Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN DOSEN PEMULA

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN POLA ASUH ORANG


TUA DENGAN KEMAMPUAN TOILET TRAINING PADA
ANAK USIA TODDLER

CICIK MUJIANTI, SST., M.KEB


NIK. 20130901032

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU


SEPTEMBER 2020
HALAMAN PENGESAHAN
PENELITIAN DOSEN PEMULA

Judul Penelitian : Hubungan pengetahuan dan pola asuh orang tua


dengan kemampuan toilet training pada anak usia
toddler di PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi
Tengah
Nama Program Studi : S1 Keperawatan

a. Nama Lengkap : Cicik Mujianti, SST., M.Keb


b. NIDN/NIK : 0906019005 / 20130901032
c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
d. Nomor HP : 082197283563
e. Alamat Surel (e-mail) : cicik.mujianty24@gmail.com
Biaya Penelitian : RP. 2.500.000,-

Palu, 03 November 2019

Ketua STIKes Ketua Prodi


Widya Nusantara Palu Prodi DIII Kebidanan

(Dr. Tigor H Situmorang, MH., M.Kes) (Arfiah, SST., M.Kes)

Ketua Peneliti Ketua LPPM


Widya Nusantara Palu

(Cicik Mujianti, SST., M.Kes) (Wahyu Sulfian, SST., M.Kes)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ vi
RINGKASAN ...................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 5
1.4 Target Luaran .................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Pengetahuan ........................................... 6
2.2 Tinjauan Umum Pola Asuh Orangtua ................................. 11
2.3 Tinjauan Tentang Anak Usia Toddler ................................ 18
2.4 Tinjauan Tentang Toilet Training ...................................... 21
2.5 Kerangka Teori .................................................................. 29
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tahap-tahap Penelitian....................................................... 30
3.2 Lokasi Penelitian ............................................................... 30
3.3 Peubah ............................................................................... 30
3.4 Rancangan Penelitian ......................................................... 32
3.5 Tehnik Pengumpulan Data ................................................. 32
3.6 Analisa Data ...................................................................... 33
BAB IV BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
4.1 Biaya Penelitian ................................................................. 35
4.2 Jadwal Penelitian ............................................................... 35
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.Hasil .................................................................................... 36
5.2.Pembahasan ......................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jenis dan Kategori Peubah ........................................................ 31


Tabel 4.1 Anggaran Biaya Penelitian ....................................................... 35
Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan Penelitian ....................................................... 35
Tabel 5.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan dan
pekerjaan di PAUD Aisyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah .......... 36
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan pengetahuan ibu tentang toilet
training pada anak usia toddler di PAUD Aisyah 2 Provinsi
Sulawesi Tengah ...................................................................... 37
Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan pola asuh orang tua di PAUD
Aisyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah ....................................... 37
Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan kemampuan toilet training
pada anak usia toddler di PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi
Tengah ..................................................................................... 38
Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan hubungan pengetahuan
dengan kemampuan toilet training pada anak usia toddler di
PAUD Aisyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah .............................. 39
Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan hubungan pola asuh orang tua
dengan kemampuan toilet training pada anak usia toddler di
PAUD Aisyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah .............................. 39

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Teori ......................................................................... 29

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Tugas Penelitian Dosen


Lampiran 2. Surat Tugas Mahasiswa Pembantu Penelitian
Lampiran 3. Surat Balasan Izin Penelitian
Lampiran 4. Pernyataan Penelitian
Lampiran 5. Log Book
Lampiran 6. Justifikasi Anggaran

vi
RINGKASAN

Toilet training sangat penting dalam membentuk karakter anak dan


membentuk rasa saling percaya dalam hubungan anak dan orang tua. Keberhasilan
toilet training dipengaruhi oleh pengetahuan dan pola asuh orang tua dalam
mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis hubungan pengetahuan dan pola asuh orang tua dengan kemampuan
toilet training pada anak usia toddler di PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi
Tengah.
Jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional.
Populasi yaitu semua orang tua yang memiliki anak usia toddler di PAUD Asyiyah
2 Provinsi Sulawesi Tengah yaitu 32 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu memiliki
pengetahuan baik tentang toilet training yaitu 75%, orang tua dengan pola asuh
yang baik yaitu 78,1%, anak usia toddler memiliki kemampuan toilet training baik
yaitu 68,7%. Hasil uji Fisher’s Exact didapatkan nilai p=0,000 dan nilai p=0,001
(p Value < 0,05), ini berarti secara statistik ada hubungan pengetahuan dan pola
asuh orang tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia toddler.
Simpulan pada penelitian ini yaitu ada hubungan pola asuh orang tua
dengan kemampuan toilet training pada anak usia toddler di PAUD Asyiyah 2
Provinsi Sulawesi Tengah. Saran bagi orang tua (ibu) yang menerapkan pola asuh
kurang baik agar dapat merubah atau menerapkan pola asuh yang tepat kepada
anaknya agar mampu melaksanakan toilet training dengan baik dan bagi para guru
di di PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah agar membantu melatih anak
didiknya dalam menjalankan toilet training.

vii
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua peristiwa yang
berbeda tetapi berlangsung sama, saling berkaitan sehingga sulit dipisahkan.
Perkembangaan anak yang kurang akan berakibat kualitas sumber daya
manusia (SDM) yang buruk di masa mendatang. Kualitas perkembangan anak
terutama ditentukan pada usia batita yang usia kisarannya 0-3 tahun
(Soetjiningsih 2012).
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita,
dimana diperlukan rangsangan atau stimulus yang tepat agar potensi yang ada
pada anak berkembang secara optimal (Maryanti 2011). Setiap anak
mempunyai tugas perkembangan yang harus dilewati dengan baik, terlebih
pada anak usia toddler (12-36 bulan). Salah satu tugas perkembangan pada
anak usia toddler adalah toilet training. Toilet training adalah kemampuan
untuk dapat mengontrol buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK).
Secara psikoseksual toddler berada pada fase anal, yaitu fase dimana anak bisa
mendapat kepuasan dengan bisa BAB dan BAK secara mandiri. Toilet training
perlu mendapat perhatian karena toilet training selain melatih anak dalam
mengontrol buang air juga dapat bermanfaat dalam pendidikan seks
(Soetjiningsih 2012).
Kebiasaan mengompol pada anak usia di bawah usia 2 tahun masih
dianggap sebagai hal yang wajar. Anak mengompol di bawah usia 2 tahun
disebabkan karena anak belum mampu mengontrol kandung kemih secara
sempurna. Beberapa hasil penelitian dan literatur menyebutkan kira-kira
setengah dari anak usia 3 tahun masih mengompol. Setengah juta anak di
Inggris dan antara 5-7 juta anak di Amerika Serikat pada tahun 2012 sering
mengompol yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan orang tua dan
keluarga dalam membantu anak mengontrol kebiasaan buang air kecilnya
sehingga akan menyebabkan anak sering mengompol, celananya sering basah,
dan buang air sembarangan. Kasus yang ditemukan di Indonesia anak usia 6
tahun yang masih mengompol sekitar 12%. Diperkirakan jumlah balita di
Indonesia mencapai 30% dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia, dan menurut
survei kesehatan rumah tangga (SKRT) nasional tahun 2013 diperkirakan
jumlah balita yang susah mengontrol BAB dan BAK (ngompol) di usia toddler
mencapai 75 juta anak (Musfiroh dan Wisudaningtyas 2014)
Mendidik anak dalam melakukan BAB dan BAK akan efektif apabila
dilakukan sejak dini. Kebiasaan baik dalam melakukan BAK dan BAB yang
dilakukan sejak dini akan dibawa sampai dewasa. Salah satu cara yang dapat
dilakukan orang tua dalam mengajarkan BAB dan BAK pada anak adalah
melalui toilet training. Toilet training merupakan cara untuk melatih anak
agar bisa mengontrol buang air kecil dan buang air besar. Hal ini penting
dilakukan untuk melatih kemandirian anak dalam melakukan BAK dan BAB
sendiri. Toilet training baik dilakukan sejak dini untuk menanamkan
kebiasaan yang baik pada anak. Toilet training akan dapat berhasil dengan
baik apabila ada kerjasama antara orang tua dengan anak. Kerja sama yang
baik akan memberikan rasa saling percaya pada orang tua dan anak. Toilet
training sangat penting dalam membentuk karakter anak dan membentuk rasa
saling percaya dalam hubungan anak dan orang tua (Septiari 2012).
Pengetahuan berpengaruh pada penerapan toilet training pada anak. Ibu
yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik, diharapkan pemahaman ibu
baik tentang manfaat dan dampak dari toilet training, sehingga ibu akan
mempunyai sikap yang positif terhadap toilet training (Munafiah et al. 2013).
Pengetahuan tentang toilet training sangat penting untuk dimiliki oleh seorang
ibu. Hal ini akan berpengaruh pada penerapan toilet training pada anak. Ibu yang
mempunyai tingkat pengetahuan yang baik berarti mempunyai pemahaman yang
baik tentang manfaat dan dampak toilet training (Pusparini 2010).
Keberhasilan toilet training juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua
dalam mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Penerapan pola asuh
yang tepat diharapkan dapat membentuk seorang anak dengan pribadi yang
baik, penuh semangat dalam belajar dan juga prestasi belajar anak terus
meningkat seiring pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak. Pola
asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan motorik kasar dan
halus, perkembangan bahasa dan kemampuan sosial anak termasuk

2
kemampuan toilet training (Budiarnawan et al. 2014). Salah satu fase tumbuh
kembang pada anak memiliki ciri dan tugas perkembangan seperti ketrampilan
motorik kasar, motorik halus, kemampuan bahasa dan sosial. Kemampuan
tersebut tergambarkan dari tingkah laku anak seperti keinginan untuk bermain,
rasa ingin berpetualang menjelajah dunia luar, dan berimajinasi menciptakan
suatu tingkah laku (Ratne et al. 2016).
Pola asuh dan peran orang tua pada anak usia toddler, dalam
mengajarkan toilet training dengan tepat berfungsi untuk melatih dan
mengontrol buang air besar dan buang air kecil. Latihan toilet training dapat
dimulai dengan pembiasaan anak menggunakan toilet, melatih anak duduk di
toilet, dan dilakukan secara rutin. Toilet training merupakan aspek penting
pada perkembangan anak usia toddler yaitu anak usia 1 sampai 3 tahun dimana
orang tua harus memberikan perhatian yang lebih dalam hal buang air besar
dan buang air kecil. Pembelajaran toilet training pada anak merupakan langkah
awal pembentukan kemandirian anak. Mengajarkan secara tepat dapat
menumbuhkan sikap disiplin anak. Tugas orang tua yaitu memberikan rasa
nyaman pada anak, memberi motivasi dan memberikan contoh yang benar
supaya anak lebih cepat mandiri dalam melakukan BAB dan BAK dengan baik
dan benar. Pada masa usia toddler, anak mengalami perkembangan, rasa ingin
tahu yang lebih tinggi dan juga mendapatkan lingkungan yang lebih luas
karena sudah mulai bisa berjalan (Septiari 2012).
Dampak orang tua tidak menerapkan toilet training pada anak
diantaranya adalah anak menjadi keras kepala dan susah untuk diatur. Selain
itu anak tidak mandiri dan masih membawa kebiasaan mengompol hingga
besar. Toilet training yang tidak diajarkan sejak dini akan membuat orang tua
semakin sulit untuk mengajarkan pada anak ketika anak bertambah usianya
(Femilia 2014).
Hasil penelitian Efendi (2013) tentang hubungan antara pengetahuan
dan pola asuh ibu terhadap kemampuan toilet training pada anak usia 2-3 tahun
di Paud Asa Bunda Semarang menunjukkan pengetahuan ibu dalam toilet
training sebagian besar baik yaitu 70,3%. Pola asuh dalam toilet training
demokratis 60,8%. Kemampuan toilet training 86,4%. Hasil uji bivariat

