Anda di halaman 1dari 50

TESIS

NILAI NUTRISI SILASE PAKAN LENGKAP BERBASIS


AZOLLA UNTUK TERNAK KAMBING
PERANAKAN ETAWA

THE NUTRITION VALUE OF THE AZOLLA BASED


COMPLETE FEED SILAGE FOR
ETAWA CROSS BREED

NURWAHIDAH. J

SEKOLAHPASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii

NILAI NUTRISI SILASE PAKAN LENGKAP BERBASIS


AZOLLA UNTUK TERNAK KAMBING
PERANAKAN ETAWA

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi
Ilmu dan Teknologi Peternakan

Disusun dan diajukan oleh

NURWAHIDAH. J

Kepada

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iv
v
vi

PRAKATA

Alhamdulillah, atas rahmat dan taufik ‒ Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesisini dengan judul nilai nutrisi silase pakan lengkap

berbasis azolla untuk ternak kambing peranakan etawa. Penulis dengan

rendah hati mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan membimbing dalam menyelesaikan makalah hasil

penelitian ini utamanya kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Syahriani Syahrir, M.Si. sebagaikomisi pembimbing

utama dan bapak Dr. Ir. Budiman Nohong, MP. selakukomisi

pembimbing anggota yang telah banyak meluangkan waktu untuk

membimbing, mengarahkan dan memberikan nasihat serta

motivasi dalam penyusunan makalah hasil penelitian.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muh Rusdy, M.Sc.,Bapak Prof.

Dr.Ir.Syamsuddin Hasan, M.Sc.dan Bapak Prof. Dr. Ir Ismartoyo,

M.Agr.S. selaku Dosen Pembahas dan Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni

Prawira Rahardja, M. Sc. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu dan

Teknologi Peternakan yang bersedia meluangkan waktu dan

memberikan saran‒saran untuk perbaikan makalah hasil peneltian

ke depannya.

3. Bapak Dekan Fakultas Peternakan beserta Wakil Dekan I, Wakil

Dekan II dan Wakil Dekan III, Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh

Pegawai Fakultas Peternakan UNHAS.


vii

4. Kedua orang tua tercinta H. Jamaluddin dan Hj. Salati serta

saudara penulis Nurhidayat wati, Muh. Firdaus dan kakak ipar

Muh. Jufri, atas segala doa, motivasi, teladan, pengetahuan dan

dukungan penuh kasih sayang terbesar selamanya kepada

penulis. Kepada Putri Awaliyah Azzahrah dan Putri Izzah

Azzahwah terima kasih selalu menjadi keponakan yang

melengkapi kebahagiaan keluarga.

5. Kepada saudara Magfirawati, Iftahul Janna, Helmi Riyadussolihin,

Mukmin, dan Awaluddin terima kasih sudah menjadi sepupu yang

penuh perhatian untuk penulis.Kepada keluarga besar Nuhung

Family dan Dongga family terima kasih untuk semua cinta, kasih

sayang dan doa yang diberikan kepada penulis.

6. Kepada teman seperjuangan dalam penelitian kakak Santiterima

kasih untuk kekompakan dan kebersamannya selama penelitian

hingga selesainya penyusunan tesis ini.

7. Terima kasih untuk teman-teman, Umar, Muh Ilyas, Sampeang,Muh.

Suwanda serta adek-adek terbaik yang selalu ada selama penelitian

Hasrin, Asrul, Safar, Nur, Wawan, Haidir, Gunawan, Adi,

Hasriana,Muh sukri yang telah memberikan banyak bantuan selama

persiapan bahan hingga selesainya penelitian.


viii

8. Kepada Fitria Damayanti, Isriah Zulqaimah, Nurmala, St. Aisyah dan

Rismawati terima kasih selalu menjadi sahabat yang baik bagi

penulis.

9. Kepada kakak Yusran terima kasih selalu mengerti, memberikan

perhatian, bantuan, dan selalu ada untuk penulis.

10. Kepada teman kelas Ilmu dan Teknologi Peternakn (ITPtk)

angkatan 2015, Syahriana Sabil, kak Santi, Andi Fauziah, Dhian

Ramadhanty, Musdalifa Mansur, Nurul Ilmi Harun, Azmi Mangalisu,

Kak Ulva Dianasari, Kak Ade Suryani, Kak Muhammad Jufri, Kak

Yudi Haas dan Ibu Masnur terima kasih selau ada untuk penulis.

11. Terima kasih kepada kakanda Muh. Arsan Jamili, Ibu Aminah Hajah

Thata dan kakak Hikmahwati untuk segala pengetahuan dan

pengalaman yang selalu dibagikan kepada Penulis.

12. Kepada keluarga besar angktan 2010 Peternakan UIN Alauddin

Makassar, teman-teman alumni Smadiyah 2010 terimahserta

sahabat dan rekan-rakan yang telah memberikan bantuan dan

banyak menjadi inspirasi bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan, mohon maaf atas kekurangan penulis. Semoga tesis ini

bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis sendiri. Aamin.

Makassar, 08 Agustus 2017

Penulis
ix

ABSTRAK

NURWAHIDAH.J. Nilai Nutrisi Silase Pakan Lengkap Berbasis Azolla


Untuk Ternak Kambing Peranakan Etawa (Syahriani Syahrir dan Budiman
Nohong).

Penelitian ini bertujuan untuk mengkajinilai nutrisi silase pakan


lengkap berbahan utama azolla dengan lama fermentasi yang berbeda
sertatingkat konsumsi dan kecernaan nutrisi silase pakan lengkap
berbahan utama azolla pada ternak kambing Peranakan Etawa
(PE).Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu tahap I silase pakan lengkap
berbahan utama azolla dengan lama fermentasi yang berbeda dengan
menggunakan rancangan acak lengkap 3 x 5 dengan perlakuan yaitu R0:
fermentasi 0 hari (control), R1: fermentasi 2 minggu (14 hari), R2:
fermentasi 4 minggu (28 hari). Tahap II evaluasi silase pakan lengkap
berbahan utama azolla pada ternak kambingdengan perlakuan sebagai
berikut : P1 = 50% Rumput + 50% silase azolla; P2 = 50% rumput + 50%
silase tongkol jagung; P3 = 50% rumput + 25% silase azolla + 25% silase
jagung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahap I maka dapat
disimpulkan bahwa pada lama fermentasi 4 minggu masih layak
digunakan sebagai pakan ternak karena penurunan nilai nutrisi masih
stabil. Pada penelitian tahap II dapat disimpulkan bahwa pada P1 tingkat
konsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain tapi kecernaan
tertinggi pada P2.

Kata Kunci: Azolla, Silase pakan lengkap, Kecernaan, Konsumsi,


Kambing.
x

ABSTRACT

NURWAHIDAH J. The Nutrition Value of the Azolla Based Complete


Feed silage for Etawa Cross Breed (supervised by Syahriani Syahrir and
Budiman Nohong).

The research aimed at examining the nutrition value of the azolla


based complete feed silage with the fermentation duration and the level of
the consumption and digestibility of Etawa Hybrid goats. There were two
phases in the research namely: phase I was the the azolla based
complete feed silage with the different fermentation durations using the
complete randomized design of 3 x 3 with the treatmens as follow: R0 :
fermentation of 0 day (control), R1: fermentation of 2 weeks (14 days), R2:
fermentation of 4 weeks (28 days). Phase II was evaluation of the azolla
based complete feed silage on the goats with the treatments as follows:
P1 = 50% grass + 50% azolla silage; P2 = 50% grass + 50% corn Cob
silage; P3 = 50% grass + 25% azolla silage + 25% corn cob silage. Based
on the research conducted in the first phase, the result indicates that four
week fermentation duration is still worth it used as the livestock feed
because the nutrition value decrease is still stable. The research of the
phase II indicates that in P1, the consumption level is higher than the other
treatments, however, the highest digestibility is in P2.

