Anda di halaman 1dari 102

HUBUNGAN TINGKAT STRESS DENGAN KADAR GLUKOSA

DARAH SEWAKTU PADA LANSIA PENDERITA DIABETES


MELLITUS DI RW 15 WILAYAH KERJA PUSKESMAS
CITEUREUP CIMAHI

SKRIPSI

Oleh:

Ade Yusep Kurnialoh


NPM. 213113006

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S.1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
HUBUNGAN TINGKAT STRESS DENGAN KADAR GLUKOSA
DARAH SEWAKTU PADA LANSIA PENDERITA DIABETES
MELLITUS DI RW 15 WILAYAH KERJA PUSKESMAS
CITEUREUP CIMAHI

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana
Keperawatan (S1)

Oleh:

Ade Yusep Kurnialoh


NPM. 213113006

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S.1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa proposal yang berjudul “Hubungan tingkat

stress dengan kadar glukosa darah sewaktu pada lansia penderita diabetes

mellitus di RW 15 Wilayah kerja Puskesmas Citeureup Cimahi” ini

sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan

plagiat dari hasil karya orang lain dansaya tidak melakukan penjiplakan atau

pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku

dalam masyarakat keilmuwan.

Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko atau sanksi yang

dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran

terhadap etika keilmuwan dalam karya saya ini atau klaim yang dinyatakan oleh

pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Cimahi, Juli 2017

Ade Yusep Kurnialoh

NPM.213113006

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat, taufik, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini

dengan judul “HUBUNGAN TINGKAT STRESS DENGAN KADAR GLUKOSA

DARAH SEWAKTU PADA LANSIA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RW

15 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CITEUREUP CIMAHI”. Sebagai

Persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan.

Terwujudnya Skripsi ini tentu tidak lepas dari peran bimbingan dan

bantuan berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini dengan kerendahan dan

ketulusan hati, saya mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Gunawan Irianto, dr.,M.Kes (MARS) Selaku Ketua Stikes Jenderal Achmad

Yani Cimahi.

2. dr. Irene Herdi Selaku Kepala Puskesmas Citeureup Kota Cimahi yang telah

bersedia menerima penulis melakukan pengumpulan data untuk menyusun

skripsi.

3. Achmad Setya,S.Kp.,MPH Selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

(S1) Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi.

4. Ismafiaty, S.Kep.,Ners.,M.Kep Selaku Pembimbing I yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan berbagai arahan

serta masukan kepada penulis.

5. Musri, S.Kp.,MN Selaku Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan

waktunya untuk memberikan bimbingan dan berbagai arahan serta masukan

kepada penulis

ii
6. Staff Prodi Ilmu Keperawatan (S1) Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi

yang sudah membantu saya.

7. Orang yang sangat berpengaruh dalam hidup saya, Ayah dan Ibu.

Terimakasih atas doa-doa yang telah Ayah Ibu panjatkan tanpa memandang

lelah, serta dukungan moril, semangat dan motivasi merupakan anugrah

untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat terdekat dan terbaik terimakasih atas support dan

membantu dari awal hingga akhir pembuatan skripsi ini.

9. Teman-teman Ilmu Keperawatan (S1) angkatan 2013 dan semua pihak yang

tidak dapat disebutkan satu persatu penulis mengucapkan terimakasih

banyak atas motivsai dan saran serta masukannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini, banyak rintangan

dan hambatan yang datang silih berganti. Akan tetapi, berkat doa, motivasi, dan

bimbingan dari berbagai pihak penulis dapat mengatasinya. Penulis juga

memohon maaf apabila dalam Proposal ini masih banyak terdapat kekurangan

yang tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan penulis sebagai manusia

biasa yang tak luput dari kesalahan, oleh karena itu, saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan dan semoga Skripsi ini dapat

dimanfaatkan oleh berbagai pihak.

Cimahi, 27 Juli 2017

Penulis

iii
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDRAL ACHMAD YANI
CIMAHI 2017
ADE YUSEP KURNIALOH

HUBUNGAN TINGKAT STRESS DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH


SEWAKTU PADA LANSIA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RW
15 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CITEUREUP CIMAHI

xiii + 5 Bab + 85 Hal + 8 Tabel + 3 Gambar + 13 Lampiran

ABSTRAK

Diabetes mellitus pada lansia merupakan suatu kasus kesehatan yang masih
menjadi ancaman serius yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti
gagal ginjal. Meningatnya kasus diabetes mellitus disebabkan oleh beberapa
faktor seperti faktor keturunan, obesitas, kurangnya aktifitas fisik, dan stress.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat stress dengan kadar glukosa
darah sewaktu pada lansia penderita diabetes mellitus di RW 15 wilayah kerja
Puskesmas Citeureup Cimahi.
Desain penelitian yang digunakan adalah komparatif dengan pendekatan
Cross Sectional. Dengan sampel sebanyak 32 orang lansia di RW 15 wilayah
kerja puskesmas citeureup cimahi, teknik pengambilan sampling. Instrumen yang
digunakan adalah kuesioner dan glukometer. Analisis data dilakukan dengan
univariat untuk melihat distribusi frekuensi, bivariat untuk melihat hubungan
antara variabel independen dan dependen dengan uji Chi-Square yang tidak
memenuhi syarat, maka uji yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Hasil penelitian H0 didapat bahwa tidak terdapat hubungan tingkat stress
dengan kadar glukosa darah sewaktu pada lanisa penderita diabetes mellitus.
Dengan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0,0001 (nilai p < 0,05).
Saran bagi pihak puskesmas diharapkan membuat program penanganan
diabetes mellitus sehingga dapat menyusun suatu rencana penatalaksanaan dengan
tepat, Bagi perawat memberikan perhatian lebih dan waktu yang cukup bagi
penderita diabetes mellitus dengan cara melibatkan keluarga dalam berkonsultasi,
mengadakan penyuluhan, dan menyediakan, leaflet yang berisi informasi yang
dibutuhkan seperti teknik stress.

Kata kuci : Tingkat stress, Kadar Glukosa Darah Sewaktu, Diabetes Mellitus
Kepustakaan : 41, 2007-2016

iv
NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM (S1)
SCHOOL OF HEALTH SCIENCE JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2017
ADE YUSEP KURNIALOH

THE RELATION OF STRESS LEVEL WITH BLOOD GLUCOSE LEVEL ON


ELDERLY DIABETES MELITUS PATIENT IN RW 15 PUSKESMAS
CITEUREUP, CIMAHI WORKING AREA

xiii + 5 Chapters + 85 Pages + 8 Tables + 3 Pictures + 13 Attachments

ABSTRACT

Diabetes mellitus in the elderly, is a health cases that remains as a serious


threat that can lead to various complications such as kidney failure. Diabetes
mellitus' cases have increased due to several factors, such as hereditary factors,
obesity, lack of physical activity, and stress. This study aims to determine the
relation of stress level with blood glucose level on elderly diabetes mellitus
patient in RW.15 PUSKESMAS Citeureup, Cimahi working area.
This research uses comparative method with Cross Sectional approach, with
32 patients(samples) in RW.15 PUSKESMAS Citeureup, Cimahi working area.
Instruments to be used are questionnaires and glucometer. Date analysis was
performed with univariate to see frequency distribution, bivariate to see
correlation between independent variable and dependent with Chi-Square test.
The result of H0 showed that there was no correlation between stress level
and blood glucose level in elderly patients with diabetes mellitus, with value
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.0001 (pvalue <0.05).
Suggestion for PUSKESMAS, PUSKESMAS is expected to make program of
handling diabetes mellitus, so that can be arranged a plan of problem handling
appropriately, For nurses give more attention and enough time for patient of
diabetes mellitus by involving family in consultation, counseling, and providing
Leaflets containing the required information, such as stress management
techniques.

Key words : Stress level, Blood glucose level, Diabetes Mellitus


Literature : 41, 2007-2016

DAFTAR ISI

v
PERNYATAAN.............................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

ABSTRAK...................................................................................................................iv

ABSTRACT..................................................................................................................v

DAFTAR ISI................................................................................................................vi

DAFTAR TABEL.........................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR....................................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................8

C. Tujuan Penelitian.................................................................................................8

1. Tujuan Umum.........................................................................................8

2. Tujuan Khusus........................................................................................9

D. Manfaat Penelitian...............................................................................................9

1. Manfaat Teoritis......................................................................................9

2. Manfaat Praktik.....................................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................12

A. Lanjut Usia..........................................................................................................12

1. Definisi..................................................................................................12

2. Masalah Endokrin Pada Lansia...........................................................13

B. Diabetes Mellitus...............................................................................................15

1. Definisi..................................................................................................15

2. Klasifikasi.............................................................................................15

3. Etiologi..................................................................................................18

4. Patofisiologi..........................................................................................20

vi
5. Manifestasi klinis..................................................................................24

6. Pemeriksaan Diagnosa.........................................................................25

7. Komplikasi............................................................................................27

8. Penatalaksanaan..................................................................................29

C. Kadar Glukosa Darah........................................................................................36

D. Konsep Stress....................................................................................................37

E. Quisioner Kecemasan PSS (Perceived Stress Scale).................................47

1. Pengukuran Tingkat Stress Pada Lansia..............................................48

2. Lembar Observasi................................................................................49

3. Interpretasi pengukuran Perceived Stress Scale ..................................50

F. Hasil Penlitian....................................................................................................50

G. Kerangka Teori..................................................................................................52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................53

A. Metodologi Penelitian........................................................................................53

1. Paradigma Penelitian...........................................................................53

2. Rancangan Penelitian...........................................................................54

3. Hipotesis Penelitian..............................................................................55

4. Variabel Penelitian................................................................................55

5. Definisi Operasional.............................................................................56

B. Populasi dan Sampel Penelitian..............................................................57

1. Populasi................................................................................................57

2. Sampel.................................................................................................57

C. Pengumpulan Data............................................................................................59

1. Teknik Pengumpulan Data...................................................................59

2. Instrumen Penelitian.............................................................................61

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen.................................................61

vii
D. Prosedur Penetelian..........................................................................................62

1. Tahap Persiapan Penelitian..................................................................62

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian.............................................................63

E. Pengolahan Data...............................................................................................64

1. Editing..................................................................................................64

2. Coding..................................................................................................64

3. Scoring.................................................................................................65

4. Processing / Entry Data........................................................................65

5. Cleaning...............................................................................................65

F. Analisa Data.......................................................................................................66

1. Analisis Univariat..................................................................................66

2. Analisa Bivariat.....................................................................................67

G. Etika Penelitian..................................................................................................69

1. Infromed Consent.................................................................................69

2. Anonymity.............................................................................................69

3. Confidentiality.......................................................................................69

4. Respect for justice an inlusiveness.......................................................70

5. Privacy..................................................................................................70

H. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................................71

1. Lokasi penelitian...................................................................................71

2. Waktu penelitian...................................................................................71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..............................................72

A. Hasil Penelitian..................................................................................................72

1. Analisis Univariat..................................................................................72

2. Analisis Bivariat....................................................................................74

B. Pembahasan......................................................................................................75

viii
C. Keterbatasan Penelitian....................................................................................80

BAB V SIMPULAN DAN SARAN............................................................................81

A. Simpulan.............................................................................................................81

B. Saran...................................................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................83

LAMPIRAN................................................................................................................86

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Prevalensi Diabetes Mellitus Kota Cimahi.............................................4

Tabel 1.2. Prevalensi Diabetes Mellitus di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas

Citeureup
Cimahi...................................................................................5

Tabel 2.1.Perbedaan Diabetes Mellitus Tipe 1 dan Tipe 2..................................17

Tabel 2.2.Kriteria Pemantauan Pengendalian Diabetes Mellitus.........................37

Tabel 3.1.Definisi Operasional.............................................................................56

Tabel 4.1. Gambaran Tingkat Stress Pada Lansia Penderita Diabetes

Mellitus................................................................................................72

Tabel 4.2. Gambaran Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Lansia Penderita

Diabetes Mellitus.................................................................................73

Tabel 4.3. Hubungan Tingkat Stress Dengan Kadar Glukosa Darah Sewaktu

Pada Lansia Penderita Diabetes Mellitus ..........................................74

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Pathway Diabetes Mellitus..............................................................23

Gambar 2.2. Kerangka Teori................................................................................52

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian...........................................................54

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Menjadi Responden (Informed Consent)

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden (Informed Consent)

Lampiran 3 Permohonan Izin Penelitian (Kesatuan Bangsa dan Negara)

Lampiran 4 Permohonan Izin Penelitian (Dinas Kesehatan)

Lampiran 5 Surat Balasan Studi Pendahuluan (Puskesmas Citeureup Cimahi)

Lampiran 6 Surat Balasan Penelitian (Puskesmas Citeureup Cimahi)

Lampiran 7 Quesioner Kecemasan PSS

Lampiran 8 Standar Operasional Prosedur Pengukuran Kadar Glukosa Darah

Lampiran 9 Lembar Konsultasi Bimbingan

Lampiran 10 Lembar Persetujuan Hasil Perbaikan Seminar Proposal

Lampiran 11 Surat Rekomendasi Pusat Studi Statistik

Lampiran 12 Uji Statistik Univariat dan Bivariat

Lampiran 13 Dokumentasi penelitian

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia adalah suatu bagian dari proses tumbuh kembang dan ada

beberapa proses tumbuh kembang yang harus dilalui oleh manusia yaitu dari

bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan akhirnya menjadi tua (lanjut usia: 60

sampai 74 tahun, lanjut usia tua: 75 sampai 90 tahun, sangat tua: diatas 90

tahun). Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat

terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai tahap perkembangan

kronologis tertentu. Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan

oleh Tuhan Yang Maha Esa. Menjadi tua adalah proses yang alami dimana

masa hidup manusia yang terakhir adalah masa usia senja atau masa tua.

Masa tua adalah keadaan dimana individu mengalami bermacam

kemunduran seperti fisik, mental dan sosial (Azizah, 2011).

Saat ini jumlah usia lanjut berumur lebih dari 65 tahun, di dunia

diperkirakan mencapai 450 juta orang (7% dari seluruh penduduk dunia),

dan nilai ini diperkirakan akan terus meningkat. Selain itu, kaum lansia juga

mengalami masalah khusus yang memerlukan perhatian antara lain lebih

rentan terhadap komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular dari

diabetes mellitus dan adanya sindrom geriatri (Rochmah & Setiati, 2007).

Seiring dengan proses penuaan, semakin banyak lanjut usia yang

berisiko terhadap terjadinya diabetes mellitus. Prediabetes merupakan

kondisi tingginya gula darah puasa 100 -125 mg/dl, atau gangguan toleransi

1
2

kadar gula darah 140 – 199 mg/dl, 2 jam setelah pembebanan 75 gr glukosa.

