Anda di halaman 1dari 14

PERLINDUNGAN PELAPOR DAN SAKSI DALAM PENEGAKAN HUKUM

PEMILU 2019 DI KOTA BALIKPAPAN


ABSTRAK
Wamustofa Hamzah1

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum telah


memberikan banyak kewenangan baru kepada Bawaslu tingkat Kabupaten/Kota
khususnya yang terkait dengan penindakan pelanggaran Pemilihan Umum. Namun
kewenangan tersebut tidak serta merta memudahkan Bawaslu dalam menindaklanjuti
setiap dugaan pelanggaran yang terjadi. Penegakan hukum memiliki banyak faktor
yang seluruhnya harus berfungsi dengan baik sesuai dengan peran yang diatur oleh
aturan perundang-undangan, diantaranya adalah masyarakat yang di dalam konteks
penegakan hukum Pemilu dapat bertindak sebagai saksi atau pelapor.

Minimnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu tergambar


dari penanganan pelanggaran Pemilu khususnya di Kota Balikpapan yang kurang
lebih mencapai 99% berasal dari temuan pengawas Pemilu, bukan dari laporan
masyarakat. Tagline Bawaslu yang menyatakan “Bersama Rakyat Awasi Pemilu”
membutuhkan payung hukum yang jelas sebagai norma dan petunjuk teknis agar dapat
menjadi acuan penegakan hukum dan semacam stimulant yang mampu
mendorong/meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum pemilu
agar tercipta keadilan Pemilu untuk menjamin terselenggaranya Pemilihan Umum
sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang menghasilkan wakil rakyat dan
pemerintahan negara demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kata Kunci: Pemilu 2019, Perlindungan Pelapor dan Saksi, Bawaslu

1
Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu Kota Balikpapan
I. PENDAHULUAN
Pemilu 2019 telah usai yang ditandai dengan terpilihnya
Presiden/Wakil Presiden serta wakil rakyat pada tingkatan DPR, DPRD
Provinsi, DPRD Kabupaten Kota serta DPD sebagai perwakilan daerah
tanpa ada lagi penyelesaian sengketa hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi
yang berarti tinggal menunggu pelantikan pada tiap-tiap tingkatan.
Berdasarkan pernyataan Komisioner KPU, Pramono Ubaid, terdapat
peningkatan jumlah partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 jika dibanding
dengan pelaksanaan Pemilu 2014. Pada Pemilu 2014, angka partisipasi
pemilih untuk Pileg mencapai 75,11% sedangkan untuk Pilpres mencapai
angka 69,58%. Pada Pemilu 2019, angka partisipasi pemilih untuk Pileg
meningkat menjadi 81,69%, sedangkan untuk Pilpres juga meningkat tinggi
mencapai 81,97%.2 Meningkatnya partisipasi pemilih tentu layak
mendapatkan apresiasi terlepas dari apapun motifnya karena Pemilu
merupakan sarana ekspresi kedaulatan rakyat dalam memilih wakil dan
Presiden/Wakil Presiden mereka.
Namun berdasarkan fakta yang diperoleh Divsi Penindakan Bawaslu
Kota Balikpapan pada penyelenggaraan Pemilu 2019 Di Kota Balikpapan,
peningkatan angka partisipasi pemilih tidak berbanding lurus dengan angka
partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu. Hal ini dilihat dari
penanganan dugaan pelanggaran Pemilu kurang lebih 99% berasal dari hasil
temuan Pengawas, sedangkan yang berasal dari laporan masyarakat hanya
mencapai angka kurang lebih 1% saja. Dari laporan 1% itu pun tidak semua
dapat ditindaklanjuti karena tidak ada masyarakat yang mau menjadi saksi.
Minimnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan penegakan
hukum Pemilu tentu sangat mempengaruhi upaya Bawaslu dalam
mewujudkan keadilan pemilu karena untuk menindaklanjuti

2
https://www.medcom.id/pemilu/news-pemilu/1bVyLM1N-partisipasi-pemilih-
meningkat-drastis-di-pemilu-2019

1|Vol.1/Jurnal Pemilu Bawaslu Kota Balikpapan


temuan/laporan dugaan pelanggaran Pemilu, secara normatif harus
memenuhi syarat formil dan materiil terlebih dahulu. Hal mana syarat
tersebut mewajibkan adanya Pelapor dan minimal 2 orang saksi serta
keterpenuhan syarat-syarat lainnya.

