Anda di halaman 1dari 2

Ricikan Dhapur Keris Kalamisani: Sekar Kacang, Jalen, Lambe Gajah Kalih, Sogokan, Tikel Alis, Sraweyan,

Greneng, Gusen. Dapur Kalamisani, atau ‘Kala Misani‘ umumnya memiliki ricikan berikut; kembang
kacang, dua lambe gajah, tikel alis, gusen, kruwingan dan greneng. Biasanya juga memiliki fitur ada-ada.

Dhapur Keris Kalamisani

Dhapur Keris Kalamisani merupakan salah satu benda pusaka dhapur keris lurus yang memiliki ricikan
seperti kembang kacang, gusen, greneng, tikel alis, lambe gajah dua dan kruwingan. Keris pusaka
kalamisani ini sekilas mirip dengan dhapur sinom hana yaitu bahwa keris pusaka kalamisani ini memiliki
lambe gajah sebanyak 2 sedangkan sinom memiliki lambe gajah hanya 1. Keris pusaka kalamisani ini
termasuk kedalam keris yang mudah ditemukan dan dulunya sering digunakan untukhan.

Dhapur Keris Kebo Teki – Keris Kebo Teki atau sering disebut juga Keris Mahesa Teki adalah salah satu
dhapur Keris lurus dengan gandhik agak panjang dan bilah pipih agak lebar jika dibandingkan dengan
Keris lainnya.

Terdapat beberapa ricikan pada Keris Kebo Teki/Mahesa Teki, antara lain:

Kembang kacang

Jalen

Lambe gajah (seringkali lebih dari satu)

Blumbangan

Dhapur Keris Kebo Teki

Pada zaman dulu Keris Kebo Teki/Mahesa Teki banyak dimiliki oleh golongan terhormat seperti para
tuan tanah, para sodagar dan pedagang hasil bumi.

Keris Kebo Teki memiliki makna filosofi Kerbau yang sedang menjalani laku teteki atau yang disebut juga
dengan laku mati raga (bertapa). Secara spiritual Kebo/Kerbau sering juga dipersepsikan sebagai sosok
Panuntun.
Sebagai panuntun, Kebo/Kerbau dipahami memiliki fisik yang kuat dan besar, rajin bekerja, setia dan
sabar. Di samping itu para orang tua jaman dulu telah mewarisi kearifan lokal serta tradisi leluhur di
bidang agraris yang memandang Kebo/Kerbau sebagai “Rojokoyo” yang maknanya adalah “Rojo” artinya
Raja dan “Koyo” artinya kaya. Jadi maknanya adalah Kerbau yang dipahami sebagai “Raja” untuk
mendapat hasil yang berlipat ganda (misalnya dari membajak sawah). Maka tidak heran jika dipandang
dari sisi materialistik, Kerbau memberikan optimisme dalam menjalani hidup.

Segala sesuatu di dunia ini pada hakikatnya memang dari TUHAN. Namun, sebagai Manusia kita
diwajibkan untuk berusaha, baik secara lahir maupun secara batin untuk dapat keluar dari segala
kesulitan dan meraih cita-cita. Dalam laku “Teteki” sendiri, salah satunya dijalani dengan laku Topo
kungkum atau berendam di sungai tempuran pada malam hari.

Topo kungkum dipahami sebagai laku pembersihan diri untuk membersihkan dari segala sengkala
(kesialan) dalam kehidupan yang membuat usaha dan cita-cita kita tersendat, dan merupakan wujud
pertobatan Manusia untuk dapat mencapai hidup yang lebih baik.

Tetapi sebenarnya terdapat kiasan makna yang lebih dalam dari pada sekedar hanya berendam di sungai
saja. “Nempur” di sungai tempuran bukan berarti aktifitas fisik saja akan tetapi lebih bermakna spiritual.

Aliran sungai atau air adalah lambang dari sumber kehidupan di alam semesta ini, dan sumber
kehidupan yang sejati adalah Allah Yang Maha Esa. Oleh karena itu “nempur” sesungguhnya adalah
menyongsong campur tangan atau pitulungan (pertolongan) dari Yang Maha Kuasa.

Keris Kebo Teki adalah sebuah visi dari pemiliknya yang ingin mewujudkan kemudahan hidup,
keselamatan dunia-akhirat, dan kemakmuran sampai pada keturunannya yang tentu saja harus dijemput
dengan sebuah lelaku (ikhtiar).

Incoming Search

Anda mungkin juga menyukai