8, 10

F. Tempat Penyimpanan Bahan


Makanan dan Makanan Jadi
26. Penyimpanan bahan makanan 4 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
27. Penyimpanan makanan 5 4, 6, 10

G. Penyajian Makanan
28. Cara penyajian 5 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10

H. Peralatan
29. Ketentuan peralatan 15 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10

I. Tenaga Kerja
30. Pengetahuan/sertifikat Hygiene 4 0, 2, 4, 6, 8, 10
sanitasi makanan
31. Pakaian kerja 2 0, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10
32. Pemeriksaan kesehatan 2 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
33. Personal hygiene 7 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10

…………….., ………….. 200…

Mengetahui Pengusaha/Penanggung Pemeriksa


Jawab Rumah Makan/Restoran ……….………………

12
b.2. PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR RM.2
1. Untuk tiap variabel yang diperiksa, diberikan nilai sesuai dengan keadaan
kualitas variabel.
2. Nilai setiap variabel ditunjukkan dengan memberikan tanda lingkaran pada
salah satu angka kolom nilai yang paling sesuai menurut hasil pengamatan
pemeriksa.
3. Angka nilai yang paling sesuai merupakan hasil penjumlahan nilai dari
beberapa komponen yang memenuhi syarat.
Contoh :
No. Variabel Bobot Nilai Skore

2. Bangunan 2 2, 4, 6, 8, 10 16

Untuk variabel nomor 2 yaitu : bangunan dengan angka nilai ialah = 2, 4, 6, 8, 10.
Angka nilai 8 adalah yang paling sesuai. Angka ini merupakan penjumlahan
komponen a, b, dan c yang terdapat pada kolom nilai yang memenuhi syarat.
4. Skore diperoleh dengan cara : bobot x nilai.
Sebagaimana contoh di atas, maka skore bangunan : 2 x 8 = 16
Skore seluruh variabel > 700 termasuk uji laboratorium.
5. Batas laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran adalah bila jumlah
skore seluruh variabel > 700 termasuk uji laboratorium.
6. Uraian detail setiap variabel

Besar
No Variabel Komponen yang dinilai
Nilai

1 2 3 4
A. Lokasi & bangunan
1. Lokasi a. Tidak berada pada arah angin dari 6
sumber pencemaran debu, asap, bau dan
cemaran lainnya.
b. Tidak berada pada jarak < 100 meter dari 4
sumber pencemaran debu, asap, bau dan
cemaran lainnya.
2. Bangunan a. Terpisah dengan tempat tinggal termasuk 4
tempat tidur.
b. Kokoh/kuat/permanen. 2
c. Rapat serangga 2
d. Rapat tikus 2
3. Pembagian ruang a. Terdiri dari dapur dan ruang makanan. 4
b. Ada toilet/jamban 2
c. Ada gudang bahan makanan 1
d. Ada ruang karyawan 1
e. Ada ruang administrasi 1
f. Ada gudang peralatan 1

