Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAULUAN

LILITAN TALI PUSAT

I. Konsep Anatomi Fisiologi Sistem


1.1 Anatomi fisiologi kulit abdomen

1.1.1 Lapisan epidermis, merupakan lapisan luar, terdiri dari epitel


skuamosa bertingkat. Sel-sel yang menyusunnya dibentuk oleh
lapisan germinal dalam epitel silindris dan mendatar, ketika didorong
oleh sel-sel baru ke arah permukaan, tempat kulit terkikis oleh
gesekan. Lapisan luar terdiri dari keratin, protein bertanduk, Jaringan
ini tidak memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat rapat.
1.1.2 Lapisan dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen, jaringan
fibrosa dan elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis
berupa sejumlah papila kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada
jaringan subkutan dan fasia. Lapisan ini mengandung pembuluh
darah, pembuluh limfe dan saraf.Lapisan subkutan mengandung
sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh darah dan ujung saraf.
Lapisan ini mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang
terdapat dibawahnya. Dalam hubungannya dengan tindakan SC,
lapisan ini adalah pengikat organorgan yang ada di abdomen,
khususnya uterus. Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput
tipis yang disebut peritonium. Dalam tindakan SC, sayatan
dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding
uterus.

1.2 Anatomi otot perut dan fasia

1
1.2.1 Fasia
Di bawah kulit, fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak
yang dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan
fibrosa. Fasia profunda terletak pada otot-otot perut. menyatu
dengan fasia profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat
antara Scarpa's fasia dan perut dalam fasia membentang dari
bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah lapisan terdalam otot
abdominis transverses, terletak fasia transversalis. Para fasia
transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel
lapisan lemak. Fascias adalah lembar jaringan ikat atau mengikat
bersama-sama meliputi struktur tubuh.

1.2.2 Otot Perut


Otot perut terdiri dari : otot dinding perut anterior dan lateral, serta
otot dinding perut posterior. Otot dinding perut anterior dan lateral
(rectus abdominis) meluas dari bagian depan margo costalis di
atas dan pubis di bagian bawah. Otot itu disilang oleh beberapa
pita fibrosa dan berada di dalam selubung. Linea alba adalah pita
jaringan yang membentang pada garis tengah dari procecuss
xiphodius sternum ke simpisis pubis, memisahkan kedua

2
musculus rectus abdominis. Obliquus externus, obliquus internus
dan transverses adalah otot pipih yang membentuk dinding
abdomen pada bagian samping dan depan. Serat obliquus externus
berjalan ke arah bawah dan atas, serat obliquus internus berjalan
ke atas dan ke depan ; serat transverses (otot terdalam dari otot
ketiga dinding perut) berjalan transversal di bagian depan ketiga
otot terakhir otot berakhir dalam satu selubung bersama yang
menutupi rectus abdominis.

Otot dinding perut posterior (Quadrates lumbolus) adalah otot


pendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa
keduabelas diatas ke krista iliaca (Gibson, J. 2002).

II. Konsep Lilitan Tali pusat


2.1 Definisi
Lilitan tali pusat adalah tali pusat yang dapat membentuk lilitan sekitar
badan ,bahu, tungkai atas/ bawah dan leher pada bayi. Keadaan ini
dijumpai pada ait ketuban yang berlebihan, tali pusat yang panjang, dan
bayinya yang kecil.

Tali pusat atau Umbilical cord adalah saluran kehidupan bagi janin
selama dalam kandungan, dikatakan saluran kehidupan karena saluran
inilah yang selama 9 bulan 10 hari menyuplai zat – zat gizi dan oksigen
janin. (Sarwono, 2008).

Tetapi begitu bayi lahir, saluran ini sudah tak diperlukan lagi sehingga
harus dipotong dan diikat atau dijepit. (Sarwono, 2008).

Tali pusat sangatlah penting. Janin bebas bergerak dalam cairan amnion,
sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan dengan baik.
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang besar
kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Tali pusat dapat membentuk
lilitan sekitar badan, bahu, tungkai atas / bawah, leher. Keadaan ini
dijumpai pada air ketuban yang berlebihan, tali pusat yang panjang, dan
bayinya yang kecil.

