Anda di halaman 1dari 2

DR.

MOEWARDI

Lahir : 30 Januari 1907 Belanda Randukuning, Pati, Jawa Tengah

Meninggal : 13 Oktober 1948 (umur 41) Indonesia Surakarta, Jawa Tengah

Istri : Suprapti (m. 1932; c. 1935), Susilowati (m. 1939; c. 1948)

Anak : Sri Sejati, Adi Sudarsoyo, Ataswarin Kamarijah, Kusumarita, Cipto Juwono, Banteng
Witjaksono, Happy Anandarin Wahyuningsih

Orang tua : Mas Sastrowardojo (ayah), Roepeni(ibu)

Dr. Moewardi adalah seorang dokter lulusan STOVIA atau Sekolah Kedokteran di Batavia atau. Ia
merupakan Ketua Barisan Pelopor pada 1945 di Surakarta. Moewardi juga turut terlibat dalam
peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945. Julukan "dokter gembel" juga sangat melekat pada
Moewardi, berkat kesederhanaan dan kedermawanannya.

Awal Kehidupan

Moewardi lahir di Desa Randukuning, Pati, Jawa Tengah, pada 30 Januari 1907. Ia merupakan anak
ke-7 dari Mas Sastrowardojo dan Roepeni, seorang mantri guru. Pada 1913, Moewardi bersekolah di
Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Kudus, yaitu sekolah dasar dengan bahasa pengantara bahasa
Belanda. Moewardi menjadi murid yang pintar di sekolahnya. Berkat kepintarannya tersebut, sang
ayah, Sastrowardojo memindahkan Moewardi ke Europesche Lagere School (ELS), sekolah untuk
keturunan Eropa di Pati, karena sekolah ini jauh lebih dekat dari rumahnya. Sastrowardojo juga
menginginkan agar anak-anaknya dapat menjadi orang yang lebih pandai dan memiliki kedudukan
tinggi daripada dirinya.

STOVIA

Moewardi lulus dari ELS pada 1921. Ia melanjutkan sekolahnya di STOVIA atau Sekolah Kedokteran
di Batavia. Ayahnya meminta Dr. Umar di Cilacap (ayah angkat Mayjen Ernest Julius Magenda,
Direktur Intelejen ABRI era 1960-an) untuk memberi rekomendasi kepada Moewardi. Berkat
rekomendasi tersebut, akhirnya Moewardi dapat melanjutkan pendidikannya di STOVIA. Selama
hampir 12 tahun Moewardi baru dapat memperoleh ijazah dokternya. Hal ini bukan karena dirinya
bodoh. Sewaktu muda, Moewardi aktif di dunia mahasiswa sehingga ia harus menunda-nunda
kelulusannya.
Keterlibatan Proklamasi

Setelah lulus dari STOVIA, Moewardi menjadi seorang dokter. Ia mendapat julukan sebagai dokter
gembel, karena Dokter Moewardi lebih senang bergaul dengan gembel dibanding golongan atas.
Kiprah Moewardi tidak hanya berhenti di kedokteran dan organisasi kepanduan, namun ia juga turut
aktif dalam usaha melawan penjajahan di Indonesia. Saat Jepang datang menggantikan Belanda, ia
menjadi Syuurengotaico. Syuurengotaico adalah jabatan yang bertugas memimpin Barisan Pelopor
Kota Istimewa Jakarta atau Jakarta Tokubetsu Shi. Barisan Pelopor sendiri sebenarnya adalah
bentukan Jepang, namun oleh para pemuda digunakan sebagai gerakan memerdekakan Indonesia.
Selama bergabung dalam Barisan Pelopor,

Moewardi sempat menjadi buronan tentara Jepang karena perlawanannya. Dalam satu kesempatan,
Moewardi sempat berdebat dengan Soekarno. Perdebatan antara keduanya terjadi dalam proses
pembacaan teks proklamasi. Moewardi meminta agar Soekarno segera membacakan teks proklamasi,
meskipun Moh. Hatta belum datang. Tetapi, Soekarno bersikukuh untuk menunggu Moh. Hatta.

Akhir Hidup

Demi kemerdekaan Indonesia, Moewardi sempat melepas status sementara sebagai dokter. Kemudian,
setelah ibukota dari Yogyakarta berpindah ke Jakarta, Moewardi memilih untuk menetap di Solo. Di
Solo, Moewardi kembali menjalankan profesinya sebagai seorang dokter. Lalu, pada 13 September
1948, Mayor Hendroprijoko, Jenderal TNI, mencegah Moewardi untuk berpratkek mengingat kondisi
negara yang sedang darurat. Namun, Moewardi tidak mengindahkan perkataan Mayor Hendroprijoko.
Ia tetap kukuh untuk menjalankan proses operasi sesuai jadwal yang ditentukan. Moewardi
mengatakan bahwa ia tidak akan dibunuh oleh bangsa sendiri, melainkan hanyalah Belanda, sehingga
pasiennya harus tetap dioperasi. Tak lama setelah Moewardi berangkat ke rumah sakit, terdengar
keriuhan dari letusan senjata api.

Moewardi pun diculik dan kantor polisi di dekat rumah sakit telah habis diserbu. Proses penculikan
yang terjadi pada Moewardi dapat dikatakan cukup unik. Saat itu, para penculik sempat membiarkan
Moewardi untuk menyelesaikan proses operasi terlebih dulu. Setelah itu, terdengar kabar bahwa
seluruh korban penculikan termasuk Moewardi telah tewas dibunuh. Untuk mengenang sosoknya
secara resmi Moewardi dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional melalui Surat
Keputusan Presiden RI No. 190 Tahun 1964. Nama Moewardi juga disematkan sebagai nama rumah
sakit yang diputuskan melalui Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah pada
24 Oktober 1988.

Anda mungkin juga menyukai