II. ISI MAKALAH


1. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. Objek dan Data Penelitian
Tulisan ini memotret gambaran pelaksanaan Pemilu 2019 di
Kota Balikpapan dengan sumber data yang diperoleh dari hasil
pengawasan dan penanganan dugaan pelanggaran Pemilu yang
dilakukan oleh Bawaslu Kota Balikpapan.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis (hukum dilihat
sebagai norma atau das sollen), karena dalam membahas
permasalahan penelitian ini menggunakan bahan-bahan hukum.
Pendekatan empiris (hukum sebagai kenyataan sosial, kultural atau
das sein), karena dalam penelitian ini digunakan data primer yang
diperoleh dari lapangan.
Jadi, pendekatan yuridis empiris dalam penelitian ini
maksudnya adalah bahwa dalam menganalisis permasalahan
dilakukan dengan cara memadukan bahan-bahan hukum (yang
merupakan data sekunder) dengan data primer yang diperoleh di
lapangan yaitu potret pelaksanaan Pemilu 2019 di Kota Balikpapan
khususnya dalam hal penanganan pelanggaran.
C. Langkah-langkah Penulisan
1. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan
dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan kepemiluan,

2|Vol.1/Jurnal Pemilu Bawaslu Kota Balikpapan


khususnya yang terkait dengan penegakan hukum Pemilu. Hal
ini diharapkan dapat mempertegas teori serta keperluan analisis.
2. Observasi
Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tugas
Penulis yang bekerja sebagau Koordinator Divisi Penindakan
Bawaslu Kota Balikpapan. Praktik langsung di lapangan
diharapkan dapat menyuguhkan data sesuai dengan fakta.
3. Forum Group Discussion (FGD)
FGD dilakukan oleh Peneliti berkaitan dengan program kerja
Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kota Balikpapan yang
secara spesifik mengangkat thema “Perlindungan Saksi dan
Pelapor dalam Penegakan Hukum Pemilu 2019. Kegiatan
tersebut menghadirkan pemateri dari Penegak Hukum
(Kepolisian dan Kejaksaan) serta Akademisi (Dosen Fakultas
Hukum Universitas Balikpapan) dengan harapan memperoleh
pengayaan materi dari sudut pandang yang berbeda sehingga
menambah literasi serta pemahaman yang komprehensif tentang
norma-norma yang terkait dengan perlindungan negara terhadap
warganya secara umum dan perlindungan saksi/pelapor dalam
penegakan hukum Pemilu 2019 secara khusus.

2. HASIL PENELITIAN
Dugaan Pelanggaran Pemilu yang tidak dapat ditindaklanjuti
A. Dugaan Pelanggaran yang ditangani Panwaslu Kecamatan3
STATUS
NO PERISTIWA SUMBER JENIS
PERKARA
KECAMATAN BALIKPAPAN SELATAN

