net/publication/344382004
CITATIONS READS
0 352
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Efri Syamsul Bahri on 26 September 2020.
PARE-KEDIRI
2019
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
Penulis:
Efri Syamsul Bahri
ISBN: 978-602-335-503-7
Editor:
Tim FAM Publishing
Penyunting:
Tim FAM Publishing
Desain sampul:
Tim FAM Publishing
Penata letak:
Devsev Desain
Penerbit:
FAM Publishing
Redaksi:
Kediri, Jawa Timur
Layanan SMS: 081350051745
Email: fampublishing@gmail.com, aishiterumenulis@gmail.com
Web: www.famindonesia.com
Kata Pengantar
v
Efri Syamsul Bahri
vi
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
Daftar Isi
Kata Pengantar......................................................................... v
Daftar Isi.................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................1
BAB II MAKNA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.......8
A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat.................8
B. Hakekat Pemberdayaan Masyarakat...................13
C. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat...................15
vii
Efri Syamsul Bahri
BAB IX KEMISKINAN...........................................................67
A. Defenisi dan Karakteristik.....................................67
B. Penyebab Kemiskinan............................................72
C. Tipologi Kemiskinan...............................................76
D. Instrumen Pengentasan Kemiskinan....................77
E. Pengentasan Kemiskinan.......................................80
F. Pengukuran Kemiskinan........................................81
viii
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
BAB XI SPIRITUALITAS.......................................................88
A. Defenisi Spiritualitas...............................................88
B. Dimensi Spiritualitas...............................................90
C. Pendekatan Pemberdayaan ..................................91
BAB XV KOPERASI..............................................................113
A. Sejarah Koperasi....................................................113
B. Konsep-Konsep Koperasi.....................................114
C. Jenis Koperasi.........................................................115
D. Koperasi Syariah....................................................120
ix
Efri Syamsul Bahri
DAFTAR PUSTAKA.............................................................170
Profil Penulis..........................................................................177
x
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
BERKELANJUTAN
xi
Efri Syamsul Bahri
xii
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
BAB I PENDAHULUAN
1
Efri Syamsul Bahri
2
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
3
Efri Syamsul Bahri
4
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
5
Efri Syamsul Bahri
Gambar 1Gambar
Peta1Konsep Pemberdayaan
Peta Konsep Masyarakat
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
Berkelanjutan
• Perubahan Sikap
• Sumberdaya (Attitide)
• Individu
Individu • Peningkatan Berdaya • Peningkatan
Pengetahuan
• Sumberdaya • Keluarga Kesejahteraan
(Knowledge)
Keluarga Berdaya Masyarat
Input
• Sumberdaya
Proses • Penguatan Output
• Kelompok
Impact • Kelembagaan
Keterampilan
Kelompok Berdaya Masyarakat
(Skill)
• Sumberdaya •• Kelembagaan
Kelembagaa Berkelanjutan
• Dukungan
Pengelolaan Berdaya
Kelembagaan n Berdaya • Menjadi munfiq
sumberdaya
terkait dan muzaki
6
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
7
Efri Syamsul Bahri
8
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
9
Efri Syamsul Bahri
10
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
11
Efri Syamsul Bahri
12
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
13
Efri Syamsul Bahri
14
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
15
Efri Syamsul Bahri
16
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
tingkat yang lebih maju, sistem nilai terdiri pula atas budaya
organisasi, etika dan good gover nance. Pengkapasitasan sistem
nilai dilakukan dengan membantu target dan membuatkan
“aturan main” di antara mereka sendiri.
Ketiga, pemberian daya atau “empowernment” dalam
makna sempit. Pada tahap ini, kepada target diberikan daya,
kekuasaan, otoritas, atau peluang. Pemberian ini sesuai
dengan kua litas kecakapan yang telah dimiliki. Pokok
gagasannya adalah bahwa proses pemberian daya atau
ke kuasaan diberikan sesuai dengan kecakapan penerima.
Pemberian kredit kepada suatu kelompok miskin yang sudah
melalui proses penyadaran dan peng kapasitasan masih perlu
disesuaikan dengan kemampuannya mengelola usaha. Jika
perputaran usaha nya hanya mampu mencapai lima juta
rupiah, tidak lah bijaksana jika diberikan pinjaman atau modal
sebesar lima puluh juta rupiah.
Sedangkan tahapan pelaksanaan pemberdayaan model
kedua adalah menurut Subejo dan Supriyanto (2004) dalam
(Bahri, Pemberdayaan Masyarakat: Konsep dan Aplikasi,
2013, hal. 33-36), yaitu: dimulai dari dari proses seleksi lokasi
sampai dengan pemandirian masyarakat. Secara rinci masing-
masing tahapan diuraikan sebagai berikut. Pertama, Seleksi
Lokasi/Wilayah Seleksi desa atau dusun dilakukan sesuai
dengan kri teria yang disepakati oleh lembaga, pihak-pi hak
terkait dan masyarakat. Penetapan kriteria penting agar tujuan
lembaga dalam pemberdayaan masyarakat akan tercapai serta
pemilihan lokasi dilakukan sebaik mungkin.
Kedua, Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat (PM).
Kegiatan ini untuk menciptakan komunikasi serta dialog
dengan masyarakat. Sosialisasi PM membantu untuk
meningkatkan pengertian masyarakat dan pihak terkait
17
Efri Syamsul Bahri
18
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
19
Efri Syamsul Bahri
20
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
21
Efri Syamsul Bahri
22
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
23
Efri Syamsul Bahri
24
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
A. Pengertian
Partisipasi masyarakat merupakan bentuk
pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan dari bawah,
dikenal sebagai pendekatan partisipatif. Dengan pendekatan
partisipati, proses kegiatan masyarakat beralih dari sifat
top-down menjadi proses bottom-up. Partisipasi merupakan
keterlibatan mental dan emosional orang dalam situasi
kelompok yang mendorong mereka memberikan kontribusi
pada pencapaian tujuan kelompok dan membagi tanggung
jawab dengan mereka. (Effendie, 2008, hal. 89)
B. Manfaat Partisipasi
Conyer (1991:154-155) dalam (Effendie, 2008, hal.
91) menyatakan tiga alasan utama pentingnya partisipasi
masyarakat yaitu:
1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat untuk
memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan
dan sikap masyarakat setempat tanpa adanya
partisipasi maka program pembangunan dan proyek-
25
Efri Syamsul Bahri
C. Bentuk Partisipasi
Ndara (1990:103-104) dalam (Effendie, 2008, hal. 92)
mengemukakan bentuk partisipasi atau disebutnya juga
tahapan partisipasi sebagai berikut:
1. Partisipasi melalui kontak dengan pihak lain (contact
chane), sebagai titik awal perubahan sosial.
2. Partisipasi dalam memperhatikan atau meneyrap dan
member tanggapan terhadap informasi, baik dalam
arti menerima, mengiyakan, menerima dengan syarat
maupun menolak.
3. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan,
termasuk pengambilan keputusan (penetapan rencana)
atau disebut juga partisipasi dalam pengambilan
keputusan.
4. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional
pembangunan, berkaitan dengan pelaksanaan
tindakan yang telah direncanakan bersama secara
partisipatif.