13
4. Lantai a. Bersih 4
b. Kedap air 2
c. Tidak licin 1
d. Rata 1
e. Kering 1
f. Konus 1
5. Dinding a. Kedap air 4
b. Rata 3
c. Bersih 3
6. Ventilasi a. Tersedia dan berfungsi baik 5
b. Menghilangkan bau tak enak 3
c. Cukup menjamin rasa nyaman 2
7. Pencahayaan/penerangan a. Tersebar merata di setiap ruangan 5
b. Intensitas cahaya 10 fc 3
c. Tidak menyilaukan 2
8. Atap a. Tidak menjadi sarang tikus dan serangga 5
b. Tidak bocor 3
c. Cukup landai 2
9. Langit-langit a. Tinggi minimal 2,4 meter 4
b. Rata dan bersih 4
c. Tidak terdapat lubang-lubang 2
10. Pintu a. Rapat serangga dan tikus 4
b. Menutup dengan baik dan membuka arah 3
luar
c. Terbuat dari bahan yang kuat dan mudah 3
dibersihkan
B. Fasilitas sanitasi
11. Air bersih a. Jumlah mencukupi 5
b. Tidak berbau, tidak berasa dan tidak 2
berwarna
c. Angka kuman tidak melebihi nilai ambang 2
batas.
d. Kadar bahan kimia tidak melebihi nilai 1
ambang batas.
12. Pembuangan air limbah a. Air limbah mengalir dengan lancar. 3
b. Terdapat grease trap. 3
c. Saluran kedap air. 2
d. Saluran tertutup 2
13. Toilet a. Bersih 3
b. Letaknya tidak berhubungan langsung 2
dengan dapur atau ruang makan
c. Tersedia air bersih yang cukup 2
d. Tersedia sabun dan alat pengering 2
e. Toilet untuk pria terpisah dengan wanita 1
14. Tempat sampah a. Sampah diangkut tiap 24 jam 4
b. Di setiap ruang penghasil sampah 3
tersedia tempat sampah.
c. Dibuat dari bahan kedap air dan 2
mempunyai tutup
d. Kapasitas tempat sampah terangkat oleh 1

14
seorang petugas sampah
15. Tempat cuci tangan a. Tersedia air cuci tangan yang mencukupi 5
b. Tersedia sabun/detergent dan alat 3
pengering/lap
c. Jumlahnya cukup untuk pengunjung dan 2
karyawan
16. Tempat mencuci peralatan a. Tersedia air dingin yang cukup memadai 2
b. Tersedia air panas yang cukup memadai 2
c. Terbuat dari bahan yang kuat, aman dan 2
halus.
d. Terdiri dari tiga bilik/bak pencuci 4
17. Tempat pencuci bahan a. Tersedia air pencuci yang cukup 5
makanan b. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, dan 3
halus
c. Air pencuci yang dipakai mengandung 2
larutan cuci hama
18. Locker karyawan a. Tersedia locker karyawan dari bahan 2
yang kuat, mudah dibersihkan, dan
mempunyai tutup rapat.
b. Jumlahnya cukup. 3
c. Letak locker dalam ruang tersendiri. 3
d. Locker untuk karyawan pria terpisah 2
dengan locker untuk wanita.
19. Peralatan pencegah a. Setiap lubang ventilasi dipasag kawat 3
masuknya serangga dan kassa serangga.
tikus b. Setiap lubang ventilasi dipasang terali 2
tikus.
c. Persilangan pipa dan dinding tertutup 2
rapat.
d. Tempat tandon air mempunyai tutup dan 3
bebas jentik nyamuk
C. Dapur, ruang makan dan
gudang bahan makanan
20. Dapur a. Bersih 3
b. Ada fasilitas penyimpanan makanan 2
(kulkas, freezer).
c. Tersedia fasilitas penyimpananmakanan 2
panas (thermos panas, kompor panas,
heater)
d. Ukuran dapur cukup memadai 1
e. Ada cungkup dan cerobong asap 1
f. Terpasang tulisan pesan-pesan hygiene 1
bagi penjamah/karyawan
21. Ruang makan a. Perlengkapan ruang makan selalu bersih. 3
b. Ukuran ruang makan minimal 0,85 m2 per 2
kursi tamu.
c. Pintu masuk buka tutup otomatis. 2
d. Tersedia fasilitas cuci tangan yang 2
memenuhi estetika.
e. Tempat peragaan makanan jadi tertutup. 1