3
menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dan pola asuh ibu dengan
kemampuan toilet training pada anak usia 2-3 tahun.
Penelitian serupa dilakukan oleh Sutik (2016) tentang hubungan pola
asuh orang tua dengan tingkat keberhasilan toilet training pada anak usia
prasekolah di TK Pembina Semampir Kediri dimana hasil penelitian
didapatkan responden yang menggunakan pola asuh demokratis sebanyak
30%, pola asuh otoriter sebanyak 52,5%, pola asuh permisif sebanyak 12,5%,
pola asuh penelantar sebanyak 5%. Sedangkan untuk tingkat keberhasilan yang
berhasil sebanyak 25%, cukup berhasil sebanyak 67,5%, kurang berhasil
sebanyak 7,5% dengan kesimpulan terdapat hubungan yang signifikan antara
pola asuh orang tua dengan tingkat keberhasilan toilet training pada anak usia
prasekolah di TK Pembina Semampir Kediri. Semakin ke arah pola asuh
demokratis penerapan toilet training akan berhasil sedangkan semakin kearah
pola asuh penelantar penerapan toilet training kurang berhasil.
Studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 27 April 2018 di
PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah data yang diperoleh tentang
jumlah anak usia toddler (1-3 tahun) berjumlah 32 orang dan ada 8 orang
yang masih menggunakan pempers atau popok sekali pakai. Hasil observasi
dan wawancara di peroleh informasi dari 10 orang tua anak yaitu 4 diantaranya
mengatakan bahwa anak mereka masih mengompol, dari 5 orang tua yang
memiliki anak laki-laki mengatakan bahwa mereka memberi kebebasan pada
anak mereka untuk buang air kecil di sembarang tempat. Hal ini menunjukkan
bahwa pengetahuan orang tua tentang toilet training masih kurang dan pola
asuh yang mereka terapkan pada anak tidak tepat. Berdasarkan uraian di atas,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan
dan pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia
toddler di PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada
penelitian ini yaitu apakah ada hubungan pengetahuan dan pola asuh orang tua

4
dengan kemampuan toilet training pada anak usia toddler di PAUD Asyiyah 2
Provinsi Sulawesi Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk meganalisis hubungan
pengetahuan dan pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet training
pada anak usia toddler di PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk:
a. Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang toilet training pada
anak usia toddler di PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah
b. Mengidentifikasi pola asuh orang tua pada anak usia toddler di PAUD
Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah.
c. Mengidentifikasi kemampuan toilet training pada anak usia toddler di
PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah.
d. Meganalisis hubungan pengetahuan orang tua dengan kemampuan
toilet training pada anak usia toddler di PAUD Asyiyah 2 Provinsi
Sulawesi Tengah
e. Meganalisis hubungan pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet
training pada anak usia toddler di PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi
Tengah.

1.4 Target Luaran


NO Jenis Luaran Indikator Capaian
1 Publikasi Ilmiah
a. Jurnal Nasional (ber ISSN) Draf
b. Jurnal nasional Terakreditasi -
2 Pemakalah dalam Temu Ilmiah
a. Nasional -
b. Lokal -
3 Bahan Ajar -

5
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan umum tentang pengetahuan


2.1.1 Pengertian pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan
dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt
behaviour) (Notoatmodjo 2012).

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil


penggunaan panca inderanya. Pengetahuan sangat berbeda dengan
kepercayaan (beliefs), takhayul (supertition), dan penerangan-penerangan
yang keliru (misinformation). Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui
berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia (Mubarak
2012).

Pengetahuan akan terus bertambah dan bervariatif sesuai dengan


proses pengalaman manusia yang dialami. Menurut Brunner, proses
pengetahuan tersebut melibatkan tiga aspek, yaitu proses mendapatkan
informasi baru yang didapat merupakan pengganti pengetahuan yang telah
diperoleh sebelumnya atau merupakan penyempurnaan informasi
sebelumnya. Proses tranformasi adalah proses memanipulasi pengetahuan
agar sesuai dengan tugas-tugas baru. Proses evaluasi dilakukan dengan
memeriksa kembali apakah cara mengolah informasi telah memadai
(Mubarak 2012).

2.1.2 Tingkat pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup dalam kognitif menurut Notoatmodjo


(2012) mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu
kriteria yang telah ada.
2.1.3 Cara memperoleh pengetahuan

Notoatmodjo (2012) mengemukakan cara memperoleh pengetahuan


adalah sebagai berikut:

1. Cara tradisional atau non ilmiah


a. Cara coba salah (trial and error)

7
Cara coba-coba ini dilakukan dengan mengunakan beberapa
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang
lain. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and
error (gagal atau salah) atau metode salah (coba-coba).
b. Cara kekuasaan atau otoritas

Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintahan, tokoh


agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai
mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan. Prinsip
inilah, orang lain menerima pendapat yang dikemukan oleh orang
yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji dan
membuktikan kebenarannya.
a. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.

2. Cara modern atau ilmiah

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih populer


disebut metodologi penelitian (research methodology) yang dewasa
ini kita kenal dengan metode penelitian ilmiah (scientific research
method).

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Mubarak (2012) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang


mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah sebagai berikut :

1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada
orang lain agar dapat memahami sesuatu hal. Tidak dapat dipungkiri
bahwah semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula

8
mereka menerima informasi, dan pada akhirnya pengetahuan yang
dimilikinya akan semakin banyak.
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
3. Umur
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih
berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih
banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri
menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak
menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual,
pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak
ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya
perkembangan selama hidup:
a. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang
dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga
menambah pengetahuannya.
b. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang
sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun
mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan
bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang
lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa
teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat
sejalan dengan bertambahnya usia.
4. Minat

Minat sebagai kecenderungan atau keinginan yang tinggi


terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan

9
menekuni suatu hal, sehingga memperoleh pengetahuan yang lebih
mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara


untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah
yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional
serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari
keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah
nyata dalam bidang kerjanya.

6. Informasi.

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun


non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya
teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang
dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi
baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa
membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai
sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya
pengetahuan terhadap hal tersebut.

7. Sosial budaya dan ekonomi.

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa


melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan
demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak

10
melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,
sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan
seseorang.

8. Lingkungan.

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,


baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu
yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya
interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai
pengetahuan oleh setiap individu.

2.1.5 Pengukuran Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita
ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di
atas (Notoatmodjo 2012)

2.2 Tinjauan tentang pola asuh orang tua

2.2.1 Pengertian pola asuh orang tua


Menurut kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja,
sistem, atau model dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan
mendidik anak, sedangkan orang tua memiliki arti ayah dan ibu, jadi dapat
disimpulkan pola asuh orang tua memiliki arti cara atau sistem ayah dan ibu
dalam merawat atau mendidik anak. Pola asuh orang tua adalah kegiatan
atau cara mengasuh orang tua dalam berinteraksi dengan anak. Pola asuh
orang tua adalah interaksi antara orang tua dan anak selama masa
pengasuhan agar terbentuk pribadi-pribadi yang memiliki norma-norma
yang sesuai dalam bermasyarakat (Aisyah 2010).

11
Pola asuh orang tua adalah bagaimana orang tua memperlakukan
anak, mendidik, membimbing dan mendisplinkan anak dalam mencapai
proses kedewasaan hingga pada upaya pembentukan norma-norma yang
diharapkan masyarakat pada umumnya. Anak perlu diasuh dan dibimbing
karena mengalami proses petumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan
dan perkembangan itu merupakan suatu proses. Agar pertumbuhan dan
perkembangan berjalan sebaik-baiknya anak perlu diasuh, dan dibimbing
oleh orang dewasa, terutama dalam lingkungan kehidupan keluarga
(Septiari 2012).

Pola asuh adalah pola interaksi antara anak dengan orang tua
meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum) dan
kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang, perlindungan, dan
lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar
anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola
asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam pendidikan
karakter anak (Septiari 2012).
2.2.2 Jenis pola asuh orang tua
Perkembangan pola asuh orang tua dibagi menjadi pola asuh otoriter,
pola asuh permisif, dan pola asuh demokratis yang diuraikan sebagai berikut
(Septiari 2012) :
1. Pola asuh otoriter (parent centered)
Pola asuh ini memiliki ciri orang tua sebagai pusat dalam
interaksi ini. Orang tua bertindak keras, memaksa, dan semena-mena
terhadap anak. Anak harus menuruti semua perkataan orang tua tanpa
diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapat. Pola asuh otoriter
ini juga bersifat kekerasan. Pola asuh ini orang tua tidak segan-segan
memukul anak bila anak melanggar aturan-aturan yang sangat ketat
yang telah dibuat oleh orang tuanya. Hal ini menyebabkan anak menjadi
tidak percaya diri, penakut, kurang inisiatif, nakal, memberontak bahkan
melarikan diri. Anak dapat mengembangkan tingkah laku sosial yang
baik jika mendapatkan kasih sayang yang melandasi dalam sebuah
keluarga.

12
2. Pola asuh permisif (children centered)
Pola asuh ini memiliki ciri anak sebagai pusat dalam interaksi ini,
yakni pola asuh yang cenderung memberikan kebebasan ditangan anak
tanpa kontrol sama sekali. Pola asuh ini membentuk pribadi yang manja,
anak menggunakan kebebasannya tanpa rasa tanggung jawab dan
kurang disiplin dalam aturan-aturan sosial yang ada. Ketidakadekuatan
peran orang tua dapat berakibat jangka panjang dalam perkembangan
anak, yang mengakibatkan anak tidak paham paham bahkan tidak
mengetahui aturan yang ada
3. Pola asuh demokratis (authoritative)
Pola asuh demokratis ini adalah pola asuh dimana kedudukan
orang tua dan anak adalah sama. Orang tua dan anak mempunyai
kebebasan yang sama dalam mengutarakan pendapat masing-masing.
Setiap keputusan yang diambil akan berdasarkan kesepakatan bersama,
dan tidak ada yang merasa dihakimi pada pola asuh ini. Pola asuh ini
akan membentuk keharmonisan antara orang tua dan anak, karena anak
merasa dirinya memiliki hak dalam mempertahankan dan
memperjuangkan apa yang menurutnya benar. Pola asuh ini akan
mendorong anak untuk belajar bertanggung jawab dengan apa yang
dikatakannya namun, kebebasan yang diberikan pada anak tetap dalam
pengawasan orang tua, sehingga orang tua masih dengan mudah
mengontrol apa yang dilakukan anak sesuai dengan tingkat-tingkat
perkembangan usia anak. Kebutuhan pokok anak dapat diakomodasikan
dengan wajar pada penerapan pola asuh demokrasi ini, sehingga jika
kebutuhan pokok manusia dapat terpenuhi maka akan tercipta suasana
psikologis maupun sosial yang menggembirakan.
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua
Beberapa faktor yang mempengaruhi orang tua dalam menerapkan
pola asuh kepada anak (Teviana dan Yusiana 2012) yaitu:
1. Jenis pola asuh yang diterima oleh orang tua sebelumnya
Tidak sedikit orang tua yang menerapkan pola asuh yang sama
pada anaknya seperti yang mereka terima dari orang tua mereka

13
sebelumnya tanpa melihat perkembangan zaman yang juga memiliki
peran dalam pembentukan perilaku anak. Sangat disayangkan jika pola
asuh yang mereka terima sebelumnya termasuk kedalam pola asuh yang
kurang benar, maka mereka akan menerapkannya pada anak-anak
mereka dan jika kita melihat perkembangan zaman sekarang yang begitu
pesat, jika pola asuh tersebut tidak dikendalikan dengan tepat, maka
akan menghasilkan perilaku anak yang tidak diinginkan.
2. Usia orang tua
Usia dapat menentukan tingkat kedewasaan orang tua
berdasarkan pengalaman hidup yang telah dilaluinya. Akibat usia yang
masih terlalu muda, anak cenderung mendapatkan pengawasan yang
lebih longgar karena sifat toleransi orang tua.
3. Status sosial ekonomi orang tua
Terpenuhinya kebutuhan pokok sebuah keluarga dapat
menentukan perilaku keluarga tersebut. Terdapat keterkaitan antara pola
asuh orang tua dengan status sosial ekonomi keluarga. Semakin rendah
status sosial ekonomi keluarga, maka orang tua akan semakin depresi
karena tertekan dalam tuntutan kebutuhan keluarga sehingga membuat
orang tua menerapkan pola asuh yang keras dan memaksa (otoriter).
4. Dominasi orang tua
Ibu adalah seseorang yang mengandung dan melahirkan anak,
tidak heran jika ibu memiliki ikatan yang sangat kuat dengan anaknya.
Ikatan batin yang dimiliki ibu ini akan membentuk pola asuh yang lebih
lembut dibandingkan pola asuh ayah. Orang tua perempuan cenderung
menerapkan pola asuh autoratif, sedangkan orang tua laki-laki
cenderung menerapkan pola asuh otoriter. Jenis kelamin dan kondisi
anak perempuan berbeda dengan anak laki-laki. Anak perempuan
cenderung memiliki perasaan yang lebih lembut, karena memilih
bermain boneka, sedangkan anak laki-laki lebih memilih bermain
dengan berlarian. Terutama dalam hal bergaul. Anak perempuan lebih
rentan untuk terjerumus kedalam pergaulan yang membahayakan masa
depannya.

