Anda di halaman 1dari 3

Nama: Kezia Manuella Arianto

Kelas: X IPA 1
No. Absen: 22

PAHLAWANKU
Dr. Johannes Leimena

Johannes Leimena atau biasa dikenal Om Yo lahir pada 6 Maret 1905 di Pulau Ambon tepatnya
di Negeri Ema. Desa-desa yang bersifat otonom, masyarakat setempatnya menyebutnya ‘’Negeri’’.
Pemipin dari suatu negeri disebut raja. Raja disini berbeda dengan raja yang merupakan penguasa
kerajaan seperti di Jawa. Negeri Ema merupakan negeri asal ayah dari Dr. Johannes Leimena. Negeri
yang terletak di pegunungan ini lingkungannya dipenuhi oleh pepohonan yang rimbun. Sejak kecil
Leimena telah hidup dan dibesarkan diantara kemajemukan suku bangsa yang tinggal di negeri lateri
maupun di tengah-tengah kota Ambon dan Ema. Di waktu kecil Ia suka sekali mendengar cerita rakyat
mengenai asal-usul Negeri Ema dan Negeri Lateri tempat asal kedua orangtuanya. Salah satu cerita yang
menarik perhatiannya adalah cerita bahwa leluhur Leimena yang mendiami Negeri Ema awalnya berasal
dari Jawa. Mereka datang ke pulau ambon menggunakan perahu-perahu dan kemudian mendarat di
Negeri Ema. Sifat Leimena yang suka sekali cerita rakyat menjadikan sosok ini dekat dengan kebudayaan
dan lingkungannya.

Saat berusia 5 tahun ayah Leimena meninggal dunia, kemudian Ia diurus oleh pamannya yang adalah
seorang guru tamatan kweekschool Ambon atau dinamakan ‘’Sekolah Raja’’, karena sekolah ini
menerima anak-anak raja atau golongan bangsawan. Leimena menempuh pendidikan formal di sekolah
Ambonsche Burgerschool yang menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Karena
kedekatannya dengan sang paman, ketika paman ditugaskan bekerja di Jawa Barat Leimena memaksa
ikut bersama pamannya pindah ke pulau Jawa. Awalnya kepindahan Leimena tidak disetujui Ibundanya,
tapi menjelang keberangkatan paman Leimena telah menyelinap ke atas kapal dan bersembunyi di
kamar mesin. Sehingga ibunya dengan berat hati merelakan buah hatinya pergi merantau ikut keluarga
sang Paman.

Kehidupan Leimena semasa sekolah penuh disiplin dan sangat sederhana. Disamping belajar ia
tetap membantu keluarga untuk menyiapkan sarapan pagi, mencuci piring, dan pekerjaan rumah tangga
lainnya. Disekolah ia tergolong murid yang pandai, terbukti dengan ia berhasil meneruskan sekolah ke
Stovia (Stovia,sekolah kedokteran pribumi). Sejak tahun 1908 sekolah ini telah menjadi pusat
pergerakan pemuda. Di Stovia terdapat banyak sekali organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong
Sumatranen Bond, Jong Ambon, dan lain-lain. J. Leimena sebelum masuk ke Stovia sudah menjadi
anggota organisasi Jong Ambon. Ketika menempuh pendidikan Stovia ia mulai menapaki pemikiran
sebagai seorang dewasa yang peduli terhadap lingkungannya. Keaktifan Leimena dalam perkumpulan
mahasiswa ambon mendorong ia menghadiri kongres pemuda pertama di tahun 1926. Ia menjadi
anggota panitia kongres pemuda kedua tahun 1928 selaku perwakilan dari Jong Ambon. Sejak awal
menjadi pelajar Stovia, J. Leimena tidak hanya memfokuskan diri belajar ilmu kedokteran, ia juga
menambah pengetahuannya dengan menjadi anggota perpustakaan umum. Leimena juga bergaul
dengan pelajar-pelajar dari sekolah tinggi lain. J. Leimena adalah orang yang taat kepada agama.
Pengetahuan yang mendalam terhadap kekristenan membuat Johannes tertarik kepada gerakan
‘’Oikumene yang melanda gereja-gereja Asia ketika itu’’. Dengan latar belakang gerakan Oikumene dan
pergerakan nasional, J. Leimena membaktikan dirinya untuk masyarakat Indonesia menuju cita-cita
kemerdekaan menjadi suatu bangsa yang bermartabat. Leimena mengajak orang-orang Kristen
berpartisipasi dalam segi kehidupan bangsa Indonesia. Keprihatinan atas kurangnya kepeduliasn sosial
umat Kristen terhadap nasib bangsa, merupakan hal utama yang mendorong niat Leimena terlibat jauh
pada gerakan ini. Maka ketika sekolompok mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar-
Pelajar Indonesia menggagas Kongres Pemuda Kedua pada tahun 1928, J. Leimena yang saat itu salah
satu tokoh Jong Ambon diundang dalam pertemuan yang diselenggarakan di gedung Indonesische
Clubgebouw, Kramat 106, Weltevreden. J. Leimena terpilih sebagai panitia Kongres Pemuda Kedua.
Setamat dari Stovia, pengalaman Leimena bekerja tidak hanya menjadi dokter tapi juga terus
menambah pengetahuan dan keterampilannya di bidang medis dengan melakukan penelitian tentang
penyakit liver atau penyakit yang menyerang organ hati. Sehingga hasil penelitiannya membuat ia
berhasil merahi gelar doktor dalam ilmu kedokteran. Pada saat itu diantara 50 juta penduduk Indonesia,
yang bergelar doktor sangatlah sedikit. Setelah bekerja selama 10 tahun, ia diangkat menjadi direktur
rumah sakit di Purwakarta. Pada masa Jepang ini banyak dokter yang menjadi korban kekejaman
Jepang. Dr. Leimena pun tidak luput dari tindak kekejaman Jepang. Ia pernah diinterogasi Kemp Tai
dengan cara yang diluar batas kemanusiaan. Tapi suatu ketika, pimpinan Kemp Tai terserang malaria dan
Dr. J. Leimena diminta untuk mengobatinya sehingga perwira Jepang tersebut berhasil disembuhkan.
Sebagai ucapan terimakasihnya ia dibebaskan dari penjara dan ditugaskan menjadi direktur di rumah
sakit Tangerang sampai dengan tahun 1945.

