Anda di halaman 1dari 8

Peran Dr.

Johannes Leimana Dalam Upaya Penumpasan

Pemberontakan di Indonesia

Disusun Oleh

Nama : Desti Arum FitriyanI

Kelas : XII-IPA

MA AL JIHAD
Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Dr. Johannes Leimena (lahir di Ambon, Maluku, 6 Maret 1905 – meninggal di
Jakarta, 29 Maret 1977 pada umur 72 tahun) adalah salah satu pahlawan Indonesia. Ia
merupakan tokoh politik yang paling sering menjabat sebagai menteri kabinet Indonesia dan
satu-satunya Menteri Indonesia yang menjabat sebagai Menteri selama 21 tahun berturut-turut
tanpa terputus. Leimena masuk ke dalam 18 kabinet yang berbeda, sejak Kabinet Sjahrir II
(1946) sampai Kabinet Dwikora II (1966), baik sebagai Menteri Kesehatan, Wakil Perdana
Menteri, Wakil Menteri Pertama maupun Menteri Sosial. Selain itu Leimena juga menyandang
pangkat Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL ketika ia menjadi anggota dari KOTI (Komando
Operasi Tertinggi) dalam rangka Trikora.

1. 2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kehidupan Dr. Leimana?
2. Apa peran Dr. Leimana dalam upaya meredam pemberontakan yang terjadi di Indonesia
pada tahun 1950?

1. 3 Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk:

 Mengetahui sejarah kehidupan Dr. Leimana


 Mengetahui peranan Dr. Leimana dalam meredam pemberontakan di Indonesia
pada tahun 1950.
 Menyelesaikan tugas mata pelajaran Sejarah

Bab II
Pembahasan
2. 1 Biografi Dr. Leimana
Dr. Leimana atau nama panjangnya Johannes Leimena (anak kedua dari
empat anak pasangan Dominggus Leimena dan Elizabeth Sulilatu) lahir tanggal 6
Maret 1905 di Ambon. Ia keturunan keluarga besar Leimena dari Desa Ema di Pulau
Ambon dan dikenal dengan nama panggilan "Oom Jo". Ia seorang Kristen yang
berbudi luhur. Ayahnya seorang guru, dengan demikian ia terhitung keturunan
golongan menengah (pada saat itu). Pada usia lima tahun Johannes telah menjadi
yatim. Kemudian ibunya menikah lagi, dan ia diasuh oleh pamannya.
Johannes kecil awalnya bersekolah di awalnya bersekolah di Ambonsche
Burgerschool di Ambon karena paman yang mengasuhnya menjadi kepala sekolah di
sana. Kemudian pamannya dipindahkan ke Cimahi. Keberangkatannya ke Cimahi
merupakan titik balik dan kisah tersendiri bagi Johannes. Sebenarnya ibunya
bersikeras tidak mengizinkan Johannes pergi, tetapi ia nekat menyelinap ke kapal
dan baru menampakan diri saat kapal hendak bertolak. Tindakan nekatnya itu
membuat ibunya pasrah dan berpesan agar pamannya mau menjadi pelindung
baginya. Didikan pamannya yang penuh disiplin berhasil menempa Johannes dan
menjadikannya murid yang berprestasi.

Tahun 1914, Johannes hijrah ke Batavia bersama pamannya. Di Batavia,


Johannes melanjutkan studinya di Europeesch Lagere School (ELS), tetapi studinya hanya
beberapa bulan saja, lalu ia pindah ke sekolah menengah Paul Krugerschool (sekolah untuk
anak asli orang Belanda, kini PSKD Kwitang), dan tamat tahun 1919. Setelah menyelesaikan
sekolah dasarnya, Johannes memilih sekolah campuran dari berbagai golongan, yaitu MULO
(Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) dan tamat tahun 1922.

Setelah menyelesaikan studinya, Johannes yang mencoba mencari


pekerjaan menemui kesulitan karena kursus-kursus yang dia masuki hanya
dikhususkan untuk anak Indo-Belanda. Oleh sebab itu, Johannes menempuh
pendidikan tinggi di sekolah kedokteran "STOVIA" (School Tot Opleiding Van
Indische Artsen) pada tahun 1930. Johannes mulai bekerja sebagai dokter sejak
tahun 1930.

Pertama kali ia diangkat sebagai dokter pemerintah di "CBZ Batavia"


(kini RS Cipto Mangunkusumo). Beberapa waktu kemudian ia ditugaskan di
Karesidenan Kedu saat Gunung Merapi meletus. Setelah itu dipindahkan ke Rumah
Sakit Zending Emmanuel Bandung. Di rumah sakit inilah, saat bertugas dari tahun
1931 sampai 1941, ia bertemu dengan gadis pujaan hatinya yang kemudian menjadi
istrinya (Wijarsih Prawiradilaga). Ia adalah putri seorang widana yang kala itu
menjadi kepala asrama putri. Mereka menikah di Gereja Pasundan pada tanggal 19
Agustus 1933 dan dikaruniai 8 putri.