3
Hasil penanganan pelanggaran Bawaslu Kota Balikpapan

3|Vol.1/Jurnal Pemilu Bawaslu Kota Balikpapan


1 Kampanye di mushola Informasi Pidana Dihentikan, tidak
Awal ada saksi
2 Pembagian bahan Temuan Pidana Dihentikan, tidak
kampanye ditempat ada saksi
pendidikan
3 Pembagian bahan Laporan Pidana Dihentikan, tidak
kampanye dan beras di ada saksi
Rumah Dinas Walikota
Balikpapan
KECAMATAN BALIKPAPAN TENGAH
1 Pembagian Sembako Informasi awal Pidana Dihentikan, tidak
dan bahan kampanye ada pelapor dan
pada acara jalan santai saksi
2 Pembagian sembako Temuan Pidana Dihentikan, pelaku
pada saat kampanye tidak memenuhi
unsur subjek hukum
dan tidak ada saksi
KECAMATAN BALIKPAPAN KOTA
1 Pembagian bahan Informasi Administr Tidak ada Pelapor
kampanye tanpa Awal asi dan tidak ada saksi
pemberitahuan
KECAMATAN BALIKPAPAN BARAT
2 Pembagian minyak Informasi Pidana Dihentikan, tidak
goreng oleh Caleg Awal ada Pelapor dan
tidak ada saksi

B. Dugaan Pelanggaran yang ditangani Bawaslu Kota Balikpapan


tapi tidak dapat ditindaklanjuti4
STATUS
NO PERISTIWA SUMBER JENIS
PERKARA
1 Perusakan Alat Peraga Laporan Pidana Tidak ada saksi
Kampanye
2 Pembagian bahan Penerusan Pidana Dihentikan karena
kampanye yang perkara tidak ada saksi
memuat manfaat dari
asuransi Panwaslu

4
Ibid

4|Vol.1/Jurnal Pemilu Bawaslu Kota Balikpapan


Kec. Bpn
Utara

Dari uraian dugaan pelanggaran yang tersebut dalam point 1 di


atas, menjelaskan bahwa tidak adanya saksi merupakan kendala utama
yang dihadapi oleh Bawaslu Kota Balikpapan dalam melakukan upaya
penegakan hukum Pemilu 2019 di Kota Balikpapan. Uraian point 1 juga
dapat diartikan bahwa minimnya laporan dari masyarakat atas
terjadinya dugaan pelanggaran Pemilu yang terjadi.
Upaya Bawaslu Kota Balikpapan dalam meningkatkan
partisipasi masyarakat telah dilakukan dengan melaksanakan kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
1. Sosialiasi hal-hal yang dilarang dalam kampanye;
2. Sosialisasi tata cara melaporkan dugaan pelanggaran kampanye;
3. Memberikan reward/penghargaan kepada masyarakat yang mau
menjadi Pelapor atau Saksi dalam peristiwa dugaan pelanggaran
Pemilu.
Namun upaya yang telah dilakukan oleh Bawaslu Kota
Balikpapan belum mampu meningkatkan partisipasi masyarakat secara
massif untuk mengawasi dan melaporkan dugaan pelanggaran Pemilu.
fakta di lapangan, dari responden yang telah ditemui oleh Penulis, ada
dua hal utama yang membuat masyarakat enggan untuk melaporkan
dugaan pelanggaran Pemilu yang mereka temukan, yakni:
1. Masyarakat menerima manfaat atas dugaan pelanggaran tersebut
(keenakan). Misalkan, masyarakat mendapatkan bantuan sembako
atau pengaspalan jalan di wilayahnya masing-masing;
2. Masyarakat takut berurusan dengan hukum (ketakutan) karena nama
mereka akan dicantumkan dengan jelas sebagai Pelapor maupun
sebagai saksi, dan Bawaslu tidak mampu memberikan jaminan
keamanan atau keselamatan kepada Pelapor atau saksi.