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 pemerintah memberi kesempatan kepada rakyat
Indonesia untuk mendirikan partai politik. Dr. J. Leimena yang sudah cukup lama aktif di dunia politik
turut mendirikan sebuah partai yaitu Partai Kristen Indonesia (PARKINDO). Sebagai politisi, Dr. Leimena
beberapa kali duduk di Kabinet, kalau dihitung-hitung Ia menjabat menteri kesehatan sebanyak 10 kali,
2 kali sebagai menteri muda kesehatan dan 8 kali sebagai menteri kesehatan. Sebagai menteri
kesehatan, Dr. J. Leimena sangat memperhatikan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia. Bahkan
gebrakan lain dari Dr. J. Leimena yang cukup terasa pengaruhnya adalah ia mengadakan unit-unit
jawatan kesehatan kuratif dan preventif yang tersusun untuk rakyat, khususnya rakyat di desa-desa
(rural areas). Ia juga mengatakan bahwa ‘’Rakyat desa tak boleh hanya dilayani dengan tindakan
preventif, tapi juga usaha kuratif’’. Maka dimulailah usaha-usaha preventifnya, antara lain mendirikan
balai- balai nasehat kesehatan. Balai tersebut kemudian menjadi Puskesmas (Pusat Kesehatan
Masyarakat). Dr. J. Leimena juga mencanangkan Bandung Plan, yang merupakan suatu kombinasi dari
usaha kuratif dan preventif. Usaha percontohan Bandung Plan ini ditularkan ke daerah-daerah lain, baik
di Pulau Jawa maupun luar Pula Jawa. Setidaknya, upaya ini merupakan gebrakan lumayan baik bagi
seorang anak bangsa. Karir Leimena tidak hanya dilingkungan kesehatan, tapi ia pun menjabat sebagai
wakil perdana menteri II. Bung Karno selalu memanggil Dr. J. Leimena dengan sebutan dominee atau
pendeta. Panggilan tersebut selain menunjukkan keakraban, secara tersirat membuktikan kepercayaan
Bung Karno. Sesuatu yang dibuktikan dengan tujuh kali mengangkat Dr. J. Leimena sebagai pejabat
Presiden, setiap kali Bung Karno melawat keluar negeri. Leimena tidak hanya seorang dokter tapi juga
diplomat. Ia pernah menjadi negosiator di perundingan Perjanjian Liggarjati sampai dengan perundingan
Konferensi Meja Bundar. Leimena diangkat sebagai salah satu anggota delegasi RI sebagai ketua delegasi
Panitia Militer RI. Dr. J. Leimena selalu menjadi pemimpin juru runding komisi militer. Kepala staf
angkatan perang, T.B. Simatupang mengatakan hal yang menjadi landasan mengapa Leimenan dipilih
menjadi pemimpin komisi militer karena sikapnya yang tenang, tegas, disiplin, dan moderat. Keempat
sifat itulah yang menghilangkan kebuntuan ketika melaksanakan perundingan masalah militer antara
Indonesia dengan Belanda.

Sejak kecil Leimena dididik untuk hidup sederhana. Ia tidak pernah mengeluhkan keadaan
walaupun hidup dalam kesederhaan dan harus bekerja keras untuk mencapai cita-citanya. Ia juga
seorang anak yang rajin dan disiplin dalam belajar dan membantu urusan rumah tangga pamannya.
Mental yang tertempa sejak kecil serta pergaulannya yang luas sehingga peduli pada masyarakat kecil
membuat sosok Leimena menjadi dokter dan politikus yang tangguh. Sifat pengayomannya kepada
semua masyarakat dan persahabatannya yang tulus membuat ia diterima di segala kalangan. Semua
teman-teman Leimena, baik itu dalam organisasi politik maupun di pemerintahan mengakui sosok
Leimena yang mudah bersahabat dengan semua orang. Selain mudah berteman, ketika sudah menjadi
temanpun sifat rasa kesetiakawanannya snagat menonjol. Ia tidak pernah melukai hati lawan bicaranya
apabila terlibat dalam perbedaan pendapat.

Harapanku adalah bisa mewarisi sikap dan keteladan Dr. J. Leimena yang adalah Kakek Buyutku.
Kerja keras, jujur, sederhana, bertanggung jawab, mempunyai mimpi yang besar, dan selalu menjadi
berkat bagi sesama manusia harus bisa kumiliki.

Anda mungkin juga menyukai