26
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
27
Efri Syamsul Bahri
BAB V PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
A. Pengertian
Pengertian pengembangan masyarakat menurut PBB
(1956) adalah:
“Community Development is the process by which the effort of
the people themselves are united with thoses of governmental
authorities to improve the economic, sosial and cultural conditions
of communities to integrate these communities into the life of the
nation and to enable them to contribute fully to national progress
this complex of process in this made up of two essensialelements the
participation of the people themselves of their own initiative and the
provition of technical and other services in ways which encourage
initiative, self-help and mutual help and make these effective”.
“Proses dimana warga masyarakat bersatu dengan pejabat
pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi, sosial dan
budaya masyarakat untuk mengintegrasikan kehidupan
masyarakat ke dalam kehidupan bangsa guna memungkinkan
memberikan sumbangan secara penuh terhadap kemajuan
bangsanya”. (Effendie, 2008, hal. 9)
28
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
29
Efri Syamsul Bahri
30
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini didalamnya tahap (a) Penyiapan
Petugas; dan (b) Penyiapan Lapangan. Penyiapan Petugas
(dalam hal ini tenaga community worker merupakan
prasyaraat suksesnya suatu pengembangan masyarakat
dengan pendekatan non-direktif.
1. Penyiapan Petugas ini diperlukan untuk menyamakan
persepsi antar anggota tim agen perubah (change
agent) mengenai pendekatan apa yang akan dipilih
31
Efri Syamsul Bahri
2. Tahap Assessment
Proses assessment yang dilakukan disini dilakukan dengan
mengidentifikasi masalah (kebutuhan yang dirasakan =
felt needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien. Dalam
32
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
33
Efri Syamsul Bahri
34
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
6. Tahap Evaluasi
Evaluasi sebagia proses pengawasan dari warga dan
petugas terhadap program yang sedang berjalan pada
pengembangan masyarakat sebaiknya dilakukan dengan
melibatkan warga. Dengan keterlibatanw arga pada
tahap ini diharapkan akan terbentuk suatu sistem dalam
komunitas untuk melakukan pengawasan secara internal.
Sehingga dalam jangka panjang diharapkan akan dapat
membentuk suatu sistem dalam masyarakat yang lebih
‘mandiri’ dengan memanfaatan sumber daya yang ada.
7. Tahap Terminasi.
Tahap ini merupakan tahap ‘pemutusan’ hubungan secara
formal dengan komunitas sasaran. Terminasi dilakukan
seringkali bukan karena masyarakat sudah dapat
dianggap’mandiri’tetapi tidak jarang terjadi karena proyek
sudah harus dihentikan karena sudah melebihi jangka
waktu yang ditetapkan sebelumnya, atau karena anggaran
sudah selesai dan tidak ada penyandang dana yang dapat
dan mau meneruskan. Mesikipun demikian, tidak jarang
community worker tetap melakukan kontak meskipun
tidak secara rutin. Apalagi bila petugas (community worke)
merasa bahwa tugasnya belum diselesaikan dengan baik.
35
Efri Syamsul Bahri
Gambar 2
Skema Tahapan Pengembangan Masyarakat
Sumber: (Adi, 2003, hal. 260)
Persiapan
Pengkajian
(Assessment)
Perencanaan aktivitas
program atau kegiatan
Pemformulasian
Rencana Aksi
Pelaksanaan Program
Atau Kegiatan
Evaluasi
Terminasi
36
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
37
Efri Syamsul Bahri
38
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
39
Efri Syamsul Bahri
40
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
41
Efri Syamsul Bahri
42
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
43
Efri Syamsul Bahri
44
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
45
Efri Syamsul Bahri
46
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
47
Efri Syamsul Bahri
48
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
49
Efri Syamsul Bahri
50
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
51
Efri Syamsul Bahri
52
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
53
Efri Syamsul Bahri
54
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
55
Efri Syamsul Bahri
56
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
dan pendayagunaan.
3. Mengevaluasi dampak program yang telah
dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya.
4. Memberikan rekomendasi berkaitan dengan perbaikan
perencanaan dan pelaksanaan program.
57
Efri Syamsul Bahri
Monitoring Evaluasi
Kegiatan di dalam internal Kegiatan-kegiatan pasca
program yang menilai program (ex post) yang
beberapa variabel dari menilai:
sebuah program yaitu:
1. Seberapa jauh program
1. Apakah sumber daya yang dilaksanakan
program/input (uang, membawa dampak (im-
bahan, staf) digunakan pact) atau hasil (outcome)
sesuai dengan anggaran
2. Keefektifan biaya (cost-
dan jadwal yang
effectiveness) program
disetujui
yang dilaksanakan
2. Apakah keluaran (out- dibandingkan dengan
put) yang diharapkan alternatif/ pilihan lain
dihasilkan dalam cara yang mungkin
yang tepat waktu dan
cost effective
Monitoring Kinerja > Evaluasi Dampak >
berkaitan dengan masukan pengaruh program terhadap
dan keluaran target populasi
Monitoring Proses > sistem Analisis Keefektifan Biaya >
delivery program perbandingan biaya dengan
alternatif lain
58
diharapkandihasilkan
diharapkan dihasilkandalam
dalamcara
carayang
yang
tepatwaktu
tepat waktudan
dancost
costeffective
effective
Monitoring Kinerja
Monitoring Kinerja >> berkaitan
berkaitan dengan
dengan Evaluasi
EvaluasiDampak
Dampak>>pengaruh
pengaruhprogram
programterhadap
terhadap
masukandan
masukan dankeluaran
keluaran
Pemberdayaan Masyarakat targetpopulasi
target populasi
Berkelanjutan
MonitoringProses
Monitoring Proses>>sistem
sistemdelivery program
deliveryprogram AnalisisKeefektifan
Analisis KeefektifanBiayaBiaya>>perbandingan
perbandinganbiaya
biaya
denganalternatif
dengan alternatiflain
lain
Sedangkandari
Sedangkan darisisi
sisitahapan
tahapanaktivitas
aktivitasmonitoring
monitoringdan
danevaluasi
evaluasidapat
dapatdiuraikan
diuraikanpada
pada
Gambar
gambarberikut
gambar ini. 3. Tahapan Monitoring dan Evaluasi
berikutini.
Gambar3.3.Tahapan
Gambar TahapanMonitoring
Monitoringdan
danEvaluasi
Evaluasi
Input
Input Activity
Activity Output
Output Outcomes
Outcomes Impact
Impact
Monitoring
Monitoring Evaluasi
Evaluasi Evaluasi
Evaluasi Evaluasi
Evaluasi
Output
Output Outcomes
Outcomes Impact
Impact
59
Efri Syamsul Bahri
60
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
61
Efri Syamsul Bahri
62
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
63
Efri Syamsul Bahri
(Rahmanto, 2015)
Kesuksesan pemberdayaan juga ditentukan oleh
faktor kemitraan strategis. Oleh karena itu, pemberdayaan
masyarakat harus melibatkan berbagai potensi yang ada
dalam masyarakat, beberapa elemen yang terkait, misalnya.
(Noor, Pemberdayaan Masyarakat, 2011, hal. 98) Pertama,
Peranan Pemerintah dalam artian birokrasi pemerintah harus
dapat menyesuaikan dengan misi ini, mampu membangun
partisipasi, membuka dialog dengan masyarakat, menciptakan
instrument peraturan dan pengaturan mekanisme pasar yang
memihak golongan masyarakat bawah.
