Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PANCASILA

“Kasus Kriminal Anak Di Bawah Umur”


Dosen Pengampu : Tri Agus Setiawan, S.H, M.H.

Disusun Oleh :
Nama : Ani Arina
NIM : 1510101013
Kelas : K1

Fakultas Ekonomi
Program Studi Ekonomi Pembangunan
Universitas Tidar
Tahun 2015/2016
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah penulis ucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah

memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya, tak lupa sholawat serta salam kita

panjatkan kepada junjungan besar kita Nabi muhammad SAW, sehingga kita

masih dalam keadaan sehat wal’afiyat.

Dalam penyusunan makalah yang berjudul ‘Kasus Kriminal Anak Di Bawah

umur’ ini sebagai tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila banyak kesulitan yang

penulis hadapi, namun berkat semangat, arahan, serta bimbingan dari berbagai

pihak membuat penulis mampu menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Whinarko Juliprijanto S.S, M.si selaku Kajur Program Studi

Ekonomi Pembangunan,

2. Bapak Drs. Sri BondanBapak, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Tidar,

3. Bapak Tri Agus Gunawan, SH., MH selaku dosen dan pembimbing materi

mata kuliah Pendidikan Pancasila yang tanpa lelah memberi semangat, arahan,

serta bimbingan kepada penulis,

4. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Tidar

5. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberi semangat sekaligus menjadi

inspirasi dalam kehidupan penulis,

6. Serta pihak lain yang tidak dapat penulis tulis satu persatu.

Kasus Kriminal Anak Di Bawah Umur | PANCASILA 2


Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan, karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun guna memperbaiki makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini

bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Wassalmualaikum Wr.Wb.

Magelang, 25 Desember 2015

Penulis

Kasus Kriminal Anak Di Bawah Umur | PANCASILA 3


DAFTAR ISI

HALAMAN COVER................................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................2

C. Tujuan..................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4

A. Definisi Kriminalitas...........................................................................................4

B. Faktor penyebab anak melakukan tindak pidana.................................................6

C. Contoh kasus kriminal yang melibatkan anak di bawah umur............................9

D. Penyimpangan sila - sila Pancasila....................................................................11

BAB III PENUTUP................................................................................................15

A. Kesimpulan........................................................................................................15

B. Penutup..............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................16

Kasus Kriminal Anak Di Bawah Umur | PANCASILA 4


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selama ini masyarakat mempunyai aturan dan undang – undang yang

mengatur berbagai macam tindakan kriminal yaitu UUD 1945, dengan Pancasila

sebagai pedoman berkehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Aturan

tersebut dibuat agar masyarakat menjadi aman, damai, dan jauh dari masalah-

masalah sosial. Namun pada kenyataannya kejahatan sadis makin marak

dilakukan, belakangan ini banyak anak di bawah umur atau bocah bau kencur

yang justru melakukan tindak kriminalitas dimana hal tersebut melanggar norma

sosial dan norma hukum yang berlaku. Dalam kejahatan anak ini, para pelaku

bertindak seperti orang dewasa.


Anak-anak jaman sekarang kemarahannya mudah meledak hanya karena hal

sepele. Jika anak pada saat 30 – 20 tahun lalu biasanya berantem dengan tangan

kosong, anak sekolah sekarang sudah mempersenjatai dirinya dengan senjata

tajam, ada atau tidak ada bahaya yang mengancam. Maraknya tayangan kekerasan

di televisi, kebiasaan menonton game online yang membuat anak terbiasa dengan

darah muncrat kemana-mana, otak mereka distimulasi untuk menyerang lebih

dulu sebelum diserang, semua itu memicu perilaku kriminal dalam diri anak.
Hal tersebut dibuktikan dengan meningkatnya angka kasus kriminalitas

