NIM: 222019159
MK: Pemeriksaan Akuntansi II
PEMBAHASAN
Penilaian Risiko bawaan – Aset Tidak Berwujud Sifat penilaian yang ada dalam
akuntansi untuk aset tidak berwujud memunculkan pertimbangan risiko bawaan
yang serius. Aturan akuntansi merupakan sesuatu yang kompleks dan transaksi
merupakan sesuatu yang sulit diaudit. Penilaian yang sungguh-sungguh juga
dibutuhkan untuk penentuan umur manfaat untuk paten, hak cipta, jaminan lain.
Pada akhirnya, pengujian penurunan penilaian aset dan penentuan jumlah kerugian
penurunan nilai merupakan prosedur kompleks yang melibatkan estimasi. Standar
akuntansi mensyaratkan pengujian penurunan nilai lainnya untuk golongan aset
tidak berwujud yang berbeda (FASB ASC Topic350). Dengan penilaian dan
kompleks yang terkait dengan penilaian dan estimasi aset tidak berwujud, auditor
mungkin menilai risiko bawaan tinggi.Penilaian Risiko Pengendalian – Aset Tidak
Berwujud Manajemen bertanggungjawab membuat pengukuran nilai wajar dan
pengungkapan, sehingga harus membuat proses akuntansi dan pelaporan untuk
menentukan pengukuran nilai wajar memilih metode penilaian yang sesuai,
mengidentifikasi, dan mendukung asumsi signifikan yang digunakan dan
mempersiapkan penilaian dan pengungkapan yang berhubungan dengan PABU.
Dalam menilai risiko pengendalian auditor mempertimbangkan faktor-faktor
sebagai berikut :
Keahlian dan pengalaman dari orang-orang yang menentukan nilai wajar aset.
Pengendalian atas proses yang digunakan untuk menentukan pengukuran nilai
wajar termasuk pengendalian atas data dan pemisahan tugas antara orang-orang
yang melakukan pembelian pada klien dan orang-orang yang melakukan
penilaian.
Seberapa jauh entitas berikat atau menggunakan spesialis penilaian. Untuk
memeriksa apakah amortisasi aktiva tak berwujud dilakukan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum (PABU).
Untuk memeriksa apakah hasil/pendapatan yang diperoleh dari aktiva tak
berwujud sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan.
Untuk memeriksa apakah penyajian aktiva tak berwujud dalam laporan
keuangan sudah dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
(PABU)Penilaian Risiko bawaan – Aset Tidak Berwujud
Sifat penilaian yang ada dalam akuntansi untuk aset tidak berwujud memunculkan
pertimbangan risiko bawaan yang serius. Aturan akuntansi merupakan sesuatu
yang kompleks dan transaksi merupakan sesuatu yang sulit diaudit. Penilaian yang
sungguh-sungguh juga dibutuhkan untuk penentuan umur manfaat untuk paten,
hak cipta, jaminan lain. Pada akhirnya, pengujian penurunan penilaian aset dan
penentuan jumlah kerugian penurunan nilai merupakan prosedur kompleks yang
melibatkan estimasi. Standar akuntansi mensyaratkan pengujian penurunan nilai
lainnya untuk golongan aset tidak berwujud yang berbeda (FASB ASC Topic 350).
Dengan penilaian dan kompleks yang terkait dengan penilaian dan estimasi aset
tidak berwujud, auditor mungkin menilai risiko bawaan tinggi. Penilaian Risiko
Pengendalian – Aset Tidak Berwujud Manajemen bertanggungjawab membuat
pengukuran nilai wajar dan pengungkapan, sehingga harus membuat proses
akuntansi dan pelaporan untuk menentukan pengukuran nilai wajar memilih
metode penilaian yang sesuai, mengidentifikasi, dan mendukung asumsi signifikan
yang digunakan dan mempersiapkan penilaian dan pengungkapan yang
berhubungan
dengan PABU.