Setelah bekerja selama 11 tahun sebagai dokter swasta, ia


melanjutkan studi dan mendalami ilmu penyakit dalam. Tanggal 17 November 1939
dengan dipandu oleh dekan sekolahnya, Prof. J.A.M. Verbunt, dan panitia
pembimbing yang diketuai Prof. Siegenbeek van Heukelom, Dr. Leimena
mempertahankan disertasi Ph.D-nya dengan judul Leverfunctieï proeven bij
Inheemschen dan meraih gelar Doktor di Geneeskunde Hogeschool/GHS (Sekolah
Tinggi Kedokteran), Batavia.

Gerakan Kekristenan dan Kebangsaan

Perhatian Dr. Leimena pada pergerakan nasional kebangsaan berkembang sejak


pertengahan tahun 1920-an. Bermula di Bandung, ia acapkali mendengar pidato Presiden
Soekarno. Saat itu Dr. Leimena belum akrab dengan Presiden Soekarno. Kedekatannya dengan
Presiden Soekarno bermula di rumah sakit tempatnya bekerja. Waktu itu kesehatan Presiden
Soekarno kurang baik setelah berkunjung ke Akademi Militer di Tangerang, kemudian ia
diperiksakan di rumah sakit tersebut. Sejak itu hubungan mereka semakin erat.

Keprihatinan Dr. Leimena atas kurangnya kepedulian sosial umat Kristen terhadap
nasib bangsa merupakan hal utama yang mendorong niatnya untuk aktif pada "Gerakan
Oikumene". Jiwa oikumene dan nasionalis yang melekat pada dirinya tidak hanya
mendorongnya terlibat pada tugas profesionalnya (dokter) tetapi juga terlibat dalam aktivitas
politik. Sejak menjadi mahasiswa, ia sudah aktif di kalangan nasional dan masuk organisasi
politik "Sarekat Ambon" (Serikat Ambon). Sejak tahun 1925 aktif dalam perkumpulan pemuda
"Jong Ambon" sebagai Ketua Umum serta turut dalam persiapan "Sumpah Pemuda" pada 28
Oktober 1928.

Pada zaman Jepang dan revolusi kemerdekaan ia pun sudah ikut berjuang dan
mengabdi penuh kepada Republik Indonesia. Tahun 1926, Dr. Leimena ditugaskan untuk
mempersiapkan Konferensi Pemuda Kristen di Bandung. Konferensi ini adalah perwujudan
pertama Organisasi Oikumene di kalangan pemuda Kristen. Selama di STOVIA, ia benar-benar
menunjukkan nilai kekristenan sekaligus kebangsaannya, yakni dengan aktif di berbagai
gerakan.

Setelah lulus studi kedokteran STOVIA, Dr. Leimena mendirikan sekaligus menjadi
ketua CSV (Christelijke Studenten Vereeniging) yang pertama saat ia masih menginjak tahun ke-
4 di bangku kuliah. CSV merupakan organisasi ekstrakemahasiswaan yang merupakan cikal
bakal berdirinya GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) tahun 1950. Selain itu, ia juga
terpilih sebagai ketua umum Partai Kristen Indonesia (PARKINDO) tahun 1950-1957, 5 tahun
setelah organisasi ini dibentuk. Hal ini pula yang kemudian mengantarkannya ke berbagai
jabatan penting di pemerintahan.

Kepribadiannya yang sederhana dengan iman Kristen yang sejati dan teguh
membuatnya bisa diterima oleh semua golongan. Sebagai pemimpin Partai Kristen Indonesia
(PARKINDO), ia selalu mendapat tempat dalam berbagai kabinet karena pendiriannya untuk
kepentingan negara di atas segala-galanya. Selain di PARKINDO, Dr. Leimena juga berperan
dalam pembentukan DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia, kini PGI) pada tahun 1950. Di
lembaga ini ia pernah dipilih sebagai wakil ketua yang membidangi komisi gereja dan negara.

Sebagai seorang tokoh politik, Dr. Leimena pernah menduduki berbagai jabatan.
Dr. Leimena pernah menjabat dalam 18 kabinet yang berbeda (1946 -- 1966). Selain menjadi
Menteri Kesehatan Indonesia yang pertama, ia juga menjabat sebagai Menteri Kesehatan
Indonesia yang terlama (selama 21 tahun/delapan kali masa jabatan) dari 1945 -- 1966. Ia juga
menjadi pejabat Presiden RI tujuh kali. Bahkan menurut seorang saksi sejarah, Roeslan
Abdulgani, Soekarno yang seorang sekuler hendak menyiapkan Leimena menjadi calon
presiden, menurut Roeslan Abdulgani: "Soekarno adalah Fenomeen Nasional yang mempunyai
Zesde Zintuig (indera keenam); tujuh kali Leimena ditunjuk oleh Bung Karno sebagai Pejabat
Presiden; tidak terdengar suatu keberatan atau anti".