5|Vol.1/Jurnal Pemilu Bawaslu Kota Balikpapan


3. PEMBAHASAN
1. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi politik dapat dimaknai sebagai kegiatan seseorang
atau kelompok orang yang secara sukarela untuk ikut serta secara
aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan memilih pimpinan
negara baik secara langsung atau tidak langsung dan mempengaruhi
kebijakan pemerintah.5
Dalam konteks Kepemiluan, dalam melakukan pencegahan
pelanggaran Pemilu dan pencegahan sengketa proses Pemilu,
Bawaslu Kabupaten/Kota bertugas meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pengawasan Pemilu di wilayah Kabupaten/Kota
sebagaimana diatur dalam Pasal 102 Ayat (1) huruf d Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Sebagai
perwujudan tugas tersebut, Bawaslu Kota Balikpapan melakukan
banyak kegiatan antara lain:
a. sosialisasi terbatas yang mengundang kelompok masyarakat
tertentu;
b. sosialisasi umum dengan membagikan brosur di tempat-tempat
keramaian;
c. sosialiasi pada saat menjadi pemateri dalam kegiatan yang
dilakukan oleh stakeholder Pemilu lainnya (Kesbangpol, KPU,
Kepolisian, dll);
d. memberikan reward kepada masyarakat yang mau menjadi
pelapor atau saksi.
Muatan materi sosialisasi tentunya terkait dengan jenis-jenis
pelanggaran Pemilu, larangan-larangan dalam Kampanye Pemilu,
dan tata cara melaporkan dugaan pelanggaran Pemilu. Selain

5
Miriam Budiarjo, 2009, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustakan Utama.
Hlm. 367

6|Vol.1/Jurnal Pemilu Bawaslu Kota Balikpapan


penyampaian materi, dalam sosialisasi juga memuat penyampaian
ajakan kepada masyarakat agar mau melapor jika melihat
pelanggaran Pemilu.

2. Penegakan Hukum Pemilu


A. Jenis-Jenis Pelanggaran Pemilu
Pelanggaran Pemilu adalah tindakan yang bertentangan,
melanggar, atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan terkait Pemilu. Berdasarkan Peraturan Bawaslu
Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Penanganan Temuan dan
Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum, Pelanggaran Pemilu
dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain:
1. Pelanggaran Kode Etik, pelanggaran terhadap etika
Penyelenggara Pemilu yang berdasarkan sumpah dan/atau
janji sebelum menjalankan tugas sebagai Penyelenggara
Pemilu;
2. Pelanggaran Administratif Pemilu, pelanggaran terhadap
tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan
Administratif pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan
Penyelenggaraan Pemilu;
3. Pelanggaran Pidana Pemilu, tindak pidana pelanggaran
dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang
Pemilihan Umum;
B. Penanganan Pelanggaran Pemilu
Berdasarkan Pasal 455 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum menyatatakan bahwa
pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu diteruskan kepada
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, pelanggaran
administrative diproses di Bawaslu, sedangkan pelanggaran

7|Vol.1/Jurnal Pemilu Bawaslu Kota Balikpapan


pidana pemilu diteruskan oleh Bawaslu kepada tim sentra
penegakan hukum terpadu (Sentra Gakkumdu) yang didalamnya
terdapat unsur Pengawas, Penyidik dari Kepolisian, dan
Penuntut dari Kejakasaan.
Laporan atau Temuan dugaan pelanggaran Pemilu baik
administrasi maupun pidana harus memenuhi syarat formil
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 ayat (3) Peraturan
Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Penanganan Temuan
dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum, adalah:
a. identitas Pelapor/pihak yang berhak melaporkan;
b. pihak terlapor;
c. waktu pelaporan tidak melebihi ketentuan paling lama 7
(tujuh) hari sejak diketahui terjadinya dan/atau
ditemukannya dugaan Pelanggaran Pemilu; dan
d. kesesuaian tanda tangan dalam formulir Laporan Dugaan
Pelanggaran dengan kartu tanda penduduk elektronik
dan/atau kartu identitas lain.
Selain itu, laporan atau temuan juga harus memuat dan
mengurai syarat materiil yang sudah diatur dalam Pasal 9 ayat
(4) Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018 Tentang
Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan
Umum, antara lain:
a. peristiwa dan uraian kejadian;
b. tempat peristiwa terjadi;
c. saksi yang mengetahui peristiwa tersebut; dan
d. bukti.
C. Perlindungan Saksi/Pelapor dalam penegakan hukum
Pemilu
Syarat formil dan materiil yang telah diatur dalam Peraturan
Bawaslu tentang tatacara penanganan pelanggaran Pemilu