14
2.2.4 Pola asuh orang tua menggunakan toilet training pada anak
Septiari (2012) mengemukakan bahwa mengajarkan anak
menggunakan toilet training adalah dengan cara :
1. Orang tua seharusnya memutuskan dengan hati-hati kata-kata apa yang
akan digunakan untuk menggambarkan bagian-bagian tubuh, urin, dan
BAB. Sebaiknya orang tua menggunakan kata-kata yang sudah umum
digunakan supaya tidak membingungkan atau mempermalukan anak.
Menghindari penggunaan kata-kata “kotor”, “nakal” atau jorok untuk
menggambarkan urin atau fases. Istilah negatif ini akan membuat anak
merasa malu dan bingung. Ajarkan BAB dan BAK dengan cara
sederhana. Anak mungkin ingin tahu dan mencoba untuk bermain
dengan fasesnya oleh karena itu orang tua harus dapat mencegah hal ini
tanpa membuat anak anda sedih, katakan bahwa fases bukan sesuatu
untuk dimainkan.
2. Ketika anak anda sudah siap, orang tua sebaiknya memilih pot (potoilet
traingy chair) untuk BAK atau BAB. Pot lebih mudah digunakan untuk
anak kecil, karena pendek sehingga anak tidak sulit untuk duduk
diatasnya dan kaki anak dapat mencapai lantai.
3. Anak-anak sering tertarik dengan aktivitas dalam kamar mandi
keluarga. Membiarkan mereka memperhatikan orang tuanya saat pergi
ke kamar mandi. Melihat orang dewasa menggunakan toilet akan
membuat merteka mempunyai keinginan yang sama. Jika
memungkinkan ibu sebaiknya memperlihatkan cara yang benar kepada
anak perempuannya, sedangkan ayah kepada anak laki-lakinya. Anak-
anak dapat juga mempelajari cara ini dari kakak atau teman-temannya.
4. Mengajarkan anak untuk memberitahukan bila dia ingin BAB atau
BAK, anak anda sering memberitahu pada saat dia sudah mengompol
atau BAB. Hal ini merupakan tanda bahwa anak mulai mengenal fungsi
tubuhnya. Ajarkan anak lain kali harus memberi tahu anda sebelumnya.

15
5. Sebelum BAB anak mungkin merintih, atau mengeluarkan suara-suara
aneh, jongkok, atau berhenti beberapa saat. Saat mengedan wajahnya
akan menjadi merah. Menjelaskan pada anak tanda-tanda terebut adalah
petunjuk saatnya menggunakan toilet. Kadang-kadang lebih lama
mengenal keinginan untuk BAK dari pada keinginan untuk BAB.
Beberapa anak belum dapat mengontrol keinginan BAK selama
beberapa bulan setelah mereka dapat mengontrol BAB. Beberapa anak
mampu mengontrol BAK terlebih dahulu. Sebagian besar anak laki-laki
belajar BAK dengan cara duduk terlebih dahulu, kemudian baru dengan
cara berdiri.
6. Ketika anak tampak ingin BAK atau BAB, pergilah ke pot. Biarkan anak
duduk di pot beberapa menit. Jelaskan bahwa ingin BAB atau BAK
disitu. Bergembiralah, jangan memperlihatkan ketegangan. Jika anak
anda protes dengan keras, jangan memaksa. Mungkin anak belum
saatnya untuk memulai toilet training.
7. Sebaiknya anak dilatih menggunakan pot secara rutin, misalnya menjadi
kegiatan pertama di pagi hari ketika anak anda bangun, setelah makan,
atau sebelum tidur siang. Ingatlah bahwa orang tua tidak dapat
mengontrol kapan anak anda BAB atau BAK.
8. Keberhasilan toilet training tergantung pada cara pengajaran bertahap
yang sesuai dengan anak. Orang tua harus mendukung usaha anak.
Jangan menginginkan hasil yang terlalu cepat. Berikan anak pelukan
dan pujian jika mereka berhasil. Bila terjadi kesalahan jangan memarahi
atau membuat mereka sedih. Hukuman akan membuat mereka merasa
bersalah dan membuat toilet training menjadi lebih lama.
9. Mengajarkan anak kebiasaan menjaga kebersihan. Menunjukkan cara
membilas yang benar. Anak perempuan seharusnya membersihkan dari
depan ke belakang untuk mencegah penyebaran kuman dari rektum ke
vagina atau kendung kemih. Memastikan anak laki-laki maupun
perempuan mencuci tangan mereka setelah BAB atau BAK.
10. Beberapa anak percaya bahwa urin atau faeses adalah bagian dari tubuh
mereka, melihat faesesnya disiram mungkin menakutkan dan sulit untuk

16
dimengerti. Beberapa anak takut mereka akan tersedot ke dalam toilet
bila disiram saat mereka masih duduk di atasnya. Orang tua harus
mengajarkan mereka keinginan untuk mengontrol, membiarkan mereka
mencoba menyiram tisu ke dalam toilet. Hal tersebut akan
menghilangkan ketakutan mereka terhadap suara berisik air dan mereka
dapat melihat benda yang menghilang, masuk ke dalam toilet.
11. Ketika anak anda mulai sering berhasil, tingkatkan dengan
menggunakan celana latihan (training pants). Kejadian terebut menjadi
sangat istimewa. Anak anda akan merasa bangga telah mendapat
kepercayaan dan merasa tumbuh. Bagaimana pun juga bersiaplah
terhadap terjadinya “kecelakaan”. Membutuhkan waktu berminggu-
minggu, bahkan berbulan-bulan sebelum toilet training selesai.
Sebaiknya tetap melanjutkan latihan duduk di pot di siang hari. Jika
anak dapat menggunakan pot dengan sukses, ini merupakan kesempatan
untuk memuji. Bila tidak ini masih merupakan latihan yang baik.
12. Awalnya, banyak anak akan BAB atau BAK segera setelah diangkat dari
toilet. Perlu waktu untuk anak belajar relaksasi otot-ototnya untuk
mengontrol BAB atau BAK. Bila sering terjadi “kecelakaan” seperti ini,
berarti anak belum siap untuk toilet training.
13. Kadang-kadang anak anda akan meminta popok saat merasa akan BAB
dan berdiri di suatu tempat tertentu untuk defekasi. Ajak anak mengenali
tanda-tanda keinginan BAB. Anjurkan kemampuannya dengan duduk di
atas pot tanpa popok.
14. Pola defekasi bervariasi. Beberapa anak 2-3 kali per hari. Anak lain 2-3
hari sekali. Fases yang lunak membuat toilet training lebih mudah untuk
anak dan orang tua. Terlalu memaksa anak dalam toilet training dapat
menimbulkan
masalah BAB jangka panjang.
15. Sebagian besar anak dapat mengontrol BAB dan BAK di siang hari saat
usia 3-4 tahun. Bahkan setelah anak tidak mengompol di siang hari
masih perlu waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk tidak
mengompol di malam hari. Sebagian besar anak perempuan dan lebih

17
dari 75% anak laki-laki mampu tidak mengompol di malam hari setelah
usia 5 tahun. Anak akan menunjukkan kepada orang tua jika dia sudah
siap pindah dari pot ke toilet sesungguhnya.

2.3 Tinjauan tentang anak usia toddler

2.3.1 Pengertian toddler

Anak usia toddler adalah anak usia 12 – 36 bulan (1-3 tahun) pada
periode ini anak berusaha mencari tahu bagaimana sesuatu bekerja dan
bagaimana mengontrol orang lain melalui kemarahan, penolakan dan
tindakan keras kepala. Hal ini merupakan periode yang sangat penting
untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan intelektual secara
optimal (Soetjiningsih 2010).

2.3.2 Pertumbuhan anak usia toddler


Hockenbery et al. (2012) mengemukakan pertumbuhan merupakan
bertambah jumlah dan besarnya sel seluruh bagian tubuh yang secara
kuantitatif dapat diukur. Sedangkan perkembangan merupakan
bertambahnya sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui
tumbuh kematangan belajar.

Pertumbuhan pada tahun ke dua pada anak akan mengalami


beberapa perlambatan pertumbuhan fisik dimana pada tahun kedua anak
akan mengalami kenaikan berat badan 1,5-2,5 kg dan panjang badan 6-10
cm. Pertumbuhan otak juga akan mengalami perlambatan yaitu kenaikan
lingkar kepala hanya 2 cm untuk pertumbuhan gigi susu termasuk gigi
graham pertama, dan gigi taring sehingga seluruhnya berjumlah 14-16
buah (Hidayat 2008).

2.3.3 Perkembangan anak usia toddler

Perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat


tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh kematangan belajar (Wong et al.
2009). Soetjiningsih (2012) menyatakan perkembangan adalah pola
perubahan yang dimulai sejak pembuahan dan terus menerus berlanjut di

18
sepanjang rentang kehidupan individu. Senada dengan Allen dan Marotz
(2010) menyebutkan bahwa perkembangan mengacu pada bertambahnya
kompleksitas yaitu perubahan dari sesuatu yang sangat sederhana menjadi
lebih rumit. Proses bertahap penambahan sedikit demi sedikit dimana
setiap aspek baru perkembangan melibatkan dan dibangun atas perubahan
sebelumnya.

Setiap pencapaian diperlukan untuk mencapai rangkaian


keterampilan berikutnya dan pada periode kanak-kanak awal merupakan
masa kanak-kanak yang penting untuk mengetahui kemampuan
pencapaian tugas perkembangan anak sesuai usianya (Soetjiningsih 2012).

Soetjiningsih (2012) mengemukakan bahwa tugas perkembangan


merupakan tugas yang muncul pada suatu periode tertentu dalam
kehidupan individu dan ketika seseorang tidak mencapai satu atau lebih
tugas perkembangan sesuai usianya maka akan menjadi hambatan dalam
perkembangan berikutnya.

Secara umum perkembangan anak usia toddler (Hockenbery et al.


2012) dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Perkembangan Kognitif
Menurut Jean Piagiet pada usia 1-3 tahun anak sudah dapat :

a. Membedakan diri sendiri dengan setiap objek.

b. Mengenal diri sebagai pelaku kegiatan dan mulai bertindak dengan


tujuan tertentu contohnya : menarik seutas tali untuk menggerakkan
sebuah mobil

atau menggerakkan mainan supaya bersuara.

c. Menguasai keadaan tetap dari objek misalnya : menyadari bahwa


benda tetap ada meskipun tidak terjangkau oleh mata.

19
2. Bahasa

Anak usia toddler, anak mulai menggunakan bahasa, kata-kata sebagai


simbol dapat menunjukkan benda-benda atau kelompok benda dan satu
objek dapat menunjukkan benda lain.

3. Sosial

Sebagian besar anak toddler merasa cukup aman tanpa kehadiran orang
tuanya mereka dapat enak berinteraksi dengan anak lain maupun
dengan orang dewasa.

2.3.4 Kemampuan anak usia toddler dalam toilet training

Toilet training merupakan salah satu tugas dari perkembangan anak


pada usia toddler (Hockenbery et al. 2012). Tahapan usia 1–3 tahun atau
yang disebut dengan usia toddler, kemampuan sfingter uretra yang
berfungsi untuk mengontrol rasa ingin defekasi dan rasa ingin berkemih
mulai berkembang, dengan bertambahnya usia, kedua sfingter tersebut
semakin mampu mengontrol rasa ingin berkemih dan rasa ingin defekasi.
Walaupun demikian, satu anak ke anak yang lainnya mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam pencapaian kemampuan tersebut. Hal
tersebut bergantung kepada beberapa faktor yaitu baik faktor fisik maupun
faktor psikologis. Kemampuan anak untuk buang air besar (BAB) biasanya
lebih awal sebelum kemampuan buang air kecil (BAK) karena keteraturan
yang lebih besar, sensasi yang lebih kuat untuk BAB dari pada BAK, dan
sensasi BAB lebih mudah dirasakan anak.

Anak-anak yang telah mampu melakukan toilet training dapat dilihat


dari kemampuan psikologi, kemampuan fisik dan kemampuan kognitif.
Kemampuan psikologi anak mampu melakukan toilet training yaitu: anak
tampak kooperatif, anak memiliki waktu kering periodenya 3 – 4 jam, anak
buang air kecil dalam jumlah yang banyak, anak sudah menunjukkan
keinginan untuk BAB dan BAK secara teratur.

Kemampuan fisik dalam melakukan toilet training yakni anak dapat


duduk atau jongkok tenang kurang dari 2 – 5 menit, anak dapat berjalan

20
dengan baik, anak sudah dapat menaikkan dan menurunkan celananya
sendiri, anak merasakan tidak nyaman bila mengenakan popok sekali pakai
yang basah atau kotor, anak menunjukkan keinginan dan perhatian
terhadap kebiasaan ke kamar mandi, anak dapat memberitahu bila ingin
buang air besar atau kecil, menunjukkan sikap kemandirian, anak sudah
memulai proses imitasi atau meniru segala tindakan orang, kemampuan
atau keterampilan dapat mencontoh atau mengikuti orang tua atau
saudaranya dan anak tidak menolak dan dapat bekerja sama saat orang tua
mengajari buang air. Kemampuan kognitif anak bila anak sudah mampu
melakukan toilet training, seperti dapat mengikuti dan menuruti instruksi
sederhana, memiliki bahasa sendiri seperti peepee untuk buang air kecil,
poopoo untuk buang air besar dan anak dapat mengerti reaksi tubuhnya bila
ingin BAB atau BAK dan dapat memberitahukan bila ingin buang air
(Septiari 2012).

2.4 Tinjauan tentang toilet training

2.4.1 Pengertian toilet training

Toilet training merupakan salah satu tugas utama anak pada usia
toddler, yakni latihan bagi anak agar mengenali rasa untuk mengeluarkan,
menahan buang air besar dan buang air kecil serta mampu
mengomunikasikan sensasi buang air kecil dan buang air besar kepada
orang tua (Wong et al. 2009). Toilet training merupakan suatu usaha untuk
melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan
buang air besar (Hidayat 2008). Toilet training merupakan langkah penting
menuju otonomi dan kontrol diri (Papalia 2008).

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa toilet


training adalah suatu bentuk latihan pada anak usia toddler untuk dapat
mengenali dan mengomunikasikan ketika ingin buang air besar dan buang
air kecil kepada orang tua untuk melatih dan memperbiasakan anak buang
air besar di toilet agar anak dapat memiliki otonomi dan kontrol diri.

21
2.3.2 Kesiapan toilet training

Umumnya, anak perempuan siap belajar menggunakan toilet pada


usia 2 tahun, sedangkan anak laki-laki pada usia 2,5 tahun (Rayyane 2013).
Tahap usia toddler anak menghadapi konflik antara tuntutan orang tua
dengan keinginan dan kemampuan fisik anak. Orang tua menuntut anak
untuk mengendalikan keinginan buang air kecil dan buang air besar pada
tempatnya, sementara anak ingin mengeluarkan secara langsung ketika
terasa ingin buang air kecil dan buang air besar. Oleh sebab itu, penting bagi
orang tua untuk mengetahui tanda-tanda kesiapan anak seperti yang
dikemukakan Wong et al. (2009), sebagai berikut:

1. Kesiapan fisik, meliputi: kemampuan untuk mengontrol mulut anal dan


uretral, mampu tidak mengompol selama 2 jam, jumlah popok yang
basah berkurang, tidak mengompol selama tidur siang, buang air besar
teratur, keterampilan motorik kasar yaitu duduk, berjalan dan
berjongkok serta keterampilan motorik halus yaitu membuka pakaian.
2. Kesiapan mental, meliputi: mengenali urgensi buang air besar atau
buang air kecil, keterampilan komunikasi verbal dan nonverbal untuk
menunjukkan saat basah dan keterampilan kognitif untuk menirukan
perilaku yang tepat dan mengikuti perintah.
3. Kesiapan psikologis, meliputi: mengekspresikan keinginan untuk
menyenangkan orang tua, mampu duduk di toilet selama 5 sampai 10
menit tanpa bergoyang atau terjatuh, keingintahuan mengenai kebiasaan
toilet orang dewasa dan ketidaknyamanan akibat popok yang kotor dan
basah.
4. Kesiapan orang tua, meliputi: mengetahui tingkat kesiapan anak dan
berkeinginan untuk meluangkan waktu untuk toilet training.
2.3.3 Cara-cara melakukan toilet training
Wong et al. (2009) mengemukakan cara melakukan toilet training
adalah sebagai berikut:
1. Teknik lisan
Usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi pada
anak dengan kata-kata sebelum dan sesudah buang air kecil dan buang

22
air besar. Cara ini bener dilakukan oleh orang tua dan mempunyai nilai
yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil
dan buang air besar. Dimana kesiapan psikologis anak akan semakin
matnag sehingga anak mampu melakukan buang air kecil dan buang air
besar
2. Teknik modeling
Usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air kecil dan
buang air besar dengan cara memberikan contoh dan anak
menirukannya. Cara ini juga dapat dilakukan dengan membiasakan anak
uang bair kecil dan buang air besar dengan cara mengajaknya ke toilet
dan memberikan pispot dalam keadaan yang aman. Namun dalam
memberikan contoh orang tua harus melakukannya secara benar dan
mengobservasi waktu memberikan contoh toilet training dan
memberikan pujian saat anak berhasil dan tidak memarahi saat anak
gagal dalam melakukan toilet training.
2.3.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan selama toilet training
Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama toilet training Wong et
al. (2009) adalah sebagai berikut:
1. Menghindari pemakain popok sekali pakai
2. Mengajari anak mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan
buang air kecil dan buang air besar
3. Memotivasi anak untuk melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci
tangan dan kaki sebelum tidur dan cuci muka disaat bangun tidur
4. Tidak memarahi bila anak salah dalam melakukan toilet training
2.3.5 Pedoman toilet training
Pengaturan buang air besar dan berkemih diperlukan untuk
ketrampilan sosial, mengajarkan toilet training (TT) membutuhkan waktu,
pengertian dan kesabaran. Hal terpenting untuk diingat adalah bahwa anda
tidak dapat memaksakan anak untuk menggunakan toilet. The American
Academy of Pediatrics telah mengembangkan brosur ini untuk membantu
anak anda melewati tahap penting perkembangan sosial (Wong et al. 2009).

23
Wong et al. (2009) mengemukakan bahwa pedoman toilet training
adalah sebagai berikut:
1. Pengenalan Konsep toilet training
Toilet training merupakan cara untuk melatih anak agar bisa
mengontrol hajatnya apakah itu saat ia ingin buang air kecil BAK atau
buang air besar BAB. Selain itu anak diharapkan mampu BAK dan BAB
di tempat yang telah ditentukan.
2. Strategi pengenalan toilet training
a. Untuk BAK
1) Mengenalkan dulu istilah istilah BAK pis pipis terutama saat si
kecil selesai melakukan aktitivas tersebut
2) Mengenalkan suasana kamar mandi
3) Membiarkan si kecil bereksplorasi dengan isi kamar mandi
4) Mengenali tanda tanda saat si kecil akan BAK. Ini bisa dimulai
dengan cara membawanya ke toilet setiap 2- 3 jam sekali atau
lebih mudahnya setengah jam hingga satu jam setelah minum
5) Memuji bila ia berhasil meskipun kemajuannya tidak secepat
yang diinginkan
b. Untuk BAB
1) Mengenalkan dulu istilah istilah BAB pup eek dan lain-lain
terutama saat si kecil selesai melakukan aktitivas tersebut.
2) Memastikan si kecil sudah bisa duduk dengan baik tapi tetap
Anda pegang selama proses BAB
3) Memeluk si kecil saat berlangsungnya BAB tapi jangan terlalu
erat hanya untuk memastikan bahwa dia aman dan otomatis
pelukan ini bisa memberikan kenyamanan ketenangan buat si
kecil
4) Mengajak si kecil menyanyi Ya benar cara ini efekfif untuk
mengurangi ketegangan si kecil saat melakukan proses BAB
atau bisa juga diajak cerita tentang hal-hal yang dia sukai.
Memainkan ekspresi, ikuti ekspresi muka si kecil saat

24
mengedan Ini akan mempermudah nantinya untuk meminta si
kecil mengedan pada proses BAB.
5) Sekali waktu si kecil bosan dan tidak sabaran, tidak masalah
menuruti keinginannya dan tidak memaksakan ia duduk
melakukan proses BAB karena justru prosesnya dijamin gagal,
lama kelamaan si kecil akan paham bahwa proses mengedan
lebih enak dan nyaman dilakukan di atas toilet dari pada berdiri.
6) Proses akan disertai dengan pembilasan. Biasanya akan berebut
selang atau gayung. Basuh pantat si kecil sambil
memperlihatkan kotoran dan menyampaikan bahwa itu kotoran
yang harus dibuang.
2.3.6 Prinsip toilet training
Deslidel (2012) mengemukakan beberapa prinsip toilet training
adalah sebagai berikut :
1. Tidak berharap terlalu banyak;
2. Tidak memarahi, menghukum, atau mempermalukan anak;
3. Tidak menghentikan minumnya;
4. Tidak menggunakan cara yang tidak alami untuk mencapai tujuan;
5. Tidak berbicara terus;
6. Tidak memaksa;
7. Tidak jadikan masalah toilet sebagai isu moral. Tidak soal baik atau
buruh dalam hal toilet, hanya siap dan tidap siap;
8. Tidak mendiskusikan kemajuan dan kemunduran dihadapan anak;
9. Tidak merasa bersalah atau tersinggung atas proses yang lambat;
10. Tidak menjadikan kamar mandi sebagai area peperangan;
11. Tidak berputus asa.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membiasakan toilet
training bagi balita (Deslidel 2012) adalah sebagai berikut:
1. Konsisten
Pastikan semua yang terlibat daam pembiasaan toilet training
pada balita anda (seperti orang tua, pengasuh nenek/kakek, paman/bibi)
mampu berlaku konsisten dalam melaksanakan pembisaaan toilet