15
22. Gudang bahan makanan a. Tidak terdapat bahan lain selain bahan 4
makanan.
b. Tersedia rak-rak penempatan bahan 2
makanan sesuai dengan ketentuan
c. Kapasitas gudang cukup memadai 2
d. Rapat serangga dan tikus 2
D. Bahan makanan dan
makanan jadi
23. Bahan makanan a. Kondisi fisik bahan makanan dalam 3
keadaan baik.
b. Angka kuman dan bahan kimia bahan 3
makanan memenuhi persyaratan yang
ditentukan.
c. Bahan makanan berasal dari sumber 2
resmi.
d. Bahan makanan kemasan terdaftar pada 2
Depkes. RI.
24. Makanan jadi a. Kondisi fisik makanan jadi dalam keadaan 4
baik
b. Angka kuman dan bahan kimia makanan 3
jadi memenuhi persyaratan yang
ditentukan
c. Makanan jadi kemasan tidak ada tanda- 3
tanda kerusakan dan terdaftar pada
Depkes. RI
E. Pengolahan makanan
25. Proses pengolahan a. Tenaga pengolah memakai pakaian kerja 5
dengan benar dan cara kerja yang bersih.
b. Pengambilan makanan jadi menggunakan 3
alat yang khusus.
c. Menggunakan peralatan dengan benar. 2

F. Tempat penyimpanan
bahan makanan dan
makanan jadi
26. Penyimpanan bahan a. Suhu dan kelembaban penyimpanan 3
makanan sesuai dengan persyaratan jenis
makanan.
b. Ketebalan penyimpanan sesuai dengan 2
persyaratan jenis makanan.
c. Penempatannya terpisah dengan 2
makanan jadi.
d. Tempatnya bersih dan terpelihara. 2
e. Disimpan dalam aturan sejenis dan 1
disusun dalam rak-rak.
27. Penyimpanan makanan jadi a. Suhu dan waktu penyimpanan dengan 6
persyaratan jenis makanan jadi.
b. Cara penyimpanan tertutup. 4
G. Penyajian makanan
28. Cara penyajian a. Suhu penyajian makanan hangat tidak 3

16
kurang dari 60oC
b. Pewadahan dan penjamah makanan jadi 3
menggunakan alat yang bersih.
c. Cara membawa dan menyajikan makanan 2
dengan tertutup.
d. Penyajian makanan harus pada tempat 2
yang bersih.
H. Peralatan
29. Ketentuan peralatan a. Cara pencucian, pengeringan dan 4
penyimpanan peralatan memenuhi
persyaratan agar selalu dalam keadaan
bersih sebelum digunakan.
b. Peralatan dalam keadaan baik dan utuh. 2
c. Peralatan makan dan minum tidak boleh 2
mengandung angka kuman yang melebihi
nilai ambang batas yang ditentukan.
d. Permukaan alat yang kontak langsung 1
dengan makanan tidak ada sudut mati
dan halus.
e. Peralatan yang kontak langsung dengan 1
makanan tidak mengandung zat beracun.
I. Tenaga kerja
30. Pengetahuan/sertifikat a. Pemilik/pengusaha pernah mengikuti 2
hygiene sanitasi makanan kursus/temu karya.
b. Supervisor pernah mengikuti kursus. 2
c. Semua penjamah makanan pernah 4
mengikuti kursus.
d. Salah seorang penjamah pernah 2
mengikuti kursus.
31. Pakaian kerja a. Bersih 3
b. Tersedia pakaian kerja seragam 2 stel 2
atau lebih.
c. Penggunaan khusus waktu kerja saja. 2
d. Lengkap dan rapi. 3
e. Tidak tersedia pakaian kerja seragam 0
32. Pemeriksaan kesehatan a. Karyawan/penjamah 6 bulan sekali check 3
up kesehatan.
b. Pernah divaksinasi chotypha/ thypoid. 2
c. Check up penyakit khusus. 1
d. Bila sakit tidak bekerja dan berobat ke 2
dokter.
e. Memiliki buku kesehatan karyawan. 2
33. Personal hygiene a. Setiap karyawan/penjamah makanan 3
berperilaku bersih dan berpakaian rapi.
b. Setiap mau kerja cuci tangan. 3
c. Menutup mulut dengan sapu tangan bila 2
batuk-batuk atau bersin.
d. Menggunakan alat yang sesuai dan bersih 2
bila mengambil makanan.