8|Vol.1/Jurnal Pemilu Bawaslu Kota Balikpapan


merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi semua, termasuk
identitas Pelapor/Penemu dan saksi-saksi yang mengetahui
peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran Pemilu.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman penulis
dilapangan sebagai koordinator divisi penindakan pelanggaran
Bawaslu Kota Balikpapan, kendala utama dari penegakan
hukum dugaan pelanggaran Pemilu adalah Pelapor dan saksi.
Seperti yang disebutkan di atas, bahwa masyarakat yang
diharapkan terlibat aktif dalam pengawasan pelaksanaan Pemilu
dan mau melaporkan setiap dugaan pelanggaran yang mereka
saksikan pada akhirnya memilih diam karena ketakutan atau
keenakan.
Bagi masyarakat yang keenakan, tidak perlu untuk dibahas
lebih jauh meskipun idealnya hal tersebut harus dicarikan solusi
demi terwujudnya penegakan hukum Pemilu, sedangkan bagi
masyarakat yang ketakutan, ada beberapa hal utama yang
menjadi alasan sebagai berikut:
1. Intervensi/Intimidasi dari Peserta Pemilu dan/ atau tim
pemenangan Peserta Pemilu. Bentuknya bermacam-macam,
seperti mengirim ancaman melalui pesan (sms/whatsapp),
mendatangi langsung, dll;
2. Stigma yang tidak baik dari masyarakat terhadap penegakan
hukum. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa
berurusan dengan hukum itu sesuatu yang ribet bikin repot,
memakan banyak waktu dan hasilnya belum tentu sesuai
dengan harapan (ketidak pastian hukum);
3. Belum ada perlindungan hukum bagi saksi atau pelapor
dalam penegakan hukum Pemilu.
Sebagai negara, Indonesia memiliki kewajiban untuk
melindungi warga negaranya. Salah satu Pasal yang

9|Vol.1/Jurnal Pemilu Bawaslu Kota Balikpapan


mengamanahkan perlindungan Negara kepada Rakyatnya
diatur dalam Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak
atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya,
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi”.
Untuk melindungi warganya, Negara memberikan
amanah kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagai alat perlindungan sebagaimana diatur dalam Pasal
30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum”. Namun payung
konstitusi tersebut tidak begitu saja mempermudah
Kepolisian untuk mengungkap sebuah perkara, bahkan
secara tegas disebutkan dalam konsideran UU No.13 Tahun
2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban bahwa
“penegak hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan
tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku pidana
sering mengalami kesulitan karena tidak dapat
menghadirkan saksi dan/atau korban disebabkan adanya
ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu”.
Saksi dan Korban merupakan faktor utama dalam
perkara pidana, sedangkan dalam konteks Pemilu yang
menjadi faktor dan syarat utama dalam penegakan
hukumnya adalah Pelapor dan Saksi. Jika mengacu pada
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun

10 | V o l . 1 / J u r n a l P e m i l u B a w a s l u K o t a B a l i k p a p a n
2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban, Saksi dan
Korban berhak:
a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi,
Keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari
Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan,
sedang, atau telah diberikannya;
b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk
perlindungan dan dukungan keamanan;
c. memberikan keterangan tanpa tekanan;
d. mendapat penerjemah;
e. bebas dari pertanyaan yang menjerat;
f. mendapat informasi mengenai perkembangan kasus;
g. mendapat informasi mengenai putusan pengadilan;
h. mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
i. dirahasiakan identitasnya;
j. mendapat identitas baru;
k. mendapat tempat kediaman sementara;
l. mendapat tempat kediaman baru;
m. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai
dengan kebutuhan;
n. mendapat nasihat hukum;
o. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai
batas waktu Perlindungan berakhir; dan/atau
p. mendapat pendampingan.

Pada kegiatan Forum Group Discussion atau Rakernis


yang pernah dilaksanakan oleh Divisi Penindakan
Pelanggaran Bawaslu Kota Balikpapan yang secara khusus
membahas thema terkait saksi dan pelapor, Peserta diskusi
dari unsur Kepolisian menyebutkan bahwa Sentra
Gakkumdu tidak mungkin menggunakan payung hukum
undang-undang Perlindungan saksi dan korban dengan
alasan pokoknya adalah untuk mendapatkan kepastian bagi
seorang saksi atau pelapor mendapatkan perlindungan dari
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban butuh waktu yang
tidak sebentar, hal ini tidak sesuai dengan hukum acara
penyelesaian pelanggaran Pemilu yang dibatasi waktu
paling lama 14 hari.

11 | V o l . 1 / J u r n a l P e m i l u B a w a s l u K o t a B a l i k p a p a n
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu
sebagai dasar pengaturan kepemiluan dan tentunya sebagai
sumber hukum utama dalam penegakan hukum Pemilu,
nomenklatur “perlindungan” hanya ada dalam satu Pasal,
yakni pada Pasal 440 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
Tentang Pemilihan Umum yang berbunyi “Pemantau
Pemilu mempunyai hak mendapat perlindungan hukum dan
keamanan dari Pemerintah Indonesia”. Jelas, bahwa subjek
hukum dalam Pasal tersebut adalah Pemantau Pemilu yang
telah mendapatkan akreditasi dari Bawaslu, bukan saksi atau
Pelapor. Secara normatif dan otomatis jika di dalam undang-
undang Pemilu saja tidak mengatur tentang perlindungan
hukum bagi saksi dan pelapor, maka tidak mungkin bagi
Bawaslu untuk membuatkan aturan teknisnya yang biasa
disebut dengan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu).

III. KESIMPULAN DAN SARAN


Dari uraian yang bersumber dari fakta lapangan penyelenggaraan
Pemilu di Kota Balikpapan dan aturan perundang-undangan, Penulis selaku
penyelenggara Pemilu yang bertugas sebagai Koordinator Divisi
Penindakan Pelanggaran di Bawaslu Kota Balikpapan menyimpulkan:
1. Bahwa tingkat partisipasi masyarakat tidak bisa hanya dinilai dari
banyaknya jumlah masyarakat yang menggunakan hak pilihnya saja,
tapi juga perlu dilihat dari partisipasi masyarakat dalam pengawasan
pelaksanaan Pemilu;
2. Bahwa partisipasi masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan
merupakan kebutuhan mutlak dalam penegakan hukum Pemilu;
3. Bahwa belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara
khusus tentang perlindungan saksi dan pelapor dalam penanganan
perkara pelanggaran Pemilu;

12 | V o l . 1 / J u r n a l P e m i l u B a w a s l u K o t a B a l i k p a p a n
Atas kesimpulan tersebut, Penulis menyampaikan beberapa saran
sebagai sebagai berikut:
1. Bahwa sangat diperlukan aturan perundang-undangan yang mengatur
secara khusus tentang perlindungan saksi dan pelapor dalam penegakan
hukum Pemilu;
2. Bahwa penghargaan terhadap masyarakat yang mau menjadi saksi atau
pelapor dalam proses penegakan Pemilu harus diberikan bukan atas
inisiatif dari Bawaslu Kabupaten/ Kota masing-masing tapi perintah
terpusat dari Bawaslu Republik Indonesia yang diharapkan mampu
menjadi stimulan bagi masyarakat.

IV. DAFTAR PUSTAKA


Buku
Miriam Budiarjo, 2009, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia
Pustakan Utama.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum;
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan
Korban;
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan
Korban;
Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Penanganan Temuan dan
Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum
Peraturan Bawaslu Nomor 31 Tahun 2018 Tentang Sentra Penegakan
Hukum Terpadu
Sumber Lain
https://www.medcom.id/pemilu/news-pemilu/1bVyLM1N-partisipasi-pemilih-
meningkat-drastis-di-pemilu-2019

13 | V o l . 1 / J u r n a l P e m i l u B a w a s l u K o t a B a l i k p a p a n

Anda mungkin juga menyukai