Modifikasi gaya hidup mencakup menjaga pola makan yang baik, olah raga

dan penurunan berat badan sehingga dapat memperlambat perkembangan

prediabetes menjadi diabetes mellitus. Bila kadar gula darah mencapai lebih

dari 200 mg/dl maka pasien ini masuk dalam kelas diabetes mellitus.

Gangguan metabolisme karbohidrat pada lansia meliputi tiga hal yaitu

resistensi insulin, hilangnya pelepasan insulin fase pertama sehingga

lonjakan awal insulin postprandial tidak terjadi pada lansia dengan

diabetesmellitus, peningkatan kadar glukosa postprandial dengan kadar

glukosa darah puasa normal. Diantara ketiga gangguan tersebut, yang

paling berperanan adalah resistensi insulin. Hal ini ditunjukkan dengan kadar

insulin plasma yang cukup tinggi pada 2 jam setelah pembebanan glukosa

75 gram dengan kadar glukosa yang tinggi. Dan timbulnya resistensi insulin

pada lansia dapat disebabkan oleh 4 faktor perubahan komposisi tubuh:

massa otot lebih sedikit dan jaringan lemak lebih banyak, menurunnya

aktivitas fisik sehingga terjadi penurunan jumlah reseptor insulin yang siap

berikatan dengan insulin, perubahan pola makan lebih banyak karbohidrat

akibat berkurangnya jumlah neurohormonal (IGF) Insulin-like Growth Factor,

dan Dehidroepiandosteron (DHEAS). sehingga terjadi penurunan kadar

glukosa darah akibat menurunnya sensitivitas reseptor insulin dan aksi

insulin (Rochmah& Setiati, 2007).

Diabetes mellitus adalah penyakit yang bersifat tidak menular yang

merupakan suatu kelainan pada sistem metabolik yang menimbulkan gejala

hiperglikemia yang diakibatkan oleh sekresi insulin, dan retensi insulin yang

abnormal ataupun karena kelainan kedua faktor tersebut (Price & Wilson,
3

2012). Kadar glukosa darah puasa pada penderita diabetes mellitus berkisar

126mg/dl dan kadar glukosa darah saat tidak puasa pada penderita diabetes

mellitus adalah lebih dari 200mg/dl (Maulana, 2008). Lebih dari 90% jenis

diabetes mellitus yang di derita banyak di jumpai adalah diabetes mellitus

tipe 2 (Dewi, 2013).

Diabetes mellitus di Indonesia merupakan suatu kasus kesehatan yang

masih menjadi ancaman serius yang dapat menyebabkan berbagai

komplikasi seperti gagal ginjal. Bahkan jika sudah menimbulkan gangren

yang biasanya terjadi pada ekstermitas bagian bawah penanganan yang

dibutuhkan adalah amputasi, yang dapat mengakibatkan terganggunya

mobilitas fisik. Menurut laporan WHO (2012), Diperkirakan pada tahun 2030

diabetes mellitus akan menjadi penyebab kematian nomer 7 di dunia, Di

indonesia 21,3 juta orang akan menderita diabetes mellitus terbanyak

dengan populasi penduduk terbesar nomer 5 di dunia. Hasil RISKESDAS

tahun 2007 menunjukan di jawa barat prevalensi diabetes mellitus mencapai

5,7%, diantaranya 4,2% penderita tidak terdiagnosa diabetes mellitus dan

1,5% penderita telah mengetahui bahwa sebelumnya terdiagnosa diabetes

mellius. [ CITATION Tja12 \l 1057 ].

Setelah hipertensi, di Kota Cimahi prevalensi penyakit tidak menular ke

2 tertinggi adalah diabetes mellitus. Pada tahun 2016, berdasarkan

rekapitulasi penyakit hipertensi dan diabetes mellitus di Posbindu wilayah

kerja Puskesmas Citeureup Cimahi prevalensi kasus diabetes mellitus

adalah sebanyak 249 kasus. Prevalensi diabetes mellitus secara

keseluruhan di Kota Cimahi adalah sebagai berikut:


4

Tabel 1.1. Prevalensi Diabetes Mellitus Kota Cimahi

No Puskesmas Prevalensi

1 Cibeber 82

2 Cibeureum 130

3 Cigugur Tengah 76

4 Cimahi Tengah 49

5 Cimahi Utara 209

6 Cimahi Selatan 331


7 Cipageran 56
8 Citeureup 249

9 Leuwi Gajah 34

10 Melong Asih 25

11 Melong Tengah 12

12 Padasuka 138

13 Pasir Kaliki 20
Sumber : Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kota Cimahi, (2016).

Prevalensi kasus diabetes mellitus di Posbindu wilayah kerja

Puskesmas Citeureup Cimahi adalah 157 kasus yang terjadi pada laki-laki

dan 92 kasus terjadi pada perempuan. Prevalensi diabetes mellitus

terbanyak terjadi di Posbindu wilayah kerja Puskesmas Citeureup Cimahi di

RW 15 sebanyak 46 kasus. Prevalensi diabetes mellitus secara keseluruhan

di Posbindu wilayah kerja Puskesmas Citeureup Cimahi adalah sebagai

berikut:
5

Tabel 1.2. Prevalensi Diabetes Mellitus di Posbindu Wilayah Kerja


Puskesmas Citeureup Cimahi

R
W Posbindu Prevalensi

02 Binangkit 12
03 Keladi 16
04 Anggrek 12
05 Dahlia 21
07 Mawar 10
08 Aster 22
09 Nusa Indah 26
10 Hebras 12
11 Anyelir 10
12 Flamboyan 22
13 Melati 12
15 Wijaya Kusuma 46
16 Kemuning 20
17 Kenanga 8
Sumber :Puskesmas Citeureup Kota Cimahi, (2016).

Meningkatnya kasus diabetes mellitus disebabkan oleh beberapa faktor

seperti faktor keturunan, kelebihan berat badan (obesitas), pola makan yang

buruk, konsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kadar glukosa darah,

kurangnya aktifitas fisik, proses menua, kehamilan, merokok dan stress

(Soedondo, Soewondo & Subekti, 2011).

Penderita diabetes mellitus, stress fisiologis maupun emosional kerap

terjadi. Respon dari stress dapat meningkatkan hormon-hormon stress

seperti glukagon, epinefrin, non-epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan

(HGH). Efek dari hormon ini adalah meningkatkan produksi glukosa oleh hati

dan mengganggu penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta lemak

dengan cara melawan kerja insulin. Stress dapat menyebabkan peningkatan

sekresi hormon epinefrin dan kortisol yang dapat meningkatkan kadar

glukosa darah (Muflihatin, 2015).


6

Untuk mencegah komplikasi dari diabetes mellitus perlu mengatur kadar

glukosa darah yaitu dengan menjaga kadar glukosa darah dalam batas

normal, sehingga komplikasi seperti kerusakan ginjal, pembulu darah, mata,

dan saraf dapat di minimalisir. Penderita diabetes mellitus memiliki resiko

terkena penyakit jantung koroner dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan

orang normal pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh penyumbatan

pembulu darah koroner yang dapat mengakibatkan nutrisi dan oksigen yang

diterima oleh otot jantung berkurang sehingga kapiler jantung dengan mudah

dapat terjadi kerusakan [ CITATION Mir08 \l 1057 ].

Menurut Suyono (2004) empat pilar diabetes mellitus antara lain:

1. Pola makan sehat

Pola makan pada penderita diabetes mellitus tidak jauh berbeda pada

orang normal, untuk mendapatkan kepatuhan pola makan yang lebih

baik ada juga terapi gizi dan olah raga untuk mendapatkan kontrol

metabolik yang lebih baik.

2. Aktifitas fisik

Manfaat latihan jasmani bagi penderita diabetes mellitus untuk

meningkatkan penurunan kadar glukosa darah dan juga mencegah

obesitas.

3. Farmakologi

Terapi ini berupa tambahan pemberian obat-obatan jika sebelumnya

sasaran gula darah belum tercapai dengan diet dan latihan jasmani.

4. Edukasi
7

Pengetahua adalah kekuatan bagi penderita diabetes, pengetahuannya

tentang seluk beluk penyakit diabetes ini merupakan salah satu kunci

penting, agar dapar memotivasi penderita untuk mengontrol melakukan

hal-hal yang baik untuk dirinya.

Penderita diabetes mellitus, kadar gula darah yang terkendali

menurunkan risiko terjadi komplikasi akut maupun komplikasi kronis (seperti

mikro maupun makro anginopati) serta meningkatkan kualitas hidup.

Pemberian obat tolbutamid, aktivitas fisik, penyuluhan dan pengaturan diet,

penyuluhan tentang managemen stress merupakan faktor yang berperan

penting dalam pengobatan penderita diabetes militus [ CITATION Pat09 \l

1057 ].

Peran perawat sebagai tenaga kesehatan berperan sebagai pemberi

asuhan keperawatan dengan memperhatikan kebutuhan dasar manusia.

Selain itu, peran perawat sebagai konsultan juga dibutuhkan untuk

memberikan saran penatalaksanaan kepada klien penderita diabetes

mellitus baik dalam segi gaya hidup, diet penderita diabetes mellitus,

maupun segi penatalaksanaan dan managemen stress (Hidayat, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho & Purwanti (2010), dengan judul

“Hubungan antara tingkat stress dengan kadar gula darah pada pasien

diabetes mellitus diwilayah kerja puskesmas sukoharjo 1 kabupaten

sukoharjho didapatkan nilai p value = 0,02 < 0,05. Pada penelitian tersubut

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat

stress dengan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus diwilayah

kerja puskesmas sukoharjo 1. Dengan demikian, H0 ditolak Ha diterima.


8

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 orang responden

lansia dengan diabetes mellitus di Posbindu Wijaya Kusuma RW 15 wilayah

kerja Puskesmas Citeureup Cimahi, didalam data untuk penatalaksanaan

farmakologis, 10 orang responden mengkonsumsi obat metformin. Untuk

responden yang mengalami tingkat stress ringan sebanyak 7 orang dan 3

orang mengalami tingkat stress sedang menurut interprestasi pengukuran

perceived stress scale didapatkan hasil pengukuran gula darah sewaktu

termasuk dalam kategori hyperglikemi.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti ingin mengetahui hubungan

stress terhadap kadar glukosa darah sewaktu pada lansia dengan diabetes

mellitus. Hasil peneliti ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi penderita

diabetes mellitus maupun keluarga sebagai pengetahuan yang dapat

diterapkan dikehidupan sehari-hari untuk mengontrol kadar glukosa darah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, identifikasi masalah penelitian ini

adalah ”Apakah terdapat hubungan stress terhadap glukosa darah sewaktu

pada lansia dengan diabetes mellitus”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan

stress dengan kadar glukosa darah sewaktu pada lansia penderita

diabetes mellitus.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:


9

a. Untuk mengidentifikasi tingkat stress pada lansia penderita

diabetes mellitus di RW 15 wilayah kerja Puskesmas Citeureup

Cimahi.

b. Untuk mengidetifikasi kadar glukosa darah sewaktu pada lansia

penderita diabetes mellitus di RW 15 wilayah kerja Puskesmas

Citeureup Cimahi.

c. Untuk mengetahui hubungan tingkat stress dengan kadar

glukosa darah sewaktu pada lansia penderita diabetes mellitus

di RW 15 wilayah kerja Puskesmas Citeureup Cimahi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dan landasan untuk

menerapkan asuhan keperawatan berupa masalah kesehatan

terhadap hubungan stress dengan kadar glukosa darah sewaktu

pada lansia dengan diabetes mellitus di Rw 15 Wilayah kerja

Puskesmas Citeureup Cimahi. Selain itu, diharapkan dapat

memberikan perawatan individu secara komprehensif untuk

pasien diabetes mellitus.

b. Bagi Perkembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Hasil Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dan kajian epidemiologi peningkatan penyakit tidak

menular (PTM)
10

2. Manfaat Praktik

a. Bagi Puskesmas Citeureup

Dapat memberikan masukan kepada program Posbindu

Wijaya Kusuma di RW 15 Wilayah Kerja Puskesmas Citeureup

Cimahi dalam rangka penyusunan program pengendalian faktor

risiko penyakit tidak menular khususnya diabetes mellitus.

b. Bagi Perawat

Sebagai sumber informasi kepada tenaga kesehatan

Puskesmas Citereup Cimahi khususnya perawat pentingnya

mengkaji hubungan antara stress dengan kadar glukosa darah

sewaktu pada lansia penderita diabetes mellitus, sehingga dapat

perencanaan dan evaluasi kearah yang lebih baik pada waktu

mendatang seperti melakukan role model dan penyuluhan untuk

meningkatkan perawatan serta pengobatan pasien.

c. Bagi Pasien

Memberikan informasi kepada pasien mengenai pentingnya

memperhatikan faktor risiko diabetes mellitus seperti salah

satunya stress, sehingga dapat mengimplementasikan teknis

managemen stress yang baik terutama ketika kondisi pasien

sedang sakit.

d. Bagi Institut

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan

dan bacaan bagi mahasiswa serta bahan kajian dan data awal

untuk melakukan penelitian lebih lanjut dikemudian hari.


11

e. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai data dasar melaksanakan penelitian lebih lanjut

untuk mengembang dan tidak lanjut dalam penelitian dan

berkaitan dengan kejadian diabetes mellitus, stress, maupun

kebutuhan tidur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia

1. Definisi

Lanjut usia adalah suatu bagian dari proses tumbuh kembang dan

ada beberapa proses tumbuh kembang yang harus dilalui oleh

manusia yaitu dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan akhirnya

menjadi tua (lanjut usia: 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua: 75 sampai

90 tahun, sangat tua: diatas 90 tahun). Hal ini normal, dengan

perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat terjadi pada semua orang

pada saat mereka mencapai tahap perkembangan kronologis tertentu.

Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan

Yang Maha Esa. Menjadi tua adalah proses yang alami dimana masa

hidup manusia yang terakhir adalah masa usia senja atau masa tua.

Masa tua adalah keadaan dimana individu mengalami bermacam

kemunduran seperti fisik, mental dan sosial (Azizah, 2011).

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan

tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang

ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan

penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem

kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan,

endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring

12
meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan

fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada

13
14

umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis

yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial

lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily

living (Fatimah, 2010).