Ketika Orde Baru berkuasa, Dr. Leimena mengundurkan diri dari tugasnya sebagai
menteri, namun ia masih dipercaya Presiden Soeharto sebagai anggota DPA (Dewan
Pertimbangan Agung) hingga tahun 1973. Usai aktif di DPA, ia kembali melibatkan diri di
lembaga-lembaga Kristen yang pernah ikut dibesarkannya, seperti Parkindo, DGI, UKI, STT, dan
lain-lain. Ketika Parkindo berfusi dalam PDI (Partai Demokrasi Indonesia, kini PDI-P), Dr.
Leimena diangkat menjadi anggota Deperpu (Dewan Pertimbangan Pusat) PDI, dan pernah pula
menjabat Direktur Rumah Sakit DGI Cikini.

2. 2 Peran Dr. Leimana dalam upaya meredam pemberontakan yang


terjadi di Indonesia tahun 1950

Didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia, menimbulkan respon dari


masyarakat Maluku Selatan saat itu. Seorang mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur, Mr.
Dr. Christian Robert Soumokil, memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan pada
tanggal 25 April 1950. Hal ini merupakan bentuk penolakan atas didirikannya NKRI, Soumokil
tidak setuju dengan penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia Timur ke dalam wilayah
kekuasaan Republik Indonesia. Dengan mendirikan Republik Maluku Selatan, Ia mencoba untuk
melepas wilayah Maluku Tengah dan NIT dari Republik Indonesia Serikat.

Berdirinya Republik Maluku Selatan ini langsung menimbulkan respon pemerintah


yang merasa kehadiran RMS bisa jadi ancaman bagi keutuhan Republik Indoensia Serikat. Maka
dari itu, pemerintah langsung ambil beberapa keputusan untuk langkah selanjutnya.

Tindakan pemerintah yang pertama dilakukan adalah dengan menempuh jalan


damai. Dr. J. Leimena dikirim oleh Pemerintah untuk menyampaikan permintaan berdamai
kepada RMS, tentunya membujuk agar tetap bergabung dengan NKRI. Tetapi, langkah
pemerintah tersebut ditolak oleh Soumokil, justru ia malah meminta bantuan, perhatian, juga
pengakuan dari negara lain, terutama dari Belanda, Amerika Serikat, dan komisi PBB untuk
Indonesia.

Ditolaknya mentah-mentah ajakan pemerintah kepada RMS untuk berdamai,


membuat pemerintah Indonesia memutuskan untuk melaksanakan ekspedisi militer. Kolonel
A.E. Kawilarang dipilih sebagai pemimpin dalam melaksanakan ekspedisi militer tersebut. Kalian
tahu ngga beliau itu siapa? Beliau itu adalah panglima tentara dan teritorium Indonesia Timur.
Ia dirasa mengerti dan paham bagaimana kondisi Indonesia di wilayah timur.

Akhirnya kota Ambon dapat dikuasai pada awal November 1950. Akan tetapi, ketika
melakukan perebutan Benteng Nieuw Victoria, Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur. Namun,
perjuangan gerilya kecil-kecilan masih berlanjut di Pulau Seram sampai 1962. Setelah itu, pada
tanggal 12 Desember 1963, Soumokil akhirnya dapat ditangkap dan kemudian dihadapkan pada
Mahkamah Militer Luar Biasa di Jakarta. Berdasarkan keputusan Mahkamah Militer Luar Biasa,
Soumokil dijatuhi hukuman mati.

Setelah RMS mengalami kekalahan di Ambon, serta Soumokil yang telah dijatuhkan
hukuman mati, pada akhirnya pemerintahan RMS mulai mengungsi dari pulau-pulau yang di
tempati sebelumnya dan membuat pemerintahan dalam pengasingan di Belanda. Sebanyak
12.000 tentara Maluku bersama keluarganya berangkat ke Belanda setahun setelahnya. Pada
akhirnya pemberontakan RMS berhasil dihentikan oleh pemerintah Indonesia.

Penutup
Dr. Johannes Leimena adalah salah satu pahlawan Indonesia. Ia merupakan tokoh
politik yang paling sering menjabat sebagai menteri kabinet Indonesia dan satu-satunya
Menteri Indonesia yang menjabat sebagai Menteri selama 21 tahun berturut-turut tanpa
terputus. Leimena masuk ke dalam 18 kabinet yang berbeda, sejak Kabinet Sjahrir II (1946)
sampai Kabinet Dwikora II (1966), baik sebagai Menteri Kesehatan, Wakil Perdana Menteri,
Wakil Menteri Pertama maupun Menteri Sosial. Selain itu Leimena juga menyandang pangkat
Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL ketika ia menjadi anggota dari KOTI (Komando Operasi
Tertinggi) dalam rangka Trikora.

Daftar Pustaka
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Johannes_Leimena

https://m.biokristi.sabda.org/dr_johannes_leimena

https://blog.ruangguru.com/sejarah-pemberontakan-republik-maluku-selatan

Anda mungkin juga menyukai