(baik dari segi kulitas maupun kuantitas) yang dilakukan oleh anak di bawah umur

tiap tahunnya menurut data badan pusat statistik Indonesia. Dimana kenakalan

yang dilakukan awalnya hanya berupa perilaku perkelahian antar teman, dan

sekarang berkembang sebagai tindak kriminalitas seperti pencurian, pemerkosaan,


penganiayaan, penggunaan narkoba, bahkan anak juga terlibat dalam kasus

pembunuhan.
Banyaknya tindak kriminal yang remaja tersebut tentunya membuat kita

semua khawatir, karena bisa jadi pelaku ataupun korban dari tindak kriminal

tersebut merupakan orang terdekat, atau saudara kita sendiri. Sedangkan kita

semua tahu bahwa masa depan bangsa ada di tangan generasi muda. Sehingga

dalam hal ini sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi

penyebab perilaku tindak kriminal yang dilakukan anak di bawah umur agar dapat

dilakukan tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk meminimalisir tindakan

kriminal yang dilakukan. Karena sangat disayangkan apabila generasi muda yang

seharusnya meneruskan perjuangan bangsa Indonesia justru melakukan kenakalan

dan terlibat dalam tindakan kriminal yang merugikan dirinya sendiri dan orang

lain.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis membuat rumusan masalah yang

akan dibahas sebagai berikut:

1. Apa definisi kriminal ?


2. Faktor apa saja yang menyebabkan anak di bawah umur melakukan tindakan

kriminal ?
3. Apa saja contoh kasus kriminal yang dilakukan anak di bawah umur ?
4. Apa penyimpangan kasus kriminal yang dilakukan anak di bawah umur

terhadap sila - sila Pancasila ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu kriminalitas,
2. Untuk mengetahui hal – hal apa saja yang menyebabkan anak di bawah umur

melakukan tindak kriminal,


3. Untuk mengetahui contoh kasus – kasus tindak kriminal yang dilakukan anak

di bawah umur,
4. Untuk mengetahui penyimpangan kasus kriminal yang dilakukan anak di

bawah umur terhadap sila- sila Pancasila.

BAB II
PEMBAHASAN

A.Definisi Kriminalitas

Kriminalitas berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan. Pelaku

kriminalitas disebut seorang “kriminal”. Biasanya yang dianggap kriminal

adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok, penganiaya, atau teroris.

Walaupun begitu, kategori terakhir (teroris) agak berbeda dari kriminal karena

melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politih atau paham.


Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh

seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan
asas dasar sebuah negara hukum, seseorang tetap tidak bersalah sebelum

kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh

pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagai

terpidana atau narapidana.

Berikut pengertian kejahatan dipandang dalam berbagai segi:


 Secara yuridis: kejahatan berarti segala tingkah laku manusia yang dapat

dipidana, yang diatur dalam hokum pidana.


 Dari segi kriminologi: setiap tindakan atau perbuatan tertentu yang

tindakannya tidak disetujui oleh masyarakat diartikan sebagai kejahatan. Ini

berarti setiap kejahatan tidak harus dirumuskan terlebih dahulu dalam suatu

peraturan hokum pidana. Jadi setiap perbuatan yang anti social, merugikan

serta menjengkelkan masyarakat, secara kriminologi dapat dikatakan

sebagai kejahatan.
 Menurut hokum kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar atau

bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah hokum; tegasnya

perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah

hokum,dan tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah

ditetapakan dalam kaidah hokum yang berlaku dalam masyarakat

bersangkutan bertempat tinggal (Soedjono. D,S.H.,ilmu Jiwa

Kejahatan,Amalan, Ilmu Jiwa Dalam Studi Kejahatan,Karya

Nusantara,Bandung,1977,hal 15).
Dari segi apa pun dibicarakan suatu kejahatan, perlu diketahui bahwa

kejahatan bersifat relative. Dalam kaitan dengan sifat relatifnya kejahatan, G.

Peter Hoefnagels menulis sebagai berikut : (Marvin E Wolfgang et. Al., The

Sociology of Crime and Delinquency,Second Edition,Jhon Wiley,New

York,1970,hlm. 119.)
“We have seen that the concept of crime is highly relative in commen

parlance. The use of term “crime” in respect of the same behavior differs from

moment to moment(time), from group to group (place) and from context to

(situation).”
Relatifnya kejahatan bergantung pada ruang, waktu, dan siapa yang

menamakan sesuatu itu kejahatan. “Misdad is benoming”, kata Hoefnagels:

yang berarti tingkah laku didefenisikan sebagai jahat oleh manusia-manusia

yang tidak mengkualifikasikan diri sebagai penjahat. (J.E. Sahetapy, Kapita

Selekta Kriminologi,Alumni, Bandung, 1979,hlm.67.)

B. Faktor penyebab anak melakukan tindak pidana

1. Faktor Endogen
Adalah dorongan yang terjadi dari dirinya sendiri, kebenaran relatif itu

relatif bisa menciptakan suatu sikap untuk mempertahankan pendapatnya

diri atau egosentris dan fanatis yang berlebihan. Jika seorang tidak bijaksana

dalan menanggapi masalah yang barang kali menyudutkan dirinya, maka

kriminalitas itu bisa saja terjadi sebagai pelampiasan untuk menunjukan

bahwa dialah yang benar.

2. Faktor Keluarga.
Faktor ini dapat terjadi karena beberapa hal, seperti

ketidakharmonisan dalam keluarga. Hal ini bisa membentuk anak kearah

negatif, karena keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam

mengarahkan perilaku, pergaulan dan kepatuhan norma si anak.


Ketidakharmonisan bisa terjadi karena perceraian orang tua, orang tua

yang super sibuk dengan pekerjaannya, orang tua yang berlaku diskriminatif

terhadap anak, minimnya penghargaan kepada anak dan dan lain-lain.


Kesemua hal tersebut membuat anak merasa sendiri dalam mengatasi

masalahnya di sekolah dan lingkungannya, tidak ada tauladan yang patut

dicontoh dirumah, minimnya perhatian, selalu dalam posisi dipersalahkan,

bahkan anak merasa diperlakukan tidak adil dalam keluarga.


Faktor ketidakharmonisan keluarga yang memicu anak mudah

melanggar norma menurut kaca mata sosiologis mungkin hal yang wajar

dan sejalan dengan hukum sebab akibat. Namun demikian lain halnya

apabila yang memicu justru orang tua atau yang dituakan oleh si anak.

Artinya pelanggaran norma tersebut justru dilegalkan oleh orang tua atau

lebih berbahaya lagi kondisinya apabila pelanggaran norma tersebut

didukung, dikondisikan dan dikoordinir oleh orang tuanya sendiri.

3. Faktor Lingkungan.
Setelah keluarga, tempat anak bersosialisasi adalah lingkungan

sekolah dan lingkungan tempat bermainnya. Mau tidak mau, lingkungan

merupakan institusi pendidikan kedua setelah keluarga, sehingga kontrol di

sekolah dan siapa teman bermain anak juga mempengaruhi kecenderungan

kenakalan anak yang mengarah pada perbuatan melanggar hukum. Tidak

semua anak dengan keluarga tidak harmonis memiliki kecenderungan

melakukan pelanggaran hukum, karena ada juga kasus dimana anak sebagai

pelaku ternyata memiliki keluarga yang harmonis. Hal ini dikarenakan

begitu kuatnya faktor lingkungan bermainnya yang negatif.


Anak dengan latar belakang ketidakharmonisan keluarga, tentu akan

lebih berpotensi untuk mencari sendiri lingkungan diluar keluarga yang bisa

menerima apa adanya. Apabila lingkungan tersebut positif tentu akan

menyelesaikan masalah si anak dan membawanya kearah yang positif juga.

Sebaliknya, jika lingkungan negatif yang didapat, inilah yang justru akan
menjerumuskan si anak pada hal-hal yang negatif, termasuk mulai

melakukan pelanggaran hukum seperti mencuri, mencopet, bahkan

menggunakan dan mengedarkan narkoba.


Aktivitas kelompok atau biasa dikenal ”gang” sepertinya perlu

mendapat perhatian lebih karena sebuah komunitas gang biasanya

dipandang negatif. Bahayanya, komunitas ini memiliki tingkat solidaritas

yang tinggi, karena si anak ingin tetap diakui eksistensinya dalam gang

tersebut, karena dikeluarga maupun disekolah si anak merasa tidak diakui

keberadaannya. Akibatnya, penilaian mengenai apakah perbuatan gang itu

salah atau benar tidak lagi masalah, yang penting si anak memiliki tempat

dimana ia diterima apa adanya.

4. Faktor terakhir adalah akibat tontonan kekerasan.


Saat ini, tontonan kekerasan sangat mudah didapatkan, hal itu

berkontribusi anak permisif dengan kekerasan.


Pengaruh media terhadap anak makin besar, teknologi semakin

canggih & intensitasnya semakin tinggi. Padahal orangtua tidak punya

waktu yang cukup untuk memerhatikan, mendampingi & mengawasi anak.

Anak lebih banyak menghabiskan waktu menonton TV ketimbang

melakukan hal lainnya.


Dalam seminggu anak menonton TV sekitar 170 jam. Mereka akan

belajar bahwa kekerasan itu menyelesaikan masalah. Mereka juga belajar

untuk duduk di rumah dan menonton, bukannya bermain di luar dan

berolahraga. Hal ini menjauhkan mereka dari pelajaran-pelajaran hidup

yang penting, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan teman sebaya,

belajar cara berkompromi dan berbagi di dunia yang penuh dengan orang

lain.
5. Faktor Ekonomi.
Alasan tuntutan ekonomi merupakan alasan klasik yang sudah

menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kejahatan sejak

perkembangan awal ilmu kriminologi (ilmu yang mempelajari kejahatan).

Mulai dari kebutuhan keluarga, sekolah sampai dengan ingin menambah

uang jajan sering menjadi alasan ketika anak melakukan pelanggaran

hukum.

C.Contoh kasus kriminal yang melibatkan anak di bawah umur

4 Mei 2014, Renggo Khadafi (10) tewas setelah dianiaya teman

sekelasnya Sy (10). Aksi penganiayaan dilakukan di dalam kelas dan

disaksikan teman-temannya di Kelas V SDN 9 Makasar, Jakarta Timur.

10 Mei 2014, Yakobus Yunusa alias Bush (14) tewas dibacok dengan

clurit oleh MF alias Alit (14) di Ciracas, Jakarta. Timur, dengan luka menganga

di dada dan pinggang kiri. Siswa kelas I SMP itu dibunuh temannya karena

sering mengejek.

14 Mei 2014, Bambang (16) bersama seorang temannya yang juga

berusia remaja membunuh seorang remaja berusia 14 tahun, yang belum

diketahui identitasnya di Babelan, Bekasi, Jabar. Setelah menjerat lehernya,

korban bersama sepeda motornya dibawa ke Rorotan, Cilincing, Jakut. Saat

hendak membuang mayat korban, aksi pelaku diketahui warga. Akibatnya

Bambang dikeroyok massa, sementara kawannya berhasil kabur.

18 Mei 2014, RM (17) dan AP (12) ditangkap polisi setelah merampok

rumah pengusaha Wevie Viyana (35) di Kompleks MA Jalan Teratai,

Pamulang, Tangerang Selatan. Sementara satu temannya R (18) masih diburu


polisi. Sejumlah perhiasan emas dan telepon genggam mereka jarah dari rumah

korban.

13 Juni 2014, Dua anggota geng pencuri kendaraan bermotor yang masih

di bawah umur, yakni IH (17) dan SS (16) diciduk polisi di Cisauk, Tangerang.

Sementara ketuanya, Irfan alias Keling (18) terpaksa ditembak kakinya karena

melawan saat hendak ditangkap. Aksi terakhir yang mereka lakukan terjadi 11

Juni 2014 malam. Jeri Irawan (20) yang sedang melintas bersama temannya di

Jalan Raya Pasar Jengkol, Tangerang. Mereka pukul hingga jatuh dan diambil

sepeda motornya.

5 Okt 2014, Tiga pelajar nekat mencekik dan menggorok leher teman

mainnya hingga tewas. Kemudian mengambil handphone dan sepeda motor

korban Chaerul (16) pelajar SMK Mercusuar. Ketiganya adalah Rio Santoso

(15) Pelajar SMK Karya Ekonomi, Ikhwan (16) Pelajar SMP Nurul Ikhsan, dan

M Febriyansah (14) pelajar SMP Nurul Ikhsan. Berbekal pisau, korban

dianiaya hingga tewas di depan Pasar Modern, Perumahan Jakarta Garden City,

Cakung, Jakarta Timur.

D.Penyimpangan sila - sila Pancasila


 Penyimpangan terhadap sila pertama
Dalam sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”, dimaksudkan bahwa

sebagai warga Negara Indonesia diwajibkan beragama dan mengikuti

agamanya (5 agama yang dizinkan di Indonesia) secara baik dan benar. Atas

dasar keyakinan terhadap Tuhan.


Pada pasal 29 UUD 1945 (2) “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut

agamanya dan kepercayaannya itu…”. Bagi dan didalam Negara Indonesia


tidak boleh ada pertentangan dalam hal ketuhanan yang Maha Esa, tidak boleh

ada sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, dan anti

keagamaan serta tidak boleh ada paksaan agama dengan kata lain dinegara

Indonesia tidak ada paham yang meniadakan Tuhan yang Maha Esa (atheisme).
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini mengajarkan agar semua rakyat

Indonesia taat dalam beragam sesuai dengan agama dan keyakinan yang

dianutnya. Perbuatan yang dilakukan anak di bawah umur yang telah

dijelaskan diatas, seperti pencurian, penganiayaan, bahkan pembunuhan

tersebut tidak sesuai dengan isi dari sila Pancasila, terutama sila pertama.

Setiap agama mengajarkan hal – hal yang baik atau positif, manusia diciptakan

Tuhan untuk saling mengasihi dan menyayangi satu sama lain.


Tidak ada agama yang memperbolehkan adanya pencurian,

penganiayaan, bahkan pembunuhan, dalam kata lain Agama melarang

perbuatan tersebut karena sudah jelas akan merugikan orang lain. Jika kita lihat

lebih dalam lagi maka para pelaku tersebut telah mengabaikan norma - norma

agama yang berlaku. Walaupun para pelakunya mempercayai adanya Tuhan

tetapi, mereka tidak meyakini bahwa Tuhan melihat mereka dan pada saat itu

pelaku tidak terpikirkan sama sekali akan kuasa Tuhan dan hukuman yang akan

diterimanya karena telah melanggar hukum Tuhan.

 Penyimpangan terhadap sila kedua


Dalam sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, mengandung

arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup

bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal

sebagaimana mestinya. Apabila manusianya hidup rukun, kreatif dan

bertanggung jawab maka negara Indonesia akan mencapai tujuan dan


keinginan yang didambakan. Manusia yang bersifat monodualis yaitu memiliki

susunan kodrat yang terdiri atas jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia yaitu

sebagai mahluk individu, dan mahluk Tuhan. Setelah prinsip kemanusiaan

dijadikan landasan maka untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan manusia-

manusia perlu untuk bersatu antar masyarkat, tetapi tidak mebedakan suku, ras,

dan bahasa.
Perbuatan yang dilakukan anak di bawah umur yang telah dijelaskan

diatas, seperti pencurian, penganiayaan, bahkan pembunuhan tersebut tidak

sesuai dengan isi dari sila Pancasila, yaitu sila kedua. Perbuatan – perbuatan

tersebut merupakan bentuk penyelewengan yang merugikan orang lain. karena

merupakan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.


Pertama kasus Pencurian / perampokan, apa saja yang dicuri atau

dirampok tersebut berisi hak – hak milik orang lain yang telah dirampas.

Sehingga orang yang dicuri atau dirampok tersebut telah kehilangan hak nya

yaitu berupa kekayaan yang Ia miliki. Hal tersebut merupakan perilaku yang

tidak beradab karena menunjukkan adanya sifat serakah yang menghalalkan

segala cara untuk mendapatkannya.


Kedua yaitu kasus Penganiayaan dan bahkan berujung kepada tindakan

pembunuhan, orang yang dianiaya tersebut memiliki hak untuk hidup aman

dan jauh dari tindak kekerasan. Sehingga orang yang dianiaya atau dibunuh

tersebut telah kehilangan hak nya yaitu berupa rasa aman, hak untuk

diberlakukan seperti manusia lainnya dan hak untuk hidup.


Pancasila berisi bahwa setiap kegiatan haruslah berdasarkan kemanusiaan

yang adil dan beradab, menyebabkan setiap manusia harus berperikemanusiaan

yaitu dengan memperlakukan sesama manusia secara adil dan baik. hal inilah
yang menyebabkan tindakan criminal seperti contoh kasus diatas melanggar

sila kedua.

Cara Pencegahan dan Solusi


Penulis menyarankan kepada para orang tua, pihak sekolah, tokoh

masyarakat maupun pemerintahan daerah untuk mencermati fenomena ini, sebab

kejahatan anak yang makin sadis dan brutal ini makin mengkhawatirkan.

Mengikutsertakan anak dalam membuat batasan. Tetapkan apa saja

tindakan yang tidak boleh ditiru oleh anak dan menjelaskan akibat dari

tindakan tersebut, sehingga anak akan berpikir terlebih dahulu sebelum

melakukan hal yang ada dalam acara TV yang ditonton.


Pengawasan orang tua juga mutlak diperlukan. Sayangnya, unsur

pengawasan ini yang sering jadi titik lemah orang tua yang sibuk dengan

pekerjaan sehari-hari di kantor. Untuk itu, orang tua memang dituntut

untuk cerewet. Tidak apa-apa agak cerewet, demi kebaikan anak-anak.


Pemerintah perlu melakukan pemberdayaan keluarga bukan hanya

faktor ekonomi, namun juga pengasuhan terhadap anak yang berkarakter.

Karena, kasus-kasus yang ada di keluarga pada umumnya dipicu

perspektif orangtua yang bias. Anak dianggap sebagai milik, sebagai

investasi, bukan manusia yang utuh. Pemerintah perlu memastikan di

sekolah tidak ada bibit-bibit kekerasan. Pemerintah juga harus memastikan

seluruh tenaga pendidik dan kependidikan memiliki perspektif

perlindungan

Untuk meminimalisir angka kriminalitas yang semakin meningkat, maka

dari itu pihak kepolisian agar meningkatkan patrolinya di setiap titik rawan

kriminalitas, hal itu Selain itu untuk menciptakan rasa aman, pihak kepolisian bisa
menjaga hubungan baik antara lembaga berseragam abu-abu itu dengan

masyarakat.
Yang paling utama, anak diajarkan tentang nilai – nilai religious agar tetap

di jalan yang lurus dan sesuai ajaran agama dalam bertindak dan menggunakan

Pancasila sebagai dasar Negara harus dihayati dan dijiwai serta digunakan sebagai

penunjuk arah semua kegiatan ataupun tingkah laku.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan

sebagai berikut:
 Tindakan kriminal anak dibawah umur dapat terlibat dalam kasus

kriminalitas yang dapat merugikan orang lain bahkan menimbulkan korban

jiwa.
 Dari berbagai kemungkinan masalah yang bisa timbul, tentu peran orang tua

tidak bisa diabaikan. Sesibuk apapun orang tua, anak tetap harus

diperhatikan dan anak harus diberi batasan – batasan tentang apa saja yang

tidak boleh dilakukan

B. Penutup
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang telah

membaca makalah ini, penulis minta maaf jika dalam penulisan ini terdapat

banyak kesalahan. Maka dari itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk bisa

menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita

semua. Aaamiin
DAFTAR PUSTAKA

Syarbaini, Syahrial. 2009. Pendidikan Pancasila : Ghalia Indonesia


http://pendidikantech.blogspot.co.id/2010/05/pengertian-kriminalitas.html
http://metro.sindonews.com/topic/919/kejahatan-anak

Anda mungkin juga menyukai