Kedua, organisasi-organisasi kemasyarakatan diluar
lingkungan masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat,
organisasi kemasyarakatan nasional maupun lokal, Ketiga,
lembaga masyarakat yang tumbuh dari dan didalam
masyarakat itu sendiri (local community organization)
seperti BPD, PKK, Karang Taruna dan sebagainya, Keempat,
koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat yang merupakan
organisasi sosial berwatak ekonomi dan merupakan bangun
usaha yang sesuai untuk demokrasi ekonomi Indonesia.
Kelima, Pendamping dierlukan karena masyarakat miskin
biasanya mempuyai keterbatasan dalam pengembangan diri
dan kelompoknya, Keenam, pemeberdayaan harus tercermin
dalam proses perencanaan pembangunan nasional sebagai
proses bottom-up. Ketujuh, keterlibatan masyarakat yang
lebih mampu khususnya dunia usaha dan swasta.
64
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
65
Efri Syamsul Bahri
66
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
BAB IX KEMISKINAN
67
Efri Syamsul Bahri
68
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
69
Efri Syamsul Bahri
70
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
71
Efri Syamsul Bahri
B. Penyebab Kemiskinan
Kondisi kemiskinan ini disebabkan oleh berbagai faktor
misalnya minimnya kesempatan kerja, upah di bawah standar
minimum, produktivitas kerja yang rendah, ketiadaan
aset, diskriminasi, tekanan harga dan penjualan tanah
untuk kepentingan non produktif. Dari sisi penyebabnya,
Suhardjo (1988) membaginya menjadi 2 (dua) kategori, yaitu:
kemiskinan alamiah dan kemiskinan struktural. Kemiskinan
alamiah disebabkan oleh keadaan alamnya yang miskin
atau langkanya sumberdaya alam. Sedangkan kemiskinan
struktural disebabkan oleh struktur sosial masyarakat
yang menyebabkan tidak dapat ikut menggunakan sumber
pendapatan yang tersedia. (Giyarsih, 2014)
72
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
73
Efri Syamsul Bahri
74
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
75
Efri Syamsul Bahri
Gambar 1
Lingkaran Setan Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty)
Sumber: (Kuncoro, 1997, hal. 107)
Ketidaksempurnaan
pasar, Keterbelakangan,
Ketertinggalan
Kekurangan Modal
Produktifitas
Investasi Rendah
Rendah
Tabungan Pendapatan
Rendah Rendah
C. Tipologi Kemiskinan
Dalam Islam makna kemiskinan dapat dilihat dari dua
perspektif, seperti perspektif material (material) dan non-
material (spiritual). Ada dua istilah untuk mendefinisikan
kemiskinan. Fakir dan Miskin, fakir adalah yang tidak
memiliki cukup kekayaan atau penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidup seperti makanan, tempat tinggal dan semua
kebutuhan dasar lainnya. Sedangkan orang miskin adalah
yang memiliki kekayaan atau pendapatan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi tidak semua terpenuhi,
misalnya, dari sepuluh tetapi hanya tujuh yang terpenuhi.
Kemiskinan jiwa adalah dunia yang miskin dan akhirat, di
76
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
77
Efri Syamsul Bahri
78
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
79
Efri Syamsul Bahri
E. Pengentasan Kemiskinan
Pengalaman di Negara-negara Asia menunjukkan
adanya berbagai model mobilisasi perekonomian
perdesaan untuk memerangi kemiskinan, yaitu: Pertama,
mendasarkan pada mobilisasi tenaga kerja yang masih belum
didayagunakan (idle) dalam rumah tangga petani gurem agar
terjadi pembentukan modal di perdesaan (Urkse, 1951). Model
yang kedua, menintikberatkan pada transfer sumberdaya dari
pertanian ke industry melalui mekanisme pasar (Lewis, 1954;
Fei dan Ranis, 1964). Model ketiga, menyoroti potensi pesatnya
pertumbuhan dalam sector pertanian yang dibuka dengan
kemajuan teknologi dan kemungkinan sector pertanian
menjadi sector yang memimpin (Schultz, 1963; Mellor, 1976).
Model ini dikenal dengan nama Model Pertumbuhan Berbasis
Teknologi atau Rural-Lead Development. (Kuncoro, 1997, hal.
80
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
108-110)
Penciptaan kesempatan bagi sebagian besar masyarakat
(kaum miskin) merupakan inti kerja pengabdian kami selama
30 tahun terakhir ini. (Yunus, 1428:35) Dalam pandangan
Syamsul Bahri (2005:54-55) upaya pengentasan kemiskinan
harus diarahkan pada:
1. Meningkatkan kualitas dan kemampuan sumber daya
manusia, melalui jalur pelayanan pendidikan (transfer
iptek), pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi.
2. Mengembangkan tingkat partisipasi penduduk miskin
secara sinergis untuk membentuk kelompok sehingga
mempunyai posisi tawar yang lebih kuat dalam
bernegosisasi dengan pihak lain.
3. Mengembangkan dan membuka usaha produktif
yang dapat diakses oleh kelompok miskin secara
berkelanjutan.
4. Memperbesar akses masyarakat miskin dalam
penguasaan faktor-faktor produksi.
5. Pemihakan kebijakan publik yang mampu mendorong
peningkatan daya beli masyarakat miskin.
F. Pengukuran Kemiskinan
• Pengukuran United Nations
Kemiskinan diukur pada garis kemiskinan internasional,
saat ini ditetapkan pada $ 1,90 pada paritas daya beli 2011,
telah menurun dengan cepat dalam beberapa dekade terakhir
dan pada 2013 adalah sepertiga dari nilai tahun 1990. Perkiraan
global terbaru menunjukkan bahwa 10,9 persen, atau 783 juta
orang, hidup di bawah ambang batas ini pada tahun 2013.
Lebih dari setengah dari penduduk miskin ekstrem di dunia
tinggal di Afrika sub-Sahara, sementara sekitar sepertiga
81
Efri Syamsul Bahri
• Pengukuran BPS
Ukuran garis kemiskinan yang digunakan oleh Biro
Pusat Statistik (BPS) berdasarkan pendekatan kemiskinan
absolut, dengan mengacu pada definisi kemiskinan oleh
Sayogyo (2000). Diukur dengan menghitung jumlah penduduk
yang memiliki pendapatan per kapita yang tidak mencukupi
untuk mengkonsumsi barang dan jasa yang nilainya ekuivalen
dengan 20 kg beras per kapita per bulan untuk daerah
pedesaan, dan 30 kg beras untuk daerah perkotaan. Standar
kecukupan pangan dihitung setara 2.100 kilo kalori per kapita
per hari ditambah dengan pengeluaran untuk kebutuhan non
makanan (perumahan, berbagai barang dan jasa, pakaian).