Tahap usia lanjut adalah tahap dimana terjadi penuaan dan

penurunan, yang penururnanya lebih jelas dan lebih dapat diperhatikan

dari pada tahap usia dini, diantaranya perkembangan jasmani atau

fisik, perkembangan intelektual, perkembangan emosi, perkembangan

spiritual, perubahan sosial, perubahan kehidupan keluarga, dan

hubungan sosio-emosional lansia mengalami perubahan dalam

kehidupannya sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam

kehidupannya, masalah pada lansia yang timbul karena perubahan

yang terjadi pada lansia dapat diatasi sehingga tidak perlu

dikhawatirkan, apalagi kita semua juga akan mengalami masa-masa

ini.

2. Masalah Endokrin Pada Lansia

Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia

yang memproduksi hormon, seperti kelenjar pankreas (yang

memproduksi insulindan sangat penting dalam pengukuran gula

darah), kelenjar tiroid yang ikut serta dalam metabolisme tubuh,

kelenjar adrenal atau anak ginjal yang memproduksikan adrenali,

kelenjar yang berkenaan dengan hormon laki-laki atau wanita (Azizah,

2011).

Salah satu kelenjar endrokin dalam tubuh mengatur agar arus

darah ke organ-organ tertentu berjalan dengan baik dengan jalan


15

mengatur vasokontriksi pembuluh-pembuluh darah bersangkutan

disebut adrenal atau kelenjar anak ginjal adapula yang merupakan

stres, hormon, yaitu hormon yang diproduksi dalam jumlah besar

dalam keadaan stres dan berperan penting dalam reaksi mengatasi

stres. Oleh karena itu, dengan mundurnya produksi hormon ini lanjut

usia kurang mampu menghadapi stres (Azizah, 2011).

Tidak jarang, pada lanjut usia juga ditemukan kemunduran dari

fungsi kelenjar tiroid sehingga lansia tersebut tampak lesu dan kurang

bergairah. Kemunduran fungsi kelenjar endokrin lainnya, seperti

adanya klimakterium atau menopouse pada wanita yang mendahului

proses tua dapat mengakibatkan sindrom klimakterium dalam bentuk

yang bermacam-macam. Sedangkan pada pria terjadi penurunan

sekresi dari kelenjar testis pada usia tertentu (usia yang lebih tua

dibandingkan dengan wanita) (Azizah, 2011).

Penyakit metabolik pada lanjut usia terutama disebabkan

menurunnya produksi hormon ini, antara lain terlihat pada wanita

mendekati usia 50 tahun, yang ditandai mulainya mentruasi yang tidak

teratur sampai berhenti sama sekali (menopouse), prosesnya

merupakan proses alamiah. Penyakit metabolik yang banyak dijumpai

ialah diabetes mellitus dan osteoporosis (berkurangnya zat kapur dan

bahan-bahan mineral sehingga tulang lebih mudah rapuh dan menipis)

(Azizah, 2011).

Diabetes mellitus sering dijumpai pada lanjut usia yang berumur

70 tahun ke atas, akibatnya terjadi degerasi pembuluh darah dengan

komplikasi pembuluh darah koroner, perubahan pembuluh darah otak


16

yang berakibat terjadinya penyakit serebrovaskuler. Perubahan pada

pembulu darah otak ini dapat menyebabkan stroke yang bisa

menyebabkan kelumpuhan separuh badan (Azizah, 2011).

B. Diabetes Mellitus

1. Definisi

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya [ CITATION Per091 \l 1057 ].

Diabetes mellitus atau penyakit kencing manis merupakan suatu

penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah

melebihin nilai normal yaitu kadar kadar gula darah sewaktu sama atau

lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa diatas atau sama

dengan 126 mg/dl [ CITATION Mis10 \l 1057 ].

Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa

diabetes militus adala suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh

ketidak mampuan tubuh menggunakan atau memproduksi insulin.

Seseorang dikatakan diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa

lebih dari 126 mg/dl dan kadar gula darah sewaktu lebih dari 200

mg/dl.

2. Klasifikasi

[ CITATION Hem08 \l 1057 ], mengatakan bahwa empat klasifikasi

diabetes mellitus menurut American Diabetes Association / World

Health Organization (ADA / WHO), yaitu:

a. Diabetes mellitus tipe 1


17

Diabetes mellitus tipe 1 yang disebut insulin dependent

diabetes mellitus (IDDM, diabetes bergantung pada insulin),

dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pankreas

sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh, penyebab

terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah

kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta

pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya

infeksi pada tubuh, kerusakan pada sel-sel β juga bisa disebkan

oleh peradangan pada pankreas (pancreatitis)yang disebkan

oleh infeksi virus atau endapan besi dalam pankreas

(hemokromatosis atau hemosiderosis). Akibatnya sel β pada

pankreas tidak dapat menghasilkan insulin hanya jumlah kecil

maka penderita tipe 1 ini selalu tergantung pada insulin.

b. Diabtes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 yang disebut Non Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (NIDDM, diabetes yang tidak tergantung pada

insulin). Terjadi karena kombinasi dari catatan dalam produksi

insulin dan resistensi terhadap insulin atau berkurangnya

sensitifitas terhadap insulin (adanya dampak respon jaringan

terhadap insulin) yang mengakibatkan reseptor insulin di

membran sel. Pada tahap abnormalitas yang paling utama

adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai

dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada tipe 2,

sel-sel β pada pankreas tidak rusak, walaupun hanya sedikit

yang normal sehingga bisa mengsekresi insulin, tetapi dalam


18

jumlah kecil sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

tubuh.

Tabel 2.1 Perbedaan DM Tipe-1 dan DM Tipe-2

No Permasalahan DM Tipe-1 DM Tipe-2

1 Awitan usia < 40 tahun > 40

2 Habitus tubuh Normal-kurus Gemuk

3 Insulin plasma Rendah-negatif Normal-tinggi

4 Genetik lokus Kromosom 6 Kromosom 11


(terapi masih
belum jelas dan
dipertanyakan)

5 Komplikasi Koma Koma hiperosmoral


akut ketoasidosis non-ketotik

6 Terapi insulin Responsif Responsif-resistan

7 Obat oral Tidak responsif Responsif

Sumber: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin, Aini (2016).

c. Diabetes mellitus tipe lain

Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau

sindrom tertentu seperti: Efek genetik fungsi sel β, kerja insulin,

penyakit eksokrin pancreatitis, endokrinopati, karena obat atau

zat kimia, infeksi, imunologi, dan sindrom genetik lain.

d. Diabetes gestasional

Diabetes kehamilan atau disebut dengan Gestasional

Diabetes Mellitus (GDM) didefinisikan sebagai suatu intoleransi

glukosa yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat

hamil yang terjadi karena peningkatan sekresi berbagai hormon


19

yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi terhadap

glukosa.

3. Etiologi

Menurut Aini & Aridiana (2016), penyebab diabetes menurut

tipenya antara lain:

a. Diabetes tipe 1 (Insulun Dependent Diabetes Mellitus) IDDM

Merupakan kondisi autoimun yang merupakan sel β

pankreas sehingga timbul defisiensi insulin absolut. Pada

diabetes mellitus tipe 1 sistem imun tubuh sendiri secara spesifik

menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin yang terdapat

pada pankreas. Belum diketahui hal apa yang memicu terjadinya

kejadian autoimun ini, namun bukti-bukti yang ada menunjukan

bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi virus

tertentu berperan dalam prosesnya. Sekitar 70-90% sel β harus

sebelum timbul gejala klinis. Pasien diabetes mellitus tipe 1

harus menggunakan injeksi insulin dan menjalankan diet secara

ketat.

b. Diabetes tipe 2 (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

NIDDM

Diabetes mellitus tipe ini merupakan bentuk merupakan

diabetes yang paling umum. Penyebabnya bervariasi mulai

dominan resistansi insulin disertasi defisiensi insulin relatif

sampai defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Penyebab

resistansi insulin pada diabetes sebenarnya tidak begitu jelas,

tetapi faktor yang banyak berperan antara lain sebagai berikut:


20

1) Kelainan genetik.

2) Usia.

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang

secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah

40 tahun.

3) Gaya hidup dan stres.

Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari

makanan yang cepat saji kaya pengawet, lemak, dan gula.

Makan ini berpengarus besar terhadap kerja pankreas.

Stres dan diabetes mellitus sangat berkaitan erat.

Tekanan kehidupan dan gaya hidup tidak sehat sangat

berpengaruh, ditambah dengan kemajuan teknologi yang

semakin pesat dan berbagai penyakit yang sedang diderita

menyebabkan penurunan kondisi seseorang sehingga

memicu terjadinya stress. Stress pada penderita diabetes

dapat bertambah pada pengontrolan kadar gula darah.

Pada keadaan stress akan terjadi pada peningkatan

ekskresi hormon katekolamin, glukagon, glukokortikoid, β-

endorfin, dan hormon pertumbuhan.

4) Pola makan yang salah

Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama

meningkatkan risiko terkena diabetes.

5) Obesitas (terutama pada abdomen)

Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas

mengalami hipertrofi sehingga akan berpengaruh terhadap


21

penurunan produksi insulin. Peningkatan BB 10 kg pada

pria dan 8 kg pada wanita dari batas normal IMT (indeks

masa tubuh) akan meningkatkan risiko diabetes mellitus

tipe 2.

6) Infeksi

Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas akan

berakibat rusaknya sel-sel pankreas.

c. Diabetes tipe lain

1) Defek genetik fungsi sel β (meturity onset diabetes of the

young [MODY] 1,2,3 dan DNA mitokondria).

2) Defek genetik kerja insulin.

3) Penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis, tumor atau

pankreatektomi, dan pankreatopati fibrokalkulus).

4) Infeksi (rubella kongenital, sitomegalovirus)

4. Patofisiologi

Menurut (Perhimpunan Spesialis Dokter Penyakit Dalam

Indonesia, 2009), ada beberapa patofisiologi diabetes mellitus menurut

tipenya sebagai berikut:

a. Diabetes tipe 1

terjadi karena gangguan produksi insulin akibat kerusakan

sel β pankreas, adanya reaksi autoimun akibat peradangan pada

sel β. Hal ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel β

yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel β)

dengan antibodi ICA yang ditimbulkannya menyebabkan

hancurnya sel β. Selain karena autoimun, diabetes tipe 1 juga


22

bisa disebabkan viruscocksakie, rubella, citomegalovirus (CMV),

herpes dan lain-lain. Pada penderita diabetes tipe 1 umumnya

terdiagnosa pada usia muda.

b. Diabetes tipe 2

Dalam patofisiologi diabetes mellitus tipe 2 terdapat

beberapa keadaan yang berperan sebagai:

1) Resistensi insulin.

2) Disfungsi sel β pancreas.

Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya

sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau

tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim

disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak

terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta

penuaan. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga

terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak

terjadi pengrusakan sel-sel βlangerhans secara autoimun seperti

diabetes melitus tipe 2. (Perhimpunan Spesialis Dokter Penyakit

Dalam Indonesia, 2009).

Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel β

menunjukan gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya

sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila

tidak ditangani dengan baik,pada perkembangan selanjutnya

akan terjadi kerusakan sel-sel β pankreas. Kerusakan sel-sel β

pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan

menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita


23

memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus

tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu

resistensi insulin dan defisiensi insulin (Perhimpunan Spesialis

Dokter Penyakit Dalam Indonesia, 2009).

Secara lengkap, menurut [CITATION Qur \l 1057 ] dapat

digunakan sebagai berikut:


24

Kerusakan pankreas

Defisiensi Insulin

Glukagon meningkat Penurunan pemakaian

Glukoneogenesis Glukosa oleh sel

Hiperglikemia
Lemak Protein

Glycosuria
Ketogenesis BUN ↑

Osmotic Deusresis
Ketonemia Nitrogen urien M

Dehidrasi
↓ PH

Hemokonsentrasi
Asidosis

Trombosis
- Koma
- Kematian
Aterosklerosis

Mikrovaskuler

Makrovaskuler
Retina Ginjal

Jantung Serebral Ekstremitas Retinopati Nefropati


diabetik

Gagal ginjal
Miokard Infark Stroke Gangren
e Ggn.
Penglihatan

Gambar 2.1 : Pathoflow DM


Sumber : Qurratuaeni, (2009).
25

5. Manifestasi klinis

Gejala klinis pada pasien diabetes mellitus menurut [ CITATION

Eli09 \l 1057 ], yaitu:

a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urine) karena air mengikuti

glukosa yang keluar melalui urine.

b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urien yang

sangat besar karena keluarnya urine yang menyebabkan

dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi

ekstrasel karena air intarasel akan berdifusi keluar sel akan

mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang

hipertonik (konsentrasi tinggi). Dehidrasi intarsel menstimulasi

pengeluaran hormon anti-deuretik (ADH; vasopresin) dan

menimbulkan rasa haus.

c. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pascaabsortif

yang kronis, metabolisme protein dalam lemak, dan kelaparan

relatif sel, sering terjadi penurunan berat badan tanpa terapi.

d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat metabolisme protein di

otot dan ketidak mampuan sebagian besar sel untuk

menggunakan glukosa sebagai energi, aliran darah yang buruk

pada pasien diabetes kronis juga berperan menyebabkan

kelelahan.
26

Adapun individu penghidap diabetes tipe 2 sering

memperlihatkan satu atau lebih gejala non-spesifik antara lain:

1) Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi

glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan

penurunan aliran darah.

2) Gangguan penglihatan yang berhubungan dengan

keseimbangan air atau pada kasus yang lebih berat,

kerusakan retina.

3) Paretesis, atau abnormalitas sensasi.

4) Kandidiasis vagina (infeksi ragi), akibat peningkatan kadar

glukosa disekret vagina dan urine, serta gangguan fungsi

imun, kandidiasis dapat menyebabkan gatal dan infeksi

vagina merupakan kondisi yang sering di jumpai pada

wanita yang sebelumnya tidak di duga menghidap

diabetes.

5) Pelisutan otot dapat terjadi karena protein otot dapat

digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh.

6. Pemeriksaan Diagnosa

a. Pemeriksaan penyaring dilakukan pada kelompok dengan salah

satu risiko diabetes mellitus menurut [CITATION dkk07 \l 1057 ],

sebagai berikut:

1) Usia lebih dari 45 tahun.

2) Berat badan lebih: BBLlebih dari 100% BB ideal atau IMT

lebih dari 23 kg/m2 .

3) Hipertensi (lebih dari 140/90 mmHg).


27

4) Riwayat diabetes mellitus dalam garis keturunan.

5) Riwayat abortus berulang, melahirkan cacat atau BBL bayi

lebih dari 4000 gr.