17
This questionnaire has been developed by the World
Gastroenterology Organisation, with Danone support.

IBS questionnaire for HCP*


Questions to ask to your patients to diagnose if they are suffering from IBS

1. In the last 3 months, how often did you have


a. All of the time 1
discomfort or pain anywhere in your abdomen?
b. Most of the time 2
c. Some of the time 1
If your answer is NEVER, please skip to Question
d. Never 0
10
2. Have you had this discomfort or pain 6 months or If no: 0
longer? If yes: at least 6months: 1
Longer: 2
3. For women only: Did this discomfort or pain 0
occur only during your menstrual bleeding and
not at other times?

We will now ask you some questions about these episodes of discomfort or pain

4. How often did this discomfort or pain get better a. All/Most of the time 2
or stop after you had a bowel movement? b. Some of the time 1
5. When this discomfort or pain started, did you d. Never 0
have more frequent bowel movements?
6. When this discomfort or pain started, did you
have less frequent bowel movements?
7. When this discomfort or pain started, were your
stools (bowel movements) looser?
8. When this discomfort or pain started, how often
did you have harder stools?
9. In the last 3 months, how often did you have hard
or lumpy stools?
10. In the last 3 months, how often did you have
loose, mushy or watery stools?
11. In the last 3 months, how often did you have
difficulty having a bowel movement (straining,
feeling that you have not finished)?
12. In the last 3 months, how often did you feel that
you had to rush to the bathroom as soon as you
got the urge to have a bowel movement?

1
13. In the last 3 months, how often did you feel
bloated?
14. In the last 3 months, how often did you feel that
your abdomen/belly was actually distended?
15. In the last 3 months, how often did you feel that
you had a problem with passing too much
gas/wind?
1. Under 15 years old 1
2. Between 15 and 50 years
16. What is your age?
2
3. Over 50 years old 0
• Colon cancer Yes: No
17. Are any of the following diseases present in your • Celiac disease Yes: No
family? • Inflammatory bowel
(please give details) disease (colitis, Crohn’s
disease) Yes: No
18. Were you recently treated with antibiotics? Yes: No
19. Have you –unintentionally- lost weight? Yes: No
20. Did you lose blood with your stools? Yes: No
21. Did your symptoms wake you up at night? Yes: No

SCORING SYSTEM:

Add up your scores for questions 1-16

• Score 25-30: your patient is likely to be suffering from IBS


• Score 15-24: your patient may suffer from IBS but other conditions are also possible
• Score<15: your patient’s symptoms may not be due to IBS and other conditions should
be considered

Questions 17-21

If your patient answered YES to any of these questions you should discuss with him

*This is a new score and has not yet been tested


Do not hesitate to send your feedback to WGO on the utility of this questionnaire.