(Nurwati, 2008)
82
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
83
Efri Syamsul Bahri
84
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
85
Efri Syamsul Bahri
86
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
87
Efri Syamsul Bahri
BAB XI SPIRITUALITAS
A. Defenisi Spiritualitas
Levin (dalam Zullig, Ward & Horn, 2006) mendefinisikan
spiritualitas sebagai cara hidup yang dapat dipelajari dimana
saja, yang menentukan bagaimana seseorang berespon pada
pengalaman-pengalaman kehidupannya. Meezenbroek,
Garssen, van den Berg, Tuytel, van Dierendonck, Visser,
dan Schaufeli (2012) mendefinisikan spiritualitas sebagai
perjuangan demi mencapai dan mengalami keterhubungan
dengan esensi kehidupan. (Rosalina, 2013)
Pendefinisian spiritualitas sendiri dapat dilakukan
dengan dua pendekatan: theistic dan non-theistic. Pendefinisian
spiritualitas yang seringkali dikaitkan dengan religiusitas
menggunakan pendekatan theistic. Sedangkan pendekatan
non-theistic didasarkan pada pandangan sekular, humanistik,
dan elemen eksistensial (Moberg, dalam Meezenbroek dkk,
2012). Secara umum, spiritualitas seringkali dikaitkan dengan
keterhubungan : keterhubungan dengan diri sendiri, orang
lain, dan kekuatan transenden. Pada penelitian ini, definisi
yang digunakan berasal dari Meezenbroek dkk. (2012) yaitu
perjuangan demi mencapai dan mengalami keterhubungan
88
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
89
Efri Syamsul Bahri
B. Dimensi Spiritualitas
Meezenbroek dkk (2012) menyatakan bahwa spiritualitas
terdiri dari tiga dimensi, yaitu dimensi keterhubungan dengan
diri sendiri, dimensi keterhubungan dengan orang lain atau
90
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
C. Pendekatan Pemberdayaan
Pada kenyataannya, spiritualitas adalah aspek penting
dalam kehidupan manusia, karena itulah pekerja sosial
dalam memberikan pelayanan psikososial sebagai layanan
utamanya (core-services) semestinya tidak terlepas dari isu
dan konteks spiritualitas. Kajian terkini oleh Rapp (2010) telah
menunjukkan bahwa agama dan spiritual adalah kekuatan
dan bukannya patologi. (Azman, 2012)
Sebaliknya, spiritualitas juga dapat menjadi peluang
penyelesaian masalah sebab spiritual adalah salah satu
komponen utama kebutuhan manusia. Menurut Pierre dalam
Nelson (2009), spiritualitas dapat membantu seseorang dalam
menemukan makna hidupnya, mendorong untuk senantiasa
berpikir dan berbuat baik, mendorong untuk menjalin
keharmonisan dengan Tuhan, alam, masyarakat termasuk
menemukan kedamaian pikiran dan hati (kalbu), spiritulitas
dapat memberikan semangat (spirit), kebebasan dari belenggu
91
Efri Syamsul Bahri
92
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
93
Efri Syamsul Bahri
94
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
95
Efri Syamsul Bahri
96
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
97
Efri Syamsul Bahri
(Lailatussufiani, 2016)
Dengan demikian, dampak zakat terhadap peningkatan
kesejahteraan manusia adalah sesuatu yang secara teori
signifikan dan tertanam dalam sistem Islam karena yang
membutuhkan dan yang miskin adalah dua kelompok
pertama dari delapan kelompok dalam daftar penerima zakat.
(Nurzaman, 2016)
Pendapat ini dipegang oleh Qardhawi (2007) yang
berpendapat bahwa Islam membutuhkan pekerjaan orang-
orang yang cakap terlepas dari status sosial mereka, tetapi
membiarkan orang miskin diberikan akses dan atau fasilitas
untuk melakukan pekerjaan sehingga ia bisa mandiri. Lebih
lanjut, ia berpendapat bahwa pemanfaatan dana zakat untuk
kegiatan yang menghasilkan pendapatan, seperti mendirikan
industri kecil dan rumahan, menyediakan pelatihan yang
diperlukan, dan program pemberdayaan lainnya untuk
masyarakat miskin, akan meningkatkan kesejahteraan mereka
dan mengurangi tingkat kemiskinan. (Nurzaman, 2016)
Ada lima variabel yang digunakan untuk
menggambarkan profil responden. Variabel-variabel ini
dianggap mungkin memiliki pengaruh signifikan terhadap
kesejahteraan pengusaha mikro. Variabel yang dipilih adalah
ukuran pembiayaan zakat, total pendapatan seluruh anggota
keluarga, jumlah anggota keluarga, program pemberdayaan
yang bergabung dengan rumah tangga mustahiq, dan fasilitas
dasar rumah tempat para mustahiq dan keluarga yang tinggal
dengan mereka. (Nurzaman, 2016)
98
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
99
Efri Syamsul Bahri
100
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
101
Efri Syamsul Bahri
102
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
A. Pengertian
Merujuk pada Spicker (1995), Midgley, Tracy dan
Livermore (2000), Thompson (2005), Suharto, (2005a),
dan Suharto (2006b), pengertian kesejahteraan sedikitnya
mengandung empat makna, yaitu:
1. Sebagai kondisi sejahtera (well-being). Pengertian ini
biasanya menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial
(sosial welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan
material dan non-material. Midgley, et al (2000: xi)
mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai “…a condition
or state of human well-being.” Kondisi sejahtera terjadi
manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena
kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan,
tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta
manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-
resiko utama yang mengancam kehidupannya.
2. Sebagai pelayanan sosial. Di Inggris, Australia dan
Selandia Baru, pelayanan sosial umumnya mencakup
lima bentuk, yakni jaminan sosial (sosial security),
Bush dan Blair kini mengambil jalan baru yang
103
Efri Syamsul Bahri
104
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
105
Efri Syamsul Bahri
106
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
107
Efri Syamsul Bahri
108
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
A. Pengertian
Istilah lembaga berasal dari kata “institution” yang
menunjukkan sesuatu yang sudah mapan (established).
Lembaga ini mulanya terbentuk dari suatu kebiasaan
yang dilakukan secara terus menerus sampai menjadi adat
istiadat, kemudian berkembang menjadi tata kelakukan.
Soerjono Soekanto (2003) menyimpulkan dari sudut pandang
sosiologis dengan meletakkan institusi sebagai lembaga
kemasyarakatan, yaitu sebagai suatu jaringan dari proses-
proses hubungan antar manusia dan antar kelompok yang
berfungsi memelihara hubungan-hubungan tersebut serta
pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan.
(Effendie, 2008, hal. 133)
B. Tujuan
Lembaga Kemasyarakatan (Effendie, 2008, hal. 133)
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pokok manusia mempunyai fungsi:
1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat,
bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap
109
Efri Syamsul Bahri
110
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
111
Efri Syamsul Bahri
112
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
BAB XV KOPERASI
A. Sejarah Koperasi
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858),
yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan
kapas di New Lanark, Skotlandia. Gerakan koperasi ini
dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786-1865)
dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1
Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama
The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran
praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip
koperasi. Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara
lainnya. Di Jerman, juga berdiri koperasi yang menggunakan
prinsip-prinsip yang sama dengan koperasi buatan Inggris.
Koperasi-koperasi di Inggris didirikan oleh Charles Foirer,
Raffeinsen, dan Schulze Delitch. Di Perancis, Louis Blanc
mendirikan koperasi produksi yang mengutamakan kualitas
barang. Di Denmark Pastor Christiansone mendirikan koperasi
pertanian. (http://id.wikipedia.org/wiki/ Koperasi)
Mula-mula Koperasi tumbuh pada awal abad ke-19,
sebagai hasil usaha spontan yang dilakukan oleh orang-
orang yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas serta
113
Efri Syamsul Bahri
B. Konsep-Konsep Koperasi
Di dalam perkembangannya Koperasi terdapat
aliran-aliran yang satu dengan yang lainnya berbeda, tetapi
perbedaan tersebut bila dilihat dari hakekat usahanya adalah
tidak berarti, sebab masing-masing tetap berpegang pada
114
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
C. Jenis Koperasi
Berbagai jenis Koperasi lahir seirama dengan aneka jenis
usaha untuk memeperbaiki kehidupan. Secara garis besar
115
Efri Syamsul Bahri
116
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
117
Efri Syamsul Bahri
4. Koperasi Jasa
Koperasi Jasa adalah Koperasi yang berusaha di bidang
penyediaan jasa tertentu bagi para anggota maupun
masyarakat umum. Contohnya adalah Koperasi
Angkutan, Koperasi Perencaan dan Konstruksi Bangunan,
Koperasi Jasa Audit, Koperasi Asuransi Indonesia,
Koperasi Perumahan Nasional (Kopermas), Koperasi Jasa
untuk mengurus dokumen-dokumen seperti SIM, STNK,
Paspor, Sertifikat Tanah dan lain-lain.
5. Koperasi Serba Usaha
Koperasi Serba Usaha (KSU) yaitu Koperasi yang
menyelenggarakan usaha lebih dari satu macam
kebutuhan ekonomi atau kepentingan ekonomi para
anggotanya. Biasanya Koperasi demikian, tidak dibentuk
sekaligus untuk melakukan bermacam-macam usaha,
melainkan makin luas karena kebutuhan anggota yang
semakin berkembang, kesempatan usaha yang terbuka
dan lain-lain sebab.
Pinjaman (pembiayaan) yang diberikan koperasi ada
yang tidak menggunakan agunan. Salah satunya adalah
yang diterapkan oleh Bank Grameen. Bank Grameen
adalah sebuah organisasi kredit mikro yang dimulai di
Bangladesh yang memberikan pinjaman kecil kepada
orang yang kurang mampu tanpa membutuhkan collateral.
Sistem ini berdasarkan ide bahwa orang miskin memiliki
kemampuan yang kurang digunakan. Yang berbeda dari
kredit ini adalah pinjaman diberikan kepada kelompok
perempuan produktif yang masih berada dalam status
sosial miskin. Pola Grameen bank ini telah diadopsi
oleh hampir 130 negara didunia (kebanyakan dinegara
Asia dan Afrika). Jika diterapkan dengan konsisten, pola
118
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
119
Efri Syamsul Bahri
D. Koperasi Syariah
Perkembangan terbaru, saat ini sedang berkembang
Koperasi Syariah. Koperasi syariah berdiri untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang
berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip islam. Mendirikan
koperasi syariah harus memiliki modal awal, modal awal ini
dikumpulkan dari anggota koperasi. Modal Awal koperasi
bersumber dari dana usaha, dana-dana ini dapat bersumber
dari dan diusahakan oleh koperasi syariah, misalkan dari
Modal Sendiri, Modal Penyertaan dan Dana Amanah. Modal
Sendiri didapat dari simpanan pokok, simpanan wajib,
cadangan, Hibah, dan Donasi, sedangkan Modal Penyerta di
dapat dari Anggota, koperasi lain, bank, penerbitan obligasi
dan surat utang serta sumber lainnya yang sah. Adapun Dana
Amanah dapat berupa simpanan sukarela anggota, dana
amanah perorangan atau lembaga. (Ardiansyah, 2009)
Usaha koperasi syariah meliputi semua kegiatan usaha
yang halal, baik dan bermanfaat (thayyib) serta menguntungkan
dengan sistem bagi hasil, dan tidak riba, perjudian (masyir)
serta ketidak jelasan (ghoro). Untuk menjalankan fungsi
perannya, koperasi syariah menjalankan usaha sebagaimana
tersebut dalam sertifikasi usaha koperasi. Usaha-usaha yang
120
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
121
Efri Syamsul Bahri
122
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
123
Efri Syamsul Bahri
BAB XV PEMBELAJARAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
124
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
125
Efri Syamsul Bahri
B. Proses Penyadaran
Proses penyadaran merupakan hal yang pertama
diberikan kepada masyarakat. Menurut (Wrihatnolo, 2008,
hal. 1-7) target dari penyadaran ini adalah bagaimana yang
hendak diberdayakan diberi “pencerahan” dalam bentuk
pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk
mempunyai “sesuatu”. Misalnya, target adalah kelompok
masyarakat miskin. Kepada mereka diberikan pemahaman
bahwa mereka dapat menjadi berada, dan itu dapat dilakukan
jika mereka mempunyai kapasitas untuk keluar dari
kemiskinannya. Program-program yang dapat dilakukan pada
tahap ini misalnya memberikan pengetahuan yang bersifat
kognisi, belief, dan healing. Prinsip dasarnya adalah membuat
target mengerti bahwa mereka perlu (membangun “demand”)
diberdayakan dan proses pemberdayaan itu dimulai dari
dalam diri mereka (tidak dari orang luar).
Terkait dengan keberadaan Koperasi Ikhtiar Swadaya
Mandiri, proses penyadaran ini dilakukan dalam bentuk
sosialisasi kepada calon anggota. Proses penyadaran dalam
bentuk sosialisasi dilakukan langsung kepada masyarakat
dengan berkunjung door-to-door. Kemudian mereka yang
tertarik untuk bergabung dikumpulkan kedalam satu
kelompok dengan anggota kurang lebih 10 (sepuluh) orang.
Hingga saat ini kendati mereka bergabung secara individu
kedalam Koperasi, namun mereka tetap mempertahankan
pola berkelompok. Kelompok mengikuti domisili para
anggota yakni yang diebut Kampung. Proses sosialisasi pun
hingga saat ini dilakukan melalui kelompok yang mereka
126
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
127
Efri Syamsul Bahri
C. Proses Pengkapasitasan
Tahap kedua adalah pengkapasitasan. Menurut
(Wrihatnolo, 2008, hal. 1-7), inilah yang sering ita sebut
“capacity building”, atau dalam bahasa yang lebih sederhana
memampukan atau enabling. Untuk diberikan daya atau
kuasa, yang bersangkutan harus mampu terlebih dahulu.
Proses capacity building terdiri atas tiga jenis, yaitu manusia,
organisasi dan sistem nilai.
Dalam hal pengkapasitasan manusia dalam arti
memampukan manusia baik dalam konteks individu maupun
kelompok, Koperasi Ikhtiar Swadaya Mandiri melakukan
pendampingan dalam bentuk pertemuan kelompok. Selain
itu, bagi yang ingin bergabung dalam kelompok maka wajib
mengikuti dan lulus apa yang disebut dengan Latihan Wajib
Kelompok (LWK).
Dengan adanya pengkapasitasan sebelum Koperasi
didirikan, maka anggota dan pengelola menjadi lebih siap
untuk menjalankan roda organisasi Koperasi. Anggota
128
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
129
Efri Syamsul Bahri
Output Pemberdayaan
Pada aspek output, berdasakan hasil penelitian ini
terlihat terjadi peningkatan pendapatan pada masyarakat
miskin. Hal ini terwujud karena adanya bantuan permodalan
dan pendampingan yang berkelanjutan. Sedangkan dari
sisi kelembagaan Koperasi sendiri, sudah terlihat mandiri.
Hal ditandai dengan adanya kemampuan mereka untuk
mengelola sendiri koperasi baik secara administrasi maupun
pendampingannya.
Keberadaan Koperasi Ikhtiar Swadaya Mandiri ini
sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat miskin di
Desa Buanajaya. Setelah mereka sadar terhadap potensi
dan kelemahan yang mereka miliki, kapasitas merekapun
ditingkatkan. Setelah mereka mempunyai kapasitas, melalui
wadah Koperasi mereka mendaptkan akes permodalan.
Dengan adanya akses permodalan ini mereka
menjalan usaha untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Berdasarkan penelitian ini, setelah mereka mengikuti program
130
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
Kemandirian Koperasi
Setelah berjalan selama 3 (tiga) tahun ini Koperasi ISM
Buanajaya terus meningkatkan kemandiriannya. Kemandirian
yang telah dicapai Koperasi Ikhitiar Swadaya Mandiri dapat
dilihat dari beberapa faktor. Pertama, Koperasi sudah memiliki
sarana yang menjadi tempat untuk pendampingan anggota.
Kedua, berdasarkan Laporan Keuangan per 31
Desember 2008, asset Koperasi ISM Buanajaya Aset mencapai
Rp.155,076,050,-. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
sebesar 14 % dibandingkan dengan Aset tahun 2007 sebesar
Rp.136,116,050,-
Ketiga, adanya pengakuan dari aparat Dinas Koperasi dan
Perindustrian Kabupaten Bogor terhadap peranan Koperasi
ISM Buanajaya karena di lokasi yang infrastrukturnya kurang
bagus, Koperasinya ISM usahanya bisa jalan, organisasinya
jalan, padahal lokasinya paling jauh.
Berdasarkan hasil informasi dari lapangan bahwa
131
Efri Syamsul Bahri
Peran Koperasi
Keberadaan Koperasi Ikhtiar Swadaya Mandiri
Buanajaya mempunyai peranan penting dalam pemberdayaan
masyarakat miskin di Desa Buanajaya Kecamatan Tanjungsari
Kabupaten Bogor. Dengan adanya partisipasi masyarakat
sejak sosialisasi, maka mereka merasa memiliki program
tersebut, mereka pun bisa sadar terhadap kondisi mereka
dan lingkungannya, permasalahan yang mereka hadapi serta
bagaimana merumuskan solusinya. Dengan demikian usaha
yang mereka kelola bisa berjalan dan dapat meningkatkan
pendapatan dan kemandirian mereka.
Keberhasilan pemberdayaan masyarakat miskin tidak
terlepas dari 3 (tiga) faktor utama yakni: integritas pengelola
Koperasi, disiplin kelompok dan dukungan pelatihan baik
yang diberikan oleh LSM Masyarakat Mandiri maupun
Dinas Koperasi dan Perindustrian. Keberadaan Koperasi
ISM Buanajaya ternyata mampu untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
132
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
Pendahuluan
Bencana Tsunami di Aceh bukan hanya menghancurkan
fasilitas dan perekonomian di Propinsi Nanggroe Aceh
Darusalam tapi yang paling ditakuti terjadinya kehancuran dan
krisis sumberdaya manusia. Program-program penyelamatan
dan penanganan pengungsi merupakan tahap awal yang harus
dilanjutkan dengan tahap rehabilitasi sehingga korban dapat
membangun kembali masa depan yang telah hancur. Wanita
Kepala Keluarga harus mendapat perhatian yang serius dalam
meringankan tanggung jawabnya sebagai orang tua tunggal
dalam mempersiapkan generasi Aceh muda yang berkualitas.
Sebelum kami memulai program recovery (pemulihan),
maka kami yang tergabung dalam Tim Relawan Aksi Cepat
Tanggap (ACT) Dompet Dhuafa yakni: Jajang Fadli dan
Ridho melakukan survey pendahuluan dengan menggunakan
mengadopsi metode participatory rural appraisal (PRA). Hasil
PRA tersebut kami sajikan dalam uraian berikut ini.
Karakteristik Pengungsian
Berdasarkan survey awal yang kami lakukan di
Nanggroe Aceh Darussalam pasca terjadinya peristiwa
tsunami, kami temukan ada empat karakteristik pengungsi.
Pertama, pengungsi yang tinggal di kamp-kamp resmi
pemerintah. Kedua, pengungsi yang tinggal di kamp-kamp
yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ketiga,
pengungsi yang tinggal di rumah-rumah penduduk dan
mendapat pelayanan dari masyarakat. Keempat, pengungsi
yang berkeliaran dan tidak terurus sama sekali.
133
Efri Syamsul Bahri
Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah tentang rencana relokasi yang
memindahkan penduduk dari tepi pantai ke tempat yang
relatif jauh dan aman juga berdampak terhadap psikologi
pengungsi. Tipologi masyarakat Nelayan yang sangat
tergantung kepada laut menyebabkan penolakan-penolakan
terhadap kebijakan relokasi tersebut. Kebijakan-kebijakan
yang tidak melihat kultur, budaya dan mata pencaharian
masyarakat akan dapat merusak struktur sosial masyarakat
dan dapat juga meenimbulkan berbagai konflik.
134
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
Ekonomi
Hantaman yang sangat dirasakan akibat dampak tsunami
ini adalah pada sektor ekonomi masyarakat. Kehancuran
infrastruktur dari pusat kegiatan-kegiatan ekonomi
masyarakat menyebabkan mereka mengalami kehilangan
sumber mata pencaharian. Hal ini sangat dirasakan sekali oleh
masyarakat pesisir yang paling parah mendapat hantaman
bencana ini. Kehilangan alat kegiatan ekonomi menyebabkan
ratusan ribu nelayan langsung menjadi pengangguran. Dan ini
akan mempengaruhi seluruh sektor perekonomian di NAD.
Pendidikan
Dengan terjadinya pengungsian dan rusaknya
infrastruktur sangat menghambat jalannya pendidikan di
NAD. Disamping trauma bencana yang mempengaruhi sifat
kolektif dan perkemabngan dari anak-anak usia pendidikan.
Kondisi ini menyebabkan rasa yang tidak aman/ nyaman
saat mereka melakukan proses pendidikan. Diperkirakan dari
dampak-dampak yang ada akan meningkatkan angka putus
sekolah di NAD.
135
Efri Syamsul Bahri
136
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
137
Efri Syamsul Bahri
ini berjumlah 783 jiwa atau tinggal 233 KK. Dengan jumlah
korban tewas sebanyak 164 orang. Adapun batas dari desa ini
adalah :
Masalah Sosial
Bencana stunami yang melanda aceh berdampak kepada
kehancuran struktur sosial masyarakat termasuk di desa Pasi
Rawa. Jumlah korban yang begitu tinggi berdampak pada
kehilangan anggota-anggota keluarga sebagai struktur sosial
terkecil. Dampak sosial dirasakan pada sektor pendidikan
sekolah yang hancur, guru-guru yang tidak jelas lagi dimana
posisinya menyebabkan anak-anak tidak lagi belajar dan
sekolah.
Penduduk Pasi Rawa tidak melakukan pengungsian
dengan pindah atau keluar dari Desa mereka. Penduduk
cenderung untuk tetap bertahan di Desa Pasi Rawa dan hanya
pindah beberapa ratus meter dari garis pantai atau tempat
tinggal mereka semula. Kedekatan mereka dengan laut sebagai
sumber mata pencaharian, membuat bereka mendirikan pusat
pengungsian di Sekitar Mesjid Desa.
Bencana juga memepengaruhi kondisi sosial masyarakat
Pasi Rawa di titik pengungsian. Rasa satu nasip menyebabkan
138
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
139
Efri Syamsul Bahri
Masalah Kebijakan
Rencana relokasi yang direncanakan pemerintah
terhadap wilayah dan desa-desa yang terkena dampak
stunami juga mempengaruhi kondisi pengungsi di Desa Pasi
Rawa. Masyarakat merasa kebijakan tersebut tidak terlalu
berpihak kepada masyarakat nelayan yang sangat tergantung
dan dekat dengan laut sebagai sumber kehidupannya. Dari
hasil wawancara masyarakat lebih memilih untuk tetap
tinggal di Desa mereka dan dapat mulai untuk melakukan
kegiatan melaut meraka.
Masalah Lingkungan
Sebagai sebuah desa nelayan maka masalah sanitasi
juga menjadi permasalahan di Desa Pasi Rawa. Sebelum
stunami untuk keperluan air minum masyarakat membeli
dari penjual air minum. Sedangkan untuk MCK masyarakat
memakai air sumur yang berair payau (mengandung garam).
WC yang permanen di desa ini tidak ada sehingga masyarakat
memanfaatkan tambak maupun pantai. Pasca stunami kondisi
sanitasi ini semakin memburuk dan dapat menimbulkan
beberapa penyakit di tempat pengungsian.
140
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
Peta Desa Pasi Rawa (Pasca Tsunami, Hasil studi PRA 2005)
141
Peta Transek Desa Pasi Rawa (Pasca Tsunami, Hasil PRA 2005)
ZONA
III II I
142
URAIAN
Isi Jalan desa, Jembatan, Rumah (hancur), Sekolah SMP (50% Rumah (puing, Perahu, Sekolah
Tambak dan Rumah. selamat), Tambak, Lokasi Pengung- SD (rusak), Dayah/Pesantren,
Efri Syamsul Bahri
143
sampah, bandeng gagal digunakan untuk jangka panjang, berat, Perahu hilang/hancur,
panen, pandan seb- Rumah tempat pengungsian daru- Bak PDAM Hancur, Sumber air/
agai bahan kerajinan rat/sementara, Sekolah SMP rusak, sumur Rusak, Sekolah Hancur,
hancur/mati. Rumah Hancur, Bahan makanan Mata pencaharian hilang, loaksi
Terbatas dan bantuan mulai pembibitan ikan dan udang
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
144
tinggal kembali.
Efri Syamsul Bahri
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
145
Efri Syamsul Bahri
4. Masih terdapat
beberapa per-
ahu ataupun
jarring yang
dapat diman-
faatkan.
Makanan dan 1. Bantuan Panitia mengusa-
Bantuan yang pemerintah hakan adanya ban-
Kuarang/Ter- tuan dari berbagai
2. Semangat go-
batas (Sumber pihak dan tetap
tong royong
Wawancara) menghidupkan
dapur umum agar
dapat menghemat
persediaan.
Sumber air 1. Lahan tersedia Dengan bantuan
minum dan WC pihak asing mem-
2. Ada bantuan
belum ada (Sum- buat WC umum
pihak asing
ber Transek dan dan mengusahakan
menyangkut
peta desa) adanya sumur bor
Sanitasi
di desa.
Rumah sangat 1. Tenaga kerja Memanfaatkan
darurat dan cukup tinggi sisa-sisa banguna
sederhana (sum- yang bisa diman-
2. Sisa bangunan
ber transek dan faatkan untuk di
30% sisa ban-
wawancara) buat rumah seder-
gunan yang
hana disamping
masih dapat
mencari kerja untuk
dimanfaatkan.
mendapatkan
modal.
146
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
Masalah
Skor
Rumah dan sekolah habis sampai rusak berat 35
(Sumber masalah peta desa dan transek)
Mata pencaharian tidak ada lagi (Sumber PASL, 162
Kalender Musim, Peta Desa dan Transek dan
FGD)
Makanan dan Bantuan yang Kuarang/Terbatas -
(Sumber Wawancara)
Sumber air minum dan WC belum ada (Sumber -
Transek dan peta desa)
Rumah sangat darurat dan sederhana (sumber 1
transek dan wawancara)
Tambak tercemar dan hancur (Sumber peta -
desa, Transek )
147
Efri Syamsul Bahri
Keterangan:
Kriteria yang digunakan ada tiga yakni: dirasakan banyak
orang, tingkat paling parah dan mendesak untuk dilaksanakan
Daftar Nama-Nama Calon Anggota Kelompok
148
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
149
Efri Syamsul Bahri
Keterangan:
Para Wanita Kepala Keluarga (Wakala) Kab. Pidie NAD
sedang belajar bersama dalam menganyam tikar. Foto
Relawan ACT, 2005
150
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
Keterangan:
Ahyudin Direktur ACT – Aksi Cepat Tanggap saat melakukan
kunjungan ke lokasi Program Wakala (Wanita Kepala
Keluarga) di Kab. Pidie NAD. Foto Relawan ACT, 2005
Keterangan:
Para Wakala berpose bersama di gedung Meunasah yang
rusak akibat gempa tsunami di Kab. Pidie NAD. Foto Relawan
ACT, 2005
151
Efri Syamsul Bahri
Keterangan:
Anak-Anak Korban Gempa Tsunami Pidie NAD tengah
berpose bersama Zuzan dari Islamicity.Com. Foto Relawan
ACT, 2005
152
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
153
Efri Syamsul Bahri
154
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
Pengertian
Lumbung Ternak merupakan sebuah unit pemberday-
aan dan pengembangan masyarakat melalui usaha peter-
nakan. Lumbung Ternak menyediakan ternak yang meru-
pakan hasil peternakan rakyat yang dikelola melalui program
pemberdayaan. Saat ini Lumbung Ternak membuka kesem-
patan untuk penyediaan ternak bakalan dan indukan sapi dan
domba untuk wilayah Jabodetabek.
Lumbung Ternak merupakan unit yang khusus
mengelola program pengembangan masyarakat melalui
sektor peternakan. Lumbung Ternak diharapkan mampu
menjadi sarana dalam peningkatan pendapatan masyarakat.
Visi
Terdepan dalam pengembangan masyarakat melalui
Lumbung Ternak Terpadu dengan penerapan pemberdayaan,
wisata dan pasar ternak
Misi
c. Meningkatkan askes masyarakat terhadap pengelolaan
peternakan.
d. Menumbuhkembangkan sentra-sentra pengembangan
peternakan potensial.
e. Membangun kemitraan dalam pemasaran hasil.
155
Efri Syamsul Bahri
Tujuan
Program Lumbung Ternak sangat berarti di dalam
mendukung Program Nasional Ketahanan Pangan
khususnya didaerah pasca bencana. Dimana Ketahanan
Pangan merupakan masalah hidup dan matinya suatu
bangsa, sehingga kemandirian pangan haruslah menjadi
prioritas tujuan pembangunan pertanian. Peternakan secara
substansial merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
sektor pertanian, oleh karena itu, dalam konteks budaya
pedesaan seringkali peternakan menjadi kegiatan tambahan
dan sumber penghasilan alternatif dari keseluruhan kegiatan
usaha ekonomi produktif petani.
Mayoritas petani sering memposisikan “ternak” sebagai
salah satu bentuk tabungan yang dapat diandalkan sebagai
alternatif pembiayaan terakhir baik bagi kegiatan ekonomi
maupun sosial kemasyarakatan secara luas.