6) Kolesterol HDL kurang dari 35mg/dl dan trigliserida lebih

dari 250 mg/dl.

b. Kriteria diagnosis diabetes mellitus menurut [ CITATION Kus10 \l

1057 ]:

1) Gejala klasik diabetes mellitus bertambah glukosa sewaktu

lebih dari 200 mg/dl. Gula darah sewaktu adalah kadar gula

darah yang merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada

suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2) Gejala klasik diabetes mellitus bertambah kadar gula darah

puasa (plasma vena) lebih dari 126 mg/dl.

3) Gejala klasik diabetes bertambah kadar glukosa darah

puasa (kapiler) lebih dari 110 mg/dl.

4) Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan

sedikitnya 8 jam.

5) Kadar gula darah dalam 2 jam Tes Toleransi Glukosa

Darah Oral (TTGO lebih dari 200 mg/dl).

6) TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan

beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa

anhidrus yang dilarutkan dalam air.


28

7. Komplikasi

Menurut [ CITATION Has12 \l 1057 ], komplikasi pada diabetes

mellitus dapat di bagi menjadi 2 yaitu:

a. Komplikasi metabolik akut, terdiri dari 2 bentuk:

1) Hiperglikemia, dapat berupa Keto Asidosis Diabetik (KAD),

Hiperosmoral Non Ketotik (HNK), dan Asidosis Laktat (AL).

hiperglikemia yaitu apabila kadar gula darah lebih dari 250

mg% dan gejala yang muncul yaitu poliuri, pernapasan

kussmaul, mual muntah, penurunan kesadaran sampai

koma. KAD menempati tingkat pertama komplikasi akut di

susul oleh hipoglikemia.

2) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah gangguan kesehatan yang terjadi

ketika kadar gula di dalam darah berada di bawah kadar

normal. Zat gula didapat dari makanan yang kita cerna.

Molekul-molekul gula tersebut masuk ke dalam aliran darah

untuk selanjutnya disalurkan ke seluruh sel-sel yang ada di

jaringan tubuh.

3) Efek somogi

Efek sumogi adalah efek penurunan unik kadar

glukosa darah pada malam hari, diikuti oleh peningkatan

rebound pada paginya. Ditemukan oleh ilmuan Hongaria,

Michael Somogyi pada tahun 1949. Penyebab hipoglikemia

malam hari kemungkinan besar berkaitan dengan

penyuntikan insulin di sore harinya. Hipoglikemia itu sendiri


29

kemudian menyebabkan peningkatan glukagon,

katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan (Aini,

2016).

4) Fenomena fajar (down phenomenon)

Fenomena fajar adalah hiperglikemia pada pagi hari

(antara jam 5 dan 9, referensi lainnya menyebutkan antara

jam 3 dan 5 pagi) yang tampaknya disebabkan oleh

peningkatan sirkadian kadar glukosa pada pagi hari.

Fenomena ini dapat dijumpai pada penderita diabetes

mellitus tipe 1 dan 2. Hormon lain yang memperlihatkan

variasi sirkadian pada pagi hari adalah kortisol dan hormon

pertumbuhan, yang keduannya merangsang

glukoneogenesis (Aini, 2016).

b. Komplikasi yang bersifat kronis menurut Aini (2016) sebagai

berikut:

1) Makroangiopati yang mengenai pembulu darah besar,

pembulu darah jantung, pembulu darah tepi, dan pembulu

darah otak. Pembulu darah besar dapat mengalami

aterosklerosis sering terjadi pada NIDDM. Komplikasi

makroangiopati adalah penyakit vaskuler otak (Stroke),

penyakit arteri koroner, dan penyakit vaskuler perifer

(hipertensi, gagal ginjal).

2) Mikroangiopati yang mengenai pembulu darah kecil,

retinopati diabetik, nefropati diabetik, dan neuropati.

Nefropati terjadi karena perubahan mikrovaskular, pada


30

struktur dan fungsi ginjal yang menyebabkan komplikasi

pada pelvis ginjal.

3) Rentan infeksi seperti TB paru, gingivitis, dan infeksi

saluran kemih.

4) Kaki diabetic

Perubahan mikroangiopati, makroangiopati, dan

neuropati menyebabkan perubahan pada ekstremitas

bawah. Komplikasinya dapat terjadi gangguan sirkulasi,

terjadi infeksi, gangren, penurunan sensasi dan hilangnya

fungsi saraf sensorik. Semua ini dapat menunjang terjadi

trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang akhirnya

menjadi gangren.

8. Penatalaksanaan

Tujuan utama pengelolaan atau penatalaksanaan diabetes

mellitus adalah pengendaliaan kadar glukosa darah dengan harapan

timbulnya komplikasi dapat di cegah atau di perlambat. Empat pilar

utama dalam pengelolaan diabetes mellitus adalah perencanaan

makan, latihan jasmani, penyuluhan, dan obat berhasiat hipoglikemik

[ CITATION Per151 \l 1057 ].

a. Perencanaan makan

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Indonesia (2009), prinsip pola makan adalah melakukan

pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi

diabetisi dan melakukan modifikasi diet dengan memperhatikan

gaya hidup, pola kebiasaan makan, status nutrisi, status ekonomi


31

dan lingkungan. Diabetisi harus dapat melakukan perubahan

pola makan secara konsisten. Salah satu manfaat dan tujuan

pengaturan pola makan adalah menurunkan kadar glukosa darah

dan berat badan senormal mungkin.

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, (2015).

Petunjuk untuk asupan diet diabetes mellitus, terdiri dari:

1) Asupan diet diabetes mellitus

a) Hindari biskuit, dan produklain sebagai cemilan pada

waktu makan.

b) Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan

minuman berkalori rendah lainnya pada waktu

makan.

c) Makanlah dengan waktu yang teratur.

d) Hindari makanan-makanan yang manis dan

gorengan.

e) Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan.

f) Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu

utama setiap makan.

g) Makanlah daging atau telur dengan porsi lebih kecil.

h) Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil.

2) Perhitungan jumlah kalori

Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi,

umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani.

Penentuan status gizi dapat digunakan indeks massa tubuh

(IMT) atau rumus brocca.


32

a) Penentuan status gizi berdasarkan IMT

IMT dihitung berdasarkan pembagian berat

badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan

(dalam meter) kuadrat.

(1) BB kurang 18,5

(2) BB normal 18,5 – 22,9

(3) BB lebih 23.0

Dengan risiko 23.0 – 24,9

Obesitas I 25.0 – 29,9

Obesitas II lebih dari 30.0

b) Penentuan status gizi berdasarkan rumus brocca

Pertama-tama dilakukan perhitungan berat

badan idaman berdasarkan rumus: berat badan ideal

(BBI kg) = (TB cm – 100) – 10%.

Untuk laki-laki kurang dari 160 cm, wanita kurang

dari 150 cm, perhitungan BBI tidak dikurangi 10%.

Penentuan status gizi dihitung dari: (BB aktual :

BBI) × 100%.

(1) Berat badan kurang BB ≤ 90% BBI.

(2) Berat Badan Normal BB 90 – 110% BBI.

(3) Berat badan lebih BB 110 – 120% BBI.

(4) Gemuk BB ≥ 120% BBI.

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat

badan ideal dikali kebutuhan kalori basal (30 kkal/kg

BB untuk laki-laki, dan 25 kkal/kg BB untuk


33

wanita).Kemudian di tambah dengan kebutuhan

kalori untuk aktivitas (10-30%, untuk atlit dan pekerja

berat dapat lebih banyak lagi, sesuai dengan kalori

yang dikeluarkan dengan kegiatannya), koreksi

status gizi (gemuk dikurangi, dan kurus ditambah)

dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stress

akut sperti infeksi dan sebagainya sesuai kebutuhan.

Untuk masa pertumbuhan (anak dan dewasa muda)

serta ibu hamil, diperlukan perhitungnan tersendiri.

Makanan tersebut dibagi menjadi 3 porsi besar untuk

makan pagi (20%), makan siang (30%), makan

malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10 – 15%)

diantaranya makan besar.

Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal,

kecuali dalam pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori.

Diusahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap

sesuai dengan kondisi dan kebiasaan penderita.

b. Latihan jasmani

Latihan jasmani dianjurkan untuk dilakukan secara teratur

(3-5 kali seminggu) selama kurang dari 30 menit, yang sifatnya

sesuai CRIFE (continous, rhythmical, interval, progressive,

endurancentraining). Latihan jasmani yang teratur menyebabkan

kontraksi otot meningkat dan resistensi insulin berkurang

(Soegondo, 2007). Pasien dengan kadar glukosa darah lebih dari

250 mg/dl tidak dianjurkan untuk latihan jasmani karena akan


34

meningkatkan kadar glukosa darah dan benda keton. Aktivitas

minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk

ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk

diabetisi sebagai kegiatan sehari-hari, seperti misalnya: bangun

tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan bahkan tersenyum.

Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa,

merencanakan rencna esok, kemudian tidur. Semua kegiatan

tadi tanpa disadari oleh diabetisi, telah sekaligus menjalankan

pengelolaan diabetes mellitus sehari-hari (Perhimpunan Dokter

Spesialis Penyakit Dalam, 2009).

c. Penyuluhan

Bila dilihat dari empat pilar pengelolahan diabetes mellitus,

tingkat kepatuhan diabetisi dalam mengatur perencanaan

makan, pengobatan dan latihan jasmani, dan dapat

mengendalikan kondisi penyakit sehingga dapat hidup

berkualitas. Untuk mengatasi hal tersebut, sangatlah penting

seorang edukator dalam pengelolaan diabetes mellitus. Pada

intinya seorang edukator memberikan penyuluhan dengan tujuan

dapat meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap, mengubah

prilaku, meningkatkan kepatuhan dan meningkatkan kualitas

hidup klien diabetes mellitus (Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia, 2015).

d. Obat berhasiat hipoglikemik

Menurut Prihaningtyas (2013), pengobatan diabetes mellitus

tipe 2 di mulai dengan perubahan gaya hidup (perencanaan


35

makan dan kegiatan jasmani), jika kadar HbA1c lebih dari 6,5

atau tidak berhasil dengan perubahan gaya hidup, diberikan obat

anti diabetes. 4 macam golongan obat minum yang digunakan

untuk penderita diabetes mellitus tipe 2 yang disebut dengan:

OralHypoglicaemic Agents (OHA) atau Oral Anti-Diabetes (OAD)

yaitu:

1) Golongan Sulfonylurea, bekerja dengan cara merangsang

pankreas untuk melepaskan insulin. Obat ini fungsinya

sama dengan suntikan insulin karena sama-sama

meningkatkan jumlah insulin di dalam darah. Oleh karena

itu, obat ini memiliki efek samping hipoglikemia sehingga

harus diminum saat atau sebelum makan. Untuk itulah

mengapa diabetisi haruskan makan dengan teratur. Contoh

dari obat ini adalah: glibenclamide, glibzide,

chlorpropramide, gliquedone, glimepirida, gliklazia,

tolazamide, dan tolbutamize.

2) Golongan biguanida, bekerja dengan cara meningkatkan

pemakaian glukosa oleh sel usus dan mengurangi

penyerapan glukosa seteah makan. Metformin merupakan

obat yang paling aman digunakan hingga saat ini karena

tidak menyebabkan hipoglikemia. Biasanya obat ini

diberikan pada diabetisi yang gemuk karena tidak

meningkatkan berat badan sekaligus sehingga tidak

merangsang lapar. Efek samping metformin antara lain

perut kembung, diare, dan mual. Oleh karena itu,


36

konsumsinya bersama makanan dan dimulai dari dosis

rendah untuk meminimalkan efek samping. Metformin tidak

boleh digunakan pada penderita dengan gangguan fungsi

hati dan ginjal.

3) Golongan acarbose (alfa-glikosidase inhibitor), dapat

menghentikan tubuh menyerap glukosa dari makanan

melalui pengaruhnya terhadap pemecahan karbohidrat,

oleh karena itu dikonsumsi makan atau tidak boleh lebih

dari 15 menit setelah makan, biasanya dikonsumsi

bersama makan suapan pertama. Acarbose merupakan

obat pilihan bagi diabetisi yang memiliki kadar gula 2 jam

setelah makan tinggi. Untuk pemakaian dalam jangka

lama, biasanya pada penderita dilakukan pengecekan

fungsi hati dan ginjal mengingat efek sampingnya terhadap

kedua organ tersebut. Selain itu juga di dapat keluhan

perut kembung dan diare akibat gangguan pencernaan

karbohidrat. Namun, obat ini tidak menyebabkan

hipoglikemia.

4) Golongan thiazolidinedione (pliogitazone dan rositiglazone)

yang bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitan

insulin, tidak menyebabkan hipoglikemia, dan konsumsi

tidak bergantung dengan jadwal yang biasanya diberikan

pada diabetisi yang gemuk namun harganya mahal.


37

C. Kadar Glukosa Darah

Glukosa merupakan salah satu bentuk hasil metabolisme karbohidrat

yang paling sederhana atau monosakarida. Bentuk monosakarida yang lain

adalah efruktosa dan galaktosa (Wardani, 2010). Kadar glukosa darah

adalah jumlah atau konsentrasi glukosa yang terdapat dalam darah

bergantung pada keseimbangan beberapa hormon (Qurratuaeni,2009),

yaitu:

1. Hormon yang menurunkan kadar glukosa darah yaitu insulin yang

dihasilkan oleh sel-sel pulau langerhans pankreas.

2. Hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah, antara lain

glukagon:

a. Glukagon disekresi oleh sel-sel alpha pulau langerhans.

b. Epinefrin disekresi oleh medula.

c. Glukokortikoid disekresi oleh korteks ardenal.

d. Growth hormone disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.

Untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal dapat

dilakukan oleh tubuh dengan mempertahankan homeostatis dalam tubuh

melalui 2 cara yaitu, bila glukosa darah terlalu rendah, maka glukosa akan

disuplai dari hati dengan jalan memecah glikogen hati, sebaliknya bila

glukosa darah terlalu tinggi maka glukosa tersebut akan dibawa ke hati dan

akan diubah menjadi glikogen atau masuk ke otot diubah menjadi glikogen

otot. padapasien diabetes mellitus harus berusaha menjaga kadar glukosa

darah dalam batas normal, dan untuk melakukan hal ini mereka perlu

menjaga keseimbangan diantara jumlah glukosa yang masuk dan glukosa

yang hilang (Qurratuaeni, 2009).