2
Analisis Bivariat
Lokasi dan Bangunan * Kategori total skor Crosstabulation
Kategori total skor
IBS disertai
Bukan IBS sebab lain Total
Lokasi dan Bangunan Buruk Count 57 29 86
% within Kategori total skor 32.2% 93.5% 41.3%
Baik Count 120 2 122
% within Kategori total skor 67.8% 6.5% 58.7%
Total Count 177 31 208
% within Kategori total skor 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 40.935a 1 .000
Continuity Correctionb 38.445 1 .000
Likelihood Ratio 44.804 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 40.739 1 .000
N of Valid Cases 208
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,82.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Lokasi dan .033 .008 .142
Bangunan (Buruk / Baik)
For cohort Kategori total skor .674 .579 .785
= Bukan IBS
For cohort Kategori total skor 20.570 5.042 83.923
= IBS disertai sebab lain
N of Valid Cases 208
Fasilitas Sanitasi * Kategori total skor Crosstabulation
Kategori total skor
IBS disertai
Bukan IBS sebab lain Total
Fasilitas Sanitasi Buruk Count 40 26 66
% within Kategori total skor 22.6% 83.9% 31.7%
Baik Count 137 5 142
% within Kategori total skor 77.4% 16.1% 68.3%
Total Count 177 31 208
% within Kategori total skor 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 45.718a 1 .000
Continuity Correctionb 42.934 1 .000
Likelihood Ratio 43.363 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 45.499 1 .000
N of Valid Cases 208
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,84.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Fasilitas .056 .020 .156
Sanitasi (Buruk / Baik)
For cohort Kategori total skor .628 .516 .765
= Bukan IBS
For cohort Kategori total skor 11.188 4.497 27.835
= IBS disertai sebab lain
N of Valid Cases 208
Dapur, Ruang Makan, dan Gudang Bahan Makanan * Kategori total skor Crosstabulation
Kategori total skor
IBS disertai
Bukan IBS sebab lain Total
Dapur, Ruang Makan, dan Buruk Count 40 26 66
Gudang Bahan Makanan % within Kategori total skor 22.6% 83.9% 31.7%
Baik Count 137 5 142
% within Kategori total skor 77.4% 16.1% 68.3%
Total Count 177 31 208
% within Kategori total skor 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 45.718a 1 .000
Continuity Correctionb 42.934 1 .000
Likelihood Ratio 43.363 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 45.499 1 .000
N of Valid Cases 208
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,84.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Dapur, Ruang .056 .020 .156
Makan, dan Gudang Bahan
Makanan (Buruk / Baik)
For cohort Kategori total skor .628 .516 .765
= Bukan IBS
For cohort Kategori total skor 11.188 4.497 27.835
= IBS disertai sebab lain
N of Valid Cases 208
Bahan Makanan dan Makanan Jadi * Kategori total skor Crosstabulation
Kategori total skor
IBS disertai
Bukan IBS sebab lain Total
Bahan Makanan dan Buruk Count 75 2 77
Makanan Jadi % within Kategori total skor 42.4% 6.5% 37.0%
Baik Count 102 29 131
% within Kategori total skor 57.6% 93.5% 63.0%
Total Count 177 31 208
% within Kategori total skor 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 14.600a 1 .000
Continuity Correctionb 13.100 1 .000
Likelihood Ratio 18.097 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 14.529 1 .000
N of Valid Cases 208
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,48.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Bahan 10.662 2.467 46.074
Makanan dan Makanan Jadi
(Buruk / Baik)
For cohort Kategori total skor 1.251 1.134 1.380
= Bukan IBS
For cohort Kategori total skor .117 .029 .478
= IBS disertai sebab lain
N of Valid Cases 208
Pengolahan Makanan * Kategori total skor Crosstabulation
Kategori total skor
IBS disertai
Bukan IBS sebab lain Total
Pengolahan Makanan Buruk Count 57 29 86
% within Kategori total skor 32.2% 93.5% 41.3%
Baik Count 120 2 122
% within Kategori total skor 67.8% 6.5% 58.7%
Total Count 177 31 208
% within Kategori total skor 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 40.935a 1 .000
Continuity Correctionb 38.445 1 .000
Likelihood Ratio 44.804 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 40.739 1 .000