25
training seperti yang anda terapkan. Beri informasi lengkap dan detail
mengenai kebiasaan dan jadwal buang air balita anda. Sikap konisten
membuat balita lebih cepat paham dan terampil dalam menggunakan
toilet.
2. Mencoba berbagai cara yang berbeda
Sebagai orang tua, harus kreatif dalam mengajak balita
membiasakan toilet training agar tidak terasa amat memaksa dan
membosankan, misalnya : tempelkan stiker kesukaan si kecil di kloset
yang akan ia gunakan atau memperbolehkan balita membawa mainan
favorit mereka ketika pipis atau pup ataupun berbagai cara kreatif
lainnya.
3. Memberi penghargaan
Apabila balita berhasil melakukan pipis dan pup dengan benar,
berilah penghargaan pada mereka. Penghargaan dapat berupa pujian
ataupun hadiah kecil, seperti stiker untuk ditempel dipapan yang sudah
disediakan untuk menempel ‘reward’ yang mereka peroleh sehingga si
kecil senang melihat hasil prestasinya. Sedapat mungkin proses
pembiasaan toilet training yang merupakan hal penting dalam hidup si
kecil dilakukan dengan menyenangkan dan tanpa paksaan. Kalaupun
dalam prakteknya sering terjadi ‘kecelakaan’, sedapat mungkin hindari
unruk memberikan hukuman pada si kecil, cukup katakan saja bahwa
anda kecewa dengan ‘kecelakaan’ tersebut. Kemarahan anda tidak akan
membantu proses pembiasaan toilet training si kecil, malahan dapat
membuat balita anda menjadi ketakutan sehingga kemungkinan si kecil
justru tidak mau mengatakan jika ia ingin pipis ataupun pup.
2.3.7 Faktor yang mempengaruhi keberhasilam bimbingan toilet training pada anak

Keberhasilan dalam proses toilet training memberikan banyak


dampak pada anak. Melalui toilet training anak akan belajar bagaimana
mereka mengendalikan keinginan untuk buang air dan selanjutnya akan
menjadikan mereka terbiasa menggunakan toilet secara mandiri. Faktor
yang mempengaruhi keberhasilam orang tua dalam memberikan bimbingan
toilet training pada anak Subagyo et al. (2010) antara lain sebagai berikut:

26
1. Pengetahuan
Orang tua yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik
tentang toilet training akan menetapkan sesuai dengan kemampuan dan
kesiapan anak. Sebaliknya pada orang tua yang kurang dalam
pengetahuan tentang toilet training akan menerapkan tidak sesuai
dengan usia serta kemampuan anak. Hal ini dapat menimbulkan
kecemasan, stres dan muncul rasa marah jika melihat anak tidak mampu
melakukan toilet training. Pengetahuan tentang toilet training sangat
penting untuk dimiliki oleh seorang ibu, hal ini akan berpengaruh
pada penerapan toilet training pada anak. Ibu yang mempunyai tingkat
pengetahuan yang baik berarti mempunyai pemahaman yang baik
tentang manfaat dan dampak toilet training, sehingga ibu akan
mempunyai sikap yang positif terhadap konsep toilet training.
2. Pola Asuh
Keterampilan toilet training pada anak biasanya dipengaruhi
oleh pola asuh orang tua. Ketika anak berusia balita biasanya
keterampilan toilet training sudah dilatih atau dibiasakan. Pola asuh
orang tua yang tidak tegaan untuk melatih kedisiplinan dalam toilet
training turut berpengaruh dalam perkembangan kemampuan toilet
training. Kebiasaan untuk selalu menolong dan memanjakan
menjadikan anak sangat tergantung pada pengasuhan.
3. Motivasi stimulasi dari orang tua.
Orang tua akan mudah menerima dan mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu yang disebabkan oleh adanya keinginan untuk
memenuhi kebutuhan tertentu. Motivasi yang baik untuk melakukan
stimulasi toilet training akan membantu keberhasilan toilet training.
2.3.8 Faktor yang menghambat pelatihan toilet training

Beberapa faktor yang menghambat pelatihan toilet training Subagyo


et al. (2010) adalah sebagai berikut:

1. Upaya toilet training dilakukan terlalu dini


2. Orang tua telah menetapkan standar waktu pelaksanaan tanpa
memperhatikan perkembangan anak

27
3. Tekanan dari lingkungan atau orang lain memaksakan pelatihan. Orang
tua atau pengasuh berpendapat bahwa anak harus mengalami toilet
training sesegera mungkin untuk membuktikan keberhasilan
pendidikan dan menunjukkan keunggulan si anak
4. Perselisihan antara anak dan orang tua dalam menjalani toilet training.
5. Memberikan hukuman pada anak yang gagal dalam menyelesaikan
proses BAB atau BAK di toilet dengan baik.
6. Adanya faktor stres pada kehidupam anak
7. Adanya gangguan fisik atatu organik pada anak, misalnya kerusakan
sistem pencernaan sehingga menyebabkan gangguan fsiologis
berkemih dan defekasi. Hal ini tampak apabila anak terlalu sering BAB
atau BAK yaitu BAB atau BAK mengandung darah, ataupum nyeri.
Berdasarkan teori mengenai f;aktor yang mempengaruhi keberhasilan
toilet training di atas, faktor yang mendominasi adalah kesiapan fisik,
kesiapan psikologis dan kesiapan intelektual dari anak, serta faktor yang
berasal dari orang tua yaitu kesiapan orang tua, tingkat pengetahuan
orang tua tentang toilet training, pola asuh dan motivasi orang tua dalam
menstimulasi toilet training pada anak.
2.3.9 Manfaat keberhasilan toilet training

Aprilyanti (2008) mengemukakan bahwa manfaat keberhasilan toilet


training seperti:

1. Anak memiliki rasa malu, tidak ingin dianggap sebagai anak kecil lagi.

2. Anak telah mampu menegakkan kemandiriannya dengan baik dalam hal


BAK dan BAB di toilet tanpa bantuan orang lain.

3. Anak telah mengerti kebersihan diri seperti, anak tahu najis sehingga
telah terbiasa mencuci tangan dan duburnya selesai BAK dan BAB dan
menjaga keberhasilan toilet training.

2.3.10 Dampak toilet training

Kegagalan dalam toilet training membuat anak mempunyai


kebiasaan mengompol berkesinambungan (anak mengompol sejak lahir

28
dan diteruskan hingga berusia dewasa) dan kebiasaan dalam membuang air
besar (BAB) sembarangan (Subagyo et al. 2010). Hidayat (2008)
menyatakan bahwa kegagalan dalam melakukan toilet training memiliki
dampak yang kurang baik pada anak seperti anak akan terganggu
kepribadiannya, cenderung bersifat retentif, keras kepala bahkan kikir.
Sikap tersebut dapat disebabkan oleh sikap orang tua yang sering
memarahi anak pada saat melatih buang air besar atau buang air kecil.
Apabila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training
maka anak dapat mengalami kepribadian eksprensif, yaitu anak lebih tega,
cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan seenaknya
dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Kegagalan toilet training pun akan
menyebabkan anak mengalami enuresis atau mengompol.

2.5 Kerangka teori

Pola Asuh

 Otoriter
 Permisif  Jenis pola asuh yang diterima
 Demokratis oleh orang tua sebelumnya
 Usia orang tua
 Status sosial ekonomi orang tua
Kemampuan Toilet  Dominasi orang tua
Training

 Kesiapan fisik anak  Pengetahuan


 Kesiapan mental anak  Pola asuh
 Kesiapan psikologis anak  Motivasi stimulasi dari orang tua
 Kesiapan orang tua

Gambar 2.1 Kerangka teori


(Septiari 2012; Teviana dan Yusiana 2012; Wong et al. 2009; Subagyo 2010).

29
30

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tahap-tahap Penelitian


Tahap-tahap dalam pelaksanaan penelitian ini rencananya akan
dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, sampai dengan penyelesaian
laporan penelitian. Secara keseluruhan semua kegiatan dilaksanakan bulan
November 2019 – Oktober 2020.
a. Tahap Persiapan
1) Mencari data yang diperlukan dan studi literatur yang mendukung
penyusunan proposal penelitian.
2) Menyusun instrumen penelitian
3) Mengurus perizinan untuk melakukan penelitian
b. Tahap Pelaksanaan
1) Mengidentifikasi sampel penelitian sesuai kriteria inklusi dan eksklusi
yang telah ditetapkan.
2) Meminta persetujuan responden dengan menandatangani lembar
Informed Consent.
3) Melakukan pengumpulan dan menggunakan instrumen yang valid.
4) Melakukan analisis data pada hasil penelitian.
c. Tahap Penyelesaian
Penyusunan Laporan akhir penelitian, penyerahan draf naskah laporan
akhir penelitian, perbaikan laporan hasil penelitian, penyerahan laporan
akhir penelitian.

3.2. Lokasi Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di PAUD Asyiyah 2 Provinsi
Sulawesi Tengah.

3.3. Peubah
Peubah dalam penelitian ini terdiri dari peubah independen dan
peubah dependen. Peubah independen terdiri dari pengetahuan dan pola asuh
orangtua. Peubah dependen pada penelitian ini adalah kemampuan toilet
traning. Adapun defenisi operasional dari masing-masing peubah adalah
sebagai berikut:
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui dan dipahami orang tua
tentang toilet training pada anak usia toddler.
Pola asuh orang tua adalah merupakan cara orang tua memperlakukan anak,
mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan anak usia toddler dalam
melakukan toilet training.
Kemampuan toilet training pada anak usia toddler adalah merupakan
kemampuan yang dimiliki anak usia toddler dalam mengontrol dan mengenali
serta mengomunikasikan ketika ingin buang air besar dan buang air kecil.
Selengkapnya jenis dan kategori peubah dibuat dalam tabel berikut:

Tabel 3.1 Jenis dan Kategori Peubah


Variabel Defenisi Pengukuran Kategori Skala
Operasional
Pengetahuan Segala sesuatu Kuesioner 1. Kurang baik Ordinal
yang diketahui dan dengan skor
dipahami orang tua median < 13.
tentang toilet 2. Baik jika
training pada anak dengan skor
usia toddler. median ≥ 13.
Pola asuh merupakan cara Kuesioner 1. Baik dengan Ordinal
orang tua orang tua skor median
memperlakukan ≥ 108.
anak, mendidik, 2. Kurang
membimbing, dan dengan skor
mendisiplinkan median
anak usia toddler 108
dalam melakukan
toilet training.

31
Kemampuan Merupakan Kuesioner 1. Baik dengan Ordinal
toilet kemampuan yang skor median
training pada dimiliki anak usia ≥36.
anak usia toddler dalam 2. Kurang
toddler mengontrol dan dengan skor
mengenali serta median ≤36
mengomunikasikan
ketika ingin buang
air besar dan buang
air kecil

3.4. Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan
pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan pada saat yang
bersamaan antara variabel independen dan variabel dependen.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua yang memiliki
anak usia toddler di PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah saat penelitian
dilakukan yaitu berjumlah 32 orang.
Sampel dalam penelitian ini adalah semua orang tua yang memiliki
anak usia toddler di PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah yaitu
berjumlah 32 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah total sampling.

3.5. Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Persiapan
1) Peneliti akan mengurus surat izin penelitian
2) Setelah mendapatkan surat izin, maka peneliti akan menyiapkan surat
izin ke PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah.
b. Pelaksanaan
1) Setelah mendapatkan izin pengambilan data maka peneliti akan
melakukan pendekatan pada calon responden.

32
2) Peneliti akan memperkenalkan diri, akan menjelaskan tujuan penelitian,
cara pelaksanaannya, manfaat bagi peneliti dan responden, risiko yang
akan mungkin terjadi dan cara mengatasinya.
3) Bila calon responden bersedia berpartisipasi, peneliti menyiapkan lembar
persetujuan (informed consent) untuk disetujui dan tanda tangan.
4) Peneliti akan menjelaskan cara pengisian kuesioner dan jika selama
proses pengisian, responden berhak bertanya mengenai pertanyaan yang
terdapat dalam lembar kuesioner.
5) Pengumpulan kuesioner sesegera mungkin, lalu peneliti akan mengelola
data dan dilanjutkan ketahap analisis dat6a.

3.6. Analisis Data


Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis univariat
dan analisis bivariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian
dan bivariat.
a. Analisis Univariat
Data dianalisis secara univariat. Analisis data dilakukan terhadap tiap
variabel penelitian yaitu pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet
training pada anak usia toddler. Analisis ini hanya menghasilkan distribusi
dan persentase dari tiap variabel. Analisis data dilakukan dengan formulasi
distribusi frekuensi dengan rumus sebagai berikut (Notoatmodjo 2012):

P= x 100%

Keterangan: P = Persentase
f = Frekuensi
n = Sampel
b. Analisis Bivariat
Data dianalisis secara bivariat. Analisi dilakukan untuk melihat kemaknaan
hubungan antara variabel bebas yaitu pengetahuan dan pola asuh dengan
variabel terikatnya yaitu kemampuan toilet training pada anak usia toddler.
Uji yang digunakan adalah uji Fisher’s Exact menggunakan software
pengolahan data statistik dengan derajat kemaknaan 5%. Dilakukan uji

33
Fisher’s Exact karena terdapat cells (25%) yang memiliki frekuensi
harapan (expected count ) kurang dari 5 lebih dari 20%.

34
35

BAB IV
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1 Anggaran Biaya


Adapun anggaran biaya yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah seperti terlihat pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1. Anggaran Biaya Penelitian
NO Jenis Pengeluaran Biaya yang diusulkan
(Rp)
1 Bahan Habis Pakai dan Peralatan Rp. 1.000.000,-
2 Perjalanan Rp. 750.000,-
3 Luaran Rp. 250.000,-
4 Lain-lain Rp. 500.000,-
Jumlah Rp. 2.500.000,-

4.2 Jadwal Penelitian


Kegiatan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan seperti
yang tersaji pada tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.2. Jadwal Kegiatan Penelitian
NO Kegiatan Bulan
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Tahapan Persiapan
Penyusunan Proposal
Pengurusan Izin
Penyusunan Instrumen penelitian
2 Tahap Pelaksanaan Tahun berikutnya
Pengumpulan Data
Analisis data
Penyusunan Laporan Kemajuan
Penelitian
3 Tahapan Penyelesaian
Penyusunan Laporan Akhir
Penelitian
Penyerahan Draf Naskah Laporan
Akhir Penelitian
Perbaikan laporan Hasil Penelitian
Penyerahan laporan Akhir Penelitian
36

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini sementara berlangsung di PAUD Asyiyah 2 Provinsi


Sulawesi Tengah. Adapun hasil yang telah dicapai sampai bulan Juni 2021 yaitu
gambaran umum lokasi penelitian, karakteristik responden berdasarkan pendidikan
dan pekerjaan, dan distribusi responden berdasarkan pengetahuan, pola asuh
orangtua, dan kemampuan toilet traning pada anak usia toddler.

5.1. HASIL
5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PAUD Aisyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah.
PAUD Aisyah 2 tepatnya berada di jalan Durian No. 45 Palu dan
merupakan salah satu sekolah PAUD yang berdiri sejak tahun 1965
sebagai sekolah milik yayasan swasta dan telah bekerja sama dengan
dinas pendidikan. Memiliki 7 kelas dan 1 kelas bermain.

5.1.2. Analisis Univariat


5.1.3.1. Distribusi Umur dan Pekerjaan
Karakteristik responden diuraikan dalam tabel berikut dengan
mengelompokkan berdasarkan pendidikan dan pekerjaan.
Tabel 5.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan dan
pekerjaan di PAUD Aisyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah

Karakteristik f %
Pendidikan
Tamat SD 1 3,12
Tamat SMP 9 28,1
SMA 13 40,6
Perguruan Tinggi 9 28,1
Total 32 100
Pekerjaan
URT/Tidak bekerja 11 34,4
Swasta 4 12,5
Wiraswasta 9 28,1
PNS 8 25
Total 32 100
Sumber: Data primer 2020
Tabel 5.1 Menunjukkan bahwa dari 32 responden, sebagian besar
adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu 13
responden 40,6%) dan responden yang tidak bekerja (URT) yaitu 11
responden (34,4%).

5.1.3.2. Distribusi Pengetahuan Responden

Gambaran distribusi responden menurut pengetahuan ibu tentang


toilet training pada anak usia toddler dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut:
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan pengetahuan ibu tentang toilet
training pada anak usia toddler di PAUD Aisyah 2 Provinsi
Sulawesi Tengah

Pengetahuan ibu f %
Kurang baik 8 25
Baik 24 75
Total 32 100
Sumber: Data primer 2020

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 32 responden, sebagian


besar ibu memiliki pengetahuan baik tentang toilet training pada anak
usia toddler yaitu 24 responden (75%).

5.1.3.3. Distribusi Pola Asuh Orangtua

Gambaran distribusi responden berdasarkan pola asuh orang tua


dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan pola asuh orang tua di PAUD
Aisyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah

Pola asuh orang tua f %


Kurang baik 7 21,9
Baik 25 78,1
Total 32 100
Sumber: Data primer 2020

37
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 32 responden, sebagian besar
adalah orang tua dengan pola asuh yang baik yaitu berjumlah 25 responden
(78,1%).

5.1.3.4. Distribusi Kemampuan Toilet Traning pada Anak Usia Toddler.

Gambaran distribusi responden berdasarkan kemampuan toilet


training pada anak usia toddler dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:
Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan kemampuan toilet training
pada anak usia toddler di PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi
Tengah

Kemampuan toilet training pada


f %
anak usia toddler
Kurang 10 22,3
Baik 22 68,7
Total 32 78,0
Sumber: Data primer 2020
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 32 responden, sebagian besar
anak usia toddler memiliki kemampuan toilet training baik yaitu
berjumlah 22 responden (68,7%).

5.1.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk memberi gambaran hubungan antara


variabel indepenen dan variabel dependen. Uji analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah uji Fisher’s Exact dengan tingkat kemaknaan
5%. Uji analisis bivariat ini dilakukan untuk melihat hubungan
pengetahuan dan pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet training
pada anak usia toddler yang diuraikan sebagai berikut:

5.1.3.1. Hubungan pengetahuan dengan kemampuan toilet training pada anak usia
toddler.

Hasil analisis hubungan pengetahuan dengan kemampuan toilet


training pada anak usia toddler dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut:

38
Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan hubungan pengetahuan
dengan kemampuan toilet training pada anak usia toddler di
PAUD Aisyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah

Kemampuan toilet training


Pengetahuan P
Kurang Baik Total
Value
f % f %
Kurang baik 7 87,5 1 12,5 8 0,000
Baik 3 12,5 21 87,5 24
Total 10 22,3 22 68,7 32
Sumber: Data primer 2020
Berdasarkan Tabel 5.5 memperlihatkan bahwa dari 24 ibu yang
memiliki pengetahuan baik, terdapat 21 (87,5%) anak usia toddler
memiliki kemampuan toilet training baik. Tabel tersebut juga
menunjukkan bahwa dari 8 ibu yang memiliki pengetahuan kurang baik,
7 (87,5%) anak usia toddler memiliki kemampuan toilet training kurang
baik.
Hasil uji Fisher’s Exact didapatkan nilai p=0,000 (p value < 0,05),
ini berarti secara statistik ada hubungan pengetahuan dengan kemampuan
toilet training pada anak usia toddler.

5.1.3.2. Hubungan pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet training pada
anak usia toddler.

Hasil analisis hubungan pola asuh orang tua dengan kemampuan


toilet training pada anak usia toddler dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan hubungan pola asuh orang
tua dengan kemampuan toilet training pada anak usia toddler
di PAUD Aisyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah

Pola asuh orang Kemampuan toilet training


P
tua Kurang Baik Total
Value
f % f %
Kurang baik 6 85,7 1 14,3 7
0,001
Baik 4 16,0 21 84,0 25
Total 10 22,3 22 68,7 32
Sumber: Data primer 2020

39
Tabel 5.6 memperlihatkan bahwa dari 25 orang tua yang memiliki
pola asuh yang baik, 21 (84,0%) anak usia toddler memiliki kemampuan
toilet training baik. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa 7 orang tua
yang memiliki pola asuh kurang baik, 6 (85,7%) anak usia toddler
memiliki kemampuan toilet training kurang.
Hasil uji Fisher’s Exact didapatkan nilai p=0,001 (p Value <
0,05), ini berarti secara statistik ada hubungan pola asuh orang tua dengan
kemampuan toilet training pada anak usia toddler.

5.2. PEMBAHASAN
5.2.1. Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training pada Anak Usia Toddler.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu memiliki
pengetahuan baik tentang toilet training pada anak usia toddler. Hal ini
baik karena ibu yang memiliki pengetahuan baik tentang toilet training
akan mampu mengajarkan toilet training pada anaknya.
Menurut asumsi peneliti pengetahuan para ibu yang baik terjadi
karena telah banyak memperolah informasi tentang toilet training pada
anak usia toddler, baik dari petugas kesehatan maupun melalui media cetak
dan media elektronik baik secara audio, visual, maupun audiovisual serta
informasi dari bahan bacaan berupa buku dan majalah kesehatan tentang
tentang toilet training pada anak usia toddler. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan
pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Sebagian responden bekerja sehingga banyak bertemu
dengan orang lain dan saling memberi informasi sehingga pengetahuan
lebih baik. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang diperoleh.
Sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2012) yang mengatakan
bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Umumnya semakin tinggi tingkat

40
pendidikan seseorang maka akan semakin mudah menerima informasi. Hal
ini akan berdampak terhadap pengetahuan yang dimiliki oleh orang
tersebut, pendidikan yang telah ditempuh seseorang di bangku sekolah
secara formil akan memberikan informasi baik itu tentang bidang
keilmuan ataupun hal lain secara umum.
Orang tua merupakan faktor terdekat dalam interaksi dengan
anak. Pengetahuan orang tua tentang toilet training berperan besar dalam
keberhasilan ataupun persentase pencapaian dalam toilet training. Orang
tua harus benar-benar mengerti dan paham tentang toilet training karena
hal ini berdampak pada aplikasinya terhadap anak. Pengetahuan orang tua
tentang toilet training bisa didapatkan dengan cara inisiatif sendiri, yaitu
mencari informasi melalui media massa atau internet, petugas kesehatan
melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan tentang toilet training
(Widyastuti 2011).
5.2.2. Pola Asuh Orangtua
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar adalah orang
tua dengan pola asuh yang baik. Menurut peneliti hal ini juga terjadi karena
sebagian besar ibu memiliki pengetahuan baik sehingga mempengaruhi
mereka dalam menerapkan pola asuh. Selain itu faktor lain yang
mempengaruhi pola asuh ibu adalah usia dan pengalaman mengasuh
sebelumnya. Usia dan pengalaman mengasuh orang tua akan
mempengaruhi persiapan mereka dalam menjalankan pengasuhan.
Diketahui bahwa sebagian besar orang tua berusia dewasa awal. Dimana
pada usia tersebut seseorang sudah siap secara psikologis, mental dan
tanggung jawab untuk menjadi orang tua.
Hal tersebut dapat sejalan dengan pendapat Supartini (2014)
bahwa semakin cukup usia seseorang maka tingkat kematangan untuk siap
menjadi orang tua lebih baik. Didukung pula Santrock (2009) mengatakan
bahwa pola asuh orang tua yang baik mendorong anak lebih mandiri,
namun orang tua harus dapat memegang kendali anak. Orang tua
merupakan paling dekat dengan anak. Pola asuh orang tua merupakan
interaksi antara orang tua dengan anaknya selama pengasuhan, orang tua