Lumbung Ternak ditujukan untuk menyediakan pangan
bergizi bagi keluarga, meningkatkan skill keluarga dalam
mengelola usaha peternakan berbasis sumberdaya lokal.
Kita berharap melalui Lumbung Ternak ini keluarga yang
rawan pangan mampu bangkit untuk membangung keluarga
sejahtera.
156
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
157
Efri Syamsul Bahri
Deskripsi Program
158
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
Peningkatan
Meningkatkan
Pelatihan kapasitas
keterampilan
3 Manajemen dalam
masyarakat dalam
Usaha menangani
menangani usaha
usaha
1. Meningkatkan
motivasi beru-
saha
2. Membangun
Terbentuknya
kebersamaan
Lumbung
antar petani
Ternak
peternak
Pendampin- sebagai
4 3. Pembinaan
gan sebuah
mental dan
Organisasi
spiritual petani
Petenai
peternak
Peternak
4. Monitoring
dan Evaluasi
Perkembangan
Usaha
Melakukan proses
dokumentasi atas
Adanya
proses aktivitas
dokumen
Dokumentasi yang nantinya
aktivitas
5 Pembelajaran dapat dijadikan
dalam bentuk
Masyarakat sebagai media
foto, aktivity
pembelajaran
report
masyarakat di
lokasi yang lain
159
Efri Syamsul Bahri
Penguatan Modal/
Bantuan Ternak
PENDAMPINGAN
KELOMPOK
DOKUMENTASI
PEMBELAJARAN
3. Masa
Program pengelolaan
ini dilakukan 1 tahun
dalam 1 tahun dan bisa diperpanjang
(12 bulan).
Tahap 1: Kegiatan pada tahap 1 ini meliputi: Penentuan kriteria lokasi, Pemilihan Peserta,
4. Pembinaan dilakukan secara intensif oleh Tenaga
Penguatan kelompok tani. Kegiatan ini dilakukan dengan survey di lapangan.
Pendamping (TP)
Tahap 2: Implementasi program dilakukan secara berkelanjutan, untuk tahap pertama
5. Ternak
program Induk
dilaksanakan akan
dalam jangkadigulirkan
waktu 12 bulan kepada petani/ peternak
lainnya yang
MONITORING belum mendapatkan bantuan.
DAN EVALUASI
Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program dilakukan secara reguler dengan
Melalui polaPelaksanaan
adanya Laporan ini diharapkan akan terjadi
Program. Laporan selanjutnyasinergi berkelanjutan
akan disampaikan kepada pihak
donatur dengan dilengkap dengan dokumentasi aktivitas.
antar stakeholder dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
serta mengatasi pengangguran.
PENUTUP
160
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
PENUTUP
Demikianlah gambaran program ini disusun sebagai
gambaran pelaksanaan program. Kita berharap dengan
adanya Program ini dapat memberi arti bagi saudara-
saudara kita.
161
Efri Syamsul Bahri
162
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
Laporan Pembangunan
Ruang Kelas SMK Mitra Indonesia
Pendahuluan
163
Efri Syamsul Bahri
164
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
Tujuan Program
Tujuan program sebagai berikut:
Mengangkat harkat dan martabat anak yatim dan dhuafa
Memberikan pelayanan terbaik kepada anak yatim dan
dhuafa
Mengantisipasi terjadinya loss generation pada anak
dhuafa dan yatim
Menyelamatkan masa depan anak-anak yatim dan
dhuafa
165
Efri Syamsul Bahri
Sasaran Program
1. Anak Yatim
2. Anak Dhuafa
3. Usia Produktif
Penutup
Yayasan
Mitra Peduli Indonesia
166
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
LAMPIRAN
DOKUMENTASI PEMBNGUNAN RUANG KELAS
SMK MITRA INDONESIA
DESA PASIR TANJUNG KEC. TANJUNGSARI KAB.
BOGOR
167
Efri Syamsul Bahri
168
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
169
Efri Syamsul Bahri
DAFTAR PUSTAKA
(KBBI), K. B. (t.thn.).
Ade Yunita Mafruhat, R. H. (2016). Solusi Pengentasan
Kemiskinan di Indonesia Berdasarkan Perspektif
Islam. Prosiding SNaPP2016 Sosial, Ekonomi, dan
Humaniora, (hal. 134-141).
Adi, I. R. (2003). Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Ahmadi, R. (2012). Pemberdayaan Masyarakat Miskin:
Pendekatan Modal Manusia. Jurnal Kebijakan Publik,
10(2), 16-31.
Aisah, S. (2015). Nilai-Nilai Sosial Yang Terkandung Dalam
Cerita Rakyat “Ence Sulaiman” Pada Masyarakat
Tomia. Jurnal Humanika, 15(3).
Akhmadi, W. I. (2016). Penetapan Kriteria dan Variabel
Pendataan Penduduk Miskin yang Komprehensif
dalam Rangka Perlindungan Penduduk Miskin di
Kabupaten/Kota . The SMERU Research Institute.
Almizan. (2016, Juli-Desember). Pembangunan Ekonomi
Dalam Perspektif Ekonomi Islam. Maqdis : Jurnal
Kajian Ekonomi Islam, Volume 1(Nomor 2), 203-222.
Andriyanto, I. (2014). Pemberdayaan Zakat Dalam
Meningkatkan Kesejahetraan Umat. Jurnal Zakat dan
170
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
171
Efri Syamsul Bahri
http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/
jhi
Chapra, U. (2001). The Future of Economics: An Islamic
Perspective. (Amdiar Amir. dkk, Penerj.) Jakarta:
Shari’ah Economics and Banking Institute.
Depdikbud, P. P. (t.thn.). Kamus…h. 794.
Dewanti, I. S. (2010). Pemberdayaan Usaha Kecil dan Mikro:
Kendala dan Alternatif Solusinya. Jurnal Administrasi
Bisnis, 1-10.
Effendie, K. (2008). Landasan Pokok Pengembangan Masyarakat.
Jakarta: Penerbit Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Elfindri. (2011). Beberapa Teknik Monitoring dan Evaluasi
(Monev) (Vol. Vol. 1, No. 3, November 2011). Jurnal
Kesehatan Komunitas.
Erita Y. Diahsari, S. S. (2015). Memaknai Keberhasilan Usaha
: Studi pada Perempuan Pengusaha di Yogyakarta.
Psychology Forum UMM (hal. 978-979). UMM.
Ernawati. (2016). Karakteristik Program Pemberdayaan
Mustahik Oleh Lembaga Amil Zakat Nasional
Di Indonesia. Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
“INFERENSI”, 309-334.
Giyarsih, S. R. (2014). Pengentasan Kemiskinan Yang
Komprehensif di Bagian Wilayah Terluar Indonesi:
Kasus Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan
Utara. Manusia dan Lingkungan, Vol. 21, No.2, Juli 2014,
239-246.
Hariyanto, S. (2014). Analisis Pemberdayaan Masyarakat
Nelayan di Pantai Prigi Kecamatan Watulimo
Kabupaten Trenggalek. Jurnal Universitas Tulungagung
BONOROWO, 2(1).
HM, M. (2015). Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran dan
172
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
173
Efri Syamsul Bahri
174
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
175
Efri Syamsul Bahri
176
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
Profil Penulis
177
Efri Syamsul Bahri
178
Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan
179
View publication stats