N of Valid Cases 208
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,82.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pengolahan .033 .008 .142
Makanan (Buruk / Baik)
For cohort Kategori total skor .674 .579 .785
= Bukan IBS
For cohort Kategori total skor 20.570 5.042 83.923
= IBS disertai sebab lain
N of Valid Cases 208
Tempat Penyimpanan Bahan Makanan & Makanan Jadi * Kategori total skor
Crosstabulation
Kategori total skor
IBS disertai
Bukan IBS sebab lain Total
Tempat Penyimpanan Bahan Buruk Count 40 26 66
Makanan & Makanan Jadi % within Kategori total skor 22.6% 83.9% 31.7%
Baik Count 137 5 142
% within Kategori total skor 77.4% 16.1% 68.3%
Total Count 177 31 208
% within Kategori total skor 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 45.718a 1 .000
Continuity Correctionb 42.934 1 .000
Likelihood Ratio 43.363 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 45.499 1 .000
N of Valid Cases 208
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,84.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Tempat .056 .020 .156
Penyimpanan Bahan
Makanan & Makanan Jadi
(Buruk / Baik)
For cohort Kategori total skor .628 .516 .765
= Bukan IBS
For cohort Kategori total skor 11.188 4.497 27.835
= IBS disertai sebab lain
N of Valid Cases 208
Penyajian Makanan * Kategori total skor Crosstabulation
Kategori total skor
IBS disertai
Bukan IBS sebab lain Total
Penyajian Makanan Buruk Count 40 26 66
% within Kategori total skor 22.6% 83.9% 31.7%
Baik Count 137 5 142
% within Kategori total skor 77.4% 16.1% 68.3%
Total Count 177 31 208
% within Kategori total skor 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 45.718a 1 .000
Continuity Correctionb 42.934 1 .000
Likelihood Ratio 43.363 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 45.499 1 .000
N of Valid Cases 208
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,84.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Penyajian .056 .020 .156
Makanan (Buruk / Baik)
For cohort Kategori total skor .628 .516 .765
= Bukan IBS
For cohort Kategori total skor 11.188 4.497 27.835
= IBS disertai sebab lain
N of Valid Cases 208
Peralatan * Kategori total skor Crosstabulation
Kategori total skor
IBS disertai
Bukan IBS sebab lain Total
Peralatan Buruk Count 40 26 66
% within Kategori total skor 22.6% 83.9% 31.7%
Baik Count 137 5 142
% within Kategori total skor 77.4% 16.1% 68.3%
Total Count 177 31 208
% within Kategori total skor 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 45.718a 1 .000
Continuity Correctionb 42.934 1 .000
Likelihood Ratio 43.363 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 45.499 1 .000
N of Valid Cases 208
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,84.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Peralatan .056 .020 .156
(Buruk / Baik)
For cohort Kategori total skor .628 .516 .765
= Bukan IBS
For cohort Kategori total skor 11.188 4.497 27.835
= IBS disertai sebab lain
N of Valid Cases 208
Tenaga Kerja * Kategori total skor Crosstabulation
Kategori total skor
IBS disertai
Bukan IBS sebab lain Total
Tenaga Kerja Buruk Count 65 28 93
% within Kategori total skor 36.7% 90.3% 44.7%
Baik Count 112 3 115
% within Kategori total skor 63.3% 9.7% 55.3%
Total Count 177 31 208
% within Kategori total skor 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 30.658a 1 .000
Continuity Correctionb 28.528 1 .000
Likelihood Ratio 33.563 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 30.510 1 .000
N of Valid Cases 208
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,86.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Tenaga Kerja .062 .018 .213
(Buruk / Baik)
For cohort Kategori total skor .718 .626 .823
= Bukan IBS
For cohort Kategori total skor 11.541 3.622 36.774
= IBS disertai sebab lain
N of Valid Cases 208
Analisis Multivariat
Variables in the Equation
95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Lokasi dan 1.263 .311 16.452 1 .000 3.535 1.920 6.507
Bangunan
Constant .093 .216 .186 1 .666 1.098