Sebenarnya lilitan tali pusat tidaklah terlalu membahayakan namun,


menjadi bahaya ketika memasuki proses persalinan dan terjadi kontraksi
rahim (mules) dan kepala janin turun memasuki saluran persalinan. Lilitan

3
tali pusat bisa menjadi semakin erat dan menyebabkan penurunan utero-
placenter, juga menyebabkan penekanan / kompresi pada pembuluh-
pembuluh darah tali pusat. Akibatnya suplai darah yang mengandung
oksigen dan zat makanan ke bayi menjadi hipoksia.

2.2 Etiologi
Pada usia kehamilan sebelum 8 bulan umumnya kehamilan janin belum
memasuki bagian atas panggul. Pada saat itu ukuran bayi relative kecil dan
jumlah air ketuban berlebihan ( polihidramnion) kemungkinan bayi terlilit
tali pusat.

Tali pusat yang panjang menyebabkan bayi terlilit. Panjang tali pusat bayi
rata-rata 50 – 60 cm, namun tiap bayi mempunyai tali pusat bebeda-beda.
Dikatakan panjang jika melebihi 100 cm dan dikatakan pendek jika kurang
dari 30 cm.

Puntiran tali pusat secara berulang-ulang kesatu arah. Biasanya terjadi pada
trimester pertama dan kedua. Ini mengakibatkan arus darah dari ibu ke
janin melalui tali pusat terhambat total. Karena dalam usia kehamilan
umumnya bayi bergerak bebas.

Lilitan tali pusat pada bayi terlalu erat sampai dua atau tiga lilitan, hal
tersebut menyebabkan kompresi tali pusat sehingga janin mengalami
hipoksia / kekurangan oksigen.

2.3 Tanda dan gejala


2.3.1 Pada bayi dengan umur kehamilan dari 34 minggu namun bagian
terendah janin (kepala/bokong) belum memasuki bagian atas rongga
panggul.
2.3.2 Pada janin letak sungsang/lintang yang menetap meskipun telah
dilakukan usaha memutar janin (versi luar/ knee chest position)
perlu dicurigai pada adanya lilitan tali pusat.
2.3.3 Tanda penurunan DJJ dibawah normal, terutama pada saat
kontraksi.

4
2.4 Patofisiologi
Kesulitan yang mungkin terjadi berkaitan dengan tali pusat dapat
dijabarkan sebagai berikut:
2.4.1 Tali pusat pendek, artinya kurang dari 40 cm.
2.4.2 Gerak janin terbatas sehingga ada kemungkinan tumbuh
kembangnya terganggu.
2.4.3 Tarikan yang keras pada tali pusat pendek dapat menimbulkan
solusio plasenta.
2.4.4 Tali pusat yang pendek dapat terjadi karena:
 Absolute pendek kurang dari 40 cm.
 Terjadi karena lilitan tali pusat khususnya pada leher janin.
2.4.5 Tarikan tali pusat pendek karena lilitan tali pusat pada leher dapat
menimbulkan gangguan aliran nutrisi dengan akibat fetal distress.
2.4.6 Turunnya kepala janin ke PAP, dapat pula menimbulkan fetal
distress, karena lilitannya makin erat, sampai meninggal jika
tindakan terlambat.
2.4.7 Saat inpartu, tali pusat pendek dapat menimbulkan komplikasi:
2.4.8 Bagian terendah tidak dapat/sulit masuk pintu atas panggul, jalan
lahir sehingga tetap di atas simfisis.
2.4.9 Tarikan tali pusat pendek dapat menimbulkan inversion uteri
dengan segala komplikasinya.
 Tali pusat panjang.
 Karena tali pusat terlalu panjang dapat terjadi lilitan beberapa
kali di leher.
 Aktivitas janin yang banyak dapat menimbulkan simpul tali
pusat sehingga apabila terjadi tarikan, maka simpul dapat
menyebabkan aliran nutrisi dan O2 berkurang dan
mengakibatkan fetal distress sampai janin meninggal intrauteri.
 Pada janin hamil ganda monoatomik, tali pusatnya saling
berlilitan sehingga menimbulkan fetal distress dan kematian
intrauteri.
 Tali pusat satu janin dapat saja melilit pada janin lainnya
dengan akibat yang sama (Manuaba, 2007; h.506-507).