Key Words: Azolla, Silage Complete Feed, Consumption, Digestibility,


Goat.
xi

DAFTAR ISI

halaman

PRAKATA iii

ABSTRAK vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan Penelitian 3

D. Kegunaan Penelitian 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4

A. Ternak Kambing 4

B. Produktivitas Kambing 6

C. Azolla 8

D. Fermentasi 11

E. Silase 12

F. Kualitas Pakan 17

G. Konsumsi Pakan 19
xii

H. Kecernaan Nutrien 25

I. Komponen Dinding Sel Tanaman (NDF dan ADF) 30

J. Kerangka Pikir 34

K. Hipotesis 35

BAB III. METODE PENELITIAN 36

A. Waktu dan Tempat 36

B. Penelitian Tahap I ( Pembuatan dan Pengujian Perubahan


Nilai Nutrisi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Azolla dengan
Lama fermentasi yang Berbeda)

a. Materi Penelitian 36
b. Pelaksnan Penelitian 37
c. Peubah yang Diamati 38
d. Rancangan Penelitian 39

C. Penelitian Tahap II ( Evaluasi Silase Pakan Lengkap Berbahan


Utama Azolla Pada Ternak Kambing)

a. Materi Penelitian 40
b. Pelaksanan Penelitian 40
c. Peubah yang Diamati 44
d. Rancangan Penelitian 46

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47

A. Nilai Nutrisi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Azolla


dengan Lama Fermentasi yang Berbeda 47

B. Hasil Evaluasi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Azolla


Pada Ternak Kambing 32

C. Konsumsi dan Kecernaan Nutrisi 54


BAB V. DISKUSI UMUM 59

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 61

A. Kesimpulan 61
B. Saran 61
xiii

DAFTAR PUSTAKA 62

DAFTAR TABEL

Nomor halaman
Teks
1. Kandungan Nutrisi Azolla (%) Berdasarkan Berat Kering 9

2. Komposisi Penyusunan Pakan Lengkap Berbasis Tongkol Jagung


42

3. Nilai nutrisi (Bahan Kering, Bahan Organik dan BETN) pada silase
pakan lengkap Berbasis Azolla dengan lama fermentasi yang
berbeda 47

4. Kandungan Nilai Nutrisi Pakan Yang Digunakan 52

5. Rata-rata konsumsi dan kecernaan nutrisi bahan kering dan bahan


organik pada ternak kambing Peranakan Etawa. 54

6. Rata-rata konsumsi dan kecernaan nutrisi lemak kasar dan protein


kasar pada ternak kambing Peranakan Etawa 56
7. Rata-rata konsumsi dan kecernaan nutrisi fraksi serat kasar pada
ternak kambing Peranakan Etawa. 57
xiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman
Teks
1. Kerangka Pikir 34

2. Persentase Perubahan Nutrisi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama


Azolla. 49
xv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor halaman
Teks
1. Sidik Ragam Kandungan Bahan Kering Silase Pakan
Lengkap Berbahan Utama Azolla dengan Lama
Fermentasi yang Berbeda. 70

2. Sidik Ragam Kandungan Bahan Organik Silase Pakan


Lengkap Berbahan Utama Azolla dengan Lama
Fermentasi yang Berbeda. 71

3. Sidik Ragam Kandungan BETN Silase Pakan Lengkap


Berbahan Utama Azolla dengan Lama Fermentasi yang
Berbeda. 72

4. Sidik Ragam Nilai Konsumsi Bahan Kering Kambing


yang Diberi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama
Azolla. 73

5. Sidik Ragam Nilai Konsumsi Bahan Organik Kambing


yang Diberi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama
Azolla. 74

6. Sidik Ragam Nilai Konsumsi Lemak Kasar Kambing


yang Diberi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama
Azolla. 75

7. Sidik Ragam Nilai Konsumsi Protein Kasar Kambing


yang Diberi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama
Azolla. 76

8. Sidik Ragam Nilai Konsumsi ADF Kambing yang Diberi


Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Azolla. 77

9. Sidik Ragam Nilai Konsumsi NDF Kambing yang Diberi


Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Azolla. 78
xvi

10. Sidik Ragam Nilai Konsumsi Selulosa Kambing yang


Diberi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Azolla. 79

11. Sidik Ragam Nilai Konsumsi Hemiselulosa Kambing


yang Diberi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama
Azolla. 80

12. Sidik Ragam Nilai Kecernaan Bahan Kering Kambing


yang Diberi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama
Azolla. 81

13. Sidik Ragam Nilai Kecernaan Bahan Organik Kambing


yang Diberi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama
Azolla. 82

14. Sidik Ragam Nilai Kecernaan Lemak Kasar Kambing


yang Diberi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama
Azolla. 83

15. Sidik Ragam Nilai Kecernaan Protein Kasar Kambing


yang Diberi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama
Azolla. 84

16. Sidik Ragam Nilai Kecernaan ADF Kambing yang


Diberi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Azolla. 85

17. Sidik Ragam Nilai Kecernaan NDF Kambing yang Diberi


Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Azolla. 86

18. Sidik Ragam Nilai Kecernaan Selulosa Kambing yang


Diberi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Azolla. 87

19. Sidik Ragam Nilai Kecernaan Hemiselulosa Kambing


yang Diberi Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama
Azolla. 88

20. Foto Kegiatan Penelitian 89


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produktivitas ternak merupakan perkembangan populasi ternak

dalam periode tertentu. Produktivitas ternak kambing dapat dilihat dari

segi jumlah anak sekelahiran, bobot lahir, interval kelahiran dan mortalitas.

Salah satu metode untuk meningkatkan produktivitas ternak kambing lokal

yang hasilnya relatif cepat dan cukup memuaskan serta telah meluas

dilaksanakan adalah dengan menyilangkan ternak kambing unggul,

perbaikan tatalaksana serta pemberian pakan.

Ketersediaan pakan yang tidak berkesinambungan serta rendahnya

kualitas pakan menyebabkan tidak efesien penggunaan pakan tersebut.

Salah satu jenis tanaman yang memiliki kandungan protein yang tinggi

adalah azollakarena mampu mengikat nitrogen. Berdasarkan berat

keringnya azollamengandung protein kasar 24-30%, lemak kasar3-

3,2%,abu 10-19%, kalsium 0,4-1,0% dan fosfor 0,5-0,9%. Meskipun azolla

mempunyai kualitas nutrisi yang tinggi, tetapi penggunaannya sebagai

pakan ternak belum ada yang melaporkan. Oleh karena itu pada

penelitian ini mengkaji pakanlengkap berbasis azolla.

Tumbuhan azolla biasanya dimanfaatkan untuk pakan ikan, namun

kali iniazollaingin dimanfaatkan pada ternak kambing PE. Pemanfaatan

azolla sebagai pakan ternak masih sangat terbatas, karena kadar airnya
2

yang tinggi sehingga tidak tahan lama. Untuk memaksimalkan

penggunaan azolla sebagai pakan, maka harus dilakukan pengolahan.

Salah satu teknologi pengolahan pakan yang dapat mempertahankan

massa dan nilai nutrisi pakan selama penyimpanan adalah silase.

Silase atau silage adalah makanan ternak yang diawetkan dengan

fermentasi dalam kondisi anaerob.Dalam proses fermentasi terjadi

penguraian nutrien terjadi akibat adanya enzim ekstrasellular yang

dihasikan oleh mikroba yang dapat mendegradasi nutrien, sebaliknya

peningkatan nutrien dapat terjadi akibat terbentuknya produk fermentasi

akibat perkembangan mikroba di dalam media fermentasi, sehingga

bioamssa mikroba akan bertambah.

Pada saat berlangsungnya proses fermentasi dimungkinkan

terjadinya peningkatan atau penurunan nutrien akibat proses ensilase. Hal

yang diharapkan dari proses fermentasi adalah meningkatnya nutrien

yang berkualitas tetapi degradasi bahan seminimal mungkin, karena

ternak ruminansia yang akan mengkonsumsi silase pakan lengkap

membutuhkan bahan baku yang banyak. Hal inilah dilakukan penelitian ini

untuk mengetahui perubahan nilai nutrisi serta konsumsi dan kecernaan

nutrient silase pakan lengkap berbasisazollapada ternak kambing

Peranakan Etawa.

B. Rumusan Masalah

Peternak pada musim kemarau mengalami masalah, khususnya

dalam bidangpengadaan pakan hijauan berupa rumput untuk ternak


3

ruminansia. Azolla merupakan tumbuhan yang berkualitas tinggi, namun

produksinya terbatas, hanya optimal pada musim hujan, oleh karena itu

untuk memenuhi ketersediaan azolla maka dilakukan pembuatan silase,

pengolahan silase dapat memperpanjang daya simpan dan

mempertahankan kualitas nutrisi pakan. Namun belum diketahui masa

simpan yang efektif pada azolla yang layak untuk digunakan pakan ternak

kambing Peranakan Etawa (PE).

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji tentang perubahanmassanutrisi silase pakan lengkap

berbasis azolla dengan lama fermentasi yang berbeda.

2. Mengkaji tingkat konsumsi dan kecernaan nutrisi silase pakan

lengkap berbasis azolla untuk ternak kambing Peranakan Etawa

(PE).

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai bahan informasi kepada

peternak mengenai perubahan massa nutrisi silase pakan lengkap

berbasis azolla serta mengetahui tingkat konsumsi dan kecernaan nutrisi

untuk meningkatkan produksiuntuk ternak Kambing PE.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ternak Kambing

Ternak kambing pertama kali dipelihara didaerah pegunungan Asia

Barat pada kurun waktu 8.000-7.000 SM. Jadi, sebagai ternak kambing

lebih tua dari pada sapi. Diduga kambing yang dipelihara saat ini (Capra

aegagrus hircus) berasal dari keturunan tiga macam kambing liar yaitu

Benzoar goat atau kambing liar Eropa, kambing liar India (Capra aegagrus

blithy) dan Markhor goat atau kambing Markhor (Capra falconeri).

Persilangan yang terjadi antara ketiga jenis kambing tersebut

menghasilkan keturunan yang subur (Mulyono danSarwono, 2010).

Kambing merupakan jenis ternak ruminansia yang sudah sejak

lama dibudidayakan. Memelihara ternak ini relatif tidak sulit, karena

selain jinak makanannya juga cukup beragam. Kambing bisa hidup

dan berkembang walau tanpa dikandangkan karena mereka akan

memakan apa saja yang ditemui sepanjang wilayahnya. Namun, pola

hidup seperti ini tidak baik dan tidak sehat karena penuh resiko.

Oleh karena itu dalam usaha peternakan membutuhkan kandang

untuk melindungi kambing dariterik matahari, hujan, hewan pemangsa

dan mencegah kambing merusak tanaman serta mengkonsumsi pakan

dan air yang berbahaya (Andoko, 2013).


5

Salah satu jenis ternak kambing yang banyak dibudidayakan di

Indonesia adalah ternak kambing Peranakan Etawa (PE). Kambing PE

merupakan hasil persilangan pejantan Etawah dengan kambing Kacang

sebagai upaya peningkatan produktivitas ternak lokal. Kambing PE di

Indonesia nenek moyangnya berasal dari India yaitu kambing etawah.

Kambing ini merupakan jenis kambing perah dan dapat pula

menghasilkan daging. Kambing PE termasuk kambing yang prolifik (subur)

dengan menghasilkan anak 1-3 ekor per kelahiran, dengan berat badan

antara 35-45 kg pada betina, sedangkan pada kambing jantan berkisar

antara 40-60 kg tergantung dari kualitas bibit dan manajemen

pemeliharaannya. Kambing PE memiliki sifat antara kambing Ettawah

dengan kambing Kacang. Spesifikasi dari kambing ini adalah hidung agak

melengkung, telinga agak besar dan terkulai, berat tubuh sekitar 30-60 kg

dan produksi susu berkisar 1-1,5 l/hari. Keunikan kambing PE adalah bila

kambing jantan dewasa dicampur dengan kambing betina dewasa dalam

satu kandang akan selalu gaduh atau timbul keributan(Murtidjo, 1993).

Kambing PE memiliki dua kegunaan yaitu sebagai penghasil susu

(perah) dan pedaging. Ciri khas kambing PE antara lain bentuk muka

cembung dan dagu berjanggut, di bawah leher terdapat gelambir yang

tumbuh berawal dari sudut janggut, telinga panjang, lembek,

menggantung dan ujungnya agak berlipat, tanduk berdiri tegak mengarah

ke belakang, panjang 6,5-24,5 cm, tinggi tubuh (gumba) 70-90 cm, tubuh

besar, pipih, bentuk garis punggung seolah-olah mengombak ke


6

belakang, bulu tubuh tampak panjang dibagian leher, pundak, punggung

dan paha, dengan pengelolaan budi daya secara intensif dapat

diusahakan beranak tiga kali setiap dua tahun dengan jumlah anak setiap

kelahiran 2-3 ekor, kambing PE lebih cocok diusahakan di dataran sedang

(500-700 m dpl) sampai dataran rendah yang panas (Mulyono dan

Sarwono, 2010).

B. Produktivitas Kambing

Pertambahan bobot badan dapat dinyatakan pertumbuhan dimana

merupakan suatu fenomena universal yang sangat kompleks, mulai dari

fertilisasi, pembelahan, perbanyakan sel serta differensiasi sel-sel.

Selanjutnya dinyatakan bahwa pertumbuhan murni yaitu menyangkut

pertumbuhan jaringan dalam otot dan tulang serta organ-organ tubuh.

Umumnya pertumbuhan dinyatakan dengan pengukuran kenaikkan bobot

badan dengan melakukan penimbangan berulang-ulang dan dinyatakan

dengan petambahan bobot badan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu

lainnya (Tillman dkk., 1998).

Faktor penentu dalam mencapai produksi daging yang optimal

adalah bobot badan lahir dan pertambahan bobot badan harian.

Penampilan dan produksi ternak berupa laju pertumbuhan dan

pertambahan bobot badan harian merupakan hasil nyata dari pengaruh

genetik dan lingkungan(Astuti, 1985). Lebih lanjut dinyatakan bahwa faktor

genetik diperlukan untuk mengekspresikan kemampuannya secara penuh

dalam produksi sedangkan lingkungan merupakan faktor pendukung yang


7

memberi kesempatan untuk berproduksi. Pertumbuhan pada hewan

merupakan suatu fenomena universal yang bermula dari sel telur yang

telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan mencapai dewasa.

Pertumbuhan murni mencakup pertambahan dalam bentuk dan

berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung,

otak dan semua jaringan tubuh lainnya, kecuali jaringan lemak dan alat-

alat tubuh. Dari sudut kimiawi, pertumbuhan murni adalah suatu

penambahan jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam

tubuh. Penambahan berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air

bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1995)

Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya

bangsa, jenis kelamin, makanan, kesehatan, umur induk dan berat lahir.

Jenis kelamin memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot badan

anak kambing jantan lebih tinggi dibandingkan dengan betina pada umur

yang sama. Hasil penelitianmelaporkan bahwa rata-rata PBB anak

kambing jantan sebesar 61,5 g/hari dan PBB anak kambing betina

sebesar 54,25 g/hari. Tingginya rata-rata pertambahan bobot badan anak

kambing jantan dibandingkan dengan anak kambing betina pada semua

tingkatan umur induk disebabkan karena jantan lebih lincah dalam

memperoleh makanan dan air susu serta pengaruh hormon androgen

yang terdapat pada jantan.Bobot tubuh ternak senantiasa berbanding

lurus dengan tingkat konsumsi pakannya. Makin tinggi bobot tubuhnya,


8

maka semakin tinggi pula tingkat konsumsi terhadap pakan. Bobot badan

dapat diketahui dengan penimbangan (Garantjang, 2004).

C. Azolla

Azolla adalah tanaman pakis air yang berbentuk segitiga atau

polygonal, tumbuh mengapung serta mengambang di permukaan air

kolam, selokan dan sawah pada daerah beriklim tropis dan sub tropis,

genus ini adalah satu-satunya dari keluarga Azollaceae dan memiliki

enam sampai delapan spesies yang diakui. Tumbuhan azolla dalam

taksonomi tumbuhan mempunyai klasifikasi sebagai berikut(Arifin, 1996).

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Divisi : Pteridophyta

Kelas : Leptosporangiopsida (heterosporous)

Ordo : Salviniales

Famili : Salviniaceae

Genus : Azolla

Spesies : A. filiculoides, A. caroliana,A. mexicua, A.

microphylla,A. pinnata, dan A. nilotica.

Azolla merupakan genus dari paku air yang mengapung. Saat

kondisi optimal, azolla dapat tumbuh baik dengan laju pertumbuhan 35 %

seriap harinya. Azolla sebagai sumber protein dapat digunakan sebagai

sumber pakan tambahan untuk ikan. Kandungan protein azolla cukup

tinggi (24-30%). Kandungan asam amino esensialnya, terutama


9

lisin0.42% lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrat jagung, dedak dan

beras pecah. Kandungan Nutrisi Azolla dapat dilihat pada Tabel. 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Azolla (%) Bedasarkan Berat Kering

Unsur Kandungan Unsur Kandungan


Abu 10,50 Magnesium 0,50-0,65
Lemak Kasar 3.00-3,30 Mangan 0,11- 0,16
Protein Kasar 24-30 Zat Besi 0,06-0,26
Nitrogen 4,50 Gula Terlarut 3,50
Fosfor 0,50-0,90 Kalsium 0,40-1,00
Kalium 2,00-4,50 Serat Kasar 9,10
Pati 6,54 Klorofil 0,34-0,55
Sumber : Kuncarawati dkk., 2004.

Kandungan gizi azollabervariasi tergantung pada lingkungannya di

mana tanaman air tersebut tumbuh azolla selain sebagai sumber protein

dan energi juga sebagai sumber mineral. Menurut Manin (1997)

berdasarkan berat keringnya azolla mengandung protein kasar 24 -30%,

lemak kasar 3-3,2%,abu 10-19%, kalsium 0,4-1,0% dan fosfor 0,5-0,9% ,

Sedangkan menurut Khatun et al (1999),azolla adalah hijauan sumber

protein dengan kadar protein 28,54%, daya cerna proteinnya sebesar

21,98% dan nilai metabolisme energinya 7, 59 MJ/kg .

Spesies azolla yang banyak di Indonesia terutama di pulau Jawa

adalah Azolla pinnatadan biasa tumbuh bersama-sama padi (Lumpkin and

Plucknett, 1982).Azolla atau orang Jawa menyebutnya dengan sebutan

mata lele, serta orang Sunda menyebutnya sebagai kayu apu dadak atau

kakarewoan adalah tumbuhan sejenis paku air yang biasa ditemukan

sebagai gulma di perairan tenang seperti danau, kolam, sungai, dan

pesawahan (Haetami dan Sastrawibawa, 2005).


10

Pertumbuhannya sangat cepat karena dalam waktu 3–5 hari dapat

memperbanyak diri menjadi dua kali lipat dari berat

segar(Brotonegoro,1976).Azollaberbentuk segitiga atau segiempat,

memiliki ukuran (2–4) × 1 cm, dengan cabang, akar rhizoma dan daun

terapung, akar soliter, menggantung di air, berbulu, panjang 1–5 cm,

dengan membentuk kelompok 3–6 rambut akar, daun kecil,membentuk 2

barisan, menyirap bervariasi, duduk melekat, cuping dengan cuping dorsal

berpegang di atas permukaan air dan cuping ventral mengapung.

Azolladitemukan di daerah tropis Asia (termasuk Asia Tenggara),

Cina Selatan dan Timur, Jepang Selatan, Australia Utara dan di daerah

tropis Afrika Selatan (termasuk Madagaskar). Azolladapat beradaptasi

pada daerah dengan kondisi iklim yang panjang. Kebutuhan utama

Azollauntuk bertahan hidup adalah habitat air, sehingga sangat sensitif

terhadap kekeringan, jadi Azolla akan mati dalam beberapa jam jika

berada pada kondisi kering. Azolla menyebar secara luas pada wilayah

sedang, umumnya sangat terpengaruh pada tingginya temperatur, untuk

hidup dengan baik, Azollamembutuhkan temperatur antara 20–25°C,

sedang untuk dapat bertumbuh dan berfiksasi nitrogen, Azolla pinnata

membutuhkan temperatur 20–30°C, Azolla pinnataakan mati jika berada di

bawah suhu5°C dan di atas temperatur 45°C. Perbanyakan Azolla

pinnatadapat dilakukan melalui spora, namunsecara umum perbanyakan

Azolladilakukan secara vegetatif dengan menanamsecara langsung.


11

D. Fermentasi

Fermentasi adalah proses dasar untuk mengubah suatu bahan

menjadi suatubahan lain dengan cara sederhana dan dibantu oleh

mikroba. Proses fermentasi inimerupakan bioteknologi sederhana.

Fermentasi merupakan prosespemecahan senyawa organik menjadi

sederhana yang melibatkan mikroorganisme.Proses fermentasi dapat

meningkatkan ketersediaan zat-zat makanan seperti proteindan energi

metabolis serta mampu memecah komponen kompleks menjadikomponen

sederhana (Zakariah, 2012).

Fermentasi juga merupakan prosespemecahan karbohidrat dan

asam amino secara anaerobik, yaitu tanpa memerlukanoksigen. Senyawa

yang dapat dipecah dalam proses fermentasi terutamakarbohidrat,

sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa

jenisbakteri tertentu. Fermentasi sebagai suatu proses dimana komponen

komponenkimiawi dihasilkan sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun

metabolismmikroba. Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan

berkualitas rendah sertaberfungsi dalam pengawetan bahan pakan dan

merupakan suatu cara untukmenghilangkan zat anti nutrisi atau racun

yang terkandung dalam suatu bahan pakan(Fardiaz, 1992).

Fermentasi terbagi atas dua jenis, yakni homo fermentatif dan

heterofermentatif. Homofermentatif adalah fermentasi yang produk

akhirnya hanya berupaasam laktat. Contoh homofermentatif adalah

proses fermentasi yang terjadi dalampembutan yoghurt. Heterofermentatif


12

adalah fermentasi yang produk akhirnyaberupa asam laktat dan etanol.

Contoh heterofermentatif adalah prosesfermentasi yang terjadi dalam

pembuatan tape (Belitzet al., 2009).Eko dkk. (2012) menyatakan bahwa

tujuan dari fermentasi yaitu untukmengubah selulosa menjadi senyawa

yang lebih sederhana melalui dipolimerisasidan memperbanyak protein

mikroorganisme. Sartini (2003) juga menyatakan bahwapenurunan bahan

kering silase dipengaruhi oleh respirasi dan fermentasi. Respirasiakan

menyebabkan kandungan nutrien banyak yang terurai sehingga

akanmenurunkan bahan kering, sedangkan fermentasi akan

menghasilkan asam laktatdan air lebih.

E. Silase

Silase adalah pengawetan makanan ternak dengan menggunakan

bakteri pembentuk asam laktat dengan kondisi hampa udara (anaerobik)

yang menyebabkan rendahnya pH, maka terjadilah keadaan stabil

sehingga tidak terjadi pembusukan (Schukking, 1977). Selanjutnya Noller

(1973) menyatakan, bahwa silase adalah hasil dari fermentasi anaerobik

terkontrol atau hasil fermentasi hampa udara.

Silase adalah makanan ternak yang dihasilkan melalui proses

fermentasi. Ensilase adalah prosesnya, sedangkan tempat pembuatannya

dinamakan silo (Sapienza dan Bolsen, 1993). Silase adalah hijauan pakan

ternak yang mengalami proses fermentasi dan masih banyak

mangandung air, berwarna hijuan dan disimpan dalam keadaan

anaerob. Hijauan makanan ternak yang dibuat silase mengandung


13

bahan kering 25-35% dengan kandungan air 65-75%. Untuk memperoleh

hasil silase yang baik, hijaun tersebut dilayukan terlebih dahulu 2-4 jam

(Reksohadiprodjo, 1995).

Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk mengawetkan dan

mengurangi kehilangan zat makanan suatu hijauan untuk dimanfaatkan

pada masa mendatang. Silase dibuat jika produksi hijauan dalam jumlah

yang banyak atau pada fase pertumbuhan hijauan dengan kandungan zat

makanan optimum dibandingkan dengan pengawetan pembuatan hay,

pembuatan silase lebih menguntungkan karena kurang tergantung cuaca

harian. Kualitas dan nilai nutrisi silase dipengaruhi sejumlah faktor seperti

spesies tanaman yang dibuat silase, fase pertumbuhan dan kandungan

bahan kering saat panen, mikroorganisme yang terlibat dalam proses dan

penggunaan bahan tambahan (Suparjo, 2008). Keberhasilan pembuatan

silase berarti memaksimalkan nutrisi yang dapat diawetkan. Silase yang

baik diperoleh dengan menekan berbagai aktivitas enzim yang berada

dalam tanaman yang tidak dikehendaki, mikroba epiphytic (seperti yang

biasa terdapat dalam hijauan) serta mendorong berkembangnya bakteri

asam laktat (Sapienza dan Bolsen, 1993).

Prinsip dasar pembuatan silase memacu terjadinya kondisi anaerob

asam dalam waktu singkat ada 3 hal penting agar diperoleh kondisi

tersebut yaitu menghilangkan udara dengan cepat, menghasilkan asam

laktat yang menurunkan pH, mencegah masuknya oksigen kedalam silo


14

dan menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan (Suparjo,

2008).

Secara garis besar proses pembuatan silase terdiri dari 4 fase yakni

fase anaerob yaitu sejak hijauan masuk silo, berlangsung dua macam

proses yaitu proses respirasi dan proses proteolisis yang disebabkan oleh

adanya aktifitas enzim yang berada dalam tanaman tersebut. Kedua fase

fermentasi yaitu sekali kondisi anaerob tercapai pada bahan yang

diawetkan beberapa proses mulai berlangsung. Sel tanaman mulai

dirombak dalam kondisi anaerob. Lisis dari sel tanaman tersebut dapat

mempunyai efek positif dan negatif. Lisis ini akan menghasilkan gula

untuk bakteri penghasil asam laktat untuk proses fermentasi. Lisis ini pula

akan menghasilkan sejumlah enzim yang berfungsi merombak

polisakarida yang memberi tambahan gula pada proses fermentasi.

Dengan keadaan anaerob, mikroba anaerob mulai terbiak dengan cepat.

Jenis mikroba dalam pengawetan silase yaitu mikroba yang menghasilkan

asam laktat : Entorobacteriaceae, ragi dan jamur dan spora clostridial.

Masa fermentasi aktif berlangsung selama 1 minggu sampai 1 bulan

untuk hijauan dengan kandungan air 65%. Sedangkan untuk hijauan

dengan kandungan air lebih rendah dari 40-50% proses fermentasinya

akan berlangsung sangat lambat. Fermentasi akan berlangsung normal

pada kandungan air 55-60% masa fermentasi aktif akan berakhir antara

1-5 minggu.
15

Ketiga fase stabil yaitu setelah masa aktif pertumbuhan bakteri

penghasil asam laktat berakhir, maka proses ensilase memasuki fase

stabil. Bila silo ditutup dan disegel dengan baik, hanya sedikit skali

aktifitas mikroba dapat terjadi pada fase ini. Penguraian hemiselulosa

secara kimiawi berlangsung sangat lambat, yang menghasilkan beberapa

gula-gula. Bila fermentasi berakhir bila disebabkan oleh kekurangan gula

yang bersal dari perombakan hemiselulosa, hal ini akan mengakibatkan

penurunan pH yang sangat lambat pada fase stabil tersebut. Keempat

fase pengeluaran silase yaitu pada saat silo dibuka untuk diberikan

silasenya pada ternak, oksigen secara bebas mengkontaminasi

permukaan silase yang terbuka tersebut. Selama fase ini kehilangan

bahan kering dan nutrisi dapat terjadi karena kerja mikroorganisme aerob

yang mengomsumsi gula hasil akhir fermentasi dan nutrisi terlarut lainnya

dalam silase (Sapienza dan Bolsen, 1993).

Takano (1972), menyatakan bahwa kualitas silase yang baik

menunjukkan tanda-tanda warna silase yaitu umumnya silase yang baik

berwarna kekuningan atau kecoklatan sedang warna yang kurang baik

adalah coklat tua atau kehitaman, hal ini sering ditemukan akibat panas

yang berlebihan dan penyimpanan yang kurang baik atau kadar air yang

rendah dan warnanya harus seragam. Bau silase yaitu sebaiknya bau

silase agak asam dan tidak tajam. Bau asam butirat yang tajam dan bau

ammonia yang busuk menunjukkan bahwa protein kasar yang terkandung

dalam silase mengalami penguraian. Tekstur yaitu kelihatan masih jelas


16

dan tidak terlalu jauh beda dengan bahan asalnya. Selanjutnnya Noller

(1973), menyatakan bahwa ciri-ciri umum kualitas silase yang baik adalah

pH 4,2 atau lebih rendah, asam laktat 5-9 %, bebas jamur, sedikit asam

butirat, tidak ada bau tembakau, warna hijau, tidak coklat atau hitam dan

tekstur tetap, tidak ada perubahan. Terjadinya kehilangan dari fermentasi

ditentukan oleh fermentasi nutrisi dan mikroorganisme. Karena secara

umum hasil fermentasi adalah energi kotor dari substrak, bahan kering

yang hilang adalah energi yang hilang selama fermentasi. Jika fermentasi

clostridial banyak diproduksi karbondioksida dan hydrogen dari fermentasi

asam laktat yang didominasi dan dikarboksilase asam amino. Bahan

kering yang hilang dan energi yang lebih banyak jika didominasi oleh

asam laktat dalam fermentasi. Ada 4 fase selama konservasi tanaman

yang dijadikan silase yang ditentukan pada lapangan yaitu fase aerobik

dalam silo, fase pengurangan udara dan fase penyusupan. Timbulnya

kehilanga pada pertama fase aerobik. Pada fase kedua selama sebulan

oksigen tertangkap dan terisolasi selama pengisian silo (Wiley, 1981).

Perubahan keseimbangan biokimia terjadi selama proses fermentasi,

khususnya karbohidrat terlarut dan protein, secara umum bahan kering

dan energi yang hilang dari aktivitas asam laktat yang rendah. Bahan

kering yang hilang dapat diperkirakan sekitar 5% dan energi gross yang

hilang disebabkan perombakan komponen energi yang tinggi menjadi

etanol (McDonald, et al., 2002).

F. Kualitas Pakan
17

Beberapa aspek penting dalam penyusunan pakan dengan mutu

yang baik adalah bahan baku, standar kebutuhan nutrisi dari ternak,

teknik pengolahan, formulasi dan teknik pencampuran, dan kontaminan.

Ketersediaan, penanganan dan karakteristik bahan baku berperanan

penting untuk mengkreasikan pakan yang bermutu baik. Bahan pakan

seharusnya bahan yang tidak digunakan sebagai pangan. Namun,

berdasarkan perkembangan nilai ekonomi, pemanfaatan suatu bahan bisa

berubah dari yang biasa digunakan sebagai pakan menjadi digunakan

sebagai pangan, terutama produk/produk samping dari pengolahan bahan

pangan (Achmadi, 2007).

Kualitas nutrisi bahan makanan ternak merupakan faktor utama

dalam menentukan kebijakan dalam pemilihan dan penggunaan bahan

makanan tersebut sebagai sumber zat makanan untuk memenuhi

kebutuhan hidup pokok dan produksinya. Kualitas nutrisi bahan pakan

terdiri atas komposisi nilai gizi, serat dan energi serta aplikasinya pada

nilai palatabilitas dan daya cerna. Penentuan komposisi nilai gizi secara

garis besarnya dapat dilakukan dengan analisis proksimat, dimana dapat

ditentukan kandungan air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar

dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Dengan analisis proksimat

komponen-komponen fraksi serat tidak dapat tergambarkan secara

terperinci berdasarkan manfaatnya dan kecernaan pada ternak. Untuk

dapat menyempurnakannnya, komponen-komponen serat tersebut dapat

dianalisis secara terperinci dengan menggunakan analisisVan soest.


18

Analisis Proksimat

Bahan makanan ternak akan selalu terdiri dari zat-zat makanan

yang terutama diperlukan oleh ternak dan harus kita sediakan. Zat

makanan utama antara lain protein, lemak dan karbohidrat perlu diketahui

sebelum menyusun ransum. Untuk itu perlu dilakukan analisis

laboratorium guna mengetahuinya. Henneberg dan Stohmann dari

Weende Experiment Station di Jerman membagi pakan menjadi 6 (enam)

fraksi, yaitu : kadar air, abu, protein, lemak kasar, serat kasar dan bahan

ekstrak tanpa nitrogen (BETN)). Manfaat lain dari komposisi data proximat

adalah untuk menduga koefesien cerna (berdasarkan rumus Schneider)

dan menghitung TDN berdasarkan NRC.

Analisis Van Soest

Metode ini digunakan untuk mengestimasi kandungan serat dalam

pakan dan fraksi-fraksinya kedalam kelompok-kelompok tertentu

didasarkan atas keterikatanya dengan anion atau kation detergen (metode

detergen). Metode ini dikembangkan oleh Van Soest (1963), kemudian

disempurnakan oleh Van Soest dan Wine (1967) dan oleh Goering dan

Van Soest (1970). Tujuan awalnya metode ini adalah untuk menentukan

jumlah kandungan serat dalam pakan ruminan tetapi kemudaian dapat

digunakan juga untuk menentukan kandungan serat baik untuk

nonruminant maupun dalam pangan. Metode detergen terdiri dari 2 bagian

yaitu : Sistem netral untuk mengukur total serat atau serat yang tidak larut

dalam detergen netral (NDF) dan sistem detergen asam digunakan untuk
19

mengisolasi sellulosa yang tidak larut dan lignin serta beberapa komponen

yang terikat dengan keduanya (ADF).

G. Konsumsi Pakan

Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi

oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad-

libitum(Parakkasi, 1999). Palatabilitas merupakan faktor yang sangat

penting untuk menentukan tingkat konsumsi pakan, dimana palatabilitas

pakan ditentukan oleh rasa, bau dan warna yang merupakan pengaruh

faktor fisik dan kimia pakan. Demikian pula halnya untuk daerah-

daerah yang suhu udara dan kelembapan yang tinggi kemampuan ternak

ruminansia mengkonsumsi ransum akan lebih rendah (Siregar, 1994).

Jumlah konsumsi pakan adalah merupakan faktor penentu yang penting

yang menentukan jumlah nutrien yang didapat ternak dan selanjutnya

mempengaruhi tingkat produksi(Wodzicka et al., 1993).

MenurutTillman dkk. (1998) konsumsi diperhitungkan sebagai

jumlah makanan yang dikonsumsi oleh ternak, zat makanan yang

dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok

dan untuk keperluan produksi hewan tersebut. Tingkat perbedaan

konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor ternak

(bobot badan dan umur), tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan, dan

palatabilitas (Parakkasi, 1999). McDonald et al. (2002) menambahkan

bahwa kecernaan pakan dan laju digesta pakan mempengaruhi konsumsi

ransum. Kecernaan yang tinggi dan laju digesta yang cepat akan
20

meningkatkan konsumsi ransum. Konsumsi makanan dipengaruhi

terutama oleh faktor kualitas makanan dan oleh factor kebutuhan energi

ternak yang bersangkutan.

Makin baik kualitas makanannya, makin tinggi konsumsi makanan

seekor ternak. Konsumsi makanan ternak berkualitas baik ditentukan oleh

status fisiologi seekor ternak. Hal ini juga di utarakan oleh Wodzickaet al.

(1993) yang menyatakan bahwa kualitas pakan berpengaruh terhadap

konsumsi akhirnya yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan. Jumlah

konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang paling penting untuk

menentukan jumlah zat-zat makanan yang tersedia bagi ternak.Konsumsi

pakan merupakan hal mendasar yang akan menentukan level nutrien,

fungsi dan respon ternak serta penggunaan nutrien dalam pakan (Arora,

1989).Ternak ruminansia akan mengkonsumsi pakan dalam konsumsi

pakan akan meningkat sejalan dengan perkembangan kondisi dan tingkat

produksi yang dihasilkannya. (Mulyono danSarwono,2010)menyatakan

bahwa volume pakan yang diperlukan kambing sangat tergantung dari

total berat badan dan kemampuan memakan pakan (aseptabilitas).

Ørskov (1988)menyatakan bahwa kapasitas rumen akan menentukan

tingkat konsumsi pakan, karena ternak akan berhenti makan ketika

rumennya telah penuh terisi pakan meskipun kebutuhan nutriennya

belum terpenuhi.

Konsumsi Bahan Kering


21

Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk

hidup pokok dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi ternak

dipengaruhi oleh berbagaifaktor yang kompleks yang terdiri dari hewan,

makanan yang diberikan dan lingkungan tempat hewan tersebut

dipelihara. Konsumsi merupakan faktor yang penting dalam menentukan

jumlah danefisiensi produktifitas ruminansia, dimana ukuran tubuh ternak

sangat mempengaruhi konsumsi pakan. Tinggi rendahnya konsumsi

pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal

yaitu: tempat tinggal (kandang), palatabilitas, konsumsi nutrisi, bentuk

pakan dan faktor internal yaitu: selera, status fisiologi, bobot tubuh dan

produksi ternak itu sendiri. Semakin tinggi kandungan serat kasar dalam

ransum maka semakin rendah kecernaan dari ransum tersebut dan akan

menurunkan konsumsi bahan kering dari ransum. Pemberian konsentrat

terlampau banyak akan meningkatkan konsentrasi energi ransum dan

dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi

berkurang (Mulyaningsih, 2006).

Jumlah bahan kering pakan yang dapat dikonsumsi oleh seekor

ternak selama satu hari perlu diketahui. Konsumsi bahan kering

tergantung dari hijauan saja yang diberikan atau bersamaan dengan

konsentrat.Konsumsi bahan kering pada ternak kambing pada umumnya

adalah3-3.8 % dari berat badan.Nilai konsumsi pakan tinggi disebabkan

oleh bentuk pakan lebih halusjuga karena bentuk kering udara

menyebabkan kambing sering mengkonsumsi air sehingga membantu


22

proses hidrolisis, laju kecernaan pakan serta pengosongan isi lambung

cepat mengakibatkan konsumsi pakan meningkat(Ali, 2008).

Konsumsi Bahan Organik

Bahan organik merupakan bagian terbesar nutrien yang dibutuhkan

oleh ternak. Kualitas bahan kering yang dimakan oleh ternak tidak saja

tergantung dari mutu bahan makanan yang dimakan, tetapi juga

tergantung ukuran ternak yang memakan bahan makanan tersebut.

Konsumsi pakan dipengaruhi oleh laju pencernaan pakan dan tergantung

pada bobot badan ternak dan kualitas pakan. Salah satusifat limbah

organik yang berkualitas rendah adalah tingginya kandungan

lignosellulose yang sulit dicerna ruminansia. Tingginya serat kasar dalam

pakan merupakan faktor pembatas lamanya waktu pencernaan sehingga

akan mempengaruhi laju pencernaan dan akhirnya menurunkan konsumsi

pakan. Peningkatan konsumsi pakan bagi ternak selaras dengan

meningkatnya kualitas dan kecernaan pakan yang diberikan, sedang

kecernaan pakan tergantung dari kandungan serat yang tidak mampu

dimanfaatkan ternak (Ali, 2008).Tinggi rendahnya konsumsi bahan organik

akan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya konsumsi bahan kering. Hal ini

disebabkan karena sebagian besarkomponen bahan kering terdiri dari

komponen bahan organik, perbedaan keduanya terletak pada kandungan

abunya.

Konsumsi Protein Kasar


23

Kebutuhan ternak akan protein biasanya disebutkan dalam bentuk

protein kasar (PK). Kebutuhan protein ternak dipengaruhi oleh masa

pertumbuhan, umur fisiologis, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi,

kondisi tubuh dan rasio energi protein. Kondisi tubuh yang normal

membutuhkan protein dalam jumlah yang cukup, defisiensi protein dalam

ransum akan memperlambat pengosongan perut sehingga menurunkan

konsumsi. Bila ransum itu kaya akan nitrogen atau kandungan

nitrogennya beragam, kebutuhan protein kasar dapat dicerna cenderung

meningkat.Penentuan kebutuhan protein menimbulkan sejumlah masalah.

Kebutuhan protein kasar dapat dicerna (PKD) untuk proses pokok hidup

tergantung pada teknik percobaan, tipe ransum, tingkat energi dan

nitrogen ransum, kualitas protein, kondisi hewan dan barangkali juga

bangsa kambing (Devendra ,1994)

Kebutuhan protein kambing untuk hidup pokoknya adalah 0,74-3,45

g PKD/BB0,75sedangkan kebutuhan untuk pertumbahan yaitu 0,139-0,274

g PKD/g tambahan berat per hari (Devendra, 1994).

Konsumsi Serat Kasar

Serat merupakan senyawa karbohidrat yang tidak dapat dicerna,

fungsi utamanya untuk mengatur kerja usus. Komponen utama dari serat

adalah selulosa, terdapat sebagian besar pada dinding sel kayu. Salah

satu contoh dari selulosa murni yaitu kapas. Komposisi serat dalam pakan

ternak sangat bervariasi, tergantung pada bahan dasar yang digunakan

untuk menyusun pakan tersebut . Kandungan serat dalam pakan juga


24

berbeda tergantung pada jenis hewan yang mengkonsumsinya, misalnya

pada unggas dibedakan berdasarkan jenis dan usianya . Sedangkan

untuk pakan ruminansia kandungan seratnya relatif lebih tinggi. Serat

kasar bagi ruminansia digunakan sebagai sumber energi (Suprapto dkk.,

2013). Serat kasar memiliki hubungan yang negatif dengan kecernaan,

semakin rendah serat kasar maka semakin tinggi kecernaan ransum

(Arora, 1989).

Bagi ternak ruminansia fraksi serat dalam makanannya berfungsi

sebagai sumber energi utama, dimana sebagian besar selulosa dan

hemiselulosa dari serat dapat dicerna oleh mikroba yang terdapat dalam

sistem perncernaannya. Ruminansia dapat mencerna serat dengan

baik, dimana 70-80% dari kebutuhan energinya berasal dari serat.

Serat kasar merupakan sisa bahan makanan yang telah mengalami

proses pemanasan dengan asam keras dan basa keras selama 30 menit

berturut-turut dalam prosedur yang dilakukan di laboratorium. Proses

seperti ini dapat merusak beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna

oleh manusia, dan tidak dapat diketahui komposisi kimia tiap-tiap bahan

yang membentuk dinding sel. Serat ataupun senyawa-senyawa yang

termasuk dalam serat mempunyai sifat kimia yang tidak larut dalam air,

asam atau basa meskipun dengan pemanasan atau hidrolisis. Mutu pakan

ternak sangat ditentukan oleh komposisi kimianya, walaupun komposisi

tersebut tidak menentukan ketersediaannya bagi ternak. Penentuan

komposisi serat merupakan hal yang umum dilakukan disamping


25

penetapan protein, lemak, karbohidrat atau mineral analisis serat

mempunyai peranan penting dalam menentukan pakan ternak terutama

untuk ruminansia.

H. Kecernaan Nutrien

Kecernaan in vivo merupakan suatu cara penentuan kecernaan

nutrient menggunakan hewan percobaan dengan analisis nutrien pakan

dan feses (Tillman dkk., 1998). Anggorodi (2008) menambahkan

pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan merupakan usaha

untuk menentukan jumlah nutrient dari suatu bahan yang didegradasi dan

diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna merupakan persentse

nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan

diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrien yang dikonsumsi

dengan jumlah nutrien yang dikeluarkan dalam feses.

Tipe evaluasi pakan in vivo merupakan metode penentuan

kecernaan pakan menggunakan hewan percobaan dengan analisis pakan

dan feses. Pencernaan ruminansia terjadi secara mekanis, fermentative,

dan hidrolisis (McDonald et al., .2002). Dengan metode invivo dapat

diketahui pencernaan bahan pakan yang terjadi di dalam seluruh saluran

pencernaan ternak, sehingga nilai kecernaan pakan yang diperoleh

mendekati nilai sebenarnya. Koefisien cerna yang ditentukan secarain

vivo biasanya 1% sampai 2% lebih rendah dari pada nilai kecernaan yang

diperoleh secara in vitro (Tillman dkk.,1998).

Kecernaan Bahan Kering


26

Kecernaan adalah selisih anatara zat makanan yang dikonsumsi

dengan yang dieksresikan dalam feses dan dianggap terserap dalam

saluran cerna. Jadi kecernaan merupakan pencerminan dari jumlah nutrisi

dalam bahan pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Tinggi

rendahnya kecernaan bahan pakan memberi arti seberapa besar bahan

pakan itu mengandung zat-zat makanan dalam bentuk yang dapat dicerna

dalam saluran pencernaan. Kecernaan bahan kering dipengaruhi oleh

kandungan protein pakan, karena setiap sumber protein memiliki kelarutan

dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda. Kecernaan bahan organik

merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai pakan. Setiap

jenis ternak ruminansia memiliki mikroba rumen dengan kemampuan yang

berbeda-beda dalam mendegradasi ransum, sehingga mengakibatkan

perbedaan kecernaan (Sutardi, 1979).

Kecernaan pakan dapat didefinisikan dengan cara menghitung

bagian zat makanan yang tidak dikeluarkan melalui feses dengan asumsi

zat makanan tersebut telah diserap oleh ternak. Kecernaan pakan

biasanya dinyatakan dalam persen berdasarkan bahan kering. Faktor-

faktor yangmempengaruhi kecernaan antara lain komposisi bahan pakan,

perbandingan komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan

lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan

taraf pemberian pakan (McDonald et al., 2002).

Daya cerna juga merupakan presentasi nutrien yang diserap dalam

saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih


27

antara jumlah nutrisi yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan

dalam feses (Anggorodi, 1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna bahan pakan adalah

suhu, laju perjalanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik dari pakan,

komposisi ransum dan pengaruh perbandingan dengan zat lainnya

(Anggorodi, 1995), komposisi kimia bahan, daya cerna semu protein

kasar, penyiapan pakan (pemotongan, penggilingan,pemasakan, dan

lain-lain), jenis ternak, umur ternak, danjumlah ransum (Tillman

dkk., 1998).

Kecernaan Bahan Organik

Bahan organik merupakan bahan kering yang telah dikurangi abu,

komponen bahan kering bila difermentasi di dalam rumen akan

menghasilkan asam lemak terbang yang merupakan sumber energi bagi

ternak. Nilai kecernaan bahan organik (KBO) didapatkan melalui selisih

kandungan bahan organik (BO) awal sebelum inkubasi dan setelah

inkubasi, proporsional terhadap kandungan BO sebelum inkubasi tersebut

(Blümmel et al., 1997).

Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak

meliputi kecernaan zat-zat makanan berupa komponen bahan organik

seperti karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin. Bahan-bahan organik

yang terdapat dalam pakan tersedia dalam bentuk tidak larut, oleh karena

itu diperlukan adanya proses pemecahan zat-zat tersebut menjadi zat-zat

yang mudah larut. Faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan organik


28

adalah kandungan serat kasar dan mineral dari bahan pakan. Kecernaan

bahan organik erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering, karena

sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan organik.

Kecernaan Serat Kasar

Serat kasar bagi ruminansia digunakan sebagai sumber energi

utama dan lemak kasar merupakan sumber energi yang efisien dan

berperan penting dalam metabolisme tubuh sehingga perlu diketahui

kecernaannya dalam tubuh ternak. Serat kasar memiliki hubungan yang

negatif dengan kecernaan.Semakin rendah serat kasar maka semakin

tinggi kecernaan ransum. Tillman dkk. (1998) menyatakan bahwa

kecernaan serat kasar tergantung pada kandungan serat kasar dalam

ransum dan jumlah serat kasar yang dikonsumsi. Kadar serat kasar terlalu

tinggi dapat mengganggu pencernaan zat lain.

Daya cerna serat kasar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain kadar serat dalam pakan, komposisi penyusun serat kasar dan

aktivitas mikroorganisme (Maynard et al., 1969). Mourino et al. (2001)

menjelaskan bahwa aktivitasbakteri selulolitik di dalam rumenberlangsung

secara normal apabila pHrumen di atas 6,0. pH normal rumen kambing

sekitar 6,8-7 sehingga optimal untuk aktivitas mikroba. Apabila pH

rumenlebihrendah dari 5,3 maka aktivitas bakteriselulolitik menjadi

terhambat. Pakan dengan perlakuan silase memiliki pH rendah yaitu 4-5.


29

Pakan silase yang diberikan pada kambing akan menghambat

aktivitas mikroba rumen sehingga mikroba sulit dalam mendegradasi

pakan, hal tersebut menyebabkan menurunnya kecernaan serat kasar.

Kecernaan Protein Kasar

Kebutuhan ternak akan protein biasanya disebutkan dalam bentuk

protein kasar (PK). Kebutuhan protein ternak dipengaruhi oleh masa

pertumbuhan, umur fisiologis, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi,

kondisi tubuh dan rasio energi protein. Kondisi tubuh yang normal

membutuhkan protein dalam jumlah yang cukup, defisiensi protein dalam

ransum akan memperlambat pengosongan perut sehingga menurunkan

konsumsi (Rangkuti, 2011).

Mikroorganisme retikulo-rumen dapat mendegradasi semua protein

danasam amino baru dari nitrogen dan kerangka karbon yang terdapat

dalamretikulo-rumen, gambaran asam amino protein yang keluar dari

rumen tidakmencerminkan gambaran asam amino protein pakan.

Perombakan proteinadalah cepat, sehingga mengasilkan kadar amonia

rumen yang tinggi dansebagian diserap dan di ekskresikan sebagai urea

(Tillman dkk., 1998).

Seluruh protein yang berasal dari makanan pertama kali

dihidrolisisoleh mikrobia rumen. Tingkat hidrolisis protein tergantung dari

daya larutnyayang berkaitan dengan kenaikan kadar amonia. Hidrolisis

protein menjadi asam amino diikuti oleh proses deaminasi untuk

membebaskan amonia (Arora, 1989). Disamping itu mikroba-mikroba yang


30

mati masuk ke dalamusus menjadi sumber protein bagi ruminansia (65%

sumbangan protein bagi ruminansia berasal dari mikroba-mikroba

tersebut).

I. Komponen Dinding Sel Tanaman (NDF dan ADF)

Komponen penyusun makanan ternak terdiri dari isi sel dan dinding

selmenjadi serat–serat ini lebih dikenal dengan “ Analisis Serat Van Soest

“. Van Soest(1982) membagi komponen hijauan menjadi dua bagian

berdasarkan kelarutannyadalam larutan detergent yaitu isi sel atau NDS

(Neutral Detergent Soluble) yangbersifat mudah larut dalam detergent

neutral yang terdiri dari protein, karbohidrat,lemak dan mineral yang

mudah larut. Bagian lainnya yaitu dinding sel atau NDF(Neutral Detergent

Fiber) terdiri dari dua fraksi yaitu ADS (Acid Detergent Souble)yang terdiri

dari Hemiselulosa dan protein dinding sel yang larut dalam detergentasam

dan Acid Detergent Fiber (ADF) Lignoselulosa yang tidak larut dalam

detergentasam. Acid Detergent Fiber ini terdiri dari selulosa dan

lignin.Acid Detergent Fibermerupakan zat makanan yang tidak larut dalam

detergent netral danNDF bagian terbesar dari dinding sel tanaman. Bahan

ini terdiri dari selulosa,hemiselulosa, lignin dan silika serta protein fibrosa

(Van Soest, 1982). DegradasiNDF lebih tinggi dibanding degradasi ADF di

dalam rumen, karena NDFmengandung fraksi yang mudah larut yaitu

hemiselulosa (Church dan Pond, 1986).Varga et al. (1983) menyatakan

bahwa kandungan NDF berkorelasi negatif denganlaju pemecahannya.


31

Peningkatan kadar NDF dapat menurunkan kecernaan bahankering (NRC,

1988).

Acid Detergent Fiber (ADF)merupakan zat makanan yang tidak

larut dalam detergent asam yangterdiri dari selulosa, lignin dan silika (Van

Soest, 1982). Komponen ADF yangmudah dicerna adalah selulosa,

sedangkan lignin sulit dicerna karena memiliki ikatanrangkap, jika

kandungan lignin dalam bahan pakan tinggi maka koefisien cerna

pakantersebut menjadi rendah (Sutardi dkk., 1980).

Selulosamerupakan polisakarida yang terdiri dari rantai lurus unit

glukosa yang mempunyai berat molekul tinggi. Selulosa lebih tahan

terhadap reaksi kimia dibandingkan dengan glukan – glukan lainnya

(Tillman dkk., 1989). Menurut Church (1976), bahwa selulosa sukar

dihancurkan dalam sistem pencernaan tetapi karena adanya

mikroorganisme yang terdapat pada rumen ternak ruminansia sehingga

selulosa mampu dicerna dan dimanfaatkan dengan baik. Hasil akhir dari

pencernaan selulosa dalam rumen adalah asam lemak terbang (VFA)

yang merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia (Tillman

dkk., 1989). Menurut McDonald et al. (2002) bahwa selulosa terdiri dari

dua bentuk yaitu amorf dan kristal. Bagian amorf jika dihindrolisis akan

larut sedangkan bagian Kristal tetap utuh dan sebagian lagi larut dalam

larutan asam encer. Keadaan inilah yang menyebabkan enzim–enzim

ternak monogastrik tidak mampu mencernanya kecuali enzim selulosa

yang dihasilkan oleh mikroorganisme di dalam rumen ternak ruminansia.


32

Hemiselulosamerupakan kelompok senyawa yang bersama–sama

terikat dengan selulosa pada daun, kayu–kayuan dan biji–bijian tertentu.

Menurut Meyer (1970), bahwa hemiselulosa selain mengandung pentosa

dan xylosa juga mengandung hexosa seperti glukosa dan galaktosa.

Menurut Tillman dkk,. (1991) hemiselulosa adalah suatu nama untuk

menunjukkan suatu golongan subtensi termasuk didalamnya pentosa,

hektosa, araban, xilan dan polinuorat yang kurang tahan terhadap pelarut

kimia maupun reaksi enzimatis.

Hemiselulosa kurang tahan terhadap reaksi kimia dibanding

selulosa. Menurut Church (1976), bahwa hemiselulosa dengan mudah

dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen. Bakteri hemiselulolitik tidak

dapat mendegradasi selulosa, sebaliknya bakteri selulolitik dapat

mendegradasi hemiselulosa (Van Soest, 1982). Enzim hemiselulosa yang

dihasilkan oleh mikroorganisme rumen akan menghidrolisis hemiselulosa

dengan hasil akhir asam lemak terbang (VFA) (Tillman dkk., 1998). Said

(1996) menyatakan bahwa hemiselulosa dapat difermentasi oleh

beberapa mikroorganisme yang mampu menggunakan gula pentosa

sebagai substratnya. Adanya aktifitas mikroorganisme, karbohidrat

komplek yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa akan dipecah menjadi

asam lemak atsiri (asetat, propionate dan butirat) (Rajhan dan Panthank,

1979). Asam lemak atsiri merupakan sumber energi bagi ternak

ruminansia dan mampu menyediakan energi 55 – 60 % dari kebutuhannya

(Rajhan, 1977). Faktor yang mempengaruhi hemiselulosa yaitu kurang


33

tahan terhadap reaksi kimia dan kecernaan hemiselulosa masih rendah

karena adanya ikatan lignin sehingga terbentuk ikatan lignohemiselulosa

yang sulit dicerna (Sutardi dkk., 1980).

Ligninbukanlah golongan karbohidrat, tetapi sering berkaitan

dengan selulosa dan hemiselulosa serta erat hubungannya dengan serat

kasar dalam analisa proksimat, maka dimasukkan kedalam karbohidrat

(Tillman dkk., 1998). Lignin adalah suatu polimer senyawa aromatik yang

sebagian besar tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik. Lignin tidak

dapat diuraikan menjadi satuan monomer, karena bila dihidrolisis,

monomer sangat cepat teroksidasi dan segera terjadi reaksi kondensasi.

Lignin adalah senyawa tiga dimensi yang disusun dari

monomermetoksifenil propana. Pada kayu, lignin umumnya terdapat di

daerah lamela tengah dan berfungsi pengikat antar sel serta menguatkan

dinding sel kayu (Sanjaya, 2001).

Lignin merupakan bagian dari tanaman yang tidak dapat dicerna

dan berikatan kuat dengan selulosa dan hemiselulosa (Tillman dkk.,

1998). Menurut Van Soest, (1982) bahwa lignin merupakan bagian dari

dinding sel tanaman yang tidak dapat dicerna, bahkan mengurangi

kecernaan fraksi tanaman lainnya. Lebih lanjut Sutardi dkk.,(1980)

menyatakan lignin berperan untuk memperkuat struktur dinding sel

tanaman dengan mengikat selulosa dan hemiselulosa sehingga sulit

dicerna oleh mikroorganisme. Sesuai dengan pendapat Jung dan Vogel

(1986), bahwa lignin menghambat kecernaan hemiselulosa dan selulosa.


34

Kadar lignin dalam tanaman bertambah dengan bertambahnya umur

tanaman (Tillman dkk.,1998). Menurut Rajhan (1977) bahwa lignin sangat

tahan terhadap reaksi enzimatik.

Silikamerupakan bagian yang tidak larut dalam detergent asam

danmerupakan bagian yang termasuk dalam dinding sel (Van Soest,

1982).

Kerangka Pikir
- Kadar air tinggi
- Memiliki antinutrisi - Protein Kasar
(sianida) tinggi
-Tergantung dengan Azolla - Serat kasar rendah
musim - Mineral tinggi
- Mudah didapat

- Komposisipakan
- Lama fermentasi Silase pakan lengkap Nilai nutrisi:
- Bahan kering
- Bahan Organik
- BETN

Kecernaan Nutrien:
- Bahan kering
Konsumsi Nutrien: - Bahan Organik
- Bahan kering
Kambing
- Protein Kasar
- Bahan Organik
- Lemak Kasar
- Protein Kasar
- ADF,
- Lemak Kasar
NDFselulosa,hemis
- ADF,
elulosa dan lignin
NDFselulosa,hemi
selulosa dan lignin
-
Gambar 1. Diagram kerangka fikir.
35

J. Hipotesis

1. Diduga bahwa dengan lama fermentasi silase pakan lengkap berbasis

azolla dapat mempengaruhi perubahan nilai nutrisi.

2. Penggunaan pakan silase yang berbasisazollayang diberikan untuk

kambing dapat mempengaruhi tingkat konsumsi dan kecernaan

nutrien pada ternak tersebut.

Anda mungkin juga menyukai