a. Variable(s) entered on step 1: Lokasi dan Bangunan.

Variables in the Equation


95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Bahan Makanan dan .054 .308 .031 1 .861 1.055 .577 1.929
Makanan Jadi
Constant .732 .243 9.055 1 .003 2.080

a. Variable(s) entered on step 1: Bahan Makanan dan Makanan Jadi.

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Pengolahan 1.263 .311 16.452 1 .000 3.535 1.920 6.507
Makanan
Constant .093 .216 .186 1 .666 1.098
a. Variable(s) entered on step 1: Pengolahan Makanan.

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Tenaga Kerja 1.043 .308 11.489 1 .001 2.838 1.553 5.189
Constant .238 .209 1.295 1 .255 1.268
a. Variable(s) entered on step 1: Tenaga Kerja.
Variables in the Equation
95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Lokasi dan 1.286 .322 15.949 1 .000 3.618 1.925 6.799
Bangunan
Tenaga Kerja 1.071 .323 11.018 1 .001 2.917 1.550 5.489
Constant -.461 .278 2.749 1 .097 .630
a. Variable(s) entered on step 1: Lokasi dan Bangunan, Tenaga Kerja.

Variables in the Equation


95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Pengolahan 1.286 .322 15.949 1 .000 3.618 1.925 6.799
Makanan
Tenaga Kerja 1.071 .323 11.018 1 .001 2.917 1.550 5.489
Constant -.461 .278 2.749 1 .097 .630
a. Variable(s) entered on step 1: Pengolahan Makanan, Tenaga Kerja.

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Lokasi 1.263 .311 16.452 1 .000 3.535 1.920 6.507
Constant .093 .216 .186 1 .666 1.098
a. Variable(s) entered on step 1: Lokasi.

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Bangunan 22.940 6277.087 .000 1 .997 9175896817. .000 .
187
Constant -21.203 6277.087 .000 1 .997 .000

a. Variable(s) entered on step 1: Bangunan.


Variables in the Equation
95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Pembagian 22.940 6277.08 .000 1 .997 9175896817 .000 .
Ruang 7 .187
Constant -21.203 6277.08 .000 1 .997 .000
7
a. Variable(s) entered on step 1: Pembagian Ruang.

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Lantai -20.893 5573.757 .000 1 .997 .000 .000 .
Constant 21.203 5573.757 .000 1 .997 1615475187.
814
a. Variable(s) entered on step 1: Lantai.

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
a
Step 1 Dinding 22.940 6277.087 .000 1 .997 9175896817. .000 .
187
Constant -21.203 6277.087 .000 1 .997 .000

a. Variable(s) entered on step 1: Dinding.

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Ventilasi -1.263 .311 16.452 1 .000 .283 .154 .521

Constant 1.356 .224 36.540 1 .000 3.880

a. Variable(s) entered on step 1: Ventilasi.

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Pencahayaan .273 .311 .771 1 .380 1.314 .714 2.419
Constant .588 .249 5.553 1 .018 1.800
a. Variable(s) entered on step 1: Pencahayaan.
Variables in the Equation
95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Atap .273 .311 .771 1 .380 1.314 .714 2.419
Constant .588 .249 5.553 1 .018 1.800
a. Variable(s) entered on step 1: Atap.

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Langit-Langit 22.445 8038.592 .000 1 .998 5595058646. .000 .
647
Constant -21.203 8038.592 .000 1 .998 .000
a. Variable(s) entered on step 1: Langit-Langit.

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Pintu 1.263 .311 16.452 1 .000 3.535 1.920 6.507
Constant .093 .216 .186 1 .666 1.098
a. Variable(s) entered on step 1: Pintu.

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Lokasi 1.226 .324 14.333 1 .000 3.409 1.807 6.433
Ventilasi -1.226 .324 14.333 1 .000 .293 .155 .553
Constant .685 .276 6.170 1 .013 1.984
a. Variable(s) entered on step 1: Lokasi, Ventilasi.

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a Ventilasi -1.226 .324 14.333 1 .000 .293 .155 .553
Pintu 1.226 .324 14.333 1 .000 3.409 1.807 6.433
Constant .685 .276 6.170 1 .013 1.984
a. Variable(s) entered on step 1: Ventilasi, Pintu.

Anda mungkin juga menyukai