2.5 Patway

5
Usia Kehamilan ≤ 8
bulan

Janin masuk atas


panggul

Aliran nutrisi
Bayi kecil Air ketuban berlebih terganggu

Fetal distres
Tali pusar panjang
Perfusi O2
Ansietas sc Tali pusar terlilit ↓ Ke
jaringan
Tali pusar terpuntir
Insisi abdomen
PO2 darah &
Arus darah ke ibu
janin terhambat PCO2
Hipoventilasi
Jalan masuk
organisme Resiko gangguan
hubungan ibu janin Asfiksia

Resiko
infeksi : (Manuaba,
Sumber 2007; h.506-507).

2.6 Komplikasi
Kesulitan yang mungkin terjadi berkaitan dengan tali pusat dapat
dijabarkan menurut Manuaba (2007) sebagai berikut:
a. Tali pusat pendek, artinya kurang dari 40 cm.
1. Gerak janin terbatas sehingga ada kemungkinan tumbuh-
kembangnya terganggu.
2. Tarikan yang keras pada tali pusat pendek dapat menimbulkan
solusio plasenta.
3. Tali pusat yang pendek dapat terjadi karena:
 Absolut pendek kurang dari 40 cm.
 Terjadi karena lilitan tali pusat khususnya pada leher janin.
4. Tarikan tali pusat pendek karena lilitan tali pusat pada leher dapat
menimbulkan gangguan aliran nutrisi dengan akibat fetal distres.
5. Turunnya kepala janin ke PAP, dapat pula menimbulkan fetal
distres, karena lilitannya makin erat, sampai meninggal jika
tindakan terlambat.
6. Saat inpartu, tali pusat pendek dapat menimbulkan komplikasi:
 Bagian terendah tidak dapat-sulit masuk pintu atas panggul,
jalan lahir sehingga tetap di atas simfisis.

6
 Tarikan tali pusat pendek dapat menimbulkan inversio uterus
dengan segala komplikasinya.
b. Tali pusat yang panjang
1. Karena tali pusat terlalu panjang dapat terjadi lilitan beberapa kali
di leher.
2. Aktivitas janin yang banyak dapat menimbulkan simpultali pusat
sehingga apabila terjadi tarikan, maka simpul dapat menyebabkan
aliran nutrisi dan O2 berkurang dan mengakibatkan fetal distres
sampai janin meninggal intrauteri.
3. Pada janin hamil ganda monoamniotik, tali pusatnya dapat saling
berlilitan sehingga menimbulkan fetal distres dan kematian
intrauteri.
4. Tali pusat satu janin dapat saja melilit pada janin lainnya dengan
akibat yang sama.

2.7 Penanganan medis


2.7.1 Melalui pemeriksaan teratur dengan bantuan USG untuk melihat
apakah ada gambaran tali pusat disekitar leher. Namun tidak dapat
dipastikan sepenuhnya bahwa tali pusat tersebut melilit leher
janin/tidak. Apalagi untuk erat/tidaknya lilitan. Namun dengan USG
berwarna (Coller Doppen) atau USG tiga dimensi dan dapat lebih
memastikan tali pusat tersebut melilit/tidak dileher atau sekitar
tubuh yang lain pada janin, serta menilai erat tidaknya lilitan
tersebut.
2.7.2 Memberikan oksigen pada ibu dalam posisi miring. Namun, bila
persalinan masih akan berlangsung lama dengan DJJ semakin
lambat (bradikardia), persalinan harus segera diakhiri dengan
operasi Caesar.
2.7.3 Jika tali pusat melilit longgar di leher bayi, melepaskan melewati
kepala bayi namun jika tali pusat melilit erat dileher dengan
menjepit tali pusat dengan klem di dua tempat, kemudian
memotong diantaranya, kemudian melahirkan bayi dengan segera.
Dalam situasi terpaksa bidan dapat melakukan pemotongan tali
pusat pada waktu pertolongan persalinan bayi.

III. Rencana Asuhan Klien dengan Ruptur Uteri


3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas

7
Nama, umur : dalam kategori usia subur (15 – 49 tahun). Bila
didapatkan terlalu muda (kurang dari 20 tahun) atau terlalu tua (lebih
dari 35 tahun) merupakan kelompok resiko tinggi. Pendidikan,
pekerjaan dan alamat klien.
3.1.2 Riwayat penyakit sekarang
Dalam pengkajian ditemukan ibu hamil dengan usia kehamilan
anatara 38 –42 minggu disertai tanda-tanda menjelang persalinan
yaitu nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut, his makin sering,
teratur, kuat, adanya blood show (pengeluaran darah campur lendir),
kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
3.1.3 Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus, TBC,
hepatitis, penyakit kelamin, pembedahan yang pernah dialami yang
dapat memperberat persalinan.
3.1.4 Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus, keturunan
hamil kembar pada klien, TBC, hepatitis, penyakit kelamin,
memungkinkan penyakit tersebut ditularkan pada klien, sehingga
memperberat persalinannya.
3.1.5 Pemeriksaaan fisik
3.1.5.1 Keadaan umum
a. Tinggi badan dan berat badan.
Ibu hamil yang tinggi badanya kurang dari 145 cm terlebih
pada kehamilan pertama, tergolong resiko tinggi karena
kemungkinan besar memiliki panggul yang sempit. Berat
badan ibu perlu dikontrol secara teratur dengan
peningkatan berat badan selama hamil antara 10–12 kg.
b. Tekanan Darah
Tekanan darah diukur pada akhir kala II yaitu setelah anak
dilahirkan biasanya tekanan darah akan naik kira-kira 10
mmHg.Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau
tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam.
c. Suhu badan nadi dan pernafasan.
Pada penderita dalam keadaan biasa suhu badan anatara
360-370 C, bila suhu lebih dari 370C dianggap ada kelainan.
Kecuali bagi klien setelah melahirkan suhu badan 37 0C-
37,50C masih dianggap normal karena kelelahan. Keadaan
nadi biasanya mengikuti keadaan suhu, Bila suhu naik

8
keadaan nadi akan bertambah pula, hal itu juga dapat
disebabkan karena adanya perdarahan.

3.1.5.2 Head to toe


a. Kepala dan leher
Terdapat adanya cloasma gravidarum, terkadang adanya
pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva kadang
pucat, sklera kuning, hiperemis ataupun normal, hidung
ada polip atau tidak, caries pada gigi, stomatitis,
pembesaran kelenjar.
b. Dada
Terdapat adanya pembesaran pada payudara, adanya
hiperpigmentasi areola dan papila mamae serta ditemukan
adanya kolustrum.
c. Perut
Adanya pembesaran pada perut membujur,
hyperpigmentasi linea alba/ nigra, terdapat striae
gravidarum. Palpasi : usia kehamilan aterm 3 jari bawah
prosesus xypoideus, usia kehamilan prematur pertengahan
pusat dan prosesus xypoideus, punggung kiri/ punggung
kanan, letak kepala, sudah masuk PAP atau belum. Adanya
his yang makin lama makin sering dan kuat. Auskultasi :
ada/ tidaknya DJJ, frekwensi antara 140 – 160 x / menit.
d. Genetalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban.
Bila terdapat pengeluaran mekonium yaitu feses yang
dibentuk anak dalam kandungan, menandakan adannya
kelainan letak anak. Pemeriksaan dalam untuk
mengetahui jauhnya dan kemajuan persalinan, keadaan
serviks, panggul serta keadaan jalan lahir.
e. Ekstremitas
Pemeriksaan udema untuk melihat kelainan-kelainan
karena membesarnya uterus, karena pre eklamsia atau
karena karena penyakit jantung/ ginjal. Ada varices pada
ekstremitas bagian bawah karena adanya penekanan dan
pembesaran uterus yang menekan vena abdomen.

3.1.6 Pemeriksaan penunjang

9
Pemeriksaan darah meliputi haemoglobin, faktor Rh, Jenis
penentuan, waktu pembekuan, hitung darah lengkap, dan kadang-
kadang pemeriksaan serologi untuk sifilis.

3.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Nyeri Akut (00132)
3.2.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial
atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa
(International Association for the Study Of Pain); awitan yang
tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dalam berlangsung
<6 bulan.

3.2.2 Batasan karakteristik


 Perubahan selera makan
 Perubahan tekanan darah
 Perubahan frekuensi jantung
 Perubahan frekuensi pernafasan
 Laporan isyarat
 Diaphoresis
 Perilaku distraksi (mis., berjalan mondar mandir, mencari
orang lain dan/ atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
 Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, merengek,
menangis, waspada, iritabilitas, mendesah)
 Masker wajah (mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau,
gerakan mata berpancar atau tetap pada satu focus, meringis)
 Sikap melindungi area nyeri
 Focus menyempit (mis., gangguan persepsi nyeri, hambatan
proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan)
 Indikasi nyeri yang dapat diamati
 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
 Sikap tubuh melindungi
 Dilatasi pupil
 Melaporkan nyeri secara verbal
 Focus pada diri sendiri
 Gangguan tidur

3.2.3 Faktor yang berhubungan


 Agen cedera (mis., biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

Diagnosa 2 :Risiko gangguan hubungan ibu-janin


3.2.4 Definisi

10
Rentan terhadap diskontinuitas hubungan simbolik ibu-janin sebagai
akibat kondisi komorbid atau terkait kehamilan, yang dapat
mengganggu kesehatan.
3.2.5 Faktor yang berhubungan
 Adanya penganiayaan (mis., fisik, psikososial, seksual)
 Gangguan metabolisme glukosa (mis. Diabetes, penggunaan
steroid)
 Gangguan transfor oksigen (karena anemia, penyakit jantung,
asma, hipertensi, kejang, persalinan prematur, hemoragi, dll)
 Komplikasi kehamilan (mis., pecah ketuban dini, plasenta
previa/abrupsio, gestasi kembar).
 Penyalahgunaan zat
 Perawatan prenatal tidak adekuat
 Program pengobatan

Diagnosa 3 : Resiko infeksi


3.2.6 Definisi
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
3.2.7 Faktor resiko
 Penyakit kronis
 Pengetahuan yang tidak cukup
 Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
 Ketidakadekuatan pertahanan sekunder
 Vaksinasi tdak adekuat
 Pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat
 Prosedur invasif
 Malnutrisi

Diagnosa 4 : Resiko Asfiksia


3.2.8 Definisi
Rentan terhadap ketidakcukupan udara untuk inhalasi, yang dapat
mengganggu kesehatan.
3.2.9 Faktor resiko
Eksternal
 Bermain dengan kantong  Menggantung dot disekiat
plastik leher bayi
 Batol susu yang diletakkan  Meninggalkan anak di dalam
di atas ranjang bayi. air tanpa pengawasan
 Kebocoran gas  Merokok di tempat tidur

11
 Kemasukkan objek kecil ke  Pelapis lunak (mis., bagian
jalan napas. alat yang lepas ditempatkan
 Masuk ke kulkas/freezer dekat bayi).
kosong  Pemanas yang berbahan
 Melahap makanan bakar
berukuran besar yang  Tali jemuran yang dipasang
memenuhi mulut. rendah.
 Memanaskan kendaraan di
dalam garasi tertutup.
Internal
 Cedera wajah/leher  Kurangnya pengetahuan
 Gangguan emosi tentang kewaspadaan
 Gangguan fungsi kognitif
 Gangguan fungsi motorik keselamatan
 Penurunan sensasi penciuman

3.3 Perencanaan
Diagnose 1 : nyeri akut
1.1.1.1 Tujuan dan criteria hasil (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1-3 kali 24 jam
nyeri pasien dapat berkurang dengan criteria hasil sebagai berikut :
a. Keluhan nyeri berkurang
b. Skala berkurang (0-2)
c. Pasien tanpak rileks
1.1.1.2 Intervensi keperawatan dan rasional (NIC)
a. Pengkajian
1) Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensip meliputi
lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau keparahan nyeri dan factor presipitasinya.
Rasional : memberikan informasi untuk membantu
memudahkan tindakan keperawatan.
2) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya
pada pasien yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
Rasional : mengetahui tingkat nyeri pasien dari ekspresi
pasien.
b. Penyuluhan pada pasien/keluarga
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : teknik
relaksasi dan distraksi, terapi music, kompres hangat atau
dingin, masase dan tindakan pereda nyeri lainnya.
Rasional : membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan
kenyamanan klien.
c. Kolaboratif

12
1) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat
yang terjadwal (misalnya : setiap 4 jam selama 36 jam)
atau PCA. Rasional : mengurangi nyeri.
2) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri
menjadi lebih berat. Rasional : penanganan dini pada nyeri
yang dirasa pasien.
3) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau
jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna
dari pengalaman nyeri pasien di masa lalu.
Rasional : menentukan tindakan penanganan nyeri lebih
lanjut.
d. Mandiri
1) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
Rasional : lingkungan yang panas, gaduh dan sebagainya
dapat mempengaruhi keadaan pasien yang dapat
berdampak pada rasa nyeri.
2) Pastikan pemberian analgesia terapi atau strategi
nonfarmakologi sebelum melakukan prosedur yang
menimbulkan nyeri.
Rasional : mencegah bertambahnya rasa nyeri yang
dirasakan pasien.

Diagnosa 2 : Resiko ganggguan hubungan ibu-janin


3.3.1Tujuan dan kriteria hasil
Kriteria hasil
3.3.1.1 Tidak terjadi risiko gangguan hubungan ibu dan janin
3.3.1.2 Janin tidak tergangggu
3.3.2 Intervensi keperawatan
Pengkajian :
1. Identifikasi faktor resiko
2. Kaji rencana untuk persalinan dan kelahiran bayi misalnya
tempat dan siapa yang akan mendampingi ibu.

Mandiri :
1. Monitor kenaikan berat badan
2. Monitor gangguan hipertensi (tekanan darah, edema
pergelangan kaki, tangan dan wajah dan proteinuria)
3. Monitor denyut jantung janin

13
4. Ukur tinggi fundus dan bandingkan dengan usia gestasi
5. Monitor gerakan janin

Diagnosa 3 : Resiko infeksi


3.3.3 Tujuan dan kriteria hasil
 Status imunitas
 Pengetahuan : kontrol infeksi
 Kontrol resiko
Kriteria hasil :
3.3.3.1 Klien bebas dari tanda gejala infeksi
3.3.3.2 Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3.3.3.3 Jumlah leukosit dalam batas normal
3.3.3.4 Menunjukan perilaku hidup sehat

3.3.4 Intervensi keperawatan


3.3.4.1 Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
3.3.4.2 Batasi pengunjung bila perlu
3.3.4.3 Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung
3.3.4.4 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
3.3.4.5 Gunakan alat pelindung diri
3.3.4.6 Tingkatkan intake nutrisi
3.3.4.7 Berikan terapi antibiotik bila perlu
3.3.4.8 Monitor tanda dan gejala infeksi
3.3.4.9 Berikan perawatan kulit yang luka
3.3.4.10 Dorong istirahat
3.3.4.11 Ajarkan cara menghindari infeksi

Diagnosa 3 : Resiko Asfiksia


3.3.5 Tujuan dan kriteria hasil
 Pernapasan stabil
 Kontrol resiko terjadinya asfiksia
Kriteria hasil :
3.3.3.5 Klien bebas dari resiko asfiksia
3.3.3.6 Jalan napas klien paten

3.3.6 Intervensi keperawatan


3.3.4.12 Manajemen jalan napas
3.3.4.13 Manajemen jalan napas bantuan

14
3.3.4.14 Pencegahan asfirasi
3.3.4.15 Manajemen asma
3.3.4.16 Manajemen lingkungan : keselamatan
3.3.4.17 Monitor pernapasan
3.3.4.18 Terapi menelan

Daftar Pustaka
Manuaba.(2008). Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Nugroho, T. (2010).Buku ajar obstetric. Yogyakarta: Nuha Medika

Prawirohardjo, S. (2006).Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka

Sujiyatini.(2009). Asuhan patologi kebidanan. Jakarta: Nuha Medika

15
Saifuddin, A. B. (2002). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal
neonatal. Jakarta: JHPIEGO
Wilkinson, Judith M & Ahern, Nancy R (2012). Buku saku Diagnosa
Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC

Pelaihari, Juli 2017

Preseptor Laporan, Preseptor Lapangan,

(.................................................) (...................................................)

16
Preseptor Akademik,

(Yuliani Budiyarti, Ns.M.kep.,Sp.Kep.Mat)

17

Anda mungkin juga menyukai