KESIMPULAN
Biaya dibayar dimuka dimaksudkan sebagai biaya yang telah terjadi, yang akan
digunakan untuk aktivitas perusahaan yang akan datang. Contoh biaya – biaya
dibayar dimuka antara lain : asuransi dibayar dimuka, sewa dibayar dimuka, dan
bunga dibayar dimuka. Terdapat tiga pengendalian internal untuk asuransi dibayar
di muka, yaitu pengendalian atas akuisisi dan pencatatan asuransi, pengendalian
atas register asuransi, serta pengendalian pembebanan biaya asuransi. Aset tidak
berwujud adalah aset-aset yang memberikan manfaat ekonomi lebih dari setahun
tetapi tidak memiliki substansi fisik. Contoh aset tidak berwujud: merek dagang,
hak cipta, lisensi, waralaba, dan teknologi yang dipatenkan dan tidak dipatenkan.
Dalam menilai risiko pengendalian auditor mempertimbangkan faktor-faktor
sebagai berikut : keahlian dan pengalaman dari orang-orang yang menentukan
nilai wajar aset, pengendalian atas proses yang digunakan untuk menentukan
pengukuran nilai wajar termasuk pengendalian atas data dan pemisahan tugas
antara orang-orang yang melakukan pembelian pada klien dan orang-orang yang
melakukan penilaian, seberapa jauh entitas berikat atau menggunakan spesialis
penilaian, asumsi-asumsi manajemen yang signifikan yang digunakan dalam
menentukan nilai wajar, dan integritas atas pengendalian perubahan dan prosedur
keamanan untuk model penilaian dan sistem informasi yang relevan, termasuk
proses persetujuan
Contoh kasus: Kasus SNP Finance, Sri Mulyani resmi jatuhkan sanksi ke Deloitte :
Kementerian Keuangan Republik Indonesia menjatuhkan sanksi administratif
kepada masing-masing Akuntan Publik Marlinna, Akuntan Publik Merliyana
Syamsul, dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Satrio Bing, Eny & Rekan (Deloitte
Indonesia). Sanksi ini diberlakukan sehubungan dengan pengaduan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) yang menginformasikan adanya pelanggaran prosedur audit oleh
KAP. Mengutip pengumuman di website Kementerian Keuangan (28/8), Pusat
Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) telah melakukan analisis pokok
permasalahan dan menyimpulkan bahwa terdapat indikasi pelanggaran terhadap
standar profesi akuntan. Hal ini terkait dengan audit yang dilakukan oleh kedua
akuntan publik atas laporan keuangan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP
Finance) tahun buku 2012 hingga 2016. Untuk memastikan hal tersebut, PPPK
melakukan pemeriksaan terhadap KAP dan dua akuntan publik dimaksud.?
JAWAB:
Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa Akuntan Publik Marlinna dan Merliyana
Syamsul belum sepenuhnya mematuhi Standar Audit-Standar Profesional Akuntan
Publik dalam pelaksanaan audit umum atas laporan keuangan SNP Finance.
Hal-hal yang belum sepenuhnya terpenuhi adalah pemahaman pengendalian sistem
informasi terkait data nasabah dan akurasi jurnal piutang pembiayaan,
pemerolehan bukti audit yang cukup dan tepat atas akun Piutang Pembiayaan
Konsumen.
Selain itu PPPK juga mencatat belum adanya kewajaran asersi keterjadian dan
asersi pisah batas akun pendapatan pembiayaan, pelaksanaan prosedur yang
memadai terkait proses deteksi risiko kecurangan serta respons atas risiko
kecurangan, dan skeptisisme profesional dalam perencanaan dan pelaksanaan
audit.
Selain hal tersebut, sistem pengendalian mutu yang dimiliki oleh KAP
mengandung kelemahan karena belum dapat melakukan pencegahan yang tepat
atas ancaman kedekatan.
KASUS II