41
mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satunya adalah mengasuh
putra-putrinya. Dalam mengasuh anaknya orang tua memiliki berbagai
metode.
5.2.3. Kemampuan Toilet Training pada Anak Usia Toddler.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak usia
toddler memiliki kemampuan toilet training yang baik. Menurut asumsi
peneliti, hal ini terjadi karena tingkat keberhasilan dalam menggunakan
toilet training pada anak usia toddler ditentukan oleh pola asuh orang tua
atau ibu yang selalu dengan anaknya. Orang tua atau ibu yang penuh kasih
sayang dengan pengertian dan kesabaran mengajari anaknya akan selalu
berhasil membimbing anak usia toddler dalam menggunakan toilet
training seperti anak memberitahu jika celana/popok sekali pakainya
sudah basah, anak memegang alat kelamin atau minta ke kamar kecil
sebagai alarm bahwa anak ingin buang air kecil dan buang air besar, anak
mampu membuka dan memakai celananya secara mandiri jika akan buang
air kecil dan buang air besar, anak masih meminta bantuan pada saat
membuka celana ketika ingin buang air kecil dan buang air besar, anak
mencoba menyiram toiletnya sendiri dan meminta bantuan pada orangtua
untuk cebok setelah BAB dan BAK
Keberhasilan toilet training selain dipengaruhi oleh pola asuh,
juga dipengaruhi oleh kesiapan anak. Kesiapan anak yang perlu
diperhatikan orangtua sebelum memulai toilet training adalah kesiapan
fisik, psikologis dan intelektual. Kesiapan fisik berupa kematangan atau
kekuatan otot-otot sehingga anak menjadi mampu dan sanggup untuk
dilatih. Kesiapan psikologis dapat dilihat dari sikap ketertarikan yang
ditunjukkan anak, dan kesiapan intelektual merupakan keadaan dimana
anak sudah mulai paham tentang kegunaan toilet. Anak yang telah
memperlihatkan tanda kesiapan fisik, psikologis dan intelektual
menunjukkan bahwa anak sudah siap untuk toilet training. Jika anak belum
siap, maka sebaiknya orangtua tidak memaksa, namun terus melakukan
stimulasi perkembangan, khususnya pada ketiga aspek tersebut dan
memulai toilet training pada saat yang tepat (Septiari 2012).

42
Kesiapan anak sebelum memulai toilet training merupakan hal
utama yang harus dimiliki untuk mempermudah anak dalam mencapai
keberhasilan karena jika anak sudah menunjukkan tanda-tanda
kesiapannya maka anak senang melakukan toilet training, bukan karena
terpaksa melaksanakan perintah orangtuanya. Dengan demikian, orangtua
akan lebih mudah bekerja sama dan mengarahkan anaknya (Subagyo et al.
2010).
Keberhasilan toilet training ini tidak terlepas dari peran serta
orangtua atau ibu dalam menerapkan toilet training dalam sehari-hari.
Pentingnya orangtua memberikan reinforcement (penghargaan) ketika
anak menunjukkan kemajuan dalam toilet training sesuai dengan
pernyataan Ginanjar (2008) dalam penelitian Frima (2013) tentang
manfaat dari reinforcement positif bahwa dengan adanya reinforcement
positif maka anak yang berhasil akan termotivasi untuk melakukan hal
yang sama di hari berikutnya sehingga tanpa sadar akan menjadikannya
sebagai suatu perilaku yang bersifat lebih menetap.
5.2.4. Hubungan Pengetahuan dengan Kemampuan Toilet Training pada
Anak Usia Toddler.
Hasil uji statistik Fisher’s exact didapatkan nilai p=0,000 (p value
<0,05), ini berarti secara statistik ada hubungan pengetahuan dengan
kemampuan toilet training pada anak usia toddler. Anak usia toddler yang
memiliki kemampuan toilet training baik berpeluang terjadi pada ibu yang
memiliki pengetahuan baik tentang toilet training. Anak usia toddler yang
memiliki kemampuan toilet training kurang baik pada ibu yang memiliki
pengetahuan baik terjadi karena kemampuan toilet training bukan saja
dipengaruhi oleh pengetahuan maupun pola asuh orang tua akan tetapi
faktor anak sendiri juga mempengaruhi kemampuan anak dalam
melakukan toilet training diantaranya kesiapan anak melakukan toilet
training. Selain itu ibu memiliki pendidikan tinggi sehingga
mempengaruhi pengetahuan mereka tentang toilet training menjadi lebih
baik. Sebaliknya ibu yang memiliki pengetahuan kurang baik akan tetapi
memiliki anak usia toddler yang memiliki kemampuan toilet training baik

43
terjadi karena ibu memiliki pengalaman dalam mengurus anaknya yang
terdahulu sehingga anak usia toddler yang memiliki kemampuan toilet
training baik.
Menurut peneliti hal ini terjadi karena seorang ibu yang memiliki
pengetahuan baik tentang toilet training akan mampu mengajarkan toilet
training pada anaknya. Pengetahuan berpengaruh pada penerapan toilet
training pada anak. Ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan baik,
diharapkan pemahaman ibu juga baik tentang manfaat dan dampak dari
toilet training.
Sejalan dengan pendapat Munafiah et al. (2013) yang
mengemukakan bahwa pengetahuan berpengaruh pada penerapan toilet
training pada anak. Ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan baik,
diharapkan pemahaman ibu juga baik tentang manfaat dan dampak dari
toilet training, sehingga ibu akan mempunyai sikap yang positif terhadap
toilet training. Didukung pendapat Pusparini (2010) yang mengatakan
bahwa pengetahuan tentang toilet training sangat penting untuk dimiliki
oleh seorang ibu. Hal ini akan berpengaruh pada penerapan toilet training
pada anak. Ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan baik berarti
mempunyai pemahaman yang baik tentang manfaat dan dampak toilet
training.
Didukung hasil penelitian Efendi (2013) tentang hubungan antara
pengetahuan dan pola asuh ibu terhadap kemampuan toilet training pada
anak usia 2-3 tahun di Paud Asa Bunda Semarang yang menunjukkan
bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan pola asuh ibu dengan
kemampuan toilet training pada anak usia 2-3 tahun.
5.2.5. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kemampuan Toilet Training
pada Anak Usia Toddler.
Hasil uji statistik Fisher’s exact didapatkan nilai p=0,000 (p value
<0,05), ini berarti secara statistik ada hubungan pola asuh orang tua dengan
kemampuan toilet training pada anak usia toddler. Anak usia toddler yang
memiliki kemampuan toilet training baik berpeluang terjadi pada ibu yang
memiliki pola asuh yang baik. Anak usia toddler yang memiliki

44
kemampuan toilet training kurang baik pada ibu yang memiliki pola asuh
yang baik terjadi karena anak diasuh oleh orang lain atau pengasuhnya
maupun neneknya. Hal ini mempengaruhi kemampuan anak dalam hal
melakukan toilet training.. Sebaliknya ibu yang memiliki pola asuh kurang
baik akan tetapi memiliki anak usia toddler yang memiliki kemampuan
toilet training baik terjadi karena ibu juga memiliki pengalaman dalam
mengurus anaknya yang terdahulu.
Menurut asumsi peneliti, hal ini terjadi karena tingkat
keberhasilan dalam menggunakan toilet training pada anak usia toddler
ditentukan juga oleh pola asuh ibu, dimana ibu yang pola asuh baik akan
berhasil mengajari anaknya dalam menggunakan toilet training. Ibu yang
memberikan pelukan dan pujian jika anaknya berhasil akan menimbulkan
semangat pada anak usia toddler untuk mampu berbuat yang lebih baik
lagi. Jika anak usia toddler juga tidak berhasil, ibu sebaiknya tidak
langsung lekas memarahi anak usia toddler agar semangat anak usia
toddler untuk mau terus belajar bisa di tingkatkan sampai berhasil.
Pola pengasuhan atau aturan toilet training yang diterapkan
dengan baik oleh ibu atau orang tua, maka akan memberikan manfaat
kepada anak berupa kemandirian anak dalam melakukan aktivitas personal
hygiene anak terutama dalam hal buang air besar dan buang air kecil atau
toilet training. Semakin baik pola asuh orang tua atau ibu yang diterapkan
kepada anak tentang toilet training, maka akan memberikan pengaruh
positif kepada anak berupa kemandirian anak dalam melakukan toilet
training. Keberhasilan toilet training dapat dicapai karena pola asuh yang
positif yang diberikan oleh ibu kepada anak nya atau juga sebelumnya ibu
pernah mempunyai pengalaman dalam mengasuh anak.
Sejalan dengan pendapat Munafiah et al. (2013) mengemukakan
bahwa pengalaman merupakan suatu proses belajar yang informal.
Pengalaman dalam memberikan toilet training dapat diperoleh dengan cara
melihat orang lain yang mempunyai anak yang usianya sama atau
melakukannya sendiri. Hal ini memungkinkan dapat mempengaruhi pola
asuh ibu dalam menyiapkan anak untuk toilet training. Keberhasilan toilet

45
training dapat dicapai apabila ibu menerapkan pola asuh demokratis. Ibu
yang demokratis dalam pelatihan toilet training kemungkinan besar jauh
dari tindakan kekerasan sehingga anak lebih siap untuk toilet training dan
keberhasilan yang dicapai juga lebih maksimal. Dalam penelitian ini pola
asuh ibu sangat berperan dalam keberhasilan toilet training.
Didukung pula dengan pendapat Subagyo et al. (2010) yang
mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilam orang tua
dalam memberikan bimbingan toilet training pada anak adalah pola asuh
orang tua. Ketika anak berusia balita biasanya keterampilan toilet training
sudah dilatih atau dibiasakan. Pola asuh orang tua yang tidak tegaan untuk
melatih kedisiplinan dalam toilet training turut berpengaruh dalam
perkembangan kemampuan toilet training. Kebiasaan untuk selalu
menolong dan memanjakan menjadikan anak sangat tergantung pada
pengasuhan.
Keberhasilan toilet training pada anak diperlukan dukungan dari
orang tua. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak sangat
berperan penting dalam keberhasilan toilet training. Seperti yang
disampaikan oleh Zuraidah (2014) dalam penelitiannya tentang hubungan
pola asuh orang tua dan kesiapan psikologi anak dengan keberhasilan toilet
training pada anak usia prasekolah, didapatkan hasil pola asuh dan
kesiapan psikologi anak berperan penting dalam keberhasilan toilet
training.
Didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutik (2016)
tentang hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat keberhasilan toilet
training pada anak usia prasekolah di TK Pembina Semampir Kediri
dimana hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan
antara pola asuh orang tua dengan tingkat keberhasilan pada anak usia
prasekolah di TK Pembina Semampir Kediri. Semakin ke arah pola asuh
demokratis penerapan toilet training akan berhasil sedangkan semakin
kearah pola asuh penelantar penerapan toilet training kurang berhasil.

46
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah S, Chandrawati T, Tatiningsih S, Novita D, Setiawan D, Budi U L, Amini


M. . 2010. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia
Dini, Tangerang Selatan (ID): Universitas Terbuka Tangerang Selatan.

Allen KE, Marotz RL. 2010. Profil Perkembangan Anak Perkelahiran Hingga
Usia 12 Tahun. Jakarta (ID) : PT Indexs.

Aprilyanti E. 2008. Keberhasilan orang tua dalam penerapan toilet training pada
anak balita usia 4-5 tahun. [Skripsi]. Malang (ID) Universitas
Muhammadiyah Malang.

Arikunto S. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta.

Budiansyah B. 2017. Kuisioner Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Usia Pra
Sekolah [Internet]. [diunduh 2018 April 10] tersedia pada
http://www.academia.edu///12658996.

Budiarnawan K A, Antari, N N M, Rati NW. 2014. Hubungan antara konsep diri


dan pola asuh orang tua terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD di Desa
Selat. Jurnal pendidikan [Internet]. [diunduh 2018 April 10]; 2 (1): 1-10.
Tersedia pada http://download.portalgaruda.org/article.php/article145607.

Deslidel H. 2012. Buku Ajar Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita. Jakarta (ID): EGC.
Dita N. 2017 Pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia toddler (1-3
tahun) di posyandu Nglemi Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten
Magetan. [Tesis]. Ponorogo (ID): Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Efendi W. 2013. Hubungan antara pola asuh dan pengetahuan terhadap kemampuan
toilet training pada anak usia 2-3 Tahun di Paud Asa Bunda Semarang. Jurnal
Penelitian Kesehatan Suara Forikes 61 Volume II Nomor Khusus Hari
Kesehatan Nasional, ISSN: 2086-3098

Femilia J. 2014. Perilaku ibu dalam menyiapkan toilet training pada anak usia
toddler. [skripsi]. Ponorogo (ID): Universitas Muhammadiyah. Ponorogo.

Hidayat AAA. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta (ID): Salemba
Medika
____________. 2011. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta ID): Salemba Medika.

Hockenbery, M. J, Wilson D, Wong, D. L. 2012. Wong’s Essential Of


Pediatric Nursing 9: Elsevier Health Sciences.
Latifah L, Achmad FI, Husadayanti, DN. 2010. Hubungan Tipe Pola. Asuh
Orangtua dengan Emotionalquotient (EQ) Pada Anak Usia. Prasekolah (3-5
tahun) di TK Islam Al-Fattaah Sumampir Purwokerto. Jurnal Keperawatan
Soedirman, [Internet]. [diunduh 2018 April 10]; 5 (1): 1-147-570. Tersedia
pada http/media.neliti.com>publications.

Maryanti. 2011. Buku Ajar Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta (ID) : Penerbit Trans
Info Media

Mubarak. 2012. Promosi Kesehatan Untuk Kebidanan. Jakarta (ID): Salemba


Medika.

Munafiah S, Irdawati, Zulaicha E. 2013. Hubungan tingkat pengetahuan ibu


dengan kemandirian toilet training pada anak retardasi mental di SLB Negeri
Surakarta. Jurnal. [Internet]. [diunduh 2018 April 10]; 1 (1): 1-3. Tersedia
pada eprints.ums.ac.id/27218/15/02/Naskah_Publikasi.pdf.

Musfiroh M, Wisudaningtyas BL. 2014. Penyuluhan Pada Sikap Ibu Dalam


Memberikan Toilet Training Pada Anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
[Internet]. [diunduh 2018 April 10]; 9 (2): 157-166. Tersedia pada.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas.

Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID):


PT. Rineka Cipta

Notoatmodjo S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta (ID): PT Rineka


Cipta.

Nursalam. 2014. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta (ID): Salemba Medika.

Papalia DE. 2009. Human Development/Perkembangan Manusia. Jakarta (ID):


Humanika.

Pusparini W, Siti A. 2010. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training


pada Anak Usia Toddler di Desa Kadokan Sukoharjo. Surakarta (ID):
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Frima L. 2013. Gambaran pelaksanaan toilet training pada anak penyandang


autisme. [Internet] [diunduh 2018 April 10] tersedia pada
http://repository.unri. ac.id:80/handle/123456789/1888.

Ratne, Apriyatmoko, R, Purwaningsih, H. 2016. Hubungan pola asuh orang tua


dengan keberhasilan toilet training pada anak usia toddler di Desa Nyatnyono
Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Ungaran (ID): Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo.
Rayyane P. 2013. Buku pintar kehamilan dan perawatan bayi/anak usia emas.
Yogyakarta (ID): Kaidron

Santrock JW. 2009. Life Span Deplopment (Perkembangan Masa Hidup). Jakarta
(ID): Erlangga.

Septiari BB. 2012. Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta
(ID): Nuha Medika.

Setiawan A. 2011 Metodologi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta (ID): Mulia


Medika.
Soetjiningsih. 2010. Tumbuh Kembang Anak, Buku Kedokteran. Jakarta (ID): EGC
Soetjiningsih. 2012. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta (ID): EGC.
Subagyo, Sulasih A, Widajati S. 2010. Hubungan Antara Motivasi Stimulasi Toilet
Training oleh Ibu dengan Keberhasilan Toilet Training pada Anak Pra
Sekolah. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. [Internet]. [diunduh
2018 April 10]; 1 (2): 136-140. Tersedia pada https://www.scribd.com.

Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): CV Alfabeta

Supatini. 2014. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta (ID): EGC

Sutik. 2016. Hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat keberhasilan toilet
training pada anak usia prasekolah di TK Pembina Semampir Kediri. Jurnal
Keperawatan. Stikes Ganesha Husada Kediri Vol. 1 (2).

Teviana Fenia, Yusiana Maria Anita. 2012. Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat
Kreativitas Anak. Jurnal STIKES. [Internet]. [diunduh 2018 April 10]; 5 (1)
48-60. Tersedia pada
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jlj/article/view.

Widyastuti, Kurniasih. 2011. Pengaruh Penyuluhan Toilet Training Pada Orang


Tua Terhadap Kejadian Enuresis Di Taman Kanak-Kanak Bhakti Siwi
Kalimeneng Kemiri Purworejo Yogyakarta (ID): Stikes Aisyiyah.

Wong DL, Hockenbery M.J, Wilson D. 2009. Pedoman Klinis Keperawatan


Pediatrik, Jakarta (ID): EGC

Zuraidah. 2014. Hubungan pola asuh orang tua dan kesiapan psikologis anak
dengan keberhasilan Toilet Training pada Anak Usia Prasekolah di PAUD
Ar-Risalah Kota Lubuklinggau [Internet]. [diunduh 2018 Juli 10]; 1 (2): 20-
43. Tersedia pada http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-
ekanurulaf-6681-2-bab1.pdf.
STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Sekretariat : JL. Untad I Kelurahan Tondo Kec.Mantikulore Telp. (0451) 429782
Email :stikeswitara@ymail.com , Website : www.stikeswnpalu.ac.id

SURAT PERNYATAAN PENELITI

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Cicik Mujianti, SST., M.Keb
NIDN/NIK : 0906019005 / 20130901032
Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

Dengan ini menyatakan bahwa proposal penelitian saya dengan judul:


Hubungan pengetahuan dan pola asuh orang tua dengan kemampuan toilet training pada
anak usia toddler di PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah yang diusulkan dalam skema
Penelitian Dosen Pemula untuk tahun anggaran 2019 bersifat original dan belum pernah
dibiayai oleh lembaga / sumber dana lain.
Bilamana dikemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan ini, maka saya
bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengembalikan seluruh
biaya penelitian yang sudah diterima ke kas negara
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan sebenar-benarnya.

Palu, 3 November 2019


Mengetahui, Yang menyatakan,
Ketua LPPM

(Ns. Wahyu Sulfian, SST., M.Kes) (Cicik Mujianti, SST., M.Keb)


NIK. 20150901048 NIK. 20130901032
STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Sekretariat : JL. Untad I Kelurahan Tondo Kec.Mantikulore Telp. (0451) 429782
Email :stikeswitara@ymail.com , Website : www.stikeswnpalu.ac.id

SURAT TUGAS

Nomor : 11/ 05/LPPPM.STIKES-WN/01/XI/2019

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Widya Nusantara Palu menugaskan kepada dosen/peneliti yang namanya tertera di bawah ini
untuk melaksanakan penelitian, dengan judul “Hubungan pengetahuan dan pola asuh orang tua
dengan kemampuan toilet training pada anak usia toddler di PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi
Tengah” selama satu tahun mulai tanggal 3 November 2019 sampai dengan 3 November 2020, di
PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah.

NO NAMA NIDN PROGRAM STUDI

1 Cicik Mujianti, SST., M.Kes 0906019005 DIII Kebidanan

Surat tugas ini dibuat dengan penuh tanggung jawab.

Palu, 3 November 2019


Ketua LPPM,

Ns. Wahyu Sulfian, SST., M.Kes


NIK. 20150901048
STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Sekretariat : JL. Untad I Kelurahan Tondo Kec.Mantikulore Telp. (0451) 429782
Email :stikeswitara@ymail.com , Website : www.stikeswnpalu.ac.id

SURAT TUGAS

Nomor : 11/ 05/LPPPM.STIKES-WN/01/XI/2019

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Widya Nusantara Palu menugaskan kepada mahasiswa yang namanya tertera di bawah ini untuk
melaksanakan penelitian, dengan judul “Hubungan pengetahuan dan pola asuh orang tua dengan
kemampuan toilet training pada anak usia toddler di PAUD Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah”
selama satu tahun mulai tanggal 3 November 2019 sampai dengan 3 November 2020, di PAUD
Asyiyah 2 Provinsi Sulawesi Tengah.

PROGRAM Jabatan Uraian Tugas


NO NAMA NIM
STUDI dalam Tugas

1 Citra 201802007 DIII Seksi  Fotocopy,


Sugiarto penjilitan dan
Kebidanan perlengkapan
persipan berkas
dan Humas penelitian
 Penyiapan surat
izin penelitian
 Asisten dalam
observasi data
sekunder dan
primer
penelitian

Surat tugas ini dibuat dengan penuh tanggung jawab.

Palu, 3 November 2019


Ketua LPPM,

Ns. Wahyu Sulfian, SST., M.Kes


NIK. 20150901048
Nomor : 101/05/STIKes-WN/11/XII/2019
Lampiran :-
Perihal : Permohonan Izin Penelitian

Kepada Yth,
KEPALA SEKOLAH PAUD AISYIYAH II PALU
Tempat

Assalamu ‘alaikum Warahrmatulahi Wabarakatuh.


Dengan hormat kami sampaikan, bahwa sehubungan dengan dilaksanakannya
kegiatan penelitian Dosen tahun anggaran 2019 yang dibiayai oleh Stikes Widya Nusantara
Palu, maka kami Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat (LPPM) STIKes
Widya Nusantara Palu memohon kepada Kepala Sekolah PAUD Aisyiyah II Palu untuk
memberikan ijin penelitian kepada Dosen Peneliti kami yang dilaksanakan oleh :

Nama Ketua Peneliti : Cicik Mujianti, SST., M.Keb


Judul Penelitian : Hubungan Pengetahun dan Pola Asuh Orangtua dengan
Kemampuan Toilet Traning Pada Anak Usia Toddler di PAUD Aisyiyah II Palu.
Lokasi Penelitian : PAUD Aisyiyah II Palu Sulawesi Tengah

Demikian surat permohonan ini dibuat, atas perhatian dan kerjasamanya


disampaikan terimakasih.

Palu, 18 Desember 2019


Ketua LPPM,

Ns. Wahyu Sulfian, S.Kep., M.Kes


NIK 20130901037
TK PAUD AISYIYAH II
JALAN DURIAN NO.45 KEL. KAMONJI, KEC PALU BARAT
KODE POS 94223 SULAWESI TENGAH

SURAT KETERANGAN

Nomor : 487.5/SMKN-KSBR/2020

Yang bertanda tangan dibawah ini, Kepala Sekolah SMKN 1 Kasimbar Kabupaten Parigi
Moutong, menerangkan bahwa :

Nama : Cicik Mujianti, SST., M.Kes

Asal Instansi : STIKES WN PALU

Lokasi Penelitian : TK PAUD AISYIYAH II PALU

Judul Penelitian : Hubungan Pengetahun dan Pola Asuh Orangtua dengan Kemampuan Toilet
Traning Pada Anak Usia Toddler di PAUD Aisyiyah II Palu.

Waktu Penelitian : Tahun 2019/2020

Telah selesai melaksanakan penelitian. Demikian kami sampaikan untuk diketahui.

Palolo, 18 Februari 2020


Kepala Sekolah TK PAUD Aisyiyah II Palu

Nurhayati Lamidji, S.Pd. M.Ag

Anda mungkin juga menyukai