38

Tabel 2.2 Kriteria Pemantauan Pengendalian Diabetes Mellitus


Baik Sedang Buruk
Glukosa darah puasa*
80 - 109 110 - 125 ≥ 126
(plasmavena, mg/dl)

Glukosa darah puasa*


< 90 90 – 99 ≥ 100
(darah kapiler, mg/dl)

Glukosa darah 2 jam pp*


80 - 144 145 – 179 ≥ 180
(plasma vena, mg/dl)

Glukosa darah sewaktu*


< 100 100 – 199 ≥ 200
(plasma vena, mg/dl)

Glukosa darah sewaktu*


< 90 90 – 199 ≥ 200
(darah kapiler, mg/dl)

HbA1c < 6,5 6,5 – 8 ≥8

Kolestrol total (mg/dl) < 200 200 – 239 ≥ 240

Kolestrol LDL (mg/dl) < 100 100 – 129 ≥ 130

Kolestrol HDL (mg/dl) > 45

Trigliserida (mg/dl) > 150 150 – 199 ≥ 200

IMT (kg/m2) 18,5 – 22,9 23 – 25 ≥ 25

Tekanan darah (mmHg) < 130/80 130/80 – 140/90 ≥ 140/90

Sumber: Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus


Tipe 2, Perkeni (2015).

D. Konsep Stress

1. Definisi Stress

Stress adalah respons manusia yang bersifat non-spesifik tuntutan

kebutuhan yang ada dalam dirinya. Stress adalah reaksi atau respons

tubuh terhadap stresor psikososial berupa tekanan mental atau beban

kehidupan (Sumiati, Tutiany & Mumpuni, 2010).


39

Menurut Sumiati, Tutiany & Mumpuni (2010), berdasarkan

pendapatan para ahli yang telah dikemukakan tadi, maka dapat

dikemukakan kesimpulan bahwa setress adalah reaksi tubuh terhadap

situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi,

dan lain-lain yang dipengaruhi oleh lingkungajn maupun penampilan

individu di dalam lingkungan tersebut.

2. Kategori Stress

Stress dibagi dalam dua kategori yaitu stress positif dan stress

negatif. Stress yang positif berdampak baik, contohnya adalah rasa

ingin maju (sukses) sedangkan stress negatif contonya seperti merasa

sakit hati yang sangat berlebihan(Sumiati, Tutiany & Mumpuni, 2010).

Menurut Sumiati, Tutiany & Mumpuni (2010),bagi beberapa orang,

kesuksesan tidak selalu hanya membawa hal-hal yang positif. Semakin

sukses seseorang umumnya jadwalnyapun akan semakin padat, dan

tidak dapat dipungkiri kehidupannya akan semakin rentan terhadap

penyakit yang namanya “Stress”. Stress apabila tidak dikelolah dengan

baik akan menyebabkan dampak yang sangat merugikan dan

sayangnya sangat sedikit orang yang menyadari bahwa ia telah

terkena stress negatif. Bila tingkat stress sudah sangat tinggi dan

mencemaskan maka akan sangat menyebabkan kesehatan, apalagi

bila usia sudah diatas 40 tahun, usia semua faktor resiko sangat

meningkat.
40

3. Tahapan Stress

Menurut Yosep (2008), gangguan stress biasanya timbul secara

lamban, tidak jelas kapan mulainya dan seringkali kita tidak menyadari.

Namun meskipun demikian dari pengalaman praktik psikiatri, para ahli

mencoba membagi stress tersebut dalam enam tahapan. Setiap

tahapan memperlihatkan sejumlah gejala-gejala yang dirasakan oleh

yang bersangkutan, hal mana yang berguna bagi seseorang dalam

rangka mengenai gejala stress sebelum memeriksanya ke

dokterpetunjuk tahapan stress dikemukakan sebagai berikut:

a. Stress Tingkat I

Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan,

dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai

berikut:

1) Semangat besar.

2) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya.

3) Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan

pekerjaan lebih biasanya.

Tahapan ini biasanya menyenangkandan orang lalu

bertambah semangat, tapi tanpa disadari bahwa sebenarnya

cadangan energinya sedang menipis.

b. Stress Tingkat II

Dalam tahapan ini dampak stress yang menyenangkan

mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan

cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan-

keluhan yang semakin dikemukakan sebagai berikut:


41

1) Merasa letih sewaktu bangun pagi.

2) Merasa lelah sesudah makan siang.

3) Merasa lelah menjelang makan siang.

4) Terkadang dalam gangguan dalam sistem pencernaan

(gangguan usus, perut kembung), kadang-kadang pula

jantung berdebar-debar.

5) Perasaan tegang pada otot-otot pungggung dan tengkuk

(belakang leher).

6) Perasaan tidak bisa santai.

c. Stress Tingkat III

Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin nampak disertai

dengan gejala-gejala:

1) Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering

ingin kebelakang).

2) Otot-otot terasa lebih tegang.

3) Perasaan tegang yang semakin meningkat.

4) Gangguan tidur (suka tidur, sering terbangun malam, dan

suka tidur kembali, atau bangun terlalu pagi).

5) Badan teras oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai

jatuh pingsan).

Pada tahapan ini penderita sudah harus berkonsultasi pada

dokter, kecuali kalau beban stress atau tuntutan-tuntutan

dikurangi, dan tubuh dapat kesempatanuntuk beristirahat atau

relaksasi, guna memilihkan suplai energi.


42

d. Stress Tingkat IV

Tahapan ini sudah menunjukan keadaan yang lebih buruk

yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit.

2) Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa

sulit.

3) Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi,

pergaulan, sosial, dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa

berat.

4) Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan, dan

seringkali terbangun dini hari.

5) Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam.

6) Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti

mengapa.

e. Stress Tingkat V

Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam

dalam tahapan IV diatas, yaitu:

1) Keletihan yang mendalam (physical and phychological

exhaustion).

2) Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa

kurang mampu.

3) Gangguan sistem pencernaan (sakit maag dan usus) lebih

sering, suka buang air besar atau sebaliknya feses cairan

dan sering kebelakang.

4) Perasaan takut yang semakin menjadi.


43

f. Stress Tingkat VI

Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan

keadaan gawat darurat. Tidak jarang penderita dalam tahapan ini

dibawa ke ICCU. Gejala-gejala pada tahapan ini cukup

mengerikan.

1) Debar jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat

adrenalin yang dikeluarkan, karena stress tersebut cukup

tinggi dalam peredaran darah.

2) Nafas sesak.

3) Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran.

Bilamana diperhatiakan, makan dalam tahapan stress

diatas, menunjukan manifestasi dibidang fisik dan psikis.

Dibidang fisik berupa kelelahan, sedangkan dibidang psikis

berupa kecemasan dan depresi. Hal ini dikarenakan penyediaan

energi fisik maupun mental yang mengalami defisit terus-

menerus. Sering buang air kecil dan suka tidur merukan tanda

dari depresi.

4. Penyebab Stress

Banyak sekali keadaan atau pristiwa yang dapat menimbulkan

stress. Keadaan atau pristiwa tadi disebut “stressor psikososial”

Sumiati, Tutiany & Mumpuni (2010), membagi stressor psikososial

sebagai berikut:

a. Perkawinan

Bebagai perkawinan merupakan sumber stress yang dialami

seseorang, misalnya: pertengkaran, perpisahan, perceraian,


44

kematian salah satu dari pasangan, ketidakstiaan. Stressor

perkawinan ini dapat menyebabkan seseorang jauh dalam

depresi dan kecemasan.

b. Problem Orang Tua

Permasalahan yang dihadapi orang tua, misalnya tidak

punya anak, kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit,

hubungan yang tidak baik dengan mertua, ipar, besan, dan lain-

lain. Permasalahan tersebut diatas dapat menyebabkan stress

yang pada gilirannya seseorang dapat jatuh dalam depresi dan

kecemasan.

c. Lingkungan Hidup

Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi

kesehatan seseorang, misalnya soal perumahan, pindah tempat

tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan

(kriminalitas). Rasa tercekam dan tidak merasa aman, ini amat

mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup sehingga tidak

jarang orang jatuh kedalam depresi dan kecemasan.

d. Perkembangan

Yang dimaksud disini adalah masalah perkembangan baik

fisik maupun mental seseorang, misalnya masa remaja, masa

dewasa, monopouse, usia lanjut. Kondisi setiap perubahan fase-

fase tersebut diatas untuk sementara orang dapat menyebabkan

depresi dan kecemasan, terutama pada mereka yang mengalami

monopouse atau usia lanjut.


45

e. Penyakit Fisik dan Cedera

Sumber stress yang dapat menimbulkan depresi dan

kecemasan disini adalah antara lain penyakit, kecelakan, operasi

atau pembedahan, aborsi, dan lain-lain. Dalam hal penyakit yang

banyakmenimbulkan depresi dan kecemasan adalah penyakit

kronis, jantung, kanker, dan sebagainya.

f. Faktor Keluarga

Yang dimaksud disini adalah faktor stress yang dialami oleh

anak dan remaja yang disebabkan oleh kondisi keluarga yang

tidak baik, yaitu sikap orang tua misalnya:

1) Hubungan kedua orang tua yang dingin.

2) Kedua orang tua jarang dirumah dan tidak ada waktu untuk

anak-anak.

3) Komunikasi antara orang tua dan anak tidak baik.

4) Kedua orang tua berpisah atau bercerai.

5) Salah satu dari orang tua mengalami gangguan jiwa atau

kepribadian.

6) Orang tua dalam mendidik anak kurang sabar, pemarah,

keras, dan otoriter.

5. Respon Fisiologis Terhadap Stress

Menurut Sumiati, Tutiany & Mumpuni (2010), telah melakukan riset

terhadap 2 respon fisiologis tubuh terhadap stress yaitu:


46

a. Local Adaptation Syndrom (LAS)

1) Respon inflamasi

Respon inflamasi ini distimulasi oleh adanya trauma

dan infeksi. Respon ini memusatkan diri hanya pada area

tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat

dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung

cepat.

b. General Adaptation Syndrom (GAS)

GAS merupakan respon fisiologis dari seluruh tubuh

terhadap stres. Respon yang terlibat di dalamnya adalah sistem

saraf otonom dan sistem endokrin. Dibeberapa buku teks GAS

sering disamakan dengan sistem neuroendokrin. GAS terdiri dari

beberapa fase, yaitu:

1) Fase alarem

Melibatkan pengarahan mekanisme pertahanan dari

tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi

psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik:

curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah

diperifer dan gastrointestinal mengalir kekepala dan

ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala

stress mempengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan

daya tahan tubuh menurun.

Fase alarem melibatkan pengarahan mekanisme

pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan hormon yang

berakibat meningkatnya volume darahdarah dan akhirnya


47

menyiapkan individu untuk breaksi. Hormon lainnya dilepas

untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk

menyiapkanenergi untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya

epinefrin dan norepinefrin mengakibatkan denyut jantung

meningkat dan meningkatkan aliran darah ke otot.

Peningkatan ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan

mental.

Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu

untuk melakukan “respons melawan atau menghindar”.

Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai jam. Bila

stresor masih menetap maka individu akan masuk kedalam

fese resistensi.

2) Fase resistance

Individu mencoba berbagi macam mekanisme

penanggulan psikologis dan pemecahan masalah serta

mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan

kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan

tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress.

Bila teratasi gejala stress menurun atau normal tubuh

kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan

darah, cardiac out put. Individu tersebut berupa

beradaptasi terhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan

memperbaiki sel-sel yang rusak. Bila gagal maka individu

tersebut akan jatuh pada tahapan terakhir dari GAS yaitu:

Fase kehabisan tenaga.


48

3) Fase Exhaustion

Merupakan fase perpanjangan stress yang belum

dapat tertangulangi pada fase sebelumnya. Energi

penyusaian terkuras. Timbul gejala penyesuain diri

terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan

mental, penyakit arteri koroner, dan lain-lain. Bila usaha

melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan

dapat mengakibatkan kematian. Tahapan ini cadangan

energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak

mampu lagi menghadapi stress. Ketidak mampuan tubuh

untuk mempertahankan diri.

E. Quisioner Kecemasan PSS (Perceived Stress Scale)

Menurut Olpin & Hesson (2009), Perceived Stress Scale (PSS-10)

merupakan self report questionnaire yang terdiri dari 10 pertanyaan dan

dapat mengevaluasi tingkat stres 6-9 bulan yang lalu dalam kehidupan

subjek penelitian. Skor PSS diperolehi dengan reversing responses (sebagai

contoh, 0=4, 1=3, 2=2, 3=1, 4=0) terhadap empat soal yang bersifat positif

(pertanyaan 4, 5, 7 & 8) dan menjumlahkan skor jawaban masing-masing.

Soal dalam Perceived Stress Scale ini akan menanyakan tentang perasaan

dan pikiran responden dalam satu bulan terakhir ini. Anda akan diminta

untuk mengindikasikan seberapa sering perasaan ataupun pikiran dengan

membulatkan jawaban atas pertanyaan. Semua penilaian diakumulasikan,

kemudian disesuaikan dengan tingkatan stres sebagai berikut: Normal (total

skor 0), Stres ringan (total skor 1-13), Stres sedang (total skor 14-26), Stres

berat (total skor 27-40).


49

1. Pengukuran Tingkat Stress Pada Lansia

Nama Responden :

Umur :

Jenis Kelamin :

Kuisioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai


dengan pengalaman bapak/ibu dalam menghadapi situasi hidup
sehari-hari.

a. Petunjuk Pengisian :
1) Bacalah dengan teliti pertanyaan berikut di bawah ini
2) Isilah jawaban pertanyaan pada tempat yang telah
disediakan dengan memberikan tanda ceklis ( √ )

Kadan
Tidak Jarang Setiap
No Pertanyaan g- Sering
Pernah Sekali Waktu
kadang

1 Dalam sebulan terakhir,


seberapa sering anda marah
pada sesuatu hal yang tidak
terduga

2 Dalam sebulan terakhir,


seberapa sering anda merasa
tidak mampu mengontrol hal-
hal penting dalam hidup anda

3 Dalam sebulan terakhir,


seberapa sering anda merasa
gelisah atau stress

4 Dalam sebulan terakhir,


seberapa sering anda merasa
bahwa anda mampu
mengatasai masalah pribadi
anda
50

5 Dalam sebulan terakhir,


seberapa sering anda merasa
bahwa segalanya berjalan
mengikuti kehendak anda

6 Dalam sebulan terakhir,


seberapa sering anda
menemukan bahwa anda tidak
dapat mengatasi segala hal
yang harus anda lakukan

7 Dalam sebulan terakhir,


seberapa sering anda mampu
mengontrol masalah dalam
hidup anda

8 Dalam sebulan terakhir,


seberapa sering anda merasa
senang dalam segala hal yang
anda lakukan

9 Dalam sebulan terakhir,


seberapa sering anda marah
pada hal-hal yang terjadi diluar
kendali anda

10 Dalam sebulan terakhir,


seberapa sering anda merasa
tidak mampu menghadapi
kesulitan yang sudah
menumpuk

2. Lembar Observasi

No. Responden :

Inisial Nama :

Umur :
51

Tanggal :

Kode Responden :

a. Petunjuk Pengisian

Perceived Stress Scale Score

Tidak Jarang Kadang- Setiap


Scoring Sering
Pernah Sekali kadang Waktu

Pertanyaan no 1,
0 1 2 3 4
2, 3, 6, 9, 10

Pertanyaan no 4,
4 3 2 1 0
5, 7, 8

3. Interpretasi pengukuran Perceived Stress Scale (PSS), sebagai

berikut:

a. Skore 0 : Normal
b. Skore 1 – 13 : Stress ringan
c. Skore 14 – 26 : Stress sedang
d. Skore 27 – 40 : Stress berat

Jumlah skor : ________________________

Jika dikategorikan, menjadi : ________________________

F. Hasil Penlitian

Pada penelitian yang dilakukan oleh Nugroho & Purwanti (2010),

dengan judul Hubungan antara tingkat stress dengan kadar gula darah pada

pasien diabetes mellitus diwilayah kerja puskesmas sukoharjo 1 kabupaten

sukoharjho didapatkan nilai p value = 0,02 < 0,05. Pada penelitian tersubut

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat

stress dengan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus diwilayah

kerja puskesmas sukoharjo 1. Dengan demikian, H0 ditolak Ha diterima.


52

Pada penelitian yang dilakukan oleh Muflihatin (2015), dengan judul

Hubungan tingkat stress dengan kadar gula darah pada pasien diabetes

mellitus tipe 2 di RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda didapatkan nilai

p value = 0,010< 0,05. Pada penelitian tersubut dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stress dengan kadar gula

darah pada pasien diabetes mellitus diwilayah kerja puskesmas sukoharjo 1.

Dengan demikian, H0 ditolak Ha diterima.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sarifah (2011), dengan judul faktor-

faktor yang mempengaruhi masih tingginya gula darah pada pasien diabetes

mellitus yang menjalani terapi diabetes mellitus di poliklinik penyakit dalam

RSUP diketahui faktor yang mempengaruhi tetap tingginya kadar glukosa

darah.
53

G. Kerangka Teori

Kelemahan sekresi

insulin dan kerja insulin

Tanda dan gejala :


Hiperglikemia
1. Poliuria
1. DM Tipe 1
2. Polidipsia
Diabetes Mellitus 2. DM Tipe 2
3. Lelah
3. DM Tipe 3
4. Polifagia

1. Kelainan genetik
Kadar glukosa darah
2. Usia
meningkat
3. Pola makan yang
salah
Respons stress 4. Obesitas
5. Infeksi
A. Local adaptation
6. Stress
syndrome
B. General adatation
syndrome
1. Fase resistence
2. Fase exhaustion
3. Fase alarm

Gambar 2.2 : Kerangka Teori


Sumber : Sumiati, Tutiany & Mumpuni, (2010)., Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia, (2015).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Diabetes mellitus adalah penyakit yang bersifat tidak menular

yang merupakan suatu kelainan pada sistem metabolik yang

menimbulkan gejala hiperglikemia yang diakibatkan oleh sekresi

insulin, dan retensi insulin yang abnormal dan kadar glukosa darah

puasa pada penderita diabetes mellitus berkisar 126mg/dl dan kadar

glukosa darah saat tidak puasa pada penderita diabetes mellitus

adalah lebih dari 200mg/dl. Lebih dari 90% jenis diabetes mellitus yang

di derita banyak di jumpai adalah diabetes mellitus tipe 2 (Dewi, 2013).

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin dan kerja insulin. Dan dengan kadar glukosa darah melebihin

nilai normal yaitu kadar kadar gula darah sewaktu sama atau lebih dari

200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa diatas atau sama dengan 126

mg/dl (Misnadiarly, 2010).

Diabetes mellitus dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya kelainan genetik, usia, pola makan yang salah, obesitas

(terutama pada bagian abdomen), infeksi pankreas, dan stress. Stress

dapat mengakibatkan sistem saraf otonom danb sistem endokrin, yang

54
disebut sistem general adaptation syndrom. Sistem ini mengaktifasi

hormon untuk meningkatkan kadar glukosa darah yang bertujuan

55
56

untuk menyiapkan mergi untuk keperluan adaptasi (Sumiati, Tutiany &

Mumpuni, 2010).

Variabel Independen:
Variabel Dependen:
Stress Kadar Glukosa Darah Pada
Lansia Penderita Diabetes
Mellitus
Konsumsi Alkohol

Konsumsi Gula Berlebih

Kebiasaan Merokok

Konsumsi Kafein

Obesitas

Keterangan:

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian


Sumber: Dewi (2013), Misnadiarly, (2010)

2. Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah

survei analitik yaitu penelitian hubungan antara dua variabel pada satu

situasi atau kelompok subjek (Notoatmodjo, 2010). Melalui metode

korelasi, penelitian ini dapat mengetahui apakah ada hubungan stress

dengan kadar glukosa darah sewaktu pada lansia penderita diabetes

mellitus.
57

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross

sectional.Cross sectional adalah suatu rancangan penelitian

observasional yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel

independen tingkat stress (normal, ringan, sedang, berat)dan

dependen kadar glukosa darah (hypoglikemi, sedang, berat) dimana

pengukurannya dilakukan pada satu saat. Tidak semua subjek

penelitian harus diobservasi pada hari ataupun waktu yang sama,

tetapi variabel dependen maupun independen dinilai hanya satu kali

saja.

3. Hipotesis Penelitian

H0 :“Tidak ada hubungan tingkat stress dengan kadar glukosa

darah sewaktu pada lansia penderita diabetes mellitus” di

RW 15 wilayah kerja Puskesmas Citeureup Cimahi.

Ha :“Ada hubungan tingkat stress dengan kadar glukosa darah

sewaktu pada lansia penderita diabetes mellitus” di RW 15

wilayah kerja Puskesmas Citeureup Cimahi.

4. Variabel Penelitian

a. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Merupakan variabel yang mempengaruhi, dengan kata lain

variaben independen adalah variabel yang menjadi sebab

adanya suatu perubahan pada variabel dependen. Dalam

penelitian ini, yang merupakan variabel independen adalah

stress.
58

b. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh

variabel bebas, dengan kata lain variabel dependen adalah hasil

dari pengauh variabel bebas. Dalam penelitian ini, yang

merupakan variabel dependen adalah kadar glukosa darah pada

lansia penderita diabetes mellitus.

5. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Definisi
Variabel Definisi Konseptual Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional

Independen: Stress adalah reaksi Stress adalah respon Kuisioner 1.Normal Ordinal
Stress ataupun respons tubuh terhadap PSS dengan
tubuh terhadap stresor psikososial (Perceive skore (0)
stresor psikososial yang dapat d Stress 2.Stress
berupa tekanan mempengaruhi kadar Scale) ringan
mental atau bahkan glukosa darah yang dengan
kehidupan (Sumiati, terjadi pada lansia skore (1-13)
Tutiany & Mumpuni, dengan diabetes 3.Stress
2010). mellitus di RW 15 sedang
wilayah kerja dengan
Puskesmas skore (14-
Citeureup Cimahi 26)
4.Stress berat
dengan
skore (27-
40)

Dependen : Kadar glukosa darah Glukomet 1.Hypoglikemi Ordinal


Kadar glukosa Kadar glukosa darah adalah jumlah er mg/dl (<50).
darah sewaktu adalah jumlah atau konsentrasi kadar 2.Normal (90-
konsentrasi glukosa glukosa darahyang 199).
yang terdapat dalam diukur dengan 3.Hyperglikemi
darah bergantung glukometer setelah (>200).
pada keseimbangan makan pada lansia
beberapa hormon dengan diabetes
(Qurratuaenin, mellitus di Rw 15
2009). wilayah kerja
Puskesmas
Citeureup Cimahi.
59

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria

yang ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini

adalah berdasarkan data Puskesmas Citeureup Cimahi jumlah

keseluruhan lansia yang mengalami diabetes mellitus di RW 15 adalah

sebanyak 46 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian elemen atau unsur-unsur populasi yang

dijadikan objek penelitian yang digunakan apabila ukuran populasinya

relatif besar (Nugrahaeni & Mauliku, 2011). Untuk menentukan besar

sampel yang akan diamati, penelitian menggunakan rumus dari

(Notoatmodjo, 2010) sebagai berikut:

Rumus :

N
n= 2
1+ N ( d)

Keterangan:

N = Besar populasi.

n = Besar sampel.

d = Tingkat kepercayaan digunakan d = 0,1

N
n= 2
1+ N ( d)

N 46
n= 2
1+ 46(0,1)
60

46
n=
1,46

n=31,5=32

Jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 32

sampel. Untuk antisipasi terjadinya drop out, maka peneliti

menentukan kriteria drop out sebesar 10%, sehingga jumlah sampel

keseluruhan dalam penelitian ini berjumlah 36 sampel

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh n = 32. Sehingga

jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 32

penderita diabetes mellitus. Untuk antisipasi terjadinya drop out,

maka peneliti menentukan kriteria drop out sebesar 10%, sehingga

jumlah sampel keseluruhan dalam penelitian ini berjumlah 36 sampel.

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan

adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel purposive yang

didasarkan secara pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti

sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).

Dalam pengambilan sampel tersebut peneliti menentukan kriteria

yang diinginkan, yaitu:

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek peneliti

dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti.

Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman saat menentukan

kriteria inklusi (Nursalam, 2013). Adapun kriteria inklusi dalam

penelitian ini diantaranya:


61

1) Lansia umur 60-90 yang mengkonsumsi obat pengendali

kadar gula darah atau diabetes mellitus.

2) Tidak merokok.

3) Tidak mengkonsumsi alkohol.

4) Membatasi asupan kafein seperti: kopi, minuman bersoda,

& coklat.

5) Bersedia menjadi responden dan menandatangani

informed consent.

b. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria ekslusi dari studi karena

berbagai sebab (Nursalam, 2013). Adapun kriteria ekslusidalam

penelitian ini adalah kondisi sakit atau perawatan dokter terkait

penyakit kronis seperti: hipertensi, gagal jantung dan lain-lain.

C. Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada

subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan

dalam suatu penelitian (Nursalam, 2013). Adapun yang dilakukan

peneliti adalah:

a. Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan izin kepada

institusi yang bersangkutan (Dinas Kesehatan Kota Cimahi,

Kantor Kesatuan Bangsa, Kepala Puskesmas Citeureup Cimahi.


62

b. Peneliti meminta bantuan pada rekan sejawat sebanyak 2 orang

sebagai asisten yang membagikan kuesioner dan mengukur

kadar glukosa darah sewaktu dalam proses pengambilan data.

c. Pada tanggal 17 juni 2017 peneliti melakukan survey lokasi di

Posbindu Wijaya Kusuma RW 15 wilayah kerja Puskesmas

Citeureup Cimahi dan karakteristik calon responden di tempat

pengambilan data akan dilakukan.

d. Peneliti melakukan pemilihan sampel mengacu pada kriteria

inklusi di Posbindu Wijaya Kusuma RW 15 wilayah kerja

Puskesmas Citeureup Cimahi.

e. Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian serta

meminta kesediaandari yang bersangkutan untuk dijadikan

sebagai responden atau sampel penelitian.

f. Peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada

responden.

g. Peneliti meminta responden untuk mengisi kuesioner secara

lengkap.

h. Selama peroses pengisian kuesioner pasien didampingi oleh

peneliti agar dapat memberikan penjelasan apabila ada hal yang

kurang dimengerti oleh responden dan kuesioner dikumpulkan

pada hari yang sama.

i. Setelah responden mengisi kuesioner peneliti mengambil sampel

kadar glukosa darah sewaktu pada setiap responden.


63

2. Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian adalah alat yang digunakan untuk

pengumpulan data selama penelitian dari beberapa subjek yang diteliti

(Sugiono, 2009). Intrumen dalam penelitian ini menggunakan

beberapa alat ukur yang telah distandar atau dikalibrasi yaitu:

a. Kuisioner stress Perceived Stress Scale.

Instumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner tentang perceived stress scale (PSS) kuesioner yang

telah digunakan oleh Olpin & Hesson (2009). Instrumen

kuesioner ini disusun dalam skor. Terdiri dari skor, Apabila hasil

nilai skor 0 (dikatagorikan normal), skor 1-13 (dikategorikan

stress ringan, skor 14-26 (dikategorikan stress sedang), skor 27-

40 (dikategorikan stress berat) (Olpin & Hesson, 2009).

b. Glukometer digital, untuk mengukur glukosa darah responden.

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas adalah seberapa akurat suatu instrumen dapat

mengukur apa yang seharusnya diukur (Sastroasmoro & Ismael,

2014). Pada penelitian ini, uji validitas tidak dilakukan karena

instrumen yang digunakan sudah baku, yaitu glukometer dan Kuisioner

stress Perceived Stress Scale.

Menurut Sastroasmoro & Ismael (2014), kalibrasi alat ukur secara

berkala sangat dianjurkan dalam proses penelitian, khususnya alat

ukur yang bersifat mekanis atau elektrik. Keputusan untuk

meningkatkan keandalan dan kesahihan alat ukur tergantung pada

pertimbangan peneliti atas hal-hal berikut:


64

a. Pentingnya variabel yang akan diukur dalam konteks penelitian.

b. Besarnya efek keandalan dan keaslian alat ukur terhadap hasil.

c. Pelaksanaan termasuk biaya yang diperlukan.

D. Prosedur Penetelian

1. Tahap Persiapan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan beberapa

tahap persiapan, diantaranya:

a. Pada akhir bulan Februari 2017, peneliti menentukan masalah

untuk penelitian. Masalah yang telah ditentukan lalu disetujui

oleh pembimbing dan diproses oleh LPPM.

b. Mencari data awal dari masalah atau fenomena yang telah

ditentukan. Permohonan izin untuk mengambil data awal di

Puskesmas Citeureup pada bulan Maret 2017 dengan nomor

surat:

1) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani –

Kepala Badan Kesatuan Bangsa Kota Cimahi Nomor : B /

439 / STIKES / II / 2017, perihal permohonan Izin Studi

Pendahuluan.

2) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani –

Dinas Kesehatan Kota Cimahi Nomor : B / 439 / STIKES / II

/ 2017, perihal permohonan Izin Studi Pendahuluan.

3) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani –

Kepala Puskesmas Citeureup Cimahi Nomor : B / 439 /

STIKES / II / 2017, perihal permohonan Izin Studi

Pendahuluan.
65

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Mengurus Perizinan Melakukan Penelitian

1) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani –

Kepala Badan Kesatuan Bangsa Kota Cimahi Nomor : B /

439 / STIKES / II / 2017, perihal permohonan Izin Studi

Pendahuluan.

2) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani –

Dinas Kesehatan Kota Cimahi Nomor : B / 439 / STIKES / II

/ 2017, perihal permohonan Izin Studi Pendahuluan.

3) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani –

Kepala Puskesmas Citeureup Cimahi Nomor : B / 439 /

STIKES / II / 2017, perihal permohonan Izin Studi

Pendahuluan.

b. Melakukan pengambilan data di posbindu RW 15 wilayah kerja

Puskesmas Citeureup Cimahi sehari sebelum dilakukan

intervensi.

c. Memberikan penjelasan maksud penelitian pada responden serta

memperoleh informed concent dari responden.

d. Menyebarkan kuesioner pada penderita diabetes mellitus.

e. Mengumpulkan hasil kuesioner yang telah diisi oleh responden.

f. Melakukan pengolahan data analisis data dengan menggunakan

perangkat komputer.
66

3. Tahap Akhir

Pada tahap akhir penelitian, beberapa hal yang akan dilakukan

peneliti adalah:

a. Penyusunan laporan penelitian yang telah dilakukan.

b. Konsultasi hasil laporan penelitian kepada pembimbing.

c. Penyajian hasil penelitian.

d. Perbaikan laporan penelitian.

E. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah salah satu rangkaian kegiatan setelah

pengumpulan data. Pengolahan data digunakan untuk menjawab tujuan

penelitian (Riyanto, 2011).

1. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan kuesioner dan

pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu, apakah sudah lengkap,

jelas, relevan dan konsisten. Pengecekan tersebut dilakukan dengan

memeriksa hasil jawaban dan hasil kadar glukosa darah dari

responden seperti jawaban yang belum di isi oleh responden, semua

kuesioner terisi lengkap dan pemeriksaan kadar glukosa darah

sewaktupun sudah lengkap.

2. Coding

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya

dilakukan “Coding” atau “kode” yaitu mengubah data berbentuk kalimat

atau huruf menjadi data atau bilangan. Pada penelitian ini, kode yang

diberikan pada tingkat stress yaitu 0 = normal dan ringan, 1 =


67

sedangdan berat. Pada variabel kadar glukosa darah sewaktu yaitu 0 =

hypoglikemi, 1 = sedang, 2 = hyperglikemi. Coding ini sangat berguna

untuk memasukkan data (entry data).

3. Scoring

Scoring merupakan tahap menilai untuk masing-masing

pertanyaan tugas yang dilakukan dan menjumlahkan hasil yang

didapat dari semua pertanyaan tiap responden (Nursalam, 2013).

Pada kuesioner Perceived Stress Scale Score(PSS) tingkat stress

dengan skor 0 tingkat stress normal, skor 1-13 tingkat stress ringan,

skor 14-26 tingkat stress sedang, skor 27-40 tingkat stress berat. Pada

hasil observasi kadar glukosa darah sewaktu dengan hypoglikemi <50,

sedang 90-199, hyperglikemi >200.

4. Processing / Entry Data

Data yang telah diberikan kode kemudian dimasukkan kedalam

program software computer. Jawaban dari masing-masing responden

yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf). Peneliti melakukan

entry data menggunakan software computerSPSS version 20.

5. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientri

apakah ada kesalahan atau tidak. Apabila semua data dari setiap

sumber data responden selesai dimasukan, perlu dicek kembali untuk

melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan

sebagainya,kemudian dilakukan pembentukan atau koreksi. Hasilnya

semua kuesioner terisi lengkap dan tidak ada kesalahan.


68

F. Analisa Data

Setelah data terkumpul pengolahan data dengan menggunakan rumus

atau aturan yang sesuai dengan pendekatan atau desain yang dipergunakan

sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang disebut dengan analisa data.

(Riyanto, 2011).

Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai

tujuan pokok penelitian yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti yang

mengungkap fenomena. (Nursalam, 2013) Analisa data dalam penelitian

menggunakan analisa univariat dan bivariat :

1. Analisis Univariat

Adapun data dianalisis secara unvariat dimaksudkan untuk

menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel

penelitian dan menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari

setiap variabel (Notoatmodjo, 2010).

Analisis univariat dilakukan untuk menjawab indentifikasi masalah

pertama yaitu mengetahui gambaran atau distribusi frekuensi

pendampingan orang tua menonton tayangan kekerasan ditelevisi dan

perilaku agresif. Rumus distribusi frekuensi dan proposi untuk variabel

penelitian yaitu :
69

f
p= x 100 %
n

Keterangan :

p = presentasi responden

f = jumlah responden yang termasuk dalam kriteria

n = jumlah keseluruhan responden

2. Analisa Bivariat

Analisis Bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen (tingkat stress pada lansia) dengan variabel dependen

(kadar glukosa darah sewaktu pada lansia). Analisis bivariat dalam

penelitian menggunakan rumus Chi Square (X2) (hubungan variabel

katagorik dengan katagorik) sebagai berikut:

(fo −fe)2
X 2 =∑
fe

Keterangan :

X2 = Nilai chi-kuadrat

Fo = Frekuensi yang diobservasi (frekuensi empiris)

Fe = Frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)

Rumus mencari frekuensi teoritis (fe)

( ∑ fk ) x (∑fb )
Fe=
∑T

Keterangan:
70

Fe = frekuensi yang diharapkan

∑fk = jumlah frekuensi pada kolom

∑fb = jumlah frekuensi pada baris

∑T = jumlah keseluruhan data atau sampel

Adapun syarat dari uji Chi Square jika tabel > 2x2 atau 2xk maka

uji yang digunakan adalah uji “Pearson Chi Square” (Riyanto, 2011).

(O−E)2
x 2=∑
E

Keterangan:

O = Frekuensi hasil observasi.

E = Frekuensi yang diharapkan.

Nilai E = (jumlah baris x jumlah kolom) atau jumlah data

df = (b-1) (k-1)

Menurut Dahlan (2011), kriteria pengujian adalah sebagai

berikut:

a. Jika nilai significancy P < 0,05, maka H0 ditolak, artinya

menunjukan dua variabel tidak ada hubungan.

b. Jika nilai significancy P > 0,05, maka Ha diterima, artinya

menunjukan dua variabel ada hubungan.


71

G. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus mendapat adanya

rekomendasi dari institusi atau pihak lain dengan mengajukan permohonan

izin kepada institusi atau lembaga tempat penelitian untuk mencegah

timbulnya masalah etika, maka dilakukan hal-hal sebagai berikut:(Hidayat,

2014).

1. Infromed Consent

Informed consent atau persetujuan menjadi responden dibuktikan

dengan penandatanganan surat persetujuan oleh responden untuk

menjadi subjek peneliti secara sukarela dan tanpa paksaan dengan

didahului penjelasan oleh peneliti secara lengkap dan adekuat dengan

bahasa yang mudah dipahami oleh responden dengan tujuan.,

prosedur penelitian, manfaat peneliti dan jaminan kerahasiaan

informasi responden. Hasilnya semua responden setuju untuk

dijadikan subjek penelitian secara sukarela tanpa adanya paksaan.

2. Anonymity

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek peneliti. Peneliti tidak memberikan

atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur, peneliti

hanya menuliskan kode lembar pengumpulan data atau hasil yang

telah disajikan.

3. Confidentiality

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan

jaminan kerahasiaan dari hasil peneliti baik informasi maupun


72

masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiaanya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu

yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.

4. Respect for justice an inlusiveness

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu lingkungan peneliti

perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni

dengan menjelaskan prosedur peneliti. Prinsip keadilan ini menjamin

bahwa subjek peneliti memperoleh perlakuan dan keuntungan yang

sama, tanpa membedakan jender, agama, etnis, pendidikan dan yang

lainnya.

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus mendapatkan izin

terlebih dahulu dari institusi terkait dengan mengajukan permohonan

izin terlebih dahulu kepada institusi tempat penelitian. Setelah

mendapatkan persetujuan barulah peneliti dapat melakukan penelitian.

Peneliti sebelumnya memberikan informed consent yaitu menjelaskan

maksud dan tujuan dari penelitian. Responden berhak untuk

menyetujui ataupun menolak untuk dijadikan subjek peneltian.

Identitas responden terjamin kerahasiaannya dan responden

mendapatkan perlakuan yang sama tanpa membeda-bedakan

responden.

5. Privacy

Bahwa identitas responden tidak akan diketahui oleh orang lain

dan bahkan mungkin oleh peneliti itu sendirisehingga responden tidak


73

merasa takut oleh intimidasi dari orang lain atau mendapatkan hal atau

tanggapan negatif.

H. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di RW 15 Puskesmas Citeureup

Cimahi.

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan oleh peneliti pada bulan Juni -

Juli2017.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan menguraikan hasil analisis dari data yang telah

dikumpulkan oleh peneliti. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk analisis

univariat dan bivariat. Analisis univariat untuk melihat gambaran distribusi

frekuensi dari tingkat stress dan kadar glukosa darah sewaktu pada lansia

penderita diabetes mellitus, sedangkan analisis bivariat untuk melihat

hubungan antara variabel independen (tingkat stress pada lansia) dengan

variabel dependen (kadar glukosa darah sewaktu penderita diabetes

mellitus). Jumlah sampel yang digunakan adalah 32 responden yaitu lansia

yang menderita diabetes mellitusdi RW 15 wilayah kerja puskesmas

citeureup cimahi.

1. Analisis Univariat

a. Gambaran tingkat stress pada lansia penderita diabetes mellitus

di RW 15 wilayah kerja Puskesmas Citeureup Cimahi.

Tabel 4.1. Gambaran tingkat stress pada lansia penderita


diabetes mellitus di RW 15 wilayah kerja Puskesmas
Citeureup Cimahi.
Variabel Kategori Frekuensi Presentase

Tingkat
stress Normal + Ringan 13
40,6%
Sedang + Berat 19
50,4%

74
75

Berdasarkan tabel 4.1, diketahui bahwa responden yang

mengalami stress dalam kategori stress sedang dan berat

sebanyak 19 (50,4%) responden.

b. Gambaran kadar glukosa darah sewaktu pada lansia penderita

diabetes mellitus di RW 15 wilayah kerja Puskesmas Citeureup

Cimahi.

Tabel 4.2. Gambaran kadar glukosa darah sewaktu pada


lansia penderita diabetes mellitus di RW 15 wilayah kerja
Puskesmas Citeureup Cimahi.

Variabel Kategori Frekuensi Presentase

Kadar Hypoglikemi 1 3,1%


glukosa
darah Normal 12 37,5%
sewaktu
Hyperglikemi 19 59,4%

Berdasarkan tabel 4.2, diketahui bahwa kadar glukosa darah

sewaktu pada lansia penderita diabetes mellitus pada kategori

hyperglikemi adalah sebanyak 19(59,4) responden.


76

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan tingkat stress dengan kadar glukosa darah sewaktu

pada lansia penderita diabetes mellitus di RW 15 wilayah kerja

Puskesmas Citeureup Cimahi.

Tabel 4.3. Hubungan tingkat stress dengan kadar glukosa


darah sewaktu pada lansia penderita diabetes mellitus di RW
15 wilayah kerja Puskesmas Citeureup Cimahi.
Variabel Kategori Frekuensi Presentase PValue

Tingkat Normal + Ringan 13 40,6 %


0,0001
Stress Sedang + Berat 19 50,4%

Hypotermi 1 3,1%
Glukosa

Darah Normal 12 37,5% 0,0001

Sewaktu
Hypertermi 19 59,4%

Berdasarkan tabel 4.3, diketahui bahwa dari 32 responden

didapatkan hasil tingkat stress dengan kadar glukosa darah sewaktu

pada lansia penderita diabetes mellitus, dalam kategori menunjukan

bahwa kadar glukosa darah sewaktu menunjukan bahwa nilai

Asymp. Sig. (2-tailed)= 0,0001 <0,05. Sehingga dapat disimpulkan

tidak terdapat hubungan tingkat stress dengan kadar glukosa darah

sewaktu pada lansia penderita diabetes mellitus di RW 15 wilayah

kerja Puskesmas Citeureup Cimahi.


77

B. Pembahasan

1. Gambaran tingkat stress pada lansia penderita diabetes mellitus

di RW 15 wilayah kerja Puskesmas Citeureup Cimahi.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1, diketahui bahwa

lansia dengan presentase terbesar mengalami stress dengan kategori

sedang dan berat sebanyak 50,4%.

Menurut Sumiati, Tutiany & Mumpuni, (2010), stress adalah

respons manusia yang bersifat non-spesifik tuntunan kebutuhan yang

ada dalam dirinya. Stress adalah respon tubuh terhadap stresor

psikososial berupa tekanan mental dalam kehidupan.

Menurut Olpin & Hesson (2009), Perceived Stress Scale (PSS-10)

merupakan self report questionnaire yang terdiri dari 10 pertanyaan

dan dapat mengevaluasi tingkat stres beberapa bulan yang lalu dalam

kehidupan subjek penelitian. Skor PSS diperolehi dengan reversing

responses (sebagai contoh, 0=4, 1=3, 2=2, 3=1, 4=0) terhadap empat

soal yang bersifat positif (pertanyaan 4, 5, 7 & 8) dan menjumlahkan

skor jawaban masing-masing. Soal dalam Perceived Stress Scale ini

akan menanyakan tentang perasaan dan pikiran responden dalam

satu bulan terakhir ini. Anda akan diminta untuk mengindikasikan

seberapa sering perasaan ataupun pikiran dengan membulatkan

jawaban atas pertanyaan. Semua penilaian diakumulasikan, kemudian

disesuaikan dengan tingkatan stres sebagai berikut: Normal (total skor

0), Stres ringan (total skor 1-13), Stres sedang (total skor 14-26), Stres

berat (total skor 27-40).


78

Beberapa hal yang menjadi faktor pemicu stress pada lansia yang

pertama adalah faktor perkembangan, yang dimaksud disini adalah

perkembangan baik fisik maupun mental seseorang, misalnya masa

remaja, dewasa, monopouse, usia lanjut, dan kondisi dimana fase-fase

diatas sementara seseorang dapat menyebabkan depresi dan

kecemasaan terutama pada mereka yang mengalami monopouse atau

usia lanjut. Dimana penyakit fisisk dan cedera juga dapat menjadi

salah satu sumber stress. Sumber stress yang dapat menimbulkan

depresi dan kecemasaan merupakan penyakit, kecelakaan, oprasi,

pembedahan, aborsi, dan lain-lain. Diantara penyakit yang

menimbulkan depresi dan kecemasan adalah penyakit kronis, jantung,

kanker, dan sebagainya (Sumiati, Tutiany & Mumpuni, 2010).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugroho & Purwanti

(2010), beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab stress pada

lansia yaitu penurunan dan kondisi fisik, cedera dan penyakit fisik yang

salah satunya adalah diabetes mellitus.

Secara psikologis, hal-hal yang dapat mempengaruhi stress pada

lansia yaitu: keletihan yang mendalam, perasaan takut yang semakin

menjadi, kegiatan-kegiatan yang menyenangkan kini terasa sulit, dan

penyakit diabetes mellitus. Stress dapat memicu biokimia tubuh

melalui dua jalur, reaksi pertama respon stress yaitu skresi sistem

saraf simpatis untuk megeluarkan norepinefrin yang menyebabkan

frekuensi jantung dan kondisi ini menyebabkan kadar glukosa darah

meningkat.
79

2. Gambaran kadar glukosa darah sewaktu pada lansia penderita

diabetes mellitus di RW 15 wilayah kerja Puskesmas Citeureup

Cimahi.

Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.2, diketahui bahwa kadar

glukosa darah sewaktu dalam kategori hyperglikemi sebanyak 19

orang lansia (59,4%).

Menurut Aini & aridiana (2016), beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kadar glukosa darah adalah usia. Pada umumnya,

fungsi pisiologis manusia akan menurun dengan cepat setelah usia 40

tahun, hal ini mengakibatkan fungsi pengaturan kadar glukosa darah

dapat ikut menurun. Selain itu, pola makan yang salah juga dapat

mempengaruhi kadar glukosa darah berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Putri & Isfandiari (2013), bahwa makanan dapat

meningkatkan kadar glukosa 1 sampai 2 jam setelah makan, pada saat

itu kadar glukosa darah dapat mencapai angka yang paling tinggi

dengan mengatur perencanaan pola makan yang baik maka

diharapkan kadar glukos darah dapat terjaga dalam batas normal.

Dalam perencanaan makan, hal-hal yang dapat diperhatikan antara

lain adalah jumlah makan, jenis dan jadwal makan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Muflihatin (2015),

beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab meningkatnya kadar

glukosa darah pada lansia yaitu genitik, obesitas, pola makan yang

salah, obat-obatan yang mempengaruhi kadar glukosa darah,

kurangnya aktifitas fisik, perokok, proses menua, dan salah satunya

adalah stress.
80

Obesitas juga dapat menjadi salah satu hal yang dapat

mempengaruhi kadar glukosa darah. Pada lansia yang menderita

obesitas, sel-sel β Pankreas mengalami hypertropi yang dapat

menurunkan produksi insulin. Stress juga dapat mempengaruhi kadar

glukosa darah. Stress dan diabetes mellitus sangat berkaitan erat satu

sama lain. Ketika seseorang mengalami stress, ekresi hormon

katekolamin, glukagon, glukokorticoid, β-endofrin, dan hormon

pertumbuhan akan mengalami peningkatan.

3. Hubungan tingkat stress dengan kadar glukosa darah sewaktu

pada lansia penderita diabetes mellitus di RW 15 wilayah kerja

Puskesmas Citeureup Cimahi.

Dari hasil uji statistik pada tabel 4.3, kadar glukosa darah sewaktu

didapatkan nilaiAsymp. Sig. (2-tailed)= 0,0001 < 0,05. Maka dapat

disimpulkan tidak terdapat hubungan tingkat stress dengan kadar

glukosa darah sewaktu pada lansia penderita diabetes mellitus di RW

15 wilayah kerja puskesmas citeureup cimahi.

Menurut Sumiati, Tutiany & Mumpuni (2010), respon fisiologis

tubuh dapat menyebabkan menaikan glukosa darah. Respon fisiologis

General Adaptation Syndrome (GAS) merupakan respon fisiologis dari

seluruh tubuh terdapat stress. Pada respon ini beberapa sistem yang

terlibat diantaranya adalah sistem saraf otonom dan sistem

endokrin.Pada respon General Adaptation Syndrome (GAS) fase yang

dapat meningkatkan kadar glukosa darah adalah fase alarem. fase ini,

akan terjadi suatu mekanisme pertahan dari tubuh maupun pikiran

untuk menghadapi stressor. Beberapa tanda-tanda fisik yang mungkin


81

terjadi diantaranya, meningkatnya curah jantung, peredaran darah

cepat, darah diperifer, dan gastrointestinal mengalir kekepala atau

ekstremitas. Dari hal tersebut, banyak organ tubuh terpengaruhi yang

dapat menimbulkan beberapa gejala stress diantaranya

mempengaruhi denyut nadi, ketegangan otot, dan daya tahan tubuh

menurun.Pada fase ini, tubuh akan melakukan mekanisme pertahanan

dengan mengaktifkan hormon yang menyebabkan volume darah

meningkat dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon

lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar glukosa darah yang

tujuannya adalah untuk menyiapkan energi untuk keperluan tubuh

melakukan adaptasi

Menurut Smeltzer & Bare (2010), stress adalah salah satu faktor

yang sangat berpengaruh untuk kondisi hyperglikemia pada penderita

diabetes mellitus. Kondisis stress pada individu akan mengakibatkan

terjadinya peningkatan kadar glukosa darah, dan akan diperpara bila

asupan makanan dan pemberian insulin tidak dirubah sama sekali.

Sebagai salah satu respon terdapat stress, tubuh akan meningkatkan

eksresi hormon-hormon stress yaitu glukagon, efineprin, noefineprin,

kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hormon-hormon ini dapat

meningkatkan produksi glukosa yang diproduksi oleh hati dan

penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta lemak dengan cara

melakukan kerja insulin sehingga dapat meningkatkan kadar glukosa

darah.
82

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sarifah (2011), bahwa stress bukan merupakan faktor yang

mempengaruhi tetapi tingginya kadar glukosa darah.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Muflihah (2015), bahwa

terdapat hubungan tingkat stress dengan kadar glukosa darah pada

pasien diabetes mellitus (p-value = 0,010 , 0,05). Selain itu penelitian

yang dilakukan oleh Derek, Rottie & Kallo (2017), menunjukan hasil

yang sama, dengan hasil uji statistik p-value = 0,0001 < 0,05.

Dari hasil diatas, diketahui bahwa stress bukanlah faktor yang

signifikan dalam mempengaruhi kenaikan kadar glukosa darah. Karna,

kenaikan kadar glukosa darah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

selain stress, seperti: mengkonsumsi alkohol, kafein, gula berlebih,

kebiasaan merokok, obesitas, faktor genetik, dan aktifitas fisik. Dari

hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2013), faktor yang

berhubungan dengan kenaikan kadar gula darah diantaranya adalah

latihan fisik, dan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarifah (201),

bahwa faktor yang menyebabkan tingginya kadar glukosa darah

adalah latihan fisik dan usia..

C. Keterbatasan Penelitian

Pada saat proses pemilihan responden, didapatkan 18 orang dari 32

responden dari seluruh jumlah responden tidak teratur dalam mengkonsumsi

obat pengendali gula darah, kebiasaan merokok, mengkonsumsi kafein,

berat badan berlebih dan juga mengkonsumsi gula yang berlebih.Hal ini

dikarnakan terbatasnya jumlah populasi yang ditemukan dilapangan yang

sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Hubungan tingkat stress

dengan kadar glukosa darah pada lansia penderita diabetes mellitus di RW

15 wilayah kerja Puskesmas Citeureup Cimahi”, dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Gambaran tingkat stress pada lansia penderita diabetes mellitus di RW

15 wilayah kerja Puskesmas Citeureup Cimahi dalam kategori stress

sedang dan berat sebanyak 19 responden (50,4%).

2. Gambaran kadar glukosa darah sewaktu pada lansia penderita

diabetes mellitus di RW 15 wilayah kerja Puskesmas Citeureup Cimahi

dengan kategori hyperglikemi adalah sebanyak 19 (59,4) responden.

3. Tidak terdapat hubungan tingkat stress dengan kadar glukosa darah

sewaktu pada lansia penderita diabetes mellitus di RW 15 wilayah

kerja Puskesmas Citeureup Cimahi dengan hasil uji statistik kadar

glukosa darah sewaktu terdapat nilai Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,0001

<α = 0,05.

83
84

B. Saran

1. Bagi Puskesmas Citeureup Cimahi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagi acuan dalam

penyelenggaran program-program penanganan diabetes mellitus

sehingga dapat menyusun suatu rencana penatalaksanaan dengan

tepat.

2. Bagi Perawat Puskesmas Citeureup Cimahi

Hendaknya perawat memberikan perhatian lebih dan waktu yang

cukup bagi penderita diabetes mellitus dengan cara melibatkan

keluarga dalam berkonsultasi, mengadakan penyuluhan, dan

menyediakan leaflet yang berisi informasi yang dibutuhkan oleh

penderita diabetes mellitus seperti leaflet teknik stress. Sehingga

diharapkan meningkatnya kualitas interaksi antara perawat, penderita

diabetes mellitus dan keluarga penderita diabetes mellitus sehingga

adanya kenyamanan dan kepercayaan masyarat terhadap kinerja

perawat.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat diulangi kembali dan akan lebih baik apabila

aspek-aspek kriteria inklusi dapat tercapai dengan baik seperti semua

klien meminum obat secara teratur dan lebih banyak lagi sampel yang

akan diteliti oleh peneliti dimana dalam penelitian ini dari seluruh total

responden tidak meminum obat secara teratur, mengkonsumsi gula

berlebih, kebiasaan merokok, dan asupan makan yang tidak teratur.


85

DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., & Aridiana, L. M. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Endokrin.
Jakarta: Salemba Medika.

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Usia Lanjut. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Crownin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Dahlan, M. S. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:


Salemba Medika.

Dewi, A. P. (2013). Pengaruh Nasi Putih Baru Matang dan Nasi Putih Kemarin
(Teretrogradasi) Terhadap Kadar Glukosa Darah Posprandial pada
Subjek Wanita Pra Diabetes. Semarang: Universitas Diponegoro.

Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kota Cimahi. (2016). Laporan LB1. Cimahi:
Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kota Cimahi.

Fatimah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga.

Hasdianah. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus pada Orang Dewasa Dan Anak-
anak dengan solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha Medika.

Hidayat, A. A. (2012). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:


Salemba Medika.

Hidayat, A.A..(2014). Metode penelitian keperawatan dan teknis analisis data.


Jakarta : Salemba Medika.

Maulana, M. (2008). Mengenal Diabetes Melitus Panduan Praktis Mengenai


Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta: Katahari.

Misnadiarly. (2010). Ulcer, Gangren, Infeksi Diabetes Mellitus. Jakarta: Pustaka


Populer Obor.

Muflihatin, K. (2015). Hubungan Tingkat Stress Dengan Kadar Glukosa Darah


Pasien Diabetes Mellitus Tipe2 Di RSUD Abdul Wahab Syahranie.
Samarinda: Jurnal Stikes Muhamadiyah Samarinda.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugrahaeni, & Mauliku. (2011). Metode Penelitian Kesehatan. Cimahi: Stikes A.


Yani Press.
86

Nugroho, S. A., & Purwanti, O. S. (2010). Hubungan Antara Tingkat Stress


Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Wilayah
Kerja Puskesmas Sukoharjo. Sukoharjo: Jurnal S1.

Nursalam. (2013). Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Umum


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Olpin, M., & Hesson, M. (2009). Stress Management For Life, Edition 2. USA:
Cengage Learning.

Pateda, d. (2009). Pengaruh Konsumsi Beras Indeks Glikemik Rendah Terhadap


Pengendalian Metabolik Diabetes Melitus Tipe-1.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. (2009). Buku Ajaran


Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publiser.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2015). Konsensus Pengolaan Dan


Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Indonesia. Jakarta: PB
PERKENI.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012). Patofisiology : Konsep Klinis Proses


Terjadinya Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.

Prihaningtyas, A. R. (2013). Hidup Manis dengan Diabetes Panduan Lengkap


Berkawan dengan Diabetes. Jakarta: Media Pressindo.

Puskesmas Citeureup Kota Cimahi. (2016). Rekapitulasi Penyakit Hipertensi dan


Diabetes Mellitus. Cimahi: Puskesmas Citeureup Kota Cimahi.

Putri, N. H., & Isfandiari, M. A. (2013). Hubungan Empat Pilar Pengendalian DM


Tipe 2 Dengan Rerata Kadar Gula Darah. Surabaya: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga.

Qurratuaeinin. (2009). Fakto-faktor yang berhubungan dengan Terkendalinya


Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) Fatmawati. Jakarta: UIN Syarif Hidayat.

Riyanto, A. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Rochmah, W., Sudoyo , A. W., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2007).
Buku Ajaran Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: IPD FK UI.

Sarifah, S. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi masih tingginya kadar


glukosa darah pada pasien diabetes mellitus yang menjalani terapi
diabetes mellitus di poli klinik penyakit dalam RSUP. Profesi II Jurnal
Kesehatan Profesional Islami Vol 7.
87

Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2014). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis


Edisi 5 . Jakarta: Sagung Seto.

Smeltzer, & Bare. (2010). Textbook of Medical Surgical Nursing Brunner &
Suddarth . Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.

Soedondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. (2011). Penatalaksanaan Diabetes


Mellitus Terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Soegondo, S. d. (2007). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta:


FKUI.

Sugiyono. (2009). Metodologi Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sumiati, Rustika, Tutiany, Heni, N., & Mumpuni. (2010). Penanganan Stress
Pada Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Tjandra. (2012). Diabetes Mellitus Akibat No Enam di Indonesia. Tersedia:


http://www.depkes.go.id.8febuari2014.

Wardani, K. (2010). Perbandingan Efek Hipoglikemik Bekatul Beras Hitam


dengan Metfomin pada Mencit BALB/C yang di Induksi Streptotozocin.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Wijayakusuma, H. (2008). Bebas Diabetes Ala Hembing . Jakarta: Puspa Swara.

Wulandari, P. (2013). Analisis Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar


Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Tugurejo
Semarang Periode September Tahun 2013. Semarang: Prodi S1
Kesehatan Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

Yosep, I. (2008). Keperawatan Jiwa . Bandung: Refika Aditama.


88

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai