Anda di halaman 1dari 7

Resume Buku Teori Hukum Syariah

Disusun untuk memenuhi


Tugas : Etika Bisnis Syariah
Dosen Pengampu : H. Aik Iksan Ansori, Lc., MA.Hum.

Disusun Oleh: Erwin Hidayat (19201031013)

FAKULTAS ILMU KEISLAMAN


PRODI PERBANKAN SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM AL-IHYA KUNINGAN
TAHUN AJARAN 2021
Identitas Buku

Nama Buku: Teori Hukum Ekonomi Syariah


Pengarang: M. Cholil Nafis Lc, Ph.d.
Penerbit: Jakarta – Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)
Tahun Terbit: 2011
Bibliografi: Hlm. 264
ISBN 978-979-456-456-1
Resume:

Fiqih muamalah merupakan salah satu dari bagian persoalan hukum Islam
seperti yang lainnya yaitu tentang hukum ibadah, hukum pidana, hukum peradilan,
hukum perdata, hukum jihad, hukum perang, hukum damai, hukum politik, hukum
penggunaan harta, dan hukum pemerintahan. Semua bentuk persoalan yang
dicantumkan dalam kitab fiqih adalah pertanyaan yang dipertanyakan masyarakat
atau persoalan yang muncul di tengahtengah masyarakat. Kemudian para ulama
memberikan pendapatnya yang sesuai kaidah-kaidah yang berlaku dan kemudian
pendapat tersebut dibukukan berdasarkan hasil fatwa-fatwanya. Secara bahasa fikih
(berasal dari kata faqiha (‫( فقه‬yang berarti Paham dan muamalah berasal dari kata
’Amila yang berarti berbuat atau bertindak atau Al ‘amaliyyah maksudnya yang
berhubungan dengan amaliyah (aktifitas), baik aktifitas hati seperti niat, atau
aktifitas lainnya, seperti membaca al Qur’an, shalat, jual beli dan lainnya.
Muamalah adalah hubungan kepentingan antar sesama manusia. Muamalah tersebut
meliputi transaksi-transaksi kehartabendaan seperti jual beli, perkawinan, dan hal-
hal yang berhubungan dengannya, urusan persengketaan (gugatan, peradilan, dan
sebaginya) dan pembagian warisan. 2 Secara istilah (terminologi) fiqh muamalah
dapat diartikan sebagai aturan-aturan Allah yang wajib ditaati yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan
mengembangkan harta benda. Fiqh muamalah dalam pengertian kontemporer sudah
mempunyai arti khusus dan lebih sempit apabila dibandingkan dengan muamalah
sebagai bagian dari pengelompokan hukum Islam oleh ulama klasik (Ibadah dan
muamalah). Fiqh muamalah merupakan peraturan yang menyangkut hubungan
kebendaan atau yang biasa disebut dikalangan ahli hukum positif dengan nama
hukum private. Hukum private dalam pengertian tersebut tidak lain hanya berisi
pembicaraan tentang hak manusia dalam hubungannya satu sama lain, seperti hak
penjual untuk menerima uang dari pembeli dan pembeli menerima barang dari
penjual. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwasanya “Fiqih Muamalah”
adalah atauran-aturan (hukum) Allah swt, yang ditujukan untuk mengatur
kehidupan manusia dalam urusan Keduniaan atau urusan yang berkaitan dengan
urusan duniawi dan sosial kemasyarakatan.
Uraian data dan analisis prinsip syariah dalam fatwa-fatwa fiqih muamalah
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dipraktikkan di Lembaga Keuangan Syariah,
lalu diformalkan dalam hukum positif, dapat disimpulkan, bahwa ciri hukum Islam,
khususnya fiqih muamalah, bersifat transendental dan rasional. Prinsip syariah yang
termaktub dalam al-Qur’andan Hadits di-istinbath-kan para ulama menjadi hukum
Islam yang relevan untuk diterapkan pada setiap zaman dan keadaan.
Kajian terhadap fatwa fiqih muamalah MUI dilihat dari perspektif corak
pemikiran, metode penggalian (istinb~th) dan penyerapannya ke dalam peraturan
perundang-undangan dapat diklasifikasikan dalam beberapa kesimpulan besar.
Bahwa penerapan fiqih muamalah dalam praktik ekonomi Syariah di Indonesia
dapat dibagi kepada tiga periode: pertama, periode perintisan (‘asr al-ta’sis), kedua,
periode penerapan (‘asr al-tathbiq) dan ketiga, periode penyerapan ke dalam
peraturan perundang-undangan (‘asr al-taqnin). Sebenarnya setiap tahapan tidak
terpisah secara tegas. Pemilahan periodisasi ini dilakukan untuk memudahkan
kajian tentang perkembangan ekonomi syariah di Indonesia.
Periode perintisan dimulai tahun 1992 sampai tahun 1999, ketika MUI
melakukan kajian tentang bunga bank dan praktik perbankan. Saat itu dirumuskan
pendirian bank syariah dan konsep bank berdasarkan prinsip syariah. Sepanjang
periode ini, MUI tidak mengeluarkan fatwa fiqih muamalah. Periode penerapan
dimulai tahun 2000 hingga 2007. Pada periode ini, MUI banyak memproduksi fatwa
fiqih muamalah untuk dijadikan pedoman dan diterapkan oleh Lembaga Keuangan
Syariah. Adapun periode penyerapan fatwa 257 258 Teori Hukum Ekonomi Syariah
dalam peraturan perundang-undangan, dimulai sejak MUI berhasil mendorong
pengesahan undang-undang yang khusus mengatur bank Syariah. Meskipun
sebenarnya proses penyerapan fatwa dalam peraturan perundang-undangan telah
dimulai sejak MUI menjadi perintis ekonomi syariah di Indonesia.
Model pemikiran hukum dalam fatwa-fatwa fiqih muamalah MUI mengikuti
jenis-jenis akad yang terdapat dalam khazanah fiqih Islam. Inovasi dan modifikasi
akad dalam fatwa tetap merupakan keniscayaan untuk menjawab kebutuhan
masyarakat dalam menghadapi tantangan zaman. Modifikasi akad dalam fatwa MUI
dapat dibedakan menjadi empat macam: Pertama, konsep fiqih muamalah yang
tidak dimodifikasi karena bersifat operasional dan langsung dapat diterapkan,
seperti akad salam, istishna’, ijarah, mudharabah (al-qardh), musyarakah, al-
hiwalah, al-rahn, dan al-sarf. Kedua, konsep fiqih muamalah yang dimodifikasi agar
mudah diterapkan, seperti akad tabarru‘ pada asuransi dan reasuransi syariah, uang
muka dalam murabahah, potongan tagihan murabahah, obligasi syariah ijarah,
obligasi syariah mudharabah, denda atas pelanggan orang mampu yang
menangguhkan pembayaran, ketentuan review ujrah pada Lembaga Keuangan
Syariah, sertifikat wadi‘ah Bank Indonesia, pembiayaan pelbagai jasa, dan
pembiayaan rekening koran syariah.
Ketiga, konsep fiqih muamalah yang dimodifikasi dengan menggabungkan
suatu akad dengan jenis akad lainnya (al-‘uqud almurakkabah), baik dalam bentuk
penggabungan dengan memberi pilihan atau penggabungan secara integrasi.
Penggabungan beberapa jenis akad dalam satu objek transaksi dengan memberi
pilihan terjadi pada fatwa giro, tabungan dan deposito yang bisa memilih antara
akad wadi‘ah dan mudharabah; akad murabahah yang bisa memilih antara tunai dan
angsuran (bay‘ al-taqsith); istishna’ paralel; obligasi syariah yang bisa memilih
antara mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna’ dan ijarah; lettter of
credit (L/C), dapat memilih antara akad wakalah bi al-ujrah, wakalah bi al-ujrah dan
alqardh, wakalah bi al-ujrah dan mudharabah, dan akad musyarakah; pasar uang
antar bank berdasarkan prinsip syariah yang dapat memilih Penutup 259 antara akad
mudharabah, musharakah, qard, wadi‘ah, dan al-sarf; line facility (al-tashilat) yang
dapat memilih antara akad murabahah, istisna’, mudharabah, musyarakah, dan
ijarah; syariah card ( ) yaitu pemilihan antara akad kafalah, qard atau ijarah; dan
asuransi syariah yaitu pilihan antara akad wakalah dan mudharabah.
Sedangkan penggabungan beberapa jenis akad (al-‘uqud almurakkabah)
dalam satu objek transaksi secara integrasi berlaku pada fatwa akad mudharabah
musyarakah yang mengintegrasikan akad mudharabah dengan musyarakah seperti
produk giro, dan akad asuransi syariah yang mengintegrasikan akad tabarru‘ dengan
akad wakalah atau mudharabah. Keempat, re-akad, artinya mengganti akad yang
sedang berjalan dengan akad baru karena adanya maslahah. Re-akad terjadi pada
fatwa tentang kasepakatan akad murabahah.
Dalam menetapkan fatwa, MUI tidak lepas dari pendapat imam mazhab atau
paling tidak ada pendapat yang sudah diungkapkan pengikut imam mazhab.
Meskipun dalam ketetapan fatwa kadang kala tidak menyebut secara eksplisit
pendapat imam mazhab atau pendapat ulama tertentu. Namun isi ketetapan fatwa
tersebut dapat dipastikan mengikuti pendapat ulama fiqih. Bahkan dalam kasus
obligasi syariah ijarah, untuk menjawab persoalan, apakah wakil dapat membeli
barang yang menjadi amanahnya? MUI tetap bermazhab dan bersandar pada
pendapat Ibn Rif‘ah yang tidak populer dan tidak sependapat dengan mayoritas
ulama fiqih yang dianut masyarakat Indonesia. Pendapat Ibn Rif‘ah dipilih karena
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat serta untuk menjawab
perkembangan zaman dengan tidak melanggar prinsip syariah.
Fatwa MUI tetap berpegang pada berbagai mazhab dalam sejarah fiqih
Islam, tidak hanya terbatas pada empat mazhab terkemuka. Bahkan, kadang fatwa
MUI menukil pendapat imam mazhab salaf dan sekaligus berpegang pada pendapat
ulama kontemporer, baik pendapat individual maupun pendapat kolektif ulama yang
tergabung dalam wadah atau forum tertentu. Contohnya, fatwa tentang hukum
bunga bank, pasar modal, syariah card dan asuransi, menukil pendapat ulama salaf
dan kontemporer secara bersamaan. Fatwa MUI tentang fiqih muamalah lebih
banyak 260 Teori Hukum Ekonomi Syariah mempertimbangkan pendapat ulama
fiqih ketimbang langsung mendalami petunjuk (dilalah) ayat al-Qur~n dan teks
Hadits.
Metode penetapan fatwa MUI menggunakan tariqah bayaniyyah, tariqah
qiyasiyyah dan tariqah istislahiyyah yang disepakati ulama (muttafaq ‘alaiha) dan
yang diperselisihkan para ulama (mukhtalaf fiha). Metode bayani MUI dalam
menetapkan fatwa terbatas kepada pembentangan dalil ayat al-Qur’~n dan teks
Hadits Nabi yang berkaitan dengan prinsip syariah dalam masalah hukum yang
sedang dibahas, tanpa menjelaskan petunjuk (dilalah) makna pada masalah tersebut.
Metode qiyasi MUI dalam menetapkan fatwa mencakup segala unsur metode qiyas
(rukun qiyas) secara utuh, seperti masalah bunga bank dan jual beli mata uang.
Meskipun, MUI kadangkala menggunakan qiyas dalam arti ilhaq, yaitu
menganalogkan masalah yang belum ada ketetapan hukumnya dengan masalah lain
yang telah ditetapkan hukumnya oleh ulama. Seperti hukum menangguhkan
pembayaran bagi orang yang mampu disamakan (ilhaq) dengan hukum ghasb.
Metode istislahi MUI dalam menetapkan fatwa dilakukan dengan
menggunakan metode penetapan hukum yang diperselisihkan para ulama sesuai
situasi dan kondisi. Kadangkala menggunakan hujah ‘urf, sadd al-dhara‘i’,
mashlahah mursalah dan lainnya. Akan tetapi, metode fatwa MUI lebih banyak
menggunakan hujah mashlahah dan keperluan manusia ( hajat al-nas) terhadap
transaksi tertentu. Berdasarkan hujah mashlahah inilah terkadang MUI menetapkan
fatwa dengan menukil pendapat ulama yang tidak populer di masyarakat. Hal ini
seperti masalah obligasi syariah, giro, deposit, ganti rugi, dan obligasi.
Penyerapan fatwa MUI ke dalam peraturan perundangan dibagi dalam tiga
model: Pertama, penyerapan secara utuh ke dalam peraturan perundang-undangan
dan menempatkan MUI sebagai lembaga yang berhak menentukan kepatuhan
syariah. Hal ini seperti terdapat pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah. Kedua, penyerapan sebagian isi dan substansial fatwa
ke dalam peraturan perundang-undangan dan sama sekali belum dimasukkan ke
dalam undang-undang. Hal ini seperti Penutup 261 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang samasekali tidak menyerap fatwa
asuransi syariah. Fatwa asuransi syariah hanya diserap dalam Keputusan Menteri
Keuangan dan Keputusan Direktorat Jenderal di Kementerian Keuangan. Ketiga,
fatwa tidak diserap dalam peraturan perundang-undangan. Seperti fatwa tentang
rekening koran syariah.

Saran:

a. Dalam buku ini penulis kurang memberikan bagaimana dunia perbankan Syariah
yang baik menurut landasan fiqih muamallah karena dengan memberikan
gambaran dunia perbankan Syariah berlandasan fiqih muamallah kita dapat
memilih dunia perbankan Syariah yang murni Syariah tidak tercampur adukan
dengan perbankan konvensional.

b. Kajian buku ini bersifat global, yang menganalisis fatwa Dewan Syariah Nasional
MUI dari aspek pemikiran hukum, metode istinbat dan penyerapannya ke dalam
peraturan perundangundangan. Karenanya diperlukan penelitian kajian yang lebih
mendalam tentang fatwa ulama dan otoritasnya dalam menetapkan hukum Islam
dalam masalah muamalah yang diterapkan dalam negara yang berdasarkan
Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai