BIOGRAFI “DR. MARIE THOMAS DOKTER WANITA PERTAMA DI INDONESIA”
Maria Josephine Catherine Maramis alias Maria Walanda Maramis adalah
pahlawan nasional dari Minahasa yang menjadi wanita Indonesia pertama yang menjadi dokter. Nama panggilannya adalah Marie Thomas. Marie Thomas lahir di Likupang, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, 17 Februari 1896 dan meninggal dunia di Bukittinggi, Sumatera Barat, 10 Oktober 1966. Orang tuanya adalah Adriaan Thomas dan Nicolina Maramis. Ayahnya berkarier di militer, yang mengharuskan keluarganya terus berpindah-pindah ke berbagai lokasi di Indonesia. Namun, hal ini memungkinkan Thomas bersekolah di berbagai sekolah dari Sulawesi hingga Jawa .
Pada tahun 1912, Marie diterima di School of Training of Native
Physicians (STOVIA). Sekolah tersebut sebelumya hanya dikhususkan untuk laki-laki. Pada saat pendaftarannya, Marie adalah satu-satunya siswa perempuan di antara sekitar 200 siswa laki-laki. Marie Thomas menyelesaikan studinya di STOVIA pada tahun 1922 dan diakui sebagai lulusan wanita pertama STOVIA, dengan gelar Indisch Arts (dokter Hindia). Dia kemudian memulai praktik medisnya di rumah sakit utama di Batavia (Jakarta) bernama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ) (Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo ). Ia kemudian bekerja di Medan , Manado , dan kembali ke Batavia di Rumah Sakit Budi Kemuliaan, rumah sakit yang didirikan oleh yayasan STOVIA. Marie pernah menjadi asisten Nicolaas Boerma, seorang dokter Belanda yang mengkhususkan diri dalam kebidanan. Selain itu,
Ia melanjutkan dengan spesialisasi di bidang kebidanan dan ginekologi dan
dianggap sebagai dokter Indonesia pertama yang memiliki spesialisasi di bidang ini. Selama masa jabatannya, ia sering menangani urusan kesehatan dan persalinan. Pasalnya, banyak orang Indonesia saat itu lebih memilih dukun daripada dokter atau bidan. Marie merupakan salah satu dokter yang pertama kali terlibat dalam kebijakan mengontrol kelahiran bayi lewat metode IUD.
Pada tahun 16 Maret 1929, ia menikah dengan seorang dokter, Mohammad
Joesoef asal Padang. Ia kemudian pindah ke Padang bersama suaminya dan menjabat sebagai Pelayanan Kesehatan Masyarakat di sebuah rumah sakit di Padang. Selama di Padang, Marie menjalankan tugasnya di Layanan Kesehatan Masyarakat atau Dienst der Volksgezondheid (DVG). Setelah tinggal beberapa tahun di Padang, mereka kembali ke Batavia. Namun, tak lama kemudian Marie dan suaminya balik lagi ke Sumatera Barat dan menetap di Fort de Kock, yang sekarang disebut Bukittinggi. Pada tahun 1950, Marie mendirikan sekolah kebidanan pertama di Sumatera dan yang kedua di Indonesia. Tak hanya itu, Marie juga mendidik para bidan yang ada di Sumatera. Ia menjadi dokter pertama yang memperkenalkan metode kontrasepsi baru di Indonesia seperti IUD.
Marie dikenal sebagai sosok dokter yang dermawan. Meski menempuh
pendidikan tinggi, ia selalu tampil rendah hati dan rela membantu pasien yang membutuhkan pertolongannya. Marie bahkan memberikan pengobatan gratis kepada pasien yang tidak mampu membayar biaya perawatan. Kehidupannya yang tanpa pamrih dan membuka jalan bagi kaum perempuan Indonesia, untuk mengejar pendidikan kedokteran dan pendidikan tinggi lainnya, membuat Marie menjadi tokoh yang dihormati.